Anda di halaman 1dari 30

Case Report Session

PERDARAHAN SUBARAKNOID

Oleh :

Fitrahul Afifah
2140312065

Preseptor :
dr. Marsal, Sp.S

Bagian Ilmu Penyakit Saraf


RSUD Dr. Adnaan WD Payakumbuh
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perdarahan subaraknoid (PSA) adalah ekstravasasi darah menuju ruang
subaraknoid di antara membran araknoid dan pial. Perdarahan dapat terdistribusi di
sistem ventrikel, sisterna, dan fissure. PSA dapat disebabkan baik untuk kasus
traumatik maupun nontraumatik.1 Sebagian besar perdarahan subarachnoid bersifat
traumatis. Perdarahan subarachnoid spontan harus meningkatkan kecurigaan ruptur
aneurisma. Sebagian besar ruptur aneurisma terjadi pada pasien yang berusia lebih
dari 50 tahun.2
Diperkirakan secara global, 69 juta orang mengalami cedera otak traumatik
setiap tahun. Negara-negara berpenghasilan tinggi memiliki hampir 18 juta kasus,
sementara negara berpenghasilan rendah dan menengah memiliki sekitar 50 juta
kasus.3
Cedera otak traumatik adalah penyebab paling umum dari perdarahan
subaraknoid (PSA). Dengan demikian, perdarahan subaraknoid traumatis adalah
temuan umum pada cedera otak traumatik sedang dan berat, karena terjadi pada 33-
60% pasien. Kecelakaan lalu lintas, jatuh, dan kekerasan adalah faktor penyumbang
utama cedera otak traumatik, dan mayoritas korban adalah mereka yang berusia 15
hingga 44 tahun di puncak kehidupan dan penyumbang utama produk domestik
bruto (PDB) negara. Dengan demikian, keamanan ekonomi suatu negara
dipengaruhi oleh cedera otak traumatik, dan negara tersebut harus memiliki
kepentingan untuk mengurangi prevalensinya.4
Insiden perdarahan subarachnoid di Amerika Serikat adalah antara 10 sampai
14 dari 100.000 orang per tahun. Meskipun gejalanya mungkin berbeda, gejala khas
yang muncul adalah sakit kepala thunderclap, yang mungkin digambarkan oleh
pasien sebagai "sakit kepala terburuk dalam hidup saya." Hal ini memerlukan
pencitraan lebih lanjut. Sakit kepala sering dikaitkan dengan mual, muntah, dan
diplopia. Tanda-tanda rangsangan meningeal cukup sering terjadi karena
penyebaran darah ke ventrikel keempat dan lebih jauh ke medula spinalis yang
mengiritasi saraf dan menyebabkan nyeri pada leher dan punggung. Defisit pada
nervus kranialis juga dapat terjadi.2
Pengelolaan perdarahan subaraknoid traumatic harus ditargetkan untuk
menghindari cedera sekunder, pemeliharaan tekanan perfusi serebral,
mengoptimalkan oksigenasi serebral, dan pemantauan multimodalitas untuk
mencapai target terapeutik.5

1.2. Batasan Masalah


Makalah ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan
prognosis dari perdarahan subaraknoid.

1.3. Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis mengenai
definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari perdarahan
subaraknoid.

1.4. Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan studi kepustakaan yang merujuk pada berbagai
literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Perdarahan subaraknoid (PSA) adalah ekstravasasi darah menuju ruang
subaraknoid di antara membran araknoid dan pial. Perdarahan dapat terdistribusi di
sistem ventrikel, sisterna, dan fissure. PSA dapat disebabkan baik untuk kasus
traumatik maupun nontraumatik.1
Pada perdarahan subaraknoid ditemukan darah di ruang subaraknoid, yaitu
ruang di antara membran araknoid dan pia mater. PSA dapat terjadi pasca trauma atau
spontan. Trauma adalah penyebab paling umum, untuk PSA spontan sebagian besar
disebabkan oleh rupture aneurisma dan biasanya ditemukan pada usia 55-60 tahun,
30% kasus ruptur aneurisma ini terjadi saat tidur.6 Perdarahan subarachnoid traumatik
adalah kehadiran patologis darah dalam ruang subarachnoid, biasanya sulkus
superfisial sepanjang konveksitas serebral.7

2.2. Epidemiologi
Insiden perdarahan subarachnoid di Amerika Serikat adalah antara 10 sampai
14 dari 100.000 orang per tahun.2 Perkiraan angka tahunan PSA karena aneurisma di
Amerika Serikat yaitu 9,7-14,5 per 100.000 penduduk. Angka yang dilaporkan lebih
rendah di Amerika Selatan dan Tengahdan lebih tinggi di Jepang dan Finlandia. Insiden
PSA meningkat dengan usia (usia rata-rata onset > 50 tahun); cenderung lebih tinggi
pada wanita (1,24 kali lebih tinggi dari laki-laki), dan tampaknya lebih tinggi di Afrika
Amerika dan Hispanik (dibandingkan dengan kaukasia).8
Insiden PSA karena trauma bervariasi dari 2,9% hingga 53% pada seri yang
berbeda. González Pérez et al., Mattioli et al., dan Sinha et al., melaporkan kejadian
PSA pada cedera kepala masing-masing sebesar 53,06%, 61%, dan 13,06%.5 PSA
traumatis adalah temuan radiologis yang umum pada CT setelah cedera kepala tumpul.
Insiden PSA traumatis terisolasi dilaporkan hingga 82% pada pasien dengan cedera
kepala ringan.7
2.3. Etiologi
1. Trauma: menjadi penyebab paling umum dari PSA.8
2. PSA spontan
a. Ruptur aneurisma intrakranial: 75–80% PSA spontan.
b. Malformasi arteriovenosa serebral (AVM): 4-5% kasus; AVM lebih
sering menyebabkan PIS & PIV dari PSA.
c. Vaskulitis tertentu yang melibatkan SSP.
d. Jarang karena tumor .
e. Diseksi arteri serebral (mungkin juga pasca trauma)
i. Arteri karotis
ii. Arteri vertebralis: dapat menyebabkan darah intraventrikular
(terutama ventrikel ke-4 dan ketiga)
f. Pecahnya arteri superfisial kecil.
g. Pecahnya infundibulum.
h. Gangguan koagulasi:
i. Diskrasia iatrogenik atau perdarahan
ii. Trombositopenia
i. Trombosis sinus dural.
j. AVM spinal: biasanya servikal atau toraks atas.
k. Perdarahan subarachnoid kortikal.
l. SAH nonaneurisma pratrunkal.
m. Jarang dilaporkan dengan beberapa obat: mis. Kokain.
n. Penyakit sel sabit.
o. Gangguan hipofisis.
p. Tidak ada penyebab yang dapat ditentukan pada 14–22%.8

2.4. Patofisiologi
Mekanisme yang mungkin terjadi pada PSA karena trauma adalah sebagai
berikut: (1) percepatan rotasi menyebabkan gerakan osilasi otak yang berlangsung
singkat; (2) peregangan arteri vertebrobasilar karena hiperekstensi; (3) peningkatan
tekanan intra-arteri secara tiba-tiba dari pukulan ke arteri karotis servikal; (4) robeknya
vena penghubung atau pembuluh pial; dan (5) difusi darah dari kontusio ke dalam
ruang subarachnoid. Terkadang, tidak ada penyebab yang dapat ditemukan.5

Gambar 2.1. Aneurisma Berry pada Sirkulus Willis

Aneurisma sakular terjadi pada percabangan arteri intrakranial besar hingga


sedang yang pecah dan menyebar ke dalam ruang subarachnoid di sisterna basalis dan
sering ke dalam parenkim otak yang berdekatan. Sekitar 85% aneurisma terjadi di
sirkulasi anterior, sebagian besar pada sirkulus Willis. Sekitar 20% pasien memiliki
multiple aneurisma, bilateral. Saat aneurisma berkembang, biasanya membentuk leher
dengan kubah. Panjang leher dan ukuran kubah bervariasi sangat penting dan
merupakan faktor penting dalam merencanakan obliterasi bedah saraf atau embolisasi
endovaskular. Lamina elastik interna arteri menghilang di dasar leher. Media menipis,
dan jaringan ikat menggantikan sel otot polos. Di tempat pecahnya (paling sering)
kubah dinding menipis, dan sobekan yang memungkinkan perdarahan sering kali
panjangnya 0,5 mm. Ukuran dan lokasi aneurisma sangat penting dalam memprediksi
risiko ruptur. Risiko pecah lebih besar ditemukan pada ukuran diameter >7 mm, yang
berada di bagian atas arteri basilar dan di berasal arteri komunikans posterior.8

2.5. Diagnosis
1. Anamnesis
• Gejala prodomal yaitu :
- Gejala peningkatan tekanan intrakranial dapat berupa : sakit kepala,
muntah-muntah, sampai kesadaran menurun.
- Gejala rangsang meningeal : sakit kepala, kaku leher, silau, sampai
kesadaran menurun
• Gejala khusus untuk perdarahan subarahnoid dapat berupa :
- Manifestasi peningkatan tekanan intrakranial karena edema serebri,
hidrosefalus dan terjadinya perdarahan berulang
- Defisit neurologis fokal
- Manifestasi stroke iskemik karena vasospasme bergantung kepada
komplikasinya.9

2. Pemeriksaan Fisik
• Tanda Rangsang Meningeal / Kaku Kuduk
• Nyeri kepala
• Kelumpuhan saraf kranial
• Kelemahan motorik
• Defisit sensorik
• Gangguan otonom
• Gangguan neurobehavior.9
3. Kriteria Diagnosis
Nyeri kepala yang sangat hebat, muncul akut/tiba-tiba, disertai kaku kuduk,
dengan atau tanpa defisit neurologis lain, dan pada CT Scan Otak didapatkan
gambaran hiperdens di ruang subarachnoid.9

4. Diagnosis Banding
• Stroke Hemoragik (bila belum dilakukan CT Brain)
• Meningitis.9

5. Pemeriksaan Penunjang
• CT Scan + CT Angiografi
• EKG
• Doppler Carotis
• Transcranial Doppler serial
• Lab : Hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum, kreatinin),
Activated Partial Thrombin Time (APTT), waktu prothrombin (PT), INR,
gula darah puasa dan 2 jam PP, HbA1C, profil lipid, C-reactive protein (CRP),
laju endap darah, dan pemeriksaan atas indikasi seperti: enzim jantung
(troponin / CKMB), serum elektrolit, analisis hepatik dan pemeriksaan
elektrolit.
• Thorax foto
• Urinalisa
• Lumbal Pungsi, jika diperlukan
• Pemeriksaan Neurobehavior (Fungsi Luhur)
• DSA (Digital Subtraction Angiography) Serebral.9

2.6. Tatalaksana
Perawatan pasien perdarahan subarachnoid harus dilakukan di unit
perawatan intensif. Pada presentasi awal, Hunt and Hess, serta skor Federasi Ahli
Bedah Saraf Dunia, harus ditentukan.2
Gambar 2.2. Skor Perdarahan Subaraknoid

Jika ada hidrosefalus, penempatan drainase ventrikel eksternal harus


dipertimbangkan. Bukti tingkat satu mendukung penggunaan nimodipine dan
euvolemia pemeliharaan sebagai faktor penting untuk meningkatkan hasil. Kontrol
ketat tekanan darah sampai aneurisma dilindungi juga diperlukan. Tekanan darah
harus kurang dari 160 mmHg dan lebih optimal dalam kisaran 140 mmHg.
Profilaksis kejang harus dimulai, karena 20% dari pasien ini akan kejang dalam 24
jam pertama pasca perdarahan. Kejang, sementara aneurisma belum aman, akan
memperburuk hasil pasien. Hindari hiponatremia dan hipovolemia dan mulai
cairan segera setelah akses intravaskular diperoleh. Garam fisiologis telah
menunjukkan sedikit manfaat jika dibandingkan dengan cairan lain seperti larutan
Ringer laktat. Pantau status paru. Seringkali pasien telah diintubasi di lapangan
oleh layanan darurat, tetapi jika pasien belum diintubasi dan skor Glasgow coma
scale (GCS) kurang dari delapan, mulai langkah-langkah untuk mengamankan
jalan napas.2
Pertimbangkan jalur arteri untuk mengontrol status hemodinamik pasien
dengan lebih baik. Intervensi dini untuk mengamankan aneurisma akan
memungkinkan tujuan tekanan darah santai dan meningkatkan tekanan perfusi
serebral yang sangat terganggu pada pasien ini. Penggunaan agen protrombotik
seperti asam aminokaproat tergantung pada ahli bedah dan perlu dipertimbangkan
jika aneurisma tidak dapat diamankan dalam waktu singkat.2

a. Tatalaksana Umum :
• Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
• Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
• Pengendalian tekanan intrakranial (manitol jika diperlukan)
• Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
• Analgetik dan antipiterik
• Gastroprotektor, jika diperlukan
• Manajemen nutrisi
• Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH

b. Tatalaksana Spesifik
• Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor, Calcium
Antagonist, Beta blocker, Diuretik)
• Manajemen gula darah (insulin, anti diabetic oral)
• Pencegahan perdarahan ulang (Vit. K, antifibrinolitik)
• Pencegahan vasospasme (Nimodipin)
• Neuroproektor
• Perawatan di Unit Stroke
• Neurorestorasi

c. Tindakan Intervensi/Operatif
• Clipping Aneurisma
• Coiling aneurisma
• VP Shunt / external drainage, sesuai indikasi.9
2.7. Komplikasi
- Kejang
- Vasospasme
- Perdarahan ulang
- Hidrosefalus
- Peningkatan tekanan intrakranial
- Herniasi otak
- Infark serebral
- Komplikasi medis
- Edema paru neurogenik
- Kematian2

2.8. Prognosis
Prognosis tergantung pada penyebab dan derajat perdarahan subarachnoid, dan
adanya komplikasi lain.2
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. YS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 43 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Nan kodok, Payakumbuh
MR : 06 37 67
Tanggal pemeriksaan : 2 Agustus 2022

Autoanamnesis
Keluhan Utama : Seorang pasien perempuan usia 43 tahun dibawa ke IGD RSUD
Adnaan WD Payakumbuh pada tanggal 24 Juli 2022 post kecelakaan lalu lintas sejak
30 menit SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Pasien awalnya dibonceng menggunakan sepeda motor dengan menggunakan
baju Panjang, kemudian baju pasien terlilit di jari-jari motor menyebabkan
pasien terjatuh dari motor.
- Pasien sempat pingsan lebih kurang 10 menit setelah kejadian lalu sadar penuh
kembali saat pasien sudah sampai di rumah sakit, pasien tidak ingat detail
kejadiannya.
- Riwayat keluar darah dari telinga sebelah kiri ada
- Riwayat nyeri kepala setelah kejadian ada, nyeri dirasakan di seluruh kepala,
tidak berkurang dengan istirahat, dan dirasakan semakin memberat. Nyeri
kepala disertai dengan muntah tanpa didahului mual, muntah menyemprot.
- Riwayat pusing ada, pusing dirasakan berputar dengan sensasi seperti dunia
berputar terhadap pasien. Pusing berputar dirasakan sebentar, tidak disertai
dengan mual atau muntah.
- Saat ini pasien merasakan telinga serasa penuh, tetapi tidak ada gangguan
pendengaran ataupun telinga berdenging.
- Saat ini pasien merasakan kelemahan pada sisi wajah sebelah kiri dimana
pasien tidak bisa menutup mata kiri dan mulut dirasakan mencong ke sebelah
kanan. Pasien mengeluhkan keluarnya air saat minum dengan sendirinya dari
mulut sebelah kiri.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Tidak ada riwayat penyakit seperti ini sebelumnya
- Tidak ada riwayat penyakit stroke
- Tidak ada riwayat pusing berputar sebelumnya
- Tidak ada riwayat hipertensi, DM, dan penyakit jantung sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit stroke, hipertensi, DM, maupun
penyakit jantung
Riwayat Pribadi dan Sosial :
- Pasien seorang Ibu rumah tangga yang mempunyai warung kecil di depan
rumah menjual gorengan. Pasien beraktivitas sedang.
- Pasien sudah menikah dan memiliki 5 orang anak dengan anak paling tua usia
21 tahun dan yang paling kecil usia 6 tahun.
- Pasien aktif bersosialisasi di lingkungan sekitarnya

PEMERIKSAAN FISIK (2 Agustus 2022)


I. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : komposmentis koorperatif
Nadi : 98x/menit
Irama : Reguler, kuat angkat
Peranapasan : 20x/menit, thorakobdominal, reguler
Tekanan darah : 108/68 mmHg
Suhu : 36,5 C
Turgor Kulit : baik
Kulit dan Kuku : pucat tidak ada, sianosis tidak ada
Keadaan Gizi : baik
Tinggi Badan : 157 cm
Berat Badan : 48 kg
IMT : 19,4 kg/m2
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Kepala : Normosefal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP 5+0 cmH2O, deviasi trakea (-), bruih karotis (-)
Kelenjar Getah Bening
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Aksila : tidak ada pembesaran KGB
Inguinal : tidak ada pembesaran KGB
Torak
Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, NTE (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Korpus Vertebrae
Inspeksi : Deformitas tidak ada
Palpasi : Nyeri (-)
Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
Akral hangat, CRT<2 detik
Motorik 555 555
555. 555

II. Status Neurologikus (2 Agustus 2022)

a. Tanda Rangsangan Meningeal


Kaku kuduk : Tidak ada
Brudzinsky I : Tidak ada
Brudzinsky II : Tidak ada
Tanda Kernig : Tidak ada

b. Tanda peningkatan Tekanan Intrakranial


Riwayat nyeri kepala (+) setelah kejadian
Riwayat muntah proyektil (+) setelah kejadian
Saat ini :
- Muntah proyektil (-)
- Nyeri kepala (-)
- Peningkatan tekanan darah (-)
- Penurunan denyut nadi (-)
- Penurunan frekuensi napas (-)
c. Pemeriksaan Nervus Kranialis (2 Agustus 2022)
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Normosmia Normosmia
Objektif dengan bahan Normosmia Normosmia

N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan 6/6 6/6
Lapaagan pandang Baik Baik
Melihat warna Buta warna (-) Buta warna (-)
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis - -
Gerakan bulbus Bebas Bebas
Strabismus - -
Nistagmus - -
Ekso / endopthalmus - -
Pupil Bentuk

Bulat, tepi regular, Bulat, tepi regular,


isokor isokor
Refleks cahaya + +
Refleks akomodasi + +
Refleks konvergensi + +
N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Normal Normal
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -

N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut Normal Normal
Menggerakkan rahang Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Sensorik
Divisi oftalmika
Refleks kornea + +
Sensibilitas + +
Divisi maksila
Refleks masseter - -
Sensibilitas + +
Divisi mandibula
Sensibilitas + +

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri

Raut wajah Plica nasolabialis Plica nasolabialis


jelas mendatar
Sekresi air mata (+) kurang

Fisura palpebra normal normal

Menggerakkan dahi (+) (-)

Menutup mata (+) (-)

Mencibir / bersiul Deviasi ke kanan

Memperihatkan gigi (+) (-)

Sensasi lidah 2/3 (-) (-)

Hiperakusis (-) (-)

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berisik + +
Detik arloji + +
Rinne test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Weber test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Swabach test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Memanjang Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Memendek Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Nistagmus - -
Pengaruh posisi kepala - -

N. IX (Glossopharingeus)
Sensasi lidah 1/3 belakang Baik
Refleks muntah /gag reflex +

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris kiri dan kanan
Uvula Di tengah
Menelan Baik
Artikulasi Jelas
Suara Baik
Nadi Regular

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu + +

N. XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah dalam Simetris
Kedudukan lidah Simetris

dijulurkan
Tremor -
Fasikulasi -
Atrofi -

E. Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan


Keseimbangan:

Romberg test Tidak dilakukan


Romberg test dipertajam Tidak dilakukan
Stepping gait Tidak dilakukan
Tandem gait Tidak dilakukan
Koordinasi:

Jari-jari Normal
Hidung-jari Normal
Pronasi-supinasi Normal
Tes tumit lutut Normal
Rebound phenomenon Normal

F. Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Badan Respirasi Simetris Simetris
Duduk Simetris Simetris
B. Berdiri dan Gerakan
berjalan spontan
Tremor - -
Atetosis - -
Mioklonik - -
Khorea - -
C. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan 555 555 555 555
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

G. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil +
Sensibilitas nyeri +
Sensibilitas termis +
Sensibilitas sendi dan posisi +
Sensibilitas getar +
Sensibilitas kortikal +
Stereognosis +
Pengenalan titik +
Pengenalan rabaan +

H. Sistem Refleks
1. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Bersin Triseps (++) (++)
Laring APR (++) (++)
Masseter KPR (++) (++)
Dinding perut Bulbokavernosus
Kremaster
• Atas
Sfingter
• Tengah
• Bawah

Patologis

Lengan: Tungkai:
Hoffman - Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)
Chaddoks (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schuffner (-) (-)
Klonus paha
Klonus kaki

III. Fungsi Otonom

- Miksi : Tidak ada kelainan.


- Defekasi : Tidak ada kelainan.
- Sekresi keringat : Tidak ada kelainan.

III. Fungsi Luhur


Kesadaran Tanda Dementia
• Reaksi bicara Baik Refleks glabela (-)
• Fungsi intelek Baik Refleks snout (-)
• Reaksi emosi Baik Refleks menghisap (-)
Refleks memegang (-)
Refleks (-)
palmomental
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (24/07/2022)
Darah Rutin :
Hb : 11,6 g/dL
Leukosit : 27.700/mm3
Hematokrit : 33%
Trombosit : 434.000/mm3
Ur/Cr : 21/0,9 mg%

Kesan : Leukositosis
CT Scan Kepala

Kesan :
SAH di lobus parietal bilateral
Hematosinus sphenoid kanan
Hematoma ekstrakranial di lobus parietal kiri
DIAGNOSIS
- Diagnosis Klinis : SAH traumatik
- Diagnosis Topis : lobus parietal bislateral
- Diagnosis Etiologi : Cedera kepala
- Diagnosis Sekunder : Parese N.VII perifer (s) + Vertigo sentral
- Diagnosis Banding : Vertigo perifer

TERAPI
Terapi IGD (24/07/2022)
Umum :
- IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
- O2 4LPM
- Tampon telinga kiri
Khusus
- Inj Ceftriaxon 2x1 IV
- Inj Transamin 3x1 IV
- Inj Vit K 3x1
- Inf PCT 3x1 gr
- Piracetam 3x1 tab

Konsul Sp.S (26/07/2022)


- Anjuran pindah rawatan
- Aff piracetam
- Inj citicholine 250mg/12jam
- Inf Manitol 125 cc/24 jam
- Inj Transamin, Vit K / 12 jam selama 5 hari
- Betahistin 3x12 mg
- Flunarizine 2x5mg
- Inf PCT 1000mg (k/p)
- Monitor KU/VS per jam
Follow Up (2 Agustus 2022)
S : Kelumpuhan wajah kiri atas dan bawah (+)
Pusing sudah berkurang, namun masih belum bisa berdiri lama
Nyeri kepala (-)
Kelemahan anggota gerak (-)
Mual(-), muntah (-)
Telinga berdenging (-)

O : KU sakit sedang,
Kesadaran CMC, GCS 15 E4M6V5
TD : 100/60, Nadi : 82x/menit
Pemeriksaan TRM : (-)
Pemeriksaan nervus kranialis : parese nervus VII perifer (s)
Nystagmus (-/-)
Motorik 555/555
555/555
Pemeriksaan koordinasi : finger to nose (+/+), finger to finger (+), pronasi supinasi
(+/+) tes tumit lutut (+/+)
Refleks fisiologis bisep/trisep (++/++) KPR/APR (++/++)
Refleks patologis (-/-)

A : SAH traumatik
Vertigo sentral
Parese N.VII perifer (s)

P:
- IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
- MB gizi seimbang 3xsehari
- Citicoline Inj 2x250mg/2ml
- Betahistin 3x6mg
- Na diclofenac 2x50mg
- Ranitidine 2x150mg
- Metilprednisolon 2x8mg
- Mecobalamin 2x500mg
- Nimotop 4x60mg
- Cendo lyters 3-4 kali sehari
- Rencana Pulang

PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
BAB 4
DISKUSI
Telah diperiksa seorang pasien perempuan usia 43 tahun yang dirawat di
bangsal dahlia RSUD Adnaan WD Payakumbuh hari rawatan ke-10 dengan diagnosis
perdarahan subaraknoid traumatik, vertigo sentral, dan parese N.VII perifer sinistra.
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis pada pasien, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
saat dibonceng menggunakan sepeda motor dimana baju pasien terlilit jari-jari motor
dan kemudian pasien terjatuh, pasien sempat pingsan selama lebih kurang 10 menit dan
pasien tidak ingat detail kejadiannya. Saat tiba di IGD, pasien mengeluhkan keluar
darah dari telinga sebelah kiri. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala setelah kejadian,
nyeri dirasakan di seluruh kepala, tidak berkurang dengan istirahat, dan dirasakan
semakin memberat. Nyeri kepala disertai dengan muntah tanpa didahului mual, muntah
menyemprot. Pusing juga dirasakan pasien, pusing dirasakan berputar dengan sensasi
seperti dunia berputar terhadap pasien. Pusing berputar dirasakan sebentar, tidak
disertai dengan mual atau muntah. Pada rawatan hari ke-5, pasien merasakan kelopak
mata kiri sukar menutup dan dirasakan kelemahan pada sisi kiri wajah.
Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan
neurologi dimana ditemukan kesadaran pasien komposmentis koorperatif, keadaan
umum tampak sakit sedang, dengan tanda vital dalam batas normal. Status internus
ditemukan dalam batas normal, tidak ditemukan adanya tanda rangsangan meningeal,
ditemukan adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial pada pasien saat di IGD yaitu
adanya muntah proyektil dan nyeri kepala. Namun saat i Pada pemeriksaan nervus
kranialis ditemukan parese pada nervus VII kiri tipe perifer, tampak adanya kelemahan
pada otot-otot wajah pasien sebelah kiri atas dan bawah. Pasien tidak bisa menutup
mata kiri dan mulut terlihat mencong ke sebelah kanan. Saat diinstruksikan untuk
mengembungkan pipi, terdapat kelemahan di sisi kiri yang menyebabkan udara keluar
dari mulut pasien sebelah kiri saat dilakukan penekanan pada pipi pasien. Saat
diberikan perintan untuk mencibir dan bersiul, tampak bibir pasien deviasi ke sebelah
kanan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kesan adanya leukositosis.
Pemeriksaan CT scan ditemukan adanya perdarahan subaraknoid di lobus parietal
bilateral, hematosinus sphenoid kanan, dan hematoma ekstrakranial di lobus parietal
kiri.
Perdarahan subaraknoid (PSA) adalah ekstravasasi darah menuju ruang
subaraknoid di antara membran araknoid dan pial. Perdarahan dapat terdistribusi di
sistem ventrikel, sisterna, dan fissura. PSA dapat disebabkan baik untuk kasus
traumatik maupun nontraumatik. Pada pasien ini perdarahan subaraknoid disebabkan
oleh kasus traumatik, sesuai dengan hasil anamnesis pada pasien yaitu pasien post
kecelakaan lalu lintas sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Perdarahan
subaraknoid traumatik merupakan salah satu perdarahan intrakranial yang disebabkan
oleh cedera kepala. Cedera kepala pada pasien berdasarkan skor GCS tergolong cedera
kepala ringan dimana skor GCS pada pasien yaitu 15. Peradarahan subaraknoid karena
cedera kepala biasanya terdistribusi di sulkus-sulkus serebri sekitar verteks dan tidak
mengenai ganglia basalis. Perdarahan subaraknoid seringkali terjadi akibat benturan
pada otak atau leher dan mengakibatkan hilangnya kesadaran secara langsung Pada
pasien ini juga ditemukan adanya pingsan selama kurang lebih 10 menit setelah
kejadian.
Vertigo merupakan gejala umum pada individu yang pernah mengalami trauma
tumpul pada kepala, leher, dan craniocervical junction. Cedera akibat kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh, penyerangan, dan olahraga kontak dapat menyebabkan
vertigo. Hal ini sesuai dengan kondisi pasien yaitu adanya riwayat kecelakaan lalu
lintas yang menybebkan trauma pada daerah kepala. Variasi yang besar dari
mekanisme trauma dan kekuatan benturan menghasilkan beberapa kemungkinan lokasi
anatomi cedera pada sistem vestibular. Cedera pada sistem vestibuler ini dapat
mengakibatkan suatu serangan vertigo. Keluhan pusing berputar ini hanya sekali
dirasakan pasien dengan durasi yang singkat dan tidak diikuti oleh mual ataupun
muntah. Keluhan vertigo ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien, hal ini
membuktikan bahwa vertigo pada pasien disebabkan oleh trauma kepala yang terjadi.
Kelumpuhan nervus fasialis yang terjadi pada pasien dapat disebabkan salah satunya
oleh trauma tulang temporal. Sehingga pada pasien ditemukan tanda-tanda
kelumpuhan nervus fasialis tipe perifer pada sisi wajah atas dan bawah sebelah kiri.
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi tatalaksana umum dan tatalaksana
khusus dimana pada tatalaksana awal di IGD pasien diberikan tatalaksana umum
berupa infus NaCl 0,9% 12 jam/kolf sebagai akses intravena untuk memasukkan obat-
obatan intravena. Diberikan juga oksigen 4 liter per menit untuk mencukupi kebutuhan
oksigen di otak agar tidak terjadi hipoksia. Perdarahan pada telinga kiri pasien
ditatalaksana dengan menggunakan tampon pada telinga kirinya. Tatalaksana khusus
yang diberikan kepada pasien yaitu injeksi ceftriaxone 2x1 gram IV sebagai antibiotik
sistemik karena ditemukan adanya leukositosis pada pasien. Injeksi transamin dan
vitamin K sebagai terapi untuk perdarahan intrakranial yang terjadi. Pasien juga
diberikan infus paracetamol 3x1 gram dan piracetam oral 3x1 tablet. Piracetam
diberikan untuk meningkatkan fungsi kognitif meliputi memori, perhatian, dan belajar.
Saat dikonsulkan ke dokter saraf, pasien dianjurkan untuk pindah rawatan ke bangsal
saraf, kemudian pasien diberikan citicholine 250mg/12 jam, infus mannitol 125cc/24
jam untuk menurunkan tekanan intrakranial, betahistin 3x12 mg, flunarizine 2x5mg
sebagai terapi untuk vertigo.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hidayat R, Harris S, Rasyid A, Kurniawan M, Mesiano T. Perdarahan


Subaraknoid. In: Aninditha T, Wiratman W, eds. Buku Ajar Neurologi. Penerbit
Kedokteran Indonesia; 2017:527-546.
2. Ziu E, Mesfin FB. Subarachnoid Hemorrhage. StatPearls [Internet] Treasure
Isl. Published online 2022.
3. Dewan MC, Rattani A, Gupta S, et al. Estimating the global incidence of
traumatic brain injury. J Neurosurg. 2018;130(4):1080-1097.
4. Griswold DP, Fernandez L, Rubiano AM. Traumatic Subarachnoid
Hemorrhage: A Scoping Review. J Neurotrauma. 2022;39(1-2):35-48.
doi:10.1089/neu.2021.0007
5. Modi NJ, Agrawal M, Sinha VD. Post-traumatic subarachnoid hemorrhage: A
review. Neurol India. 2016;64. doi:10.4103/0028-3886.178030
6. Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 8th ed.; 2016.
7. Kim J, Lee SJ. Traumatic subarachnoid hemorrhage resulting from posterior
communicating artery rupture. Int Med Case Rep J. 2020;13:237-241.
doi:10.2147/IMCRJ.S254160
8. Hemphill JC, Smith WS, Gress DR. NEUROLOGIC CRITICAL CARE,
INCLUDING HYPOXIC-ISCHEMIC ENCEPHALOPATHY, AND
SUBARACHNOID HEMORRHAGE. In: Hauser SL, ed. Harisson’s Neurology
in Clinical Medicine. 3rd ed. Mc Graw Hill Education; 2013:294.
doi:10.1016/B978-0-12-385157-4.00443-7
9. PERDOSSI. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Ikat Dr Indones. Published
online 2016:406-408. doi:10.1017/CBO9781107415324.004

Anda mungkin juga menyukai