Anda di halaman 1dari 16

Nama : Darul Qutni

Kelas : II Reguler C
NIM : P3.73.20.1.18.093
Mata Kuliah : Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah II

Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Luka Bakar

A. Definisi
Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi,
syok listrik, atau bahan kimia (Corwin, 2001). Luka oleh karena kontak dengan agen
bersuhu tinggi, seperti api, air panas, listrik, bahan kimia radiasi, suhu sangat rendah (
Mansyoor, dkk, 2000).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi
(Yefta Moenadjat, 2003). Cedera kulit oleh karena perpindahan energi dari sumber
panas ke kulit (Effendi, 1999; Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar adalah suatu
trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai
kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak
langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat
kimia (chemycal), atau radiasi (radiation) . Luka bakar adalah rusak atau hilangnya
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti kobaran api ditubuh
(flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas
(kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan
matahari (sunburn).

B. Etiologi
Penyebab luka bakar menurut (Brunner & Suddarth, 2002) :
1. Terbakar api langsung atau tidak langsung,
2. Pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia
3. Tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
4. Radiasi
C. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada
tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka
bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Destruksi
jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan
mukosa saluran napas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam,
termasuk organ visera, dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau
kontak yang lama dengan agens penyebab (burning agent). Nekrosis dan kegagalan
organ dapat terjadi.
Dalamnya luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan agen tersebut. Sebagai contoh, pada kasus luka bakar tersiram
air panas pada orang dewasa, kontak selama 1 detik dengan air yang panas dari
shower dengan suhu 68,9°C dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis
serta dermis sehingga terjadi cedera derajat-tiga (full-thickness injury). Pajanan
selama 15 menit dengan air panas yang suhunya sebesar 56,1 °C mengakibatkan cede-
ra full-thickness yang serupa. Suhu yang kurang dari 44°C dapat ditoleransi dalam
periode waktu yang lama tanpa menyebabkan luka bakar.
Perawatan luka bakar harus direncanakan menurut luas dan dalamnya luka
bakar; kemudian perawatannya dilakukan melalui tiga fase luka bakar, yaitu: fase
darurat atau resusitasi, fase akut atau intermediat dan fase rehabilitasi (Brunner &
Suddarth, 2002).
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala luka bakar diantaranya :
1. Kulit kemerahan
2. Rasa sakit di area luka
3. Lecet
4. Kulit membengkak
5. Kulit melepuh
6. Perubahan warna kulit menjadi putih, coklat, kuning, atau hitam

E. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada luka bakar adalah:
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
a. Kedalaman luka bakar
b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar dengan
warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan jaringan
parut terus berlangsung dan warna berubah merah, merah tua dan sampai
coklat muda dan terasa lebih lembut
2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar serta
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat
mencegah atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan
yang bertujuan menekan timbulnya hipertrofi scar (Brunner &
Suddarth, 2002).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap
Peningkatkan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan
dengan perpindahan/kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht dan
SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap
endotelium pembuluh darah.
2. SDP
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi
luka dan respons inflamasi terhadap cedera.
3. GDA
Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan
PaCh/peningkatan PaCO2 mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunan fungsi
ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan.
4. COHbg (karboksi hemoglobin)
Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon
monoksida/cedera inhalasi.
5. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemia dapat
terjadi bila mulai diuresis; magnesium mungkin menurun. Natrium pada
awal mungkin menurun pada kehilangan air; hipernatremia dapat terjadi
selanjutnya saat terjadi konservasi ginjal.
6. Natrium urine random
Lebih besar dari 20 mEg/L mengindikasikan kelebihan resusitasi
cairan; kurang dari 10 mEq/L menduga ketidakadekuatan resusitasi cairan.
7. Alkalin fosfat
Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau
gangguan pompa natrium.
8. Glukosa serum
Peninggian menunjukkan respons stres.
9. Albumin serum
Rasio albumin atau globulin mungkin terbalik sehubungan dengan
kehilangan protein pada edema cairan.
10. BUN atau kreatinin
Peninggian menunjukkan penurunan perfusi/fungsi ginjal; namun
kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
11. Urine
Adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan protein (khususnya terlihat pada luka bakar
listrik serius). Warna hitam, kemerahan pada urine sehubungan dengan
mioglobin. Kultur luka: mungkin diambil untuk data dasar dan diulang
secara periodik.
12. Foto rontgen dada
Dapat tampak normal pada pascaluka bakar dini meskipun dengan
cedera inhalasi; namun cedera inhalasi yang sesungguhnya akan ada saat
progresif tanpa foto dada (SDPD).
13. Bronkoskopi serat optic
Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi; hasil dapat meliputi
edema, perdarahan, dan/atau tukak pada saluran pernapasan alas.
14. Loop aliran volume
Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek/luasnya cedera
inhalasi.
15. Scan paru
Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
16. EKG
Tanda iskemia miokardial/disritmia dapat terjadi pada luka bakar
listrik.
17. Fotografi luka bakar
Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya
(Doenges, 2000).

G. Penatalaksanaan Medis
1. Perawatan di Tempat Kejadian
Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi seorang
korban luka bakar adalah mencegah agar orang yang menyelamatkan tidak
turut mengalami luka bakar. Langkah kerja:
2. Mematikan api
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen bagi api yang menyala. Korban dapat mengusahakan
dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling dan mencegah meluasnya
bagian pakaian yang terbakar. Kontak dengan bahan yang panas juga harus
cepat diakhiri missal dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau
menceburkan diri ke air dingin atau melepaskan baju yang tersiram air
panas. Jika sumber luka bakarnya adalah arus listrik, sumber listrik harus
dipadamkan.
3. Mendinginkan luka bakar
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi
berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas.
Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar
dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu
merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama dalam
air sangat bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga
kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. Dengan demikian luka yang
sebenarnya menuju derajat II dapat dihentikan pada derajat I atau luka
yang menjadi derajat III dihentikan pada tingkat I atau II. Pencelupan atau
penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang dingin sekurang-
kurangnya 15 menit.
4. Melepaskan benda penghalang
Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat dibiarkan,
pakaian lain dan semua barang perhiasan harus segera dilepaskan untuk
melakukan penilaian serta mencegah terjadinya kontriksi sekunder akibat
edema yang timbul dengan cepat.
5. Menutup luka bakar
Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkevil
kemungkinan kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan mencegah
aliran udara agar tidak mengenai permukaan kulit yang terbakar.
6. Mengirigasi Luka bakar kimia
Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas dengan air
mengalir. Jika mengenai mata harus segera dicuci dengan air bersih yang
sejuk.

ABC pada semua perawatan luka bakar selama periode awal pasca-luka
bakar, yaitu:
a. Airway (saluran napas)
b. Breathing (pernapasan)
c. Circulation/sirkulasi darah (dan Cervical spine
immobilization/fiksasi vertebra cervikalis jika diperlukan).
Airway dan breathing terapi harus segera dilakukan. Jika oksigen
dengan konsentrasi yang tinggi itu tidak dapat disediakan dalam kondisi
emerjensi, pemberian oksigen lewat masker atau kanula hidung
merupakan tindakan pertama yang harus dikerjakan. Apabila tersedia
petugas serta peralatan yang memenuhi syarat dan bilamana korbannya
menderita gangguan pernapasan yang berat atau edema saluran napas,
penolong dapat memasang pipa endotrakeal dan memulai ventilasi
manual.
Sistem sirkulasi harus pula dinilai dengan segera. Denyut apikal dan
tekanan darah dimonitor dengan sering. Takikardia (frekuensi jantung
yang abnormal cepat) dan hipotensi ringan diperkirakan terjadi pada
pasien yang tidak ditangani segera sesudah terjadinya luka bakar. Pada
saat yang sama, survei sekunder dari kepala hingga ujung jari kaki pasien
untuk menemukan cedera lainnya yang berpotensi menimbulkan kematian
harus dilaksanakan.
Pencegahan syok pada pasien luka bakar yang luas akan memperbaiki
prognosis secara mengesankan. Karena itu, pemberian infus cairan dan
elektrolit harus segera dimulai.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Darurat/Resusitasi
1) Kaji luas, kedalaman luka bakar.
2) Vital sign.
3) Asupan dan keluaran cairan, residu urine saat pertama kali dipasang cateter.
4) Berat jenis urine, warna urine, pH, kadar glukosa, aseton, protein serta nilai
hemoglobbin.
5) Berat badan, riwayat berat pra-luka bakar, alergi, imunisasi tetanus, masalah
medik serta bedah pada masa lalu, penyakit sekarang dan penggunaan obat.
6) Tingkat kesadaran, status fisiologik, tingkat nyeri serta kecemasan dan
perilaku klien.
b. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Akut
1) Kaji perubahan hemodinamika.
2) Proses kesembuhan luka.
3) Rasa nyeri.
4) Respon psikososial.
5) Deteksi dini komplikasi.
6) Status respirasi dan cairan.
7) Perdarahan yang berlebihan dari pembuluh darah di dekat daerah yang
menjalani eksplorasi bedah dan debridement.
c. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Rehabilitasi
1) Tingkat pendidikan klien, pekerjaan, kegiatan rekreasi, latar belakang budaya,
agama dan interaksi keluarga.
2) Konsep diri, status mental, respon emosional terhadap luka bakar.
3) Pemeriksaan jasmani: rentang gerak sendi, kemampuan fungsional dalam
aktivitas sehari-hari, tanda-tanda ruftur kulit, neuropati, toleransi terhadap aktivitas.
4) Partisipasi klien dalam perawatan dan kemampuannya untuk memperlihatkan
perawatan mandiri.
5) Komplikasi dan perlunya penanganan yang spesifik.
2. Diagnosa keperawatan
a. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Darurat/Resusitasi
1) Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan keracunan karbon
monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran napas atas.
2) Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan edema dan efek
dari inhalasi asap.
3) Kurang volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari daerah luka bakar.
4) Hipotermia yang berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka
yang terbuka.
5) Nyeri yang berhubungan dengan cedera jaringan serta saraf dan dampak
emosional dari luka bakar.
b. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Akut
1) Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan pemulihan kembali
integritas kapiler dan perpindahan cairan dari ruang interstisial ke dalam
intravaskuler.
2) Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan
terganggunya respon imun.
3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.
4) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan luka bakar terbuka.
5) Nyeri yang berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan
penanganan luka bakar.
6) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan edema luka bakar, rasa
nyeri dan kontraktur persendian.
7) Koping tidak efektif yang berhubungan dengan perasaan takut serta ansietas,
berduka dan ketergantungan pada petugas kesehatan.
8) Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan luka bakar.
9) Kurang pengetahuan tentang proses penanganan luka bakar.
10) PK : insufisiensi ginjal
11) PK : Perdarahan GI
12) PK : Ilius paralitik
13) PK : Sepsis
c. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Rehabilitasi
1) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan raasa nyeri ketika melakukan
latihan, mobilitas sendi yang terbatas, pelisutan otot dan ketahanan tubuh (endurance)
yang terbatas.
2) Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan pada penampakan
fisik dan konsep diri.
3) Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah sesudah klien pulang dari
rumah sakit dan kebutuhan tindak lanjut.
3. Intervensi
a. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Darurat/Resusitasi
1) Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan keracunan karbon
monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran napas atas.
Intervensi :
 Beri O2 yang lembab.
 Kaji napas, tanda-tanda hipoksia.
 Amati hal-hal berikut: eritema pada mukosa bibir dan pipi; lubang hidung
yang gosong; luka bakar pada muka, leher, dada; bertambahnya keparauan suara;
adanya sputum hangus.
 Pantau hasil AGD.
 Pantau tingkat kesadaran klien.
2) Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan edema dan efek
dari inhalasi asap.
Intervensi :
 Pertahankan kepatenan jalan napas.
 Beri O2 lembab.
 Dorong klien agar mau membalikkan tubuh, batuk dan napas dalam.
3) Kurang volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari daerah luka bakar.
Intervensi :
 Amati tanda vital, haluaran urine.
 Beri cairan intravena dengan tepat.
 Naikkan bagian kepala dan tinggikan ekstremitas yang terbakar.
4) Hipotermia yang berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka
yang terbuka.
Intervensi :
 Beri lingkungan yang hangat.
 Bekerja dengan cepat kalau lukanya terpajan udara dingin.
 Kaji suhu inti tubuh dengan sering.
5) Nyeri yang berhubungan dengan cedera jaringan serta saraf dan dampak
emosional dari luka bakar.
Intervensi :
 Kaji tingkat nyeri (skala 1-10)
 Beri analgetik.
 Beri dukungan emosional.
b. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Akut
1) Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan pemulihan kembali
integritas kapiler dan perpindahan cairan dari ruang interstisial ke dalam
intravaskuler.
Intervensi :
 Pantau tanda vital, asupan dan haluaran cairan, berat badan.
 Beri cairan intravena adekuat.
 Beri preparat diuretik atau dopamin seperti yang diprogramkan.
2) Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan
terganggunya respon imun.
Intervensi :
 Gunakan tindakan asepsis dalam semua aspek perawatan klien.
 Lakukan skrining terhadap para pengunjung.
 Singkirkan tanaman dan bunga dari kamar klien.
 Inspeksi luka.
 Pantau hitung leukosit, hasil kultur, dan tes sensitivitas.
 Beri antibiotik sesuai indikasi.
 Ganti linen dan personal hygiene.
3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.
Intervensi :
 Beri diet TKTP.
 Pantau BB dan jumlah asupan kalori tiap hari.
 Beri suplemen vitamin dan mineral.
 Beri nutrisi enteral dan parenteral.
 Laporkan distensi abdomen, volume residu yang besar atau diare kepada
dokter.
4) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan luka bakar terbuka.
Intervensi :
 Bersihkan luka, tubuh dan rambut tiap hari.
 Rawat luka.
 Cegah penekanan, infeksi dan mobilisasi pada autograft.
 Beri dukungan nutrisi yang memadai.
 Kaji luka dan lokasi graft.
5) Nyeri yang berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan
penanganan luka bakar.
Intervensi :
 Kaji tingkat nyeri.
 Beri analgetik.
 Ajarkan teknik distraksi, imajinasi dan relaksasi.
 Beri antiansietas.
 Lumasi luka (berbahan dasar silika).
6) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan edema luka bakar, rasa
nyeri dan kontraktur persendian.
Intervensi :
 Atur posisi klien.
 Lakukan latihan rentang gerak.
 Bantu klien untuk ambulasi dini.
 Fisioterapi.
 Dorong perawatan mandiri sesuai kemampuan klien.
7) Koping tidak efektif yang berhubungan dengan perasaan takut serta ansietas,
berduka dan ketergantungan pada petugas kesehatan.
Intervensi :
 Kaji kemampuan dan strategi koping yang digunakan.
 Tunjukkan penerimaan, beri dukungan dan umpan balik yang positif.
 Bantu klien untuk menetapkan tujuan jangka pendek.
 Gunakan pendekatan multidisiplin.
 Atasi perilaku agresif atau maladaptif.
8) Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan luka bakar.
Intervensi :
 Kaji persepsi klien dan keluarga terhadap dampak luka bakar.
 Beri dukungan yang realistik.
 Jelaskan pola strategi koping yang lazim.
9) Kurang pengetahuan tentang proses penanganan luka bakar.
Intervensi :
 Kaji kesiapan klien dan keluarganya untuk belajar.
 Kaji pengalaman klien dan keluarga.
 Jelaskan pentingnya partisipasi klien dalam perawatan.
 Jelaskan lama waktu untuk sembuh.
10) PK : insufisiensi ginjal
Intervensi :
 Pantau tanda dan gejala dari insufisiensi ginjal.
  Catat cairan masuk dan keluar
 Pantau tanda-tanda dan gejala asidosis metabolik
11) PK : Perdarahan GI
Intervensi :
 Pantau tanda dan gejala perdarahan gastrointestina
 Pantau hemoglobin, hematokrit, jumlah sel darah merah, trombosit, SGOT,
SGPT, BUN
 Pantau tanda-tanda vital secara teratur
12) PK : Ilius paralitik
Intervensi :
 Pantau tanda-tanda dari illeus paralitik
 Pantau fungsi usus
13) PK : Sepsis
Intervensi :
 Pantau perubahan dalam mental, kelemahan, malaisea,
hipotermia, anoreksia
 Pantau tanda dan gejala septikemia
c. Perawatan Luka Bakar Selama Fase Rehabilitasi
1) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan raasa nyeri ketika melakukan
latihan, mobilitas sendi yang terbatas, pelisutan otot dan ketahanan tubuh (endurance)
yang terbatas.
Intervensi :
 Redakan rasa nyeri, cegah gejala menggigil atau panas dan tingkatkan
integritas fisik pada semua sistem tubuh.
 Latihan fisioterapi.
 Pantau perasaan panas, letih, dan toleransi nyeri.
 Jadwalkan aktivitas klien.
2) Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan pada penampakan
fisik dan konsep diri.
Intervensi :
 Sediakan waktu untuk mendengarkan dan memberikan dukungan yang
realistik.
  Nilai reaksi psikososial klien secara konstan.
  Secara aktif promosikan citra tubuh yang sehat dan konsep diri pada klien-
klien luka bakar yang berhasil diselamatkan.
3) Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah sesudah klien pulang dari
rumah sakit dan kebutuhan tindak lanjut.
Intervensi :
 Ikutsertakan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan.
 Ajarkan kepada klien dan keluarga cara perawatan luka, pelaksanaan latihan,
pemakaian pakaian tekan dan perawatan tindak lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit”,Jakarta : EGC.
Sudoyo Aru, dkk (2006) “Ilmu Penyakit Dalam”. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai