Anda di halaman 1dari 45

BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI

LAPORAN TUTORIAL

MODUL KUNING

KELOMPOK 4
Fitriani C (10542048313)

Khaula Sugira (10542049213)

Rezky Ramadhani Syarif (10542060615)

Andi Musdalifah (10542060715)

Muhammad Lestari Putra (10542061615)

Rasdiana FB.Matong (10542062415)

Andi Isdahyana Bintang (10542063615)

Siti Nastiti Deviyana (10542063915)

Andi Eis Nurkhofifa (10542064015)

Iqbal Pratama S. Idris (10542064615)

Naila Nurizza Kahar (10542065115)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017/2018
SKENARIO

Seorang ibu datang ke Rumah Sakit membawa bayi perempuannya yang baru
berumur 3 hari dengan keluhan kulit bayi berwarna kuning. Pada pemeriksaan fisik tidak
ditemukan tanda yang signifikan selain kulit dan mata bayi kuning. Bayi dilahirkan cukup
bulan melalui persalinan normal yang dibantu oleh bidan Polindes (Pondok Bersalin Desa).
Ibu berumur 40 tahun dan selama menjalani kehamilan tidak memiliki keluhan kesehatan
yang berarti.

KATA KUNCI

Bayi perempuan 3 hari

Mata dan kulit kuning

Riwayat persalinan aterm

Ibu berumur 40 tahun

PERTANYAAN

1. Anatomi dan histologi hati dan sistem biliaris

2. Hubungan metabolisme bilirubin dan ikterus

3. Jelaskan perbedaan ikterus fisiologis dan patofisiologis pada neonatus Penyebab terjadinya
ikterus pada neonatus (berdasarkan anatomi, dan mekanisme)

4. DD

5. Langkah diagnostik

6. Penatalaksanaan

7. Prognosis

2
1. Anatomi dan histologi hati dan sistem biliaris!

A. Hepar

gambar 2 (16)
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2%
berat badan orang dewasa nomal. Hati merupakan ogan lunak yang lentur dan tercetak oleh
struktur sekitarnya. Hati berwarna cokelat kemerahan. Hepar dibungkus oleh capsula Glissoni
yaitu suatu jaringan ikat yang transparan. Hepar mempunyai bentuk hemisphere dan irregular
serta mempunyai permukaan yang rata. Mempunyai facies diaphragma yang konveks dan
facies viceralis yang konkaf.
Hepar terdiri dari dua lobus yang dipisahkan oleh incisura umbilicalis (ligamentum
falciforme hepatis) dan fossa sagittalis sinistra menjadi lobus hepatis dextra dan lobus hepatis
sinistra.
Lobus hepatis dexter mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada lobus hepatis
sinister, yaitu kira-kira 5/6 bagian dari seluruh hepar. Lobus hepatis sinister bentuknya jauh
lebih kecil dari pada lobus hepatis dexter, lebih pipih dan hanya kira-kira 1/6 dari
heparkeseluruhan. Lokalisasi di dalam regio epigastrium dan sedikit di dalam regio
hypochondrium sinistrum. Facies superior sedikit konveks. Vascularisasi hepar mendapat
circulasi darah dari arteria hepatica, vena portae dan vena hepatica. Circulasi ini disebut
circulasi portal.
1. A. Hepatica communis
Merupakan cabang dari arteria coelica. Sampai pada porta hepatis
a.hepatica communis bercabang dua membentuk (a) arteria hepatica
propria dextra dan (b) arteria hepatica propria sinistra.
2. V. Portae hepatis
Berada setinggi vertebra lumbalis II. Di bentuk oleh persatuan vena
mesenterica superior dengan vena lienalis. Pada porta hepatis vena portae

3
bercabang dua menjadi ramus dexter dan ramus sinister, dan bersama-
sama dengan a.hepatica propria dexter dan a.hepatica propria sinister
masuk kedalam lobus hepatis dexter dan lobus hepatis sinister.

3. V. Hepatica
Vena ini membawa darah dari hepar masuk ke dalam vena cava inferior.
Terdiri dari (a) upper group, tiga vena yang besar dan, (b) lower group,
yang jumlahnya bervariasi dan ukurannya lebih kecil.

B. Vesica fellea (1)

Vesica fellea umumnya berbentuk seperti buah pear, terletak pada fossa vesica fellea
yang berada pada fascies visceralis hepatis diantara lobus dexter hepatis dan lobus quadratus
hepatis. Vesica fellea divaskularisasi oleh a. cystic cabang ramus dexter a. hepatica propria.
V. cystic merupakan venosanya ke vena porta hepatis. Inervasi dari vesica fellea adalah
cabang dari plexus hepaticus dimana mengandung serabut-serabut saraf parasimpatis dan
simpatis. Dinding vesica fellea terdiri atas mukosa dengan epitel selapis silindris dan lamina
propria, selapis otot polos, jaringan ikat perimuskular, dan suatu membran serosa. Mukosa
vesica fellea memiliki banyak lipatan yang terutama dijumpai ketika vesica fellea sedang
kosong. Sel-sel epitelnya kaya akan mitokondria. Semua sel ini mampu menyekresi sejumlah
kecil mukus. Kelenjar mukosa tubuloasinar dekat dengan duktus sistikus berperan pada
produksi sebagian besar mukus yang terdapat dalam empedu. Fungsi utama vesica fellea
adalah penyimpanan empedu, pemekatan empedu, dan melepaskan empedu ke dalam saluran
cerna.

4
c. Pankreas

gambar 4 (18)
Merupakan kelenjar exocrine dan endocrine yang sedikit mengandung jaringan ikat.
Terdiri dari caput, corpus, dan cauda pancreatic. Terletak pada bagian konkaf dari duodenum.
Antara caput dan corpus terdapat collum pancreatis, dan disebelah dorsal collum pancreatis
terletak vena portae. Pancreaticus ditutupi oleh peritoneum (retroperitoneal).

HISTOLOGI
a. Hepar

Organ ini disusun oleh sejumlah unit fungsional : lobulus (i). Di tengah suatu lobulus
ada v.centralis sebagai pusat lobulus. Dari sini sel-sel hepar mengatur diri secara radier
mnuju ke perifer. Sel hepar atau juga disebut hepatosit membentuk bagian parenkhyma hepar.

5
- Hepatosit. Inti berbentuk bulat, bisa satu atau lebih. Sitoplasma penuh dengan
butir-butir glykogen yang berwarna merah.
- Sinusoid. Nampak ruang-ruang kosong diantara hepatosit. Sinusoid dibatasi
oleh 2 macam sel yaitu sel endotelial dan sel Kupffer.
- Sel Kupffer, berbentuk tak teratus. Letaknya agak menonjol ke lumen
sinusoid.
- Kanalikuli biliaris. Menyerupai ruangan-ruangan, terdapat dianatara hepatosit
dimana dindingnya dibentuk oleh hepatosit itu sendiri.
- Segi tiga Kiernann yang mengandung 3 strukutur di dalamnya, yaitu arteri
(kecil), vena (kecil), dan saluran empedu.
- V.sublobularis. kapsel Glissoni, suatu jaringan ikat yang membungkus hepar
keseluruhannya.
b. Vesika fellea
Organ ini mempunyai ruang yang berisi empedu. Struktur didndingnya
mengikuti strukutr umum saluran pencernaan.
- Mukosa tampak epitel selais torak, hanya satu sel saja, inti lonjong dan sel-sel
ini letaknya di atas membrana basalis.
- Lamina propria adalah suatu anyaman penyambung jarang yang juga banyak
mengikuti potongan-potongan mukosa : Sinus Rockitansky Aschoff
- Muskularis mengandung beberapa lapisan otot polos
- Adventisia suatu jaringan yang langsung melekat pada kapsel Glissoni dari
hepar.
c. Pankreas (13)
Pancreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi tersebut
dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.
a. Bagian Eksokrin
Pancreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus, tubuloasinosa
kompleks.
ASINUS
Asinus berbentuk tubular, dikelilingi lamina basal dan terdiri atas 5-8 sel
berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen sempit. Tidak terdapat
sel mioepitel. Di antara asini, terdapat jaringan ikat halus mengandung
pembuluh darah, pembuluh limf, saraf dan saluran keluar.

6
Sebuah asinus pancreas terdiri dari sel-sel zimogen (penghasil protein). Ductus
ekskretorius meluas ke dalam setiap asinus dan tampak sebagai sel
sentroasinar yang terpulas pucat di dalam lumennya. Produksi sekresi asini
dikeluarkan melalui ductus interkalaris (intralobular) yang kemudian berlanjut
sebagai ductus interlobular.
b. Bagian Endokrin
Bagian endokrin pancreas, yaitu PULAU LANGERHANS, tersebar di seluruh
pancreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat
dengan banyak pembuluh darah. Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular
tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di
dalam pulau.

Dengan cara pulasan khusus dapat dibedakan menjadi:


1. Sel A = penghasil glukagon
- Terletak di tepi pulau.
- Mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm.
- Batas inti kadang tidak teratur.
2. Sel B = penghasil insulin
- Terletak di bagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau
- Mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah.
- Mitokondria kecil bundar dan banyak.

3. Sel D = penghasil somatostatin

- Terletak di bagian mana saja dari pulau, umumnya berdekatan


dengan sel A.
- Mengandung gelembung sekretoris ukuran 300-350 nm dengan
granula homogen.
4. Sel C
- Terlihat pucat, umumnya tidak bergranula dan terletak di tengah di
antara sel B.
- Fungsinya tidak diketahui.

7
2. Hubungan metabolisme bilirubin dan ikterus!

MEKANISME BILIRUBIN

Proses metabolisme pemecahan heme sangatlah kompleks. Setelah kurang lebih 120
hari, eritrosit diambil dan didegradasi oleh sistem RES terutama di hati dan limpa. Sekitar
85% heme yang didegradasi berasal dari eritrosit dan 15% berasal dari jaringan ekstraeritroid.
Bilirubin terbentuk akibat terbukannya cincin karbon- dari heme yang berasal darieritrosit
maupun ekstraeritroid.

Tahap awal proses degradasi heme dikatalisis oleh enzim heme oksigenase mikrosom
di dalam sel RE. Dengan adanya NADPH dan O2,enzim ini akan menambahkan gugus
hidroksil ke jembatan metenil diantara dua cincin pirol, bersamaan dengan oksidasi ion ferro
(Fe+2) menjadi Fe+3 (ferri). Oksidasi selanjutnya oleh enzim yang menyebabkan pemecahan
cincin porfirin. Ion ferri dan dan CO di lepaskan, sehingga menyebabkan pembentukan
biliverdin yang berpigmen hijau. Biliverdin kemudian direduksi sehingga membentuk
bilirubin yang bewarna merah jingga. Bilirubin dan turunannya bersama-sama disebut
pigmen empedu.13 Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma, sehingga diangkut ke hati
dengan berikatan dengan protein albumin secara nonkovalen. Bilirubin teruarai dari molekul
pembawa albumin dan masuk ke dalam hepatosit, tempat bilirubin akan berikatan dengan
protein intrasel, terutama protein liganin. Di dalam hepatosit, kelarutan bilirubin meningkat
karena penambahan dua molekul asam glukoronat. Reaksi ini dikatalisis oleh bilirubin
glukoniltransferase dengan menggunakan asam glukoronat UDP sebagai donor glukoronat.
Bilirubin diglukoronid ditransport secara aktif dengan melawan gradien konsentrasi ke dalam
kanalikuli biliaris dan kemudian ke dalam empedu. Proses ini memerlukan energi, merupakan
tahapan yang membatasi laju dan rentan mengalami gangguan pada penyakit hepar. Bilirubin
yang tidak terkonjugasi normalnya diekskresikan.

Bilirubin diglukoronid dihidrolisis dan direduksi oleh bakteri di usus untuk


menghasilkan urobilinogen, senyawa yang tidak bernyawa. Sebagian besar urobilinogen
dioksidasi oleh bakteri usus menjadi sterkobilin, memberi warna coklat pada feses. Namun,
beberapa urobilinogen direabsorbsi oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi portal. Sebagian
urobilinogen ini berperan dalam siklus urobilinogen intrahepatik yang akan di uptake oleh
hepar kemudian diekskresikan kembali ke dalam empedu. Sisa urobilinogen diangkut oleh

8
darah ke dalam ginjal, tempat urobilinigen diubah menjadi urobilin yang berwarna kuning
dandiekskresikan sehingga memberikan warna yang khas pada urin.

BILIRUBIN PADA NEONATUS

Neonatus akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB per hari, sedangkan orang
dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB per hari. Produksi bilirubin yang meningkat pada neonatus
disebabkan masa hidup eritrosit neonates lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan
orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat
dan juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat (siklus enterohepatik).

Peningkatan kadar bilirubin serum ini dapat bersifat fisiologis dan patologis.
Dikatakan hiperbilirubinemia apabila terjadi peningkatan plasma bilirubin 2 standar deviasi
atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil
90.Keadaan ini dapat
menyebabkan ikterus baik fisiologis maupun patologis. Apabila kadar bilirubin tidak
terkontrol dapat menyebabkan terjadinya kernikterus, defek neurologis yang menetap bahkan
kematian pada neonatus. Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada neonatus yang
ditandai dengan pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih.Secara klinis akan tampak pada neonatus bila kadar bilirubin 5-7
mg/dL.

Kadar bilirubin neonatus akan menurun setelah 10-14 hari kelahiran. Neonatus yang
sehat dan yang diidentifikasi tanpa faktor risiko ikterus patologis memiliki kadar bilirubin
serum 12 mg/dL.

MEKANISME IKTERUS

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus
pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum >5mg/dL (Cloherty, 2004). Pada
orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2mg/dL. Ikterus lebih mengacu

9
pada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia
lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.

Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau
pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik
dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih
dari 20 mg/dl. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan berat badan lahir rendah , hipoksia, dan hipoglikemia.

3. Jelaskan perbedaan ikterus fisiologis dan patofisiologis pada neonatus Penyebab


terjadinya ikterus pada neonatus (berdasarkan anatomi, dan mekanisme)!

1. Ikterus Fisiologis

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus
yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987, Ngastiyah, ):

Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan ke-6.
Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan.
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari

10
Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu

2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia

Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik,
atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.

Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut :


Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap sesudah bayi
berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir
BBLR.
Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang bulan (BBLR) dan
12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
Bilirubin direk lebih dari 1mg%.
Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-
PD, dan sepsis).

Ada juga pendapat ahli lain tentang hiperbilirubinemia yaitu Brown menetapkan
Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg %
pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

4. Penyebab terjadinya ikterus pada neonatus (berdasarkan anatomi, dan mekanisme)!


Etiologi
1. Ikterus Prehepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
- Kelainan sel darah merah
- Infeksi seperti malaria, sepsis.
- Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat obatan, maupun yang berasal dari
dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfuse dan eritroblastosis fetalis.

11
2. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi
yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi
kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di
eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena
ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga
tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
3. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin
direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga
bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian
menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan
sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.

5. DD!

ILEOUS OBSTRUKTIF

DEFINISI

Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus ada 2 macam,
yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.

Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen
saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan
mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang
menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose
segmen usus tersebut.

EPIDEMIOLOGI

A. Umur dan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2001 hingga 2002 yang dilakukan oleh
Markogiannakis, dkk, ditemukan 60% pasien yang dirawat di Rumah Sakit Hippokratian,

12
Athens mengalami ileus obstruktif dengan rata-rata pasien berumur antara sekitar 16 sampai
98s tahun dengan rasio perbandingan perempuan lebih banyak daripada laki-laki (rasio
perbandingan 3:2).18 Berdasarkan hasil penelitian Imaz Akgun, dkk, (2001) di rumah sakit
Selatan Anatolia Timur, Turki ditemukan 699 pasien yang rasio perbandingan laki-laki dan
perempuan adalah 3:2 dengan kelompok umur 15-95 tahun.38 Menurut penelitian Chen Xz,
dkk, (1995-2001) di rumah sakit Cina Barat ditemukan 705 pasien dengan rasio perbandingan
laki-laki dengan perempuan 1,2:1 dan dengan rata-rata usia (median usia= 45) untuk pria dan
(median usia = 51) untuk wanita.39 Menurut penelitian Nofie Windiarto (2008) di Rumah
Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang diantaranya 20 penderita ileus 11 orang (55%)
perempuan dan 9 orang (45%) laki-laki dengan kelompok umur 17-15 tahun sebanyak 10
orang (50%), 26-34 tahun sebanyak 6 orang (30%), dan 35-45 tahun sebanyak 4 orang (20%).

B. Suku dan agama

Diet vegetarian dan pengunyahan yang miskin pada makanan merupakan faktor risiko
berkembangnya pythobezoar. Pythobezoar merupakan jenis paling umum bezoar yang paling
sering menyebabkan terjadinya ileus obstruktif pada usus halus. Phytobezoar terdiri dari
selulosa, tanin, dan lignin yang berasal dari sayuran dan buah-buahan yang dicerna. Jika
vegetarian sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang mengandung selulosa,
tanin, dan lignin seperti buah kesemek maka faktor risiko akan lebih tinggi untuk mengalami
ileus obstruktif. Di Indonesia secara tradisional suku bangsa Jawa tidak terlalu banyak
mengonsumsi daging dan gemar mengonsumsi tahu dan tempe dalam menu mereka sehingga
faktor risiko untuk terjadinya ileus obstruktif lebih kecil pada suku ini. Namun berbagai
penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens timbulnya berbagai
macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek
proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.33 Ajaran Buddhisme Theravada tidak
secara eksplisit mengajarkan untuk tidak memakan daging, dimana Theravadans banyak
yang menghindari makan daging karena kasih yang tulus untuk kesejahteraan sesama
makhluk hidup. Dengan kata lain, vegetarian tidak secara eksplisit dibutuhkan ajaran agama
Buddha, sehingga pada pengikut Buddha secara umum memiliki risiko lebih kecil untuk
menderita Ileus obstruktif.

Kebiasaan memberikan makanan selain ASI kepada bayi merupakan salah satu
penyebab obstruksi usus pada bayi. Terjadi obstruksi usus karena usus bayi belum mampu

13
melakukan peristaltik secara sempurna.Pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin
memberikan nasi palpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya terlebih dahulu) kepada
bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari
mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di
Sumatra Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi, pisang dll.
Kebiasaan masyarakat ini menjadi faktor risiko yang tinggi untuk terjadinya Ileus Obstruktif.

KLASIFIKASI

Menurut sifat sumbatannya

Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan :

a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di


dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena
atresia usus dan neoplasma

b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai


oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi,
dan volvulus.

Menurut letak sumbatannya

Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 :

a) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus

b) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar

Menurut etiologinya

Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3 :


a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma
(karsinoma), dan abses intraabdominal.

b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena


kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chrons disease,
diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi.

14
c) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di
dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu.

ETIOLOGI

Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain :

1. Hernia inkarserata : usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat
dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi
segera.

2. Non hernia inkarserata, antara lain :

a. Adhesi atau perlekatan usus

Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau
luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau
umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi. b. Invaginasi

Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada
orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak
diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang
masuk naik ke kolon ascendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini
dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan
komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas
pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan Roentgen dengan pemberian
enema barium. Invaginasi pada orang muda dan dewasa jarang idiopatik, umumnya
ujung invaginatum merupakan polip atau tumor lain di usus halus. Pada anak, apabila
keadaan umumnya mengizinkan, maka dapat dilakukan reposisi hidrostatik yang
dapat dilakukan sekaligus sewaktu diagnosis Roentgen ditegakkan. Namun, apabila
tidak berhasil, harus dilakukan reposisi operarif. Sedangkan pada orang dewasa,
terapi reposisi hidrostatik umumnya tidak mungkin dilakukan karena jarang
merupakan invaginasi ileosekal.

c. Askariasis

15
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya
puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus,
tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen paling sempit.
Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan
dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus,
strangulasi, dan perforasi.

d. Volvulus

Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari
segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap
aksis radii mesenterii sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus halus agak
jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan
mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi
tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.

e. Tumor

Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan
karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan
oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus.

f. Batu empedu yang masuk ke ileus.

Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke
traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan
obstruksi.

Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma, terutama pada daerah
rektosigmoid dan kolon kiri distal. Selain itu, obstruksi dapat pula disebabkan oleh
divertikulitis, striktur rektum, stenosis anus, volvulus sigmoid, dan penyakit Hirschprung.

16
Patofisiologi Ileus Obstruktif

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70%
dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran
air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen
dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang
cairan ekstrasel yang mengakibatkan syokhipotensi, pengurangan curah jantung,
penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus
mengakibatkan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus.
Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan
sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.

Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi
timbul tepat di proksimal dan menyebabkan muntah refleks. Setelah mereda, peristaltik
melawan obstruksi dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri
episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih
sering timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum.
Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan
gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi,
maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada.

Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan
mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan
muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium,
klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang
tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah
bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan
plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular,
hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik,
maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan syok.

17
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus
mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang
mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan
darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi
serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak
sebagai sawar (penghambat) bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan
bagian dinding usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan
strangulasi yang memanjang maka timbul iskemik dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan
endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis.

Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat
menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat menyebabkan kematian.27

Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung
usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya dibandingkan ileus obstruksi yang
lainnya, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat sebelum terbukti tanda klinis dan
gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup mencakup pita lekat
melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada keadaan terakhir ini,
sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen,
yang menyebabkan obstruksi aliran keluar ke vena.

Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan
ileus obstruksi usus halus. Karena kolon bukan organ pensekresi cairan dan hanya menerima
sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan
cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian sindroma yang berhubungan
dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena obstruksi itu karena distensi.
Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus
halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup
dan distensi kontinu menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya di
sekum. Hal didasarkan atas hukum Laplace, yang mendefinisikan tegangan di dalam dinding
organ tubular pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung
itu. Sehingga karena diameter kolon melebar di dalam sekum, maka area ini yang biasanya
pecah pertama.

Manifestasi Klinis

18
Obstruksi sederhana

Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang
jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri abdomen
bervariasi dan sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.

Obstruksi bagian tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah periumbilikal atau
nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang timbul dengan adanya fase bebas
keluhan. Muntah akan timbul kemudian, waktunya bervariasi tergantung sumbatan. Semakin
distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Obstipasi selalu terjadi
terutama pada obstruksi komplit.

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat
kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen
dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di
daerah distal. Peristaltik usus yang mengalami dilatasi dapat dilihat pada pasien yang kurus.
Bising usus yang meningkat dan metabolic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya
nyeri pada obstruksi di daerah distal.

Obstruksi disertai proses strangulasi

Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri
hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai
tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan
tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis
usus.

Obstruksi pada kolon

Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan


biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya
iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi
atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada
penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal
mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan
tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan
valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum
karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan

19
menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang
kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya
massa menunjukkan adanya strangulasi.

Faktor Risiko Ileus Obstruktif

Obstruksi usus yang sering ditemukan, tergantung pada umur pasien. Pada
bayi/neonatus obstruksi usus disebabkan atresia ani, atresia pada usus halus , dan penyakit
Hirschsprung. Obstruksi pada anak-anak sering disebabkan oleh intususepsi, penyakit
Hirschsprung dan hernia strangulasi inguinalis kongenital. Pada orang dewasa, obstruksi usus
sering disebabkan tumor di dalam usus, perlengketan dinding usus, hernia strangulasi pada
kanalis inguinalis, femoralis ataupun umbilikalis dan penyakit Crohn. Obstruksi pada pasien
umur lanjut sering disebabkan karsinoma usus besar, divertikel, hernia strangulasi, tinja
membatu, perlengketan dinding usus dan volvulus.

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi


untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan
penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita
penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit.

1. Persiapan

Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan
juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan
optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau
karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif.
2. Operasi

20
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi
secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera
mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :

- Strangulasi

- Obstruksi lengkap

- Hernia inkarserata

- Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT,


infus, oksigen dan kateter)

3. Pasca Bedah

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu
diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.

KOMPLIKASI

Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan
perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum.

Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan sedini mungkin baik
pencegahan primordial, primer, sekunder dan tersier untuk mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas. Demikian juga pada penyakit ileus obstruktif, tindakan pencegahan harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya ileus obstruktif dan menghindari akibat fatal yang
disebabkan ileus obstruktif.

Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum


memiliki faktor risiko terhadap ileus obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi kesehatan
atau memberikan pendidikan kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif atau dengan

21
melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam
menjaga kesehatannya oleh kemampuan

masyarakat.

Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan orang yang agar
tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer berarti
mencegah terjadinya ileus obstruktif. Upaya pencegahan ini dimaksudkan untuk mengadakan
pencegahan pada masyarakat. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain :

a. Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya

b. Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya tahan


tubuh

c. Diet Serat

Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan


insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan
bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran
pencernaan.

d. Untuk membantu mencegah kanker kolorektal, makan diet seimbang rendah


lemak dengan banyak sayur dan buah, tidak merokok, dan segera untuk skrining
kanker kolorektal setahun sekali setelah usia 50 tahun.
e. Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan tekanan di
dalam perut dan mungkin memaksa satu bagian dari usus untuk menonjol melalui
daerah rentan dinding perut Anda.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan terhadap ileus obstruktif adalah dengan
cara mendeteksi secara dini, dan mengadakan penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat
fatal ileus obstruktif.

i. Cara mendeteksi secara dini ileus obstruktif

22
Cara mendeteksi secara dini ileus obstruktif adalah dengan melakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah

a. Pemeriksaan Fisik

Gambaran fisik pasien yang menderita ileus obstruktif bervariasi dan tergantung
kapan dilakukan pemeriksaan. Jika pemeriksaan dilakukan beberapa jam atau sehari setelah
mulainya obstruksi mekanik sederhana, maka akan terbukti beberapa gejala-gejala ileus.
Tetapi jika dibiarkan lewat beberapa hari, maka tanda tambahan akan bermanifestasi. Alasan
ini didasarkan atas respon patofisiologi terhadap ileus obstruktif. Gambaran pertama dalam
pemeriksaan pasien yang dicurigai menderita ileus obstruktif merupakan adanya tanda
generalisasi dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah
kering. Karena lebih banyak cairan disekuestrasi ke dalam lumen usus, maka bisa timbul
demam, takikardia dan penurunan tekanan dalam darah. Dalam pemeriksaan abdomen
diperhatikan kemunculan distensi, parut abdomen (yang menggambarkan perlekatan pasca
bedah), hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus bukti gelombang peristaltik
terlihat pada dinding abdomen dan dapat berkorelasi dengan nyeri kolik. Tanda demikian
menunjukkan obstruksi strangulata. Gambaran klasik dalam mekanik sederhana adalah
adanya episodik gemerincing logam bernada tinggi dan bergelora (rush) pada waktu
penderita dalam kondisi tenang. Gelora tersebut bersamaan dengan nyeri kolik. Pada
obstruksi strangulata tidak ditemukan tanda ini.

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan
pelvis. Apabila dalam pemeriksaan ini ditemukan tumor serta adanya feses di dalam kubah
rektum menggambarkan terjadinya obstruksi di proksimal. Jika darah makroskopik
ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa obstruksi didasarkan atas lesi
intrinsik di dalam usus. b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X dan foto abdomen yang tegak dan berbaring sangat bermanfaat
dalam mendiagnosa ileus obstruktif. Jika penderita tidak dapat duduk selama 15 menit, maka
posisi dekubitus lateral kiri dapat dilakukan untuk foto abdomen.

Adanya gelung usus yang terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola anak
tangga pada foto tegak menggambarkan bahwa penderita menderita ileus obstruktif. Hal ini
karena fakta bahwa udara biasanya tidak terlihat pada usus halus dan hanya terbukti pada
usus yang terdistensi. Informasi dari foto juga dikumpulkan sebagai bahan diagnosa. Pada

23
foto abdomen, gelung usus berbeda pada usus halus dan kolon. Usus halus ditandai dengan
posisinya yang berada di dalam abdomen sentral dan adanya valvulae conniventes yang
muncul sebagai garis yang melintasi keseluruhan lebar lumen. Kolon teridentifikasi dengan
posisinya di sekeliling abdomen dan dibatasi oleh adanya tanda haustra yang hanya sebagian
melintasi diameter lumen.

Pada obstruksi mekanik sederhana lanjut pada usus halus, tak ada gas yang terlihat di
dalam kolon. Obstruksi kolon dengan valva ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam
kolon merupakan satu-satunya gambaran penting. Jika valva ileocaecalis inkompeten, maka
distensi usus halus dan kolon ada. Pada obstruksi strangulasi, perjalanan klinik lebih cepat
dan harus segera dilakukan pemeriksaan. Distensi usus (jika ada) pada obstruksi strangulasi
lebih sedikit dibandingkan pada obstruksi mekanis sederhana

c. Pemeriksaan Penunjang

c.1. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) :
meningkat akibat dehidrasi

c.2. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum


meningkat, Na+ dan Cl- rendah.

c.3. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen

a. Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan


valvula connives melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar
(distribusi perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar
usus)

b. mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)

c.4. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi


barium sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat
tempat dan penyebab
c.5. CT Scan pada usus halus : mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi
untuk menunjukkan tempat obstruksi.

ii. Operasi

a. Usus halus
24
Operasi dapat dimulai setelah pasien telah diredidrasi kembali dan organorgan vital
telah dapat berfungsi dengan normal. Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis,
maka daerah tersebut harus disayat. Perincian operatif tergantung pada penyebab obstruksi.
Perlengketan/ adhesi dilepaskan atau bagian yang mengalami obstruksi dibuang, usus yang
mengalami strangulasi harus dipotong.

b. Usus besar

Pada usus besar, operasi terdiri dari proses sesostomi dekompresi atau hanya
kolostomi tranversal pada pasien yang sudah lanjut usia, pasien dengan obstruksi terjadi di
daerah sekum, maka bagian tersebut akan dipotong, biasanya disertai anastomosis primer.
Kanker pada kolon sebelah kiri dan anastomosis yang mengakibatkan obstruksi pada pasien
juga akan dipotong dan disertai anastomosis juga.

Pencegahan Tersier

Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah


kecacatan dan menghindari komplikasi yang dapat memperparah keadaan.Tindakan
perawatan post operasi serta melakukan mobilitas/ambulasi sedini mungkin.

PROGNOSIS

Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi,
tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka
toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah
sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi
dibandingkan obstruksi usus halus.

BREAST-MILK JAUNDICE

DEFINISI

Breast-milk jaundice (BMJ) adalah proses kekuningan yang biasanya timbul pada bayi
cukup bulan dan diberi ASI dengan teratur dan cukup. Breast-milk jaundice masih tergolong
ikterus fisiologis dengan gejala:

25
1) Warna kuning timbul pada hari ke-2 atau ke-3, dan tampak jelas pada hari ke 5-6, dan
akan menghilang pada hari ke 10. (
2) Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa.
3) Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% perhari pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg% perhari pada bayi kurang bulan.
4) Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
5) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.

EPIDEMIOLOGI

Breast-milk jaundice cenderung diturunkan secara genetik dan terjadi pada 2-4% bayi
yang baru lahir. Ibu yang bayinya mengalami breast-milk jaundice sebanyak 70% dapat
berulang kembali pada bayi yang berikutnya.

ETIOLOGI

Penyebab pasti dari breast-milk jaundice ini belum diketahui. Namun ada beberapa faktor
yang diduga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan bilirubin pada bayi.

1. Kurangnya protein Y dan Z


2. Enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
3. Pemberian ASI yang mengandung pregnandiol atau asam lemak bebas yang
menghambat kerja G6PD

PATOFISIOLOGI

Dari etiologi yang tersebut diatas, ada beberapa patofisiologi dari breast-milk jaundice.

1. Metabolisme bilirubin
Segera setelah lahir, bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah bilirubin yang larut
dalam lemak menjadi bilirubin yang water-soluble) di dalam hati. Frekuensi dan
jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta
jumlah tempat ikatan albumin (albumin binding-site). Pada bayi yang bormal dan

26
sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan enzim glukoronil
transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
2. Hiperbilirubinemia
Gangguan pemecahan bilirubin plasma dapat menimbukan peningkatan bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis.
3. ASI
Breast-milk jaundice diperkirakan timbul akibat terhambatnya uridine
diphosphoglucoronic acid glucoronyl transferase (UDPGA) oleh hasil metabolisme
progesteron yaitu pregnane-3-alpha 20 beta-diol (pregnandiol) yang ada dalam ASI
ibu-ibu tertentu.
4. Hambatan terhadap fungsi glukoronil transferase di hati oleh peningkaran konsentrasi
asam lemak bebas yang tidak diesterifikasi.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik:
a. Peningkaran aktifitas beta-glukoronidase dalam ASI dan pada usus bayi yang
mendapat ASI.
b. Terlambatnya pembentukan flora usus pada bayi yang mendapat ASI
c. Defek aktifitas uridine diphosphateglucoronyl transferase (UGT1A1) pada
bayi yang homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.
Lawrence, 2001 berpendapat bahwa berbagai faktor yang terkandung dalam ASI
meningkatkan siklus enterohepatik bilirubin. ASI mengandung inhibitor enzim glokoronil
transferase yang berfungsi mengkonjugasi bilirubin dengan asam glukoronat, sehingga
bilirubin tak terkojugasi jumlahnya meningkat. Hal ini menyebabkan hiperbilirubinemia pada
bayi. Selain itu peningkatan absorbsi bilirubin lebih besar daripada produksinya juga dapat
menyebabkan breast-milk jaundice. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat
kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dL seama minggu ke-2
sampai minggu ke-3. Biasanya dapan mencapai usia 4 minggu dan menurun pada minggu ke-
10.

DIAGNOSIS

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:

a) Kadar bilirubin serum berkala,

27
b) Darah tepi lengkap (perifer blood smear) untuk menunjukkan sel darah merah
abnormal atau imatur, eritroblastosisi pada penyakit Rh atau sferosis pada
inkompabilitas ABO.
c) Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkompeten ABO.
d) Tes Coombs pada tali pusat bayi baru lahir
dll

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dari breast-milk jaundice dapat ditentukan dari etiologinya. Dari etiologi
dapat disimpulkan bahwa penyebab umum dari breast-milk jaundice dapat berasal dari ASI.
Untuk itu satu-satunya tatalaksana yang dapat diberikan untuk bayi dengan keadaan seperti
ini adalah dengan memberikan ASI dibawah pengawasan dokter, bahkan dapat juga dengan
menghentikan pemberian ASI untuk sementara.

PROGNOSIS

Baik

SEPSIS NEONATUS

DEFINISI

Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik
dan terdapat bakteri dalam darah.

Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat
infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa
dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir.

Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama
setelah kelahiran. (Mochtar, 2005)

ETIOLOGI

28
Sepsis primer biasanya disebabkan: Streptokokus Grup B (GBS), kuman usus Gram
negatif, terutama Escherisia coli, Listeria monocytogenes, Stafilokokus, Streptokokus
lainnya (termasuk Enterokokus), kuman anaerob, dan Haemophilus influenzae.

Sedangkan penyebab sepsis nosokomial adalah Stafilokokus (terutama


Staphylococcus epidermidis), kuman Gram negatif (Pseudomonas, Klebsiella,
Serratia, dan Proteus), dan jamur.

FAKTOR RESIKO

1. Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi kulit yang masih
imatur, dan lemahnya sistem imun,
2. Ketuban pecah dini (>18 jam),
3. Ibu demam pada masa peripartum atau ibu dengan infeksi, misalnya khorioamnionitis,
infeksi saluran kencing, kolonisasi vagina oleh GBS, kolonisasi perineal dengan E.
coli,
4. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau, Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir,
5. Kehamilan kembar,
6. Prosedur invasif,
7. Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus, pipa endotrakheal,
8. Bayi dengan galaktosemi,
9. Terapi zat besi,
10. Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama,
11. Pemberian nutrisi parenteral,
12. Pemakaian antibiotik sebelumnya, dan
13. Lain-lain misalnya bayi laki-laki terpapar 4x lebih sering dari perempuan

PATOFISIOLOGI

Sepsis dini, terjadi pada 5-7 hari pertama, tanda distres pernapasan lebih mencolok,
organisme penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau melalui saluran genital ibu,
Beberapa mikroorganisme penyebab, seperti treponema, virus, listeria dan candida, transmisi
ke janin melalui plasenta secara hematogenik.

Sepsis lambat mudah menjadi berat, tersering menjadi meningitis. Bakteri penyebab
sepsis dan meningitis, termasuk yang timbul sesudah lahir yang berasal dari saluran genital
ibu, kontak antar manusia atau dari alat-alat yang terkontaminasi.

29
MANIFESTASI KLINIS

Letargi, iritabel,
Tampak sakit,
Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit bintik-
bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik,
Suhu tidak stabil demam atau hipotermi,
Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik,
Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih, napas cuping
hidung, retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba, takikardi, atau
hipotensi (biasanya timbul lambat),
Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare, kembung dengan
atau tanpa adanya bowel loop

LANGKAH DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hematologi

Biakan darah atau cairan tubuh lainnya

Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.

Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor, serta urin.

Lain-lain misalnya bilirubin, gula darah, dan elektrolit (natrium, kalium).

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada, abdomen atas indikasi, dan ginjal.
Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretrografi dilakukan atas indikasi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN

Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya korioamnionitis,


yang merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus.

30
TOXOPLASMOSIS

DEFINISI

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,


merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Parasit ini
termasuk golongan protozoa yang bersifat parasit obligat intraseluler. Infeksi toksoplasmosis
saat hamil dapat menyebabkan abortus spontan atau anak yang dilahirkan mengalami
kelainan kongenital seperti hidrosefalus, iridosiklisis, dan retardasi mental.

EPIDEMIOLOGI

Toksoplasmosis tersebar hampir diseluruh dunia karena toksoplasma pada hakekatnya


mampu menginfeksi setiap sel pejamu yang berinti. Sekitar 85 persen wanita usia produktif di
Amerika Serikat mengalami infeksi akut parasit Toxoplasma gondii. Insidens toksoplasmosis
kongenital tergantung proporsi wanita hamil yang terinfeksi toksoplasma selama kehamilan.
Estimasi infeksi kongenital di Amerika Serikat berkisar antara 1 per 3000 sampai 1 per
10.000 kelahiran. Berdasarkan data studi regional, 400 sampai 4.000 kasus toksoplasmosis
kongenital terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

T. gondii memiliki 3 fase hidup, yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi
bradizoit, dan ookista (berisi sporozoit). Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan satu
ujung runcing dan ujung lain agak membulat. Takizoit ditemukan pada infeksi akut berbagai
organ tubuh, seperti otot termasuk otot jantung, hati, limpa, limfonodi, dan sistem saraf pusat.
Selanjutnya, kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah
membentuk dinding. Kista dapat ditemukan dalam tubuh hospes seumur hidup terutama di
otak, otot jantung, dan otot bergaris. Fase hidup ketiga T. gondii adalah sporozoit; pada fase
ini ditemukan ookista. Ookista berbentuk lonjong, mempunyai dinding, berisi satu sporoblas
yang membelah menjadi dua; selanjutnya kedua sporoblas membentuk dinding dan menjadi
sporokista. Masing-masing sporokista berisi 4 sporozoit berukuran 8x2 mikron dan sebuah
benda residu.

Kucing merupakan hospes definitif T. gondii. Selama infeksi akut, ookista yang
keluar bersama tinja kucing belum bersifat infektif. Setelah beberapa minggu, tergantung
kondisi lingkungan, ookista akan mengalami sporulasi dan menjadi bentuk infektif. Manusia

31
dan hospes perantara lain, seperti kambing dan domba, akan terinfeksi jika menelan ookista
tersebut. Kondisi cuaca panas dan tanah lembap dapat mempertahankan ookista selama
sekitar 1 tahun. Ookista tidak dapat bertahan hidup di tanah gersang dan cuaca dingin.
Setelah terjadi infeksi T. gondii akan terjadi proses parasitemia, di mana parasit menyerang
organ dan jaringan serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Pada
toksoplasmosis kongenital, infeksi primer pada janin diawali dengan masuknya darah ibu
yang mengandung parasit ke dalam plasenta, sehingga terjadi plasentitis. Hal ini ditandai
dengan gambaran plasenta dengan reaksi inflamasi menahun pada desidua kapsularis dan
fokal reaksi pada vili. Inflamasi tali pusat jarang dijumpai. Parasit akan menimbulkan
keadaan patologik yang manifestasinya tergantung usia kehamilan. Risiko toksoplasmosis
kongenital sekitar 10 25% apabila infeksi akut maternal terjadi pada trimester pertama
kehamilan dan meningkat hingga 60 90% apabila terjadi pada trimester ketiga. Namun,

manifestasi toksoplasmosis kongenital lebih parah jika infeksi terjadi pada trimester pertama.

MANIFESTASI KLINIS

Pada garis besarnya sesuai dengan cara penularan dan gejala klinisnya,
toksoplasmosis dapat dikelompokkan atas: toksoplasmosis akuisita (dapatan) dan
toksoplasmosis kongenital. Baik toksoplasmosis dapatan maupun kongenital, sebagian besar
asimtomatis atau tanpa gejala. Keduanya dapat bersifat akut dan kemudian menjadi kronik
atau laten. Gejalanya nampak sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lain.
Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak diketahui karena jarang menimbulkan gejala. Tetapi

32
bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat infeksi primer, ada kemungkinan bahwa 50%
akan melahirkan anak dengan toksoplasmosis kongenital. Gejala yang dijumpai pada orang
dewasa maupun anak-anak umumnya ringan. Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada
toksoplasmosis dapatan adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan sakit kepala.

Pada infeksi akut, limfadenopati sering dijumpai pada kelenjar getah bening daerah
leher bagian belakang. Gejala tersebut di atas dapat disertai demam, mialgia dan malaise.
Bentuk kelainan pada kulit akibat toksoplasmosis berupa ruam makulopapuler yang mirip
kelainan kulit pada demam titus, sedangkan pada jaringan paru dapat terjadi pneumonia
interstisial. Gambaran klinis toksoplasmosis kongenital dapat bermacam-macam. Ada yang
tampak normal pada waktu lahir dan gejala klinisnya baru timbul setelah beberapa minggu
sampai beberapa tahun. Ada gambaran eritroblastosis, hidrops fetalis dan triad klasik yang
terdiri dari hidrosefalus, korioretinitis dan perkapuran intrakranial atau tetrad sabin yang
disertai kelainan psikomotorik.

Toksoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala yang sangat berat dan


menimbulkan kematian penderitanya karena parasit telah tersebar luas di berbagai organ
penting dan juga pada sistem saraf penderita. Gejala susunan syaraf pusat sering
meninggalkan gejala sisa, misalnya retardasi mental dan motorik. Kadang-kadang hanya
ditemukan sikatriks pada retina yang dapat kambuh pada masa anak-anak, remaja atau
dewasa. Korioretinitis karena toksoplasmosis pada remaja dan dewasa biasanya akibat infeksi
kongenital. Akibat kerusakan pada berbagai organ, maka kelainan yang sering terjadi
bermacam-macam jenisnya. Kelainan pada bayi dan anak-anak akibat infeksi pada ibu selama
kehamilan trimester pertama, dapat berupa kerusakan yang sangat berat sehingga terjadi
abortus atau lahir mati, atau bayi dilahirkan dengan kelainan seperti ensefalomielitis,
hidrosefalus, kalsifikasi serebral dan korioretinitis. Pada anak yang lahir prematur, gejala
klinis lebih berat dari anak yang lahir cukup bulan, dapat disertai hepatosplenomegali,
ikterus, limfadenopati, kelainan susunan syaraf pusat dan lesi mata.

DIAGNOSIS

Toksoplasmosis kongenital hanya akan terjadi jika seorang wanita mendapat infeksi
selama hamil. Satu-satunya cara untuk menentukan infeksi adalah dengan skrining serologi.
Tidak semua wanita hamil menunjukkan gejala saat terinfeksi toksoplasmosis dan hanya
sebagian kecil janin yang menunjukkan tanda abnormal yang dapat dideteksi dengan

33
ultrasonografi rutin. Hal ini menjadi pertimbangan perlunya skrining dan tes serial terhadap
setiap wanita hamil. Klasifikasi toksoplasmosis kongenital (Desmonts dan Couvreur):

1. Anak dengan kelainan neurologis, seperti : Hidrosefalus, mikrosefalus, makroftalmus


dengan atau tanpa retinokoroiditis. Gejala mungkin timbul saat dilahirkan atau di
kemudian hari.
2. Anak dengan kelainan berat, penyakit generalisata, seperti : Eksatematus
makulopapular, purpura, pneumonia, jaundice berat, hepatosplenomegali; mungkin
juga uveitis dan pembesaran ventrikuler.
3. Anak dengan kelainan sedang dan tanda infeksi pre-natal, seperti :
Hepatosplenomegali dan jaundice dengan atau tanpa trombositopenia atau gejala non-
spesifik
4. Anak dengan infeksi subklinis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Beberapa metode diagnosis toksoplasmosis kongenital antara lain deteksi respons


imunitas humoral spesifik Toxoplasma, amplifikasi DNA Toxoplasma, identifikasi antigen
spesifik Toxoplasma pada jaringan, dan isolasi parasit. Selama kehamilan, adanya parasit
dalam cairan amnion (amplifikasi DNA, mikroskopi, atau isolasi organisme) atau jaringan
fetus (amplifikasi DNA, pewarnaan antigen, mikroskopi, atau isolasi organisme) dapat
mendiagnosis toksoplasmosis kongenital. Metode diagnosis yang paling sering untuk
toksoplasmosis kongenital selama kehamilan adalah PCR dalam cairan amnion; hasil tes
positif mendiagnosis toksoplasmosis kongenital. Pada periode post-natal, baku emas
penegakan diagnosis toksoplasmosis kongenital adalah IgG Toxoplasma persisten hingga usia
12 bulan. Sedangkan, kriteria eksklusi diagnosis toksoplasmosis kongenital yaitu dengan
adanya penurunan titer IgG Toxoplasma yang menghilang dalam usia 12 bulan. Pada keadaan
terbatasnya riwayat klinis dan hasil tes laboratorium Toxoplasma, diagnosis toksoplasma
kongenital pada satu tahun awal kehidupan dapat rancu dengan kemungkinan bayi mendapat
infeksi selama periode postnatal. Oleh karena itu, perlu mendiagnosis atau mengeksklusi
toksoplasmosis kongenital selama periode gestasi atau satu tahun awal kehidupan. Metode
laboratorium yang umum digunakan untuk diagnosis toksoplasmosis kongenital pada bayi
baru lahir adalah deteksi serologi berbagai antibodi Toxoplasma dalam serum darah perifer.
IgG, IgM, IgA Toxoplasma harus selalu diperiksa. Kombinasi hasil pemeriksaan IgM dan
IgA, ditambah dengan pemeriksaan IgG memiliki sensitivitas lebih tinggi dibandingkan

34
dengan hanya satu jenis pemeriksaan. Pemeriksaan Toxoplasma PCR pada cairan
serebrospinal (CSF), darah perifer, dan urin dapat menjadi cara lain untuk diagnosis awal
toksoplasmosis kongenital.

Selama periode post-natal, deteksi IgG Toxoplasma neonatus bergantung pada IgG
maternal yang dapat menembus plasenta secara pasif. Pada periode awal kehidupan, IgG
neonatus masih diperoleh dari IgG ibu, setelah 2 bulan akan mulai menurun. Pada usia 6
bulan IgG akan hilang 50% dan 100% saat usia 1 tahun. Deteksi IgM dan IgA Toxoplasma
pada neonatus juga dapat terkontaminasi oleh IgM maternal pada 5 hari pertama kehidupan
dan IgA pada 10 hari awal. Oleh karena itu, pemeriksaan IgA ataupun IgM dilakukan saat
usia >10 hari. Apabila diagnosis belum dapat ditegakkan, pemeriksaan IgG, IgM, dan IgA
selanjutnya dilakukan pada usia 1 bulan dan setiap 2 bulan sesuai indikasi. Diagnosis
toksoplasmosis kongenital dapat dieksklusi jika tidak terdapat titer IgG tanpa terapi hingga
usia <12 bulan.

PENATALAKSANAAN

Terapi toksoplasmosis kongenital dapat dilakukan pada periode pre-natal dan


postnatal. Terapi pre-natal bertujuan untuk mencegah transmisi infeksi maternal ke fetus,
sedangkan tujuan terapi post-natal adalah untuk mengobati infeksi pada bayi yang positif
terdiagnosis toksoplasmosis kongenital. Terapi post-natal berfungsi untuk mengurangi risiko
retinokoroiditis. Penelitian-penelitian terkait terapi toksoplasmosis kongenital masih jarang
dilakukan. Pada sebuah studi kohort oleh Phan, dkk. tahun 2008, tidak mendapatkan

35
perbedaan signifikan risiko retinokoroiditis hingga usia 3 tahun pada anak yang diterapi post-
natal dengan anak yang diterapi postnatal dan pre-natal. Pirimetamin dan sulfadiazin oral
untuk toksoplasmosis kongenital digunakan selama 1 tahun; dosis pirimetamin oral yang
dianjurkan adalah 0,5 1 mg/kgBB, sedangkan dosis sulfadiazin adalah 100 mg/kgBB.

PENCEGAHAN

Anak balita yang bermain di tanah atau ibu-ibu yang gemar berkebun, juga petani
sebaiknya mencuci tangan yang bersih dengan sabun sebelum makan. Sayur-mayur yang
dimakan sebagai lalapan harus dicuci bersih, karena ada kemungkinan ookista melekat pada
sayuran, makanan yang matang harus di tutup rapat supaya tidak dihinggapi lalat atau kecoa
yang dapat memindahkan ookista dari tinja kucing ke makanan tersebut. Kista jaringan dalam
hospes perantara (kambing, sapi, babi dan ayam) sebagai sumber infeksi dapat dimusnahkan
dengan memasaknya sampai 66C.

Yang paling penting dicegah adalah terjadinya toksoplasmosis kongenital, yaitu anak
yang lahir cacat dengan retardasi mental dan gangguan motorik, merupakan beban
masyarakat. Pencegahan dengan tindakan abortus artefisial yang dilakukan selambatnya
sampai kehamilan 21-24 minggu, mengurangi kejadian toksoplasmosis kongenital kurang
dari 50 %, karena lebih dari 50 % toksoplasmosis kongenital diakibatkan infeksi primer pada
trimester terakhir kehamilan. Pencegahan dengan obat-obatan, terutama pada ibu hamil yang
diduga menderita infeksi primer dengan Toxoplasma gondii, dapat dilakukan dengan
spiramisin. Vaksin untuk mencegah infeksi toksoplasmosis pada manusia belum tersedia
sampai saat ini.

ATRESIA BILIARIS

Atresia biliaris adalah suatu kaeadaan dimana terjadi gangguan dari sistim bilier
ekstra hepatik .Karakteristik dari atresia biliarias adalah tidak terdapatnya sebagian
sistim bilier antara duodenum dan hati sehingga terjadi hambatan aliran empedu dan
menyebabkan gangguan fungsi hati tapi tidak menyebabkan Kern icterus karena hati
masih tetap membentuk konyugasi bilirubin dan tidak dapat menembus blood brain
barier.
Klasifikasi

36
Tipe I : obliterasi dari duktus kholedekus ,duktus hepatikus normal.
Tipe II : atresia duktus hepatikus dengan struktur kistik tampak pada derah porta
hepatis
Tipe III : pada lebih 90% pasien ,atresia pada duktus hepatikus kiri dan kanan
setinggi porta hepatis.
Variasi ini tidak boleh dibingungkan dengan hipoplasia duktus biliaris intra
hepatal , yang tidak dapat dikoreksi dengan pembedahan.

Epidemiologi
Amerika Serikat studi individu kejadian secara keseluruhan di Amerika Serikat
dari 1 per 10.000-15.000 kelahiran hidup. Internasional Insiden atresia bilier adalah
tertinggi pada populasi Asia, dan mungkin lebih umum pada bayi Cina dibandingkan
dengan bayi Jepang.
Sebelum pengembangan transplantasi hati sebagai pilihan terapi untuk anak-anak
dengan penyakit hati stadium akhir, tingkat kelangsungan hidup jangka panjang untuk
bayi dengan atresia bilier berikut portoenterostomy adalah 47-60% pada 5 tahun dan 25-
35% pada 10 tahun. Dalam sepertiga dari semua pasien, aliran empedu adalah operasi
berikut tidak memadai, dan anak-anak ini menyerah pada komplikasi sirosis bilier dalam
beberapa tahun pertama kehidupan kecuali transplantasi hati dilakukan. Berikut
portoenterostomy, komplikasi termasuk kolangitis (50%) dan hipertensi portal (> 60%).
hepatocellular carcinoma mungkin risiko bagi pasien dengan sirosis dan tidak ada bukti
klinis hipertensi portal. fibrosis progresif dan sirosis bilier berkembang pada anak-anak
yang tidak mengalirkan empedu. Dengan demikian, seperti yang dibahas di bawah ini
(lihat Prognosis), transplantasi hati mungkin satu-satunya pilihan untuk kelangsungan
hidup jangka panjang pada sebagian besar pasien.
Insiden atresia bilier adalah tertinggi pada populasi Asia. Gangguan juga terjadi
pada bayi hitam, dengan kejadian sekitar 2 kali lebih tinggi daripada yang diamati antara
bayi putih. Ekstrahepatik atresia bilier lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
pada pria. Atresia bilier adalah gangguan yang unik untuk periode neonatal. Bentuk janin
/ perinatal jelas dalam 2 minggu pertama kehidupan; jenis postnatal menyajikan pada
bayi berusia 2-8 minggu.

37
Etiologi
Penyebab dari Atresia bilier tidak diketahui dengan pasti .Mekanisme auto imun
mungkin merupakan sebagian penyebab terjadinya progresivitas dari Atresia bilier. Dua
tipe dari atresia biliaris adalah bentuk fetal dan terjadi selama masa fetus dan timbul
ketika lahir, serta bentuk perinatal lebih spesifik dan tidak terlihat pada minggu kedua
sampai minggu keempat kehidupan. Penelitian terbaru mengatakan infeksi virus pada
bayi sangat sugestif merupakan penyebab dari Atresia bilier. Kurang lebih 10 % dari
Atresia bilier terutama bentuk fetal bersama sama dengan kelainan kongenital lainnya
seperti kelainan jantung ,limpa dan ususAtrsia biliaris bukan kelainan heriditer ini
terlihat pada bayi kembar atresia bilier tidak terjadi pada keda bayi tersebut. Atresia
bilier terjadi selama periode fetus atau neonatal kemungkinan triger nya adalah salah satu
atau kombinasi faktor dibawah ini :
-Infeksi dengan virus atu bakteri
- Masalah sistim imun
- Komponen empedu yang abnormal
- Ganguan pertumbuhan dari liver dan duktus biliaris
Patofisiologi
Patofisiologi dari Atresia biliaris masih sulit dimengerti , penelitian terakhir
dikatakan kelainan kongenital dari sistim biliris.Masalah ontogenesis hepatobilier
dicurigai dengan bentuk atresia bilier yang berhubungan dengan kelainan kongenital
yang lain. Walaupun yang banyak pada tipe neonatal dengan tanda khas inflamasi yang
progresif,dengan dugaan infeksi atau toksik agen yang menyebabkan obliterasi duktus
biliaris . Pada tipe III :yang sering terjadi adalah fibrosis yang menyebabkan obliterasi
yang komplit sebagian sistim bilaris ekstra hepatal . Duktus biliaris intra hepatal yang
menuju porta hepatis biasanya pada minggu pertama kehidupan tampak paten tetapi
mungkin dapat terjadi kerusakan yang progresif. Adanya toksin didalam saluran empedu
menyebabkan kerusakan saluran empedu extrahepatis.Identifikasi dari aktivitas dari
inflamasi dan kerusakan Atresia sistim bilier ekstrahepatal tampaknya merupakan lesi
yang didapat. Walaupun tidak dapat didentifikasi faktor penyebab secara khusus tetapi
infeksi merupakan faktor penyebab terutama isolasi dari atresia bentuk neonatal . Banyak
penelitian yang menyatakan peninggian titer antibodi reovirus tipe 3 pada penderita
atresia biliaris dibandingkan dengan yang normal. Virus yang lain yang sudah
diimplikasi termasuk rotavirus dan cytomegali virus (CMV).
Gejala Klinis
38
Bayi bayi dengan Atresia bilier biasanya lahir dengan berat badan yang normal
dan perkembangannya baik pada minggu pertama Hepatomegali akan terlihat lebih awal.
Splenomegali sering terjadi, dan biasanya berhubsungan dengan progresivitas penyakit
menjadi Cirrhosis hepatis dan hipertensi portal. Ikterus karena peninggian bilirubin direk
.Ikterus yang fisiologis sering disertai dengan peninggian bilirubin yang konyugasi . Dan
harus diingat peninggian bilirubin yang tidak konyugasi jarang sampai 2 minggu Pasien
dengan bentuk fetal /neonatal (sindrom polisplenia/asplenia) pertengahan liver bisa
teraba pada epigastrium Adanya murmur jantung pertanda adanya kombinasi dengan
kelainan jantung.
Diagnosis Atresia biliaris
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah ,urine dan feses untuk menilai fungsi hati dengan peninggian
bilirubin, tes fungsi hati (LFT): LFT abnormal pada semua pasien dari BA. Ada
kenaikan bilirubin total serum (terutama terkonjugasi) dan penurunan protein
serum (terutama albumin) dan pembalikan rasio albumin / globulin pada kasus
lanjut. alkaline phosphatase dan transaminase (mis SGOT, SGPT) tingkat
meningkat.
2. Biopsi liver
Dengan jarum yang khusus dapat diambil bagian liver yang ti[is dan dibawah
mikroskop dapat dinilai obstruksi dari sistim bilier
3. Radiologi
a. USG
b. Skintigrafi
Radiofarmaka (99m TC )-labeled iminodiasetic acid derivated sesudah
5 hari dari intake phenobarbital , ditangkap oleh hepar tapi tidak dapat
keluar kedalam usus ,karena tidak dapat meliwati sistim bilier yang
rusak.Tes ini sensitif untuk atresia bilier (100%)tapi kurang spesifik (60
%) . Pada keadaan Cirrhosis penangkapan pada hepar sangat kurang.
c. Kholangiografi
1) Intra operatif atau perkutaneus kholangiografi melalui kandung
empedu yang terlihat :
- Gambaran atresia bilier bervariasi

39
- Pengukuran dari hilus hepar jika atresia dikoreksi secara
pembedahan dengan menganastomosis duktus biliaris yang
intak
2) Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
Dengan menyuntik senyawa penontras dapat dilihat langsung
keadaan duktus biliaris ekstra hepatal seperti:-Obstruksi duktus
kholedokus
- dapat melihat distal duktus biliaris ekstra hepatal distal dari
duktus hepatikus komunis
- dapat melihat kebocoran dari sistim bilier ekstra hepatal
daerah porta hepatis
d. MRI
Dapat melihat dengan jelas duktus biliaris ekstra hepatal untuk
menentukan ada tidaknya atresia bilier
e. Intubasi duodenum
Jarang dilakukan untuk diagnosis Atresia bilier. Nasogastrik tub
diletakkan didistal duodenum.tidak adanya bilirubin atau asam empedu
ketika diaspirasi menunjukkan kemungkinan adanya obstruksi.
Pengobatan
- Atresia bilier adalah keadaan penyakit yang serius dan dapat menyebabkan
cirrhosis hepatis, hipertensi portal, karsinoma hepatoseluler, dan kematian terjadi
sebelum umur 2 tahun.
- Nutrisi pada pasien Atresia bilier harus diperhatikan terutama untuk lemak,asam
lemak esensial yang mudah diabsorbsi dan pemberian protein dan kalori yang
baik.
- Operasi
a. Kasai prosedur : Tujuannya untuk mengangkat daerah yang mengalami
atresia dan menyambung hepar langsung ke usus halus sehingga cairan
empedu dapat lansung keluar ke usus halus disebut juga Roux-en-Y
hepatoportojejunostomy .
b. ransplantasi hati : Dilakukan pada keadaan Kasai prosedur tidak berhasil ,
atresia total atau dengan komplikasi cirhosis hepatis
Komplikasi
1. Cirrhosis bilier yang progresif
40
2. Hipertensi portal da/atau perdarahan dari varses oesopagus ini terlihat pada 40 % anak
dibawah 3 tahun
2 Yang paling sering komplikasi dari Kasai prosedur adalah asending
kholangitis,infeksi bakteri. Pada keadaan normal bakteri ada dalam usus dan bergerak
keatas melalui Roux-en-menyebabkan infeksi.

BREAST-FEEDING JAUNDICE

DEFINISI

Breastfeeding Jaundice adalah suatu kondisi pada bayi baru lahir akibat hiperbilirubin karena
kekurangan ASI.

EPIDEMIOLOGI

Keadaan ini biasanya terjadi pada 25-50% bayi cukup bulan dan lebih tinggi persentasenya
pada bayi prematur.

PATOFISIOLOGI

Pada bayi baru lahir biasanya bilirubin meningkat karena fungsi hati belum matang
sehingga sulit untuk memproses bilirubin tersebut.

Ketika bayi tidak mendapatkan cukup ASI, maka pergerakan sistem pencernaannya
berkurang, sehingga bilirubin tidak banyak dikeluarkan dan menumpuk dalam darah.
Bilirubin seharusnya dikeluarkan bersama feses.

Kondisi kuning yang biasanya terlihat pada hari ketiga kelahirannya ini disebut
kuning fisiologis.

PENATALAKSANAAN

Memberikan cukup ASI tiap 2 jam sekali

Fototerapi

PROGNOSIS

Pada bayi cukup bulan, prognosisnya baik apabila di beri cukup ASI dan kadar bilirubin nya
berada pada batas aman (12mg/dl)

41
NEONATAL HEPATITIS

Pengertian
Neonatal Hepatitis merupakan Istilah yang umum untuk penyakit inflamasi hati yang
terjadi dalam durasi dan jangka waktu yang terbilang cepat yaitu setelah kelahiran bayi yang
berumur kurang dari 3 bulan dan bahkan bisa memungkinkan bayi yang baru lahir bisa secara
langsung terkena atau menderita penyakit ini.

Epidemiologi
Bayi laki-laki predominan
Kasus akibat keturunan (15-20)%

Etiologi
Etiologi dari neonatal hepatitis paling sering adalah akibat dari virus, adapun virus yang
dapat menyebabkan Hepatitis Neonatal adalah

1. Virus yang diketahui 20%


- Cytomegalovirus
- Measles Virus
- Hepatitis A, B and C Virus.
2. Virus yang tidak diketahui 80%

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik atau gejala klinis dari neonatal hepatitis terbagi dan terklasifikasi
dari dua bentuk yaitu manifestasi yang utama yaitu merupakan perihal atau gejala yang pasti
42
muncul dari bayi dengan neonatal hepatitis kemudian satunya adalah manifestasi yang
mengikuti yaitu gejala yang mengikuti dari gejala utama yang dimana bayi penderita neonatal
hepatitis memungkinan dan beresiko terkena gejala-gejalanya, berikut adalah pembagian dari
klasifikasi manifestasi klinik dari neonatal hepatitis :

Manifestasi Klinik Utama


- Jaundice
-
Manifestasi Klinik Mengikuti
- Urine Hitam (Black Urine)
- Pembesaran Hati
- Tinja Abu-abu karena kekurangan cairan empedu

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan Serology
Biopsy Hati

Penatalaksanaan
Wanita hamil secara rutin diperiksa terhadap kemungkinan infeksi oleh virus hepatitis
B. Bayi biasanya baru terinfeksi pada saat persalinan, karena itu kepada bayi baru lahir yang
ibunya menderita hepatitis B, diberikan suntikan immunoglobulin hepatitis B dalam waktu 24
jam setelah lahir, sebelum terjadinya infeksi. Suntikan ini akan melindungi bayi untuk

43
sementara. Pada saat yang sama juga diberikan vaksinasi hepatitis B untuk perlindungan
jangka panjang.
Obat-obatan antivirus dapat digunakan untuk mencegah kondisi akut yang berubah
menjadi kondisi kronis, dan dapat menghambat juga proses replikasi dari virus tersebut. obat-
obatan tersebut antara lain Interferon alfa-2a , Peginterferon alfa-2b , Lamivudine, Adefovir ,
Entecavir, Telbivudine
Beberapa Terapi Tambahan yaitu perawatan Symptomatik untuk Jaundice
(Normal/fisiologis) -> Terapi Sinar dan Urine Gelap -> Vitamin B, kemudian dapat di
berikan pula Ekstra Vitamin A, D, E, K pada makanan murni ataupun suplemen makanan,
dan tetap terjaga dari Susu yang tinggi Lemak dan jika ada pantangan dengan beberapa terapi
terakhir maka Pilihan yang memungkinan adalah dengan melakukan transplantasi hati

44
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A. K., Aster, J. C., Kumar, V., & Robbins, S. L. 1. 2013. Robbins basic pathology (Ninth
edition.). Philadelphia, PA: Elsevier Saunders.

Kaneshiro, N.K., and Zieve, D. 2010. Neonatal Hepatitis. University of Washington.


Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000980.html

National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Biliary Atresia.USA: 2006.
Available from: url:http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/atresia/BiliaryAtresia.pdf

Sondheimer JM, 2013; Hepatitis. In Neonatal Gastrointestinal Disease 3rd od.Edited by Walter, Durie,
Hamilton, Walkersmith, Watkins. Black and Decker Inc. p 97-115.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

ST. Louis Childrens Hospital. Biliary Atresia. Washington University School of Medicine. 2010.
Available from: url:http://www.stlouischildrens.org/content/greystone_779.htm

45

Anda mungkin juga menyukai