Anda di halaman 1dari 46

A.

SKENARIO
BENGKAK SELURUH TUBUH
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena bengkak
di seluruh tubuh. Keluhan juga disertai dengan BAK menjadi jarang dan tampak keruh.
Sebelum sakit, nafsu makan pasien baik. Pasien mengalami radang tenggorokan 2 minggu
yang lalu, sudah berobat dan menyatakan sembuh. Riwayat sakit kuning sebelumnya
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU: Komposmentis, tekanan darah 110/70
mmHg, denyut nadi 100x/menit, suhu 37C, frekuensi nafas 24x/menit. Didapatkan
bengkak pada kelompak mata, tungkai, dan kemaluan. Pada abdomen didapatkan Acites.
Jantung dan Paru dalam batas normal. Pemeriksaan Urinalisis didapatkan Proteinuria dan
Hematuria.

B. Identifikasi Masalah
Proteinuria : adanya protein serum yang berlebihan di dalam urin seperti pada
penyakit ginjal atau setelah latihan fisik yang berat.
Hematuria : kondisi dimana urin mengandung darah / sel-sel darah merah akibat
pendarahan disuatu tempat di sepanjang saluran kemih
Urinalisis : analisis urin
Acites : efusi & akumulasi cairan di rongga abdomen
C. Brainstorming
1. Mengapa pada urinalisis terdapat proteinuria dan hematuria?
2. Mengapa terjadi bengkak seluruh tubuh?
3. Mengapa pada scenario disebutkan buang air kecil jarang dan keruh?
4. Diagnosis dan tatalaksana dari skenario ini adalah?
5. Apakah ada hubungannya dengan sakit tenggorokan yang di derita pasien?
6. Kenapa pada keadaan umum pasien tekanan darah normal, sedangkan terjadi
bengkak seluruh tubuh, apakah ada hubungannya atau tidak?
7. Mengapa terjadi asites?
8. Apakah ada pemeriksaan lab lain selain urinalisis?
D. Analisis Masalah
1. Adanya kerusakan pada Glomerulus Filtrasi Barrier (Podosit pedikel, sel endotel,
mermbran basal) sehingga sel darah merah dan protein bisa lolos.
2. Dari Bakteri yang dapat menyebabkan proliferasi sel juga akan menyebabkan
penurunan GFR yang akan menyebabkan retensi air & garam dank karena
jaringan ikat yang longgar pada kelopak mata dan cairan masuk ke interstitial
dapat terjadi Edema pada seluruh badan
3. BAK jarang karena retensi air dan keruhnya disebabkan oleh protein & darah
dalam urin
4. Diagnosisnya adalah Sindroma Nefrotik dan tatalaksananya adalah pemberian
steroid dan diuretic
5. Dari Bakteri yang dapat menyebabkan proliferasi sel juga akan menyebabkan
penurunan GFR yang akan menyebabkan retensi air & garam dan terjadilah Acites
pada abdomen.
6. Karena masih dalam fase akut
7. Dari Bakteri yang dapat menyebabkan proliferasi sel juga akan menyebabkan
penurunan GFR yang akan menyebabkan retensi air & garam dan terjadilah Acites
pada abdomen.
8. Biopsy ginjal, Tes fungsi ginjal (kreatinin dan serum), Fotothorax PA

E. Hipotesa Sementara

Infeksi saluran nafas atas menyebabkan terjadinya reaksi antigen-antibody


diginjal yang menyebabkan kerusakan glomerulus filtrasi barrier, sehingga
Glomerulus Filtrasi Barrier menurun, BAK jarang, terjadi udem anasarca dan terdapat
protein dan sel darah merah dalam urin. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan
urinalisis, tes fungsi ginjal, fotothorax PA. Tatalaksana pada penyakit ini dengan
pemberian steroid dan diuretic.

F. Sasaran Belajar

LI 1 . Memahami dan mempelajari Anatomi Ginjal


1.1 Makrositik Ginjal
1.2 Mikrositik Ginjal
LI 2. Memahami dan mempelajari Fisiologi Ginjal
LI 3. Memahami dan mempelajari Sindrom Nefrotik
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Epidemiologi
3.4 Klasifikasi
3.5 Patofisiologi
3.6 Manifestasi Klinis
3.7 Diagnosis dan Diagnosis banding
3.8 Tatalaksana
3.9 Komplikasi
3.10 Pencegahan
3.11 Prognosis
LI 4. Memahami dan mempelajari Pandangan Islam tentang urin

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Tractus Urinarius


1.1.
Makroskopis
4

Ginjal terletak retroperitonium di depan dua costae terakhir (11 dan 12) dan tiga
otot besar (m. Transversus abdominalis, m. Quadratus lumborum, dan m. Psoas major)
dengan berat sekitar 120-150 gr. Ginjal berbentuk seperti kacang tanah yang dari luar
mempunyai :
1. Ekstrimitas superior/ cranialis/ polus cranialis
2. Ekstrimitas inferior/ caudalis/ polus caudalis
3. Margo lateralis lebih kedepan
4. Margo Medialis lebih kebelakang, dimana terdapat hilum renalis. Alat-alat yang
masuk dan keluar hilum renalis, diantaranya :
a. Arteri dan Vena Renalis
b. Nervus vasomotor simpatis
c. Pembuluh getah bening
d. Ureter.

Ginjal kiri lebih tinggi dibanding dengan ginjal kanan sekitar setengah
vertebrae, terletak mulai tepi atas VT 12 sampai VL 3, atau sekitar empat ruas
vertebrae. Karena ginjal kiri lebih tinggi maka ginjal kiri terdapat dua costae yaitu,
costae 11 dan 12, ginjal kanan hanya punya 1 costae yaitu, costae 12. Ginjal tidak
sejajar dengan linea medialis posterior. Axisnya miring, yaitu cranio media ke cranio
lateral.
Ginjal diliputi oleh kapsula cribrosa tipis mengkilat, yang berkaitan longgar
dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan
ginjal, disebut Fascia Renalis. Ginjang juga mempunyai selubung yang langsung
membungkus ginjal disebut Capsula Fibrosa, sedangkan yang membungkus lemak
disebut capsula adiposa.

Secara umum,
bagian:

ginjal terdiri dari beberapa

a. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
b. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
c. Columna renalis bertini, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
d. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Vaskularisasi ginjal terbagi dua, yaitu :


6

1. Medulla : Dari Aorta Abdominalis bercabang menjadi a.Renalis dextra dan sinistra,
masuk melalui hilum renalis menjadi a.Segmentalis (a.lobaris) a.interlobaris lalu
menjadi a.arcuata lanjut menjadi a.interlobularis lalu a.afferen dan selanjutnya
masuk ke bagian cortex renalis ke dalam glomerulus, dan terjadi filtrasi.
2. Cortex : a.afferen berhubungan dengan v.interlobularis, bermuara ke v.Arcuata
bermuara ke v.Interlobaris bermuara ke v.Lobaris (v.Segmentalis) bermuara ke
v.Renalis Dextra dan Sinistra selanjutnya ke Vena Cava Inferior.
Ciri Khusus vaskularisasi ginjal :
1. Unit dalam vas afferens, mempunyai myoepitel (pada capsula bowman) yang
berfungsi sebagai otot untuk berkontraksi
2. Ada hubungan langsung antara arteri dengan vena disebut arterio venosa
anastomosis.
3. Adanya END ARTERY yaitu, pembuluh nadi yang buntu yang tidak mempunyai
sambungan dengan kapiler, sehingga kalau terjadi penutupan yang lama akan
terjadi arteri degenerasi.
Inervasi :
- Plexus sympaticus renalis
- Serabut afferen melalui plexus renalis menuju medulla spinalis n.thoracalis X, XI,
dan XII.
Pembuluh Lymphe :
Mengikuti v.Renalis melalui nl.aorta lateral, sekitar pangkal a.renalis.

1.2.

Mikroskopis

GINJAL
- Korteks: Glomerulus (banyak), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus
distal
- Medula: Duktus Coligens, Ductus Papillaris (bellini) dan Ansa Henle
Unit fungsional ginjal
1. Nephron
Corpus Malpighi / Renal Corpuscle
Capsula Bowman
o Pars parietalis: epitel selapis gepeng. Berlanjut menjadi dinding
tubulus proximal
o Pars visceralis terdiri dari podocyte, melapisi endotel
o Urinary space diantara kedua lapisan
Glomerulus
o Gulungan kapiler, berasal dari percabangan arteriol afferen
o dibungkus oleh capsula Bowman
o keluar sebagai vas efferent
Sel-sel di glomerulus yang berperan dalam Glomelurar filtration barrier
a) Endothel
Type fenestrata
Sitoplasma melebar, tipis dan mempunyai fenestra
b) Membrana Basalis
Fusi antara membrana basalis podocyte dan endothel
Lamina rara interna
Lamina densa
Lamina rara externa
c) Podocyte
Sel epiteloid besar, tonjolan sitoplasma (foot processes) bercabang
Cabang sekunder (pedicle) menempel pada membrana basalis
Bersama sel endothel menyaring darah
d) Sel Mesangial intra glomerularis
Berasal dari sel jaringan mesenchyme
Pada matrix mesangial di antara kapiler glomerulus
8

Fagositosis benda asing, immune complex yang terjebak pada sel


endothel / glomerular filtration barrier
Cabang sitoplasma sel mesangial dapat mencapai lumen kapiler, melalui
sela sel endothel
Sel-sel yang berperan dalam sekresi renin
a) Macula densa
Bagian dari tubulus distal di cortex berjalan diantara vas afferen dan vas
efferen dan menempel ke renal corpusclemenjadi lebih tinggi dan tersusun
lebih rapat, disebut macula densa
b) Sel juxta glomerularis
Merupakan perubahan sel otot polos tunica media dinding arteriole afferen
Sel otot polos berubah menjadi sel sekretorik besar bergranula yang
mengandung renin
c) Sel Polkisen (sel mesangial extra glomerularis)
Sel polkisen (bantal), lacis cells
Mengisi ruang antara vas afferen, makula densa dan vas efferen
Berasal dari mesenchyme, mempunyai kemampuan fagositosis
Berhubungan dengan sel mesangial intraglomerular
Tertanam didalam matrix mesangial

Tubulus
Tubulus contortus proximalis

o
o
o
o
o
o

epitel selapis kubis


batas sel sukar dilihat
Inti bulat, letak berjauhan
Sitoplasma asidofil (merah)
Mempunyai brush border
Fungsi: reabsorbsi glukosa, ion Na, Cl dan H2O
Tubulus Kontortus Distal

Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh selapis


sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus kontortus
proksimal. Inti sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan.
Sitoplasma sel bewarna basofil (kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap
lumen tidak mempunyai paras sikat. Bagian ini terletak di korteks ginjal. Fungsi
bagian ini juga berperan dalam pemekatan urin.

Ansa Henle

Ansa Henle Segmen Tipis


- Mirip pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya lebih tebal, sehingga
sitoplasma lebih jelas terlihat
- Dalam lumennya tidak terdapat sel-sel darah
Ansa Henle Segmen Tebal Pars Desendens
- Mirip tubulus kontortus proximal tetap diameternya lebih kecil dan
dindingnya lebih tipis
- selalu terpotong dalam berbagai potongan
Ansa Henle Segmen Tebal Pars Asenden
o Mirip tubulus kontortus distal, tetapi diameternya lebih kecil dan
dindingnya lebih tipis
o selalu terpotong dalam berbagai potongan
o epitel selapis kubis
o batas-batas sel lebih jelas
o Inti bulat, letak agak berdekatan
o Sitoplasma basofil (biru)
o Tidak mempunyai brush border
o Absorbsi ion Na dalam pengaruh aldosteron. Sekresi ion K
2. Ductus Coligens
Saluran pengumpul, menampung beberapa tubulus distal, bermuara sebagai
ductus papillaris Bellini di papilla renis
Mirip tub.kont.distal
Batas2 sel epitel jelas
Sel lebih tinggi dan lbh pucat
10

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Ginjal


Pembentukan Urin dan Faktor Pengaruh
Fungsi trraktus urinarius :
1. Menyaring dan membersihkan darah dari produk akhir zat-zat sisa
metabolisme tubuh
2. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan dan senyawa asing
3. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh
bagian tubulus ginjal
4. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh
5. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan
sel-sel darah merah (SDM) di sumsum tulang, yaitu eritropoetin
6. Homeostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral
7. Mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh
8. mempertahankan volume plasma yang tepat
9. Mempertahankan keseimbangan asam-basa
10. menghasilkan renin untuk penghematan garam oleh ginjal
11. Mengubah vit.D menjadi bentuk aktifnya
Sifat-sifat urine normal:
a. Volume: 800-2500 ml/hari
b. Berat jenis: 1.003-1.030
c. Ph: asam dengan Ph rata-rata 6 (4,7-8)
Urine dibiarkan dalam ruangan maka akan menjadi basis karena
perubahan urea menjadi ammonia
d. Warnakuning pucat s/d kuning. Zat warna yang terkandung di dalamnya
adalah urokrom, urobilin, dan hematoporfirin.
Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:
1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari
katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam
jaringan otot.
2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal
dalam jumlah kecil.
4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan
magnesium.
5. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.
6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara
normal ditemukan dalam jumlah yang kecil.

11

7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar
badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan),
dan batu ginjal atau kalkuli.
Zat normal dalam urine:
a. Urea: hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan
25 gr, tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam,
penyakit kencing manis, aktivitas hormon adrenokortikoid yang
berlebihan. Di hepar, urea dibentuk dari siklus urea (ornitin dari CO2
dan NH3. Pembentukan urea menurun pada penyakit hepar dan asidosis.
b. Ammonia: dikeluarkan dari sel
pembentukan amonia akan naik.

tubulus

ginjal,

pada

asidosis

c. Kreatinin: hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah


mg kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal
pada laki-laki adl 20-26 mg/kg BB. Sedang pada wanita adl 14-22
mg/kg BB. Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit otot.
d. Asam urat: hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air
kecil tetapi larut dalam garam alkali. Ekskresinya meningkat pada
leukimia, penyakit hepar dan gout. Dengan arsenofosfotungstat dan
natrium sianida, memberi warna biru. Ini merupakan dasar penetapan
asam urat secara kolometri oleh Folin. Dengan enzim urikase akan
menjadi allantoin.
e. Asam amino: pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N per hari
f. Allantoin: hasil oksidasi asam urat
g. Cl: dikeluarkan dlm bentuk NaCl, tergantung intakenya. Ekskresi 9-16
g/hari
h. Sulfat: hasil metabolisme protein yang mengandung AA dg atom S, ex:
sistein, sistin, metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat anorganik, sulfat
ester (konjugasi) dan sulfat netral
i. Fosfat: di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat
mengendap pada urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan
protein, kerusakan sel, kerusakan tulang pada osteomalasia dan
hiperparatiroidisme ekskresinya naik dan menurun pada penyakit
infeksi dan hipoparatiroidisme.
j. Oksalat: pd metab herediter ttt, ekskresinya naik.
k. Mineral: Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada kerusakan
sel, pemasukan yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi ion K dan Na
dikontrol korteks adrenal
l. Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis amilase dan
disakaridase meningkat. Hormon Choriogonadotropin (HCG) terdpt pd
urine wanita hamil
12

Zat abnormal dalam urin:


a. Protein: tidak boleh lebih dari 200 mg/hari. Ekskresinya naik berarti
terjadi proteinuria misal terjd glomeluronefritis sehingga ginjalnya
bocor.
b. Glukosa: bila dengan Benedict positif berarti glikosuria, indikasi DM
c. Lain2: fruktosuria, galaktosuria, laktosuria, pentosuria.
d. Benda-benda keton (as. Asetoasetat, -hodroksi butirat, aseton): normal
ekskresinya hanya 3-15 mg/hari. Ekskresi naik pada kelaparan,
gangguan metabolisme karbohidrat (DM), kehamilan, pemberian
anestesi dg eter, asidosis ttt. Ada benda keton baunya khas yaitu
aseton, diuji dg reagen Rhotera.
e. Bilirubin dan garam-garam kolat: ada di dalam urine berarti terjadi
sumbatan pada saluran empedu, empedu banyak masuk ke darah
diekskresi di urin warna urin seperti air teh. Jika tertimbun di jaringan
subkutan menyebabkan ikterus. Ada bilirubin dibuktikan dengan reaksi
Gmelin, ada garam2 kolat dibuktikn dg percobaan Hay.
f. Darah: d di dalam urine hematuria, misal pada penyakit radang ginjal
atau saluran kencing di bawahnya. Eritrosit pecah, Hb keluar dan da di
urin hemoglobinuria. Pigmen darah (Hb) dpt dibuktikan dg
percobaan benzidin
g. Porfirin; Koproporfitin diekskresi 60-200 g/hari. Ekskresi naik
porfiria.
h. Indikan adl k-indoksil sulfat, da di urin orang obstipasi/abses sehingga
triptofan indol indikan. Indikan dpt dibuktikan dg reaksi
obermeyer, indikanindigo biru, lrt dlm kloroform
1. FILTRASI
Filtrasi merupakan proses awal dari terbntuknya urin, dimana semua zat yang
masuk lewat pembuluh afferent disaring melalui glomerulus.Pada proses ini
cairan melwati tiga lapisan, yaitu
(1) dinding kapiler glomerulus, yaitu berupa pori-pori (fenestra) antar sel
endotel kapiler glomerulus
(2) lapisan gelatinosa aselular yang dikenal sebagai membran basal (yang
mengandung glikoprotein dan kolagen) dan
(3) lapisan dalam kapsula bowman, ketiga lapisan ini membentuk membrane
glomerulus. Secara kolektif lapisan ini dapat menahan eritrosit dan juga
protein untuk tidak ikut masuk kedalam tubulus, secara fisiologis kita tidak
dapat menemukan protein dan eritrosit dalam urin.
Glomerulus bukan sebuah system yang mandiri layaknya sebuah saringan
glomerulus butuh bantuan untuk dapat berfungs imenyaring zat-zat yang
masuk. Terdapat tiga mekanisme fisika yang berperan, yaitu :

13

(1) Tekanan darah


kapiler glomerulus.
Tekanan
kapiler
glomerulus
meningkat
karena
terbendungnya darah
di kapiler glomerulus
(darah lebih mudah
masuk dari pada
keluar karena arteriol
afferent lebih lebar
dari pada arteriol
efferen)
(2)
tekanan
hidostatik kapsula
bowman. Cairan di
dalam
kapsula
Bowman
menimbulkan tekanan hidrostatik (cairan) yang cenderung mendorong cairan
keluar dari kapsula Bowman melawan filtrasi cairan dari glomerulus ke dalam
kapsula Bowman.
(3)Tekanan osmotic koloid plasma.Tekanan ini tidak bergerak searah,
melainkan berlawanan, sehingga tekanan filtrasi yang masuk (filtrasi netto)
meruapakan selisih dari tekanan darah glomerolus dengan tekanan osmotic
koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman.
Laju filtrasi glomerulus (GFR) tidak sepenuhnya bergantung pada
netto filtrasi, tetapi juga pada seberapa luas permukaan glomerulus yang
tersedia dan besar permeabilitas membran, sifat-sifat ini secara selektif disebut
koefisien filtrasi (kf). Maka:
GFR= kf x (Tekanan filtrasi netto)
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk keglomerulus
difiltrasi dengan tekanan filtrasi netto 10 mmHg. Menghasilkan secara kolektif
melalui semua glomerulus 180 liter filtrasi setiap hari untuk GFR rata-rata 125
ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per hari untuk GFR 115 ml/menit pada
wanita.
Tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul
bowman meruapakan tekanan tidak berada di bawah kontrol dan pada kondisi
normal relatif stabil.Perubahan terjadi pada kondisi patologis seperti pada
pasien luka bakar berat dan luas yang kehilangan banyak plasma kaya protein,
pada kasus initerjadi peningkatan GFR.Sedangkan pada kasus dehidrasi terjadi
penurunan GFR akibat kenaikan tekanan osmotic koloid plasma.Tekanan
hidrostatik kapsul bowman dapat meningkat secara tidak terkontrol dan filtrasi
dapat berkurang pada keadaan pbstruksi saluran kemih.
Berbeda dengan kedua tekanan diatas, tekanan kapiler glomerulus
berada dibawah kontrol dengan menyesuaikan GFR untuk memenuhi
kebutuhan tubuh.Jika semua tekanan di anggap konstan maka besar tekanan
14

glomerulus bergantung pada laju filtrasi darah di setiap glomerulus, besar


aliran ini ditentukan oelh tekanan areri sistemik dan resistensi arteriol
aferen.GFR diatur oleh dua mekanisme yang bertujuan menyesuaikan aliran
darah glomerulus, yaitu otoregulasi dan kontrol simpatis ekstirnsik.
Otoregulasi
GFR akan meningkat setara dengan peningkatan tekanan arteri jika hal-hal
lain konstan. Sebaliknya penurunan tekanan darah arteri akan diikuti oleh
penurunan GFR, perubahan spontan ini dapat dicegah dengan adanya
mekanisme otoregulasi sehingga tekanan darah kapiler glomerulus konstan
dan GFR stabil, walupun terjadi perubahan tekanan arteri. Ginjal
melakukannya dengan mengubah-ubah caliber arteriol aferen sehingga
resistensi terhadap aliran darah melalui pembuluh ini dapat disesuaikan. Ada 2
mekanisme internal dalam otoregulasi:
1. Mekanisme Miogenik. Berespon terhadap perubahan tekanan didalam
komponen vaskuler nefron.
2. Mekanisme Feedback Tululoglomerulus. Mendeteksi perubahan aliran
melalui komponen tubulus nefron. Melibatkan apparatus
jukstaglomerulus, yaitu sel jukstaglomerulus/ sel granuler yang
mengandung banyak granula sekretorik, dan macula densa yang
mendeteksi perubahan kecepatan aliran cairan didalam tubulus yang
melewatinya.
Kontrol simpatis ekstrinsik
Selain melewati mekanisme otoregulasi, GFR dapat diubah secara
sengaja.Kontrol ekstrinsik atas GFR yang diperantarai oleh masukan system
saraf simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mengatur tekanan darah
arteri.
GFR berkurang akibat adanya respon reflex baroreseptor terhadar
penurunan tekanan darah. Selama reflex ini, terjadi vasokontriksi yang
diinduksi oleh system simpatis. Maka jika aktivitas simpatis tinggi akan terjadi
penurunan GFR yang kemudian menyebabkan pengurangan volume urine.

2. REABSORBSI
Setelah filtrasi zat-zat yang masih terbawa bersama plasma tidak langsung
dibuang menjadi urine, melainkan terjadi mekanisme penyerapan ulang yang
disebut reabsorbsi disepanjang tubulus proximal sampai ke distal. Proses
reabsorbsi ini terjadi secara transport pasif dan mekanisme transport aktif.
Setiap zat-zat memiliki presentase yang berbeda.
Reabsorbsi tubulus melibatkan transportasi transepitel. Untuk dapat di
reabsorbsi suatu zat harus melewati 5 sawar terpisah , yaitu:

15

1. Bahan tersebut harus meninggalkan cairan tubulus dengan melintasi


membran laminal sel tubulus.
2. Bahan tersebut harus berjalan melwati sitosol dari satu sisi sel tubulus
ke sisi lainya.
3. Bahan tersebut harus menyebrangi membran basolateral sel tubulus
untuk masuk ke cairan intersisium
4. Bahan tersbut harus berdifusi melintasi cairan intersisium
5. Bahan tersebut harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke
plasma darah.
Ginjal memliki transport maksimal (TM) dimana apabila kadar suatu zat
melebihi kemampuan ginjal mereabsorbi atau melebih batas dari nilai
transport maksimal maka sisa zat tersebut akan di eksresikan bersama urin.
Transport maksimal maka sisa zat tersebut akan dieksresikan bersama urin.
Na+ tidak memperlihatkan adanya Tm karena aldosteron mendorong sintesin
pembawa Na+ K+ ATPase disel tubulus distal dan pengumpul sesuai dengan
kebutuhan.

Reabsorpsi bersifat sangat selektif sehingga komposisi urine yang


dihasilkan akan nerbeda dengan komposisi filtrate glomerulus. 60-80% proses
reabsorpsi terjadi di tubulus proksimal. Semua proses reabsorpsi zat-zat
ultrafiltrat ini berlangsung secara transport aktif kecuali untuk air dan klorida
yaitu secara difusi pasif.
Kecepatan Reabsorpsi air di Tubulus proksimal bersifat tetap, artinya
tidak bergantung GFR ataupun kebutuhan tubuh, hal ini disebut reabsorpsi
obligatorik. Pada Ansa Henle terjadi reabsorpsi Air, Na+ dan Cl-. Dinding
16

Ansa Henle pars descendens bersifat semipermeabel terhadap air sehingga


filtar yang dihasilkan bersifat hipertonik. Sedangkan pada dinding Ansa Henle
pars Ascendens bersifat impermeable terhadap air dan berlangsung reabsorpsi
Na dan Cl sehingga filtrate yang semula hipertonik menjadi hipoosmotik.
Reabsorpsi air di tubulus distal bergantung pada kebutuhan tubuh hal ini
disebut dengan reabsorpsi fakultatif atau selektif.Hal ini dimungkinkan dengan
adanya sekresi ADH yang terjadi karena perubahan tekanan osmotic
darah.Reabsorpsi air juga terjadi di duktus koligens dibawah pengaruh ADH.

3. SEKRESI
1. Sekresi ion Hidrogen
Ion H+ dapat ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus
proksimal, distal, dan koligens. Tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman
cairan tubuh.Sekresi H+
berkurang
apabila
konsentrasi H+ di dalam
cairan terlalu rendah.

2. Sekresi K+
K+ adalah zat yang secara
selektif berpindah dengan
arah yang berlawanan
diberbagai tubulus.K+ aktif
direabsorpsi ditubulus proksimal berlangsung konstan dan tidak diatur.Aktif di
sekresi di tubulus distal dan pengumpul dan berlangsung dibawah
control.Normalnya jumlah K+ yang di ekskresi dalam urine adalah 10-15 %
dari jumlah yang difiltrasi. Tapi K+ yang difiltasi hamper seluruhnya
direabsorpsi, sehingga sebagian K+ yang muncul di urine berasal dari sekresi
K+ yang dikontrol dan bukan dari filtrasi.

Peran Ginjal dalam Keseimbangan Cairan Tubuh


Fungsi Ginjal :
Fungsi spesifik ginjal bertujuan mempertahankan cairan ekstrasel (CES) yang
konstan.
1. Fungsi regulasi:
17

Mempertahankan imbangan air seluruh tubuh;mempertahankan


volume plasma yg tepat melalui pengaturan ekskresi garam dan air
pengaturan tekanan darah jangka panjang.
Mengatur jumlah & kadar berbagai ion dalam CES, spt: ion Na+, Cl-,
K+, HCO3-, Ca2+, Mg2+, SO42-, PO43-,dan H+ mengatur
osmolalitas cairan tubuh.
Membantu mempertahankan imbangan asam-basadengan mengatur
kadar ion H+dan HCO32. Fungsi ekskresi:
Mengekskresikan berbagai senyawa asing, spt: obat,pestisida, toksin,
& bbg zat eksogen yg msk ke dlm tubuh.
Membuang hasil akhir dari proses metabolisme, spt: ureum, kreatinin,
dan asam urat yg bila kadarnya meningkat dalam tubuh dapat bersifat
toksik
3. Fungsi hormonal:
eritropoietin: hormon perangsang kecepatan pembentukan,pematangan
& penglepasan eritrosit
renin: enzim proteolitik yg berperan dlm pengaturan volume CES &
tekanan darah untuk mengawali jalur RAAS yang berdampak pada
reabsorbsi Na+ oleh tubulus.
kalikrein: enzim proteolitik dlm pembentukan kinin, suatu vasodilator
beberapa macam prostaglandin & tromboksan: derivat asam lemak yg
bekerja sbg hormon lokal; prostaglandin E2 & I1 di ginjal
menimbulkan vasodilatasi, ekskresi garam & air, & merangsang
penglepasan renin; tromboksan bersifat vasokonstriktor
4. Fungsi metaboisme:
mengubah vitamin D inaktif menjadi bentuk aktif (1,25-dihidroksivitamin D3), suatu hormon yg merangsang absorpsi kalsium di usus
sintesis amonia dari asam amino untuk pengaturan imbangan asambasa
sintesis glukosa dari sumber non-glukosa(glukoneogenesis) saat puasa
berkepanjangan
menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormon, spt: angiotensin II,
glukoagon, insulin, & hormon paratiroid

18

3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Nefrotik


3.1.
Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari
proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang
dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya
menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas,
kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang
azotemia.
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik
( SNI ). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak
jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal
Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal
(SNKM). Sarjana lain menyebut NIL (Nothing In Light Microscopy).
3.2.

Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan
sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam
sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah
satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di
bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of
Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila
diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi
histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan
terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney
Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit
sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti
misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute
Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion,
probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga,
bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus
Sistemik, purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.

19

5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor


gastrointestinal.
Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome
3.3.

Epidemiologi
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai
pada usia 2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja
dan dewasa rasio ini berkisar 1:1.

3.4.

Klasifikasi
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1. Kelainan minimal (KM)
2. Glomerulopati membranosa (GM)
3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa
sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anakanak.
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda
dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe
kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi,
sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari
401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.

3.5.

Patofisiologi

Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)


Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga
terjadi reaksi antigen dan antibody yang larut (soluble) dalam darah.
SAAC ini kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh
bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC
membentuk deposit yang kemudian terperangkap di bawah epitel
kapsula Bowman yang secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan
yang disebut HUMPS sepanjang membrane basalis glomerulus (mbg)
berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C3 yang ada dalam
HUMPS ini lah yang menyebabkan permeabilitas mbg terganggu
sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga
dapat dijumpai dalam urine.

Perubahan Elektrokemis

20

Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis


dapat juga mneimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti
bahwa kelainan terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi
elektrostatik ( sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein ) yaitu
hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein
glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg
terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat
sehingga albumin dapat keluar bersama urine.3

PROTEINURIA
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya
sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui
benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan
negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan
membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin
yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.
Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat.
Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan
turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi
cairan plasma ke ruang interstitial.
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein
> 50 mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria ++
+ sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg ,
maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk
menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index
Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur
ratio antara Clearance IgG dan Clearence Transferin.

ISP = Clearance IgG


Clearance Transferin

Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang
secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons
terhadap kortikosteroid baik. Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly
Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus
berat dan tidak adanya respons terhadap kortikosteroid.

21

HIPERLIPIDEMIA
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula
oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein
sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal,
baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka
umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan
hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi
juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu
adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density
Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin <
1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat
albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel
hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah
menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini
terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak
bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan
pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya
protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan
oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme
fosfolipid.

HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang
berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan
menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang
menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan
stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul
sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler
tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan
demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat
ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air,
sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis
ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar
renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak
semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita
sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan
aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut
teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme
intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium
renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler.
Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen
22

interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan
kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.
EDEMA
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik
dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada
waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus
mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3Edema mula-mula
nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca
sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah
< 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya
nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak
dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas
dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini.
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang
disebut diatas tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM
ini dapat dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada
SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umunya :
Anak berumur 1-6 tahun
Tidak ada hipertensi
Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis
Fungsi ginjal normal
Titer komplemen C3 normal
Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.
Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas
dan mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada
beberapa penelitian tidak dilakukan biopsi ginjal.2,3

3.6.

Manifestasi Klinis
Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema,
yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali
edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak
bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten;
biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia).
Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
23

Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema


muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak
pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak,
meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan
edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema
biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasienpasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan
hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita,
skrotum, labia. Edema bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites
umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites
akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa
tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit
sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang
disebabkan edema mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis
albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa
pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom
nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau
pembengkakan hati.
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein
mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik
resisten-steroid.
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak,
maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat.
Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada
penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik
terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan
merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua
pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta
perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia
sosial anak menjadi terganggu.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian
International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan
30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari
90th persentil umur.

Tanda sindrom nefrotik yaitu :


Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram
per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar
dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum <
2.5 g/dL.
24

Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan


umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar
kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL
menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi
sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik,
namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe
sindrom nefrotik
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan
kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik
yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom
nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya
efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat
sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering
pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun
kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan
ekogenisitas yang normal.
3.7.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak
mata,perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang
berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna
kemerahan.
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia.
Kadang-kadang ditemukan hipertensi.
3) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2
sampai +4. Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai
reagen ESBACH ). Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni
epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang
dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.
Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1
gm/100ml), albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), 1 globulin
normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), 2 globulin meninggi (N:0,4-1
gm/100ml), globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), globulin
normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2),
komplemen C3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin
dan klirens kreatinin normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal,
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat.
Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas
untuk mencari penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.
25

Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal


secara perkutan atau pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal
hanya dilakukan atas indikasi tertentu dan bila orang tua dan anak
setuju.
Pemeriksaan Penunjang
Tes Fungsi Ginjal
Ginjal normal mempunyai 3 fungsi pokok yaitu: ultrafiltrasi oleh glomerulus,
reabsorbsi air dan padatan yang difiltrasi dalam tubulus, serta sekresi ion-ion
organik dan non-organik tubulus. Dalam menangani penderita penyakit ginjal
diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium. Disamping untuk menetapkan
diagnosis penyakitnya, pemeriksaan laboratorium juga berperan untuk
memantau fungsi ginjal. Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal mempunyai
arti penting agar dokter tidak hanya mampu mengatasi penyakitnya, tetapi
juga untuk mengevaluasi fungsi ginjal penderita tidak bertambah parah.
Fungsi ginjal dapat dievaluasi dengan berbagai uji laboratorium secara mudah.
Langkah awal dimulai dengan pemeriksaan urinalisis lengkap, termasuk
pemeriksaan sedimen urin. Berbagai informasi penting mengenai status fungsi
ginjal dapat diperoleh dari urinalisis. Pengukuran kadar nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin serum berguna untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal
secara umum. Dalam keterbatasannya, kedua uji tersebut mampu membuat
estimasi laju filtrasi glomerulus (LFG) yang akurat. Untuk menetapkan LFG
yang lebih tepat dapat dilakukan pengukuran dengan klirens kreatinin atau
klirens inulin atau penetapan LFG secara kedokteran nuklir. Evaluasi fungsi
tubulus diukur melalui pengukuran metabolisme air dan mineral serta
keseimbangan asam basa.
Orang yang mengidap penyakit ginjal kronis mungkin memiliki beberapa atau
semua tes berikut.
1. Kreatinin serum
Kreatinin adalah produk limbah dalam darah yang berasal dari aktivitas
otot. Produk limbah ini biasanya dibuang dari darah melalui ginjal, tapi
ketika fungsi ginjal melambat, tingkat kreatinin akanmeningkat. Biasanya
hasil pemeriksaan serum kreatinin digunakan untuk menghitung GFR.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung
pada massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme
protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan
kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat
atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif pada otot.
Prosedur
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain
26

tube) atau tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan


pisahkan serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh
penderita yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum. Tidak ada
pembatasan asupan makanan atau minuman, namun sebaiknya pada
malam sebelum uji dilakukan, penderita dianjurkan untuk tidak
mengkonsumsi daging merah.
Kadar kreatinin diukur dengan metode kolorimetri menggunakan
spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi.
Nilai Rujukan

DEWASA : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl.


(Wanita sedikit lebih rendah karena massa otot yang lebih rendah
daripada pria).

ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (26 tahun) : 0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar
agak meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan
massa otot.

LANSIA : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot


dan penurunan produksi kreatinin.

Masalah Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu
kreatinin dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada
penyakit ginjal dibandingkan uji dengan kadar nitrogen urea darah (BUN).
Sedikit peningkatan kadar BUN dapat menandakan terjadinya hipovolemia
(kekurangan volume cairan), namun kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl
dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat berguna
untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.
Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah :
gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis tubular akut, glomerulonefritis,
nefropati diabetik, pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi
esensial, dehidrasi, penurunan aliran darah ke ginjal (syok berkepanjangan,
gagal jantung kongestif), rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker (usus,
kandung kemih, testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit Hodgkin, diet
tinggi protein (mis. daging sapi [kadar tinggi], unggas, dan ikan [efek
minimal]).
Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin adalah :
Amfoterisin B, sefalosporin (sefazolin, sefalotin), aminoglikosid
(gentamisin), kanamisin, metisilin, simetidin, asam askorbat, obat

27

kemoterapi sisplatin, trimetoprim, barbiturat, litium karbonat, mitramisin,


metildopa, triamteren.
Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai pada : distrofi otot (tahap akhir),
myasthenia gravis.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan BUN
hampir selalu disatukan (dengan darah yang sama). Kadar kreatinin dan
BUN sering diperbandingkan. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada
kisaran 12-20. Jika kadar BUN meningkat dan kreatinin serum tetap
normal, kemungkinan terjadi uremia non-renal (prarenal); dan jika
keduanya meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN
lebih pesat daripada kreatinin). Pada dialisis atau transplantasi ginjal yang
berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal
jangka panjang yang parah, kadar urea terus meningkat, sedangkan kadar
kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran
cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai
pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna,
keadaan katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin
tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal
ginjal, azotemia pascarenal.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium Pemeriksaan
Kreatinin serum

Obat tertentu (lihat pengaruh obat) yang dapat meningkatkan kadar


kreatinin serum.

Kehamilan

Aktivitas fisik yang berlebihan

Konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi


temuan laboratorium.

2. Glomerular Filtration Rate (GFR)


GFR menggambarkan fungsi ginjal yang kita miliki dan umumnya
diperkirakan dari tingkat kreatinin darah. GFR atau LFG (laju filtrasi
glomerular) adalah tes terbaik untuk mengukur tingkat fungsi ginjal dan
menentukan stadium penyakit ginjal. Para dokter biasanya dapat
menghitung dari hasil tes darah kreatinin, usia Anda, ras, gender dan faktor
lainnya.Penyakit ginjal lebih awal terdeteksi, semakin baik kesempatan
untuk memperlambat atau menghentikan perkembangannya.

28

GFR merupakanperhitungan yang menandai tingkat efisiensi penyaringan


bahan ampas dari darah oleh ginjal. Perhitungan GFR yang umum
membutuhkan suntikan zat pada aliran darah yang kemudian diukur pada
pengambilan air seni 24 jam. Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan
bahwa GFR dapat dihitung tanpa suntikan atau pengambilan air seni.
Hitungan baru ini hanya membutuhkan pengukuran tingkat kreatinin
dalam contoh darah.
Kreatinin adalah bahan ampas dalam darah yang dihasilkan oleh
penguraian sel otot secara normal selama kegiatan. Ginjal yang sehat
menghilangkan kreatinin dari darah dan memasukkannya pada air seni
untuk dikeluarkan dari tubuh. Bila ginjal tidak bekerja sebagaimana
mestinya, kreatinin bertumpuk dalam darah.
Dalam laboratorium, darah kita akan dites untuk menentukan ada berapa
miligram kreatinin dalam satu desiliter darah (mg/dL). Tingkat kreatinin
dalam darah dapat berubah-ubah, dan setiap laboratorium mempunyai nilai
normal sendiri, umumnya 0,6-1,2mg/dL. Bila tingkat kreatinin sedikit di
atas batas atas nila normal ini, kita kemungkinan tidak akan merasa sakit,
tetapi tingkat yang lebih tinggi ini adalah tanda bahwa ginjal kita tidak
bekerja dengan kekuatan penuh. Satu rumusan untuk mengestimasikan
fungsi ginjal adalah menyamakan tingkat kreatinin 1,7mg/dL untuk
kebanyakan laki-laki dan 1,4mg/dL untuk kebanyakan perempuan sebagai
50% fungsi ginjal normal. Tetapi karena tingkat kreatinin begitu berubahubah, dan dapat dipengaruhi oleh makanan, perhitungan GFR adalah lebih
tepat untuk menentukan apakah kita mempunyai fungsi ginjal yang rendah.
Perhitungan GFR baru memakai ukuran kreatinin bersamaan dengan berat
badan, usia, dan nilai ditentukan untuk jenis kelamin dan ras. Beberapa
laboratorium dapat menghitung GFR saat tingkat kreatinin diukur, dan
memasukkannya pada laporan.
Glomerular filtration rate adalah volume cairan yang disaring dari
glomerulus ginjal ke kapsul Bowman per satuan waktu. Laju filtrasi
glomerulus (GFR) dapat dihitung dengan mengukur bahan kimia yang
memiliki tingkat mantap dalam darah dan disaring secara bebas tetapi
tidak diserap atau dikeluarkan oleh ginjal. Tingkat itu diukur adalah
jumlah substansi dalam urin yang berasal dari volume diperhitungkan
darah. GFR ini biasanya dicatat dalam satuan volume per waktu, misalnya,
mililiter per menit ml / menit.
Ada beberapa teknik yang berbeda digunakan untuk menghitung atau
memperkirakan laju filtrasi glomerulus. Cara yang paling sering dipakai
untuk menghitung LFG dalam klinik adalah dengan menggunakan prinsip
klirens. Klirens suatu zat adalah volume plasma yang dibutuhkan untuk
membersihkan suatu zat dari glomerulus dalam suatu periode waktu.
Marker yang digunakan untuk mengukur LFG dengan prinsip ini haruslah
29

bebas filtrasi dalam glomerulus dan tidak direabsorbsi maupun disekresi


oleh tubulus renal. GFR ini dapat ditentukan misalnya dengan
menyuntikkan inulin dalam plasma. Inulin tidak diserap atau dikeluarkan
oleh ginjal setelah penyaringan glomerular, hingga laju ekskresi
berbanding lurus dengan tingkat filtrasi air dan zat terlarut di saringan
glomerulus. Pada tahap awal penyakit ginjal, hasil akan tetap normal
karena hyperfiltration dalam nefron. Koleksi lengkap urin merupakan
sumber penting kesalahan dalam pengukuran inulin clearance. Bila marker
dengan karakteristik seperti tersebut diatas diberikan, jumlah marker yang
difiltrasi oleh glomerulus dalam 1 menit (LFG x P) harus sama dengan
jumlah marker yang diekskresi dalam kemih dalam 1 menit
(U x V)
Maka rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
LFG x P = U V
LFG

laju

filtrasi

glomerulus

kadar

marker

dalam

plasma

kadar

marker

dalam

kemih

= volume kemih yang dikeluarkan selama masa uji

Sehingga, bila volume kemih (V) diukur selama masa uji dan kadar marker
dalam plasma (P) dan kemih (U) diketahui, maka LFG dapat dihitung
dengan mudah.
Normal GFR pada orang dewasa adalah 120-125 ml/menit. GFR berfungsi
untuk mempertahankan homeostasis tubuh. GFR yang terlalu cepat
menyebankan proses reabsorpsi di renal tubule tidak sempurna, sebaliknya
GFR yang lambat menyebabkan tingginya reabsorpsi zat yang seharusnya
dibuang lewat urin. GFR sangat erat kaitannya dengan Tekanan Darah
tubuh. GFR dapat dikatakan normal jika TD 80-180 mmHG. GFR
dipertahankan dengan mekanisme autoregulasi dan miogenik ginjal (renal
myogenik autoregulation) dan umpan balik tubuloglomerular
(tubuloglomerular feedback).
Marker untuk estimasi LFG
Marker yang ideal untuk pengukuran LFG adalah marker yang non-toksik,
dapat mencapai kadar plasma yang stabil dalam keadaan keseimbangan,
tidak terikat pada protein plasma, difiltrasi bebas oleh glomerulus, tidak
disekresi dan direabsorbsi oleh tubulus ginjal.
1. Klirens inulin
30

Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua


persyaratan tersebut, sehingga klirens inulin dipakai sebagai baku emas
dalam penghitungan LFG baik pada dewasa maupun pada anak-anak.
Pengukuran LFG dengan klirens inulin hanya dipakai dalam riset,
karena klirens inulin sulit dilakukan dalam praktek sehari-hari.
Prosedur pemeriksaan adalah dengan cara infus inulin selama 3 jam
agar diperoleh kadar yang stabil dalam cairan ekstraseluler.
Dibutuhkan intake cairan yang banyak.
2. Klirens kreatinin
Kreatinin endogen paling sering dipakai untuk menentukan LFG.
Meskipun kreatinin bebas filtrasi dalam glomerulus, terdapat sejumlah
kecil kreatinin disekresi dalam tubulus. Perlu pengumpulan kemih 24
jam. LFG berhubungan terbalik dengan kadar kreatinin plasma.
Prosedur pelaksanaan uji klirens kreatinin
Metode klirens kreatinin untuk penentuan LFG membutuhkan
pengumpulan kemih yang akurat. Meskipun pengumpulan kemih 24
jam dipakai sebagai metode standard dalam pengukuran klirens
kreatinin, pengumpulan kemih jangka pendek (1-2 jam) juga dapat
dilakukan. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut. Anak
diminta untuk miksi dan mengosongkan buli pada pukul 7 pagi Kemih
tersebut dibuang, dan saat itu dicatat sebagai waktu mulainya
pengumpulan kemih. Semua kemih yang dikeluarkan dalam 24 jam
berikutnya ditampung dan disimpan dalam kulkas atau termos dingin.
Pada akhir dari 24 jam pengumpulan (pukul 7 pagi keesokan harinya),
anak diminta kencing dan mengosongkan bulinya dan kemih
ditampung. Volume kemih tampung dicatat dengan seksama lalu kirim
ke laoratorium untuk estimasi kadar kreatinin. Darah untuk estimasi
kreatinin sebaiknya diambil pada midpoint dari pengumpulan kemih
(lebih kurang 12 jam); apabila pengambilan darah tersebut tidak
memungkinan, darah dapat diambil pada akhir dari pengumpulan
kemih.
Untuk menyeragamkan satuan pengukuran LFG, hasilnya
diinterpolasikan terhadap luas permukaan tubuh (mL/Min/1.73 m2)
sehingga didapatkan rumus sebagai berikut:
Ucr (mg/dL) x V (mL) x 1.73
Ccr (mL/min/1.73m2)

Pcr (mg/dL) x 1440 x SA (m2)


Ccr

= klirens kreatinin
31

Ucr

= kadar kreatinin

= volume kemih yang dikumpulkan dalam 24 jam

Pcr

= kreatinin plasma

SA

= luas permukaan tubuh

1440 = jumlah waktu dalam menit dimana kemih ditampung (24 jam x
60 menit = 1440 menit)
Penentuan LFG dengan radionuclide scans
Penentuan LFG dengan memakai isotop radioaktif semakin sering
digunakan pada anak-anak. Metode penentuan LFG ini terutama
digunakan untuk bayi baru lahir dan anak-anak kecil, bila mengalami
kesulitan dalam melakukan penampungan kemih yang akurat. Beberapa
radioisotop yang dapat dipakai sebagai marker untuk estimasi LFG dalam
klinik, antara lain Tc-diethylenetriaminepentacetic acid (Tc-DTPA), Iiothalate, dan Cr-ethylenediaminetetraacetic acid (Cr-EDTA).
Uji Laju Fitrasi Glomerulus memakai marker cystatin C
Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam
mengevaluasi laju fitrasi glomerulus yaitu dengan mengukur kadar cystatin
C dalam serum. Cystatin C adalah protein berbasis nonglycosylate yang
diproduksi secara konstan oleh semua sel berinti. Cystatin C bebas filtrasi
dalam glomerulus dan dikatabolik dalam tubulus renal sehingga tidak
disekresi maupun direabsorbsi sebagai suatu molekul utuh. Oleh karena
kadar cystatin C serum tidak bergantung umur, jenis kelamin dan masa
otot maka cystatin C dapat dipakai sebagai marker yang lebih baik
dibandingkan dengan kadar kreatinin serum dalam mengukur laju fitrasi
glomerulus.
3. Asam urat (uric acid)
Asam Urat adalah produk akhir metabolisme purin (adenine dan guanine)
yang merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat terutama disintesis
dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat
diangkut ke ginjal oleh darah untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagain, dan
dieksresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urin.
Peningkatan kadar asam urat dalam urin dan serum (hiperuresemia)
bergantung kepada fungsi ginjal, kecepatan metabolisme purin, dan asupan
diet makanan yang mengandung purin.
Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi urin yang
bersifat asam dan dapat berpotensi menimbulkan kencing batu; oleh sebab
32

itu fungsi ginjal yang efektif dan kondisi urin yang alkalis diperlukan bila
terjadi hiperuresemia. Masalah yang banyak terjadi berkaitan dengan
hiperuresemia adalah gout. Kadar asam urat sering berubah dari hari ke
hari sehingga pemeriksaan kadar asam urat perlu diulang kembali setelah
beberapa hari atau beberapa minggu.
Masalah Klinis
Kadar asam urat meningkat dijumpai pada : gout, leukemia (limfositik,
mielositik, monositik), kanker metastatik, mieloma multipel, eklampsia
berat, alkoholisme, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus (berat), gagal
ginjal, glomerulonefritis, gagal jantung kongestif, anemia hemolitik,
limfoma, polisitemia, stress, keracunan timbale, pajanan sinar-X
(berlebih), latihan fisik berlebihan, diet penurunan berat badan-tinggi
protein.
Obat-obatan yang berpengaruh pada peningkatan kadar asam urat adalah :
diuretik (tiazid, furosemid, asetazolamid), levodopa, metildopa, asam
askorbat, 6-merkaptopurin, fenotiazin, salisilat (penggunaan dalam jangka
waktu lama), teofilin.
Pada gout, peningkatan produksi asam urat dipengaruhi oleh mekanisme
idiopatik atau belum diketahui, tetapi biasanya karena peningkatan sintesis
asam urat endogen sebagai cacat metabolik bawaan. Pada gout, pangkalan
asam urat dalam tubuh bisa lebih dari 10 kali normal, dan natrium urat
dideposit di dalam jaringan lunak, terutama sendi, sebagai tofi. Adanya
pengkristalan ura menyebabkan sendi membengkak, meradang, dan nyeri.
Alopurinol digunakan dalam pengobatan gout yang bekerja sebagai
penghambat xantin oksidase.
Pada leukemia atau keganasan lain, peningkatan produksi secara bermakna
disebabkan oleh penguraian asam nukleat apabila terjadi lisis sel-sel tumor
akibat nekrosis atau kemoterapi. Peningkatan kadar urat karena
peningkatan lisis sel juga dapat dijumpai pada polisitemia, anemia
pernisiosa, dan kadang-kadang pada psoriasis. Pengobatan dengan hormon
adrenokortikotrofik atau kortikosteroid, yang kerjanya katabolik protein
mempercepat pemecahan inti sel atau dengan obat-obatan sitotoksika,
menyebabkan peningkatan urat plasma.
Pada kegagalan glomerulus ginjal atau bila ada obstruksi aliran keluar
urin, asam urat serta ureum dan kreatinin terakumulasi. Asam urat tinggi
yang dapat terjadi pada eklampsia tanpa azotemia atau uremia disebabkan
oleh lesi ginjal atau perubahan metabolisme asam urat. Asidosis ketotik
dan laktat bisa meningkatkan asam urat dengan mengurangi sekresi
tubulus ginjal, seperti yang terjadi dengan diuretik tiazid dan furosemid,
dan aspirin dosis rendah.

33

Penurunan kadar asam urat dapat dijumpai pada : penyakit Wilson,


asidosis tubulus ginjal proksimal, anemia defisiensi asam folat, luka bakar,
kehamilan. Pengaruh obat : alopurinol, azatioprin, koumadin, probenesid,
sulfinpirazon.
Prosedur
Jenis spesimen yang diperlukan adalah serum atu plasma heparin. Diambil
3-5 ml darah vena dimasukkan ke dalam tabung bertutup merah atau
tabung bertutup hijau (heparin) kemudian disentrifus; cegah terjadinya
hemolisis. Serum atau plasma heparin dipisahkan. Kadar asam urat diukur
dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer
kimiawi.
Sebelum pengambilan sampel darah, pasien diminta puasa 8-10 jam. Tidak
ada pembatasan asupan makanan atau cairan; namun pada banyak kasus,
asupan makanan tinggi purin (mis. daging, jerohan, sarden, otak, roti
manis, dsb) perlu ditunda minimal selama 24 jam sebelum uji dilakukan;
demikian pula dengan obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil
laboratorium. Jika terpaksa harus minum obat, catat jenis obat yang
dikonsumsi.
Nilai Rujukan

DEWASA : Laki-laki : 3.5-7.0 mg/dl. Perempuan : 2.5-6.0 mg/dl.


Kadar panik : >12mg/dl.

ANAK : 2.5-5.5 mg/dl

LANSIA : 3.5-8.5 MG/DL

Catatan : nilai normal dapat bervariasi di setiap laboratorium.


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :

Sampel serum/plasma hemolisis,

Stress dan puasa berlebih dapat menyebabkan peningkatan kadar asam


urat serum,

Diet tinggi purin, Pengaruh obat (lihat pengaruh obat).

4. Blood Urea Nitrogen (BUN)


Blood Urea Nitrogen (BUN) atau nitrogen Urea adalah produk limbah
normal dalam darah anda yang berasal dari pemecahan protein dari
makanan yang anda makan dan dari metabolisme tubuh. Hal ini biasanya
34

dihapus dari darah Anda dengan ginjal Anda, tapi ketika fungsi ginjal
melambat, tingkat BUN naik. BUN juga dapat meningkat bila
mengkonsumsi lebih banyak protein, dan dapat turun jika makan sedikit
protein.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein
(asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan
ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada
keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan
setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara
produksi dan ekskresi urea.
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari
makanan. Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein,
ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak
dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya protein dalam
makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila kadarnya sangat
rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea bertambah
dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal.
Prosedur
Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma
heparin. Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau
bertutup hijau (heparin), hindari hemolisis. Centrifus darah kemudian
pisahkan serum/plasma-nya untuk diperiksa. Penderita dianjurkan untuk
puasa terlebih dulu selama 8 jam sebelum pengambilan sampel darah untuk
mengurangi pengaruh diet terhadap hasil laboratorium.
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan
fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi
enzimatik dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease
yang sangat spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan
sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea
nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum dinyatakan
sebagai berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea,
sehingga konsentrasi urea dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi
BUN dengan 60/28 atau 2,14.
Nilai Rujukan

DEWASA : 5 25 mg/dl

ANAK : 5 20 mg/dl

BAYI : 5 15 mg/dl

35

LANSIA : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.

Masalah Klinis
1. Peningkatan Kadar
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada
peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea,
kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi
menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia
prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum
filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan
aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan
dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan
gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya
sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak
atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit),
cedera fisik berat, luka bakar, demam.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang
menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat
disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam
nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan
oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,
amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.
Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian
bawah ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi
urin. Obstruksi ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau
kesalahan pembedahan. Obstruksi leher kandung kemih atau uretra
bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea yang tertahan di
urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.
Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti :
obat nefrotoksik; diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid,
triamteren); antibiotic (basitrasin, sefaloridin (dosis besar), gentamisin,
kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin, vankomisin); obat
antihipertensi (metildopa, guanetidin); sulfonamide; propanolol,
morfin; litium karbonat; salisilat. Sedangkan obat yang dapat
menurunkan kadar urea misalnya fenotiazin.
2. Penurunan Kadar
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat.
Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak
dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis,

36

terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi


hormone antidiuretik yang tidak semestinya.
Pada karsinoma payudara yang sedang dalam pengobatan dengan
androgen yang intensif, kadar urea rendah karena kecepatan
anabolisme protein yang tinggi. Pada akhir kehamilan, kadar urea
kadang-kadang terlihat menurun, ini bisa karena peningkatan filtrasi
glomerulus, diversi nitrogen ke fetus, atau karena retensi air.
Penurunan kadar urea juga dijumpai pada malnutrisi protein jangka
panjang. Penggantian kehilangan darah jangka panjang, dekstran,
glukosa, atu saline intravena, bisa menurunkan kadar urea akibat
pengenceran.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir
selalu disatukan dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio
BUN terhadap kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk
membedakan antara berbagai kemungkinan penyebab uremia. Rasio
BUN/kreatinin biasanya berada pada rentang 12-20. Peningkatan kadar
BUN dengan kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab
uremia adalah nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat
daripada kreatinin menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Pada dialysis
atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada
kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar
yrea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar,
mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal
dijumpai pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran
cerna, keadaan katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan
kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit
ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium

Status dehidrasi dari penderita harus diketahui. Pemberian cairan


yang berlebihan dapat menyebabkan kadar BUN rendah palsu, dan
sebaliknya, dehidrasi dapat memberikan temuan kadar tinggi palsu.

Diet rendah protein dan tinggi karbohidrat dapat menurunkan kadar


ureum. Sebaliknya, diet tinggi protein dapat meningkatkan kadar
ureum, kecuali bila penderita banyak minum.

Pengaruh obat (misal antibiotik, diuretik, antihipertensif) dapat


meningkatkan kadar BUN

5. Protein Urine

37

Bila ginjal Anda rusak maka dapat terjadi kebocoran protein ke urin.
Adanya protein dalam urin merupakan tanda awal penyakit ginjal
kronis.
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus
yang diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin.
Dengan menggunakan spesimen urin acak (random) atau urin sewaktu,
protein dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen
(dipstick). Normal ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24
jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai
proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat
karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang
tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan proteinuria
transien. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan
proteinuria. Bayi baru lahir dapat mengalami peningkatan proteinuria
selama usia 3 hari pertama.
Prosedur
1. Spesimen urin acak (random)
Kumpulkan spesimen acak (random)/urin sewaktu. Celupkan strip
reagen (dipstick) ke dalam urin. Tunggu selama 60 detik, amati
perubahan warna yang terjadi dan cocokkan dengan bagan warna.
Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan
untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.
Dipstick mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru,
yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin,
protein Bence-Jones, dan mukoprotein.
2. Spesimen urin 24 jam
Kumpulkan urin 24 jam, masukkan dalam wadah besar dan simpan
dalam lemari pendingin. Jika perlu, tambahkan bahan pengawet. Ukur
kadar protein dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau
analyzer kimiawi otomatis.
Nilai Rujukan

Urin acak : negatif (15 mg/dl)

Urin 24 jam : 25 150 mg/24 jam.


Masalah Klinis
38

Pengukuran proteinuria dapat dipakai untuk membedakan antara


penderita yang memiliki risiko tinggi menderita penyakit ginjal kronik
yang asimptomatik dengan yang sehat. Proteinuria yang persistent
(tetap +1, dievaluasi 2-3x / 3 bulan) biasanya menunjukkan adanya
kerusakan ginjal. Proteinuria persistent juga akan memberi hasil +1
yang terdeteksi baik pada spesimen urine pagi maupun urine sewaktu
setelah melakukan aktivitas.
Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi
albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik
yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan
hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat
molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe
penyakit tubulointerstitiel.
Proteinuria positif perlu dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif
protein dengan menggunakan sampel urine tampung 24 jam. Jumlah
proteinuria dalam 24 jam digunakan sebagai indikator untuk menilai
tingkat keparahan ginjal. Proteinuria rendah (kurang dari
500mg/24jam). Pengaruh obat : penisilin, gentamisin, sulfonamide,
sefalosporin, media kontras, tolbutamid (Orinase), asetazolamid
(Diamox), natrium bikarbonat.
Proteinuria sedang (500-4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan
glomerulonefritis akut atau kronis, nefropati toksik (toksisitas obat
aminoglikosida, toksisitas bahan kimia), myeloma multiple, penyakit
jantung, penyakit infeksius akut, preeklampsia.
Proteinuria tinggi (lebih dari 4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan
sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut atau kronis, nefritis lupus,
penyakit amiloid.
Urinalisis
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik.Proteinuria berkisar 3+
atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam
sulfosalisilat.3+ menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau
lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic range.2
Patologi Anatomi
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Glomerulonefritis membranoproliperatif -> memiliki penampakan lobuler
karena proliferasi meningeal dan dinding kapiler menunjukan double
contour/tram-track
Glomerulonefrits Crescentic -> Sindrom goodpasture,pemulasan
penularan(Lumpy Bumpy. Banyak sel berbentuk sabit(crescentik) yang
mengalami sklerosis.
39

Nefrophati Ig A -> Purpura Henoch Schonlein,sel-sel berbentuk sabit


Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik
perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus
terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.

Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan


eosin dengan pembesaran 25). Gambar menunjukkan pembearan glomerular
yang membuat pembesaran ruang urinaria dan hiperseluler. Hiperseluler
terjadi karena proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN.

Diagnosis Banding
GLOMERULO NEFRITIS
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan
proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan
mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus
dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus
glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi streptokokus
beta hemolitikus grup A. Dari perkembangan teknik biopsi ginjal per-kutan,
pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan imunofluoresen serta
pemeriksaan serologis, glomerulonefritis akut pasca streptokokus telah
diketahui sebagai salah satu contoh dari penyakit kompleks imun. Penyakit ini
merupakan contoh klasik sindroma nefritik akut dengan awitan
grosshematuria, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjal akut. Walaupun
penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan kesembuhan yang sempurna, pada
sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal ginjal akut sehingga memerlukan
pemantauan.
3.8.

Penatalaksanaan
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesagesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada
5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam
waktu 10-14 hari. Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada

40

anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada


tabel 2 berikut :2,3,4,5
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik5
Remisi

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4


mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.

Kambuh

Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama


3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah

Kambuh

tidak

sering

mengalami remisi.
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali
dalam periode 12 bulan.

Kambuh sering

Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons


awal atau 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Responsif-steroid

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Dependen-steroid

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa


tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah

Resisten-steroid

terapi steroid dihentikan.


Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi

Responder lambat

prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.


Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60

Nonresponder

mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.

awal

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Nonresponder

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya

lambat
3.9.

responsif-steroid.
Komplikasi

Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat


hipoalbuminemia
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang
menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga
terjadi peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus
lebih sering terjadi di system vena apalagi bila disertai pengobatan
kortikosteroid.
Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
3.10.

Pencegahan
41

Pencegahan pada nefrotik sindrom adalah untuk mengurangi gejala dan


mencegah pemburukan fungsi ginjal yaitu sebagai berikut :
1. Pengaturan minum
Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan cairan dan
elektrolit, yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup maksimal.
2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan tertentu,
tekanan darah data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal, misalnya
dengan betabloker, methyldopa, vasodilator, juga mengatur pemasukan
garam.
3. Pengendalian darah
Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak, ini
dapat dihindari dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit buahbuahan, hiperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG,
bila hiperkalemia sudah terjadi maka dilakukan pengurangan intake kalium,
pemberian natrium bicarbonate secara intra vena, pemberian cairan parental
(glukosa), dan pemberian insulin.
4. Penanggulangan Asidosis
Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari nefrotik sindrom.
Sebelum memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus diatasi
dulu misalnya rehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan
harus dihindari. Pengobatan natrium bikarbonat dapat diberikan melalui
peroral dan parenteral, pada permulaan diberi 100 mg natrium bicarbonate,
diberikan melalui intravena secara perlahan-lahan.Tetapi lain dengan
dilakukan dengan cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.
5. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah mengalami infeksi, hal ini dapat
memperburuk faal ginjal. Obat-obatan antimikroba diberikan bila ada
bakteriuria dengan memperhatikan efek nefrotoksik, tindakan katetrisasi
harus sedapat mungkin dihindari karena dapat mempermudah terjadinya
infeksi.
6. Pengaturan diit dan makanan
Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi dengan syarat
kebutuhan energi dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan
sebaiknya mengandung asam amino yang esensial, diet yang hanya
mengandung 20 gram protein yang dapat menurunkan nitrogen darah, kalori
diberikan sekitar 30 kal/kgBB dapat dikurangi apabila didapati obesitas.
3.11.

Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di
atas 6 tahun.
Disertai oleh hipertensi.
Disertai hematuria.
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal
glomerulosklerosis,
membranoproliferative
glomerulonephritis
mempunyai prognosis yang kurang baik karena sering mengalami
kegagalan ginjal.1,3,4,5
42

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer


memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid,
tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10%
tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.5

4. Memahami dan Menjelaskan Fiqih Kenajisan Urin & Darah


Obat yang mengandung benda najis atau malah terbuat langsung dari benda najis hukumnya
haram dikonseumsi. Meski boleh bersentuhan dengan benda-benda najis, namun seorang muslim
haram hukumnya untuk memakan, meminum atau mengkonsumsi benda-benda yang jelas-jelas
hukumnya najis, meski dengan alasan pengobatan. Keharaman mengkonsumsi benda-benda najis
merupakan kriteria nomor satu dalam daftar urutan makanan haram.
Dalil yang menjadi dasarnya pengharamannya adalah firman Allah SWT yang artinya :
Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk. (QS. Al-A'raf : 157)
Air kencing atau urine adalah benda yang najis menurut jumhur ulama. Dasarnya kenajisan
kotoran atau tinja adalah sabda Rasulullah SAW :
Baju itu dicuci dari kotoran, kencing, muntah, darah, dan mani. (HR. Al-Baihaqi dan AdDaruquthny)
Urine adalah air seni atau air kencing, baik yang keluar dari tubuh manusia atau hewan,
adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui proses urinasi. Para ahli mengatakan bahwa eksreksi urine diperlukan untuk membuang
molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan
tubuh.
Di beberapa tempat kita menemukan orang melakukan pengobatan dengan terapi urine. Orang
yang berobat dengan cara ini diharuskan meminum urinenya sendiri.
Konon kabarnya, minum air kencing sebagai pengobatan sudah dilakukan di India sekitar 5000 tahun
lalu.
Orang Eropa kabarnya juga mengenal terapi ini sejak 4000 tahun lalu. Di China, pengobatan
ini baru dikenal sejak 1700 tahun lalu.
Sementara itu di Jepang, terapi ini baru dikenal pada 700 tahun lalu. Di Indonesia sendiri sebagian
masyarakat kita menerapkan terapi ini.
Memang ada perbedaan pendapat tentang apakah air kencing itu mengandung racun penyakit atau
tidak.
Pihak yang bilang urine tidak mengandung racun berpatokan pada laporan Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization) tahun 1992. Laporan itu menyatakan bahwa air urine
bersifat steril jika tidak tercemari tinja.
Para pakar yang sudah lama mempraktikkan terapi ini mengatakan bahwa urine itu
mengandung berbagai senyawa berharga, seperti mineral, vitamin, hormon, enzim, antibodi,
antialergen, antigen, asam amino, serta bahan nutrien lain yang berguna bagi tubuh. Bahan-bahan
senyawa yang ditemukan di dalam urine ini bersifat murni, bioaktif, dan mempunyai kemampuan
menyembuhkan sendiri (bio-self healing power).

43

Lepas dari apakah terapi urine itu ilmiah dan dapat dipertanggung-jawabkan, juga lepas dari
apakah terapi ini berhasil menyembuhkan penyakit, dalam syariat Islam air kencing hukumnya tetap
najis. Dan karena kenajisannya, hukum berobat dengan terapi urine termasuk hal yang diharamkan
apabila urine itu diminum. Hal ini tidak terbatas pada urine manusia saja, tapi juga urine hewan.
Bagi umat islam mengonsumsi makanan yang halal dan thoyib merupakan bagia dari perintah
agama. Demikian juga meninggalkan makanan yang haram adalah kewajiban yang tidak bisa di
tawar-tawar lagi. Jelas sekali obat dan makanan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Oleh
karena itu maka status kehalalan obat-obatan terutama yang ditelan adalah wajib adanya bagi kaum
muslim.
Memang benar bahwa yang haram itu bisa menjadi halal bila dalam keadaan yang sangat
darurat, sebagaimana halnya bangkai hewan, darah ataupun daging babi bisa halal dimakan bila dalam
keadaan darurat. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 173. Artinya :
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu, bangkai, darah, daging bagi dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada
dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang (QS. Al-Baqarah : 173)
Namun, apapun khasiat yang bisa ditemukan dalam air kencing ini, bagi umat islam tak ada
alasan darurat untuk meminumnya selama masih ada obat linnya yang bisa digunakan, sebenarnya
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah lama menyoroti masalah pengobatan tradisional dengan air seni
maupun tentang penggunaan plasenta manusia pada obat dan kosmetika. Untuk memberikan kejelasan
kepada masyarakat luas dan menghindari kesalahpahaman, secara khusus MUI dalam munas tahun
200 yang lalu telah membahas masalah plasenta manusia dan terapi urine ini. Dalam keputusan fatwa
MUI nomor : 2/Munas/VI/MUI/2000, ayat ke 3 :
Penggunaan air seni manusia hukumnya adalah haram, kecuali dalam keadaan darurat dan
diduga kuat dapat menyembuhkan menurut keterangan dokter ahli terpercaya Dengan adanya fatwa
MUI tersebut, maka jelaslah bahwa pemakaian kencing manusia ini bila tidak dalam status darurat,
maka hukumnya adalah haram bagi umat islam. Kalaupun memang darurat, maka ukuran
kedaruratannya ini tidak bisa hanya berdasarkan perasaan seseorang belaka, tetapi harus berdasarkan
pertimbangan objektif dari beberapa ahli kesehatan yang berkompeten sekurang-kurangnya 3 orang
ahli.

44

45

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Sindroma Nefrotik, Behrman, R.E. MD, dkk dalam buku Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Vol 3 Edisi 15, Penerbit Buku EGC, 2000. 1828-1831.
Anonim, Nefrologi dan hipertensi, Mansjoer. A. dkk dalam buku Kapita Selekta Kedokteran
edisi 3 Jilid 1. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta 2001, 525-527.
Anonim, Nefrologi, Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak dalam Buku Kuliah II, Ilmu
Kesehatan Anak FKUI Jakarta 1985, 832-835.
Ngastiyah, Sindrom Nefrotik, dalam buku Perawatan Anak Sakit, Jakarta, 1997, 304-310.
Singadipoera B.S, Sindrom Nefrotik, dalam buku Nefrologi Anak, Bandung, 1997,17-36.
Sukandar Enday, Sulaeman Rachmat., Sindrom Nefrotik Dalam : Soeparman, Waspadji S
(ED). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta, 1990, 282 305.
Wirya I.W, Sindroma Nefrotik, Alatas dkk ed dalam Buku Ajar Nefrologi Anak Jilid 2, Ikatan
Dokter Anak Indonesia Jakarta 1996, 340-394.
Ilmu Penyakit Dalam. 2014. Edisi VI. Jilid II. Interna Publishing
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem Edisi 8. 2014. EGC : Jakarta

46

Anda mungkin juga menyukai