DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD ZAINUDIN
NIM : 201121037
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021/2022
A. Konsep Stroke Non-Homoragik
1. Definisi
2. Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu kejadian di bawah ini diantaranya:
3. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)
pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah
mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi ( J Nggebu 2019)
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah, terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada
pada pembuluh darah yang tersumbat, menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur. Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus, dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung
(J nggebu 2019)
tanda dan gejala yang ada pada penderita pasien stroke non hemoragik adalah
tekanan darah tinggi, gangguan motorik (kelemahan atau kelumpuhan lengan atau
tungakai atau salah satu sisi tubuh), hilangnya sebagian penglihatan atau pendengara
penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, gangguan
keseimbangan, nyeri kepala, bicara tidak jelas (pelo), muntah, ketidakseimbangan dan
terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih, perubahan mendadak
(apatis, somnolen, delirium, suppor, koma). (DR Amelia 2019)
5. Komplikasi
c. Luasnya area cidera Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard
atau fibralsi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme
akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan
menurunkan aliran darah serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah
jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus lokal.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut:
a. Angiografi serebral
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carespiratori ratean
lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.
Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom)
sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan
d. MRI
e. USG Doppler
f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
(J Nggebu 2019)
7. Penatalaksanaan
Fase Akut:
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang .
b. Program fisiotherapi
(J Nggebu 2019)
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata Pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar,disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Biasanya pasien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tidak
sadarkan diri, kelumpuhan separuh badan dan gangguan fungsi otak.
h. Pola Eliminasi
i. Pola Makanan
Eye
Verbal
Motorik
6 : Mengikuti perintah
3 : Fleksi abnormal
2 : Ekstensi abnormal
k. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Pemeriksaan integument
a) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda - tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
Pemeriksaan dada
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan neurologi
d) Pemeriksaan reflex Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan reflex patologis.
(DR,Amelia 2019)
2. Diagnosa keperawatan
Terapeutik
Kolaborasi
Terapeutik
Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlU
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
Kolaborasi pemberian obat
yang mempengaruhi persepsi
stimulus
Edukasi
Edukasi
Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin, serum)
Anjurkan minum air yang
cukup
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan meningkat asupan
buah dan saur
Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
berada diluar rumah
Edukasi
Kolaborasi
Sumber: (Nurarif Huda, 2016),Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018) & Tim Pokja SLKI DPP
PPNI, (2019).
DAFTAR PUSTAKA
Nurtanti, S., & Ningrum, W. (2018). Efektiffitas Range Of Motion (ROM) Aktif
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Penderita Stroke. Jurnal Keperawatan GSH, 7(1),
14–18.
Faridah, U., Sukarmin, & Sri, K. (2018). Pengaruh Rom Exercise Bola Karet Terhadap
Kekuatan Otot Genggam Pasien Stroke Di Rsud Raa Soewondo Pati. Indonesia Jurnal Perawat,
3(1), 36–43.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan PraktisBerdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus( jilid 2.). Jogjakarta: Mediaction Publishing
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Rencana Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tujuan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI