SKENARIO
BENGKAK SELURUH TUBUH
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena bengkak
di seluruh tubuh. Keluhan juga disertai dengan BAK menjadi jarang dan tampak keruh.
Sebelum sakit, nafsu makan pasien baik. Pasien mengalami radang tenggorokan 2 minggu
yang lalu, sudah berobat dan menyatakan sembuh. Riwayat sakit kuning sebelumnya
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU: Komposmentis, tekanan darah 110/70
mmHg, denyut nadi 100x/menit, suhu 37C, frekuensi nafas 24x/menit. Didapatkan
bengkak pada kelompak mata, tungkai, dan kemaluan. Pada abdomen didapatkan Acites.
Jantung dan Paru dalam batas normal. Pemeriksaan Urinalisis didapatkan Proteinuria dan
Hematuria.
B. Identifikasi Masalah
Proteinuria : adanya protein serum yang berlebihan di dalam urin seperti pada
penyakit ginjal atau setelah latihan fisik yang berat.
Hematuria : kondisi dimana urin mengandung darah / sel-sel darah merah akibat
pendarahan disuatu tempat di sepanjang saluran kemih
Urinalisis : analisis urin
Acites : efusi & akumulasi cairan di rongga abdomen
C. Brainstorming
1. Mengapa pada urinalisis terdapat proteinuria dan hematuria?
2. Mengapa terjadi bengkak seluruh tubuh?
3. Mengapa pada scenario disebutkan buang air kecil jarang dan keruh?
4. Diagnosis dan tatalaksana dari skenario ini adalah?
5. Apakah ada hubungannya dengan sakit tenggorokan yang di derita pasien?
6. Kenapa pada keadaan umum pasien tekanan darah normal, sedangkan terjadi
bengkak seluruh tubuh, apakah ada hubungannya atau tidak?
7. Mengapa terjadi asites?
8. Apakah ada pemeriksaan lab lain selain urinalisis?
D. Analisis Masalah
1. Adanya kerusakan pada Glomerulus Filtrasi Barrier (Podosit pedikel, sel endotel,
mermbran basal) sehingga sel darah merah dan protein bisa lolos.
2. Dari Bakteri yang dapat menyebabkan proliferasi sel juga akan menyebabkan
penurunan GFR yang akan menyebabkan retensi air & garam dank karena
jaringan ikat yang longgar pada kelopak mata dan cairan masuk ke interstitial
dapat terjadi Edema pada seluruh badan
3. BAK jarang karena retensi air dan keruhnya disebabkan oleh protein & darah
dalam urin
4. Diagnosisnya adalah Sindroma Nefrotik dan tatalaksananya adalah pemberian
steroid dan diuretic
5. Dari Bakteri yang dapat menyebabkan proliferasi sel juga akan menyebabkan
penurunan GFR yang akan menyebabkan retensi air & garam dan terjadilah Acites
pada abdomen.
6. Karena masih dalam fase akut
7. Dari Bakteri yang dapat menyebabkan proliferasi sel juga akan menyebabkan
penurunan GFR yang akan menyebabkan retensi air & garam dan terjadilah Acites
pada abdomen.
8. Biopsy ginjal, Tes fungsi ginjal (kreatinin dan serum), Fotothorax PA
E. Hipotesa Sementara
F. Sasaran Belajar
Ginjal terletak retroperitonium di depan dua costae terakhir (11 dan 12) dan tiga
otot besar (m. Transversus abdominalis, m. Quadratus lumborum, dan m. Psoas major)
dengan berat sekitar 120-150 gr. Ginjal berbentuk seperti kacang tanah yang dari luar
mempunyai :
1. Ekstrimitas superior/ cranialis/ polus cranialis
2. Ekstrimitas inferior/ caudalis/ polus caudalis
3. Margo lateralis lebih kedepan
4. Margo Medialis lebih kebelakang, dimana terdapat hilum renalis. Alat-alat yang
masuk dan keluar hilum renalis, diantaranya :
a. Arteri dan Vena Renalis
b. Nervus vasomotor simpatis
c. Pembuluh getah bening
d. Ureter.
Ginjal kiri lebih tinggi dibanding dengan ginjal kanan sekitar setengah
vertebrae, terletak mulai tepi atas VT 12 sampai VL 3, atau sekitar empat ruas
vertebrae. Karena ginjal kiri lebih tinggi maka ginjal kiri terdapat dua costae yaitu,
costae 11 dan 12, ginjal kanan hanya punya 1 costae yaitu, costae 12. Ginjal tidak
sejajar dengan linea medialis posterior. Axisnya miring, yaitu cranio media ke cranio
lateral.
Ginjal diliputi oleh kapsula cribrosa tipis mengkilat, yang berkaitan longgar
dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan
ginjal, disebut Fascia Renalis. Ginjang juga mempunyai selubung yang langsung
membungkus ginjal disebut Capsula Fibrosa, sedangkan yang membungkus lemak
disebut capsula adiposa.
Secara umum,
bagian:
1. Medulla : Dari Aorta Abdominalis bercabang menjadi a.Renalis dextra dan sinistra,
masuk melalui hilum renalis menjadi a.Segmentalis (a.lobaris) a.interlobaris lalu
menjadi a.arcuata lanjut menjadi a.interlobularis lalu a.afferen dan selanjutnya
masuk ke bagian cortex renalis ke dalam glomerulus, dan terjadi filtrasi.
2. Cortex : a.afferen berhubungan dengan v.interlobularis, bermuara ke v.Arcuata
bermuara ke v.Interlobaris bermuara ke v.Lobaris (v.Segmentalis) bermuara ke
v.Renalis Dextra dan Sinistra selanjutnya ke Vena Cava Inferior.
Ciri Khusus vaskularisasi ginjal :
1. Unit dalam vas afferens, mempunyai myoepitel (pada capsula bowman) yang
berfungsi sebagai otot untuk berkontraksi
2. Ada hubungan langsung antara arteri dengan vena disebut arterio venosa
anastomosis.
3. Adanya END ARTERY yaitu, pembuluh nadi yang buntu yang tidak mempunyai
sambungan dengan kapiler, sehingga kalau terjadi penutupan yang lama akan
terjadi arteri degenerasi.
Inervasi :
- Plexus sympaticus renalis
- Serabut afferen melalui plexus renalis menuju medulla spinalis n.thoracalis X, XI,
dan XII.
Pembuluh Lymphe :
Mengikuti v.Renalis melalui nl.aorta lateral, sekitar pangkal a.renalis.
1.2.
Mikroskopis
GINJAL
- Korteks: Glomerulus (banyak), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus
distal
- Medula: Duktus Coligens, Ductus Papillaris (bellini) dan Ansa Henle
Unit fungsional ginjal
1. Nephron
Corpus Malpighi / Renal Corpuscle
Capsula Bowman
o Pars parietalis: epitel selapis gepeng. Berlanjut menjadi dinding
tubulus proximal
o Pars visceralis terdiri dari podocyte, melapisi endotel
o Urinary space diantara kedua lapisan
Glomerulus
o Gulungan kapiler, berasal dari percabangan arteriol afferen
o dibungkus oleh capsula Bowman
o keluar sebagai vas efferent
Sel-sel di glomerulus yang berperan dalam Glomelurar filtration barrier
a) Endothel
Type fenestrata
Sitoplasma melebar, tipis dan mempunyai fenestra
b) Membrana Basalis
Fusi antara membrana basalis podocyte dan endothel
Lamina rara interna
Lamina densa
Lamina rara externa
c) Podocyte
Sel epiteloid besar, tonjolan sitoplasma (foot processes) bercabang
Cabang sekunder (pedicle) menempel pada membrana basalis
Bersama sel endothel menyaring darah
d) Sel Mesangial intra glomerularis
Berasal dari sel jaringan mesenchyme
Pada matrix mesangial di antara kapiler glomerulus
8
Tubulus
Tubulus contortus proximalis
o
o
o
o
o
o
Ansa Henle
11
7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar
badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan),
dan batu ginjal atau kalkuli.
Zat normal dalam urine:
a. Urea: hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan
25 gr, tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam,
penyakit kencing manis, aktivitas hormon adrenokortikoid yang
berlebihan. Di hepar, urea dibentuk dari siklus urea (ornitin dari CO2
dan NH3. Pembentukan urea menurun pada penyakit hepar dan asidosis.
b. Ammonia: dikeluarkan dari sel
pembentukan amonia akan naik.
tubulus
ginjal,
pada
asidosis
13
2. REABSORBSI
Setelah filtrasi zat-zat yang masih terbawa bersama plasma tidak langsung
dibuang menjadi urine, melainkan terjadi mekanisme penyerapan ulang yang
disebut reabsorbsi disepanjang tubulus proximal sampai ke distal. Proses
reabsorbsi ini terjadi secara transport pasif dan mekanisme transport aktif.
Setiap zat-zat memiliki presentase yang berbeda.
Reabsorbsi tubulus melibatkan transportasi transepitel. Untuk dapat di
reabsorbsi suatu zat harus melewati 5 sawar terpisah , yaitu:
15
3. SEKRESI
1. Sekresi ion Hidrogen
Ion H+ dapat ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus
proksimal, distal, dan koligens. Tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman
cairan tubuh.Sekresi H+
berkurang
apabila
konsentrasi H+ di dalam
cairan terlalu rendah.
2. Sekresi K+
K+ adalah zat yang secara
selektif berpindah dengan
arah yang berlawanan
diberbagai tubulus.K+ aktif
direabsorpsi ditubulus proksimal berlangsung konstan dan tidak diatur.Aktif di
sekresi di tubulus distal dan pengumpul dan berlangsung dibawah
control.Normalnya jumlah K+ yang di ekskresi dalam urine adalah 10-15 %
dari jumlah yang difiltrasi. Tapi K+ yang difiltasi hamper seluruhnya
direabsorpsi, sehingga sebagian K+ yang muncul di urine berasal dari sekresi
K+ yang dikontrol dan bukan dari filtrasi.
18
Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan
sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam
sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah
satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di
bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of
Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila
diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi
histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan
terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney
Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit
sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti
misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute
Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion,
probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga,
bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus
Sistemik, purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
19
Epidemiologi
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai
pada usia 2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja
dan dewasa rasio ini berkisar 1:1.
3.4.
Klasifikasi
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1. Kelainan minimal (KM)
2. Glomerulopati membranosa (GM)
3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa
sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anakanak.
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda
dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe
kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi,
sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari
401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.
3.5.
Patofisiologi
Perubahan Elektrokemis
20
PROTEINURIA
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya
sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui
benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan
negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan
membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin
yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.
Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat.
Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan
turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi
cairan plasma ke ruang interstitial.
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein
> 50 mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria ++
+ sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg ,
maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk
menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index
Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur
ratio antara Clearance IgG dan Clearence Transferin.
Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang
secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons
terhadap kortikosteroid baik. Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly
Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus
berat dan tidak adanya respons terhadap kortikosteroid.
21
HIPERLIPIDEMIA
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula
oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein
sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal,
baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka
umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan
hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi
juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu
adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density
Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin <
1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat
albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel
hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah
menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini
terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak
bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan
pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya
protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan
oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme
fosfolipid.
HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang
berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan
menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang
menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan
stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul
sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler
tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan
demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat
ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air,
sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis
ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar
renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak
semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita
sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan
aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut
teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme
intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium
renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler.
Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen
22
interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan
kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.
EDEMA
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik
dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada
waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus
mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3Edema mula-mula
nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca
sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah
< 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya
nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak
dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas
dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini.
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang
disebut diatas tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM
ini dapat dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada
SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umunya :
Anak berumur 1-6 tahun
Tidak ada hipertensi
Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis
Fungsi ginjal normal
Titer komplemen C3 normal
Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.
Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas
dan mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada
beberapa penelitian tidak dilakukan biopsi ginjal.2,3
3.6.
Manifestasi Klinis
Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema,
yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali
edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak
bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten;
biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia).
Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
23
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak
mata,perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang
berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna
kemerahan.
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia.
Kadang-kadang ditemukan hipertensi.
3) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2
sampai +4. Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai
reagen ESBACH ). Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni
epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang
dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.
Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1
gm/100ml), albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), 1 globulin
normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), 2 globulin meninggi (N:0,4-1
gm/100ml), globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), globulin
normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2),
komplemen C3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin
dan klirens kreatinin normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal,
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat.
Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas
untuk mencari penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.
25
ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (26 tahun) : 0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar
agak meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan
massa otot.
Masalah Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu
kreatinin dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada
penyakit ginjal dibandingkan uji dengan kadar nitrogen urea darah (BUN).
Sedikit peningkatan kadar BUN dapat menandakan terjadinya hipovolemia
(kekurangan volume cairan), namun kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl
dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat berguna
untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.
Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah :
gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis tubular akut, glomerulonefritis,
nefropati diabetik, pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi
esensial, dehidrasi, penurunan aliran darah ke ginjal (syok berkepanjangan,
gagal jantung kongestif), rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker (usus,
kandung kemih, testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit Hodgkin, diet
tinggi protein (mis. daging sapi [kadar tinggi], unggas, dan ikan [efek
minimal]).
Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin adalah :
Amfoterisin B, sefalosporin (sefazolin, sefalotin), aminoglikosid
(gentamisin), kanamisin, metisilin, simetidin, asam askorbat, obat
27
Kehamilan
28
laju
filtrasi
glomerulus
kadar
marker
dalam
plasma
kadar
marker
dalam
kemih
Sehingga, bila volume kemih (V) diukur selama masa uji dan kadar marker
dalam plasma (P) dan kemih (U) diketahui, maka LFG dapat dihitung
dengan mudah.
Normal GFR pada orang dewasa adalah 120-125 ml/menit. GFR berfungsi
untuk mempertahankan homeostasis tubuh. GFR yang terlalu cepat
menyebankan proses reabsorpsi di renal tubule tidak sempurna, sebaliknya
GFR yang lambat menyebabkan tingginya reabsorpsi zat yang seharusnya
dibuang lewat urin. GFR sangat erat kaitannya dengan Tekanan Darah
tubuh. GFR dapat dikatakan normal jika TD 80-180 mmHG. GFR
dipertahankan dengan mekanisme autoregulasi dan miogenik ginjal (renal
myogenik autoregulation) dan umpan balik tubuloglomerular
(tubuloglomerular feedback).
Marker untuk estimasi LFG
Marker yang ideal untuk pengukuran LFG adalah marker yang non-toksik,
dapat mencapai kadar plasma yang stabil dalam keadaan keseimbangan,
tidak terikat pada protein plasma, difiltrasi bebas oleh glomerulus, tidak
disekresi dan direabsorbsi oleh tubulus ginjal.
1. Klirens inulin
30
= klirens kreatinin
31
Ucr
= kadar kreatinin
Pcr
= kreatinin plasma
SA
1440 = jumlah waktu dalam menit dimana kemih ditampung (24 jam x
60 menit = 1440 menit)
Penentuan LFG dengan radionuclide scans
Penentuan LFG dengan memakai isotop radioaktif semakin sering
digunakan pada anak-anak. Metode penentuan LFG ini terutama
digunakan untuk bayi baru lahir dan anak-anak kecil, bila mengalami
kesulitan dalam melakukan penampungan kemih yang akurat. Beberapa
radioisotop yang dapat dipakai sebagai marker untuk estimasi LFG dalam
klinik, antara lain Tc-diethylenetriaminepentacetic acid (Tc-DTPA), Iiothalate, dan Cr-ethylenediaminetetraacetic acid (Cr-EDTA).
Uji Laju Fitrasi Glomerulus memakai marker cystatin C
Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam
mengevaluasi laju fitrasi glomerulus yaitu dengan mengukur kadar cystatin
C dalam serum. Cystatin C adalah protein berbasis nonglycosylate yang
diproduksi secara konstan oleh semua sel berinti. Cystatin C bebas filtrasi
dalam glomerulus dan dikatabolik dalam tubulus renal sehingga tidak
disekresi maupun direabsorbsi sebagai suatu molekul utuh. Oleh karena
kadar cystatin C serum tidak bergantung umur, jenis kelamin dan masa
otot maka cystatin C dapat dipakai sebagai marker yang lebih baik
dibandingkan dengan kadar kreatinin serum dalam mengukur laju fitrasi
glomerulus.
3. Asam urat (uric acid)
Asam Urat adalah produk akhir metabolisme purin (adenine dan guanine)
yang merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat terutama disintesis
dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat
diangkut ke ginjal oleh darah untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagain, dan
dieksresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urin.
Peningkatan kadar asam urat dalam urin dan serum (hiperuresemia)
bergantung kepada fungsi ginjal, kecepatan metabolisme purin, dan asupan
diet makanan yang mengandung purin.
Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi urin yang
bersifat asam dan dapat berpotensi menimbulkan kencing batu; oleh sebab
32
itu fungsi ginjal yang efektif dan kondisi urin yang alkalis diperlukan bila
terjadi hiperuresemia. Masalah yang banyak terjadi berkaitan dengan
hiperuresemia adalah gout. Kadar asam urat sering berubah dari hari ke
hari sehingga pemeriksaan kadar asam urat perlu diulang kembali setelah
beberapa hari atau beberapa minggu.
Masalah Klinis
Kadar asam urat meningkat dijumpai pada : gout, leukemia (limfositik,
mielositik, monositik), kanker metastatik, mieloma multipel, eklampsia
berat, alkoholisme, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus (berat), gagal
ginjal, glomerulonefritis, gagal jantung kongestif, anemia hemolitik,
limfoma, polisitemia, stress, keracunan timbale, pajanan sinar-X
(berlebih), latihan fisik berlebihan, diet penurunan berat badan-tinggi
protein.
Obat-obatan yang berpengaruh pada peningkatan kadar asam urat adalah :
diuretik (tiazid, furosemid, asetazolamid), levodopa, metildopa, asam
askorbat, 6-merkaptopurin, fenotiazin, salisilat (penggunaan dalam jangka
waktu lama), teofilin.
Pada gout, peningkatan produksi asam urat dipengaruhi oleh mekanisme
idiopatik atau belum diketahui, tetapi biasanya karena peningkatan sintesis
asam urat endogen sebagai cacat metabolik bawaan. Pada gout, pangkalan
asam urat dalam tubuh bisa lebih dari 10 kali normal, dan natrium urat
dideposit di dalam jaringan lunak, terutama sendi, sebagai tofi. Adanya
pengkristalan ura menyebabkan sendi membengkak, meradang, dan nyeri.
Alopurinol digunakan dalam pengobatan gout yang bekerja sebagai
penghambat xantin oksidase.
Pada leukemia atau keganasan lain, peningkatan produksi secara bermakna
disebabkan oleh penguraian asam nukleat apabila terjadi lisis sel-sel tumor
akibat nekrosis atau kemoterapi. Peningkatan kadar urat karena
peningkatan lisis sel juga dapat dijumpai pada polisitemia, anemia
pernisiosa, dan kadang-kadang pada psoriasis. Pengobatan dengan hormon
adrenokortikotrofik atau kortikosteroid, yang kerjanya katabolik protein
mempercepat pemecahan inti sel atau dengan obat-obatan sitotoksika,
menyebabkan peningkatan urat plasma.
Pada kegagalan glomerulus ginjal atau bila ada obstruksi aliran keluar
urin, asam urat serta ureum dan kreatinin terakumulasi. Asam urat tinggi
yang dapat terjadi pada eklampsia tanpa azotemia atau uremia disebabkan
oleh lesi ginjal atau perubahan metabolisme asam urat. Asidosis ketotik
dan laktat bisa meningkatkan asam urat dengan mengurangi sekresi
tubulus ginjal, seperti yang terjadi dengan diuretik tiazid dan furosemid,
dan aspirin dosis rendah.
33
dihapus dari darah Anda dengan ginjal Anda, tapi ketika fungsi ginjal
melambat, tingkat BUN naik. BUN juga dapat meningkat bila
mengkonsumsi lebih banyak protein, dan dapat turun jika makan sedikit
protein.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein
(asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan
ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada
keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan
setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara
produksi dan ekskresi urea.
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari
makanan. Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein,
ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak
dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya protein dalam
makanan atau ekspansi volume plasma. Namun, bila kadarnya sangat
rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea bertambah
dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal.
Prosedur
Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma
heparin. Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau
bertutup hijau (heparin), hindari hemolisis. Centrifus darah kemudian
pisahkan serum/plasma-nya untuk diperiksa. Penderita dianjurkan untuk
puasa terlebih dulu selama 8 jam sebelum pengambilan sampel darah untuk
mengurangi pengaruh diet terhadap hasil laboratorium.
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan
fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi
enzimatik dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease
yang sangat spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan
sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea
nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum dinyatakan
sebagai berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea,
sehingga konsentrasi urea dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi
BUN dengan 60/28 atau 2,14.
Nilai Rujukan
DEWASA : 5 25 mg/dl
ANAK : 5 20 mg/dl
BAYI : 5 15 mg/dl
35
Masalah Klinis
1. Peningkatan Kadar
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada
peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea,
kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi
menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia
prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum
filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan
aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan
dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan
gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya
sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak
atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit),
cedera fisik berat, luka bakar, demam.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang
menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat
disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam
nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan
oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,
amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.
Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian
bawah ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi
urin. Obstruksi ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau
kesalahan pembedahan. Obstruksi leher kandung kemih atau uretra
bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea yang tertahan di
urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.
Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti :
obat nefrotoksik; diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid,
triamteren); antibiotic (basitrasin, sefaloridin (dosis besar), gentamisin,
kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin, vankomisin); obat
antihipertensi (metildopa, guanetidin); sulfonamide; propanolol,
morfin; litium karbonat; salisilat. Sedangkan obat yang dapat
menurunkan kadar urea misalnya fenotiazin.
2. Penurunan Kadar
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat.
Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak
dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis,
36
5. Protein Urine
37
Bila ginjal Anda rusak maka dapat terjadi kebocoran protein ke urin.
Adanya protein dalam urin merupakan tanda awal penyakit ginjal
kronis.
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus
yang diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin.
Dengan menggunakan spesimen urin acak (random) atau urin sewaktu,
protein dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen
(dipstick). Normal ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24
jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai
proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat
karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang
tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan proteinuria
transien. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan
proteinuria. Bayi baru lahir dapat mengalami peningkatan proteinuria
selama usia 3 hari pertama.
Prosedur
1. Spesimen urin acak (random)
Kumpulkan spesimen acak (random)/urin sewaktu. Celupkan strip
reagen (dipstick) ke dalam urin. Tunggu selama 60 detik, amati
perubahan warna yang terjadi dan cocokkan dengan bagan warna.
Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan
untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.
Dipstick mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru,
yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin,
protein Bence-Jones, dan mukoprotein.
2. Spesimen urin 24 jam
Kumpulkan urin 24 jam, masukkan dalam wadah besar dan simpan
dalam lemari pendingin. Jika perlu, tambahkan bahan pengawet. Ukur
kadar protein dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau
analyzer kimiawi otomatis.
Nilai Rujukan
Diagnosis Banding
GLOMERULO NEFRITIS
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan
proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan
mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus
dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus
glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi streptokokus
beta hemolitikus grup A. Dari perkembangan teknik biopsi ginjal per-kutan,
pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan imunofluoresen serta
pemeriksaan serologis, glomerulonefritis akut pasca streptokokus telah
diketahui sebagai salah satu contoh dari penyakit kompleks imun. Penyakit ini
merupakan contoh klasik sindroma nefritik akut dengan awitan
grosshematuria, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjal akut. Walaupun
penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan kesembuhan yang sempurna, pada
sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal ginjal akut sehingga memerlukan
pemantauan.
3.8.
Penatalaksanaan
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesagesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada
5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam
waktu 10-14 hari. Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada
40
Kambuh
Kambuh
tidak
sering
mengalami remisi.
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali
dalam periode 12 bulan.
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Responder lambat
Nonresponder
awal
Nonresponder
lambat
3.9.
responsif-steroid.
Komplikasi
Pencegahan
41
Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di
atas 6 tahun.
Disertai oleh hipertensi.
Disertai hematuria.
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal
glomerulosklerosis,
membranoproliferative
glomerulonephritis
mempunyai prognosis yang kurang baik karena sering mengalami
kegagalan ginjal.1,3,4,5
42
43
Lepas dari apakah terapi urine itu ilmiah dan dapat dipertanggung-jawabkan, juga lepas dari
apakah terapi ini berhasil menyembuhkan penyakit, dalam syariat Islam air kencing hukumnya tetap
najis. Dan karena kenajisannya, hukum berobat dengan terapi urine termasuk hal yang diharamkan
apabila urine itu diminum. Hal ini tidak terbatas pada urine manusia saja, tapi juga urine hewan.
Bagi umat islam mengonsumsi makanan yang halal dan thoyib merupakan bagia dari perintah
agama. Demikian juga meninggalkan makanan yang haram adalah kewajiban yang tidak bisa di
tawar-tawar lagi. Jelas sekali obat dan makanan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Oleh
karena itu maka status kehalalan obat-obatan terutama yang ditelan adalah wajib adanya bagi kaum
muslim.
Memang benar bahwa yang haram itu bisa menjadi halal bila dalam keadaan yang sangat
darurat, sebagaimana halnya bangkai hewan, darah ataupun daging babi bisa halal dimakan bila dalam
keadaan darurat. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 173. Artinya :
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu, bangkai, darah, daging bagi dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada
dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang (QS. Al-Baqarah : 173)
Namun, apapun khasiat yang bisa ditemukan dalam air kencing ini, bagi umat islam tak ada
alasan darurat untuk meminumnya selama masih ada obat linnya yang bisa digunakan, sebenarnya
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah lama menyoroti masalah pengobatan tradisional dengan air seni
maupun tentang penggunaan plasenta manusia pada obat dan kosmetika. Untuk memberikan kejelasan
kepada masyarakat luas dan menghindari kesalahpahaman, secara khusus MUI dalam munas tahun
200 yang lalu telah membahas masalah plasenta manusia dan terapi urine ini. Dalam keputusan fatwa
MUI nomor : 2/Munas/VI/MUI/2000, ayat ke 3 :
Penggunaan air seni manusia hukumnya adalah haram, kecuali dalam keadaan darurat dan
diduga kuat dapat menyembuhkan menurut keterangan dokter ahli terpercaya Dengan adanya fatwa
MUI tersebut, maka jelaslah bahwa pemakaian kencing manusia ini bila tidak dalam status darurat,
maka hukumnya adalah haram bagi umat islam. Kalaupun memang darurat, maka ukuran
kedaruratannya ini tidak bisa hanya berdasarkan perasaan seseorang belaka, tetapi harus berdasarkan
pertimbangan objektif dari beberapa ahli kesehatan yang berkompeten sekurang-kurangnya 3 orang
ahli.
44
45
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Sindroma Nefrotik, Behrman, R.E. MD, dkk dalam buku Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Vol 3 Edisi 15, Penerbit Buku EGC, 2000. 1828-1831.
Anonim, Nefrologi dan hipertensi, Mansjoer. A. dkk dalam buku Kapita Selekta Kedokteran
edisi 3 Jilid 1. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta 2001, 525-527.
Anonim, Nefrologi, Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak dalam Buku Kuliah II, Ilmu
Kesehatan Anak FKUI Jakarta 1985, 832-835.
Ngastiyah, Sindrom Nefrotik, dalam buku Perawatan Anak Sakit, Jakarta, 1997, 304-310.
Singadipoera B.S, Sindrom Nefrotik, dalam buku Nefrologi Anak, Bandung, 1997,17-36.
Sukandar Enday, Sulaeman Rachmat., Sindrom Nefrotik Dalam : Soeparman, Waspadji S
(ED). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta, 1990, 282 305.
Wirya I.W, Sindroma Nefrotik, Alatas dkk ed dalam Buku Ajar Nefrologi Anak Jilid 2, Ikatan
Dokter Anak Indonesia Jakarta 1996, 340-394.
Ilmu Penyakit Dalam. 2014. Edisi VI. Jilid II. Interna Publishing
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem Edisi 8. 2014. EGC : Jakarta
46