Anda di halaman 1dari 42

Makassar, 23 Desember 2020

LAPORAN TUTORIAL KELOMPOK 4B


(MODUL 2 SKENARIO 4)
BLOK URONEFROLOGI

Tutor : dr. Arni Isnaini Arfah, M.Kes


Muhammad Dirham Hafid 11o2018 0122
Risa Hude Umar 110 2018 0135
Muhammad Yunus Maeta 1102018 0148
A.Devita Nurul Ainiah 1102018 0150
Rafika Juniarthi H.Mansur 110 2018 0162
Muh. Ahmad Aziri 110 2018 0177
Rafli Afriansyah 110 2018 0189
Nur Muzizah Pasigai 110 2018 0202
Arvi Febriana Putri Arman 110 2018 0215
Andi Fajrul Islam 110 2018 0228

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
Skenario 4

Seorang perempuan berusia 28 tahun datang dengan keluhan muntah sejak 1 hari ini. Pasien

muntah setiap kali makan dan juga merasa mual. Pasien mengeluh sedikit sesak, jumlah urin

sedikit, lemas tapi tidak mengeluh demam. Pasien diketahui mengkonsumsi obat herbal

pelangsing sejak 2 minggu ini yang membuat pasien banyak kencing. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 100x/menit, RR 24x/menit, suhu axilla 36,7

C. pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kreatinin 7,6 mg/dl, dan ureum 225 .mg/dl

Kata sulit:

Kata kunci:

1. Perempuan 28 thn,

2. KU: muntah sejak 1 hari

3. Muntah tiap makan

4. Rasa mual

5. Mengeluh sedikit sesak, urin sedikit, lemas, demam (-)

6. Riwayat mengkonsumsi obat herbal pelanging 2 mgg terakhir yg membuat pasien byk

kencing

7. Ttv: td 130/80mmhg, Hr: 100x/mnt, rr;24x/mnt, suhu: 36,7 C

8. Kreatinin: 7,6 mg/dl,

9. Ureum: 225 mg/dl


Pertanyaan:
1. Anatomi, histologi, dan fisiologi berdasarkan scenario.
2. Patomekanisme gejala-gejala sesuai scenario (mual, muntah, lemas, oligouri,
hipertensi, sesak).
3. Apa hubungan riwayat konsumsi obat herbal pelangsing dgn gejala pasien?
4. Patofisiologi kelainan hasil lab (kadar urea dan kreatinin yang tinggi) dan nilai
normal dari urea dan kreatinin!
5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis berdasarkan scenario?
6. Diagnosis banding terkait scenario!
7. Penatalaksanaan awal yang sesuai dengan scenario!
8. Perspektif islam
1. Anatomi, fisiologi dan histologi organ terkait scenario
ANATOMI GINJAL

Ternasuk sistema excretorius yang memproduksi urin, dan mangalirkan keluar tubuh.
Urin merupakan hasil filtrasi darah yang berlangsung terus menerus. 1 Terdiri dari :

a. Ren
Ada dua buah, bentuk seperti kacang merah dengan ukuran 11 cm, lebar 6 cm
dan tebal 3 cm Lokalisasi di dalam cavum abdominis, berada di sebelah kiri
dan kanan columna vertebralis. Ujung cranial disebut polus superior (=polus
cranialis) dan ujung caudal disebut polus inferior (=polus caudalis),
membentuk fasies anterior dan facies posterior. Kedua permukaan membentuk
margo lateralis dan margo medialis Pada margo medialis terdapat hilum renale,
yang merupakan tempat keluar masuk arteri renalis vena, renalis, ureter dan
serabut-serabut saraf. Pada polus superior tedapat glandula suprarenalis1
b. Ureter
Ureter adalah saluran yang dibentuk oleh jaringan otot polos dengan ukuran 25
30 cm, menghubungkan ren dengan vesica urinaria. Sebagian berada di dalam
cavum abdominis disebut pars abdominalis, dan sebagian lagi berada di dalam
cavum pelvicum disebut pars pelvina. Pangkal ureter merupakan kelanjutan
dari pelvis renis, lepas dari ren melalui hilus renale, berada di sebelah dorsal
vasa renalis.1
Kedua ureter bermuara ke dalam vesica urinaria dengan jarak 5 cm satu sama
lain. Berjalan obliq sepanjang 2 cm di dalam dinding vesica urinaria sebelum
bermuara ke dalam vesica uinaria, disebut ostum ureteris terdapat 3 tempat
penyempitan ureter, yaitu pada peralihan pelvis renis menjadi ureter, (2)
kompilasi menyilang ailliaca communis, (3) bercampur dalam vesica urinana. 1
c. Vesica urinaria
Sebuah kantong yang digunakan oleh jaringan ikat dan otot polos, berfungsi
sebagai tempat penyimpanan urin. Volume 2000 3000 cc. Morfologi sangat
1
bervariasi, ditentukan oleh waktu, jenis kelamin darn volume.
d. Urethra
Suatu saluran fibromuscular, dilalui oleh urin dari vesica urinaria.
Saluran ini menutup pada saat kosong. Pada pria juga dilalui oleh air
mani (spermatozoa) Ada beberapoa antara urethra feminina dan urethra
masculina. Urethra pada wanita disebut Urethra Feminina sedangkan
pada laki-laki disebut urethra Masculina.1

Gambar organ-organ system urinaria2

Vaskularisasi

Arteri renalis dipercabangkan oleh aorta abdominalis, Arteri renalis dexter berjalan
disebelah dorsal vena cava inferior .Arteri vesicalis superior dan arteri vesicalis inferior
dipercabangkan oleh arteri iliaca interna. Memberi vascularisasi pada vesika urinaria,
ureter dan urethra pars prostatica. Vena renalis bermuara pada vena cava inferior. 1

Innervasi

Ren mendapat innervasi dari plexus renalis yang dibentuk oleh percabangan dari
plexux coelicalicu. Ureter menerima innervasi dari n.thoracalis 10-12, n.lumbalis 1-
sacralis 4. Vesica urinaria diinervasi oleh plexus vesicalis yang berasal dari n.sacralis
2-4.1
HISTOLOGI GINJAL
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar
1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Dengan
demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total dari fungsi semua nefron
tersebut. Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar yakni korpuskel renalis, tubulus
kontortus proksimal, segmen tipis, dan tebal ansa henle, tubulus kontortus distal, dan
duktus koligentes.5
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli
kemudian di tublus ginjal, beberapa zat masih diperlukan tubuh untuk mengalami
reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolism mengalami sekresi bersama air membentuk
urin. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan
menghaslkan urin 1- 2 liter. Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui
piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter. 5
1.
Korpuskel Renalis
Setiap korpuskel renalis terdiri atas seberkas kapiler, yaitu glomerulus yang
dikelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsula bowman.
Lapisan dalam kapsul ini (lapisan visceral) menyelubungi kapiler glomerulus.
Lapisan luar membentuk batas luar korpuskel renalis dan disebut lapisan
parietal kapsula bowman. Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas epitel
selapis gepeng yang ditunjang lamina basalis dan selapis tipis serat retikulin.
Sel viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kaki-kaki yang dikenal sebagai
podosit, yang bersinggungan dengan membrane basalis pada jarak-jarak
tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel
epitel.5
Sel endotel kapiler glomerulus merupakan jenis kapiler bertingkap
namun tidak dilengkapi diafragma tipis yang terdapat pada kapiler bertingkap
lain. Komponen penting lainnya dari glomerulus adalah mesangium, yang
terdiri dari sel mesangial dan matriks mesangial. Sel mesangial aktivitas
fagositik dan menyekresi prostatglandin. Sel mesangial bersifat kontraktil dan
memiliki reseptor untuk angiotensin II. Bila reseptor ini teraktifkan, aliran
glomerulus akan berkurang. Sel mesangial juga memiliki beberapa fungsi lain,
sel tersebut memberi tunjangan struktural pada glomerulus, menyintesis
matriks ekstrasel, mengendositosis dan membuang molekul normal dan
patologis yang terperangkap di membran basalis glomerulus, serta
menghasilkan mediator kimiawi seperti sitokin dan prostaglandin5
2. Tubulus Kontortus Proksimal
Pada kutub urinarius di korpuskel renalis, epitel gepeng di lapisan
parietal kapsula bowman berhubungan langsung dengan epitel tubulus
kontortus proksimal yang berbentuk kuboid atau silindris rendah. Filtrat
glomerulus yang terbentuk di dalam korpuskel renalis, masuk ke dalam tubulus
kontortus proksimal yang merupakan tempat dimulainya proses absorbs dan
ekskresi. Selain aktivitas tersebut, tubulus kontortus proksimal mensekresikan
kreatinin dan subsatansi asing bagi organisme, seperti asam para aminohippurat
dan penisilin, dari plasma interstitial ke dalam filtrate 5

3. Ansa Henle
Ansa henle adalah struktur berbentuk huruf U yang terdiri atas segmen
tebal desenden, segmen tipis desenden, segmen tipis asenden dan segmen tebal
asenden. Ansa henle terlibat dalam retensi air, hanya hewan dengan ansa
demikian dalam ginjalnya yang mampu menghasilkan urin hipertonik sehingga
cairan tubuh dapat dipertahankan.5
4. Tubulus Kontortus Distal
Segmen tebal asenden ansa henle menerobos korteks, setelah
menempuh jarak tertentu, segmen ini menjadi berkelak-kelok dan disebut
tubulus kontortus distal. Sel-sel tubulus kontortus distal memiliki banyak
invaginasi membrane basal dan mitokondria terkait yang menunujukkan fungsi
transporionnya.5
5. Tubulus Duktus Koligentes
Tubulus koligentes yang lebih kecil dilapisi oleh epitel kuboid. Di
sepanjang perjalanannya, tubulus dan duktus koligentes terdiri atas sel-sel yang
tampak pucat dengan pulasan biasa. Epitel duktus koligentes responsive
terhadap vasopressin arginin atau hormone antidiuretik yang disekresi hipofisis
posterior. Jika masukan air terbatas, hormone antidiuretic disekresikan dan
epitel duktus koligentes mudah dilalui air yang diabsorbsi dari filtrate
glomerulus.5
6. Aparatus Jukstaglomerulus
Aparatus jukstaglomerulus (JGA) terdiri dari sekelompok sel khusus
yang letaknya dekat dengan kutub vaskular masing-masing glomerulus yang
berperan penting dalam mengatur pelepasan renin dan mengontrol volume
cairan ekstraseluler dan tekanan darah. JGA terdiri dari tiga macam sel yaitu: 5
a. Jukstagomerulus atau sel glanular
b. Makula densa tubulus distal
c. Mesangial ekstraglomerular atau sel lacis

Sel jukstaglomerulus menghasilkan enzim renin, yang bekerja pada


suatu protein plasma angiotensinogen menghasilkan suatu dekapeptida non
aktif yakni angiotensin I. Sebagai hasil kerja enzim pengkonversi yang terdapat
dalam jumlah besar di dalam sel-sel endotel paru, zat tersebut kehilangan dua
asam aminonya dan menjadi oktapeptida dengan aktvitas vasopresornya, yakni
angiotensin II.5

FISIOLOGI GINJAL (PEMBENTUKAN URIN)

FUNGSI GINJAL :
Ginjal merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk mempertahankan
homeostasis. Dalam mempertahankan homeostasis ginjal melakukan berbagai
macam fungsi, antara lain:3

1. sebagai organ eksresi


2. sebagai organ endokrin
3. pengatur tekanan arteri
4. pengaturan keseirnbangan air dan elektrolit
5. pengaturan keseimbangan asam basa
6. metabolisme vitamin D
7. metabolisme glukosa

GINJAL SEBAGAI ORGAN EKSKRESI

Ginjal adalah organ utama untuk menghilangkan hasil metabolisme yang


tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh. Produk ini meliputi urea (dari metabolisme
asam amino), kreatinin (dan kreatinin otot), urat asam (dan asam nukleat),
bilirubin (produk akhir dan pemecehan) hemoglobin. Hasil metabolism ini
harus dikeluarkan dari tubuh secepat produksinya. Ginjal juga menghilangkan
sebagian racun dan zat asing lainnya yang diproduksi oleh tubuh atau tertelan,
seperti pestisida, obat-obatan terlarang, dan aditif makanan. Pengeluaran hasil-
hasil metabolisme ini dilakukan ginjal dengan melalui produksi urin. 3

Produksi urin pada ginjal dilakukan oleh nefron. Nefron merupakan satuan
terkecil yang memproduksi urin. Terdapat satu juta nefron tiap ginjal.3

Berdasarkan letaknya, terdapat dua mcam nefron, yaitu nefron kortikal dan nefron
jukstamedula. Perbedaan kedua nefron ini adalah letak glomerulus, panjang adari ansa
henle dan kapiler peritubulusnya. Pada nefron kortikal, glomerulus berada di korteks
ginjal bagian luar, ansa Henle-nya pendek, serta seluruh sistem tubulus dikelilingi
jaringan kapiler peritubuler yang luas. Sedangkan pada nefron jukstamedula,
glomerulus berada di korteks ginjal bagian dalam, dekat dengan medulla, ansa
Henle-nya panjang, dan terdapat vasa rekta yang mengelilingi tubulus.3

Produksi urin oleh nefron mengalami tiga proses, yaitu filtrasi, reabsorpsi dan sekresi.
Filtrasi merupakan proses penyaringan yang terjadi di glomerulus sedangkan
reabsorpsi dan sekresi terjadi di sepanjang tubulus. Kecepatan dari proses filtrasi,
reabsorpsi dan sekresi akan berefek pada kecepatan ekskresi urin. Dapat disimpulkan
bahwa kecepatan eksresi urin merupakan kecepatan filtrasi dikurangi kecepatan
reabsorpsi dan kecepatan sekresi.4

Filtrasi Glomerulus
Proses filtrasi diambil alih oleh glomerulus. Kapiler pada glomerulus relatif
impermeabel terhadap protein, dimana hasil filtrasi akan bebas protein dan tidak
mengandung elemen selular, termasuk sel darah merah. Struktur membran
glomerulus mengambil peran dalam hasil filtrasi.2
Membran glomerulus terdiri dari tiga lapis, dari dalam kcluar dimulai
dari laplsan endotcl kapilcr, mernbran basal glomerulus dan lapisan epithelial.
Lapisan endotel kapiler terdapat fenestra merupakan pori-pori, berfungsi
menyaring zat dengan molekul besar. Pada lapisan kedua terdapat membrane basal,
yang rnerupakan jaringan serat kolagen dan proteoglikan, yang selektif terhadap
molekul-moleku l kecil. Membran basal ini terdiri dari tiga lapis, dari luar ke
dalam, lamina rara eksterna, lamina densa dan lamina rara interna. Zat kecil yang
dapat melewati kapiler, bila mengandung molekul yang kecil, tidak akan
melewati membran basal. Setelah melewati membrane basal zat akan melewati
lapisan epithelial. Pada lapisan ini terdapat tonjolan-tonjolan panjang yang disebut
dengan podosit, Pada tonjolan podosit ini terdapat struktur protein yang
menyebabkan celah filtrasi yang ada diantara podosit bersifat polar, yang apabila
ada zat yang rnengandung protein akan terjadi proses tolak rnenolak sehingga
protein tidak dapat melewati celah filtrasi. Pada celah filtrasi terdapat diafragma
tempat lewatnya basil dan filtrasi.3

Hasil dari filtrasi disebut dengan cairan filtrat glomerulus. Banyaknya


cairan filtrat glomerulus dipengaruhi oleh tekanan filtrasi neto. Tekanan filtrasi neto
merupakan tekanan yang dihasilkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan
tekanan onkotik yang ada di glomerulus dan kapsula bowman. Tekanan
hidrostatik pada glomerulus ditentukan salah satunya oleh tekanan arteri dimana
makin tinggi tekanan arteri, rnakin besar pula tckanan hidrostatik gromerulus.
Tekanan hidrostatik pada kapsula bowman akan meningkat pada obstruksi
traktus urinarius. Tekanan onkotik glomerulus merupakan tekanan yang melawan
kerja tekanan hidrostatik, ditentukan oleh banyaknya molekul terutama protein
yang yang terdapat pada plasma. Peningkatan protein plasma akan menyebabkan
peningkatan tekanan onkotik glomerulus.3
Pada keadaan normal, tekanan hidrostarik glomerulus sebesar 60 mmHg
sedangkan tekanan hidrostatik kapsula bowman sebesar 18 mmHg. Hal ini
menyebabkan tekanan dari glomerulus lebih besar sehingga memungkinkan
terjadinya filtrasi. Tekanan onkotik pada glomerulus menahan laju filtrasi sedangkan
tekanan onkotik kapsula bowman menambah laju filtrasi. Namun, karena tekanan
onkotik kapsula bowman sangat sedikit hingga dapat dikatakan tidak ada. Jadi
tekanan onkotik glomerulus yang pada keadaan normal sebesar 32 mmHg akan
menahan laju filtrasi glomerulus. Jika dapat disirnpulkan bahwa tekanan f iltrasi
neto merupakan tekanan hidrostatik glomerulus dikurang tekanan hidrostatik kapsula
bowman dikurangi tekanan onkotik glomerulus. 3
Tekanan filtrasi neto sangat mempengaruhi Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).
Selain tekanan filtrasi, LFG juga dipengaruhi oleh keadaan lapisan glomerulus.
Keadaan ini disebut dengan Koefisien filtrasi. Koefisien filtrasi sangat dipengaruhi
oleh keadaan ginjal itu sendiri. Misalnya pada keadaan hipertensi kronik atau diabetes
mellitus menyebabkan penurunun dari koefisien filtrasi sehingga menyebabkan LFG
juga menurun. Pada kasus obstruksi saluran, urinarius, rnenyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik kapsula bowman sehingga LFG akan menurun. Jika volume darah
menurun sehingga aliran darah ke ginjal menurun akan menyebabkan tekanan onkotik
kapsula bowman akan rneningkat, sehingga LFG akan menurun.3

Selain tekanan filtrasi neto, LFG juga dipengaruhi oleh koefisienn filtrasi. Selama
bertahun- tahun koefisien filtrasi dianggap sebagai suatu konstanta, kecuali pada
keadaan penyakit ketika membran glomerulus menjadi lebih bocor daripada biasa.
Riset-riset baru menunjukkan bahwa koefisien filtrasi dapat mengalami perubahan
di bawah kontrol fisiologik. Dua faktor yang mempengaruhi koefisien filtrasi,
yaitu luas permukaan dan permeabilitas membran glomerulus dapat dimodifikasi
oleh aktivitas kontraktil di dalam membrane.4

Luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam glomerulus diwakili


oleh permukaan dalam kapiler glomerulus yang berkontak dengan darah,
Setiap kuntum kapiler glomerulus disatukan seI mesangium. SeI ini
mengandung elemen kontraktil (yuitu filament mirip aktin). Kontraksi sel-
sel mesangiurn ini menutup sehagian kapiler filtrasi mengurangi luas
permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam glomerulus. Ketika tekanan
filtrasi neto tidak berubah, penurunan koefisien filtrasi ini menurunkan LFG.
Stimulasi simpatis menyebabkan sel mesangium berkontraksi dan merupaknn
mekanisme kedua yang digunakan oleh system saraf simpatis untuk mcnurunkan
LFG. Podosit juga memiliki filament kontraktil mirip aktin, yang kontraksi atau
relakasinya masing-masing dapat menurunkan atau meningkatkan jumlah celah
filtrasi yang terbuka di membrane dalarn kapsula bowman dengan mengubah
bentuk dan jarak prosesus kakiknya. Jumlah celah adalah penentu perrneabilitas,
semakin banyak celah yang terbuka, semakin besar permeabilitas. Aktivitas
kontraktil podosit, yang mempengaruhi permeabilitas kontraktilitas dan koefisien
filtrasi, berada di bawah kontrol fisiologik yang mekanismenya belum
sepenuhnya diketahui.4

Reabsorpsi Tubulus

Reabsorpsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Semua zat terlarut
protein plasma memiliki konsentrasi yang sama pada filtrate glomerulus di plasma.
Pada sebagian besar kasus, jumlah setiap bahan yang diabsorpsi adalah jumlnh
yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan volume lingkungan cairan
internal yang sesuai. Secara umum, tubulus memiliki kapasitas reabsorpsi yang
besar untuk bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh dan kecil atau tidak ada
untuk bahan-bahan yang tidak bermanfaat. 3

Untuk dapat direabsorpsi, suatu bahan harus melewati lima sawar terpisah,
yaitu :3
1. Bahan harus meninggalkan cairan tubuh dengan melewati membrane luminal
sel tubulus.
2. Bahan harus melewati sitosol dari suatu sisi sel tubulus ke sisi lainnya
3. Bahan harus melewati membran basolateral sel tubulus untuk masuk ke
cairan intersisium.
4. Bahan harus berdifusi melalui cairan intersisium.
5. Bahan harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke dalam pembuluh
darah.
Sekresi Tubulus
Seperti reabsorpsi tubulus, sekresi tubulus melibatkan transport transepitel,
tetapi kini langkah-langkahnya dibalik. Dengan menyediakan rute pemasukan
kedua ke dalam tubulus untuk bahan-bahanvtertentu, sekresi tubulus, pemindahan
terpisah bahan dari kapiler perirubulus ke dalam lumen tubulus, menjadi
mekanisme pelengkap yang meningkatkan eliminasi. Setiap bahan yang masuk
ke tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus, dan tidak
direabsorpsi akan dieliminasi dalam urin. Bahan yang terpenting disekresikan oleh
tubulus adalah ion hidrogen, ion kalium, serta anion kation organik yang banyak
diantaranya adalah senyawa asing bagi tubuh.4
Sekresi ion hidrogen pada ginjal sangat penting dalam mengatur
kescimbangan 3S8IJI basa di tubuh. Ion hidrogen yang disekresikan ke dalam
cairan tubulus dieliminasi dari tubuh melalui urine. Ion hidrogen dapat
disekresikan oleh tubulus proksirnal, distal atau koligentes, tingkat sekresi ion
hidrogen bergantung pada keasaman cairan tubuh. Ketika cairan tubuh lerlalu
asam, sekresi ion hidrogen meningkat.4

Referensi :

1. Bagian Anatomi.2016. Anatomi umum dan Colli Facialis.Fakultas Kedokteran


Universitas Hasanuddin
2. Paulsen F & J. Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC
3. Sherwood, Lauralee. 214. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta
: EGC.

2. Patomekanisme gejala-gejala sesuai scenario (mual, muntah, lemas, oligouri,


hipertensi, sesak).
1. Mual
Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar
pada daerah medulla yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan
bagian dari pusat muntah ,dan mual disebabkan oleh :
1. Impuls iritatif yang dating dari gastrointestinal
2. Impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion
sickness
3. Impuls dari korteks cerebrii untuk mencetus muntah
Muntah kadang terjadi tanpa didahului oleh perangsangan prodormal
mual,yang menunjukkan bahwa hanya bagian-bagian tertentu dari pusat
muntah yang berhubungan dengan perangsangan mual.

2. Muntah
Muntah dipicu oleh adanya impuls afferent yang menuju pusat muntah,
yangterletak di medulla otak. Impuls tersebut diterima dari pusat sensori seperti
chemoreceptor trigger zone (CTZ),korteks serebral, serta visceral afferent dari
faring dan saluran cerna.Impuls afferent yang sudah terintegrasi dengan pusat
muntah, akan menghasilkan impuls efferent menuju pusat salivasi, pusat
pernafasan, daerah saluran cerna, faring, dan otot otot perut yang semuanya
bersinergi memicu proses muntah.
Ctz merupakan daerah kemosensori utama pada proses emesis/muntah
dan sering dipicu oleh senyawa senyawa kimia. Obat obat sitotoksik pun
memicu emesismelalui mekanisme berinteraksi dengan CTZ. Beberapa
neurotransmiter dan reseptor terdapat di pusat muntah, CTZ, dan saluran cerna,
meliputi kolinergik, histaminik,dopaminergik, opiat, serotonergik, neurokinin,
serta benzodiazepin. Nah dari sini jugaterlihat bahwa adanya stimulasi pada
satu ataupun beberapa reseptor ini akan memicumuntah. Itulah sebabnya,
mekanisme kerja obat antiemetik akan berkutat dalammenghambat ataupun
mengantagonis reseptor emetogenik tersebut
3. Lemas
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan
sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel,
untuk kemudian dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga .bila
insulin tidak ada,maka glukosa tidak tidak dapat masuk kedalam sel,akibatnya
glukosa akan tetap berada didalam pembuluh darah yang artinya kadarnya
didalam darah meningkat .dalam keadaan ini badan akan menjadi lemah dan
lemas karena tidak ada sumber energi didalam sel.
4. Oligouria
Pada kasus ini diduga terjadi kerusakan struktural pada glomerulus,
terutama pada struktur glomerulus barrier filtrate (GFB) yang terdiri dari
endothelium, membrana basalis, dan lapisan sel podosit pada glomerulus.
Mekanisme yang dapat mendasari kerusakan pada GFB adalah adanya
beberapa penyakit (infeksi, autoimun, dll) yang menyebabkan disposisi
kompleks imun pada GFB hingga memicu terjadinya inflamasi.
Kerusakan pada GFB kemudian akan menimbulkan berbagai
manifestasi klinis seperti yang tertera pada kasus oligouri. Inflamasi pada
glomerulus menyebabkan penurunan fungsi ginjal, yakni laju filtrate
glomerulus (LFG). Penurunan LFG mengakibatkan berkurangnya filtrasi darah
dan ekskresi natrium (Na+) dan terjadinya retensi natrium. Keadaan ini pun
ikut diperberat dengan pemasukan Na+ melalui konsumsi garam natrium
sehari-hari. Adanya retensi Na+ dan air karena penurunan LFG akan berujung
pada dilusi plasma, kenaikan volume plasma, dan ekspansi cairan ekstraseluler
sehingga mengakibatkan edema dan berkurangnya produksi urin (oligouria).
5. Hipertensi
Hipertensi adalah kondisi medis saat seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal menurut World Health Organization (WHO)
hipertensi bila peningkatan tekanan darah istirahat yang menetap yaitu tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah

Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat I 140-159 90-99

Hipertensi derajat II ≥ 160 ≥ 100

Gambar 1 : Klasifikasi Hipertensi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya


angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE).
ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh
hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh
ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH)


dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja
pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.


Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.

Referensi :

1. Hashmi MS, Pandey J. Nephritic Syndrome. [Updated 2020 Aug 26]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Accessed from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK562240/#_NBK562240_pubdet_
2. Saleem MO, Hamawy K. Hematuria. [Updated 2020 Aug 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Accessed from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534213/#_NBK534213_pubdet_
3. Sukandar E. 2013. Nefrologi Klinik. Ed 4. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD;. hal. 223 – 235.
4. Paul Bergner. 2004. Cardiovascular Herbs and hypertension. Journal For The
Clinical Practitioner. Volume 3 No 1, 4-6. Diakses pada tanggal 16 Juli 2013
http://medherb.com/Therapeutics/Cardiovascular_Herbs_and_hypertensi on.htm
5. Sherwood,.Lauralee.Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem.Edisi 6. Jakarta.EGC
6. Repostiory.usu.ac.id
7. Despopoulus & Silbernagl .2003.Color Atlas Of Physiology Chapter
9.Elsevier.Philadelpia
3. Bagaimana hubungan riwayat konsumsi obat herbal pelangsing dengan gejala
pasien?
Berdasarkan scenario, terdapat riwayat penggunaan obat diet herbal yang

menyebabkan pengeluaran urin yang banyak dari pasien 2 minggu sebelumnya,

keadaan ini dapat menyebabkan hypovolemia pada pasien.

Ginjal adalah organ sangat sensitif terhadap penurunan perfusi dan oksigenasi.

Dalam kondisi seperti hipovolemia akibat kondisi seperti perdarahan, muntah, diare,

asupan oral yang buruk, luka bakar, keringat berlebih, kehilangan ginjal (misalnya

diuresis); gangguan curah jantung akibat gagal jantung kongestif atau penurunan curah

jantung (misalnya tamponade perikardial, hipertensi paru berat); penurunan resistensi

vaskular (vasodilatasi perifer) akibat kondisi seperti sepsis, obat vasodilator, neuropati

otonom, atau anafilaksis dan penurunan aliran darah atau hipoksia yang parah /

berkepanjangan ke organ ini, hal itu merusak integritas dan metabolisme sel dan

akhirnya disfungsi vaskular, glomerulus, dan tubular.

Penurunan perfusi renal tanpa kerusakan di parenkim renal diikuti dengan

penurunan GFR yang menyebabkan Azotemia. Azotemia adalah kelainan biokimia,

yang didefinisikan sebagai peningkatan, atau penumpukan, produk nitrogen (BUN

(Blood Urea Nitrogen)-biasanya berkisar 7 sampai 21 mg / dL), kreatinin dalam darah,

dan produk limbah sekunder lainnya di dalam tubuh. Peningkatan tingkat limbah

nitrogen dikaitkan dengan ketidakmampuan sistem ginjal untuk menyaring (penurunan

laju filtrasi glomerulus-GFR) seperti produk limbah secara memadai. Azotemia adalah

ciri khas dari cedera ginjal akut dan kronis.


Respon normal ginjal terhadap kondisi prerenal adalah mengkonsentrasikan

urin secara maksimal dan dengan rajin menyerap kembali natrium dalam upaya

mempertahankan / meningkatkan volume intravaskuler dan menormalkan perfusi ginjal

yang menyebabkan gejala seperti oligouri, takikardi, dan hipertensi pada pasien.

Referensi:

1. Basile, D. P., Anderson, M. D., & Sutton, T. A. (2012). Pathophysiology of

acute kidney injury. Comprehensive Physiology, 2(2), 1303–1353.

https://doi.org/10.1002/cphy.c110041

2. Tyagi A, Aeddula NR. Azotemia. [Updated 2020 May 21]. In: StatPearls

[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available

from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538145/

4. Patofisiologi kelainan hasil lab (kadar urea dan kreatinin yang tinggi) dan nilai
normal dari urea dan kreatinin!
A. Urea
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan
semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada
gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga faktor, yaitu prarenal, renal, dan
pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum
filtrasi oleh glomerulus.
Mekanisme tersebut meliputi :
a. Penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan
dehidrasi.
b. Peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal
disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai proteindalam
makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis,
leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan
gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis,
hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal
kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus,
arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.

Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter,
kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter bisa oleh
batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi leher kandung kemih
atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea yang tertahan di urin
dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.

Ureum bersifat racun dalam tubuh, pengeluarannya dari tubuh melalui ginjal berupa
air seni. Bila ginjal rusak atau kurang baik fungsinya maka kadar ureum akan meningkat
dan meracuni sel-sel tubuh. Ureum sangat bergantung pada Laju filtrasi glomerulus
(LFG) di ginjal. Karena ureum seluruhnya akan difiltrasi di ginjal dan sedikit di
reabsorpsi dengan masuk ke kapiler peritubulus, namun tidak mengalami sekresi
ditubulus. Kadar ureum akan meningkat jika terjadi kerusakan fungsi filtrasi, sehingga
ureum akan berakumulasi dalam darah. Pada gangguan gagal ginjal kronik akan
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (fungsi penyaringan ginjal) sehingga
ureum, kreatinin, dan asam urat yang seharusnya disaring oleh ginjal untuk kemudian
dibuang melalui air seni menurun, akibatnya zat-zat tersebut akan meningkat di dalam
darah. Gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Sehingga terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka gejala akan semakin berat.
B. Kreatinin

Terdapat beberapa paktor yang dapat mempengaruhi kadar kreatinin dalam


darah diantaranya :

a. Perubahan massa otot.


b. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah
makan.
c. Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin dalam
darah.
d. Obat-obatan yang dapat mengganggu sekresi kratinin sehingga meningkatkan
kadar kreatinin dalam darah.
e. Peningkatan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.
f. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada
orang muda, serta kadar kreatinin pada laki-laki lebih tinggi dari pada kadar
kreatinin wanita.

Nilai Normal ureum dalam darah :


• Pria Dewasa : 8-24 mg/dL
• Wanita Dewasa : 6-21 mg/dL
• Anak Usia 1-17 Tahun : 7-20 mg/dL

Nilai Normal 7 kreatinin pada orang dewasa :


Laki-laki : 0,6–1,2mg / dL
Perempuan : 0,5–1,1 mg/dL

Referensi :
1. (Puguh Dadi Dwi Pantara, 2016, Ureum Pada Gagal Ginjal Kronik)
2. (Lestari, 2017,Gambaran Perbedaan Hasil Pemeriksaan Kreatinin Serum dan
Plasma)
5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis berdasarkan scenario?
a) Anamnesis
1) Menanyakan identitas pasien :
Nama: - (perempuan)
Umur : 28 tahun
alamat : -
pekerjaan : -
2) Menanyakan keluhan utama pasien , pada scenario keluhan utamanya berat
muntah.
3) Menanyakan sudah berapa lama keluhan dirasakan, berdasarkan scenario pasien
sudah mengalami sejak 1 hari terakhir, dan pasien muntah setiap kali makan dan
juga merasa mual
4) Apakah ada keluhan lain
a. Pucat
b. Bengkak
c. Nyeri kepala
d. Lemas (pada scenario sedikit lemas)
e. Sesak (pada scenario ada sesak)
f. Kejang
g. Penurunan kesadaran
h. Demam
5) Tanyakan buang air kecil dan besarnya (pada scenario mengalami jumlah urin
sedikit)
6) Riwayat kebiasaan, pada scenario pasien diketahui mengonsumsi obat
pelangsing sejak 2 minggu ini yang membuat pasien banyak kencing.
7) Menanyakan riwayat pengobatan/ terapi yang telah dijalani
8) Menanyakan riwayat penyakit sebelumnya
9) Menanyakan riwayat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
dengan yang dialami pasien saat ini
10) Melakukan cross check

b) Pemeriksaan Fisis
Kesan umum pasien:
a. Keadaan umum pasien: Apakah pasien tampak sakit ringan atau berat ?
b. apakah pasien nyaman/distress/kesakitan/cemas.
c. Apakah pasien tampak pucat, sianosis.
d. Berat badan : Apakah pasien terlihat obesitas, kurus atau normal?
e. Tanda- tanda vital: Tekanan darah (pada scenario 130/80 mmHg), suhu
(pada scenario suhu axilla 36,7˚C), nadi (pada scenario 100x/ menit),
pernafasan (RR 24x/menit).
f. Periksa bagian mata apakah terdapat conjungtifa anemis atau skera icterus
g. Periksa abdomennya, apakah terdapat keaadaan patologis
h. Periksa paru, apakah terdapat keaadaan patologis
i. Periksa kulit

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. LABORATORIUM
1) Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan
pada kasus- kasus urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:
a. Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine.
b. Kimiawai meliputi pemeriksaan derajat keasaman/pH, protein, dan gula
dalam urine
c. Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder), atau
bentukan lain di dalam urine.
Urine mempunyai pH yang bersifat asam, yaitu rata-rata: 5,5 - 6,5. Jika didapatkan
pH yang relatif basa kemungkinan terdapat infeksi oleh bakteri pemecah urea,
sedangkan jika pH yang terlalu asam kemungkinan terdapat asidosis pada tubulus
ginjal atau ada batu asam urat.

2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit, laju
endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.

B. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1) Foto polos abdomen
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto skrining
untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Selain itu perlu diperhatikan adanya
bayangan radio-opak yang lain, misalnya bayangan jarum-jarum (susuk) yang
terdapat disekitar paravertebra yang sengaja dipasang untuk mengurangi rasa sakit
pada pinggang atau punggung, atau bayangan klip yang dipasang pada saat operasi
untuk menjepit pembuluh darah.
2) USG (Ultrasonografi)
Pemeriksaan pada ginjal dipergunakan: (1) untuk mendeteksi keberadaan dan
keadaan ginjal (hidronefosis, kista, massa, atau pengkerutan ginjal). Pada buli-buli,
USG berguna untuk menghitung sisa urine pasca miksi dan mendeteksi adanya
batu atau tumor di buli-buli. Pada kelenjar prostat, melalui pendekatan transrektal
(TRUS) dipakai untuk mencari nodul pada keganasan prostat dan menentukan
volume/besarnya prostat. Jika didapatkan adanya dugaan keganasan prostat, TRUS
dapat dipakai sebagai penuntun dalam melakukan biopsi kelenjar prostat. Pada
testis, berguna untuk membedakan antara tumor testis dan hidrokel testis, serta
kadang-kadang dapat mendeteksi letak testis kriptorkid yang sulit diraba dengan
palpasi Pada keganasan, selain untuk mengetahui adanya massa padat pada organ
primer, juga untuk mendeteksi kemungkinan adanya metastasis pada hepar atau
kelenjar para aorta.
3) CT Scan dan MRI
Kedua pemeriksaan ini banyak dipakai dalam bidang onkologi untuk menentukan
penderajatan (staging) tumor yaitu: batas-batas tumor, invasi ke organ di sekitar
tumor, dan mencari adanya metastasis ke kelenjar limfe serta ke organ lain

Referensi :
1. Buku Panduan Kerja Clinical Skill Lab Kedokteran Blok Uronefrologi .
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. 2018
2. Gagal Ginjal Akut. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2016

6. Diagnosis banding terkait scenario!


GAGAL GINJAL AKUT / ACUTE KIDNEY INJURY

Definisi
Acute kidney injury (AKI) merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan
gangguan fungsi ginjal dalam mengatur komposisi cairan dan elektrolit tubuh, serta
pengeluaran produk sisa metabolisme, yang terjadi tiba-tiba dan cepat. Definisi AKI
didasarkan kadar serum kreatinin (Cr) dan produksi urin (urine output/ UO). Pada tahun
2004, acute dialysis quality initiative (ADQI) mengganti istilah acute renal failure (ARF)
menjadi acute kidney injury (AKI) dan menghadirkan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3
kriteria akut berdasarkan peningkatan kadar serum Cr dan UO (Risiko/Risk, Cedera/Injury,
Gagal/Failure) dan 2 kategori lain menggambarkan prognosis gangguan ginjal.

Epidemiologi
Acute kidney injury (AKI) merupakan komplikasi serius yang sering terjadi pada
pasien penyakit kritis. Penelitian meta-analisis mencakup 154 studi pada lebih dari
3.000.000 individu menyatakan bahwa 1 dari 5 orang dewasa dan 1 dari 3 anak di seluruh
dunia mengalami AKI selama perawatan di rumah sakit. Insidens AKI pada pasien yang
dirawat di ruang perawatan intensif (ICU) adalah sekitar 20-50%.
Etiopatogenesis
Etiologi AKI secara klasik dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan lokasi
kelainan patofisiologi, yaitu (1) sebelum ginjal (55%); (2) di dalam parenkim
ginjal/intrinsik (40%); (3) sesudah ginjal (5%).
Prerenal: Penurunan aliran darah
Ginjal biasanya menerima suplai darah yang melimpah sekitar 1100 ml/menit, atau
sekitar 20 sampai 25 persen curah jantung. Tujuan utama dari aliran darah tinggi ke ginjal
ini adalah menyediakan plasma yang cukup untuk kecepatan filtrasi glomerulus yang tinggi
yang diperlukan untuk regulasi yang efektif volume cairan tubuh dan konsentrasi zat
terlarut. Karena itu, penurunan aliran darah ginjal biasanya disertai penurunan GFR dan
penurunan output air dan zat terlarut urin. Akibatnya, kondisi yang secara akut mengurangi
aliran darah ke ginjal biasanya menyebabkan oliguria, yang mengacu pada penurunan
keluaran urin di bawah tingkat asupan air dan zat terlarut. Hal ini menyebabkan
penumpukan air dan zat terlarut dalam cairan tubuh. Jika ginjal aliran darah sangat
berkurang, penghentian total keluaran urin dapat terjadi, suatu kondisi yang disebut sebagai
anuria.
Selama aliran darah ginjal tidak turun di bawah sekitar 20 sampai 25 persen dari
normal, gagal ginjal akut bisa membaik jika penyebab iskemia diperbaiki sebelum
kerusakan sel ginjal terjadi. Tidak seperti beberapa jaringan, ginjal relatif dapat bertahan
dengan penurunan besar aliran darah sebelum kerusakan sel ginjal yang sebenarnya terjadi.
Tidak seperti beberapa jaringan lain, ginjal dapat mengalami penurunan aliran darah yang
relatif besar sebelum terjadi kerusakan yang sebenarnya pada sel ginjal. Alasannya adalah
karena aliran darah ginjal berkurang, GFR dan jumlah natrium klorida yang disaring oleh
glomeruli (serta laju filtrasi air dan elektrolit lainnya) berkurang. Ini mengurangi jumlah
natrium klorida yang harus diserap kembali oleh tubulus, yang menggunakan sebagian
besar energi dan oksigen yang dikonsumsi oleh ginjal normal. Oleh karena itu, saat aliran
darah ginjal dan GFR turun, kebutuhan konsumsi oksigen ginjal juga berkurang. Ketika
GFR mendekati nol, konsumsi oksigen ginjal mendekati kecepatan yang diperlukan untuk
menjaga sel-sel tubulus ginjal tetap hidup bahkan ketika mereka tidak menyerap kembali
natrium.
Ketika aliran darah berkurang di bawah kebutuhan basal ini, yang biasanya kurang
dari 20 sampai 25 persen dari aliran darah ginjal normal, sel-sel ginjal mulai menjadi
hipoksia, dan selanjutnya penurunan aliran darah ginjal, jika berkepanjangan, akan
menyebabkan kerusakan atau bahkan kematian sel ginjal, terutama sel epitel tubular. Jika
penyebab gagal ginjal akut prerenal tidak diperbaiki dan iskemia ginjal menetap lebih dari
beberapa jam, jenis gagal ginjal ini dapat berkembang menjadi gagal ginjal akut intrarenal.

Renal: Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah jenis gagal ginjal akut intrarenal yang biasanya
disebabkan oleh reaksi imun abnormal yang merusak glomeruli. Pada sekitar 95 persen
pasien dengan penyakit ini, kerusakan glomeruli terjadi 1 hingga 3 minggu setelah infeksi
di tempat lain di tubuh, biasanya disebabkan oleh jenis tertentu dari streptokokus beta grup
A. Infeksi tersebut mungkin merupakan sakit tenggorokan karena streptokokus, tonsilitis
streptokokus, atau bahkan infeksi streptokokus pada kulit. Bukan infeksi itu sendiri yang
merusak ginjal. Sebaliknya, selama beberapa minggu, saat antibodi berkembang melawan
antigen streptokokus, antibodi dan antigen bereaksi satu sama lain untuk membentuk
kompleks imun yang tidak larut yang terperangkap di glomeruli, terutama di bagian
membran basal glomeruli.
Begitu kompleks imun telah mengendap di glomeruli, banyak sel glomeruli mulai
berproliferasi, tetapi terutama sel mesangial yang terletak di antara endotelium dan epitel.
Selain itu, sejumlah besar sel darah putih terperangkap di glomeruli. Banyak dari glomeruli
menjadi tersumbat oleh reaksi inflamasi ini, dan yang tidak tersumbat biasanya menjadi
sangat permeabel, memungkinkan protein dan sel darah merah bocor dari darah kapiler
glomerulus ke dalam filtrat glomerulus. Pada kasus yang parah, ginjal mati total atau
hampir mati total terjadi. Peradangan akut glomeruli biasanya mereda dalam waktu sekitar
2 minggu, dan pada kebanyakan pasien, ginjal kembali ke fungsi yang hampir normal
dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan ke depan. Kadang-kadang, bagaimanapun,
banyak glomeruli hancur tanpa bisa diperbaiki, dan pada sebagian kecil pasien, kerusakan
ginjal progresif berlanjut tanpa batas, menyebabkan gagal ginjal kronis.
Post Renal: Infeksi saluran kemih bawah
Beberapa kelainan pada saluran kemih bagian bawah dapat menyumbat atau
menyumbat sebagian aliran urin dan oleh karena itu menyebabkan gagal ginjal akut bahkan
ketika suplai darah ginjal dan fungsi lainnya pada awalnya normal. Jika keluaran urin hanya
dari satu ginjal yang berkurang, tidak ada perubahan besar dalam komposisi cairan tubuh
yang akan terjadi karena ginjal kontralateral dapat meningkatkan keluaran urinnya
secukupnya untuk mempertahankan kadar elektrolit dan zat terlarut ekstraseluler yang
relatif normal serta volume cairan ekstraseluler yang normal. Dengan jenis gagal ginjal ini,
fungsi ginjal yang normal dapat dipulihkan jika penyebab dasar masalahnya diperbaiki
dalam beberapa jam. Tetapi obstruksi kronis pada saluran kemih, yang berlangsung selama
beberapa hari atau minggu, dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang tidak dapat
diperbaiki. Beberapa penyebab gagal akut postrenal antara lain (1) obstruksi bilateral ureter
atau pelvis ginjal yang disebabkan oleh batu besar atau gumpalan darah, (2) obstruksi
kandung kemih, dan (3) obstruksi uretra.

Kriteria Diagnosis
Untuk meningkatkan sensitivitas kriteria RIFLE agar AKI dapat dikenali lebih
awal, acute kidney injury network (AKIN) memodifikasi jangka waktu peningkatan serum
Cr dari 7 hari pada RIFLE menjadi 48 jam, tidak diperlukan kadar serum Cr awal, kenaikan
kadar serum Cr sebesar >0,3 mg/ dL sebagai ambang definisi AKI, serta semua pasien yang
membutuhkan terapi pengganti ginjal diklasifikasikan ke dalam AKI tahap 3. KDIGO
(kidney disease improving global outcome) 2012 menggabungkan kriteria RIFLE dan
AKIN. AKI didiagnosis jika kadar kreatinin serum meningkat minimal 0,3 mg/dL (26,5
μmol/L) dalam 48 jam atau meningkat minimal 1,5 kali nilai dasar dalam 7 hari.
Penatalaksanaan
Tujuan pengelolaan AKI yang utama adalah mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut
dan mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya kembali ke fungsi normal.
Dua jenis pengobatan dalam pengelolaan AKI, yaitu terapi konservatif (suportif) dan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT). Terapi konservatif dilakukan dengan
obat-obatan atau cairan dengan tujuan mencegah atau mengurangi progresivitas penurunan
fungsi ginjal, morbiditas, dan mortalitas akibat komplikasi AKI. Jika terapi konservatif
gagal mengatasi segala komplikasi AKI, perlu dipertimbangkan RRT (dialisis).

Prioritas pengelolaan AKI:


1. Cari dan perbaiki faktor pre- dan pasca-renal
2. Evaluasi obat-obatan yang telah diberikan
3. Optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal
4. Perbaiki dan/atau tingkatkan aliran urin
5. Pantau asupan dan pengeluaran cairan, timbang badan tiap hari
6. Cari dan obati komplikasi akut (hiperkalemia, hipernatremia, asidosis, hiperfosfatemia,
edema paru)
7. Asupan nutrisi adekuat sejak dini
8. Cari fokus infeksi dan atasi infeksi secara agresif
9. Perawatan menyeluruh yang baik
10. Segera memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi
11. Berikan obat dengan dosis yang tepat sesuai kapasitas bersihan ginjal

Kriteria RRT (hemodialisis) pada pasien kritis dengan AKI :


1. Oliguria: produksi urin <200 mL dalam 12 jam
2. Anuria: produksi urin <50 mL dalam 12 jam
3. Hiperkalemia: kadar potassium >6,5 mmol/L
4. Asidemia yang berat, pH <7,0
5. Azotemia: kadar urea >30 mmol/L
6. Ensefalopati uremikum
7. Neuropati/miopati uremikum
8. Perikarditis uremikum
9. Abnormalitas natrium plasma >155 mmol/L atau <120 mmol/L
10. Hipertermia
11. Keracunan obat
Tidak ada panduan pasti kapan saat yang tepat untuk menghentikan terapi pengganti
ginjal. Secara umum, terapi dihentikan jika kondisi yang menjadi indikasi sudah teratasi.

Fase perbaikan
Pada tahap ini terjadi poliuria, sehingga keseimbangan cairan perlu dijaga. Asupan
cairan pengganti diusulkan sekitar 65-75% jumlah cairan yang keluar. Pada tahap ini
pengamatan faal ginjal tetap dilakukan karena pasien pada dasarnya belum sembuh
sempurna (bisa sampai 3 minggu atau lebih).

Gagal Ginjal Kronik


Definisi
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan penyebab yang
beragam, mengakibatkan penuruan fungsi ginjal yang progresif dan biasanya berakhir dengan
gagal ginjal. GGK dapat menyebabkan gangguan pada organ tubuh. Hal ini terjadi karena
toksin yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal tidak dapat dikeluarkan karena keadaan ginjal
yang mengalami gangguan. Salah satu hal yang terjadi karena rusaknya ginjal adalah
peningkatan kadar ureum dalam tubuh yang dapat merusak semua sel termasuk sel neuron.
Selain itu gagal ginjal kronik juga dapat diartikan dengan terjadinya kerusakan ginjal
(renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi adanya
kelainan patologis, adanya kelainan ginjal seperti kelainan dalam komposisi darah atau urin
serta adanya kelainan pada tes pencitraan (imaging tests) serta laju filtrasi glomerulus
(LFG) kurang dari 60 ml/mnt/1.73 m2.

Epidemiologi
Menurut Annual Data Repert United States Renal Data System yang memperkirakan
prevelensi GGK mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dalam kurun waktu tahun 1998-
2008 yaitu sekitar 20-25 % setiap tahunnya (USRD,2008). Badan kesehatan dunia
menyebutkan pertumbuhan penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari
tahun sebelumnya. Indonesia merupakan negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang
cukup tinggi. Hasil survei yang dilakukan oleh perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri)
diperkirakan ada sekitar 12,5 % dari populasi atau sebesar 25 juta penduduk Indonesia
mengalami penurunan fungsi ginjal. Jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia sekitar 150 ribu
orang dengan penyebabnya adalah hipertensi. Prevelensi GGK meningkat tajam pada
kelompok umur 35-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55- 74 tahun
(0,5%), tertinggi pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih
tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi pada masyarakat perdesaan (0,3%), tidak
bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks
kepemilikan terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3 persen. Rata-rata prevalensi
GGK di Indonesia adalah 0.2%, prevalensi ini sama dengan yang ada di Provinsi Sumatera
Barat yang mencakup hemodialisa.

Etiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti glomerolunefritis akut,
gagal ginjal akut, penyakit ginjal polikistik, obstruksi saluran kemih, pielonefritis, nefrotoksin,
dan penyakit sistemik, seperti diabetes melitus, hipertensi, lupus eritematosus, poliartritis,
penyakit sel sabit, serta amiloidosis

Klasifikasi

Menurut National Kidney Foundation Classification of Chronic Kidney Disease, CKD dibagi
dalam lima stadium.

Tabel 2 Stadium Chronic Kidney Disease/ CKD


Stadium Deskripsi GFR (ml/mnt/1,73 m2)

I Kerusakan ginjal dengan GFR >90


normal

II Kerusakan ginjal dengan GFR 60-89


turun ringan

III GFR turun sedang 30-59

IV GFR turun berat 15-29

V Gagal ginjal <15


Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada ginjal, sehingga
mengakibatkan kegagalan ginjal. Maka lama kelamaan jumlah nefron yang mengalami
kerusakan bertambah. Patogenesis gagal ginjal kronik melibatkan penurunan dan kerusakan
nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Total laju filtrasi glomerulus
(GFR) menurun dan klirens menurun, BUN dan kreatinin meningkat. Nefron yang masih
tersisa mengalami hipertrofi akibat usaha menyaring jumlah cairan yang lebih banyak.
Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan memekatkan urine. Tahapan untuk melanjutkan
ekskresi, sejumlah besar urine dikeluarkan, yang menyebabkan pasien mengalami kekurangan
cairan. Tubulus secara bertahap kehilangan kemampuan menyerap elektrolit. Biasanya, urine
yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga terjadi poliuri.

Manilestasi Klinis
Manifestasi kardiovaskular pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi, gagal jantung
kongestif dan edema pulmoner sedangkan gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup
rasa gatal yang parah dan gejala gastrointestinal juga sering terjadi mencakup anoreksia, mual,
muntah, dan cegukan Beberapa gejala dan pemeriksaan yang dapat dijadikan pegangan
/indikator telah terjadinya penurunan fungsi ginjal yang signifikan yaitu:

1. Jumlah urin (kemih) berkurang atau tidak ada urin. Jumlah urin < 500 ml/24 jam atau < 20
m/KgBB/jam pada orang dewasa dan < 10 g/dl.

2. Pucat/anemia. Penderita terlihat pucat pada muka maupun telapak tangan, bila diukur Hb
<10 m/dl

3. Mual, muntah dan tidak nafsu makan.

4. Nafas berat, mudah sesak bila banyak minum atau melakukan kerja berat.

5. Rasa sangat lemah.

6. Sering cegukan/sedakan (hiccup) yang berkepanjangan.

7. Rasa gatal di kulit.


8. Pemeriksaan laboratorium yang penting: ureum darah sangat tinggi (nilai normal ureum <40
mg/dl), kreatinin darah tinggi (nilai normal kreatinin <1,5 mg/dl), Hb sangat rendah (nilai
normal Hb 12-15 g/dl pada perempuan dan 13-17,5 g/dl pada laki-laki).
Diagnosis
Pendekatan diagnosis dicapai dengan melakukan pemeriksaan yang kronologis, mulai dari
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang rutin khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan
retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua
faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan
objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan
faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk
semua faktor pemburuk faal ginjal

1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)


Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai
sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)


Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.

3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit


Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

Pemeriksaan Penunjang Diagnosis


Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
a. Diagnosis etiologi GGK 25
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi (USG),
nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography
(MCU).
b. Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Penatalaksanaan
Terdapat dua tahap dalam pengobatan GGK yaitu terapi konservatif dan terapi
pengganti ginjal. Penanganan konservatif meliputi menghambat perkembangan GGK,
menstabilkan keadaan pasien, dan mengobati faktor-faktor reversible. Adapun terapi
konservatif dalam pengaturan diet pada pasien GGK yaitu diet rendah protein. Diet tersebut
dapat mengurangi gejala anoreksia, mual dan muntah. Selain itu diet rendah protein mampu
mengurangi beban ekskresi ginjal sehingga terjadi penurunan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus dan cedera sekunder pada nefron infark. Terapi pengganti ginjal dilakukan
pada pasien GGK stadium lima, berupa hemodialisa, Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal. Hemodialisa adalah suatu proses terapi pengganti
ginjal yang bertujuan untuk mengambil zat-zat toksik dalam darah dan mengeluarkan cairan
yang berlebih. CAPD adalah proses dialisis yang dilakukan melalui rongga peritoneum (selaput
rongga perut) sehingga CAPD sering disebut “cuci darah” melalui perut. Transplantasi ginjal
dapat disebut dengan cangkok ginjal yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas hidup
pasien GGK, memperpanjang usia harapan hidup tanpa tergantung pada tindakan hemodialisa,
dan mengurangi biaya pengobatan jangka panjang.

Menurut Aziz, Witjaksono, dan Rasjidi (2008) menjelaskan terapi GGK dibagi menjadi terapi
nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis terdiri dari:

a. Pengaturan asupan protein

b. Pengaturan asupan kalori: 35 Kal/kg BB ideal/hari

c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama
antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total

e. Pengaturan asupan garam dan mineral

f. Pengaturan asam folat pasien hemodialisa: 5 mg

g. Air dengan jumlah urine 24 jam + 500 ml (insensible water loss). Terapi peritoneal dialisis
jumlah air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar.

Terapi farmakologis terdiri dari:


a. Mengontrol tekanan darah
b. Mengontrol gula darah untuk pasien GGK disertai dengan penyakit diabetes mellitus.
Hindari memakai metforminim dan obat-obatan sulfonylurea dengan masa kerja yang panjang.
c. Mengontrol target hemoglobin 10-12 g/dl untuk mencegah anemia
d. Mengontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat
e. Mengontrol osteodistrol renal: kalsitriol
f. Mengkoreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
g. Mengkoreksi hiperkalemia
h. Mengontrol dislipidemia dengan target Low Density Lipoprotein (LDL) < 100 mg/dl,
dianjurkan golongan statin
i. Terapi pengganti ginjal

Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronik adalah: a) Penyakit
tulang, b) Penyakit kardiovaskuler, c) Anemia, dan d) Disfungsi seksual.

Pencegahan
Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah salah satu jenis penyakit tidak menular
yang memiliki angka cukup tinggi, namun demikian penyakit ini dapat dihindari melalui upaya
pencegahan yang meliputi:

a. Mengendalikan penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, dan juga penyakit jantung dengan
lebih baik. Penyakit ginjal merupakan salah satu penyakit sekunder akibat dari penyakit primer
yang mendasarinya. Oleh sebab itulah, perlunya mengendalikan dan mengontrol penyakit
primer agar tidak komplikasi menjadi gagal ginjal.

b. Mengurangi makanan yang mengandung garam adalah salah satu jenis makanan dengan
kandungan natrium yang tinggi. Natrium yang tinggi bukan hanya bisa menyebabkan tekanan
darah meningkat, namun juga akan memicu terjadinya proses pembentukan batu ginjal.

c. Minumlah banyak air setiap harinya. Air adalah salah satu komponen makanan yang
diperlukan tubuh agar bisa terhindar dari dehidrasi. Selain itu, air juga bisa berguna dalam
membantu untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh dana kan membantu mempertahankan
volume serta konsentrasi darh. Selain itu air juga bisa berguna dalam memelihara sistem
pencernaan dan membantu mengendalikan suhu tubuh.

d. Jangan menahan buang air kecil. Penyaringan darah merupakan salah satu fungsi yang paling
utama yang dimiliki ginjal. Disaat proses penyaringan berlangsung, maka jumlah dari
kelebihan cairan akan tersimpan di dalam kandung kemih dan setelah itu harus segera dibuang.
Walupun kandung kemih mampu menampung lebih banyak urin, tetapi rasa ingin buang air
kecil akan dirasakan di saat kandung kemih sudah mulai penuh sekitar 120 – 250 ml urin.
Sebaiknya jangan pernah menahan buang air kecil. Hal ini akan berdampak besar dari
terjadinya proses penyaringan ginjal.

e. Makan makanan yang baik. Makanan yang baik adalah makanan dengan kandungan nutrisi
serta gizi yang baik. Sebaiknya hindari makanan junk food.

Referensi:
1) Hutagaol, Emma Veronika. 2017. Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Melalui Psychological Intervention Di Unit
Hemodialisa Rs Royal Prima Medan Tahun 2016. Jurnal JUMANTIK. 2(1).
2) Guyton, A.C dan Hall, J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: Elsevier
Inc
3) Melyda. 2017. Diagnosis dan Tatalaksana Acute Kidney Injury (AKI) pada Syok Septik. CDK-259/
vol. 44 no. 12
4) Wahyuni, A., Kartika, I.R., Asrul, I.F. & Gusti, E. 2019. Lama Hemodialisa Dengan Fungsi
Kognitif. REAL in Nursing Journal. 2(1).
5) Husna, Cut. 2010. Gagal Ginjal Kronik Dan Penanganannya. Jurnal Keperawatan. 3(2).
6) Detty J., Yenny B., Yeanneke L. 2018. Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Chronik Kidney Disease (CKD) Penderita Yang Dirawat Di Rumah Sakit Daerah
Liunkendage Tahuna. Jurnal Ilmiah Sesebanua. 2(2)
7. Penatalaksanaan awal yang sesuai dengan scenario!
a. Pemulihan perfusi ginjal
Sebagian besar kasus AKI berkaitan dengan kondisi sepsis dan deplesi volume,
sehinga hal yang penting dilakukan adalah memulihkan perfusi ginjal sesegera
mungkin, Hal ini akan memulihkan fungsi ginjal dan menghindari berkembangnya
nekrosis tubuler akut.
b. Optimalisasi volume intravaskuler
Status volume harus dipantau dengan ketat dan segera pasien dikategorikan apakah
mengalami hipovolemik, euvolemik atau hipervolemik. Pasien dengan hipovolemik
mungkin menunjukkan tanda dehidrasi dan oligourik (output urin < 30 ml/jam) dengan
urin pekat (BJ > 1.020). Tidak ada baku emas yang dapat dipakai menetapkan kondisi
dehidrasi, namun keadaan hipotensi (TDS < 110 mmHg), hipotensi postural, akral
dingin, turgor kulit dan membrane mukosa yang menurun merupakan tanda adanya
dehidrasi.
Hipovolemia harus segera dikoreksi dengan pemberian bolus cairan kristaloid
secara berulang sebanyak 250 - 500 ml sampai dengan total of 2 liter dalam 2 jam.
Larutan Hartmann atau NaCL 0.9% harus digunakan. larutan Hartmann mengandung
jumlah kecil kalium (5 mmol/L) dan harus dihindari pada pasien dengan hiperkalemia
(Kalium > 6 mmol/l). Jumlah besar volume NaCL 0.9% dapat menyebabkan asidosis
metabolic hiperkloremik.
Kegagalan pasien mempertahankan tekanan darah efektif setelah pemberian cairan
harus membuat kita waspada dengan kondisi sepsis atau kehilangan cairan yang terus
berlanjut. Pemberian cairan yang berlebih akan menyebabkan akumulasi cairan pada
pasien dengan kondisi kritis dan meningkatkan kematian pasien, 7 kegagalan
memperbaiki fungsi ginjal dan memperburuk fungsi respirasi.
Euvolemia ditandai dengan tidak adanya tanda dehidrasi, hemodinamik stabil dan
tanpa kelebihan cariran. Pada kondisi ini bila terjadi oligouria, menandakan ATN dan
tidak akan berespon terhadap pemberian cairan. Pada fase ini pemulihan produksi urin
sulit diprediksi dan asupan cairan harus dibatasi sesuai dengan kesembangan cairan
keluar dan masuk. Pada pasien dengan terapi cairan pemeliharaan secara intravena,
cairan kristaloid diberikan sesuai dengan kecepatan produksi urin jam sebelumnya
ditambah 30 mL.
Pasien harus diawasi terhadap kemungkinan hipervolemia yang ditandai dengan
meningkatnya JVP, edema perifer atau edema paru. Perhitungan asupan cairan total
sejak masuk rumah sakit dapat diperkirakan adanya kelebihan cairaran dan dengan
adanya AKI, maka edema paru mudah terjadi. Pada kondisi ini asupan cairan harus
dibatasi. Terapi loop diuretics ini dapat dicoba dalam waktu pendek, bila pasien
menunjukkan tanda edema paru dan tekanan perfusi sudah cukup (MAP > 65 mmHg,
TDS > 110 mmHg). Bila respon jangke pendek terapi diuretikan ini gagal, maka hal ini
merupakan indikasi kuat untuk haemodialisis dan ultrafiltrasi segera.

c. Optimalisasi tekanan darah


Tekanan darah merupakan faktor penting untuk mempertahankan ultrafiltrasi
glomerulus. Hipotensi absolut, yang didefinisikan sebagai TDS < 90 mmHg berkaitan
dengan berkembangnya AKI setelah sepsis dan pembedahan mayor. Namun, hipotensi
relatif, yakni menurunnya tekanan darah pada psien yang sebelumnya mengalami
hipertensi tanpa hipotensi nyata menunjukkan contributor independen AKI pada pasien
lansia. Dengan mempertahankan tingkat tekanan darah seperti sebelumnya, akan dapat
mencegah AKI pada pasien rawat inap. Pada pasien AKI dan hipotensi, maka target
tekanan darah harus dipertahankan pada MAP > 65 mmHg. Hal ini dapat dicapai
dengan 3 cara: 1)Tunda obat-obat yang mengganggu otoregulasi ginjal (ACEi / ARB).
Tunda sementara semua obat yang menginduksi hipotensi seperti antihipertensi,
diuretika, nicorandil dan opiate; 2) Koreksi hipovolemia seperti diuraikan di atas, dan
3) Pertimbangkan pemberian obat vasopresor ( seperti noradrenaline) pada pasien yang
sulit dikoreksi dan diberikan lebih awal pada pasien untuk mencegah pemberian cairan
berlebih dan berisiko elebihan cairan. Harus dipahami, tidak ada bukti dosis dopamine
untuk ginjal. Selain itu, memiliki efek vasodilatasi yang dapat memperberat hipotensi
dan memburuk perfusi ginjal pada pasien dengan sepsis dan AKI.

d. Peresepan obat lebih aman


Pasien yang mengalami AKI memerlukan revisi semua obat-obat yang diresepkan.
e. Obat yang mengganggu perfusi ginjal
Meliputi obat yang mengganggu otoregulasi ginjal (ACEi/ARB, NSAID) dan
oabt yang dapat menurunkan tekanan darah. Obat antihipertensi termasuk diuretika
harus distop dulu bila TDS < 90 mmHg) atau pada pasien dengan penurunan relatif
(TDS < 120 mmHg)
f. Obat yang memerlukan penurunan dosis atau penghentian
Semua obat yang dimetabolisme dan diekskresikan oleh ginjal harus diatur
dosisnya dengan asumsi bahwa eLFG < 10 ml/min/1,73m2 . Termasuk obat itu
adalah: heparin berat molekul kecil, opiate, penicillin dan turunannya, antidiabetik
golongan sulfonilure, and asiklovir. Walaupun metformin tidak nefrotoksik, bila
terakumulasi dalam badan, dikawatirkan menyebabkan asidosis laktat yang
mengancam jiwa.
g. Obat yang perlu dipantau
Termasuk warfarin dan amnoglikosida. Gentamisin tak boleh dihentikan bila
benar-benar diperlukan untuk mengobati sepsis. Bila dipakai, kadar harian obat
dalam darah harus dipertahankan < 1 mg/l.
h. Obat yang memperberat hiperkalemia
Semua obat yang menghambat ekskresi kalium seperti trimethoprin dan diuretik
hemat kalium (spironolakton, amilorid) harus dihentikan. Beta-blocker dan
digoksin dapat menghambat pompa sodium / potassium ATPase dan
mengeluarkan kalium dari dalam sel dimana obat-obat ini dapat menyebabkan
resistensi terapi hiperkalemia dengan insulin/glucose.
Referensi:
Widiana, I Gede Raka. Terapi Terkini Acute Kidney Injury.Bagian Penyakit Ginjal
Kedokteran UNUD/RSUP.

8. Perspektif Islam

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda; “Bersihkanlah diri dari kencing. Karena kebanyakan siksa kubur
berasal dari bekas kencing tersebut,”
(HR. Ad-Daruquthni).

Isi Kandungan Hadis :


Wajibnya membersihkan diri dari bekas kencing, dibersihkan dari badan, pakaian atau
tempat sholat. Tidak boleh gampang-gampang dalam hal pembersihan ini. Karena
terlalu bergampang-gampangan sebab datangnya siksa kubur.

Anda mungkin juga menyukai