Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

Batu Ureter (ureterolithiasis)

Disusun oleh :

Putri Nurjedah : 201121042

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN + NERS PONTIANAK

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

TAHUN 2024/2025
Lembar Pengesahan

Telat dipersiapkan dan disusun oleh

PUTRI NURJEDAH

NIM: 201121042

Telah disetujui

Tanggal:

Pembimbing akademik Pembimbing klinik/ CI

Mahasiswa
Daftar isi

Lembar Pengesahan......................................................................................................................2
Daftar isi.........................................................................................................................................3
Bab I................................................................................................................................................4
Konsep Batu Ureter.......................................................................................................................4
A. Definisi.................................................................................................................................4
B. Klasifikasi............................................................................................................................5
C. Etiologi.................................................................................................................................5
D. Patofisiologi.........................................................................................................................7
E. Manifestasi klinis................................................................................................................8
F. Komplikasi.........................................................................................................................10
G. Pemeriksaan diagnostic....................................................................................................10
H. Penatalaksanaan medis....................................................................................................11
I. Pathway.............................................................................................................................13
Bab II............................................................................................................................................14
Konsep asuhan keperawatan......................................................................................................14
A. Pengkajian.........................................................................................................................14
B. Diagnosa.............................................................................................................................17
C. Intervensi...........................................................................................................................17
D. Implementasi.....................................................................................................................22
E. Evaluasi..............................................................................................................................22
Daftar pustaka.............................................................................................................................23
Bab I Konsep

Batu Ureter

A. Definisi
Batu ureter (ureterolithiasis) umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke
ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih. Batu ureter juga bisa
sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga sampai
ke kandung kemih dan berupa nidus menjadi batu kandung kemih besar. Batu juga bisa
tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan
hidroureter yang mungkin asimptomatik.

Ureterolithiasis merupakan salah satu penyakit saluran kemih yang disebabkan


oleh penumpukan molekul yang mengalami pengendapan. Pembentukan batu dapat
diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi, non-infeksi, kelainan genetik, dan
obat-obatan. Batu akibat tanpa infeksi dapat tersusun dari kalsium oksalat dan kalsium
fosfat atau asam urat. Batu akibat infeksi memiliki komposisi magnesium amonium
fosfat, karbonat amonium urat. Batu yang disebabkan oleh kelainan genetik dapat
mengandung sistin atau xantin (Noegroho,2018)

Dengan kata lain, batu saluran kemih adalah adanya gumpalan (konkresi) padat
yang terbentuk di saluran kemih. Batu dengan ukuran lebih kecil yang mungkin
terbentuk,bisa lewat di sepanjang saluran kemih, dan bisa dikeluarkan selama berkemih
(mikturisi), menyebabkan beberapa atau bahkan tidak ada gejala, tetapi batu dengan
ukuran yang lebih besar akan menimbulkan gejala klinis ketika telah menyumbat saluran
kemih atau telah mengandung patogenpatogen yang menimbulkan infeksi yang menetap
meskipun telah diberi terapi antimikroba.
B. Klasifikasi
Menurut Ariani, 2016 berdasarkan jenis Ureterolithiasis dibagi menjadi:

1. Batu Kalsium
Batu kalsium atau kalsium oksalat dan kalsium fosfat merupakan jenis batu yang
paling banyak ditemukan, yaitu sekitar 75-85% dari seluruh batu saluran kemih.
2. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini dipicu
oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan
pemecah urea atau urea splitter, seperti proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas, dan Stafilokokus yang dapat menghasilkan enzim
urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium,
fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat dan karbonat
apatit.
3. Batu asam urat
Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami
oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, urikosurik, sulfinpirazone,
thiazide, dan salisilat. Kegemukan, alkoholik, dan diet tinggi protein mempunyai
peluang besar untuk mengalami penyakit ini.
4. Batu sistin
Ureterolithiasis ini terbentuk akibat terlalu banyaknya asam amino sistin yang
dikeluarkan oleh ginjal. Batu sistin merupakan jenis Ureterolithiasis yang sangat
jarang ditemukan.

C. Etiologi
Penyebab Ureterolithiasis menurut Ariani (2016), adalah sebagai berikut:

1. Faktor Intrinsik
Dalam faktor intrinsik ini ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan
terjadinya penyakit Ureterolithiasis. Faktor-faktor yang dimaksud tersebut
diantaranya adalah sebagi berikut:
1) Faktor Genetik
Sesorang yang mempunyai keluarga penderita Ureterolithiasis mempunyai
risiko mengalami penyakit Ureterolithiasis sebesar 25 kali dibandingkan
dengan seorang yang tidak mempunyai garis keturunan penyakit
Ureterolithiasis.
2) Riwayat Sakit
Ureterolithiasis Sebelumnya Penyakit Ureterolithiasis bersifat kumat-
kumatan. Artinya, pasien yang pernah menderita batu ureter sekalipun
batunya pernah keluar secara spontan atau dikeluarkan oleh dokter, suatu
waktu nanti dapat mengalami kekambuhan lagi.
3) Usia
Jenis penyakit ginjal ini paling sering dialami seseorang yang sudah
berusia sekitar 30-50 tahun.
4) Jenis Kelamin
Jumlah pasien atau penderita penyakit ini lebih banyak dialami oleh orang
yang berjenis laki-laki, di mana laki-laki mempunyai kelainan banyak
dibandingkan perempuan.
5) Kelainan Anatomi Ginjal Insidensi
Ureterolithiasis lebih sering terjadi pada seseorang yang mengalami
kelainan anatomi ginjal. Hal ini berhubungan dengan terlambatnya aliran
air kemih. Misalnya pada ginjal tapal kudaatau horseshoe kidney,
penyempitan ureter, penyempitan dikaliks, dan lain sebagainya.
6) Pembentuk Batu Dalam Air Kemih
Pengeluaran mineral yang berlebihan melalui air kemih dapat
menimbulkan kejenuhan air kemih dan berpotensi terbentuknya
Ureterolithiasis. Misalnaya hiperkalsiuria atau pengeluaran kalsium yang
berlebihan bersama air kemih, hiperoksaluria atau pengeluaran oksalat
yang berlebihan bersama air kemih.
7) Gangguan metabolik
Kelainan metabolis tertentu dapat menyebabkan peningkatkan
pembuangan mineral tubuh. Misalnya penyakit hiperparatiriodisme atau
terjadi hiperuricosuria, penyakit usus atau menurunnya kadar sitrat, dan
penyakit asidosis tubuler ginjal atau kehilangan sitrat melalui air kemih.
2. Faktor Ekstrinsik
Faktor Ekstrinsik ini juga memiliki beberapa hal yang dapat menyebabkan
terjadinya penyakit Ureterolithiasis. Hal-hal yang dimaksud tersebut di antaranya
adalah sebagai berikut:
1) Kurang Minum
Aktivitas yang banyak mengeluarkan keringat dan cuaca panas
menyebabkan volume cairan tubuh berkurang. Apalagi ketika tidak
diimbangi dengan minum air putih yang cukup, maka hal tersebut dapat
membuat jumlah air kemih yang terbentuk menjadi lebih sedikit. Keadaan
ini juga dapat menciptakan supersaturasi atau kejenuhan ginjal.
2) Jenis Perkerjaan dan Hobi
Sesorang yang perkerjaan sehari-harinya lebih banyak menggunakan
kekuatan fisik dan tinggal di daerah yang beriklim panas memiliki peluang
lebih besar terkena Ureterolithiasis.
3) Konsumsi obat-obatan
Beberapa jenis obat-obatan seperti efedrin, obat pelancar kencing, obat
kejang, dan obat anti virus atau indinavir berpotensi memicu datangnya
penyakit batu ginjal.
4) Geografi
Pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian penyakit
Ureterolithiasis yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt atau sabuk batu.

D. Patofisiologi
Terbentuknya batu pada saluran kemih belum diketahui secara pasti. Namun
demikian ada beberapa faktor predisposisi terbentuknya batu, yaitu: Peningkatan
konsentrasi larutan urine akibat dari intake cairan yang kurang serta peningkatan bahan-
bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau statis urine menjadikan sarang untuk
pembentukan batu.
Supersaturası elemen urine seperti kalsium, fosfat dan faktor lain yang
mendukung terjadinya batu, meliputi: pH urine yang berubah menjadi asam. jumlah
cairan urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi pembentukan
batu asam urat. PH urine juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dapat
mengendap dalam urine yang alkalin, sedangkan batu oksalat tidak dipengaruhi oleh pH
urine.

Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi. Ada batu yang kecil,
ada batu yang besar Batu yang kecil dapat keluar lewat urine dan akan menimbulkan rasa
nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam urine, sedangkan batu
yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi
strukur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urine dan akan menimbulkan terjadinya
hidronefrosis karena dilatasi ginjal.

E. Manifestasi klinis
Tanda-tanda atau gejala Ureterolithiasis sangat beragam. Menurut Ariani (2016),
gejala yang mungkin muncul diantaranya sebagi berikut:

1. Perubahan Warna Urine


Salah satu fungsi ureter adalah mengalirkan air kencing atau urine, apabila ureter
manusia mengalami sumbatan, maka akan terjadi gangguan pada pembentukan
urin di ginjal, baik dari warna, bau, dan karakteristiknya. Hal ini bisa
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam frekuensi buang air kecil. Mungkin
buang air kecil lebih sering dan lebih banyak dari pada biasanya dengan warna
urine yang pucat atau malah sebaliknya, buang air kecil dalam jumlah sedikit dari
biasanya dengan urine yang berwarna gelap.
2. Tubuh Mengalami Pembengkakan
Batu pada ureter dapat menyebabkan gangguan aliran urin sehingga mengganggu
fungsi ginjal, maka saat ginjal tidak mampu lagi melakukan fungsinya akan
diproduksi cairan atau toksin ke dalam tubuh yang mengakibatkan pembengkakan
terhadap beberapa bagian tubuh, diantaranya di bagian kaki, pergelangan kaki,
wajah, dan tangan.
3. Tubuh Cepat Lelah
Ureter yang tersumbat dapat mengganggu fungsi ginjal, salah satunya adalah
kemampuan memproduksi hormon erythropoietin yang berfungsi memerintahkan
tubuh untuk membuat oksigen yang membawa sel darah merah. Ketika ginjal
mengalami gangguan, maka ginjal tidak mampu memasok hormon sesuai
kebutuhan sehingga hal tersebut akan berdampak pada otot, otak, dan tubuh yang
akan merasa cepat lelah. Kondisi ini disebut juga anemia.
4. Rasa Mual dan Ingin Muntah
Gejala penyakit saluran kemih yang lainnya adalah rasa mual berkelanjutan dan
selalu ingin muntah. Gejala ini muncul karena terjadi penumpukan limbah dalam
darah atau uremia.
5. Nyeri
Sering bersifat kolik atau ritmik, terutama bila batu terletak di ureter atau di
bawah. Nyeri dapat terjadi secara hebat tergantung dari lokasi letak batu tersebut.
6. Demam dan Menggigil
Ketika mulai terjadi infeksi, tubuh akan menjadi demam dan menggigil. Suhu
badan akan naik serta tubuh penderita akan menggigil.
7. Hematuria
Hematuria ini disebabkan oleh iritasi dan cidera pada struktur ginjal disertai
pengkristalan atau batu.
8. Urine Encer
Terjadi obstruksi aliran pengenceran urine, karena kemampuan ginjal
memekatkan urine terganggu oleh pembengkakan yang terjadi di sekitar kapiler
peritubulus.
9. Sakit Saat Buang Air Kecil
Di saat buang air kecil, pada saluran kencing akan terasa sangat nyeri dan
menyiksa.
F. Komplikasi
Komplikasi batu ureter:

1. Sumbatan akibat pecahnya batu.


2. Infeksi, akibat diseminasi partikel Ureterolithiasis atau bakteri akibat obstruksi.
3. Kerusakan fungsi ginjal, akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengakatan batu

G. Pemeriksaan diagnostic
Menurut (Ariani 2016) tes yang akan dilakukan tersebut yaitu:

1. Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan laboratorium ada beberapa hal yang harus dilakukan, di
antaranya adalah sebagai berikut:
1) Sedimen urine atau tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit,
bakteri atau nitrit, dan pH urine.
2) Kreatinin serum untuk mengetahui fungsi ginjal.
3) C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urine biasanya
dilakukan pada keadaan demam.
4) Natrium dan kalium darah dilakukan pada keadaan muntah.
5) Kadar kalsium dan asam urat darah dilakukan untuk mencari faktor resiko
metabolik.
6) Urinalisis.
 Warna: urine normal kekuningan-kuningan, abnormal merah
menunjukkan hematuria
 pH: normal 4,6- 6,5 (rata-rata 6,0),
 urine 24 jam: kreatinin, asamurat, kalsium, fosfat, oksalat, atau
sistin meningkat, culture urine menunjukkan infeksi saluran kemih,
BUN (Blood Urea Nitrogen) hasil normal 5-20 mg/dl tujuan untuk
mempelihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bermitogren, kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai
15mg/dl, perempuan 0,70-1,25 mg/dl.
7) Darah lengkap.
Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
8) Hormon Paratyroid
Merangsang reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum
dan kalsium urine. Hormon paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal
ginjal atau PTH.
2. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto Rontgen Menurunkan adanya perubahan anatomik pada area ginjal
dan dan sepanjang ureter.
2) IVP (Intra Venous Pyelography) Memberikan konfrimasi urolithiasis
dengan cepat seperti penyebab nyeri, abdominal, atau panggul. Selain itu
juga menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik atau distensi
ureter.
3) Sistoureterokopi Visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan
batu atau efek obstruksi.
4) USG Abdomen Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu

H. Penatalaksanaan medis
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih parah. Indikasi untuk melakukan
tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi,
infeksi atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran
kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah
menyebabkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan. Menurut Ariani (2016)
batu dapat dikeluarkan dengan beberapa cara yaitu:

1. Ureterorenoskopi
Ureterorenoskopi merupakan salah satu prosedur pengangkatan
Ureterolithiasis dengan menggunakan sebuah alat yang disebut ureterorenoskop
yang dimasukkan ke ureter dan kandung kemih. Uretra adalah saluran terakhir
untuk keluarnya urine dari kandung kemih ke luar tubuh.
2. Bedah terbuka
Sesuai namanya bedah terbuka dilakukan dengan cara membuat sayatan
pada permukaan kulit dekat dengan ginjal dan ureter yang berfungsi sebagai akses
bagi dokter bedah untuk mengangkat Ureterolithiasis.
3. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy atau yang disingkat dengan
ESWL ini merupakan prosedur penghancuran Ureterolithiasis dengan
menggunakan gelombang energi. Batu dihancurkan agar sepihan-sepihannya
dapat keluar dengan mudah. d) PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy) Sementara
Percutaneous Nephrolithotomy atau yang disingkat dengan PCLN ini merupakan
prosedur penghancuran Ureterolithiasis. Sayatan kecil dibuat oleh atas permukaan
kulit dekat ginjal, sehingga alat yang disebut nephroscope bisa masuk untuk
memecahkan dan mengangkat serpihan Ureterolithiasis.
I. Pathway

Kurang minum, pekerjaan (banyak


Potensial terjadinya pembentukan batu
duduk), makanan (tinggi kalsium),
(pengendapan garam mineral, perubahan pH
Konsumsi obat- obatan, dll
urin)

Prepisitasi kristal hingga membentuk batu yang cukup besar


untuk menyumbat saluran kemih
Obstruksi saluran
Retensi urin kemih Urolithiasis

Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot sistem pelvikales

Ureterolithiasis Turun ke ureter


(Batu Ureter)

MK: Gangguan
Peningkatan aktivitas Nyeri luar biasa Trauma
Eliminasi Urinpada mukosa
peristaltic otot polos di area perut dinding ureter
sistem kalises atau ureter
Hematuria mikroskopik
bagian bawah
hingga ke
pinggang
Peningkatan tekanan
intraluminal

Nyeri kolik

Kolik ureter
Terlihat cemas, aktif
bertanya, dan MK: Defifit
menyatkan pengetahuan
ketidaktahua tentang
penyakit

MK: Nyeri Akut MK: Ansietas


Bab II

Konsep asuhan keperawatan

A. Pengkajian
1. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah pinggang, urine lebih
sedikit, hematuria, pernah mengeluarkan batu saat berkemih, urine berwarana
kuning keruh, sulit untuk berkemih, dan nyeri saat berkemih.
3. Riwayat Penyakit
Sekarang Penurunan haluaran urin atau BAK sedikit, kandung kemih penuh dan
rasa terbakar, dorongan berkemih, mual/muntah, nyeri abdomen, nyeri panggul,
kolik ginjal, kolik uretra, nyeri waktu kencing dan demam.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, riwayat kolik renal atau
bladder tanpa batu yang keluar, riwayat trauma saluran kemih.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya ISK kronik, dan penyakit atau kelainan ginjal lainnya.
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah atau tempat tinggal yang asupan airnya banyak mengandung kapur, perlu
dikaji juga daerah tempat tinggal dekat dengan sumber polusi atau tidak.
7. Pengkajian Kebutuhan Dasar
1) Kebutuhan Oksigenasi
Perkembangan dada dan frekuensi pernapasan pasien teratur saat inspirasi
dan ekspirasi dan tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
2) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin,
kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak
cukup minum, terjadi distensi abdomen, penurunan bising usus.
3) Kebutuhan Eliminasi
Kaji adanya riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus).
Penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh, rasa terbakar saat buang
air kecil. Keinginan dorongan ingin berkemih terus, oliguria, hematuria,
piuri atau perubahan pola berkemih.
4) Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan apakah
pasien terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas misalnya karena
penyakit yang kronis atau adanya cedera pada medulla spinalis.
5) Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi.
6) Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif klien dengan kejadian di luar penampilan luar
mereka.
7) Kebutuhan Kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasi tergantung pada lokasi
batu misalnya pada panggul di regio sudut costovertebral dapat menyebar
ke punggung, abdomen dan turun ke lipat paha genetalia, nyeri dangkal
konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal, nyeri
yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain,
nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi.
8) Kebutuhan Personal Hygiene
Kaji perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan selama dirawat di
rumah sakit.
9) Kebutuhan Informasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang diet pada vesikolitiasis serta
proses penyakit dan penatalakasanaan.
10) Kebutuhan Konsep Diri
Konsep diri pasien mengenai kondisinnya
8. Pengkajian Fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda-tanda vital.
2) Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala
mesochepal.
3) Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan edema periorbital dan konjungtiva apakah anemis.
4) Pemeriksaan Hidung
Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak napas.
5) Pemeriksaan Telinga
Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya keluaran.
6) Pemeriksaan Gigi dan Mulut
Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal, mukosa
bibir biasanya kering, pucat.
7) Pemeriksaan Leher
Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh tubuh dan
peningkatann kerja jantung.
8) Pemeriksaan Jantung
Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal, kardiomegali.
9) Pemeriksaan Paru pengembangan ekspansi paru sama atau
tidak. Suara napas abnormal
10) Pemeriksaan Abdomen
Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah. Palpasi
ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi massa, pada beberapa kasus dapat
teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
11) Pemeriksaan Genitalia
Pada pola eliminasiurine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi
urine, dan sering miksi
12) Pemeriksaan Ekstremitas
Tidak ada hambatan pergerakan sendi pada saat jalan, duduk dan bangkit
dari posisi duduk, tidak ada deformitas dan fraktur

B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan stimluasi kandung kemih oleh batu,
iritasi ginjal atau uretra, inflamasi atau obstruksi mekanis.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan perawatan rutin pasca operasi.
4. Ansietas berhubungan dengan prognosis pembedahan, tindakan infasi diagnostik.

C. Intervensi

No Diagnosa keperawatan Intervensi


1 Nyeri akut MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
berhubungan dengan
1. Observasi
agen pencedera
 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
fisiologis
kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
 Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 Gangguan eliminasi Manajemen Eliminasi Urine (I.04152)
urin berhubungan
1. Observasi
dengan stimulasi
 Identifkasi tanda dan gejala retensi
kandung kemih oleh
atau inkontinensia urine
batu, iritasi ginjal atau
 Identifikasi faktor yang menyebabkan
uretra, inflamasi atau
retensi atau inkontinensia urine
obstruksi mekanis.
 Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi,
konsistensi, aroma, volume, dan warna)
2. Terapeutik
 Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
 Batasi asupan cairan, jika perlu
 Ambil sampel urine tengah (midstream) atau
kultur
3. Edukasi
 Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
 Ajarkan mengukur asupan cairan dan
haluaran urine
 Anjurkan mengambil specimen urine midstream
 Ajarkan mengenali tanda berkemih dan
waktu yang tepat untuk berkemih
 Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot
pinggul/berkemihan
 Anjurkan minum yang cukup, jika tidak
ada kontraindikasi
 Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
suposituria uretra jika perlu

3 Defisit pengetahuan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga


berhubungan dengan 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
kurangnya informasi hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi,
tentang proses dengan cara yang tepat.
penyakit dan 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
perawatan rutin pasca penyakit, dengan carayang tepat
operasi. 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara
yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Sediakan bagi keluarga informasitentang kemajuan
pasien dengan carayang tepat
8. Diskusikan pilihan terapi ataupenanganan
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasiatau
mendapatkan second opiniondengan cara yang tepat
ataudiindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber ataudukungan, dengan
cara yang tepat
4 Ansietas berhubungan REDUKSI ANSIETAS (I.09314)
dengan prognosis
1. Observasi
pembedahan, tindakan
 Identifikasi saat tingkat anxietas berubah
infasi diagnostik.
(mis. Kondisi, waktu, stressor)
 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
2. Terapeutik
 Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
, jika memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat anxietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pedekatan yang tenang dan
meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
 Diskusikan perencanaan realistis tentang
peristiwa yang akan datang
3. Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
 Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
 Latih kegiatan pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri
yang tepat
 Latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat anti anxietas,
jika perlu
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan
dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun
dalam rencana keperawatan.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian
dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan
Daftar pustaka

Noegroho, B. S., Daryanto, B., Soebhali, B. & Kadar, D. D., 2018. Panduan Penatalaksanaan
Klinis Batu Saluran Kemih. 1 penyunt. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.

Noegroho, Bambang S. (2018). Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih. Jakarta:
Ikatan Ahli Urologi Indonesia.

TIM Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperwatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.

TIM Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperwatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.

TIM Pokja SLKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperwatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.

Ariani, Sofi.(2016). Stop Gagal Ginjal. Yogyakarta: Salemba Medika

Silla, H. (2019). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Tn. SL Dengan Dignosa Medis Batu
Saluran Kemih Di Ruang Instlansi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Prof. Dr. WZ
Yohannes Kupang (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).

Fikri, N., & Maesaroh, M. (2020). Asuhan Keperawatan pada Tn. R dengan Gangguan Sistem
Perkemihan Akibat Post Op Batu Ureterhari Ke-3 Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai 4
RSUD Gunung Jati Cirebon. Jurnal Akper Buntet: Jurnal Ilmiah Akper Buntet Pesantren
Cirebon, 4(1).

Jejen, J., & Susanti, Y. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Tn. I Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan Akibat Batu Ginjal Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai 4 Rumah Sakit Umum
Daerah Gunung Jati Cirebon. Jurnal Akper Buntet: Jurnal Ilmiah Akper Buntet Pesantren
Cirebon, 4(1).

Harmilah. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Perkemihan,Cetakan 1. Yogyakarta: Pustaka Baru.

Anda mungkin juga menyukai