Anda di halaman 1dari 39

SKENARIO 1

URIN SEPERTI AIR CUCIAN DAGING


Seorang anak laki-laki, usia 8 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena air kencingnya
berwarna kemerahan. Riwayat trauma sebelumnya disangkal. Penderita mengalami radang
tenggorokan selama 2 minggu yang lalu, sudah berobat ke dokter dan dinyatakan sembuh.
Pada pemeriksaan dinyatakan bengkak pada kelopak mata dan didapatkan tekanan darah
130/90 mmHg. Pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria.

1
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan menjelaskan anatomi ginjal dan daluran kemih
1.1 Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis ginjal dan saluran kemih
1.2 Memahami dan menjelaskan anatomi mikroskopis ginjal dan saluran kemih
2. Memahami dan menjelaskan fisiologi sistem urinalisis
3. Memahami dan menjelaskan glomerulonefritis
1. Memahami dan mejelaskan definisi glomerulonefritis
2. Memahami dan mejelaskan etiologi glomerulonefritis
3. Memahami dan mejelaskan klasifikasi glomerulonefritis
4. Memahami dan mejelaskan patogenesis glomerulonefritis
5. Memahami dan mejelaskan patofisiologi glomerulonefritis
6. Memahami dan mejelaskan manifestasi klinis glomerulonefritis
7. Memahami dan mejelaskan pemeriksaan penunjang glomerulonefritis
8. Memahami dan mejelaskan diagnosis dan diagnosis banding glomerulonefritis
9. Memahami dan mejelaskan penatalaksanaan glomerulonefritis
10. Memahami dan mejelaskan komplikasi glomerulonefritis
11. Memahami dan mejelaskan pencegahan glomerulonefritis
12. Memahami dan mejelaskan prognosis glomerulonephritis
4. Memahami dan menjelaskan etika bersuci dalam Islam

2
1. Memahami dan menjelaskan anatomi ginjal dan daluran kemih
1.1 Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis ginjal dan saluran kemih

A. GINJAL

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah retroperitoneal.


Berbentuk seperti kacang tanah dengan warna coklat kemerahan, yang terbungkus
oleh fascia renalis. Pada neonatus terkadang dapat teraba. Ginjal terdiri atas korteks
(bagian luar) dan medulla (bagian dalam). Setiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang
nantinya akan membentuk piramid (pyramides renales). Dasar dari piramid (basis
renalis) terletak diperbatasan antara korteks dengan medulla. Puncak dari piramid
disebut papilla (papillae renales) yang berfungsi untuk meneteskan urine. Papillae
renales akan bermuara pada calyx minor. 2-3 Calyx minor akan membentuk calyx
major. Calyx major ini akan bermuara di pelvis ureter yang mana terletak pada
hillus renalis. Alat-alat yang masuk ke hillus renalis adalah A.renalis, N.vagus,
plexus symphaticus. Sedangkan alat-alat yang keluar adalah V.renalis,
Nn.lymphaticus, ureter.

Gambar 1. Anatomi makroskopis ginjal

Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir
cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal
tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya
umur.

Pada bagian korteks terdiri atas 2 selubung, pertama adalah capsula fibrosa
(dalam) dan capsula adiposa (luar). Capsula adiposa merupakan selubung yang

3
dilapisi oleh lemak. Korteks merupakan bagian terpenting pada ginjal. Hal ini
dikarenakan pada korteks terdapat glomerolus (filtrasi), tubulus kontortus proksimal
(reabsorpsi) serta tubulus kontortus distal.

Panjang dan berat ginjal bervariasi yaitu ± 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir
cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal
tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya
umur.

Setiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron. Pada manusia, pembentukan nefron


berakhir pada janin usia 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir.
Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada
disertai maturasi fungsional. Nefron terdiri atas glomerulus dan kapsula bowman,
tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal serta duktus
koligens. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman disebut juga badan
malphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus
dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya

Vaskularisasi pada ginjal berasal dari aorta abdominalis yang bercabang


menjadi A.renalis. A.renalis akan bercabang menjadi A.segmentalis, lalu menjadi
A.lobaris, setelah itu menjadi A.interlobaris. Dari A.interlobaris akan bercabang
lagi menjadi A.arcuata, setelah itu menjadi A.interlobularis dan berakhir pada
A.afferent yang akan bermuara pada glomerolus.

Keluar dari glomerolus akan masuk ke A.efferent, dari A.efferent darah


menuju ke V.interlobularis, lalu ke V.arcuata, setelah itu ke V.interlobaris, dari
V.interlobaris masuk ke V.lobaris, lalu ke V.segmentalis, dan keluar dari ginjal
melalui V.renalis. Darah yang berasal dari V.renalis ini akan masuk ke atrium
dextra melalui V.cava inferior, yang akan menuju ke atrium dextra. Dari atrium
dextra akan berakhir di paru-paru untuk mengalami difusi dengan O 2 bebas
(sirkulasi pulmonal).

Persarafan ginjal yang utama adalah plexus symphaticus renalis. Plexus


symphaticus ini dibantu juga oleh serabut afferent yang melalui plexus renalis dan
menuju ke medulla spinalis N.thoracalis X, XI, XII.

Pembuluh lymph pada ginjal mengikuti A.renalis menuju nodus lymphaticus


aorta lateral (sekitar pangkal A.renalis).

B. URETER

Adalah saluran tractus urinarius yang mengalirkan urin dari ginjal ke vesica
urinarius. Ureter merupakan lanjutan pelvis renalis, menuju distal dan bermuara pada
vesica urinaria. Panjangnya + 25 cm Terbagi 2 :
a. Ureter pars abdominalis
b. Ureter pars pelvica

4
Jalan ureter pada pria dan wanita berbeda terutama pada daerah pelvis karena ada
alat-alat yang berbeda pada panggul. Pada pria ureter menyilang superficial didekat
ujungnya didekat duktus defferen, sedangkan pada wanita ureter lewat diatas fornix lateral
vagina namun dibawah ligamentum cardinal dan A.urinaria
Perdarahan ureter terbagi dua, ureter atas mendapat perdarahan dari A.renalis,
sedangkan ureter bawah dari A.vesicalis inferior.
Persarafan ureter oleh plexus hypogastricus inferior T11-L2 melaui neuron-neuron
simpatis.

Gambar 2. Anatomi makroskopis ureter

C. VESICA URINARIA
Vesica urinaria merupakan kantung berongga yang dapat diregangkan oleh karena
volumenya dan dapat disesuaikan dengan mengubah status kontraktil otot polos di
dindingnya. Bila kosong apexnya hanya sampai pada tepi cranial symphisis. Dindingnya
mempunyai lapisan otot yang kuat. Letaknya dibelakang os pubis. Bila penuh seperti telur
(ovoid). Apabila kosong seperti limas.
Vesica urinaria mempunyai 4 bagian :
a. Apex vesicae (vesicalis) : dihubungkan ke cranial oleh urachus (sisa kantong allantois)
sampai ke umbilicus membentuk ligamentum vesico umbilicale mediale, bagian ini
tertutup peritoneum dan berbatasan dengan ileum dan colon sigmoideum, sesuai
dengan puncak pyramidum.
b. Corpus vesicae, antara apex dan fundus
c. Fundus (basis) vesicae, sesuai dengan basis
d. Cervix vesicae, sudut caudal mulai urethrae dengan ostium urethra internum

Vaskularisasi VU
a. a.vesicalis superior
b. a.vesicalis inferior
masing-masing cabang dari a.hypogastrica

5
Persarafan VU
a. Saraf otonom parasymphatis berasal dari n.splanchnicus pelvicus (Sacral 2-3-4)
b. Saraf otonom symphatis dari ganglion symphatis (Lumbal 1-2-3)

Gambar 3. Anatomi makroskopis vesica urinaria

D. URETRA
Merupakan saluran keluar dari urin yang dieksresikan oleh tubuh melalui ginjal,
ureter, vesica urinaria, mulai dari ujung bawah VU sampai ostium urethrae externum.
Urethrae pria lebih panjang dari wanita karena perjalanannya tidak sama dan beda alat-alat
di panggul. Panjangnya sekitar 20 cm (20-25 cm) pada pria dan wanita kurang lebih 4 cm
(3-4 cm)
Pada laki-laki, urethra terbagi atas 3 daerah :
a. Urethra Pars Prostatica
Mulai dari orifisium urethra internum sampai urethra yang ditutupi oleh Glandula
prostat & berada di rongga pelvis.
b. Uretra Pars Membranacea
Mulai dari urethra pars prostatica sampai bulbus penis pars cavernosa (paling pendek
= 1-2 cm)
c. Uretra Pars Cavernosa
Mulai dari daerah bulbus penis sampai orifisium urethra externum, berjalan dalam
corpus cavernosa urethra (penis) 12-15 cm.

Pada urethra bermuara 2 macam kelenjar, yaitu :


a. Kelenjar para urethralis
b. Kelenjar bulbo urethralis
Vaskularisasi
a. a.dorsalis penis
b. a.bulbo urethralis
Persarafan
Cabang-cabang n.pudendus

6
Gambar 4. Anatomi makroskopis urethrae

7
1.2 Memahami dan menjelaskan anatomi mikroskopis ginjal dan saluran kemih
A. GINJAL
1. Korpus Malpighi
a. Glomerulus

Gambar 5. Glomerulus

 Gulungan kapiler yang berasal dari percabangan arteriol afferent


 Dibungkus oleh kapsula bowman
 Menyatu kembali dan keluar sebagai vas efferent
b. Kapsula bowman, terdiri dari 2 lapis:
 Pars parietalis: Epitel selapis gepeng, berlanjut menjadi dinding tubulus
proksimal
 Pars visceralis : Terdiri dari podocyte, melapisi endotel

2. Tubulus
a. Tubulus kontortus proksimal

Gambar 6. Tubulus kontortus proksimal

8
 Dinding dibentuk oleh epitel selapis kubis
 batas sel tidak jelas
 Inti bulat, letak berjauhan
 Sitoplasma asidofil
 Mempunyai mikrovili pada permukaan sel → brush border

b. Tubulus kontortus distal

Gambar 7. Tubulus kontortus distal

 Epitel selapis kubis


 Batas-bats sel lebih jelas
 inti bulat, letak agak berdekatan
 Sitoplasma basofil
 Tidak mempunyai brush border

c. Ansa henle
1. Ansa henle segmen tebal pars descenden

Gambar 8. Ansa henle segmen tebal pars descenden

 Mirip tubulus proksimal, tetapi diameternya lebih kecil dan


dindingnya lebih tipis
9
 Selalu terpotong dalam berbagai potongan
 Didaerah medulla, disekitarnya tidak terdapat glomerulus

2. Ansa henle segmen tipis

Gambar 9. Ansa henle segmen tipis

 Diameter 12µ
 Dinding berupa epitel selapis gepeng
 Tersusun oleh 2-5 sel
 Mirip pembuluh kapiler darah, epitelnya lebih tebal
 Didalam lumennya tidak terdapat sel-sel darah

3. Ansa henle segmen tebal pars ascenden

Gambar 10. Ansa henle segmen tebal pars ascenden

 Mirip tubulus kontortus distal


 Diameternya lebih kecil dan dindingnya lebih tipis

4. Duktus koligens
 Saluran besar, 40-200µ
 Dinding dibentuk oleh sel torak rendah, jernih, hamper tidak
mengambil zat warna (clear cell)
 Permukaan sel menonjol kedalam lumen
 Dukttus papillaris bellini

10
 Menerima curahan urin dari duktus koligents
 Dinding dilapisi oleh epitel selapis torak tinggi, keujung saluran
dinding berubah menjadi epitel transisional

B. Pelvis Renalis

Pada hilus renalis terdapat pelvis renalis yang menampung urin dari papila
renalis. Pada ginjal yang multi-piramid urin pertama ditampung oleh kaliks renalis
kemudian dari sini baru ke pelvis renalis.
Bangun histologinya adalah sebagai berikut : mukosa memiliki epithel
transisional dengan sel payung, mulai dari kaliks renalis, tebal epithel hanya 2
sampai 3 sel. Dengan mikroskop cahaya tidak tampak adanya membran basal tetapi
dengan EM tampak membrana basalis yang sangat tipis. Propria mukosa terdiri atas
jaringan ikat longgar. Lapis dalam tersusun longitudinal dan lapis luar sirkuler.
Pada kalises renalis otot relatif sedikit, tetapi pada daerah permukaan ureter
membentuk semacam sphincter. Tunika adventitia terdiri dari jaringan ikat longgar
dengan banyak sel lemak, pembuluh darah, pembuluh limfe serta saraf.

C. Ureter
Ureter adalah saluran tunggal yang menyalurkan urine dari pelvis renalis
menuju vesika urinaria (kantong air seni). Mukosa membentuk lipatan memanjang
dengan epithel peralihan, lapisan sel lebih tebal dari pelvis renalis. Tunika propria
terdiri atas jaringan ikat.Tunika muskularis tampak lebih tebal dari pelvis renalis,
terdiri dari lapis dalam yang longitudinal dan lapis luar sirkuler, sebagian lapis luar
ada yang longitudinal khususnya bagian yang paling luar. Dekat permukaan pada
vesika urinaria hanya lapis longitudinal yang nampak jelas.
Tunika adventisia terdiri atas jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah,
pembuluh limfe dan saraf, ganglia sering terdapat didekatnya. 
Dinding ureter terdiri atas beberapa lapis, yakni:
1. Tunika mukosa : lapisan dari dalam ke luar sebagai berikut :
 Epithelium transisional : pada kaliks dua sampai empat lapis, pada
ureter empat sampai lima lapis, pada vesica urinaria 6-8 lapis.
 Tunika submukosa tidak jelas
 Lamina propria beberapa lapisan
 Luar jaringan ikat padat tanpa papila, mengandung serabut elastis dan sedikit
noduli limfatiki kecil, dalam jaringan ikat longgar

11
 Kedua-dua lapisan ini menyebabkan tunika mukosa ureter dan vesika urinaria
dalam keadaan kosong membentuk lipatan membujur.

Gambar 11. Anatomi mikroskopis ureter

2. Tunika muskularis : otot polos sangat longgar dan saling dipisahkan oleh jaringan
ikat longgar dan anyaman serabut elastis. Otot membentuk tiga lapisan : stratum
longitudinale internum, stratum sirkulare dan stratum longitudinale eksternum
3. Tunika adventisia : jaringan ikat longgar

D. Vesica Urinaria
a. Mukosa, memiliki epithel peralihan (transisional) yang terdiri atas lima sampai
sepuluh lapis sel pada yang kendor, apabila teregang (penuh urine) lapisan nya
menjadi tiga atau empat lapis sel.
b. Propria mukosa terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah, saraf dan jarang
terlihat limfonodulus atau kelenjar. Pada sapi tampak otot polos tersusun
longitudinal, mirip muskularis mukosa.
c. Sub mukosa terdapat dibawahnya, terdiri atas jaringan ikat yang lebih longgar.
d. Tunika muskularis cukup tebal, tersusun oleh lapisan otot longitudinal dan
sirkuler (luar), lapis paling luar sering tersusun secara memanjang, lapisan otot
tidak tampak adanya pemisah yang jelas, sehingga sering tampak saling menjalin.
Berkas otot polos di daerah trigonum vesike membentuk bangunan melingkar,
mengelilingi muara ostium urethrae intertinum. Lingkaran otot itu disebut
m.sphinter internus.
e. Lapisan paling luar atau tunika serosa, berupa jaringat ikat longgar (jaringan
areoler), sedikit pembuluh darah dan saraf

E. URETRA
1. Pria
a. Pars prostatica
 Pada bagian distal terdapat tonjolan kedalam lumen: verumontanum. Ductus
ejaculatorius bermuara dekat verumontanum
 Dilapisi epitel transitional
b. Pars membranosa

12
 Dilapisi epitel bertingkat torak
 Dibungkus oleh sphincter urethra externa (voluntary)
c. Pars bulbosa dan pendulosa
 Ujung distal lumen urethra melebar: fossa navicularis
 Umumnya dilapisi epitel bertingkat torak dan epitel selapis torak, dibeberapa
tempat terdapat epitel berlapis gepeng
 Kelenjar Littre, kelenjar mukosa yang terdapat disepanjang urethra, terutama
pada pars pendulosa
2. Wanita
a. Pendek, 4-5 cm
b. Dilapisi epitel berlapis gepeng, dibeberapa tempat terdapat epitel bertingkat torak
c. Dipertengahan urethra terdapat sphinxter externa (muskular bercorak)

F. GLANDULA PROSTAT
a. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah
tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar.
b. Sekret mengandung fosfatase asam
c. Konkremen (corpora amylacea) : kondensasi sekret yg mungkin mengalami perkapuran

13
2. Memahami dan menjelaskan fisiologi sistem urinalisis
A. Tahap pembentukan urin.
1. Proses Filtrasi
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur
spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar
kedalam vascular sistem, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya
dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular.
Pada mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai
arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus
didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus
dan kapsula bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang
mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari
tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu :
endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler
terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela
atau fenestrate.
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute
menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan
tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses
filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul
protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi (filtration
barrier) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan protein
plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring.
Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya
molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik
juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi.
Selain itu beban listirk (electric charged) dari sretiap molekul juga mempengaruhi
filtrasi. Kation (positive) lebih mudah tersaring dari pada anion. Bahan-bahan kecil
yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium,
klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari
endapan. Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer)
yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein.

2. Proses Reabsorbsi.

Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari


filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal
tiak sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk
mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60%
kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus
proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler
peritubular yang memfasilitasi pergerakan dari komponen cairan tubulus melalui 2
jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler.

14
Jalur transeluler, kandungan dibawa oleh sel dari cairan tubulus melewati
epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah dari sel,
melewati basolateral membrane plasma.

Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler


bergerakdari vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur
permeable yang mendempet sel tubulus proksimal satu dan lainnya.

Paraselluler transport terjadi melalui difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi


transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump menekan
tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga
konsentrasi Na di dalam sel berkurang dan konsentrasi K di dalam sel bertambah.
Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior
sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik
transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini
berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na (contransport)
atau berlawanan pimpinan (countertransport).

Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini


(secondary active transport) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan
organic anion. Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler
dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui
pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga
di pengaruhi gradient Na.

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang
komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang
masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa
metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03′, dalam urin
primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini
melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan
air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan
tubulus distal

3. Proses sekresi.

Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di
tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96%
air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang
berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil
pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak
berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna
empedu, dan asam urat.

Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat
makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut

15
tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa
namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam
darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya
sebagai pelarut (Sherwood.2001).

Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang


beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun
demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak
menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah
sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan
pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang
berguna memberi warna pada tinja dan urin. Asam urat merupakan sisa metabolisme
yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih
rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah
(Sherwood.2001).

16
4. Ekskresi
peristiwa dimana zat yg difiltrasi, tidak direabsorpsi & disekresi  tdp dlm urin 
keluar dr papila ureterkontraksi peristaltik 1-5 x/mnt  mendorong urin ke vesika dan
kumpul di vesika urinaria

Laju Filtarasi glomerulus

Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan
penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut
single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh
faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.

SN GFR = Kf.(∆P-∆π)= Kf.P.uf

 Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler glomerulus


yang tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.
 Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam kapiler ditentukan oleh :
- tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)
- tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)
- tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus (π g)
- tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat
tidak mengandung protein.1

Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens
kreatinin atau memakai rumus berikut

B. TES FUNGSI GINJAL


1. Klirens kreatinin
Rumus
Cockroft dan Gault
Clcr= (140 –Age) x IBW / 72 x SrCr

17
UntukPria
IBW = 50 + 2.3 (height in inches over 5 ft)

UntukWanita
IBW = 45.5 + 2.3(height in inches over 5 ft)

Keterangan:
Clcr= klirenskreatinin
SrCr= serum kreatinin
IBW = Ideal Body Weight

Untukwanita:ditambah factor pengkali 0.85


Serum keratin dalam satuan mg/dL

Biladalam satuan μ mol/L : dibagi dulu 88.4

Kriteria derajat penyakit ginjal kronik meliputi :


1. Penyakit ginjal kronik derajat I = LFG besar dan samadengan 90
(mL/menit/1,73 m2)
2. Penyakit ginjal kronik derajat II = LFG 60-89
3. Penyakit ginjal kronik derajat III = LFG 30-59
4. Penyakit ginjal kronik derajat IV = LFG 15-29
5. Penyakit ginjal kronik derajat V = LFG kecil dari 15

Kreatinin serum (mg/dl)    1 – 12 tahun     = 0,55

18
Copyright © 2003 Pearson Education, Inc. publishing as Benjamin Cummings

19
C. Fungsi Ginjal :

Fungsi spesifik ginjal bertujuan mempertahankan cairan ekstrasel (CES) yang konstan.
1. Fungsi regulasi:
a. Mempertahankan imbangan air seluruh tubuh;mempertahankan volume plasma yg
tepat melalui pengaturan ekskresi garam dan air ⇒ pengaturan tekanan darah
jangka panjang.
b. Mengatur jumlah & kadar berbagai ion dalam CES, spt: ion Na+, Cl-, K+,
HCO3-, Ca2+, Mg2+, SO42-, PO43-,dan H+ ⇒ mengatur osmolalitas cairan
tubuh.
c. Membantu mempertahankan imbangan asam-basadengan mengatur kadar ion
H+dan HCO3-
2. Fungsi ekskresi:
a. Mengekskresikan berbagai senyawa asing, spt: obat,pestisida, toksin, & bbg zat
eksogen yg msk ke dlm tubuh.
b. Membuang hasil akhir dari proses metabolisme, spt: ureum, kreatinin, dan asam
urat yg bila kadarnya meningkat dalam tubuh dapat bersifat toksik

20
3. Fungsi hormonal:
a. eritropoietin: hormon perangsang kecepatan pembentukan,pematangan &
penglepasan eritrosit
b. renin: enzim proteolitik yg berperan dlm pengaturan volume CES & tekanan
darah untuk mengawali jalur RAAS yang berdampak pada reabsorbsi Na+ oleh
tubulus.
c. kalikrein: enzim proteolitik dlm pembentukan kinin, suatu vasodilator
d. beberapa macam prostaglandin & tromboksan: derivat asam lemak yg bekerja sbg
hormon lokal; prostaglandin E2 & I1 di ginjal menimbulkan vasodilatasi, ↑
ekskresi garam & air, & merangsang penglepasan renin; tromboksan bersifat
vasokonstriktor
4. Fungsi metaboisme:
a. mengubah vitamin D inaktif menjadi bentuk aktif (1,25-dihidroksi-vitamin D3),
suatu hormon yg merangsang absorpsi kalsium di usus
b. sintesis amonia dari asam amino → untuk pengaturan imbangan asam-basa
c. sintesis glukosa dari sumber non-glukosa(glukoneogenesis) saat puasa
berkepanjangan
d. menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormon, spt: angiotensin II, glukoagon,
insulin, & hormon paratiroid

D. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine


1. Hormon
a. ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh
hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan
meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel
b. Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal
di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan
konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin
c. Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi
merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan
pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur
sirkulasi ginjal
d. Gukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium
e. Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin; yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus
jukstaglomerularis pada :
 Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )
 Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )
 Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra )
 Innervasi ginjal dihilangkan

21
 Transplantasi ginjal ( iskhemia ginjal )
Sel aparatus juxtaglomerularis merupakan regangan yang apabila regangannya
turun akan mengeluarkan renin. Renin mengakibatkan hipertensi ginjal, sebab
renin mengakibatkan aktifnya angiotensinogen menjadi angiotensin I, yg oleh
enzim lain diubah menjadi angiotensin II; dan ini efeknya menaikkan tekanan
darah

2. Zat - zat diuretik


Banyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak mengkonsumsi zat
diuretik ini maka akan menghambat proses reabsorpsi, sehingga volume urin
bertambah.
Diuresis adalah peningkatan ekskresi urine (> 1ml/menit). Beberapa jenis diursis
adalah sebagai berikut:
a. Diuresis air : Terlalu banyak meminum air menyebabkan pengenceran plasma
dan menurunkan sekresi ADH. Akibatnya, urine hipoosmolal diekskresikan atau
terdapat ekskresi air bebas. Kejadian yang sama bila terjadi kegagalan sekresi
ADH seperti pada diabetes insisipidus. Air bebas adalah jumlah air yang
dikeluarkan melalui urine untuk mempertahankan osmolalitas plasma.
b. Diurisis Osmotik : Bila zat terlarut yang tidak dapat diserap, diekskresikan harus
disertai dengan jumlah air yang sesuai.
c. Diuresis tekanan : Bila tekanan darah meningkat, otoregulasi mencegah
peningkatan aliran plasma ginjal dalam korteks sementara pada bagian medulla
otoregulasi kurang efektif. Aliran darah medulla meningkat dn menurunkan
konsentrasi di medulla. Hal ini menyebabkan penurunan gradian osmolaritas
urine maksimum dan menyebabkan diuresis

3. Suhu internal atau eksternal


Jika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan mengurangi
volume urin.
4. Konsentrasi Darah
Jika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah
rendah.Reabsorpsi air di ginjal mengingkat, volume urin menurun.
5. Emosi
Emosi tertentu dapat merangsang peningkatan dan penurunan volume urin.

E. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


1. Keseimbangan cairan tubuh dipertahankan mll pengaturan volume CES & osmolaritas CES

a. Volume CES  mempertahankan tek. darah


b. Mempertahankan keseimbangan garam  pengaturan jangka panjang vol. CES
c. Osmolaritas CES diatur ketat  mencegah kembung / mengkerutnya sel2 tubuh
d. Mempertahankan keseimbangan air  penting untuk pengaturan osmolaritas CES

2. Kontrol volume CES penting dlm pengaturan tekanan darah jangka panjang
a. usaha kompensasi utk ~ sementara tek. darah  vol. CES kembali normal
b. Refleks baroreseptor mll sistem saraf otonom merubah cardiac output dan tahanan perifer

22
c. Pemindahan sementara cairan scr otomatis antara plasma & cairan interstisiil
d. Membantu sementara mengembalikan tek. darah ke normal  kemampuan terbatas

23
3. Memahami dan menjelaskan glomerulonefritis
3.1 Memahami dan mejelaskan definisi glomerulonephritis
Glomerulonefritis adalah penyakit akibat respon imunologik dan hanya jeanis
tertentu saja yang secara pasti telah diketahui etiologi nya. (Projosudjadi W,2009)
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan
proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme
imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang
masih belum jelas.( Lumbanbatu SM, 2003)
Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama glomerulus.
Glomerulonefritis adalah penyebab gagal ginjal pada sepertiga pasien yang
membutuhkan dialysis atau transplantasi. Glomerulonefritis mengenai kedua ginjal
secara simetris. Di Indonesia tahun 1980, Glomerulonefritis menempati urutan pertama
sebagai penyebab PGTA (Penyakit Ginjal Tingkat Akhir) dan meliputi 55% penderita
yang mengalami hemodialisis. (Sloane, Ethel. 2003)

3.2 Memahami dan mejelaskan etiologi glomerulonephritis


A. Glomerulonefritis akut
1. Infeksi
a. Pasca streptokokus glomerulonefritis. Glomerulonefritis dapat
mengembangkan satu atau dua minggu setelah sembuh dari infeksi radang
tenggorokan atau, jarang, infeksi kulit (impetigo). Kelebihan produksi
antibodi dirangsang oleh infeksi mungkin akhirnya menetap di glomeruli,
menyebabkan peradangan. Gejala biasanya meliputi pembengkakan,
pengeluaran urin berkurang dan darah dalam urin.Anak-anak lebih mungkin
mengembangkan pasca streptokokus glomerulonefritis daripada orang
dewasa, dan mereka juga lebih mungkin untuk pulih dengan cepat.
b. Bakteri endokarditis. Kadang-kadang dapat menyebar melalui aliran darah
dan bermalam di hati Anda, menyebabkan infeksi satu atau lebih katup
jantung Anda. Mereka yang berisiko terbesar adalah orang-orang dengan
cacat jantung, seperti katup jantung rusak atau buatan. Endokarditis bakteri
berhubungan dengan penyakit glomerulus, tetapi hubungan yang tepat
antara keduanya adalah jelas.
c. Infeksi virus. Di antara infeksi virus yang dapat memicu glomerulonefritis
adalah human immunodeficiency virus (HIV), yang menyebabkan AIDS,
dan hepatitis B dan hepatitis C virus.
2. Kekebalan penyakit
a. Lupus. Sebuah penyakit kronis lupus, peradangan dapat mempengaruhi
banyak bagian tubuh Anda, termasuk kulit, persendian, ginjal, sel darah,
jantung dan paru-paru.
b. Sindrom Goodpasture. Sebuah gangguan paru langka imunologi yang
mungkin meniru pneumonia, sindrom Goodpasture menyebabkan
perdarahan (hemorrhage) ke dalam paru-paru Anda serta glomerulonefritis.
c. IgA nefropati Ditandai dengan episode berulang dari darah dalamurin,. Ini
hasil penyakit utama glomerular dari endapan imunoglobulin A (IgA) dalam

24
glomeruli. IgA nefropati dapat berkembang selama bertahun-tahun tanpa
gejala yang nyata. Kelainan ini tampaknya lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan pada wanita.
3. Vaskulitis
a. Polyarteritis. Bentuk vaskulitis mempengaruhi pembuluh darah kecil dan
menengah di banyak bagian tubuh Anda, seperti, ginjal hati dan usus.
b. Wegener granulomatosis. Bentuk vaskulitis mempengaruhi pembuluh darah
kecil dan menengah di paru-paru, saluran udara bagian atas dan ginjal.
4. Kondisi yang mungkin menyebabkan parut pada glomeruli
a. Tekanan darah tinggi. Kerusakan ginjal dan kemampuan mereka untuk
melakukan fungsi normal mereka dapat terjadi sebagai hasil dari tekanan
darah tinggi. Glomerulonefritis juga dapat menyebabkan tekanan darah
tinggi karena mengurangi fungsi ginjal.
b. Penyakit ginjal Diabetes. Diabetes penyakit ginjal (nefropati diabetes) dapat
menyerang siapa saja dengan diabetes. Nefropati diabetes biasanya
memakan waktu bertahun-tahun untuk berkembang. Kontrol yang baik dari
kadar gula darah dan tekanan darah dapat mencegah atau memperlambat
kerusakan ginjal.
c. Glomerulosklerosis fokal segmental. Ditandai dengan tersebar jaringan
parut dari beberapa glomeruli, kondisi ini bisa terjadi akibat penyakit lain
atau terjadi tanpa alasan yang diketahui.

B. Glomerulonephritis kronik
Glomerulonefritis kronis kadang-kadang berkembang setelah serangan
glomerulonefritis akut. Pada beberapa orang tidak ada riwayat penyakit ginjal,
sehingga indikasi pertama glomerulonefritis kronis gagal ginjal kronis.Jarang,
glomerulonefritis kronis berjalan dalam keluarga. Satu mewarisi bentuk, sindrom
Alport, mungkin juga melibatkan pendengaran atau gangguan penglihatan.

3.3 Memahami dan mejelaskan klasifikasi glomerulonephritis


A. Klasifikasi secara histopatologis
1. Glomerulonefritis lesi minimal (GNLM)
Salah satu jenis yang dikaitkan dengan sindrom nefrotik, disebut pula nefrosis
lupoid. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan IF, glomerulus normal.
Pemeriksaan mikroskop electron, hilangnya prosesus dari podosit sel epitel
visceral glomerulus
2. Glomerulosklerosis segmen fokal (GSFS)
Gambaran sindrom nefrotik dengan gejala proteinuria massif, hipertensi,
hematuria, sering gangguan ginjal. Pada mikroskop cahaya, terdapat sclerosis
glomerulus yang mengenai segmen tertentu. Obliterasi kapiler glomerulus, dan
dinding kapiler glomerulus kolaps. Kelainan ini disebut hialinosis yang terdiri
dari IgM dan komponen C3.
3. Glomerulonefritis membranosa (GNMN)
Disebut juga nefropati membranosa, penyebab tidak diketahui tapi sering
dikaitkan dengan SLE, infeksi hepatitis B atau C, tumor ganas, atau akibat obat

25
preparat emas, penisilinamin, anti-inflamasi non-steroid. Mikroskop cahaya
tampak normal, mikroskop IF terdapat deposit IgG dan komplemen C3 granular
di dinding kapiler glomerulus. Pada pewarnaan khusus tampak konfigurasi
spike-like pada MBG (membrane basalis glomerulus). Semua pemeriksaan
tersebut, tergantug stadium penyakitnya.
4. Glomerulonefritif proliferatif
a. Glomerulonefritis membranoproliperatif (GNMP)
Proliferasi sel mesangial, infiltrasi leukosit, dan akumulasi matriks
ekstraseluler. Infiltrasi makrofag ditemukan di glomerulus dan terjadi
pelebaran MBG serta penebalan double contour. Pada mikroskop IF
ditemukan endapan IgG, IgM, dan C3 pada dinding kapiler yang berbentuk
granular
b. Glomerulonefritif mesangioproliferatif (GNMsP)
c. Glomerulonefritif kresentik
5. Glomerulonefritis proliperatif akut
6. Glomerulonefritis progresif cepat

B. Congenital (herediter)
1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif
familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus
anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan
gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok
ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan hematuria yang
dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita
sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa
hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat
menderita infeksi saluran nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari
sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru
tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
2. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala
proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi
beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada
hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai hematuria
mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik
(hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak
berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.

C. Glomerulonerfritis primer
1. Glomerulonerfritis membranoproliferatif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan
gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai
glomerulonefitis progresif. 20-30% pasienmenunjukkan hematuria
mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala
glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan

26
sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas,
sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus
atau nefropati IgA.
2. Glomerulopati membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah
pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering
dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati
membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak
dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar
antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur
kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan
pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95%
anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan
hipertensi 30%.
3. Nefropati IgA (penyakit Berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut,
sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga
sering dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau
kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena
kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria
makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau
non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.

D. Glomerulonefritis Sekunder
1. Glomerulonefritis pascastreptokok
Glomerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab terseringadalah
streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang
anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang
dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau
sembab anasarka dan hipertensi.

3.4 Memahami dan mejelaskan patogenesis glomerulonephritis


Glomerulonefritis pascastreptokok dapat terjadi setelah radang tenggorok dan
jarang dilaporkan bersamaan dengan demam reumatik akut. Meskipun secara umum
patogenesis glomerulonefritis telah dimengerti, namun mekanisme yang tepat
bagaimana terjadinya lesi glomerulus, terjadinya proteinuria dan hematuria pada
glomerulonefritis pascastreptokokus belumlah jelas benar. Pembentukan kompleks-
imun bersirkulasi dan pembentukan kompleks-imun in situ, telah ditetapkan sebagai
mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokok. Hipotesis lain yang sering
disebut-sebut adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus yang
mengubah IgG endogen sehingga menjadi “autoantigenik”. Akibatnya terbentuklah

27
autoantibody terhadap IgG yang telah berubah tersebut, yang mengakibatkan
pembentukan kompleks imun bersirkulasi, yang kemudian mengendap dalam ginjal
Adanya periode laten antara infeksi streptokok dengan gambaran klinis dari
kerusakan glomerulus menunjukan bahwa proses imunologis memegang peranan
penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut pasca streptokok
merupakan salah satu contoh dari penyakit kompleks-imun
Pada penyakit kompleks-imun, antibodi tubuh (host) akan bereaksi dengan
circulating antigen dan komplemen yang beredar dalam darah untuk membentuk
circulating immunne complexes. Pembentukkan circulating immunne complexes ini
memerlukan antigen dan antibodi dengan perbandingan 20 : 1. Jadi antigen harus lebih
banyak atau antibodi lebih sedikit. Antigen yang bersirkulasi dalam darah bersifat
heterolog baik eksogen maupun endogen. Kompleks-imun yang beredar dalam darah
dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat akan menempel/melekat pada kapiler-
kapiler glomeruli dan terjadi proses kerusakan mekanis melalui aktivasi sistem
komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi

28
3.5 Memahami dan mejelaskan patofisiologi glomerulonephritis
1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih permeable dan
porotis terhadap protein dan sel-sel eritrosit, maka terjadi proteinuria dan hematuria

2. Edema
Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa penurunan
tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme edema pada sindrom
nefrotik.
Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi glomerulus (LGF) tidak diketahui sebabnya,
mungkin akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi
sel mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini
menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi
natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan garam
natrium dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air menyebabkan dilusi plasma,
kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi
edema

3. Hipertensi
a. Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis
hipertensi ringan dan sedang.
b. Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat.
Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat menurunkan
konsentrasi renin, atau tindakan nefrektomi.
c. Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin. Penurunan
konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi

4. Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom nefritik akut,
walaupun mekanismenya masih belum jelas.

Beberapa hipotesis yang berhubungan telah dikemukakan dalam kepustakaan-


kepustakaan antara lain:
1. Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah dicurigai merupakan salah satu tanda kelainan patologis
dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan pembuluh darah ini menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisial dan menjadi edema.
2. Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan hipertensi yang dapat
terjadi pada glomerulonefritis akut.
3. Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan perubahan-
perubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik pada semua lead baik standar
maupun precardial. Perubahan-perubahan gelombang T yang tidak spesifik ini
mungkin berhubungan dengan miokarditis.

29
4. Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal jantung
Hipotesis ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikan cardiac
output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua perubahan patofisiologi ini akibat
retensi natrium dan air

3.6 Memahami dan mejelaskan manifestasi klinis glomerulonephritis


Gejala klinis glomerulonefritis akut pasca streptokok sangat bervariasi, dari
keluhan-keluhan ringan atau tanpa keluhan sampai timbul gejala-gejala berat dengan
bendungan paru akut, gagal ginjal akut, atau ensefalopati hipertensi
Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis akut dikenal
dengan sindrom nefritik akut. Bendungan paru akut dapat merupakan gambaran klinis
dari glomerulonefritis akut pada orang dewasa atau anak yang besar. Sebaliknya pada
pasien anak-anak, ensefalopati akut hipertensif sering merupakan gambaran klinis
pertama.
1. Infeksi Streptokok
Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi kulit
(impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa prevalensi
glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi infeksi saluran
nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%.
2. Gejala-gejala umum
Glomerulonefritis akut pasca streptokok tidak memberikan keluhan dan ciri khusus.
Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak jarang disertai panas badan,
dapat ditemukan pada setiap penyakit infeksi.
3. Keluhan saluran kemih

30
Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari semua pasien.
Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi saluran kemih
bawah walaupun tidak terbukti secara bakteriologis. Oligouria atau anuria
merupakan tanda prognosis buruk pada pasien dewasa.
4. Hipertensi
Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien.
Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah terdapat
diuresis tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau
tanpa ensefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.
5. Edema dan bendungan paru akut
Hampir semua pasien dengan riwayat edema pada kelopak mata atau pergelangan
kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan penyakit berat
dan progresif, edema ini akan menetap atau persisten, tidak jarang disertai dengan
asites dan efusi rongga pleura

3.7 Memahami dan mejelaskan pemeriksaan penunjang glomerulonephritis


A. Laboratorium:
1. Darah (complete blood count)
a. Titer ASTO meningkat
Bila ditemukan kenaikan ≥250 U. Peningkatan ini dimulai pada minggu 1-3,
puncak pada 3-5 minggu, dan kembali normal dalam 6 bulan. Pada pasien
dengan infeksi kulit, anti-DNase B (ADB) titer lebih sensitif dibandingkan
titer ASO untuk infeksi Streptococcus .
b. Kadar komplemen ( C3) turun,C4 dan C5 normal
Turun pada 2 minggu pertama masa sakit,dan kembali normal lagi 6-8
minggu kemudian.
c. Kadar nitrogen ureum darah (BUN) dan kreatinin plasma meningkat.
Kreatinin merupakan zat hasil metabolisme otot yang diekskresikan lewat
urin melalui proses filtrasi glomerulus. Kadar normal kreatinin serum 0.7-
1.5 mg/100ml.
Kadar BUN normal 20mg/100ml. Keadaan meningkatnya kadar BUN dan
kreatinin disebut azotemia
d. LED cepat
Menunjukkan adanya infeksi saluran kemih
e. Lekositosis
Menunjukkan adanya infeksi
f. Anemia normokrom normositik
Adanya anemia yang diakibatkan bocornya glomerulus,penurunan
eritropoietin dan tidak adanya gangguan keseimbangan as.folat,b12 dan besi
g. Kadar Albumin plasma menurun
Menunjukkan adanya kebocoran yang terjadi di glomerulus sehingga
albumin banyak yang diekskresikan bersama urin.
h. Gangguan ekskresi kalium, air bebas, dan hasil asam dalam hiperkalemia,
hiponatremia, dan rendah kadar bikarbonat serum, masing-masing.
i. Gangguan hasil produksi hormon vitamin D-3 di hypocalcemia,
hiperfosfatemia, dan tingkat tinggi hormon paratiroid

31
2. Biopsi Ginjal
Prosedur ini melibatkan penggunaan jarum khusus untuk mengekstrak
potongan-potongan kecil jaringan ginjal untuk pemeriksaan mikroskopis untuk
membantu menentukan penyebab dari peradangan,derajat penyakit dan proses
keparahan inflamasi
3. Urinalisis (menggunakan urine 24 jam)
a. Proteinuria (<1g/dl)
Protein normal di urin <10mg/dL atau <100mg/hari yang terdiri dari
albumin dan tamm-horsfall(protein tubulus). Uji yang digunakan ada
2,pertama dengan menggunakan uji strip reagent(dipstick) yaitu dengan
menggunakan carik celup dengan membandingkan warna pada label yang
nilainya 0-4+.

Tingkatan dipstick Konsentrasi protein(mg/dl)


0 0-5
Samar 5-20
1+ 30
2+ 100
3+ 300
4+ 1000

Kedua dengan cara konvensional menggunakan metode presipitasi (panas


dan asam) dengan asam sulfosalisilat dan asam asetat.
b. Hematuria setiap berkemih
eritrosit normal di urin 0-1/lpb. Uji dipstick untuk mengetahui adanya darah
samar. Bila hasilnya positif maka dilakukan uji mikroskopis urine.
c. BJ meningkat
Diukur dengan kapasitas pengapungan hidrometer dan urinometer dalam
suatu silinder urine. BJ norma 1003-1030. Cara ini tergantung dengan
besarnya berat dan jumlah partikel terlarut. Menunjukkan adanya proteinuria
d. Silinder : eritrosit, granula dan lilin
Normal silinder di urin 0-2/lpk. Merupakan cetakan protein yang dibentuk di
tubulus con.distal dan ductus coligens
e. Sedimen : jumlah eritrosit, leokosit, epithel tubulus renal meningkat

4. Kultur darah dan kultur jaringan


Kultur darah diindikasikan pada pasien dengan demam, imunosupresi, intravena
(IV) sejarah penggunaan narkoba, shunts berdiamnya, atau kateter. Kultur darah
dapat menunjukkan hipertrigliseridemia, penurunan laju filtrasi glomerulus, atau
anemia. Kultur dari tenggorokan dan lesi kulit untuk menyingkirkan
spesies Streptococcusdapat diperoleh.
5. Radiografi
Radiografi dada diperlukan pada pasien dengan batuk, dengan atau tanpa
hemoptysis (misalnya, Wegener granulomatosis, sindrom Goodpasture, kongesti
paru). Pencitraan radiografi perut (yaitu, computed tomography [CT])

32
diperlukan jika abses viseral diduga; juga mencari abses dada. CT scan kepala
tanpa kontras mungkin diperlukan dalam setiap pasien dengan hipertensi ganas
atau perubahan status mental.
Ultrasonografi ginjal samping tempat tidur mungkin tepat untuk mengevaluasi
ukuran ginjal, serta untuk menilai echogenicity dari korteks ginjal,
mengecualikan obstruksi, dan menentukan tingkat fibrosis. Sebuah ukuran
ginjal kurang dari 9 cm adalah sugestif dari jaringan parut yang luas dan rendah
dan kemungkinan reversibilitas.
Echocardiography dapat dilakukan pada pasien dengan murmur jantung baru
atau kultur darah positif untuk menyingkirkan endokarditis atau efusi
perikardial.
6. Patologi Anatomi
Glomerulus dengan ploriferasi sel-sel endotel kapiler dan sel-sel epitel capsula
bowma,tubulus melebar,jaringan interstitium sembab,serbukan sel-sel radang
menahun

3.8 Memahami dan mejelaskan diagnosis dan diagnosis banding glomerulonephritis

A. DIAGNOSIS
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien
dengan gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan
gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas
pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya
kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi
beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis  akut pascastreptokok
pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan
nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah
infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi
hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas
(synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok
hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang
tampak pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa
hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa
glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah
glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis

33
proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok
sulit diketahui pada awal sakit.
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya  cepat
membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik
dan proteinuria  masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar
komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting
untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan
glomerulonefritis kronik  yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal
dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan
pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl
sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis
kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama
pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis;
tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik
yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.

B. DIAGNOSIS BANDING
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :
1. nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini
mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
2. MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama
sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.
3. lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
4. Glomerulonefritis kronis

3.9 Memahami dan mejelaskan penatalaksanaan glomerulonephritis

Pengobatan glomerulonefritis akut poststreptococcal (GAPS) harus supportive, karena


tidak ada terapi khusus untuk penyakit ginjal. Ketika glomerulonefritis akut (GN)
dikaitkan dengan infeksi kronis, infeksi yang mendasari harus diobati.
A. Antibiotik
Antibiotik (misalnya, penisilin) digunakan untuk mengontrol gejala lokal dan untuk
mencegah penyebaran infeksi ke organ lain. Terapi antimikroba bukan untuk
mencegah perkembangan GN, kecuali jika diberikan dalam 36 jam pertama.
Pengobatan antibiotik kontak dekat kasus indeks dapat membantu mencegah
perkembangan GAPS.
1. Penisilin V
Penisilin V lebih tahan daripada penisilin G dari hidrolisis oleh sekresi lambung
asam dan diserap dengan cepat setelah pemberian oral. 250 mg penisilin V =
400.000 U penisilin.

34
2. Sefaleksin (Keflex)
Sefaleksin adalah generasi pertama cephalosporin yang menghambat replikasi
bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Obatl ini bakterisidal
dan efektif terhadap organisme yang berkembang pesat membentuk dinding sel.
Perlawanan terjadi dengan perubahan penicillin-binding protein. Hal ini efektif
untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh streptokokus atau stafilokokus,
termasuk penisilinase penghasil staphylococcus. Bisa memulai terapi bila
infeksi streptokokus atau stafilokokus sudah ditemukan. Sefaleksin digunakan
secara oral pada saat manajemen rawat jalan diindikasikan. Hal ini setidaknya
sama efektifnya dengan eritromisin dalam pemberantasan infeksi GABHS.
3. Eritromisin (E.E.S., Ery-Tab, Erythrocin)
Jadwal dosis yang disarankan eritromisin dapat mengakibatkan gangguan GI,
menyebabkan meresepkan macrolide alternatif atau untuk mengubah dosis tiga
kali sehari. Eritromisin mencakup agen etiologi yang paling potensial, termasuk
spesies mikoplasma.
Eritromisin kurang aktif terhadap H influenzae. Meskipun 10 hari tampaknya
menjadi program standar perawatan, mengobati sampai pasien telah afebris
selama 3-5 hari tampaknya menjadi pendekatan yang lebih rasional. Ini
menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan dengan menghambat disosiasi
peptidil tRNA dari ribosom, menyebabkan RNA-dependent sintesis protein
untuk menangkap. Hal ini diindikasikan untuk infeksi staphylococcal dan
streptokokus.
Pada anak-anak, usia, berat badan, dan beratnya infeksi menentukan dosis yang
tepat. Ketika dosis dua kali sehari diinginkan, setengah dosis harian total dapat
diambil setiap 12 jam. Untuk infeksi yang lebih parah, dosis ganda.
Eritromisin memiliki keuntungan tambahan sebagai agen anti-inflamasi yang
baik dengan menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear.
Eritromisin oral merupakan alternatif yang dapat diterima untuk pasien alergi
terhadap penisilin atau antibiotik sefalosporin dan efektif dalam pengobatan
faringitis streptokokus. Eritromisin estolate dan eritromisin etilsuksinat
keduanya efektif, meskipun catatan lokal tingkat resisten antibiotik karena
hingga 5% dari isolat pyogenes S mungkin resisten terhadap eritromisin.

B. Agen lain
1. Diuretik loop mungkin diperlukan pada pasien yang edematous dan hipertensi
untuk menghilangkan kelebihan cairan dan untuk memperbaiki hipertensi.
Menurunkan volume plasma dan edema dengan cara diuresis. Penurunan
volume plasma dan stroke volume berhubungan dengan output diuresis
penurunan jantung dan, tekanan darah.
2. Furosemide (Lasix)
Furosemide meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu sistem cotransport
clorida-binding, natrium klorida menghambat reabsorpsi ansa Henle asendens
dan tubulus ginjal distal. Furosemide dengan cepat diserap dari saluran
gastrointestinal (GI). Efek diuretik jelas dalam waktu 1 jam oral (PO)
administrasi, puncak oleh jam kedua, dan berlangsung selama 4-6 jam. Setelah

35
intravena (IV), diuresis terjadi dalam 30 menit, durasi tindakan sekitar 2 jam,
66% dari dosis diekskresikan dalam urin.

C. Vasodilator(misalnya, nitroprusside, nifedipine, hydralazine, diazoxide) dapat


digunakan jika hipertensi berat atau ensefalopati
1. Sodium nitroprusside (Nitropress)
Sodium nitroprusside adalah, ampuh dengan IV antihipertensi agen. Efeknya
segera dan biasanya berakhir secepat infus dihentikan karena biotransformation
cepat. Nitroprusside natrium menghasilkan vasodilatasi dan aktivitas meningkat
inotropik jantung. Pada dosis yang lebih tinggi, hal itu dapat memperburuk
iskemia miokard dengan meningkatkan denyut jantung. Gunakan agen ini hanya
untuk pengobatan hipertensi berat akut atau hipertensi maligna yang refrakter
terhadap terapi standar.
2. Hydralazine
Hydralazine menurunkan tekanan darah dengan mengerahkan efek vasodilatasi
perifer melalui relaksasi langsung otot polos pembuluh darah. Sodium retensi
dan stimulasi simpatis berlebihan jantung dapat dihambat oleh coadministration
dari thiazide diuretik dan beta-blocker.

D. Glukokortikoid dan agen sitotoksik tak bernilai, kecuali dalam kasus GAPS yang
parah
1. Diet
Natrium dan pembatasan cairan harus disarankan untuk pengobatan tanda dan
gejala retensi cairan (misalnya, edema, edema paru). Protein pembatasan untuk
pasien dengan azotemia harus diberitahu bila tidak ada bukti kekurangan gizi.
2. Aktivitas
Istirahat di tempat tidur dianjurkan sampai tanda-tanda peradangan glomerulus
dan mereda sirkulasi kemacetan. Aktif berkepanjangan tidak bermanfaat dalam
proses pemulihan pasien

E. Pemantauan
1. Terapi
Meskipun umumnya pengobatan bersifat suportif, tetapi pemantauan
pengobatan dilakukan terhadap komplikasi yang terjadi karena komplikasi
tersebut dapat mengakibatkan kematian. Pada kasus yang berat, pemantauan
tanda vital secara berkala diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan.
2. Tumbuh Kembang
Penyakit ini tidak mempunyai pengaruh terhadap tumbuh kembang anak,
kecuali jika terdapat komplikasi yang menimbulkan sekuele

36
3.10 Memahami dan mejelaskan komplikasi glomerulonephritis
1. Gagal ginjal akut. Hilangnya fungsi di bagian penyaringan nefron dapat menyebabkan
produk limbah menumpuk dengan cepat. Kondisi ini dapat berarti Anda akan
membutuhkan dialisis darurat, sarana buatan untuk menghilangkan cairan ekstra dan
limbah dari darah, biasanya dengan mesin ginjal buatan (dialyzer).
2. Gagal ginjal kronis. Dalam komplikasi yang sangat serius, ginjal secara bertahap
kehilangan fungsi. Fungsi ginjal kurang dari 10 persen dari kapasitas normal menunjukkan
stadium akhir penyakit ginjal, yang biasanya membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal
untuk mempertahankan hidup.
3. Tekanan darah tinggi. Kerusakan pada ginjal dan mengakibatkan penumpukan limbah
dalam aliran darah dapat meningkatkan tekanan darah Anda.
4. Sindrom nefrotik. Ini adalah sekelompok tanda dan gejala yang mungkin menyertai
glomerulonefritis dan kondisi lain yang mempengaruhi kemampuan penyaringan
glomeruli. Sindrom nefrotik ini ditandai dengan kadar protein tinggi dalam urin, sehingga
tingkat protein yang rendah dalam darah. Ini juga berhubungan dengan kolesterol darah
tinggi dan pembengkakan (edema) pada kelopak mata, kaki dan perut.

3.11 Memahami dan mejelaskan pencegahan glomerulonephritis

Tidak ada cara untuk mencegah kebanyakan bentuk glomerulonefritis. Namun, berikut
adalah beberapa langkah yang mungkin bermanfaat:
1. Carilah pengobatan yang tepat dari infeksi strep menyebabkan sakit tenggorokan 
atau impetigo.
2. Untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan beberapa bentuk
glomerulonefritis, seperti HIV dan hepatitis, hindari seks bebas dan menghindari
penggunaan narkoba suntikan.
3. Kontrol tekanan darah Anda, yang mengurangi kemungkinan kerusakan ginjal dari
hipertensi.
4. Kontrol gula darah anda untuk membantu mencegah nefropati diabetes.

3.12 Memahami dan mejelaskan prognosis glomerulonephritis


Glomerulonefritis akut pasca streptokok pada anak-anak mempunyai prognosis
baik, penyembuhan sempurna dapat mencapai 99% dan kematian kurang dari 1%.
Penyembuhan sempurna pada pasien dewasa mencapai 80-90%, meninggal selama fase
akut 0-5%, terjun menjadi sindrom RPGN 5-10%, dan menjadi kronis 5-10%.
Tanda-tanda prognosis buruk bila oliguria atau anuri berlangsung beberapa
minggu, penurunan LFG, hipokomplemenemi menetap, kenaikan konsentrasi
circulating fibrinogen-fibrin complexes, dan kenaikan konsentrasi Fibrin Degradation
Product (FDP) dalam urin.

37
4. Memahami dan mejelaskan etika bersuci dalam Islam

Bersuci dalam istilah syar'i dikenal dengan THAHARAH. Sedangkan thaharah menurut
bahasa adalah kebersihan atau bersih dari berbagai kotoran, baik yang bersifat hissi (nyata)
seperti air kencing, kotoran manusia, dan selainnya; maupun yang bersifat maknawi seperti
aib dan perbuatan maksiat. Sedangkan kata tathhir bermakna tandzif (membersihkan), yaitu
membersihkan pada tempat yang terkotori.
Adapun secara syar'i, thaharah adalah menghilangkan hal-hal yang dapat menghalangi
shalat berupa hadats atau najis dengan menggunakan air dan debu (tanah) yang suci lagi
menyucikan dengan tata cara yang telah ditentukan oleh syari’at.
A. Hukum thaharah
Menghilangkan dan menyucikan najis adalah wajib, jika diketahui dan mampu
melakukannya. Allah berfirman,

‫َوثِيَابَ َك فَطَ ِّه ْر‬

"Dan pakaianmu bersihkanlah." (QS. Al-Mudatstsir: 4)

ُّ ‫س َما ِعي َل َأنْ طَ ِّه َرا بَ ْيتِ َي لِلطَّاِئفِينَ َوا ْل َعا ِكفِينَ َو‬
ُّ ‫الر َّك ِع ال‬
‫س ُجو ِد‬ ْ ‫َو َع ِه ْدنَا ِإلَى ِإ ْب َرا ِهي َم وَِإ‬

"Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: 'Bersihkanlah rumah-Ku untuk
orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujudi'." (QS. Al-Baqarah:
125)

Sementara menyucikan diri dari hadats hukumnya wajib jika ingin melaksanakan shalat.
Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

‫صاَل ةٌ بِ َغ ْي ِر طُ ُهو ٍر‬


َ ‫اَل تُ ْقبَ ُل‬

"Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci." (HR. Muslim)

Menghilangkan dan menyucikan najis adalah wajib, jika diketahui dan mampu
melakukannya.

Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas radliyallah 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam melewati dua kubur lalu beliau bersabda:

ْ َ‫ان فِي َكبِي ٍر َأ َّما َه َذا فَ َكانَ اَل ي‬


‫ستَ ْن ِزهُ ِمنْ بَ ْولِ ِه‬ ِ َ‫ان َو َما يُ َع َّذب‬
ِ َ‫ِإنَّ ُه َما يُ َع َّذب‬
"Sesungguhnya penghuni dua kubur ini sedang di adzab. Dan tidaklah mereka berdua
diadzab karena suatu perkara yang besar (sulit untuk dikerjakan). Adapun orang ini, ia
tidak membersihkan diri dari air kencingnya . . ." (HR. Abu Dawud, an-Nasa'i, dan Ibnu
Majah dengan sanad shahih).

38
DAFTAR PUSTAKA

Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC

Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 17. Philadelphia; 2004. h 1813-
1814

Gunawan, Sulistia Gan.2007. Farmako Dan Terapi Edisi 5.Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2002. h 345-353

Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca
streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta

Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

FKUI

Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.


Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.

Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.

Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5 thed. US: FA Davis Company;
2007.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika,
Jakarta.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi & Fisiologi untuk Pemula. At A Glance : Medicine. 2006. Penerbit
Erlangga

Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.

39

Anda mungkin juga menyukai