Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Fraktur adalah hi;langnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik
yang bersifat total maupun sebagian.Fraktur Femur atau patah tulang
paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang
disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis. (Arif Muttaqin,
2008)
2. Epidemiologi
Fraktur subtrochanter femur banyak terjadi pada wanita tua
dengan usia lebih dari 60 tahun dimna tulang sudah mengalami
osteoporosis, trauma yang dialami oleh lansia biasanya ringan (karena
terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penmderita muda ditemukan
riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, femur
supracondyler, fraktur intercondyler , fraktur condyler femur banyak
terjadi pada penderita laki-laki dewasa karena kecelakaan ataupun
jatuh dri ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi
karena jatuh waktu bermain.
3. Anatomi Fisiologi
a. Anatomu Tulang
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan menjadi tempat untuk melekatnya otot-otot yang
tubuh.
Tulang dlh jaringan terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi
utama:
1) Membentuk rangka badan.
2) Sebagi pengumpil dan tempat melekat otot.
3) Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan
mempertahankan alat-alt dalam (otot, sumsum tulang belakang,
jantung, dan paru-paru).
4) Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, fosfat,
magnesium dan garam.
5) Ruang ditengah tulang tertentu sebagai organ yang
mempunyai fungsi tambahan lain, yaitu sebagai jaringan
hemopoetik untuk memproduksi sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit.

Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan


jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat
membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun
pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang
juga disebut osteosid. Sekitar 70% dari osteosid adalah kolagen
tipe I yang kaku dan memberi tinggi pada tulang. Materi organik
lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan.Garis besar,
tulang dibagi menjadi 6:
1) Tulang panjang (long bone): femur, tibia, fibula, ulna, humerus.
2) Tulang pendek (short bone): tulang-tulang karpal
3) Tulang pipih (flat bone): tulang parietal, iga, skapula, dan
pelvis.
4) Tulanmg tak beraturan (irregular bone): tulang vertebra.
5) Tulang Sesmoid: tulang patella.
6) Tulang Sutura: atap tengkorak.
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luarnya
yang disebut dengan korteks dan bagian luarnya dilapisi periosteum.
b. Fisiologi tulang
Tulang terdiri dari 3 jenis sel:
1) Osteoblast
Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid
melalui suatu proses yangh disebut osifikasi.
2) Osteosit
Adalah sel tulang dewasa yng bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3) Osteoklas
Adalh sel besar yang berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Sel ini
menghasilkan enzim proteolitik, yang memecah matriks dan
beberapa asam yang melarutklan mineral tulang sehingga
kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.(Arif
Muttaqin, 2008)
c. Os Femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar yang
terhubung dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut
kaput femoris. Disebelah atas dan bawah kolumna femoris terdapat
taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Di
bagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah
tonjolan yang disebut kondilus medialis dan kondilus lateralis. Di
antara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang
tempurung lutut (patela) yang disebut dengan fosa kondilus.
Os tibialis dan fibularis merupakan tulang pip yng terbesar
sesudah tulang paha yang membentuk persendian dengan os femur.
Pda bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut maleolus
lateralis atau mata kaki luar. Os tibia bentuknya lebih kecil, pada
pangklal melekat os fibula, pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang
disebut os medialis. (Syaifuddin, 2006)
4. Etiologi
Penyebab fraktur femur antara lain:
a. Fraktur femur terbuka
Disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
b. Fraktur femur tertutup
Disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau
keganasan tulang yang menyebabkan fraktur patologis. (Arif
Muttaqin, 2011)

5. Patway
6. Tanda dangejala
a. Nyeri
Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang dimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirncang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
b. Gerakan luar biasa
Bagian –bagian yang tidak dapat digunkan cendrung bergerak
secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya.
c. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang. Karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan dibawah tempat fraktur.
d. Krepitus tulang (derik tulang)
Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini terjadi setelah beberapa jam atau hari.(Brunner Suddarth,
2001)
7. Klasifikasi
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut;
a. Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi,
panggul, dan melalui kepala femur (fraktur kapital).
b. Fraktur ekstrakapsular
1) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang
lebih besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
2) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih
dari 2 inci di bawah trokanter minor.
Klasifikasi fraktur femur:
a. Fraktur leher femur
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua
terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang
osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak anak jarang
ditemukan fraktur ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
anak perempuan dengan perbandingan 3:2. Insiden tersering pada
usia 11-12 tahun.
b. Fraktur subtrokanter
Dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan trauma
yang hebat. Pemeriksaan dpat menunjukkan fraktur yang
terjadi dibawah trokanter minor.
c. Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang
femur. Fraktur daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi
antara trokanter mayor dan minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular
dan sering terjadi pada klien yang jatuh dan mengalami trauma yang
bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi antara trokanter
mayor dan minor tempat fragmen proksimal cenderung bergeser
secara varus. Fraktur dapat bersifat kominutif terutama pada korteks
bagian posteomedial.
d. Fraktur diafisis femur
Dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan biasanya
karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari ketinggian.
e. Fraktur suprakondilar femur
 Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas
proksimal kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur.
Trauma yang mengenai femur terjadi karena adanya tekanan varus
dan vagus yangdisertai kekatan aksial dan putaran sehingga
dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini. Pergeseran terjadi
karena tarikan otot.(Arif Muttaqin, 2008)
8. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan berdasar jenis fraktur femur:
a. Fraktur leher femur
Pemeriksaan radiologis dapat mengetahui jenis fraktur dan
jenis pengobatan yang dapat diberikan.
b. Fraktur subtrokanter
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang
terjadi di bawah trokanter minor. Garis fraktur dapat bersifat
transversal, oblik atau spiral dan sering bersifat kominutif. Fragmen
proksimal dalam posisi fleksi, sedangkan fragmen distal dlam posisi
adksi bergeser ke proksimal.
c. Fraktur diafisis femur
Klien mengalami pembengkakan dan deformitas pada tungkai
atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai. Klien mungkin
datang dengan keadaan syok.
d. Fraktur suprakondilar femur
Adanya pembengkakan dan deformitas terdapat krepitasi.
(Arif Muttaqin, 2008).
9. Penatalaksanaan
a. Fraktur Femur Terbuka
Menurut Apley (1995), fraktur femur terbuka harus dinilai
dengan cermt untuk mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit,
kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan
saraf. Intervensi tersebut meliputi:
1) Profilaksis antibiotic
2) Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan
sedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan
yang mati dieklsisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi
fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi,
terapi yang cukup dengan debridemen terbatas saja.
3) Stabilisasi
Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
4) Penundaan tertutup
5) Penundaan rehabilitasi
b. Fraktur Femur Tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran
kolaboratif dalam melakukan asuhan keperawatan. Denagn
mengenal tindakan medis, perawat dapat mengenal impliksi pada
setiap tindakan medis yang dilakukan.
1) Fraktur trokanter dan sub trokanter femr, meliputi:
a) Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang
dilanjutkan dengan gips pinggul selama 7 minggu merupakn
alternaltif pelaksanaan pada klien usia muda.
b) Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan
pilihan dengan memergunakan plate dan screw.
2) Fraktur diafisis femur, meliputi:
a) Terapi konserfativ
b) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum
dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.
c) Traksi tu;lang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi
lutut. Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat
kominutif dan segmental.
d) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union
fraktur secara klinis
3) Terapi Operasi
a) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis
atau distal femur.
b) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan
operasi tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail
terutama adalah farktur diafisis.
c) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur
kominutif, infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka
dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
4) Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a) Traklsi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan
penahan lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
b) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat
direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan
mempergunakan nail-phorc dare screw dengan berbagai tipe
yang tersedia. (Arif Muttaqin, 2011)
10. Komplikasi
a. Fraktur leher femur
Komplikasi bergantung pada beberapa faktor. Komplikasi
yang bersifat umum adalah trombosis vena, emboli paru,
pneumonias, dan dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30%
klien fraktur femur yang disertai pergeseran dan 10% fraktur
tanpa pergeseran. Apabila lokasi fraktur lrbih ke proksimal,
kemungklinan terjadi nekrosis avaskular lebih besar.
b. Fraktur diafisis femur
1) Komplikasi dini
Komplikasi dini harus segera ditangani dengan serius
olh perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan pada
klien fraktur diafisis femur. Perawat dapat melakukan
pengenalan dini dan pengawasan yang optimal apabila telah
mengenal konsep anatomi, fisiologi, dan patofisioloigi patah
tulang.Komplikasi yang biasanya terjadi pada fraktur
diafisis femur adalah sebagai berikut:
a) Syok. Terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun
fraktur
bersift tertutup.
b) Emboli lemak. Sering didapatkan pada penderita muda
dengan
fraktur femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas
darah.
c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang
menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga
menmyebakan kontusi dan oklusi atau terpotong sama
sekali.
d) Trauma saraf. Trauma pada pembuluh darah akibat tusukan
fragmen dapat disertai kerusakan saraf yang berfariasi dari
neuropraksia sampai ke aksonotemesis. Trauma saraf dapat
terjadi pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu
nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama,
misalnya
distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi
trombo-emboli.
f) Infeksi. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka
yang
terkontaminasi. Infeklsi dapat pula terjadi setelah
dilakukan operasi.
2) Komplikasi lanjut
Komplikasi fraktur diafisis femur hampitr sama dengan
komplikasi bebrapa jenis fraktur lainnya. Oleh karena itu
setiap perawat penrlu memperhatikan dan mengetahui
komplikasi yang biasa terjadi agar komplikasi tersebut dapat
dikurangi atau dihilangkan. Pada beberapa situasi,
perawat akan berhadapan dengan klien fraktur diafisis
femur yang menga;lami komplikasi lanjut. Perawat yang
mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang baik
dapat
mengidenmtifikasi kelainan yang timbul akibat komplikasi
tahap lanjut dari fraktur diafissi femur.
Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan fraktur
diafisis femur adalah sebagai berikut:
a) Delayed Union. Fraktur femur pada orang dewasa
mengalami
union dalam empat bulan.
b) Non union. Apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan
sklerotik,perawat perlu mencurigai adanya non union. Oleh
karena itu, diperlukan fiksasi internal dan bone graft.
c) Mal union. Bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung
fragmen, diperlukan pengamatan terus menerus selama
perawatan. Angulasi lebih sering ditemukan. Mal union
juga mnyebabkan pemendekan tungkai sehingga
dipelukan koreksi berupa osteotomi.
d) d) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi
kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat
dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis
dilakukan lebih awal.
e) Refraktur. Terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum
union yang solid. (Arif Muttaqin, 2008)
11. Prognosis
Penderita fraktur femur setelah operasi pemasngan fiksasi
interna dengan plate dan screw bila tanpa komplikasi dan mendapat
pelayanan fisioterapi yang cepat dan adekuat diharapkan kemampuan
fungsionalnya membaik.
B. Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa
yang, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, dan diagnosamedis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur
adalah rasa nyeri yang hebat. Untuk memperoleh pengkajian
yang lengkap mengenai rasa nyeri klien, perawat mengunakan
PQRST.
P (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
adalah trauma bagian pada
Q (quality of pain): klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk.
R (Region, Radiation, Relief): nyeri yang terjadi di bagian paha
yang mengalami patah tulang. Nyeri dapt reda dengan
imobilisasi atau istirahat.
S (Scale of pain): Secara subyektif, nyeri yang dirasakan klien
antara 2-4 pada skala pengukuran 0-4
T (Treatment)
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah
tulang paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah
sudah berobt ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka
kecelakaan yang lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget
menybabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadi osteomielitis akut dan kronis dan penyaklit
diabetes melitus menghambat proses penyembuhan tulang.
4) Riwayat penyaklit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang
paha adalah faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang
dideritanya, peran klien dalam keluarga, masyarakat, serta respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
keluarga maupun masyarakat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
(status gheneral) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokal).
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda gejala yang
perlu dicatat adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma,
gelisah, komposmetis yang bergantung pada keadaan klien),
kesakitan atau keadaaan penyakit (akut, kronis, berat, ringan,
sedang, dan pada kasus fraktur biasanya akut) tanda vital
tidak nmormal karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun
bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa
klien fraktur femur thorak, didapatkan taktil fremitus seimbang
kanan dan kiri. Pada auskultasi tidak terdapat suara tambahan.
3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat
iktus tidak teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada
murmur.
4) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
 Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik,
simetris., tidak ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.
 Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
 Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian
wajah yang lain tidak mengalami perubahan fungsi dan
bentuk. Wjah simetris, tidak ada lesi dan edema.
 Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis
(pada klien dengan patah tulang tertutup tidak terjadi
perdarahan). Klien yang mengalami fraktur femur terbuka
biasanya mengfalami perdarahan sehingga konjungtiva
nya anemis.
 Telinga : Tes bisik dan weber msih dalam keadaan
normal. Tidak ada lesi dan nyeri tekan.
 Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
 Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi
tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
b) Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku
klien. Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I: fungsi pendiuman tidak ada gangguan.
 Saraf II: ketajaman penglihatan norma.
 Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isokor.
 Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah
dan reflek kornea tidak ada kelainan.
 Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal
dan wajah simetris.
 Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli
persepsi.
 Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
 Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius.
 Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu
sisi dan tidak ada faskulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan reflex
Biasnya tidak ditemukan reflek patologis.
e) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan
kognitifnya tidak menga;lami gangguan. Selian itu, timbul
nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik
urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur
tidak mengalami gangguan ini.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi: turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk
teraba. Perkusi: suiara timpani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi peristaltik normal. Inguinal,genital: hernia tidak
teraba, tidak ada pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB.
7) B6 (Bone)
Adanmya fraktur femur akan mengganggu secara lokal,
baik fungsi motorik, sensorik maupun peredaran darah.
8) LOOK
Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar
daerah trauma meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan.
Perhatikan adanya pembengklakan yang tidak biasa
(abnormal) dan deformitas. Perhatikan adanya sindrom
kompartemen pada bagian distal fraktur femur. Apabila terjadi
fraktur terbuka, perawat dapat menemukan adanya tanda-tanda
trauma jaringan lunak sam[pai kerusakann intergritas kulit.
Fraktur obli, spiral atau bergeser mengakibatkan pemendekan
batang femur. Ada tanmda cedera dan kemungkinan keterlibatan
berkas neurovaskular (saraf dan pembuluh darah) paha, sepertoi
bengkak atau edema. Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
9) FEEL
Kaji adnya nyeri tekan dan krpitasi pada daerah paha.
10) MOVE
Pemeriksaan dengan menggerakkan eksteremitas apakh
terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Dilakukan pencatatan
rentang gerak. Dilakukan pemeriksaan gerak aktif dan pasif.
Berdasar pemeriksaan didapat adanya gangguan
keterbatasan gerak tungkai, ketidakmampuan menggerakkan
tungkai, penurunan kekuatan otot.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, kerusakan integritas struktur tulang, penurunan
kekuatanotot.
c. Defisit perawatan diri (mandi, eliminasi) berhubungan dengan
gangguan muskuloskeletal, hambatan mobilitas.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tonjolan tulang.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan fiksasi
interna.
f. Ansietas berhubungan dengan stres, krisis situasional.
3. Nursing Care Plan
No Diagnosa Keperawatan Rencana Perawatan
Nursing Out Come (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan a. a. Kaji nyeri pasien dengan pengkajian
keperawatan selama 3x24 jam nyeri OPQRSTUV
cedera fisik diharapkan nyeri hilang/ berkurang b. b. Kendalikan faktor lingkungan yang

a. Melaporkan nyeri pada ketidaknyamanan (missal


skala 0-1 ruangan, pencahayaan, dan kegaduhan )
b. TTV dalam batas normal
c. Ekspresi wajah tidak c. c. Berikan teknik relaksasi
menahan nyeri d. d. Ajarkan manajemen nyeri (missal

e. e.. Kolaborasi dengan dokter untuk


pemberian analgetik.
2 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan Tindakan a. Kaji mobilitas yang ada dan
berhubungan dengan gangguan keperawatan selama 3x24 jam observasi terhadap peningkatan
muskuloskeletal, kerusakan integritas diharapkan pasien Mampu Kerusakan
struktur tulang, penurunan kekuatan Melakukan Aktifitas fisik sesuai b. Pantau kulit bagian distal setiap hari
otot. dengan kemampuannya dengan terhadap adanya iritasi, kemerahan.
kriteria hasil: c. Ubah posisi pasien yang imobilisasi

a. Mampu melakukan minimal setiap 2 jam.


Perpindahan d. Ajarkan klien untuk melakukan
b. Meminta bantuan untuk gerak aktif pada ekstremitas yang
aktifitas mobilisasi. tidak sakit.
c. Tidak terjadi kontraktur e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan
fisik klien.
3 Defisit perawatan diri (mandi, Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan penggunaa alat
eliminasi) berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Bantu
gangguan muskuloskeletal, hambatan diharapkan pasien mengalami b. Kaji kondisi kulit saat mandi
mobilitas. peningkatan perilaku dalam c. Berikan bantuan sampai pasien
merawat diri dengan kriteria hasil: mampu secara mandiri untuk
a. Klien mampu melakukan melakuakn perawatan diri
aktifitas perawatan d. Letakkan sabun, handuk, peralatan
dirisesuai denmgan tingkat mandi, peralata BAB/BAK, didekat
Kemampuan klien.
b. Mengungkapkan secara e. Ajarkan pasien atau keluarga untuk
verbal kepuasan tentang menggunakan metode alternaltif
kebersihantubuh, hygiene dalam mandi, mulut,
mulut. BAB/BAK.
hygiene

f. Kolaborasi dengan untuk


dokter
pemberian supositoria terjadi
kalau konstipasi
4 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan a. Kaji adanya faktor yang
berhubungan dengan tonjolan tulang. keperawatan selama 3x24 jam menyebabkan
resiko kerusakan integritas
diharapkan tidak terjadi kerusakan Kulit
integritas kulit secara luas dengan b. Observasi kulit setiap hari da

a. Nyeri lokal ekstremitas yang terjadi


tidak terjadi c. Berikan bantalan pada ujung dan
b. Menunjukkan rutinitas sambungan traksi
perawatan kulit yang d. Jika memungkinkan ubah posisi 1-2
efektif. jam secara rutin

maknan tinggi untuk


protein
membantu penmyembuhan luka
5 Ansietas berhubungan dengan stres, Setelah dilakukan tindakan a. Kaji dan dokumentasikan tingkat
keperawatan selama 3x24 jam kecemasan klien
krisis situasional. diharapkan tingkat kecemasan b. Kaji cara pasien untuk mengatasi
berkuranmg dengan kriteria hasil: kecemasan
a. Tidak menunjukkan c. Sediakan informasi yang aktual
perilaku agresif tentang diagnosa medis dan
b. Melaporkan tidak ada prognsis
manifestasi kecemasan d. Ajarkan ke pasien tentang
secara fisik. peggunaan teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa


Keperawatan. Jakarta:EGC.

Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien


dengan Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:EGC

Arif Muttaqin. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal


Aplikasi pada Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai