Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian
otak. Dua jenis stroke yang utama adalam iskemik dan hemoragik. Stroke
iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran
darah baik itu sumbatan karena trombosis (penggumpalan darah yang
menyebabkan sumbatan di pembuluh darah) atau embolik (pecahan
gumpalan darah/udara/benda asing yang berada dalam pembuluh darah di
otak) ke bagian otak. Perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang
subarakhnoid adalah penyebab dari stroke hemoragik. Jumlah total stroke
iskemik sekitar 83% dari seluruh kasus stroke. Sisanya sebesar 17%
adalah stroke hemoragik. (Black and Hawks, 2014)

Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf local
dana tau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan
fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan perdarahan otak non
traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain:
kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancer, bicara tidak
jelas (pelo, mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan
lain-lain). (RISKESDAS, 2013).

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami
kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya
pembuluh darah di otak.Aliran darah yang terhenti membuat suplai
oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti, sehingga sebagian otak
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Utami, 2009).
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu
bagian otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami
kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya
pembuluh darah otak.Kurangnya aliran darah didalam jaringan otak
menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusak atau
mematikan selsel saraf di otak.Kematian jaringan otak juga dapat
menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu.Aliran
darah yang berhenti juga dapat membuat suplai oksigen dan zat makanan
ke otak juga berhenti.Stroke merupakan penyakit neurogenik yang
menyebabkan gangguan fungsi otak baik fokal maupun global dan
penyebab kecacatan paling banyak (Arya, 2011).

B. Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi 2 jenis yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
1. Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan
terhenti. Stroke iskemik terbagi menjadi 2 jenis yaitu;
a. Stroke trombotik yaitu proses terbentukny thrombus yang
membuat pengumpalan (Nurarif A & Kusuma H,2016).
Pengumpalan atau thrombus mulai terjadi dari adanya kerusakan
pada bagian garis endotelial dari pembuluh darah. Ateroskeloris
merupakan penyebab utama. Ateroskeloris menyebabkan zat lemak
tertumpuk dan membentuk plak pada dinding pembuluh darah.
Plak ini terus membesar dan menyebabkan penyempitan (Stenosis)
pada arteri. Stenosis menghambat aliran darah yang biasanya
lancar pada arteri. Darah akan berputar-putar dibagian permukaan
yang terdapat plak, menyebabkan penggumpalan yang akan
melekat pada plak tersebut. Akhirnya rongga pembuluh darah
menjadi tersumbat (Black, M. J & Hawks, H.J . 2014).
b. Stroke embolik yaitu tertutupnya pembulih darah arteri oleh
bekuan darah (Nurarif A & Kusuma H,2016). Sumbatan pada arteri
serebral yang disebabkan oleh embolus menyebabkan stroke
embolik. Embolus terbentuk dibagian luar otak, kemudian terlepas
dan mengalir melalui sirkulasi serebral sampai embolus tersebut
melekat pada pembuluh darah dan menyumbat arteri (Black, M. J
& Hawks, H.J . 2014).

2. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya


pembuluh darah otak. Stroke hemoragik terbagi atas 2 yaitu;
a. Hemoragik intraserebral yaitu pendarahan yang terjadi didalam
jaringan otak (Nurarif A& Kusuma H,2016). Perdarahan
intraserebral paling sering terjadi akibat dari penyakit hipertensi.
(Black, M. J & Hawks, H.J . 2014)
b. Hemoragik subaraknoid yaitu pendarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak). (Nurarif A & Kusuma H,2016)
C. Anatomi Fisiologi

1. Otak
Otak merupakan organ paling besar dan paling kompleks pada sistem
saraf.Terdiri dari 100 miliar neuron dan serabut terkait.Jaringan otak
memiliki konsistensi seperti gelatin.Organ semisolid ini memiliki berat
3 pon pada dewasa.(Black &Hawks, 2014).
a. Serebrum
Serebrum terbagi oleh dua lekukan menjadi dua bagian yang
disebut hemisfer serebri.Suatu visura berjalan transversal
memisahkan sereblum dari serebelum.Lapisan paling luar sereblum
disebut dengan korteks serebri, memiliki tebal 2-5 mm. Langsung
dibawah korteks ini terdapat taktus asosiasi.(Black & Hawks,
2014).
Serebelum terletak di dalam fosa kranial posterior dan
ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda
yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah
tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankankeseimbangan
sikap tubuh. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus
frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung
jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang
berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi
informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari
sensasi warna. (Saytanegara, 2010)
b. Hipokampus
Hipokampus merupakan daerah pada lobus temporalis berperan
penting pada lobus temporalis, berperan penting pada proses
0mengingat memori. (Black & Hawks, 2014).
c. Ganglia basal
Ganglia basal terdiri atas beberapa struktur substansia grisea
subkortikal yang terkubur didalam hemisfer serebri.Struktur ini
asdalah putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus
subtalamikus, dan globus palidus.Ganglia basal berperan sebagai
stasiun pemroses yang menghubungkan korteks serebri ke nukles
talamus penting untuk mengontrol aktivitas motorik kompleks.
d. Batang otak
Batang otak terdiri atas otak tengah, pons dan medula
oblongata.Struktur ini terdiri atas asenden, formasio retikularis dan
jaras desenden motorik dan autonomik.
e. Sistem limbik
Sitem limbik terdiri atas banyak nukles termasuk sebagian dari
bagian lobus frontalis dan temporalis, talamus, hipotalamus, dan
ganglia basal.Berperan sebagai pusat perasaan dan kontrol
emosional.
f. Formasio retikularis
Tersusun atas rangkaian kompleks subtansia grisea, jaras retikular
asenden dan jaras retikular desenden.Membantu pengaturan
gerakan motorik skeletal dan reflek spinal dan menyaring informasi
sendorik yang menuju ke korteks serebri.
g. Serebelum
Serebelum terdiri atas subtansia alba dan grisea. Korteks serebri
merupakan lapisan tipis subtansia grisea yang tersusun atas girus
yang dalam dan panjang berjalan faralel yang isebut frolia dan
dipisahkan oleh sulkus seleberalis.Mengintegrasikan informasi
sensoris berkaitan dengan posisi bagian tubuh dan mengatur
kekuatan otot yang penting untuk keseimbangan dan postur.(Black
&Hawks, 2014).
2. Medula Spinalis
Medula spinalis bagian dari SSP yang dikelilingi dan dilindungi
oleh kolumna vertebralis berlanjut ke medula dan didalamnya
terdapat suatu kanalis vertebralis berakhir di suatu struktur
berbentuk kerucut yang disebut konus medularis. Subtansia alba
mengandung traktus asenden dan desenden yang mengantarkan
impuls saraf antara otak dan sel di luar SSP. Jaras asenden dan
desenden membawa informasi dari medula sppinalis menuju otak.
(Saytanegara, 2010)
3. Nervus Cranialis
a. Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi,
membawa
rangsanganaroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke
otak.
c. Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola
mata)menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk
melayani otot siliaris dan otot iris.
d. Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital.Saraf pemutar mata
yangpusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e. Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga
buahcabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini
merupakansaraf otak besar, sarafnya yaitu:
1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala
bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak
mata dan bolamata.
2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas,
bibiratas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus
maksilaris.Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori
dan motori)mensarafi otot-otot pengunyah.
Serabut-serabut sensorisnyamensarafi gigi bawah, kulit
daerah temporal dan dagu.
f. Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.Fungsinyasebagai
sarafpenggoyang sisi mata.
g. Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut
motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga
mulut. Di dalamsaraf ini terdapat serabut-serabut saraf
otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya
sebagai mimik wajah untukmenghantarkan rasa pengecap.
h. Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa
rangsangan daripendengaran dan dari telinga ke
otak.Fungsinya sebagai sarafpendengar.
i. Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil
danlidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j. Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-
sarafmotorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-
paru, esofagus,gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar
pencernaan dalamabdomen.Fungsinya sebagai saraf perasa.
k. Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan
muskulustrapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
l. Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf
lidah.Sarafini terdapat di dalam sumsum penyambung.
(Saytanegara, 2010)

4. Sirkulasi darah otak


Otak menerima 17 % curah jantung danmenggunakan 20 %
konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme
aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri
karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium,
keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem
anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. Arteri karotis interna dan
eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi
rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri
anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah
pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal
ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian
(terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media
mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis
korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari
arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki
tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan
medula oblongata.Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri
basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini
bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior.Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi
medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon.Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian 8diensefalon, sebagian lobus oksipitalis
dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular.
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-
venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke
sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan
ke vena-vena ekstrakranial. (Saytanegara, 2010)

D. Etiologi
Menurut Potter & Perry (2010) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu
dari empat kejadian yaitu :
1. Trombosis
Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh otak atau
leher.Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema
dan kongesti di sekitarnya.
2. Embolisme serebral
Embolisme serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak,
lemak, dan udara.Pada umumnya emboli berasal dari thrombus jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
3. Iskemia yaitu penurunan suplai darak ke jaringan atau organ tubuh.
4. Perdarahan (hemoragik)
Hemoragi yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.Perdarahan ini dapat
terjadi karena atherosclerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan pembesaran darah dalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan, sehinggga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.

Akibat keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke


otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen, gerakan,
berfikir, memori, bicara atau sensasi. Sementara, faktor risiko stroke
menurut Israr(2008) ada beberapa macam faktor risiko yang menyebabkan
terjadinya stroke yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi merupakan
faktor yang dapat dicegah terjadinya suatu penyakit dengan cara
memberikan intervensi. Faktor risiko ini dipengaruhi oleh banyak hal
terutama perilaku.Faktor risiko yang dapat dimodikikasi meliputi
hipertensi, stress, diabetes melitus, penyakit jantung, merokok dan
konsumsi alcohol.Faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor
risiko yang tidak dapat dirubah walaupun dilakukan intrevensi karena
termasuk karakteristik seseorang mulai dari awal kehidupannya. Faktor
yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia dan jenis kelamin.
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
Stroke dapat terjadi pada semua orang dan semua usia, termasuk
anak-anak. Kejadian penderita stroke iskemik biasanya berusia
lanjut (60 tahun keatas) dan resiko strike meningkat seiring
betambahnya usia dikarenakan mengalaminya degenerative organ-
organ dalam tubuh (Amin & Hardi, 2013). Sedangkan Menurut
Pinzon dan Asanti (2008), stroke dapat terjadi pada semua usia,
namun lebih dar 70% stroke terjadi pada usia diatas 65 tahun.
Perubahan struktur pembuluh darah karena penuaan daoat menjadi
salah satu faktor terjadi serangan stroke (Masood dkk, 2010).

b. Jenis kelamin
Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada
usia dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan
perbandingan 2:1. Insiden stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki
daripada perempuan dengan rata-rata 25%-30%. Walaupun para
pria lebih rawan daripada wanita pada usia lebih muda, tetapi para
wanita menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hal
ini, hormone merupakan yang berperan dapat melindungi wanita
sampei mereka melewati masa-masa melahirkan anak
(Burhanuddin dkk, 2012).

Usia dewasa awal (18-40 tahun) perempuan memiliki peluang yang


sama juga dengan laki-laki untuk terserang stroke. Hal ini
membuktikan bahwa resiko laki-laki dan perempuan untuk
terserang stroke pada usia dewasa awal adalah sama. Pria memiliki
risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intraserebral lebih
tinggi sekitar 20% daripada wanita.Namun, wanita memiliki resiko
perdarahan subaraknoid sekitar 50%. Sehingga baik jenis kelamin
laik-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk
terkena stroke pada usia dewasa awal 18-40 tahun (Handayani,
2013).

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


a. Stress
Pengaruh stress yang dapat ditimbulkan oleh faktor stress pada
proses aterisklerosis melalui peningkatan pengeluaran hormone
seperti hormone kortisol, epinefrin, adrenaline dan katekolamin.
Dikeluarkannya hormone kortisol, hormone adrenaline atau
hormone kewaspadaan lainnya secara berlebihan akan berefek pada
peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Sehingga bila
terlalu sering dapat merusak dinding pembuluh darah dan
menyebabkan terjadinya plak. Jika sudah terbentuk plak akan
menghambat atau berhentinya peredarah darah ke bagian
otaksehingga menyebabkan suplai darah atau oksigen tidak
adekuat (Junaidi, 2011).

b. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah diatas normal dimana
tekanan darah sitolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolic diatas
90 mmHg.Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya meupun
menyempitnya pembuluh darah otak, sedangkan penyempitan
pembuluh darah dapat mengurangi suplai darah otak dan
menyebabkan kematian sel-sel otak. Hipertensi mempercepat
pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan mengakibatkan
penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga mempercepat
proses aterisklerosis, melalui efek penekanan pada sel endotel atau
lapisan dalam dinding arteri yang berakibat plak pada pembuluh
darah semakin cepat (Junaidi, 2011).

Menurut Burhaddin dkk (2012) mengemukakan hipertensi sering


disebut sebagai penyebab utama terjadinya stroke.Hal ini
disebabkan peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh darah yang dapat mengakibatkan terjadinya
stroke.Hipertensi menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah
karena adanya tekanan darah yang melibihi batas normal dan
pelepasan kolagen.Endotel yang terkelupas menyebabkan
membrane basal bermuatan positif menarik trombosit yang
bermuatan negative sehingga terjadi agregasi trombosi. Selain itu,
terdapat pelepasan trombokinase sehingga menyebabkan gumpalan
darah yang stabil dan bila pembuluh darah tidak kuat lagi menahan
tekanan darah yang tinggi akan berakibat fatal pecahnya pembuluh
darah pada otak maka terjadilah stroke.

c. Diabetes Melitus
Diabetes melitus mempercepat terjadinya aterisklerosis baik pada
pembuluh darah kecil maupun pembulubh darah besar atau
pembuluh darah otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi
akan menghambat aliran darah sehingga menghambat aliran darah
ke otak. Hiperglikemia dapar menurunkan sintesis protaskilin yang
berfungsi melebarkan saluran arteri, meningkatkannya
pembentukan thrombosis dan menyebabkan glikolisis protein pada
dinding arteri (Wang, 2005).Diabetes melitus juga dapat
menimbulkan perubahan pada sistem vascular (pembuluh darah
dan jantung), diabetes melitus mempercepat terjadinya
ateriosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar sehingga risiko
penderita stroke meninggal lebih besar. Pasien yang memiliki
riwayat diabetes melitus dan menderita stroke mungkin
diakibatkan karena riwayat diabetes melitus diturunkan secara
genetik dari keluarga dan diperparah dengan pola hidup yang
kurang sehat seperti banyak mengonsumsi makanan yang manis
dan makanan siap saji yang tidak diimnangi dengan berolahraga
teratur atau cenderung malas bergerak (Burhanuddin dkk, 2012).

d. Hiperkolestrolemia
Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk kolesterol
sekitar 1000 mg setiap hari dari lemak jenuh.Selain itu, tubuh
banyak dipenuhi kolesterol jika mengkonsumsi makanan hewani,
kolesterol inilah yang menempel pada permukaan dinding
pembuluh darah yang semakin hari semakin menebal dan dapat
menyebabkan penyempitan dinding pembuluh darah yang disebut
eteroskleloris. Bila di daerah pembuluh darah menuju ke otot
jantung terhalang karena permukaan koleterol maka akan terjadi
serangan jantung. Sementara bila yang tersumbat adalah pembuluh
darah pada bagian otak maka sering disebut stroke (Buhanuddin
dkk, 2012).

Kolesterol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin


tinggi kolesterol semakin besar kolesterol tertimbun pada dinding
pembuluh darah.Hal ini menyebabkan saluran pembuluh darah
menjadi sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak.
Hiperkolestrol akan meningkatkan LDL (lemak jahat) yang akan
mengakibatkan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian diikuti
dengan penurunan elastisitas pembuluh drah yang akan
menghambat aliran darah (junaidi, 2011).

e. Merokok
Merokok adalah salah satu faktor risiko terbentuknya lesi
aterosklerosis yang paling kuat. Nikotin akan menurunkan aliran
darah ke ekstremitas dan meningkatkan frekuensi jantung atau
tekanan darah dengan menstimulasi sistem saraf simpatis. Merokok
dapat menurunkan elastisitas pembuluh darah yang disebabkan
oleh kandungan nikotin di rokok dan tergantungnya konsentrasi
fibrinogen, kondisi ini mempermudah terjadinya penebalan dinding
pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah (Priyanto,
2008).
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke yang lebih banyak
terjadi pada usia dewasa awal dibandingkan lebih tua. Risiko
stroke akan menurun setelah berhenti merokok dan terlihat jelas
dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok. Perlu diketahui
bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal
darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis
(Pizon & Asanti, 2010).

f. Konsumsi alkohol
Alkohol merupakan faktor risiko untuk stroke iskemik dan
kemungkinan juga terkena serangan stroke hemotagik. Minuman
beralkohol dalam waktu 24 jam sebelum serangan stroke
merupakan faktor risiko untuk terjadinya perdarahan subaraknoid.
Alkohol merupakan racun untuk otak dan apabila seseorangh
mengkonsumsi alcohol akan mengakibatkan otak akan berhenti
berfungsi (Priyanto, 2008).

E. Patofisiologi
Otak kita sangat sensitif terhadap kondisi penurunan atau hilangnya suplay
darah. Hipoksia dapat menyebabkan iskemik serebral karena tidak seperti
jaringan pada bagian tubuh lain, misalnya otot, otak tidak bisa
menggunakan metabolisme anaerobik jika terjadi kekurangan oksigen atau
glukosa. Otak diperfusi dengan jumlah yang cukup banyak dibanding
orang lain yang kurang vital untuk mempertahankan metabolisme serebral.
Iskemik jangka pendek dapat mengarah kepada penurunan sistem
neurologis sementara atau TIA.Jika aliran darah tidak diperbaiki, terjadi
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada jaringan otak atau infark
dalam hitungan menit.Luasnya infark bergantung pada lokasi dan ukuran
arteri yang tersumbat dan kekuatan sirkulasi kolateral ke area yang
disuplai. (Black and Hawks, 2014)
Iskemia dengan cepat bisa menggangggu metabolisme.Kematian sel dan
perubahan yang permanen dapat terjadi dalam waktu 3-10 menit. Tingkat
oksigen dasar klien dan kemampuan mengompensasi menentukan
seberapa cepat perubahan-perubahan yang tidak bisa diperbaiki akan
terjadi. Aliran darah dapat terganggu oleh masalah perfusi lokal, seperti
pada stroke atau gangguan perfusi secara umum, misalnya pada
hipotensiatau henti jantung.Tekanan perfusi serebral harus turun dua
pertiga di bawah nilai normal (nilai tengah tekanan arterial sebanyak
50mmHg atau dibawahnya dianggap nilai normal) sebelum otak tidak
menerima aliran darah yang adekuat. Dalam waktu yang singkat, klien
yang sudah kehilangan kompensasi autoregulasi akan mengalami
manifestasi dari gangguan neurologis. (Black and Hawks, 2014)

Penurunan perfusi serebral biasanya disebabkan oleh sumbatan di arteri


serebal atau perdarahan intraserebral.Sumbatan yang terjadi
mengakibatkan iskemik pada jaringan otak yang mendapatkan suplai dari
arteri yang terganggu dan karena adanya pembengkakan di jaringan
sekelilingnya. Sel-sel di bagian tengah atau utama pada lokasi stroke akan
mati dengan segera setelah kejadian stroke terjadi. Hal ini dikenal dengan
istilah cedera sel-sel saraf primer (primary neuronal injury).Daerah yang
mengalami hipoperfusi juga di sekitar bagian utama yang mati.Bagian ini
disebut penumbra.Ukuran dari bagian ini bergantung pada jumlah sirkulasi
kolateral yang ada.Sirkulasi kolateral merupakan gambaran pembuluh
darah yang memperbesar sirkulasi pembuluh darah utama dari otak.
Perbedaan dalam ukuran dan jumlah pembuluh darah kolateral dapat
menjelaskan berbagai macam tingkat keparahan manifestasi stroke yang
dialami oleh klien di daerah anatomis yang sama. (Black and Hawks,
2014)
Beberapa proses reaksi biokimia akan terjadi dalam hitungan menit pada
kondisi iskemik serebral. Reaksi-reaksi tersebut seperti neurotoksin,
oksigen radikal bebas (oxygen free radicals), nitro oksida (nitric oxide),
dan glumatat (glumate) akan dilepaskan. Asidosis lokal juga akan
terbentuk. Depolarisasi membran juga akan terjadi. Sebagai hasilnya akan
terjadi edema sitotoksik dan kematian sel. Hal ini dikenal dengan
pertukaran sel-sel saraf sekunder (secondary neuronal injury). Bagian
neuron penumbra paling dicurugai terjadi sebagai akibat dari iskemik
serebral.Bagian yang membengkak setelah iskemik bisa mengarah kepada
penurunan fungsi saraf sementara. Edema bisa berkurang dalam beberapa
jam atau hari dan klien bisa mendapatkan kembali beberapa jam atau hari
dan klien bisa mendapatkan kembali beberapa fungsi-fungsinya. (Black
and Hawks, 2014)
Pathway

Faktor pencetus/ etiologi penimbunan Lemak yang Menjadi kapur/ mengandung


lemak/kolesterol yang sudah nekrotik kolesterol dengan infiltrasi
meningkat dalam dan limfosit (trombus)
darah berdegenerasi

ateriosklerosis

Pembuluh darah Penyempitan pembuluh


Thrombus/ emboli di menjadi kaku dan pecah darah (oklusi vaskuler)
cerebral

Aliran darah
Stroke hemoragik Kompresi jaringan otak terhambat
Stroke non hemoragik

Heriasi Eritrosit bergumpal,


endotel rusak
Penurunan suplai darah dan Proses metabolisme dalam
O2 keotak otak terganggu
Cairan plasma hilang

Resiko ketidakefektifan Peningkatan tekanan


perfusi jaringan otak intrakranial Edema cerebral
Gangguan rasa
Arteri vertebra basilaris Arteri cerebri media Jaringan mengalami nyaman nyeri
reaksi dan pergeseran
sensasi nyeri
Kerusakan N.I (Olfaktorius), Kerusakan neurocerebral
Disfungsi N.XI
N.III (Optikus), N.IV N.VII (Facialis), N.IX
(assesoris)
(Trokrealis), N.XII (Glossofaringeus)
(Hipoglosus) Nyeri kepala

Penurunan fungsi motorik


Control otot facial/oral dan muskuluskeletal
Perubahan ketajaman sensori, Gangguan pola
menjadi lemah
penghidu, penglihatan, dan istirahat tidur
pengecap

Ketidakmampuan bicara Kelemahan pada satu/


keempat anggota gerak
Ketidakmampuan menghidu,
melihat, mengecap
Kerusakan artikular, Hemiparese/plegi kanan
tidak dapat dan kiri
bicara(disatria)
Gangguan perubahan
persepsi sensori
Tirah baring lama
Kerusakan
komunikasi verbal
Kerusakan Luka dekubitus
integritas kulit
Edema cerebral

Penurunan fungsi N.X


(Vagus), N.IX Tirah baring lama
Arteri carotis interna (Glosovaringeus) Perfusi jaringan
v
menurun
Proses menelan tidak Hambatan mobilitas fisik
Disfungsi N.II (Optikus)
efektif
Kerusakan sel neuron

Penurunan aliran darah ke Refluks


retina
Fungsi saraf menurun

Disfagia
Kebutaan Saraf motorik

Anoreksia
Penurunan kemampuan kelumpuhan
retina untuk menangkap
objek/bayangan Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari imobilisasi
kdebutuhan tubuh
Resiko jatuh

Intoleransi aktifitas

(Nanda 2015 dan Price, SA., dkk 2016)


F. Manifestasi klinik
Kebanyakan klien tiba di ruang gawat darurat dengan kondisi hipertensi.
Temuan secara umum dari stroke yang tidak berhubungan dengan bagian
pembuluh darah khusus termasuk sakit kepala, muntah, kejang, perubahan
status mental, demam, dan perubahan pada status elektrokardiogram
(EKG). Perubahan pada EKG mungkin termasuk kondisi atrial fibrilasi,
yang bisa membantu mengindikasikan penyebab dari stroke. Infark
miokard yang baru terjadi bisa terlihat dengan adanya perubahan
gelombang T, pemendekan interval PR, perpanjangan interval QT,
kontraksi ventrikel yang prematur, bradikardi pada bagian sinus, dan
takikardi pada bagian ventrikel dan supraventrikel. Perdarahan
subarakhnoid juga dapat menimbulkan abnormalitas segmen ST dan
gelombang T. Adanya demam dapat mengindikasikan cedera pada
hipotalamu. (Black And Hawks, 2014)
1. Hemiparesis dan hemiplagia
Hemiparesis (kelemahan) atau hemiplagia (paralisis) dari satu bagian
tubuh bisa terjadi setelah stroke. Penurunan kemampuan ini biasanya
disebabkan oleh stroken arteri serebralanterior atau media sehingga
mengakibatkan infark pada bagian otak yang mengontrol gerakan
(saraf motorik) dari korteks bagian depan. Hemiplagia menyeluruh
bisa terjadi pada setengah bagian dari wajah dan lidah, juga pada
lengan dan tungkai pada sisi bagian tubuh yang sama. Infark yang
terjadi pada bagian otak sebelah kanan akan menyebabkan hemiplagia
bagian kiri tubuh (sinistra) dan sebaliknya karena jaringan saraf
berjalan bersilangan dalam jalur piramid dari otak ke saraf spinal.
Stroke yang menyebabkan hemiparesis atau hemiplagia biasanya
memengaruhi bagian kortikal lain selain pada saraf motorik. Dengan
berjalannya waktu, ketika kontrol otot sadar hilang, otot fleksor yang
kuat akan melampaui otot ekstensor. Ketidakseimbangan ini dapat
menyebabkan kontraktur serius. Contohnya, lengan klien yang terkena
hemiplagia cenderung akan berputar ke dalam dan bergerak ke arah
bagian tubuh (adduksi) karena otot adduksi lebih kuat daripada otot
abduksi. Bagian siku, pergelangan tangan, dan jari-jari juga cenerung
untuk fleksi. Tungkai yang terkena cenderung untuk berotasi keluar
pada bagian ruas panggul, fleksi pada bagian lutut dan pada bagian
bawah kaki, dan supinasi pada ruas rumit. (Black and Hawks, 2014)

2. Afasia
Afasia adalah penurunan kemampuan berkomunikasi. Afasia bisa
melibatkan beberapa atau seluruh aspek dari komunikasi termasuk
berbicara, membaca, menulis, dan memahami pembicaraan. Pusat
primer bahasa biasanya terletak di bagian kiri belahan otak dan
dipengaruhi oleh stroke di bagian kiri tengah arteri serebral. Tiper
afasia yang sering terjadi yaitu:
a. Afasia wernick (sensori atau penerima)
Memengaruhi pemahaman berbicara sebagai hasil dari infark pada
lobus temporal pada otak.
b. Afasia broca (ekspresi atau motorik)
Memengaruhi produksi bicara sebagai hasil dari infark pada lobus
frontal pada otak. Cabang dari arteri serebral tengah menyuplai
kedua area tersebut.
c. Afasia motorik
Kehilangan kemampuan dalam menulis, membuat tanda-tanda,
atau berbicara. Sebagai contoh adalah kata-kata mungkin bisa
teringat teteapi klien tidak dapat menggabungkan bunyi bicara
kedalam kata-kata atau suku kata.

3. Disartria
Disartria adalah kondisi artikulasi yang diucapkan tidak sempurna
yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Ini adalah hal yang
penting untuk membedakan antara disartria dan afasia. Klien dengan
disartria paham dengan bahasa yang diucapkan seseorang tetapi
mengalami kesulitan dalam melafalkan kata dan tidak jelas dalam
pengucapannnya. Disartria disebabkan oleh disfungsi saraf kranial
karena stroke pada arteri vertebrobasilar atau cabangnya. Hal ini bisa
mengakibatkan kelemahan atau kelumpuhan pada otot bibir, dan
laring, atau karena kehilangan sensasi. Selain gangguan berbicara,
klien dengan disartria sering juga mengalami gangguan dalam
mengunyah dan menelan karena kontrol otot yang menurun.(Black and
Hawks, 2014)

4. Disafagia
Menelan adalah proses yang kompleks karena membutuhkan beberapa
fungsi dari saraf kranial (SK). Mulut harus terbuka (SK V), lidah harus
tertutup (SK VII), dan lidah harus bergerak (SK XII). Mulut harus bisa
merasakan jumlah dan kualitas gumpalan makanan yang ditean (SK V
dan VII) dan harus bisa mengirimkan pesan ke pusat menelan (SK V
dan IX).(Black and Hawks, 2014)

5. Apraksia
Apraksia adalah kondisi yang memengaruhi integrasi motorik
kompleks. Hal ini bisa berakibat terjadinya stroke di beberapa bagian
di otak. Klien dengan apraksia tidak bisa melakukan beberapa
keterampilan seperti berpakaian walaupun mereka tidak lumpuh. Klien
dengan apraksia mungkin bisa merasakan atau mengonseptualisasikan
isi pesan yang dikirim ke otot. Namun, pola atau skema motorik
penting untuk mengantarkan pesan impuls tidak dapat diperbaiki. Oleh
sebab itu, akurasi dari “instruksi” dari otak tidak sampai ke bagian
tangan dan kaki. Sehingga gerakan yang diinginkan tidak akan
terjadi.(Black and Hawks, 2014)
6. Perubahan penglihatan
Penglihatan merupakan proses yang kompleks dan dikontrol oleh
beberapa bagian dalam otak. Stroke pada lobus parietal atau temporal
bisa mengganggu jaringan penglihatan dari saluran optik nke korteks
oksipital dan mengganggu ketajaman penglihatan. Gangguan
penglihatan akan memengaruhi kemampuan klien untuk mempelajari
kembali keterampilan motorik. Infark yang memengaruhi fungsi SK
III, IV, dan VI bisa menghasilkan kelumpuhan pada saraf kranial dan
mengakibatkan diplopia.(Black and Hawks, 2014)

7. Hemianopia homonimus
Kehilangan penglihatan pada setengah bagian yang sam adari lapang
pandang dari setiap mata. Jadi, klien hanya bisa melihat setengah dari
pengihatan normal. Klien dengan hemianipia homonimus tidak dapat
melihat melewati garis tengah tanpa memutar kepala ke sisi bagian
tersebut.(Black and Hawks, 2014)

8. Sindrom horner
Paralisis pada saraf simpatik ke mata yang menyebabkan
tenggelamnya bola mata, ptosis bagian atas kelopak mata, bagian
bawah kelopak mata sedikit terangkat, pupil mengecil, dan air mata
berkurang.(Black and Hawks, 2014)

9. Agnosia
Gangguan pada kemampuan mengenali benda melalu indra. Tipe yang
paling sering terjadi adalah agnosia pada indra penglihatan dan
pendengaran. Agnosia bisa terjadi karena sumbatan pada arteri serebral
tengah atau posterior yang menyuplai lobus temporal atau oksipital.
Klien dengan agnosia penglihatan bisa melihat benda tapi tidak dapat
mengenali benda tersebut. Disorientasi terjadi karena ketidkamampuan
mengenali tanda-tanda dari lingkungan, wajah yang familier, atau
simbol-simbol. Klien dengan agnosia pendengaran tidak dapat
memahami arti bunyi karena kehilangan pendengaran atau penurunan
tingkat kesadaran.(Black and Hawks, 2014)

10. Negleksi unilateral


Ketidakmampuan seseorang untuk merespon stimulus pada bagian
kontralateral dari bagian infark serebral. Klien dengan cedera pada
lobus temporoparietal, lobus parietal inferior, lobus frontal lateral,
girus singulatum, talamus, dan striatum sebagai akibat dari sumbatan
pada arteri serebral bagian tengah berisiko mengalami negleksi. Klien
dengan negleksi unilateral mungkin tidak percaya bahwa lengannya
adalah bagian dari anggota tubuhnya. Klien tersebut mungkin tidak
akan perhatian dengan posisi lengannya atau mungkin menyangkal
bahwa anggota gerak tubuhnya lumpuh padahal hal tersebut benar
terjadi.(Black and Hawks, 2014)

11. Penurunan sensorik


Sensasi pada permukaan seperti nyeri, sentuhan, tekanan, dan suhu
bisa berpengaruh dalam tingkatan yang berbeda-beda. Parestesia bisa
digambarkan sebagai rasa nyeri terbakar yang persisten; perasaan
keberatan, kebas, kesemutan, atau rasa tertusuk; atau rasa sensasi yang
meningkat. Hal ini bisa berdampak sangat serius pada kemampuan
klien untuk bergerak karena kurangnya kontrol keseimbangan dan
gerakan yang tidak sesuai. Klien beresiko tinggi jatuh karena
kecenderungan kesalahan posisi kaki pada saat berjalan.(Black and
Hawks, 2014)
12. Perubahan perilaku
Korteks serebral berfungsi untuk menerjemahkan stimulus. Bagian
temporan dan limbik memodifikasi atau mengontrol respons emosional
terhadap stimulus. Hipotalamus dan kelenjar hipofisis mengordinasi
korteks motorik dan area bicara. Orang dengan stroke pada belahan
otak bagian serebral kanan, atau nondominan, biasanya impulsif,
estimasi terlalu tinggi pada kemampuan mereka, dan memiliki
penurunan rentang perhatian yang akan meningkatkan terjadinya
resiko cedera. Infark pada lobus frontral yang terjadi dari stroke pada
arteri serebral anterior atau media dapat mengarah pada gangguan
dalam ingatan, penilaian, pemikiran abstrak, pemahaman, kemampuan
menahan diri, dan emosi. Klien mungkin akan mengalami emosi yang
labil dna tiba-tiba menangis atau bisa juga tertawa tanpa sebab, tapi hal
ini jarang terjadi. Depresi klinis yang signifikan terjadi antara 25%
sampai 60% pada klien dengan stroke. (Black and Hawks, 2014)

13. Inkontinensia
Stroke menyebabkan disfungsi pada sistem pencernaan dan
perkemihan. Salah satu tipe neurologis perkemihan adalah tidak dapat
menahan kandung kemih, kadang terjadi setelah stroke. Saraf
mengirim pesan kondisi kandung kemih yang penuh ke otak, tapi otak
tidak mengartikan pesan ini dengan benar dan tidak meneruskan pesan
untuk tidak mengeluarkan urine ke kandung kemih. Hal ini
mengakibatkan kondisi sering berkemih, merasa ingin buang air kecil,
dan inkontinensia. Terkadnag klien dengan tipe neurologis pada
pencernaan mengalami kesulitan dalam buang air besar. (Black and
Hawks, 2014)
G. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakan
diagnosisi klien stroke meliputi:
 Lumbal fungsi
tekanan yang meningkat dan disertstai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukan adanya hemoragik pada subarakhonid atau
perdarahan pada intrakanial. Peningkatan jumlah protein menunjukan
adanya proses inflamasi.
 Ct scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara
pasti.Hasil pemeriksaan biasanya duidapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.
 Magnetic imaging resonance (MRI)
Dengan menggunakan gelkombang magnetik untuk menentukan
posisi serta besar terjadinya perdarahan otak.Hasil pemeriksaan
biasanya didapatikan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
 USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit artiriovena(masalah sistem
karotis).
 EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
 Pemeriksaan darah rutin
a. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250mg dalam serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali
b. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke Menurut black and Hawks 2014 :
1. Identifikasi awal stroke
Identifikasi manifestasi stroke yang benar dan menentukan manifestasi
awal serangan yang benar.Pengkajian awal untuk pasien stroke meliputi
tingkat kesadaran, respon pupil terhadap cahaya, lapang pandang,
pergerakan ekstermitas, reflek dan tanda-tanda vital.Penyakit hipertensi
dan katup jantung biasanya dihubungkan dengan kejadian stroke.Hal ini
dapat digunakan untuk mengidentifikasi dengan cepat sehingga klien
bisa mendapat manfaat dari terapi trombolisis.
2. Mempertahankan oksigenasi serebral
Mempertahankan jalan udara paten, kepala harus dielepasi tapi leher
tidak boleh tekuk klien harus tetap dalam kondisi tenang.Hasil tes
laboratorium untuk hematologi kimia dan kooagulasi dibutuhkan untuk
mendeteksi gangguan pendarahan yang bisa meningkatkan resiko
pendarahan selama terapi trombolisis.
3. Memperbaiki aliran darah serebral
Klien dievaluasi untuk terapi trombolisis pada saat tidak terjadi lagi
pendarahan intraselebral bertujuan untuk membuat kembali saluran
(rekanalisasi) pada pembuluh darah yang tersumbat serta
mengembalikan perfusi jaringan ke otak yang iskemik dengan
pemberian rt-PA dalam waktu tiga jam dari waktu serangan awal
stroke.
4. Pencegahan komplikasi
Setelah pemberian rt-PA klien dimonitor untuk potensi komplikasi dari
rt-PA yang dapat meliputi dalam perdarahan intrakranial dan
pendarahan sistemik.yang akan terjadi dalam waktu 36 jam pertama
setelah tindakan pengobatan. Penatalaksaan dengan mengontrol ketat
tekanan darah adalah tidakan yang sangat penting untuk mencegah
perdarahan intrakranial setelah trombolisis.
5. Kontrol gula darah
Hiperglikemi yang berat dapat mengarah kepada hasil yang diharapkan
buruk dan menurunkan perfusi pada otak selama trobolisis.
6. Stroke berulang
Kejadian stroke berulang dalam empat minggu pertama.Pemberian
heparin pada pasien stroke iskemik akut secara umum tidak lagi
direkomendasikan, heparin di indikasikan untuk mencegah stroke
berulang pada klien yang beresiko emboli kardiogenik.Pada awalnya
heparin yang tidak terfaksinasi doberikan secara IV dengan dosis
berdasarkan berat badan klien dan kemudian warfarin diberikan secara
oral.
7. Rehabilitasi setelah stroke
Untuk memperbaiki fisik dan kognitif klien.Usaha premobilisasi lebih
awal bertujuan untuk mencegah komplikasi.
8. Fisioterapi
Fisioterapi membangun ROM dan tonus otot serta melatih kembali otot
yang terkena toke.Klien juga melatih keseimbangan dan keterampilan
untuk kemampuan untuk merasakan posisi, lokasi, dan orientasi, serta
gerakan dari tubuh dan bagian-bagiannya.
9. Terapi okupasi
Ahli terapi okupasi berkerja dengan klien untuk mempelajari kembali
pada aktivitas sehari-hari dan untuk menggunakan alat bantu yang bisa
meningkatkan kemandirian. Contoh : klien dengan hemiplaygia
mungkin bisa memakai baju jika pakaian tersebut bisa ditutup dengan
pengikat yang terbuat dari perekat daripada menggunakan kancing.
10. Terapi bicara
Ahli patologi bicara berkejasama dengan klien untuk membantu
perkembangan penyembuhan bicara dalam jumlah maksimum melalui
belajar kembali, penekanan pada bunyi bicara atau penggunaan alat
komunikasi alternatif.

I. Asuhan Keperawatan
1. pengkajian
Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian psikososial.
a. Anamnesis
1) Identitas meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, Pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit, No Register dan
diagnosis medis
2) Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
bantuan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran
3) Riwayat penyakit saat ini
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak
sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan
kegemukan.Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol, dan
penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebihj lanjut dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
5) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya ada riwayat penyakit keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dan
generasi terdahulu.

b. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkaiaj
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan perubahan peran klien dalam keluarga masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang
timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, dasar
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.Pola
persepsi dan konsep diri yang didapatkan, klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak koperatif. Pola
penanggulangan stres klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan
kesulitan berkomunikasi. Pola tata nilai dan kepercyaan, klien
biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkahlaku
yang tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya
perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal.Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perspektif
keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu
keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam
hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan
yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam
sistem dukungan individu.

c. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan per sistem (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
1) Keadaan umum
Umunya mengalami penuruan kesadaran. Suara bicara kadang
mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara, dan tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat,
denyut nadi bervariasi.
a) B1 (breating)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi nafas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada
pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelaianan palpasi
thoraks didapatakan taktilpermitus seimbang kanan dan
kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan.

b) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan
(syok) hopovolemik yang sering terjadi pada klien
stroke.TD biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat
adanya hipertensi massif TD >200 mmHg.

c) B3 (brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian
B3 merupakan pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengakjian pada sistem lainnya.
 Tingkat kesadaran
Pada kesadaran lanjut, tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
 Fungsi Serebri
1. Status mental: observasi penampilan klien dan
tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien, observasi
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik di mana pada
klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan
2. Fungsi intelektual: didapatkan peurunan dalam
ingatan dan memori baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
kerusakan otak, yaitu kesukaran untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata
3. Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan bahasa
tergantung dari daerah lesi yang mempengaruhi
fungsi dari serebri. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfagia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa
lisan atau tertulis. Sedangkan lesi pada bagian
posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif di mana klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat
dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara) ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya) seperti terlihat
ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
4. Lobus frontal: kerusakan fungsi kognitif dan efek
psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi
pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin
rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulita dalam pemahaman, lupa
dan kurang motivasi yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program
rehabilitasi mereka. Masalah psikologis lain yang
umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas
emosional, bermusuhan, frustasi, dendam dan
kurang kerja sama
5. Hemisfer: stroke hemisfer kanan menyebabkan
hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan
mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral
sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan tersebut. Stroke pada hemisfer kiri,
mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan
sangat hati-hati, kelainan lapang pandang sebelah
kanan, disfagia global, afasia dan mudah frustasi.

d. Pemeriksaan Saraf Kranial


i. Saraf I, biasanya pada klien stroke tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman
ii. Saraf II, disfungsi persepsi visual karena gangguan
jarak sensorik primer di antara mata dan korteks
visual. Gangguan hubunganvisual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakian ke bagian tubuh
iii. Saraf III, IV dan VI, apabila akibat stroke
mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit
iv. Saraf V, pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigenimus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah. Peyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral dan kelumpuhan seisis otot-otot
pterigodeus internus dan eksternus
v. Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas
normala, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang sehat
vi. Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktis
dan tuli persepsi
vii. Saraf IX dan X, kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut
viii. Saraf XI, tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius
ix. Saraf XII, lidah simetris, terdapat deviasi pada satu
sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan normal

 Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap
gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi yang berlawanan dari otak
x. Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh adalah tanda yang lain
xi. Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas
xii. Tonus otot didapatkan meningkat
xiii. Kekuatan otot, penilaian dengan menggunakan
nilai kekuatan otot pada sisi yang sakit didapatkan
nilai 0
xiv. Keseimbangan dan koordinasi, mengalami
gangguan karena hemiparese dan hemiplegia
e. Pemeriksaan Refleks
i. Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada
tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks
pada respons normal
ii. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut
refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis

f. Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic (kontraksi saraf
berulang) dan distonia.Pada keadaan tertentu, klien
biasanyan mengalami kejang umum, terutama pada
anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh
yang tinggi.Kejang berhubungan sekunder akibat area
fokal kortikal yang peka.
g. Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.Persepsi adalah
ketidakmapuan untuk menginterpretasikan
sensasi.Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensorik primer di antara mata dan korteks
visual.Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri.Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakian ke bagian tubuh.
Kehilangan sensorik karena stroke dapat berupa
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat,
dengan kehilangan proprioseptif (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi visual,
taktil dan auditorius.

a. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontensia urine
sementarakarena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal keruskan kontrol motorik dan
postural.Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
katerisasi intermiten dengan teknik steril, inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas
b. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut.Mual sampai
muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan
kebutuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
c. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap
gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron mototr atas pada
sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling
umum adalah hemiplegia (paralsisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang
lain. pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus, terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya
kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensorik atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2. Analisa data
No. Data Etiologi Masalah
keperawatan
1. Do : Pembuluh darah pecah Gangguan perfusi
a. Gangguan status jaringan otak
mental Kompresi jarintgan otak
b. Perubahan prilaku
c. Perubahan respon Heriasi
motorik
d. Perubahan reaksi Peningkatan TIK
pupil
e. Kesulitan menelan Ketidakefektifan perfusi
f. Kelemahan atau jaringan otak
paralisis
ekstermitas
g. Abnormalitas
bicara
2. Ds: Kerusakan sel neuron Intoleransi aktifitas
a. Melaporkan secara
verbal adanya Fungsi saraf menurun
kelelahan atau
kelemahan Saraf motorik
h. Adanya dipsneu
atau Kelumpuhan
ketidaknyamanan
saat beraktivitas Imobilisasi
Do : Gangguan
a. Respon abnormal
dari tekanan darah
atau nadi terhadap
aktifitas
b. Perubahan ECG:
aritmis, iskemia
3. Ds: Pasospasme pembuluh Defisit perawatan
a. Biasanya klien darah serebral diri
mengeluh tidak
bisa melakukan Disfungsi otak fokal
aktifitasnya sendiri
perlu dibantu Hemiparise
dengan orang lain
seperti makan, Kelumpuhan sebagian
mandi, eliminasi. bagian tubuh
Do:
a. Ketidakmampuan Defisit perawatan diri
untuk mandi
b. Ketidakmampuan
untuk mandi
c. Ketidakmampuan
untuk berpakaian
d. Ketidakmampuan
makan
e. Ketidakmampuan
untuk toileting
4. Ds: Defisit neurologis Gangguan eliminasi
a. Nyeri perut
b. Mual Difusi kandung kemih
c. Merasa tertekan dan saluran pencernaan
pada rektum
Do: Gangguan eliminasi
a. Feses dengan
segar
b. Perubahan pola
BAB
c. Penurunan
frekuensi BAB
d. Distensi abdomen
e. Fesef keras
f. muntah
5. Ds: Peningkatan intrakranial Gangguan pola
a. Bangun lebih tidur
awal/lebih lambat Jaringan mengalami
b. Secara verbal reaksi dan pergeseran
menyatakan tidak sensasi nyeri
fresh sesudah tid
Do: Nyeri kepala
a. Penurunan
kemampuan fungsi Gangguan pola istirahat
b. Penurunan tidur
proporsi tidur
REM
c. Penurunan
proporsi pada
tahap 3 dan 4
d. Jumlah tidur
kurang dari normal
sesuai usia

6. Ds : Depresi kegagalan kecemasan


a. Klien biasanya kardivaskuler
mengatakan cemas
dengan Kegagalan pernafasan
keadaannya
sekarang. Kematian
Do :
a. Insomnia Kecemasan klien dan
b. Kontak mata keluarga
kurang
c. Kurang istirahat
d. Berfokus pada diri
sendiri
e. Iritabilitas
f. Yakut
g. Nyeri perut
h. Penurunan TD,
denyut nadi, RR
i. Kesulitan bernafas
j. Bingung
k. Sulit
berkonsentrasi

3. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifakn perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
aliran darah ke otak terhambat
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan hemiparese atau
hemiplagia
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal, kelemahan dan kelelahan
d. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan imobilisasi dan
asupan cairan yang tidak adekuat.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan proses penyakit
f. Kecemasan berhubungan dengan status kesehatan
4. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifakn Dalam waktu 2x24 jam 1. Berikan penjelasan kepada 1. Keluarga lebih berpartisipasi
perfusi jaringan perfusi jaringan otak keluarga klien tentang sebab- dalam proses penyembuhan
serebral berhubungan dapat tercapai secara sebab peningkatan TIK dan 2. Perubahan tekanan pada
dengan aliran darah ke optimal. akibatnya intrakranial akan
otak terhambat Kriteria Hasil : 2. Baringkan klien tirah baring menyebabkan resiko
1. Klien tidak gelisah, total dengan posisi tidur terjadinya herniasi otak
2. Tidak ada keluhan terlentang tanpa bantal 3. Dapat mengurangi kerusakan
nyeri kepala, mual 3. Monitor tanda-tanda status otak lebih lancar
kejang, neurologis dengan GCS 4. Pada keadaan normal,
3. GCS 4,5,6, pupil 4. Monitor tanda-tanda vital otoregulasi mempertahankan
isokor cahaya (+) seperti tekanan darah, nadi, keadaan tekanan darah
4. Tanda-tanda vital suhu, dan prekuensi pernafasan sistemik berubah secara
normal. serta hati-hati pada hipertensi fluktasi. Kegagalan
sistolik otoleguler akan
5. Monitor intake dan output menyebabkan kerusakan
6. Anjurkan klien untuk vaskuler serebri yang dapat
mengindari mengejan dimanifestasikan dengan
berlebihan peningkatan sistolik dan
7. Ciptakan lingkungan yang diikuti oleh penurunan
tenang dan batasi pengunjung tekanan diastolik.
8. Kolaborasi : berikan terapi 5. Hipertermi dapat
steroid, aminotel, antibiotik menyebabkan peningkatan
IWL dan meningkatkan
resiko dehidrasi terutama
pada klien yang tidak sadar
6. Mengejan dapat
meningkatkan tekanan
intrakanial dan potensial
terjadi perdarahan berulang.
7. Rangsangan aktivitas yang
meningkatkan dapat
meningkatkan kenaikan TIK
istirahat total dan ketenangan
mungkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasusu
stroke hemoragik
8. Menurunkan edema serebri
2. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan 1. Observasi adanya pembatasan 1. Mengetahui batasan klien dalm
berhubungan dengan tindakan keperawatan klien dalam melakukan melakukan aktivitas
tirah baring dan selama 3x24 jam, aktivitas 2. Menurunkan resiko terjadinya
imobilisasi diharapkan masalah 2. Ubah posisi klien tiap 2 jam iskemia jaringan akibat
intoleransi aktivitas dapat 3. Latih klien untuk melakukan sirkulasi darah yang kurang
teratasi dengan kriteria ROM aktif dan pasif maksimal pada daerah yang
hasil : 4. Kolaborasi dengan tim tertekan
- Klien dapat fisiopterapi 3. Untuk memelihara kekuatan
melakukan aktivitas otot
ringan secara mandiri 4. Dengan fisioterapi yang tepat
- Klien dapat dapat mengembalikan fungsi
menggerakan bagian tubuh
tubuh yang terkena
hemiparese
3. Defisit perawatan diri
berhubungan dengan
kerusakan
musculoskeletal,
kelemahan dan
kelelahan
4. Gangguan pola Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji pola eliminasi BAB 1. Untuk mengetahui frekuensi
eliminasi berhubungan keperawatan selama 3x24 2. Anjurkan untuk mengkonsumsi BAB klien, mengidentifikasi
dengan imobilisasi dan jam diharapkan gangguan buah dan sayuran yang kaya masalah BAB pada klien.
asupan cairan yang eliminasi tidak terjadi, serat. 2. Untuk memeperlancar BAB.
tidak adekuat. dengan kriteria hasil: 3. Anjurkan klien untuk banyak 3. Mengencerkan feses dan
minum air putih, kurang lebih mempermudah pengeluaran
1. Klien BAB lancar.
18 gelas/ hari. feses.
2. Konsistensi feses
4. Berikan latihan ROM pasif. 4. Untuk meningkatkan
lembek.
5. Kolaborasi pemberian obat defikasi.
Tidak terjadi konstipasi
pencahar. 5. Untuk membantu pelunakan
lagi.
dan pengeluaran feses.
5. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji pola tidur, kualitas tidur 1. informasi penyebab pola tidur
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 dan faktor penyebab gangguan terganggu
proses penyakit jam diharapkan gangguan tidur 2. Ruangan yang nyaman dan
pola tidur tidak 2. Ciptakan suasana ruangan yang tenang mempermudah tubuh,
terjadi,dengan kriteria nyaman, bersih, dan tenang otak serta organ penting
hasil: 3. Batasi pengunjung lainnya untuk dapat
4. Anjurkan klien mendengarkan beristirahat.
1. Istirahat tidur malam
musik instrumental (teknik 3. Pengunjung yang banyak
optimal
relaksasi) membuat suasana kurang
2. Tidak menunjukan
nyaman dan cenderung tidak
perilaku gelisah
tenang
3. Mempertahankan pola
Untuk membuat klien lebih
tidur yang
relaks.
memberikan energy
yang cukup untuk
beraktivitas.
6. Kecemasan Setelah dilakukan Mandiri : Mandiri :
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Berikan lingkungan yang 1. Menurunkan stimulasi yang
status kesehatan selama 1 x 24 jam nyaman berlebihan dapat mengurangi
diharapkan rasa cemas 2. Catat derajat ansietas kecemasan
klien berkurang/hilang 3. Libatkan keluarga dalam 2. Pemahaman bahwa perasaan
Kriteria hasil : proses keperawatan normal dapat membantu
1. Klien mampu 4. Diskusikan mengenai klien meningkatkan beberapa
mengungkapkan kemungkinan kemajuan dan perasaan control emosi.
ketakutan/kekuatira fungsi gerak untuk 3. Peran serta keluarga sangat
2. Respon klien tampak mempertahankan harapan klien membantu dalam
tersenyum dalam memenuhi kebutuhan menentukan koping
sehari-hari 4. Menunjukkan kepada klien
5. Berikan support sistem bahwa dia dapat
(perawat, keluarga, atau teman berkomunikasi dengan
dekat dan pendekatan spiritual) efektif tanpa menggunakan
Reinforcement terhadap potensi alat khusus, sehingga dapat
dan sumber yang dimiliki mengurangi rasa cemasnya.
berhubungan dengan penyakit, 5. Dukungan dari beberapa
perawatan dan tindakan orang yang memiliki
pengalaman yang sama akan
sangat membantu klien.
6. Agar klien menyadari
sumber-sumber apa saja yang
ada disekitarnya yang dapat
mendukung dia untuk
berkomunikasi.

Anda mungkin juga menyukai