Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD ZAINUDIN
NIM : 201121037

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK


PRODI SARJANA TERAPAN KEPERWATAN PONTIANAK

JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021/2022
A. Konsep Stroke Non-Homoragik

1. Definisi

Stroke merupakan kehilangan fungsi otak secara tiba-tiba, yang disebabkan


oleh gangguan aliran darah ke otak (stroke iskemik) dan pecahnya pembulu darah ke
otak atau stroke hemoragik (Nurtanti & Ningrum, 2018).

Stroke merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya penyempitan


dipembuluh darah di otak sehingga aliran darah dan oksigen ke otak terhambat
bahkan terhenti (Faridah et al., 2018).

Stroke non-hemoragik adalah jenis stroke yang terjadi akibat penyumbatan


pada pembuluh darah otak. Stroke yang juga disebut stroke infark atau stroke iskemik
ini merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi. Diperkirakan sekitar lebih dari
80% kasus stroke di seluruh dunia disebabkan oleh stroke non-hemoragik ( dr. Kevin
Adrian, 2020)

2. Etiologi

Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu kejadian di bawah ini diantaranya:

a. Trombus Serebral Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang


mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya

b. Emboli Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh


bekuan darah, lemak dan udara. Emboli menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti thrombosis.

c. Iskemia Penurunan aliran darah ke area otak

d. Hipotensi Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan


berkurangnya aliran darah ke otak biasanya menyebabkan sesorang
pingsan.Stroke bisa juga terjadi jika tekanan darahnya rendah, hal ini terjadi
jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau
pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
(DR,Amelia 2019)

3. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)
pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah
mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi ( J Nggebu 2019)

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah, terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada
pada pembuluh darah yang tersumbat, menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur. Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus, dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung

(J nggebu 2019)

4. Tanda dan Gejala

tanda dan gejala yang ada pada penderita pasien stroke non hemoragik adalah
tekanan darah tinggi, gangguan motorik (kelemahan atau kelumpuhan lengan atau
tungakai atau salah satu sisi tubuh), hilangnya sebagian penglihatan atau pendengara
penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, gangguan
keseimbangan, nyeri kepala, bicara tidak jelas (pelo), muntah, ketidakseimbangan dan
terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih, perubahan mendadak
(apatis, somnolen, delirium, suppor, koma). (DR Amelia 2019)

5. Komplikasi

Menurut (DR Amelia 2019) komplikasi stroke yaitu :

a. Hipoksia serebral Otak bergantung pada ketersedian oksigen yang dikirimkan


ke jaringan.

b. Penurunan aliran darah serebral Aliran darah serebral bergantung pada


tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral.

c. Luasnya area cidera Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard
atau fibralsi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme
akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan
menurunkan aliran darah serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah
jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus lokal.

d. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan


penghentian trombus lokal.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut:

a. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti


perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskular.

b. Lumbal pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carespiratori ratean
lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.
Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom)
sewaktu hari-hari pertama.

c. CT scan

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma,


adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

d. MRI

MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik


untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.

e. USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).

f. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
(J Nggebu 2019)

7. Penatalaksanaan

Fase Akut:

a. Pertahankan fungsi vital seperti: jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan


sirkulasi.

b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation: Nimotop. Pemberian ini


diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.

c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30


menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.

d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik

e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang .

Post Fase Akut:

a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik

b. Program fisiotherapi

c. Penanganan masalah psikososial

(J Nggebu 2019)
C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Biodata Pasien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.

b. Riwayat Kesehatan Pasien

Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar,disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

c. Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,


dan tidak dapat berkomunikasi

d. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya pasien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tidak
sadarkan diri, kelumpuhan separuh badan dan gangguan fungsi otak.

e. Riwayat Penyakit Dahulu

Biasanya pada pasien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus,


penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat antikoagulan dan obesitas.

f. Riwayat penyakit Keluarga

Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit


seperti hipertensi, diabetes melitus dan penyakit jantung.

g. Pola Aktivitas Sehari-hari


Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya
rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.

h. Pola Eliminasi

Perubahan kebiasaan bab dan bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria,


distensi kandungkemih, distensi abdomen, suara usus menghilang

i. Pola Makanan

Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,


dysfagia.

j. Perubahan neurologi melalui pengkajian skala koma Glasgow (GCS)

Eye

4 : Spontan membuka mata

3 : Membuka mata dengan perintah

2 : Membuka mata karena rangsangan nyeri

1 : Tidak mampu membuka mata

Verbal

5 : Orientasi dan pengertian baik

4 : Pembicaraan yang kacau

3 : Pembicaraan yang tidak pantas dan kasar

2 : Dapat bersuara, merintih

1 : Tidak ada suara

Motorik

6 : Mengikuti perintah

5 : Reaksi gerakan local terhadap rangsangan

4 : Reaksi menghindar terhadap rangsangan nyeri

3 : Fleksi abnormal
2 : Ekstensi abnormal

1 : Tidak ada gerakan

k. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum

a) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran

b) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,


kadang tidak bisa bicara

c) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi

 Pemeriksaan integument

a) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda - tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.

b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.

c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan

 Pemeriksaan kepala dan leher

a) Kepala : bentuk normocephalic

b) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi

c) Leher : kaku kuduk jarang terjadi

 Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing


ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
reflex batuk dan menelan.

 Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung
 Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine

 Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh

 Pemeriksaan neurologi

a) Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus


cranialis VII dan XII central.

b) Pemeriksaan motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada


salah satu sisi tubuh.

c) Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi.

d) Pemeriksaan reflex Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan reflex patologis.

(DR,Amelia 2019)

2. Diagnosa keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan kriteia hasil intervensi


O
1 Risiko Perfusi Setelah dilakukan MENEJEMEN PENINGKATAN
Serebral Tidak tindakan keperawatan TEKANAN INTRAKRANIAL (I.
Efektif dibuktikan selama .... jam 06198)
dengan Embolisme diharapkan perfusi
Observasi
(D.0017). serebral (L.02014) dapat
adekuat/meningkat
 Identifikasi penyebab
dengan Kriteria hasil :
peningkatan TIK (mis. Lesi,
1) Tingkat kesadaran
gangguan metabolisme,
meningkat 2) Tekanan
Intra Kranial (TIK)
edema serebral)
menurun
 Monitor tanda/gejala
3) Tidak ada tanda tanda
peningkatan TIK (mis.
pasien gelisah. 4) TTV
Tekanan darah meningkat,
membaik
tekanan nadi melebar,
bradikardia, pola napas
ireguler, kesadaran menurun)
 Monitor MAP (Mean
Arterial Pressure)
 Monitor CVP (Central
Venous Pressure), jika perlu
 Monitor PAWP, jika perlu
 Monitor PAP, jika perlu
 Monitor ICP (Intra Cranial
Pressure), jika tersedia
 Monitor CPP (Cerebral
Perfusion Pressure)
 Monitor gelombang ICP
 Monitor status pernapasan
 Monitor intake dan output
cairan
 Monitor cairan serebro-
spinalis (mis. Warna,
konsistensi)

Terapeutik

 Minimalkan stimulus dengan


menyediakan lingkungan
yang tenang
 Berikan posisi semi fowler
 Hindari maneuver Valsava
 Cegah terjadinya kejang
 Hindari penggunaan PEEP
 Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
 Atur ventilator agar PaCO2
optimal
 Pertahankan suhu tubuh
normal

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian sedasi


dan antikonvulsan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

2 Nyeri akut Setelah dilakaukan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)


berhubungan tindakan keperawatan
Observasi
dengan agen selama … jam
pencedera diharapkan tingkat nyeri
 lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis (iskemia) (L.08066) menurun
frekuensi, kualitas, intensitas
(D.0077). dengan Kriteria Hasil :
nyeri
1) Keluhan nyeri
 Identifikasi skala nyeri
menurun.
 Identifikasi respon nyeri non
2) Meringis menurun
verbal
3) Sikap protektif
 Identifikasi faktor yang
menurun
memperberat dan
4) Gelisah menurun.
memperingan nyeri
5) TTV membaik
 Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik

 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan MANAJEMEN NUTRISI (I.


berhubungan tindakan keperawatan 03119)
dengan selama … jam
Observasi
ketidakmampuan diharapkan ststus nutrisi
menelan makanan (L.03030)
 Identifikasi status nutrisi
(D.0019) adekuat/membaik dengan
 Identifikasi alergi dan
kriteria hasil:
intoleransi makanan
1) Porsi makan
 Identifikasi makanan yang
dihabiskan/meningkat
disukai
2) Berat badan membaik
 Identifikasi kebutuhan kalori
3) Frekuensi makan
dan jenis nutrient
membaik
 Identifikasi perlunya
4) Nafsu makan membaik
penggunaan selang
5) Bising usus membaik
nasogastrik
6) Membran mukosa
 Monitor asupan makanan
membaik
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik

 Lakukan oral hygiene


sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,
jika perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi

Edukasi

 Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlU

4 Gangguan persepsi Setelah dilakukan MINIMALISASI RANGSANGAN


sensori tindakan keperawatan (I.08241)
berhubungan selama … jam
Observasi
dengan diharapkan persepsi
ketidakmampuan sensori (L.09083)
 Periksa status mental, status
menghidu dan membaik dengan kriteria
sensori, dan tingkat
melihat (D.0085) hasil:
kenyamanan (mis. nyeri,
1) Menunjukkan tanda
kelelahan)
dan gejala persepsi dan
sensori baik: Terapeutik
pengelihatan,
 Diskusikan tingkat toleransi
pendengaran, makan dan
terhadap beban sensori (mis.
minum baik.
bising, terlalu terang)
2) Mampu
 Batasi stimulus lingkungan
mengungkapkan fungsi
(mis. cahaya, suara, aktivitas)
pesepsi dan sensori
 Jadwalkan aktivitas harian
dengan tepat
dan waktu istirahat
 Kombinasikan
prosedur/tindakan dalam satu
waktu, sesuai kebutuhan

Edukasi

 Ajarkan cara meminimalisasi


stimulus (mis. mengatur
pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)

Kolaborasi

 Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
 Kolaborasi pemberian obat
yang mempengaruhi persepsi
stimulus

5 Gangguan Setelah dilakukan DUKUNGAN MOBILISASI


mobilitas fisik tindakan keperawatan (I.05173)
berhubungan selama … jam
Observasi
dengan gangguan diharapkan mobilitas
neuromuskular fisik (L.05042) klien
 Identifikasi adanya nyeri atau
(D.0054). meningkat dengan
keluhan fisik lainnya
kriteria hasil:
 Identifikasi toleransi fisik
1) Pergerakan
melakukan pergerakan
ekstremitas meningkat
 Monitor frekwensi jantung
2) Kekuatan otot
dan tekanan darah sebelum
meningkat
memulai mobilisasi
3) Rentang gerak (ROM)
 Monitor kondisi umum
meningkat
selama melakukan mobilisasi
4) Kelemahan fisik
menurun Terapeutik

 Fasilitas aktivitas mobilisasi


dengan alat bantu
 Fasilitas melakukan
pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini

6 Gangguan Setelah dilakukan PERAWATAN INTEGRITAS


integritas tindakan keperawatan KULIT (I.11353)
kulit/jaringan selama … jam
Observasi
berhubungan diharapkan integritas
dengan penurunan kulit/jaringan (L.14125)
 Identifikasi penyebab
mobilitas (D.0129) meningkat dengan
gangguan integritas kulit
kriteria hasil :
(mis. Perubahan sirkulasi,
1) Perfusi jaringan
perubahan status nutrisi,
meningkat
peneurunan kelembaban,
2) Tidak ada tanda tanda
suhu lingkungan ekstrem,
infeksi
penurunan mobilitas)
3) Kerusakan jaringan
menurun Terapeutik
4) Kerusakan lapisan
 Ubah posisi setiap 2 jam jika
kulit
tirah baring
5) Menunjukkan
 Lakukan pemijatan pada area
terjadinya proses
penonjolan tulang, jika perlu
penyembuhan luka
 Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama selama
periode diare
 Gunakan produk berbahan
petrolium  atau minyak pada
kulit kering
 Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitif
 Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering

Edukasi

 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin, serum)
 Anjurkan minum air yang
cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkat asupan
buah dan saur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
 Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
berada diluar rumah

7 Risiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan jatuh (I.14540)


dibuktikan dengan tindakan keperawatan Observasi
kekuatan otot selama … jam  Identifikasi faktor risiko
menurun (D.0143) diharapkan tingkat jatuh jatuh (misal usia > 65 tahun,
(L.14138) menurun penurunan tingkat kesadaran,
dengan kriteria hasil: defisit kognitif, hipotensi
1) Klien tidak terjatuh ortostatik, gangguan
dari tempat tidur keseimbangan, gangguan
2) Tidak terjatuh saat penglihatan, neuropati).
dipindahkan  Identifikasi risiko jatuh
3) Tidak terjatuh saat setidaknya sekali setiap shift
duduk atau sesuai dengan kebijakan
institusi.
 Identifikasi faktor
lingkungan yang
meningkatkan risiko jatuh
(misal: lantai licin,
penerangan kurang).
 Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (misal:
Fall Morse Scale, Humpty
Dumpty Scale), jika perlu.
 Monitor kemampuan
berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda dan sebaliknya.
Terapeutik
 Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga.
 Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci.
 Pasang handrail temapt tidur.
 Atur tempat tidur mekanis pada
posisi terendah.
 Tempatkan pasien beresiko
tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dan nurse
station.
 Gunakan alat bantu berjalan
(misal Kursi roda, Walker).
 Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien.
Edukasi
 Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah.
 Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin.
 Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh.
 Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan
saat berdiri.
 Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat
8 Gangguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi: defisit bicara
komunikasi verbal tindakan keperawatan (13492)
berhubungan selama … jam Observasi
dengan penurunan diharapkan komunikasi
 Periksa kemampuan pengelihatan
sirkulasi serebral verbal (L.13118)
 Monitor dampak gangguan
(D.0119). meningkat dengan
pengelihatan (mis. resiko cidera,
kriteria hasil:
depresi,kegelisahan, kemampuan
1) Kemampuan bicara
melakukan aktivitas sehari- hari)
meningkat
2) Kemampuan
Terapiotik
mendengar dan
memahami kesesuaian  Fasilitasi peningkatan
ekspresi wajah / tubuh stimulasi indra lainnya (mis.
meningkat aroma,rasa,tekstur makanan)
3) Respon prilaku  Pastikan kacamata atau lensa
pemahaman komunikasi kontak berfungsi dengan baik
membaik  Sediakan pencahayaan cukup
 Berikan bacaan dengsn huruf
4) Pelo menurun besar
 Hindari penataan letak
lingkungan tanpa
memberitahu
 Sediakan alat bantu(mis.
jam,telepon)
 Fasilitasi membaca surat
kabar atau media informasi
lainnya
 Gunakan warna terang dan
kontras di lingkungan
 Sediakan kaca pembesar, jika
perlu

Edukasi

 Jelaskan lingkungan pada


pasien
 Ajarkan pada keluarga cara
menbantu cara pasien
berkomunikasi

Kolaborasi

 Rujuk pasien pada


terapis,jika perlu.

Sumber: (Nurarif Huda, 2016),Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018) & Tim Pokja SLKI DPP
PPNI, (2019).

DAFTAR PUSTAKA
Nurtanti, S., & Ningrum, W. (2018). Efektiffitas Range Of Motion (ROM) Aktif
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Penderita Stroke. Jurnal Keperawatan GSH, 7(1),
14–18.

Faridah, U., Sukarmin, & Sri, K. (2018). Pengaruh Rom Exercise Bola Karet Terhadap
Kekuatan Otot Genggam Pasien Stroke Di Rsud Raa Soewondo Pati. Indonesia Jurnal Perawat,
3(1), 36–43.

dr. Kevin Adrian, 2020 “

Stroke Non-Hemoragik: Jenis Stroke yang Paling Sering Terjadi”,


https://www.alodokter.com/stroke-non-hemoragik-jenis-stroke-yang-paling-sering-terjadi,
diakses pada 14 desember 2021

ROHMAN, HIDAYAT (2021) “ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS


FISIK PADA BAPAK M KELUARGA BAPAK M DENGAN STROKE NON HEMORAGIKDI
DESA BUMI AGUNGKECAMATAN BELALAU KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN
2021” http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/id/eprint/2996, diakses 07 desember 2021 pukul
23.33.

Nggebu,J 2019 “Asuhan Keperawatan Pada Ny. P. S Dengan Masalah Kesehatan Stroke


Non. Hemoragik di RSUD. Prof. W. Z Johanes Kupang Pada Tanggal 27-29 Mei 2019”,
http://repository.poltekeskupang.ac.id/917/1/KTI%20STROKE%20NON%20HEMORAGI..pdf,
diakses pada 08 desember 2021 pukul 09.44.

DR,Amelia 2019“ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN STROKE NON


HEMORAGIK DI RUANG ANGSOKA RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA”, http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/392/1/DINDA%20REZKY
%20AMALIA%20KTI.pdf, diakses pada 08 Desember 2021 pukul 09.58.

Rafsanjani arief soekamtiess (2016) “pathway SNH”


https://id.scribd.com/doc/312111231/Pathway-SNH, diakses pada 13 desember 2021 pukul 00.50

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan PraktisBerdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus( jilid 2.). Jogjakarta: Mediaction Publishing

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Rencana Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tujuan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai