Anda di halaman 1dari 6

IMAGING PADA PERDARAHAN SUBARACHNOID

Disusun Oleh:
Disusun Oleh:
Mundri Nur Afsari

Pembimbing:
dr. Lianna Sutantio, Sp.Rad
dr. Ratih Ismiranti, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK
STASE ILMU RADIOLOGI
RSUD SEKARWANGI KABUPATEN SUKABUMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Radiologi mempunyai peranan penting dalam menentukan diagnosis dan terapi pada
kasus kegawatdaruratan dan traumatology.Ada beberapa penyakit yang memerlukan tindakan
dengan cepat dalam bidang radiologi, yaitu stroke iskemik maupun hemoragik.

Stroke merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan pada usia
dewasa dan merupakan penyebab kematian tersering kedua di dunia setelah penyakit jantung
iskemik. Di negara-negara berkembang, jumlah penderita stroke cukup tinggi dan mencapai
dua pertiga dari total penderita stroke di seluruh dunia (WHO, 2004).

Data menunjukkan bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab


kematian utama semua umur di Indonesia. Stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit
jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama
penyebab kematian di Indonesia (Departemen Kesehatan R.I, 2009).

Stroke terdiri atas stroke iskemik dan stroke hemoragik dengan faktor risiko yang
heterogen. Stroke iskemik mencapai sekitar 70 80% dari keseluruhan kasus stroke. Northren
Manhattan Stroke Study melakukan penelitian antara tahun 1993 1997 mendapatkan
frekuensi stroke iskemik 77%, perdarahan intraserebral 17% dan perdarahan subarakhnoid 6%.
Infark serebri merupakan bentuk tersering yang didapatkan, yang berhubungan dengan adanya
trombosis pada suatu arteri atau adanya oklusi pembuluh darah oleh suatu emboli. (American
Heart Association, 2009).

Pencitraan otak merupakan penunjang diagnostik yang paling menentukandalam evaluasi


awal stroke. Di Indonesia, Computed Tomography / CT scanmasih banyak dipakai secara rutin
pada kasus-kasus stroke, meskipun pencitraan MRI lebih superior untuk menilai
stroke.Pendeteksian dan diagnosa kelainan pada otak dilakukan oleh para radiolog dan dokter
ahli. Peralatan radiologi yang berfungsi untuk mendeteksi penyekit otak salah satunya adalah
Magnetik Resonance Imaging (MRI). Menurut Notosiswoyo (2004) MRI menggunakan
prinsip elektromagnetik yang akan menghasilkan image tubuh kita. MRI berkaitan dengan
radio frekuensi dan medan magnet yang dapat menghasilkan suatu citra (image) tanpa memakai
radiasi ionisasi. Pemeriksaan gambar kelainan otak hasil MRI ini memerlukan ketelitian dan
ketepatan.

1
PERDARAHAN SUBARACHNOID

a. Definisi

Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada rongga
subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan subarakhnoid
ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara
lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan bagian
selaput yang membungkus otak (meninges).

b. Etiologi

Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan antara mater arachnoid dan pia.


Secara umum, trauma kepala adalah penyebab paling umum, tetapi traumatis
perdarahan subarachnoid biasanya dianggap sebagai gangguan yang terpisah. Spontan
(primer) perdarahan subarachnoid biasanya hasil dari pecahnya aneurisma. Sebuah
bawaan intrakranial saccular atau berry aneurisma adalah penyebab di sekitar 85 %
pasien. Perdarahan dapat berhenti secara spontan. Aneurisma perdarahan dapat terjadi
pada semua usia, tetapi paling sering terjadi dari usia 40-65.Penyebab kurang umum
adalah aneurisma mikotik, malformasi arteri, dan gangguan perdarahan.

c. Manifestasi Klinis

Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi :

1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak,


2. Hilangnya kesadaran,
3. Fotofobia
4. Meningismus,
5. Mual dan muntah.

Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan mendadak
tadi, sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak memperoleh
perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang merawatnya. Tanda-tanda
peringatan tadi dapat muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum
terjadinya perdarahan yang hebat.

2
Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan kemudian
hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan
fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita mengalami serangan seperti disambar
petir. Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan
tanda dan gejala sebagai berikut : defek medan penglihatan, gangguan gerak bola mata,
nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang terlokalisasi.

d. MRI

MRI sensitif terhadap darah di subarachnoid dan dapat memvisualisasikannya


dengan baik dalam 12 jam pertama biasanya sebagai hiperintensitas di ruang
subarachnoid pada FLAIR. MR angiografi dan venografi MR juga dapat mendeteksi
aneurisma penyebab atau sumber pendarahan lainnya, walaupun pada umumnya MRI
menderita kekurangan ketersediaan (dibandingkan dengan CT), waktu pemindaian
lebih lama dan kesulitan yang lebih besar dalam mentransfer dan merawat pasien yang
sering tidak stabil dan di intubasi.

3
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pencitraan otak merupakan penunjang diagnostik yang paling menentukandalam evaluasi


awal stroke. Di Indonesia, Computed Tomography / CT scanmasih banyak dipakai secara rutin
pada kasus-kasus stroke, meskipun pencitraan MRI lebih superior untuk menilai
stroke.Pendeteksian dan diagnosa kelainan pada otak dilakukan oleh para radiolog dan dokter
ahli. Peralatan radiologi yang berfungsi untuk mendeteksi penyekit otak salah satunya adalah
Magnetik Resonance Imaging (MRI).

Pada stroke iskemik akut, akan tampak lesi hiperintens pada DWI, hiperintens minimal
atau tanpa perubahan pada FLAIR dan T2, dan tampak lesi hipointens (blooming) artery sign
pada T1

Pada akut EDH muncul isointense pada T1 dan menunjukkan intensitas variabel dari
hipo ke hyperintense pada urutan T2 . EDH subakut awal muncul hypointense pada T2 saat
akhir subakut dan EDH kronis hyperintense pada kedua T1 dan T2.

Pada perdarahan subdural :

Akut :

T1 : iso ke hypointense menjadi abu-abu peduli

T2 : hypointense menjadi abu-abu peduli

FLAIR : hyperintense ke CSF

Subakut
Mungkin muncul bikonveks berbentuk pada bidang koronal bukan berbentuk sabit
yang merupakan penampilan khas di pesawat aksial
T1 : biasanya hyperintense karena adanya methaemoglobin
T2 : Penampilan variabel biasanya hyperintense
FLAIR : hyperintense

4
Kronis
T1 : jika hematoma stabil tampaknya isointense untuk CSF, dapat muncul
hyperintense untuk CSF jika ada rebleed atau infeksi .
T2 : jika hematoma stabil tampaknya isointense untuk CSF, jika ada rebleed hematoma
appeaers hypointense
FLAIR : hyperintense ke CSF

MRI sensitif terhadap darah di subarachnoid dan dapat memvisualisasikannya dengan


baik dalam 12 jam pertama biasanya sebagai hiperintensitas di ruang subarachnoid pada
FLAIR.

Anda mungkin juga menyukai