Anda di halaman 1dari 14

Nama : Fathimah Sholahuddin

Kelas : 2 Reguler C

NIM : P3.73.20.1.18.096

LAPORAN PENDAHULUAN

Pasien dengan Diagnosa Medis Fraktur Femur

A. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur merupakan salah satu gangguan atau masalah yang
terjadi pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan bentuk dari tulang
maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat dimana
terdapat persambungan tulang maupun tulang itu sendiri. Salah satu contoh dari fraktur
adalah yang terjadi pada tulang femur.

Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha
yang disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti
degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008). Fraktur femur terbagi menjadi :

1. Fraktur batang femur


Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi, diantara jenis-jenis patah
tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur
lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45
tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau kecelakaan.
2. Fraktur kolum femur
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan posisi
miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti jalan. Pada
trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang
tulangnya sudah mengalami osteoporosis (Mansjoer, 2000).
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:

1. Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul, dan melalui
kepala femur (fraktur kapital).
2. Fraktur ekstrakapsular
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih besar / lebih
kecil/ pada daerah intertrokanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokanter minor.
Klasifikasi fraktur femur (Muttaqin, 2008) terbagi menjadi:
1) Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang
tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis.
Fraktur leher femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur ini lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2.
Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.
2) Fraktur subtrokanter
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan
trauma yang hebat. Pemeriksaan dapat menunjukkan fraktur yang terjadi
dibawah trokanter minor.
3) Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur. Fraktur
daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan
minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi pada klien yang
jatuh dan mengalami trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi
antara trokanter mayor dan minor tempat fragmen proksimal cenderung
bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat kominutif terutama pada korteks
bagian posteomedial.
4) Fraktur diafisis femur
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan
biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian.
5) Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus femur dan
batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai femur terjadi
karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai kekatan aksial dan
putaran sehingga dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini. Pergeseran
terjadi karena tarikan otot.
B. Etiologi

Penyebab fraktur secara fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang
diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga dan trauma dapat disebabkan oleh:
cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan dan cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan. Secara patologis merupakan suatu kerusakan tulang yang terjadi akibat proses
penyakit dimana dengan trauma dapat mengakibatkan fraktur, hal ini dapat terjadi pada
berbagai keadaan diantaranya: tumor tulang, osteomielitis, scurvy (penyakit gusi
berdarah) serta rakhitis (Mansjoer, 2003).

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan
daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur antara lain
(Muttaqin, 2011):

1. Fraktur femur terbuka


Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
2. Fraktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang
menyebabkan fraktur patologis.

C. Patofisiologi

Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana fraktur
tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua faktor penyebab
fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis merupakan suatu
kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan
trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit
dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2007).
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik dan patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP atau curah jantung menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema lokal maka terjadi
penumpukan didalam tubuh. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak yang akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik,
patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan
mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu
dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi masalah neurovaskuler yang akan
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Pada umumnya pada pasien
fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
D. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala menurut Jutowiyono.Sugeng.2010:

1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak


2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma seperti (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,
penganiayaan, tertinpa benda berat, kecelakaan kerja)
4. Gangguan pada anggota gerak
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
8. Odema : muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur.
9. Kehilangan sensasi (mati rasa mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau perdarahan)

E. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur femur (Muttaqin,
2008), antara lain:

1. Fraktur leher femur


Komplikasi yang bersifat umum adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias,
dan dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30% klien fraktur femur yang
disertai pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasi fraktur lebih
ke proksimal, kemungkinan terjadi nekrosis avaskular lebih besar.
2. Fraktur diafisis femur
Komplikasi dini yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah sebagai
berikut:
a. Syok terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersifat tertutup.
b. Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur.
c. Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus jaringan
lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan kontusi dan oklusi
atau terpotong sama sekali.
d. Trauma saraf pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat disertai
kerusakan saraf yang bervariasi dari neuropraksia sampai ke aksonotemesis.
Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu
nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
e. Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya distraksi di
tempat tidur dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.
f. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeklsi
dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.

Komplikasi lanjut pada fraktur diafisis femur yang sering terjadi pada klien dengan
fraktur diafisis femur adalah sebagai berikut:

a. Delayed Union, yaitu fraktur femur pada orang dewasa mengalami union
dalam empat bulan.
b. Non union apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik.
c. Mal union apabila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen. Mal union
juga menyebabkan pemendekan tungkai sehingga dipelukan koreksi berupa
osteotomi.
d. Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan
pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan
sistematis dilakukan lebih awal.
e. Refraktur terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis fraktur.
2. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan fraktur,
juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
3. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma)
peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.
5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi mulpel
atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009)
G. .Penatalaksanaan Medis
1. Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada tidaknya
kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan
saraf. Intervensi tersebut meliputi:
a. Profilaksis antibiotik
b. Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit mungkin
penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi dengan hati-hati.
Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan dan
dieksisi.
c. Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
2. Fraktur femur tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam melakukan
asuhan keperawatan.
a. Fraktur diafisis femur, meliputi:
1) Terapi konservatif
2) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
3) Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi
traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan segmental.
4) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara klinis.
3. Terapi Operasi
a. Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal femur
b. Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi tertutup
maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis.
c. Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected
pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang
hebat.
4. Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a. Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut
Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
b. Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-phorc dare screw
dengan berbagai tipe yang tersedia (Muttaqin, 2011).
H. Asuhan Keperawatan pada pasien SLE
1. Pengkajian
Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara terhadap pasien
dengan fraktur femur yaitu :
1) Identitas pasien
a) Nama : Nama pasien
b) Usia : usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik,
penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan, fraktur batang femur
pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah
c) Suku : Suku pasien
d) Pekerjaan : Pekerjaan pasien
e) Alamat : Alamat pasien
2) Riwayat keperawatan
a) Riwayat perjalanan penyakit
1. Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan : nyeri pada
paha
2. Apa penyebabnya, waktu : kecelakaan atau trauma, berapa jam/menit yang
lalu
3. Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
4. Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
5. Kehilangan fungsi
6. Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
1. Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam
jangka waktu lama
2. Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada
wanita
3. Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
4. Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
3) Pemeriksaan fisik
Mengidentifikasi tipe fraktur
a) Inspeksi daerah mana yang terkena
1. Deformitas yang nampak jelas
2. Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
3. Laserasi
4. Perubahan warna kulit
5. Kehilangan fungsi daerah yang cidera
b) Palpasi
1. Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
2. Krepitasi
3. Nadi, dingin
4. Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
4) Pemeriksaan Penunjang
a) Foto Rontgen
1. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
2. Mengetahui tempat dan tipe fraktur
b) Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodik
c) Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
d) Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
2. Diagnosa keperawatan
1) Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder pada
fraktur
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar/fraktur
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan
jaringan lunak
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau pembedahan
2) Intra operasi
Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan akibat pembedahan
3) Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
b.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi
3. Intervensi Keperawatan
1) Pre operatif
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
. Keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC
1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
berhubungan dengan 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui
spasme otot dan 3. Tingkat kenyamanan nyeri secara karakteristik nyeri
komprehensif secara menyeluruh
kerusakan sekunder Kriteria Hasil : termasuk lokasi, untuk menentukan
pada fraktur 1. Mampu mengontrol nyeri karakteristik, durasi, intervensi
(tahu penyebab nyeri, frekuensi, kualitas dan selanjutnya
mampu menggunakan faktor presipitasi 2. Mengetahui
tehnik nonfarmakologi 2. Observasi reaksi perkembangan
untuk mengurangi nyeri, nonverbal dari
respon nyeri
mencari bantuan) ketidaknyamanan
3. Mengurangi
2. Melaporkan bahwa nyeri 3. Kurangi faktor
peningkatan nyeri
berkurang dengan presipitasi nyeri
menggunakan manajemen 4. Ajarkan tentang teknik 4. Meniminalkan
nyeri non farmakologi nyeri yang
3. Mampu mengenali nyeri 5. Evaluasi keefektifan dirasakan
(skala, intensitas, frekuensi kontrol nyeri 5. Mengetahui
dan tanda nyeri) 6. Kolaborasikan dengan keefektifan
4. Menyatakan rasa nyaman dokter jika ada keluhan intervensi
setelah nyeri berkurang dan tindakan nyeri 6. Pengobatan medis
5. Tanda vital dalam rentang tidak berhasil untuk mengurangi
normal nyeri

2. Hambatan mobilitas NOC NIC


fisik berhubungan 1. Gerakan: aktif Latihan Kekuatan
dengan cedera 2. Tingkat mobilitas 1. Ajarkan dan berikan 1. Pasien dapat
jaringan 3. Perawatan diri: ADL dorongan pada klien termotivasi untuk
sekitar/fraktur untuk melakukan melakukan program
Kriteria Hasil : program latihan secara latihan
1. Klien meningkat dalam rutin 2. Mencegah resiko
aktivitas fisik cedera
2. Mengerti tujuan dari Latihan untuk ambulasi 3. Memudahkan
peningkatan mobilitas 1. Ajarkan teknik pasien untuk
3. Memverbalisasikan ambulasi & melakukan
perasaan dalam perpindahan yang mobilisasi
meningkatkan kekuatan dan aman kepada klien dan 4. Pasien terus
kemampuan berpindah keluarga. termotivasi untuk
4. Memperagakan 2. Sediakan alat bantu tetap melakukan
penggunaan alat Bantu untuk klien seperti ambulasi
untuk mobilisasi (walker) kruk, kursi roda, dan 5. Klien dan keluarga
walker memahami
3. Beri penguatan positif mobilisasi dengan
untuk berlatih mandiri benar
dalam batasan yang 6. Klien termotivasi
aman. untuk memperkuat
anggota tubuh
Latihan mobilisasi 7. Klien tidak akan
dengan kursi roda mengalami
1. Ajarkan pada klien & kekakuan sendi dan
keluarga tentang cara keluarga dapat
pemakaian kursi roda membantu klien
& cara berpindah dari untuk mobilisasi
kursi roda ke tempat
tidur atau sebaliknya.
2. Dorong klien
melakukan latihan
untuk memperkuat
anggota tubuh
3. Ajarkan pada klien/
keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda

3. Resiko tinggi infeksi NOC : NIC :


berhubungan dengan 1. Status imun Kontrol infeksi 1. Untuk mencegah
fraktur terbuka dan 2. Kontrol resiko 1. Bersihkan lingkungan infeksi yang
kerusakan jaringan setelah dipakai pasien ditularkan oleh
lunak Kriteria Hasil : lain pasien lain
1. Klien bebas dari tanda dan 2. Gunakan sabun 2. Memotong rantai
gejala infeksi antimikrobia untuk infeksi
2. Menunjukkan kemampuan cuci tangan 3. Memotong rantai
untuk mencegah timbulnya 3. Cuci tangan setiap infeksi
infeksi sebelum dan sesudah 4. Tenaga kesehatan
3. Jumlah leukosit dalam tindakan keperawatan dapat mencegah
batas normal 4. Gunakan baju, sarung infeksi nosokomial
4. Menunjukkan perilaku tangan sebagai alat 5. Resiko infeksi tidak
hidup sehat pelindung terjadi
5. Pertahankan 6. Diet makanan tinggi
lingkungan aseptik protein untuk
selama pemasangan mempercepat
alat penyembuhan luka
6. Tingktkan intake 7. Untuk mencegah
nutrisi atau mengobati
7. Berikan terapi infeksi
antibiotik bila perlu

4. Ansietas NOC NIC


berhubungan dengan Kontrol ansietas Penurunan kecemasan 1. Kecemasan tidak
prosedur pengobatan Kriteria hasil: 1. Tenangkan klien meningkat
atau pembedahan 1. Monitor intensitas 2. Berikan informasi 2. Pasien dapat
kecemasan tentang diagnosa memahami terkait
2. Menyikirkan tanda prognosis dan keadaannya
kecemasan tindakan 3. Mengetahui tingkat
3. Mencari informasi untuk 3. Kaji tingkat kecemasan untuk
menurunkan kecemasan kecemasan dan reaksi menentukan
4. Merencanakan strategi fisik pada tingkat intervensi
koping kecemasan selanjutnya
5. Menggunakan teknik 4. Gunakan pendekatan 4. Empati petugas
relaksasi untuk dan sentuhan kesehatan dapat
menurunkan kecemasan 5. Temani pasien untuk dirasakan pasien
6. Melaporkan penurunan mendukungkeamana 5. Kecemasan tidak
durasi dan episode cemas n dan penurunan rasa meningkat
7. Melaporkan tidak adanya takut 6. Pengalihan terhadap
manifestasi fisik dan 6. Sediakan aktifitas kecemasan yang
kecemasan untuk menurunkan dirasakan pasien
8. Tidak adaa manifestasi ketegangan 7. Mengurangi
perilaku kecemasan 7. Intruksikan kecemasan pasien
kemampuan klien
untuk menggunakan
teknik relaksasi

2) Intra operatif
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
. Keperawatan
1. Resiko syok NOC NIC
hipovolomik Deteksi resiko Manajemen syok 1. Mengetahui
berhubungan dengan Kriteria hasil: :volume perkembangan
perdarahan akibat 1. Kenali tanda dan gejala 1. Monitor tanda dan perdarahan pasien
pembedahan yang mengindikasikan gejala perdarahan yang 2. Resiko syok
risiko konsisten hipovolemik tidak
2. Cari validasi dari risiko yg 2. Cegah kehilangan terjadi
dirasakan darah (ex : melakukan 3. Memenuhi
3. Pertahankan info terbaru penekanan pada tempat kebutuhan cairan
tentang riwayat keluarga terjadi perdarahan) pasien
4. Pertahankan info terbaru 3. Berikan cairan IV 4. Mengetahui
tentang riwayat pribadi 4. Catat Hb/Ht sebelum perubahan
5. Gunakan sumber informasi dan sesudah komponen darah
tentang risiko potensial kehilangan darah 5. Keseimbangan
sesuai indikasi kebutuhan darah
5. Berikan tambahan
darah (ex : platelet,
plasma) yang sesuai

3) Post operatif
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
. Keperawatan
1. Nyeri berhubungan NOC NIC
dengan proses 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri 1. Mengetahui
pembedahan 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian karakteristik nyeri
3. Tingkat kenyamanan nyeri secara secara menyeluruh
komprehensif untuk menentukan
Kriteria Hasil : termasuk lokasi, intervensi
1. Mampu mengontrol nyeri karakteristik, durasi, selanjutnya
(tahu penyebab nyeri, frekuensi, kualitas dan 2. Mengetahui
mampu menggunakan faktor presipitasi perkembangan
tehnik nonfarmakologi 2. Observasi reaksi respon nyeri
untuk mengurangi nyeri, nonverbal dari 3. Mengurangi
mencari bantuan) ketidaknyamanan peningkatan nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 3. Kurangi faktor 4. Meniminalkan nyeri
berkurang dengan presipitasi nyeri yang dirasakan
menggunakan manajemen 4. Ajarkan tentang teknik 5. Mengetahui
nyeri non farmakologi keefektifan
3. Mampu mengenali nyeri 5. Evaluasi keefektifan intervensi
(skala, intensitas, frekuensi kontrol nyeri 6. Pengobatan medis
dan tanda nyeri) 6. Kolaborasikan dengan untuk mengurangi
4. Menyatakan rasa nyaman dokter jika ada keluhan nyeri
setelah nyeri berkurang dan tindakan nyeri
5. Tanda vital dalam rentang tidak berhasil
normal

2. Kerusakan integritas NOC : NIC


kulit berhubungan Intergritas jaringan: kulit and Manajemen tekanan 1. Tidak ada tekanan
dengan trauma membran mukus 1. Anjurkan pasien untuk pada luka
jaringan post Kriteria Hasil : menggunakan pakaian 2. Mencegah
pembedahan 1. Integritas kulit yang baik yang longgar terbentuknya luka
bisa dipertahankan 2. Hindari kerutan pada yang baru
2. Melaporkan adanya tempat tidur 3. Terhindar dari
gangguan sensasi atau nyeri 3. Jaga kebersihan kulit infeksi
pada daerah kulit yang agar tetap bersih dan 4. Mencegah
mengalami gangguan kering terjadinya dekubitus
3. Menunjukkan pemahaman 4. Mobilisasi pasien 5. Mengetahui
dalam proses perbaikan (ubah posisi pasien) perkembangan
kulit dan mencegah setiap dua jam sekali mobilisasi pasien
terjadinya sedera berulang 5. Monitor kulit akan 6. Mengetahui nutrisi
4. Mampu melindungi kulit adanya kemerahan yang dikonsumsi
dan mempertahankan 6. Monitor aktivitas dan pasien
kelembaban kulit dan mobilisasi pasien 7. Pasien tetap
perawatan alami 7. Monitor status nutrisi terjaga perawatan
pasien dirinya
8. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat

3. Resiko tinggi infeksi NOC : NIC :


berhubungan dengan 1. Status imun Kontrol infeksi 1. Untuk mencegah
luka operasi 2. Kontrol resiko 1. Bersihkan lingkungan infeksi yang
setelah dipakai pasien ditularkan oleh
Kriteria Hasil : lain pasien lain
1. Klien bebas dari tanda dan 2. Gunakan sabun 2. Memotong rantai
gejala infeksi antimikrobia untuk infeksi
2. Menunjukkan kemampuan cuci tangan 3. Memotong rantai
untuk mencegah timbulnya 3. Cuci tangan setiap infeksi
infeksi sebelum dan sesudah 4. Tenaga kesehatan
3. Jumlah leukosit dalam tindakan keperawatan dapat mencegah
batas normal 4. Gunakan baju, sarung infeksi nosokomial
4. Menunjukkan perilaku tangan sebagai alat 5. Resiko infeksi tidak
hidup sehat pelindung terjadi
5. Pertahankan 6. Diet makanan tinggi
lingkungan aseptik protein untuk
selama pemasangan mempercepat
alat penyembuhan luka
6. Tingktkan intake 7. Untuk mencegah
nutrisi atau mengobati
7. Berikan terapi infeksi
antibiotik bila perlu

Anda mungkin juga menyukai