Tentang
OLEH :
SALSABIL SYAHPUTRI
203310712
B. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah alat ekskresi utama dalam tubuh manusia. Kedudukan ginjal terletak
dibelakang dari cavum abdominalis (rongga perut) di belakang peritonium pada kedua sisi
vertebrata lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen/perut. Ginjal berbentuk
seperti kacang merah (kara/ercis). Sisi dalamnya atau sering dinamakan hilum menghadap ke
tulang punggung sedangkan sisi uarnya berbentuk cembung. Jumlah ginjal ada dua yaitu ginjal
kanan dan ginjal kiri. Ukuran ginjal sebelah kiri lebih besar dibanding dengan ginjal sebelah
kanan. Ginjal memiliki ukuran panjang ± 0-12 cm dan lebar ± 6-8 cm dan tebal 2,5 cm dengan
ukuran berat sekitar 200 gram.
1. Piramida ginjal
2. Arteri interlobuler
3. Arteri renalis
4. Vena ginjal
5. Ginjal hilus
6. Pelvis ginjal
7. Ureter
8. Tambuk kecil
9. Kapsula ginjal
10. Kapsula ginjal inferior
11. Kapsula ginjal superior
12. Vena interlobular
13. Nefron
14. Kaliks minor
15. Tambuk mayor
16. Papilla ginjal
17. Kolumna ginjal
Batas bagian atas ginjal kanan adalah organ hati, sedangkan batas atas ginjal kiri adalah
organ limpa. Makna batas ginjal ini, saat kita menarik nafas maka ginjal akan bergerak ke
bawah. Pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dibanding dengan ginjal perempuan.
Setiap ginjal secara anatomis dibagi menjadi bagian korteks (di sebelah luar) yang
mengandung semua kapiler glomerulus dan sebagian segmen tubulus pendek, dan bagian medulla
di sebelah dalam tempat sebagian besar segmen tubulus berada. Perkembangan segmen-segmen
tubulus dari glomerulus ke tubulus proksimal, kemudian sampai di tubulus distal, dan akhirnya
hingga ke duktus pengumpul (collecting duct). Gabungan organ glomerulus, tubulus proksimal,
tubulus distal, duktus coleduktus dinamakan nefron. Satu ginjal terdapat 1.000.000 nefron,
kalau dua ginjal berarti ada sekitar 2.000.000 nefron. Lihat gambar letak ginjal berikut :
b. Anatomi Ureter
Ureter adalah saluran muskuler berbentuk silinder yang mengantarkan urine dari ginjal
menuju kandung kemih (buli-buli/vesica urinaria). Dalam tubuh manusia terdapat dua ureter.
Panjang ureter pada orang dewasa ± 25-30 cm dengan luas penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak pada rongga abdomen dan sebagian terletak pada rongga pelvis.
Dinding ureter terdiri dari tiga lapisan yaitu :
1. Tunika mukosa
Adalah lapisan dari dalam keluar yang tersusun dari sel ephitelium
2. Tunika muskularis
Merupakan otot polos longgar dan saling dipisahkan oleh jaringan ikat dan anyaman serabut
elastis. Otot ini membentuk tiga stratum/lapisan yaitu, stratum longitodinal, stratum sirkuler dan
stratum longitudinal eksternum.
3. Tunika adventisia ; tersusun dari jaringan ikat longgar.
Batu uretra
Batu uretra umumnya merupakan batu yang berasal dari ureter atau kandung kemih yang,
oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi menyangkut di tempat yang agak lebar.
Gejala yang ditimbulkan umumnya sewaktu miksi tiba-tiba terhenti, menjadi menetes dan nyeri.
Penyulitnya dapat berupa terjadinya di vertikel, abses, fistel proksimal, dan uremia karena
obstruksi urin.
D. Etiologi
Menurut (Purnomo,2011: hal 2)Terbentuknya batu saluran kemih diduga karena ada
hubungannya gangguan cairan urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih dehidrasi
dan keadaan lain yang masih belum terungkap (idopatik). Secara epidemiologis terdapat
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang yaitu:
1.Faktor intrinsik : herediter (di duga diturunkan orang tuanya) umur, (paling sering di
dapatkan pada usia 30-50 tahun) jenis kelamin, (laki-laki tiga
lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan).
2.Faktor ekstrinsik: geografi, iklim dan temperature, asupan air, diet pekerjaan.
Mineralisasi pada semua system biologi merupakan temuan umum. Tidak terkecuali
batu saluran kemih, yang merupakan kumpulan kristal yang terdiri dari bermacam-macam
Kristal dan matrik organik. Teori yang menjelaskanmengenai penyakit batu saluran kemih
kurang lengkap. Proses pembentukan membutuhkan supersaturasi urine. Supersaturasi
tergantung pada PH urine, kekuatan ion, konsntrasizat terlarut, dan kompleksasi.(Stoller 2010 :
hal4
E. Patofisiologi
Sebagian besar batu saluran kencing adalah idiopatik dan dapat bersifat simtomatik
ataupun asimtomatik. Ada beberapa teori terbentuknya batu, yaitu ;
1. Teori inti matriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansia organik sebagai inti.
Substansia organik ini terutama terdiri mukopolisakarida dan mukoprotein A yang akan
mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
2. Teori supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin, santin, asam urat,
kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori presipitasi kristalisasi
Perubahan pH akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin. Pada urin yang
bersifat asam akan mengendap sistin, santin, asam dan garam urat, sedangkan pada urin
yang alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori berkurangnya faktor penghambat
Berkurangnya faktor penghambat, seperti ; peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat,
magnesium, asam mukopolisakarid akan mempermudah terbentuknya batu saluran
kencing.
Faktor lain terutama faktor eksogen dan lingkungan diduga ikut mempengaruhi
kalkugenesis, antara lain ;
Komponen utama pembentukan batu saluran kemih adalah kristalin. Terdapat
beberapa tahapan dalam proses pembentukan kristal yaitu nukleasi, growth, dan agregasi.
Pembentukan kristal tidak dapat terjadi dalam waktu yang cepat bersamaan dengan filtrasi
urin di dalam tubulus ginjal. Hal ini terjadi apabila di dalam nefron ginjal, konsentrasi zat
terlarut lebih tinggi dari zat pelarut maka nukleasi akan terjadi dalam jangka waktu yang
lama . Jika dari awal sudah terdapat obstruksi di saluran kemih, maka aliran kemih ke
bawah akan melambat, sehingga meningkatkan konsentrasi zat terlarut yang mempercepat
proses nukleasi
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien urolithiasis adalah radiografi
ginjal, ureter, dan kandung kemih (KUB radiograph). Intra Venous Pyelogram (IVP) juga sering
dilakukan untuk mengetahui tempat sumbatan dan keparahannya. Urinanalisa menunjukkan
hematuria mikroskopis atau gros, sel darah putih (SDP), perubahan pH, dan kristal kalsium, asam
urat, atau sistin yang menunjukkan batu. Kultur urin menandakan bakteri bila telah terjadi infeksi
dan sel darah putih meningkat Blood Urea Nitrogen (BUN) serum dan kreatinin meningkat bila
terjadi kerusakan ginjal
1. IVP (Intra Venous Pyelogram)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP
dapat mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat
oleh foto polos perut. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih
akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrograd (Purnomo, 2003: 64).
2. Analisa urin
Pemeriksaan kimiawi meliputi pemeriksaan pH, protein, dan gula dalam urin.
Pemeriksaan mikroskopi mencari kemungkinan adanya sel-sel darah didalam urin.
Pengkajian makroskopis dengan menilai warna dan bau urin.
3. Darah rutin
Peninngkatan leukosit dan (Laju Endap Darah) LED menandakan aktifnya proses
inflamasi untuk melawan kuman yang menginvasi saluran kemih.
4. Fungsi ginjal
Pemeriksaan BUN, ureum dan kreatinan di dalam serum merupakan uji faal ginjal yang
paling sering dipakai di klinik. Bersihan kreatinin menunjukkan kemampuan filtrasi
ginjal. Dalam menilai faal ginjal, pemeriksaan ini lebih peka dari pada pemeriksaan
kreatinin atau BUN. Kadar klirens normal pada orang dewasa adalah 80-120 ml/menit.
5. Analisa batu
Analisa batu ini adalah pemeriksaan untuk memeriksa jenis batu yang sudah keluar dan
mencegah kekambuhan kembali.
6. Foto polos abdomen
Foto ini digunakan untuk melakukan skrining untuk pemeriksaan kelainan pada saluran
kemih.
G. Komplikasi
Menurut ( S. Wahap , 2013: hal 168 ) b atu saluran kemih selain memicu terjadinya renal
colic, ada beberapa komplikasi ada beberapa komplikasi yang di waspadai :
1. Pembendungan dan pembengkakan ginjal
2. Kerusakan dan gagal fungsi ginjal,
3. Infeksi saluran kemih
4. Timbulnya batu berulang
I. Masalah Keperawatan/ Dx Kep Yang Mungkin Muncul Beserta Intervensinya (Dx Kep
Berdasarkan SDKI Dan Intervensi Berdasarkan SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik : trauma jaringan
Intervensi : Manajemen Nyeri
Observasi
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakalogis untuk mengurangi rasa nyeri
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan iritasi kandung kemih
Intervensi : Manajemen Eliminasi Urin
Observasi
Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urin
Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urin
Monitor eliminasi urin
Terapeutik
Catat waktu dan haluaran berkemih
Batasi asupan cairan, jika perlu
Ambil sampel urin tengah (midstream) atau kultur
Edukasi
Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
Ajarkan terapi modalitas penguatan otot panggul/ berkemihan
Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu
3. Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra
Intervensi : Kateterisasi Urin
Observasi
Periksa kondisi pasien
Terapeutik
Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan tindakan
Siapkan pasien : bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal rekumben (untuk
wanita) dan supine (untuk laki-laki)
Pasang sarung tangan
Bersihkan daerah perineal atau preposium dengan cairan NaCl atau aquades
Lakukan insersi kateter urin dengan urin bag
Isi balon dengan NaCl 0,9 % sesuai anjuran pabrik
Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
Pastikan kantung urin ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urin
Anjurkan menarik napas saat insersi gelang kateter
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Intervensi : Manajemen Energi
Observasi
Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
Monitor kelelahan fisik dan emosional
Monitor pola dan jam tidur
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas
Terapeutik
Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Fasilitasi duduk di sis tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
Intervensi : Manajemen Nutrisi
Observasi
Identifikasi status nutrisi
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet
Berikat makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Edukasi
Ajurkan posisi duduk, jika perlu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
J. Identifikasi Salah Satu Penatalaksanaan Atau Intervensi Keperawatan Berbasis Hasil Riset
(EBN) Dari Jurnal Terkait (Lampirkan Jurnal Atau Link Jurnal Yang Diambil)
1) TINJAUAN EBN
Penyakit batu saluran kemih (BSK) telah dikenal sejak awal peradaban manusia,
terbukti dengan ditemukannya batu kandung kemih pada rangka panggul mumi Mesir
yang berasal dari 4800 sebelum Masehi (Firtantyo,2011). Kekambuhan pembentukan batu
merupakan masalah yang sering muncul pada semua jenis batu saluran kemih dan oleh
karena itu menjadi bagian penting perawatan medis pada pasien dengan batu saluran
kemih.
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan terapi non invasif
yang menggunakan gelombang kejut berintensitas tinggi. Gelombang ini dibangkitkan di
luar tubuh pasien lalu ditembakkan ke batu saluran kemih. Prosedur ini diindikasikan
untuk batu dengan ukuran < 20 mm dan menghasilkan stone free rate 66- 99% (Bagus
Baskoro dkk, 2012). Hingga saat ini terapi ESWL dapat diterima dengan baik dan telah
digunakan secara luas di seluruh dunia untuk batu ginjal dan ureter.
Nyeri yang dialami pasien pada saat sesi ESWLmerupakan suatu konsep
multidimensi yang dipengaruhi oleh fisiologi maupun psikologis klien yang bervariasi
untuk setiap orang. Secara garis besar terdapat beberapa variabel yang telah diketahui
sebagai faktor risiko terjadinya nyeri pada pasien yang menjalani ESWL, mencakup
karakteristik alat, besar atau letak batu dan psikologis klien (Bagus Baskoro dkk, 2012).
Oleh karena itu peranan perawat sangat dibutuhkan dalam meningkatkan keyakinan diri
(self efficacy) pasien sebelum dilakukan tindakan ESWL.
Self efficacy merupakan faktor yang berperan dalam pengontrolan persepsi nyeri,
peneliti merasa tertarik untuk menyelidiki bagaimana hubungan persepsi nyeri dengan
self efficacy. Secara khusus dalam hal ini peneliti ingin meneliti hubungan antara self
efficacy denganpersepsi nyeri pada pasien yang dilakukan tindakan ESWL di RS Omni
Pulomas Jakarta.
2) MASALAH KLINIK (ANALISIS PICO)
Judul artikel : Jurnal 1 : HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY
DENGAN PERSEPSI NYERI PADA PASIEN YANG
DILAKUKAN TINDAKAN ESWL BATU SALURAN KEMIH
DI RUMAH SAKIT OMNI PULOMAS – JAKARTA
Jurnal Pembanding : EXTRACORPOREAL SHOCKWAVE
LITHOTRIPSY (ESWL) PADA BATU GINJAL
3) METODE PENELUSURAN
Untuk menjawab masalah klinis, dilakukan penelusuran kepustakaan (literature)
secara online menggunakan instrument pencarian seperti google scholar dengan
menggunakan kata kunci Batu Saluran Kemih, Persepsi Nyeri, ESWL. Ditemukan 172
artikel yang memenuhi kriteria yang dilakukan secara manual pada daftar pustaka yang
relevan. Setelah penelusuran judul dan abstrak artikel-artikel tersebut, didapatkan 2
artikel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu “Hubungan antara self efficacy dengan
persepsi nyeri pada pasien yang dilakukan tindakan ESWL batu saluran kemih di RS
Omni Pulomas-Jakarta” dan “Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) pada batu
ginjal”.
4) VALIDITAS
Adanya hubungan yang kuat antara self efficacy dengan persepsi nyeri ditegaskan
oleh Brannon & Feist (Ana I Sanchez, 2011) yang menyatakan bahwa nyeri kronis (nyeri
yang menetap) sangat mempengaruhi emosional klien dan cara berfikir klien. Seringkali
klien memikirkan nyeri yang dialami secara berlebihan, sehingga dapat memperburuk
perasaan subjektif terhadap nyeri. Sehingga seseorang yang menderita nyeri kronis harus
memiliki mental dan emosional yang kuat untuk menjalani hidup dengan nyeri yang
menetap. Self efficacy dapat membantu pasien mengenali bahwa respon emosional
terhadap nyeri sangat dipengaruhi oleh pikiran dan bahwa mereka dapat melatih
mengendalikan gangguan yang diproduksi oleh adanya nyeri yang dialami.
5) APLICABILITY
Self efficacy merupakan faktor yang berperan dalam pengontrolan persepsi nyeri,
peneliti merasa tertarik untuk menyelidiki bagaimana hubungan persepsi nyeri dengan
self efficacy. Secara khusus dalam hal ini peneliti ingin meneliti hubungan antara self
efficacy dengan persepsi nyeri pada pasien yang dilakukan tindakan ESWL di RS Omni
Pulomas Jakarta. Mengingat rumah sakit ini adalah rumah sakit rujukan dari beberapa RS
untuk tindakan ESWL sehingga banyak ditemukan kasus tindakan ESWL. Apabila
penelitian ini berhasil membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara self efficacy
dengan persepsi nyeri maka hal ini dapat menjadi suatu informasi yang berharga bagi
perawat untuk meningkatkan self efficacy pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Abas, I., & Suherna. (2018). Hubungan Self Efficacy dengan Persepsi Nyeri pada Pasien yang
Dilakukan Tindakan ESWL Batu Saluran Kemih di Rumah Sakit Omni Pulomas-Jakarta. Jurnal
Afiat, 4(2), 631–639.
Purwanto, Hadi.(2016).Modul Bahan Ajar Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta Selatan: Pusdik
SDM Kesehatan.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan Keperawatan, Edisi
1. Jakarta : DPP PPNI.