Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU GINJAL

1. Landasan Teori
A. Definisi
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius.
Batu terbentuk di dalam traktus ketika konsentrsi substansi tertentu
seperti kalsium oksalat, kalsium fospat, dan asam urat meningkat. Batu
juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti
sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain
yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urine dan
status cairan klien (batu cenderung terjadi pada klien dehidrasi) (Brunner
& Suddarth 2002).
Urolitiasis adalah Batu ginjal (kalkulus) bentuk deposit mineral,
paling umum oksalat Ca2+ dan fosfat Ca2+, namun asam urat dan kristal
lain juga membentuk batu, meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk
dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling sering ditemukan
pada pelvis dan kalik ginjal.(Marilynn E,Doenges 2002).

B. Penyebab
Batu ginjal kebanyakan tidak diketahui penyebabnya. Namun ada
beberapa macam penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya batu
ginjal, antara lain : renal tubular acidosis dan medullary sponge kidney.
Secara epidemiologi terdapat dua factor yang mempermudah/
mempengaruhi terjadinya batu pada saluran kemih pada seseorang.
Faktor-faktor ini adalah faktor intrinsik, yang merupakan keadaan yang
berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang
berasal dan lingkungan disekitarnya.
1) Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
a. Umur Penyakit batu saluran kemih paling sering didapatkan
pada usia 30 - 50 tahun.
b. Hereditair (keturunan). Penyakit ini diduga diturunkan dari
orang tuanya. Dilaporkan bahwa pada orang yang secara
genetika berbakat terkena penyakit batu saluran kemih,
konsumsi vitamin C yang mana dalam vitamin C tersebut
banyak mengandung kalsium oksalat yang tinggi akan
memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, begitu pula
dengan konsumsi vitamin D dosis tinggi, karena vitamin D
menyebabkan absorbs kalsium dalam usus meningkat.
c. Jenis kelamin Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
disbanding dengan pasien perempuan.
2) Faktor ekstrinsiknya antara lain adalah:
a. Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden
batu saluran kemih.
b. Diet Obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan
terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat
meningkatkan asam urat dalam tubuh. Diet banyak purin,
oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
c. Iklim dan temperatur Individu yang menetap di daerah beriklim
panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung
mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3
(memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga
insiden batu saluran kemih akan meningkat.
d. Pekerjaan Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaanya banyak duduk atau kurang aktifitas ( sedentary life )
e. Istirahat ( bedrest ) yang terlalu lama, misalnya karena sakit juga
dapat menyebabkan terjadinya penyakit batu saluran kemih.
f. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian
batu saluran kemih lebih tinggi daripada daerah lain sehingga
dikenal sebagai daerah ston belt (sabuk batu).

C. Jenis-Jenis Batu pada Saluran Kemih


Jenis batu ginjal yang paling sering (lebih dari 80 %) adalah yang
terbentuk dari kristal kalsium oksalat. Pendapat konvensional
mengatakan bahwa konsumsi kalsium dalam jumlah besar dapat memicu
terjadinya batu ginjal. Namun, bukti-bukti terbaru malah menyatakan
bahwa konsunsi kalsium dalam jumlah sedikitlah yang memicu
terjadinya batu ginjal ini. Hal ini disebabkan karena dengan sedikitnya
kalsium yang dikonsumsi, maka oksalat yang diserap tubuh semakin
banyak. Oksalat ini kemudian melalui ginjal dan dibuang ke urin. Dalam
urin, oksalat merupakan zat yang mudah membentuk endapan kalsium
oksalat. Jenis batu yang lain adalah yang terbentuk dari struvit
(magnesium, ammonium, dan fosfat), asam urat, kalsium fosfat, dan
sistin.
1) Batu struvit dihubungkan dengan adanya bakteri pemecah urea
seperti Proteus mirabilis, spesies Klebsiela, Seratia, dan Providensia.
Bakteri ini memecah urea menjadi ammonia yang pada akhirnya
menurunkan keasaman urin.
2) Batu asam urat sering terjadi pada penderita gout, leukemia, dan
gangguan metabolism asam-basa. Semua penyakit ini menyebabkan
peningkatan asam urat dalam tubuh.
3) Batu kalsium fosfat sering berhubungan dengan hiperparatiroidisme
dan renal tubular acidosis.
4) Batu sistin berhubungan dengan orang yang menderita sistinuria.
D. Patofisiologi
Uroliasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matrik seputar,
seperti: pus, darah, jaringan yang tidak viral, tumor atau urat.
Peningkatan konsentrasi di larutan urine akibat intake cairan rendah dan
juga peningkatan bahan-bahan organik akibat ISK atau utine statis,
mensajikan sarang untuk pembentukan batu.
1) Proses perjalanan panyakit:
Proses terbentuknya batu terdiri dari beberapa teori (Prof.dr.Arjatmo
Tjokronegoro, phd.dkk,1999) antara lain:
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya
substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari
mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti
sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah
terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi
dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin,
santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-
garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat,
pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida
akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.
E. Manifestasi Klinis
Manifestai klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung
pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat
aliran urine, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan system piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi
(pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam, dan disuria)
dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada,
menyebabkan sedikit gejala umum secara perlahan merusak unit
fungsional (nefron) ginjal: sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang
luar biasa dan ketidak nyamanan.
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam
dan terus menerus diarea kostovertebral. Hemeturia dan piuria dapat
dijumpai. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior
dan pada wanita mendekati kandung kemih sedangkan pada pria
mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan
ke seluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka
pasien mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidak nyamanan
abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex
renointestinal dan proktimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan
usus besar.
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang
luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien
merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kolompok gejala
ini disebut kolik ureteral. Umumnya pasien akan mengeluarkan batu
dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter
lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat
diangkat atau dikeluarkan secara spontan.
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan
gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan
hematuria. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih,
akan terjadi retnsi urin.Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu,
maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam
kehidupan pasien ( Brunner&Suddarth 2005).

F. Komplikasi
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yana dapat
meimbulkan infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang akhirnya merusak
ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh
lebih parah.

G. Pencegahan
1) Minum banyak air putih sehingga produksi urin dapat menjadi 2-2,5
liter per hari
2) Diet rendah protein, nitrogen, dan garam
3) Hindari vitamin C berlebih, terutama yang berasal dari suplemen
4) Hindari mengonsumsi kalsium secara berlebihan
5) Konsumsi obat seperti thiazides, potasium sitrat, magnesium sitrat,
dan allopurinol tergantung dari jenis batunya.

H. Penatalaksanaan
Sekitar 90 % dari batu ginjal yang berukuran 4 mm dapat keluar
dengan sendirinya melalui urin. Namun, kebanyakan batu berukuran
lebih dari 6 mm memerlukan intervensi. Pada beberapa kasus, batu yang
berukuran kecil yang tidak menimbulkan gejala, dapat diobservasi
selama 30 hari untuk melihat apakah dapat keluar dengan sendirinya
sebelum diputuskan untuk dilakukan intervensi bedah. Tindakan bedah
yang cepat, perlu dilakukan pada pasien yang hanya mempunyai satu
ginjal, nyeri yang sangat hebat, atau adanya ginjal yang terinfeksi yang
pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Penghilang rasa sakit


Obat penghilang rasa sakit yang paling cocok untuk nyeri karena
batu ginjal adalah golongan narkotika seperti morfin, demerol, atau
dilaudid. Namun standar saat ini untuk menghilangkan nyeri akut karena
batu ginjal adalah penyuntikan ketorolak melalui pembuluh darah.

Intervensi bedah
a) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), tehnik ini
menggunakan getaran gelombang untuk memecahkan batu dari luar
sehingga batu menjadi serpihan kecil yang pada akhirnya dapat
keluar dengan sendirinya.
b) Percutaneus nephrolithotomy atau pembedahan terbuka dapat
dilakukan pada batu ginjal yang besar atau yang mengalami
komplikasi atau untuk batu yang tidak berhasil dikeluarkan dengan
cara ESWL.
I. Pathway

Faktor etiologi:

Teori nukleasi Teori matriks Penghambatan kristalisasi

Batu Ginjal (Urolitiasis)

obstruksi Pembedahan

Post operasi Kurang informasi


Aliran balik urin

Invasi kuman Hydronefrosis


Kesalahan
Ansietas interpretasi
Resiko infeksi Mendesak lambung

Defisit
Reflek pengetahuan
renointestinal

Mual muntah Tirah baring Terputusnya


kontinuitas jaringan

Resiko kurang Nyeri akut


volume cairan

Fungsi muskuloskeletal Defisit


belum pulih perawatan diri

Pembatasan gerak

Hambatan
mobilitas fisik
J. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
1) Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang
berhubungan dengan pasien secara sistematis pada pengkajian klien
dengan tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (Doengus
2002), yaitu :
a. Akivitas/ istirahat
Gejala: Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana klien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas/ mobilisasi
sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak
sembuh, cedera medulla spinalis)
b. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD/ nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit
hangat dan kemerahan.
c. Eliminasi
Gejala: riwayat adanya/ ISK kronis: obstruksi sebelumnya
(kalkulus), penurunaan haluan urine, kandung kemih
penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda: Oliguria, hemeturia, piuria, perubahan pola berkemih.
d. Makanan/ cairan
Gejala: Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purine,
kalsium oksalat, dan / fosfat, ketidak cukupan pemasukan
cairan: tidak minum air yang cukup.
Tanda: Diestensi abdominal: penurunan/ tak ada bising usus,
muntah.
e. Nyeri/ kenyamanan
Gejala:
a) Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada
lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovetebrel:
dapat menyebar kapanggul, abdomen, dan turun ke lipatan
paha/ genetalia.
b) Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada dipelvis atau
kalkulus ginjal.
c) Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat dengan posisi
atau tindakan lain.
Tanda: Melindungi: perilaku distraksi, nyeri tekan pada daerah
ginjal pada palpasi.
f. Keamanan
Gejala: Penggunaan alkohol: demam menggigil.
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal,
hipertensi, gout, ISK kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah
abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotik
anti hipertensi, natrium bikarbonat aluporinol, fosfat, tiazid,
pemasukan berlebihan kalsium/ vitamin.
h. Pemeriksaan Penunjang
a) Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah;
secara umum menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam
urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH
mungkin asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau
alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat ammonium, atau
batu kalium fosfat).
b) Urine (24 jam): kreatinin, asa urat, kalsium, fosfat, oksalat,
atau sistin mungkin meningkat.
c) Kultutur urine; mungkin menunjukkan ISK (stapilococus
aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas)
d) Survei biokimia: Peningkatan kadar magnesium, kalsium,
asam urat, fosfat, protein, elektrolik.
e) BUN/kreatinin serum dan urine: Abnormal (tinggi pada serum/
rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif
pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
f) Kadar klorida dan biokarbonat serum: Peningkatan kadar
klorida dan penurunan bikarbonat menunjukkan terjadinya
asidosis tubulus ginjal.
g) Hitung darah lengkap: SDP meningkat menunjukkan
infeksi/septicemia.
h) SDM: Biasanya normal.
i) Hb/Ht: Abnormal bila pasien dehidrasi nerat atau polisitemia
terjadi (mendorong presitipasi pemadatan atau anemia,
perdarahan disfungsi/gagal ginjal).
j) Hormon paratiroid: Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal.
(PTH merangsang reabsorpi kalsium dari tulang meningkatkan
sirkulasi serum dan kalsium urine)
k) Foto ronsen KUB: Menunjukkan adanya kalkuli dan/atau
perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
l) IVP: Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab
nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas
pada struktur anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk
kalkuli.
m) Sistoureterokopi: Visualisasi langsung kandung kemih dan
ureter dapat menunjukkan batu dan/atau afek obstruksi.
n) Scan CT: Mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa
lain; ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
o) Ultrasound ginjal: Untuk menentukan perubahan obstruksi,
lokasi batu.

2) Masalah keperawatan
a) Perubahan eliminasi urine
b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
c) Resiko tinggi terhadap infeksi
d) Gangguan rasa nyaman, nyeri
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi , prognosis dan kebutuhan
pengobatan
3) Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah data data yang didapatkan pada
pengkajian keperawatan kemudian disusunlah diagnosa yang umum
timbul pada batu saluran kemihMenurut Marliynn E, Doengoes
diagnose keperawatan pada klien dengan Post Operasi Ureter
Resection Sitoscopy adalah:
a) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah,
tekanan dan mitasi kateter/ badan
b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pra- operasi
c) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan sekunder terhadap: presedur bedah, presedur alat invasive,
alat selama pembedahan kateter, irigasi kandung kemih.
d) Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, reflek
spasme otot: presedur bedah atau tekanan dari balon kandung
kemih.
e) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
f) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
pengetahuan atau informasi.
4) Rencana tindakan keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional
keperawatan
1. Perubahan eliminasi NOC : urinary elimination NIC : urinary retention care
urine berhubungan Urinary continence 1. monitor intake dan output
dengan obstruksi Rasional: mengetahui keseimbangan cairan
bedah, tekanan dan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2. instruksikan pada keluarga pasien untuk
mitasi kateter/ badan selama 3X24 jam perubahan eliminasi memonitor output urin
urin dapat teratasi Rasional : sebagai acuan pemberian terapi cairan
selanjutnya
Kriteria Hasil : 3. sediakan privacy untuk elimasi
- kandung kemih kosong secara Rasional : memberikan privasi pada pasien
penuh 4. kateterisasi jika perlu
- tidak ada residu urin > 100-200cc Rasional : memudahkan pasien untuk eliminasi
- bebas dari ISK 5. stimulasi refleks bladder dengan kompres dingin
- tidak ada spasme bladder pada abdomen
- balance cairan seimbang Rasional : merangsang pasien untuk berkemih

2. Resiko tinggi NOC : NIC : Fluid management


terhadap kekurangan Fluid balance 1. Monitor tanda-tanda vital klien
volume cairan Rasional: TTV untuk mengetahui adanya
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan keabnormalitasan pada tubuh klien
kesulitan mengontrol selama 3x24 jam volume cairan klien 2. Pasang kateter urin sesuai indikasi
perdarahan, akan seimbang dengan kebutuhan cairan Rasional: Kateter urin untuk menghitung haluaran
pembatasan pra- klien cairan dan melakukan analisa urin
operasi 3. Monitor status hidrasi klien
Kriteria Hasil : Rasional: Status hidrasi yang buruk mengindikasikan
- Tekanan darah dalam rentang normal adanya kekurangan tubuh yang bermakna dan dapat
- Integritas kulit baik membahayakan klien
- Membran mukosa lembab 4. Beri terapi cairan sesuai indikasi
Rasional: Terapi cairan yang sesuai akan membantu
mengurangi keparahan dari kondisi klien
5. Monitor respon hemodinamik
Rasional: Menganalisis status hemodinamik untuk
mendeteksi secara dini adanya kelainan pada tubuh
klien
6. Kolaborasi pemberian terapi farmakologis untuk
menjaga keseimbangan cairan tubuh klien
Rasional: Pemberian obat untuk menjaga agar
kelebihan haluaran cairan dapat diminimalkan.

3. Resiko tinggi NOC NIC :


terhadap infeksi 1. Immune status 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
berhubungan dengan 2. Knowledge: infection control Rasional: Mengobservasi adanya infeksi
trauma jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Dorong masukan nutrisi yang cukup
sekunder terhadap: 1x24 jam tidak terjadi infeksi dan Rasional: Meningkatkan daya tahan tubuh pasien
presedur bedah, meningkatkan status imun 3. Pertahankan teknik aseptik
presedur alat Rasional: Mencegah transmisi silang
invasive, alat selama Kriteria Hasil : mikroorganisme
pembedahan kateter, - Tanda-tanda vital dalam keadaan 4. Ajarkan pasien dan keluarga cara menghindari
irigasi kandung normal infeksi
kemih. - Pasien bebas dari tanda dan gejala Rasional: Mencegah penularan infeksi
infeksi 5. Kolaborasi pemberian antibiotik jika perlu
Jumlah leukosit dalam batas normal Rasional: Mencegah terjadinya infeksi

4. Nyeri berhubungan NOC: pain level dan pain control NIC:Pain Managament
dengan iritasi 1. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
mukosa kandung Setelah dilakukan asuhan keperawatan (P=penyebab, Q=kualitas dan kuantitas,
kemih, reflek spasme selama 3X24 jam nyeri berkurang R=daerah dan penyebarannya, S=seberapa kuat
otot: presedur bedah Kriteria Hasil: nyeri yang dirasakan, T=waktu terjadinya nyeri)
atau tekanan dari - Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu Rasional : mengetahui skala nyeri yang
balon kandung penyebab nyeri dan mampu dirasakan pasien
kemih. menggunakan teknik nonfarmakologi 2. kontrol lingkungan pasien yang dapat
untuk mengurangi nyeri) mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
- Mampu mengenali nyeri (skala, pencahayaan, dan kebisingan
intensitas, frekuensi) Rasional : memberikan kenyamanan bagi pasien
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 3. ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti
berkurang teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : mengalihkan rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4. tingkatkan istirahat
Rasional : manajemen energi pasien
5. evaluasi keefektifan control nyeri
Rasional : mengevaluasi hasil tindakan dan
menentukan intervensi lanjutan
6. Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase.
Pertahankan selang bebas dari lekukan dan
bekuan.
Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan
drainase sistem, menurunkan resiko distensi /
spasme buli-buli
7. Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic
Rasional : Menghilangkan spasme

5. Ansietas NOC: Anxiety self control, coping NIC: anxiety reduction


berhubungan dengan 1. gunakan pendekatan yang menenangkan
perubahan status Setelah dilakukan asuhan keperawatan Rasional : memberikan rasa nyaman pada pasien
kesehatan selama 1X24 jam ansietas dapat teratasi 2. jelaskan semua prosedur dan apa yang yang
dirasakan selama prosedur
Kriteria Hasil: Rasional : menurunkan rasa cemas pasien
- Pasien mampu mengidentifikasi dan 3. dengarkan dengan penuh perhatian
mengungkapkan gejala cemas Rasional : memberikan penghargaan pada pasien
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan 4. identifikasi tingkat kecemasan
menunjukkan tekhnik untuk mengontrol Rasional : mengetahui tingkat cemas yang
cemas dirasakan pasien
- Vital sign dalam batas normal 5. instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
Rasional : mengurangi rasa cemas pasien
6. Defisiensi NOC : NIC : teaching : disease proses
pengetahuan Knowledge : disease proses 1. berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
berhubungan dengan Knowledge : health behavior pasien tentang proses penyakit yang spesifik
kurangnya pajanan Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan
pengetahuan atau Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien
informasi. selama 1X24 jam klien mengetahui 2. gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
informasi tetntang penyakitnya. pada penyakit
Rasional : Pasien dan keluarga mengetahui
Kriteria Hasil : tentang tanda dan gejala dari penyakit yang
- pasien dan keluarga menyatakan dialami
pemahaman tentang penyakit, 3. gambarkan proses penyakit dengan cara yang
kondisi, prognosis, dan program tepat
pengobatan Rasional : pasien dan keluarga mengetahui
- pasien dan keluarga mampu tentang kondisinya
melaksanakan prosedur yang telah 4. sediakan informasi tentang kondisi
dijelaskan Rasional : mengetahui perkembangan kondisi
pasien
5. diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan
Rasional : untuk mencegah komplikasi di masa
mendatang
5) DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Djoerban. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Gale, Daniele. 1996. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari


Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7.


Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai