Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN NY “S” DENGAN DIAGNOSA MEDIS STROKE ICH DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN
MOBILITAS FISIKDI RSUD Dr. SOEWANDHIE
SURABAYA

Dosen Pembimbing :
Ratna Yunita Sari, S.Kep.Ns., M.Kep

Oleh : Istikomah
NIM : 1120023099

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2023
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN INTRACEREBRAL HEMORRHAGE (ICH)DI RUANG DAHLIA
RSUD Dr. M. SOEWANDHIE SURABAYA

A) KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibatrobekan
pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengana danya penurunan
kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CTS can didapatkan adanya
daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer,
Adanya pergeseran garis tengah.

Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.Hemorragi ini biasanya
terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera
tumpul.

Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang biasanya diakibatkan oleh
cidera regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh –pembuluh darah dalam jaringan fungsi
otak atau kadang kerena cidera tekanan .ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter dan dapatt erjadi pada 2- 16 kasus cidera.

Intra secerebral hematoma dalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri .hal ini dapat timbul
pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intra serebral hematom dapat timbul
pada penderita strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.

2. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :

1) Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala


2) Fraktur depresi tulang tengkorak
3) Gerak akselerasi dan deselerasitiba-tiba
4) Cedera penetrasi peluru
5) Jatuh
6) Kecelakaan kendaraan bermotor
7) Hipertensi
8) MalformasiArteriVenosa
9) Aneurisma
10) Distrasia darah
11)Obat
12)Merokok.

3. Patofisiologi
ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas kemedial ke substansi kelabu
dalam dan kelateral melalui substansi putih yang relatifa seluler korona radiata. Pembuluh yang
rupture salah satu dari arteria perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat
pangkalnya dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata. Pemeriksaan post-
mortem menunjukkan pada arteria perforating pasien hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal
yang sangat kecil yang diduga rupturenya menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi
pada fossa posterior yang dimulaipada pons atau hemisferserebeler.

ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga akan mengalami
perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam deficit maksimal saat dating kerumah sakit.
Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan dua pertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan
mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan.
Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi
spesifik dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit
motor kontra lateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat. Perubahan pupil
terjadi akibat ancaman hernia siunkallobus temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran garis
tengah.

Gejala afasik bila hemisfer dominan terkena.


Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara yaitu:

1) Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Initerutama pada kasus dimana
hematoma meluas kemedial dan thalamus serta ganglia basal rusak.
2) Hematoma yang membelah korona radiata menyebab kankerusakan yang kurang
selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan serta gangguan
fungsi neurologis yang mungkin reversibel.80% pasien adalah hipertensif dan biasanya
dalam eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus
hematoma memecah kesistem aventrikuler atau rongga subarachnoid menimbulkan
gambaran klinis PSA.
3) Priaterkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara usia 45-75 tahun.
Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS seperti juga penderita yang
mendapat antikoagulan terutama Coumadin. Trombositopenia dengan hitung platelet
kurangdari 20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan
risiko terjadinya PIS.

4) ICH terjadi pada teritorivaskuler arteria perforating kecil seperti lentikulostriata pada
ganglia basal, talamoperforatordiensefalon, cabang paramedian basiler pada pons.
Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur dalam dari hemisferserebral. Berikut ini
struktur beserta frekuensike jadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal
30%, serebelum 16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering
menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria serebral
media yang mencatu putamen.
5) ICH merupakansekitar 10% dari semuastrok. Seperti dijelaskan diatas, iadi sebabkan
oleh perdarahan arterial langsung keparenkhimaotak. Ruptur vaskuler dikira terjadi
pada aneurismamilier kecil, dijelaskan oleh Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada
arteria lipohialinotik yang sering tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi.
Minoritaskasus PIS kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasikavernosa,
amiloidserebral, atautumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling sering
mengalami perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan ipernefroma
adalah tumormetastatik yang tersering menimbulkan perdarahan.
6) Kematianakibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap dengan deficit
neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis terutama tergantung
pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran perdarahan. Pasien sadar tentu
lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-
satunya predictor terpenting atas outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan
hematoma lobersuperfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang
lebihdalam. Perluasan klotke sistema ventrikule rmemperburuk outcome. Pasien
dengan perdarahan dengan diameter lebihdari 3 cm atau volumenya lebih dari 50 sk,
lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis buruk dan yang berusia 70 tahun atau lebih
cenderung mempunyai outcome buruk.

4. ManifestasiKlinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itudiawali
dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua,
sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsiotak dan menjadi
memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.

Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali
mempengaruhihanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bias berbicara atau menjadi
pusing.

Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau
menjadi lumpuh. Pupil bias menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan
kehilangan kesadaran adalah biasa dan bias terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.

Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematomyaitu :
1) Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya
hematom.
2) Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal
3) Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal
4) Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium
5) Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
dapat timbul segera atau secara lambat
6) Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan
intra kranium.

5. PenatalaksanaanMedis
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic. Pendarahan
tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi
yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa
hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan
waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.

Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbedadari stroke ischemic. Anticoagulant (seperti


heparin dan warfarin), obat-obatantrombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak
diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan anti koagulan
mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bias memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :

1) Vitamin K, biasanya diberika nsecara infuse.


2) Transfusi atau platelet.
3) Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet (plasma
segar yang dibekukan).
4) Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang
membantu darah untuk menggumpal (factor penggumpalan).
5) Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam
tengkorak, bahkan jika hal itu bias menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena
operasi itu sendiri bias merusak otak.
Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagaiberikut :

1) Observasi dan tirah baring terlalu lama


2) Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara
bedah
3) Mungkin diperlukan ventilasi mekanis
4) Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok
5) Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra cranium termasuk pemberian
diuretik dan obat anti inflamasi
6) Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya
yang menunjang.

6. Pathway
7. PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo (2006) adalah seb agaiberikut :

1) Angiografi
2) Ct scan
3) Lumbal pungsi
4) MRI
5) Thorax foto
6) Laboratorium
7) EKG
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan
Mengetahui adanya tekanan normal atau trombosis, emboli serebral dan
tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah
mengunjukkan adanya perdarahan subaraknoid dan perdarahan intrakranial.
Kadar protein normal meningkat, beberapa kasus trombosis disertai dengan
inflamasi. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri
b. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
c. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
d. EEG: Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan
darah lesi yang spesifik
e. Ultrasonografi Dopler : Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis) dan arteriosklerosis
f. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292).

2. Penatalaksanaan
a. Menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu sering melakukan
pengisapan lender, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
2) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
b. Memperbaiki aritimia jantung.
c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
d. Menempatkan pasien dengan posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin. Posisi pasien harus diubah tiap 2 jam, dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
e. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskuler.
f. Trombolisis dengan rtPA (Alteplase)
Stroke iskemik, onset pemberian trombolisis direkomendasikan ialah ≤ 4,5
jam atau ≤ 6 jam (bukan wake up stroke) pada jalur intravena dengan sirkulasi
anterior. (kelas I, peringkat bukti B).

A. Teori Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, nomer register, diagnosis medis.
2) Keluhan utama yang menjadi alasan pasien untuk meminta bantuan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat penyakit saat ini
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
4) Riwayat Penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat Penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara, yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda perubahan pada -tanda vital,
tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
2) Pemeriksaan B1-B6
a) B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi napas. Auskultasi
bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada pasien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada pasien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran. Pada pasien dengan tingkat kesadaran
compos mentis pada pengkajian inspeksi pernafasan tidak ada kelainan. Palpasi
torak didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi nafas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada pasien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi massif, TD > 200 mmHg.

c) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis tergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.
(1) GCS
Tingkat kesadaran: bisa sadar sampai terjadi koma. Penilaian kesadaran
menggunakan GCS (glasgow coma scale).
Tes Respon Skor
Membuka mata (Eye Membuka mata spontan Membuka mata 4
opening/E) karena perintah 3
Membuka mata karena rangsangan nyeri 2
Tidak dapat membuka mata 1
Kemampuan bicara (Verbal Berorientasi baik, dapat bercakap-cakap 5
performance/V) Bingung, berbicara meracau, diorientasi 4
tempatdan waktu
Bisa membentuk kata, tapi tidak bisa 3
membentukkalimat
Bisa mengeluarkan suara tanpa arti 2
(mengerang)
Tidak bersuara 1
Kemampuan motorik (Motor Dapat mengikuti perintah (misalnya 6
responsive/M) perintahuntuk mengankat tangan)
Melokalisir nyeri (menjangkau dan 5
menjauhkanstimulus saat diberi nyeri)
Menghindari nyeri (withdraws) Respon 4
fleksi saat diberikan nyeri 3
(decotiateposturing)
Respon ekstensi saat diberikan nyeri 2
(decebrateposturing)
Tidak bereaksi 1
Keterangan total nilai GCS:

Nilai GCS (15-14) : Composmentis Nilai GCS (9-7) : Somnolen


Nilai GCS (13-12) : Apatis Nilai GCS (6-5) : Sopor
Nilai GCS (11-10) : Delirium Nilai GCS (4-3) : Coma

(2) Pangkajian Saraf Kranial


(a) Saraf I
Biasanya pada pasien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
(b) Saraf II
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer diantara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual – spasial ( mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial ) sering terlihat pada pasien
dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mecocokan pakaian ke bagian tubuh.
(c) Saraf III, IV dan VI
Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisit sesisi otot – otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan kojugat unilateral di sisi yang sakit.
(d) Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan sesisi otot – otot
pterigoideus internus dan ekternus.
(e) Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik
ke bagian sisi yang sehat.
(f) Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
(g) Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
(h) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
(i) Saraf XII
Lidah simetris, terdapat defiasi pada satu sisi vasikulasi. Indera pengecapan
normal.
(3) Sistem motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangn
control volunteer terhadap gerakan motoric. Karena neuron motor atas melintas,
gangguan control motor volumter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
(a) Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia ( paralisis pada salah satu ) karena
lesi pada sisi otak yang berlawan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu
tubuh adalah tanda yang lain.
(b) Fasikulasi didapatkan pada otot – otot ekstremitas.
(c) Tonus otot didapatkan meningkat.
(d) Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan otot pada
sisi yang sakit didapatkan nilai 0.
(e) Keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan hemiparese dan
hemimplegian.
(f) Pemeriksaan reflex
 Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon, ligametum, atau
periosteum derajat reflek pada respons normal.
 Pemeriksaan reflek patologis, pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari reflek fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan reflek patologis.
Refleks babinski positif menunjukkan adanya perdarahan diotak untuk
membedakan jenis CVA yang ada apakah CVA infark atau
CVAhemoragik
(g) Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, tic (kontraksi saraf berulang ), dan dystonia.
Pada keadaan tertentu, pasien biasanya mengalami kejang umum, terutama
pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang
berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
(4) Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Persepsi adalah adalah ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensorik primer di antara mata dan korteks visual.Gangguan hubungan visual-
spasial(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial)sering
terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri.Pasien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.
Kehilangan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan
atau mungkin lebih berat,dengan kehilangan proprioseptif(kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh)serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual,taktil,dan auditorius.
d) B4 (Blader)
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmamuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik
dan pastural. Kadang-kadang kontrol sefingter urinarius eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, di lakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.

e) B5 (Bowel)
Didapatkan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut. Mual sampai muntah di hubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisitubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lan. Pada kulit, jika pasien kekurangan O2 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda decubitus, terutama pada daerah yang menonjol
karena pasien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk
beraktifitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia,
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan istirahat.
18
2. Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan pengkajian, diagnosis keperawatan yang utama adalah sebagai


berikut :
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot d/d
rentang gerak menurun, sendi kaku, Gerakan terbatas, fisik lemah, kekuatan
otot menurun
b. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cidera kepala
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dibuktikan dengan
tidak mampu mandi, tidak mengenakan pakain, minat melakukan perawatan
diri kurang.

3. Intervensi

No Diagnosa Luaran Intervensi


Keperawatan Keperawatan
1 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik b.d intervensi Obssevasi
penurunan keperawatan 3x24 jam 1. Monitor adanya nyeri atau
kekuatan otot maka mobilitas fisik keluhan fisikIainnya
dibuktikan meningkat dengan 2. Monitori toleransi fisik
dengan: kriteria hasil: melakukanpergerakan
Gejala dan 1. Pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung dan
Tanda Mayor ekstremitas tekanan darah sebelum memulai
Subjektif: meningkat mobilisasi
Mengeluh sakit 2. Kekuatan otot 4. Monitor kondisi umum
menggerakkan meningkat selama melakukan
ekstremitas 3. Rentang gerak mobilisasi
Objektif: (ROM) meningkat
1. Kekuatan otot 4. Nyeri menurun Terapeutik
menurun 5. Kecemasan 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
2. Rentang gerak menurun dengan alat bantu (mis. pagar
(ROM) 6. Kaku sendi tempat tidur)
menurun menurun 6. Fasilitasi melakukan
Gejala dan 7. Gerakan tidak pergerakan, jikaperlu
Tanda terkoordinasi 7. Libatkan keluarga untuk
Minor: menurun membantu pasien dalam
Subjektif: 8. Gerakan terbatas meningkatkan pergerakan
1. Nyeri saat menuru Edukasi
bergerak 9. Kelemahan fisik 8. Jelaskan tujuan dan prosedur
2. Enggan menurun mobilisasi
melakukan 9. Anjurkan melakukan mobilisasi
pergerakkan dm1
3. Merasa cemas 10. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
saat bergerak harus dilakukan (mis. duduk di
Objektif: tempat lidur, duduk di sisi tempat
1. Sendi kaku tidur, pindah dan tempat tidur ke
2. Gerakkan tidak kursi)
terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
2. Risiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen peningkatan tekanan
serebral tidak intervensi intrakranial
efektif dibuktikan keperawatan 3x24 jam Observasi
dengan hipertensi perfusi serebral
1. Monitor tanda-tanda vital
meningkat dengan
2. Monitor TIK
kriteria hasil:
1. Tingkat kesadaran 3. Monitor status pernafasan
meningkat
4. Monitor intake dan output
2. Kognitif meningkat
5. Monitor MAP (mean arterial
3. Sakit kepala
pressure)
menurun
4. Gelisah menurun
Terapeutik
5. Kecemasan menurun
6. Beriakan posisi semi fowler
6. Tekanan intracranial
membaik 7. Menimalkan stimulus
7. Tekanan darah dengan menyediakan lingkungan
sistolik membaik yang tenang
8. Tekanan darah Kolaborasi
diastolik membaik
8. Koolaborasi pemberian sedasi
9. Reflek saraf
dan antikonvulsan, jika perlu
membaik
9. kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu
3. Defisit perawatan Setelah dilakukan Dukungan Perawatan diri
diri berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan selama 3x24 jam 1. Monitor kebiasaan aktifitas
kemampuan diharapkan perawatan perawatandiri sesuai usia
perawatan diri diri meningkat dengan 2. Monitor tingkat kemandirian
dibuktikan kriteria hasil: 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
dengan tidak 1. Kemampuan mandi kebersihan diri, berpakaian,
mampu mandi, meningkat berhias, dan makan
tidak mampu 2. Kemampuan
Terapeutik
mengenakan mengenakan
pakaian, minat pakaian meningkat 4. Sediakan lingkungan yang
melakukan 3. Minat melakukan terapeutik(mis. Suasana hangat)
perawatan diri perawatan diri 5. Siapkan keperluan pribadi (mis.
kurang sendiri meningkat parfum, sikat gigi, dan sabun
4. Mempertahankan mandi)
kebersihan diri 6. Dampingi dalam melakukan
5. Mempertahanka perawatandiri sampai mandiri
nkebersihan mulut 7. Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
8. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu melakukan
perawatan diri
9. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
10. Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan

4. Implementasi
Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang
dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang
telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan menggunakan
komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan kepada
klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan
secara independent, dependent, dan interdependent. Tindakan independent yaitu
suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter
atau tenaga kesehatan lainnya. Tindakan dependent ialah tindakan yang
berhubungan dengan tindakan medis atau dengan perintah dokter atau tenaga
kesehatan lain. Tindakan interdependent ialah tindakan keperawatan yang
memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi, radiologi,
fisioterapi dan lain-lain.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat
digunakan sebagai alat ukur kerberhasilan suatu asuhan keperawatan yang dibuat.
Evaluasi berguna untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan, mengukur
kemajuan klien dalam mencapai tujuan akhir dan untuk mengevaluasi reaksi
dalam menentukan keefektifan rencana atau perubahan dalam membantu asuhan
keperawatan. Menurut (Potter & Perry, 2006) evaluasi adalah perbandingan yang
sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien berdasarkan luaran
keperawatan. Luaran keperawatan perubahan kondisi yang spesifik dan terukur
yang perawat harapkan sebagai respon terhadap asuhan keperawatan. Luaran
keperawatan dibagi menjadi dua luaran negative dan luaran positif. Didalam
luaran keperawatan memiliki komponen ekspektasi yang merupakan penilaian
hasil yang diharapkan tercapai. Dalam ekspektasi ada tiga yang diharapkan :

a. Meningkat: Bertambah dalam ukuran, jumlah, derajat atau tingkatan (luaran


positif)
b. Menurun: berkurang dalam ukuran, jumlah, derajat atau tingkatan. (luaran
negative)
c. Membaik: menimbulkan dalam efek yang lebih baik, adekuat atau efektif.
(luaran yang tidak dapat diekspektasikan menurun atau meningkat)
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V.Jakarta:
Interna Publishing.

Batticaca, F., 2018. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika

Brunner &Suddart. 2002. Text book of medical – Surgical Nursing. Jakarta:

Chang, Esther, dkk. 2010. Patofisiologi: Aplikasi pada Praktik


Keperawatan.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Claudia dkk, 2013, Pengaruh Latihan Range Of Motion (Rom) Terhadap kekuatan
Otot Pada Pasien Stroke, Vol 1, no 1, Universitas Sam Ratulangi Manado

Dalam Jurnal Susilo, Hendro, 2000,Simposium Stroke, Patofisiologi Dan


Penanganan Stroke,Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Diakses dari www.blog.asuhankeperawatan.com

De Jong, Sjamsuhidajat. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Esther, Chang. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktek Keperawatan.Jakarta :


EGC

Grace, P. A. & Borley, N. R (2016). Syrgery at a Glance. Edisi 3. Jakarta:


Erlangga

Harmoko.2012. Asuhan keperawatan keluarga. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Hidayat, Alimul, 2012, Kebutuhan dasar manusia, Jakarta : Salemba Medika

Hudak dan Gallo, 2011, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Edisi VI


Volume 2, EGC, Jakarta.

Irfan, Muhammad, 2010.Fisioterapi Bagi Insan Stroke.Edisi Pertama. Penerbit


Graha Ilmu:Yogyakarta

Riskesdas, 2013. Data Depkes. http://www.riskesdas.go.id.

Jevon, Philip. 2008. Pemantauan Pasien Kritis. Jakarta: Erlangga

Junaidi, dr. Iskandar. 2017. STROKE Waspadai Ancamannya.Yogyakarta: CV.


Andi Offset. Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Lismidar. H. Dkk. 2005. Proses Keperawatan. Jakarta. Penerbit Universitas


Indonesia
Mansjoer, Arif, dkk.2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : FKUI
Media Aesculapius

Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran


faktorfaktor risiko yang terdapat pada penderita stroke .Jakarta

Mutaqqin, Arif. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Ganggguan Sistem Persyarafan.Jakarta:Salemba Medika.

Potter&Perry. (2017). Buku Saku Ketrampian dan Prosedur Dasar. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. (2016). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Rikesdas. (2017). Terapi Hipertensi, PT Mizan Pustaka , Bandung Smeltzer,


Suzanne.(2017). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Riyadi, S. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Pustaka Belajar.


Santosa.Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

WHO. (2016). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Diunduh dari


http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/LaporanRiskesd
as. PDF (Diakses 13 Oktober 2021 pukul 13.00 WIB)

Wilkinson, M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai