Anda di halaman 1dari 11

Asuhan Keperawatan Pada pasien fraktur Femur

a. Pengertian Fraktur Femur


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas sebuah tulang sebagai akibat dari cedera (Hinchliff, 2002). Fraktur adalah terputusnya kesinambungan sebagian
atau seluruh tulang/bahkan tulang rawan (Pusponegoro, 2012). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer, 2002). Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian yang
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Helmi, 2012).
Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang
disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung pada paha (Helmi, 2012).
Kesimpulan dari fraktur femur adalah patah tulang yang mengenai daerah tulang paha yang dikarenakan tekanan, benturan, pukulan
akibat dari kecelakaan serta kelainan patologik pada tulang seperti adanya tumor, infeksi, pada pendertia penyakit paget) yang mengakibatkan
kerusakan jaringan tulang paha.
a. Etiologi
Fraktur dapat terjadi akibat hal-hal berikut ini:
1. Peristiwa tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan yang dapat berupa benturan, pemukulan,
penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran serta penarikan.
2. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit paget).

b. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala fraktur femur umumnya antara lain (Helmi, 2012) :
a) Nyeri.
b) Kehilangan fungsi.
c) Deformitas.
d) Pemendekan ekstermitas karena kontraksi otot.
e) Krepitasi.
f) Pembengkakan.
g) Perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
c. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab, klasifikasi jenis, klasifikasi klinis, klasifikasi radiologis (Helmi, 2012).
(1) Klasifikasi Penyebab
1. Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut
sehingga terjadi fraktur.
2. Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di dalam tulang
yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang seringkali menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang paling
sering dari fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis.

Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.
(1) Klasifikasi Jenis Fraktur
Berbagai jenis fraktur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fraktur terbuka.
2. Fraktur tertutup.
3. Fraktur kompresi.
4. Fraktur stress.
5. Fraktur avulsi.
6. Greenstick fraktur (fraktur lentuk/salah satu tulang patah sedang sisi lainnya membengkok).
7. Fraktur tranversal.
8. Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen).
9. Fraktur impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke fragmen lainnya).

Klasifikasi jenis fraktur yang umum digunakan dalam konsep fraktur


(Sumber : Helmi, 2012)
(1) Klasifikasi klinis
Manifestasi dari kelainan akibat trauma pada tulang bervariasi. Klinis yang didapatkan akan memberikan gambaran pada kelainan
tulang. Secara umum keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Fraktur tertutup (closed fracture)
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana keadaan kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open fracture)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat
terbentuk dari dalam (from within) atau dari luar (from without).
3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya mal-union, delayed union, serta infeksi tulang.
(2) Klasifikasi Radiologis
1. Fraktur tranversal
Gambar 5. Rontgen pada fraktur tranversal
(Sumber : Helmi, 2012)
Fraktur tranversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-
segmen tulang yang patah di reposisi atau di reduksi kembali ketempatnya semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya dikontrol
dengan bidai gips.
2. Fraktur kominutif

Fraktur kominutif adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang.
3. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
4. Fraktur segmental

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur
semacam sulit ini ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah akan sulit sembuh dan mungkin memerlukan pengobatan
secara bedah.

5. Fraktur impaksi atau fraktur kompresi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi. Fraktur kompersi terjadi apabila dua tulang menumbuk
tulang yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya (sering disebut dengan brust fracture). Fraktur pada korpus
vertebra ini dapat di diagnosis dengan radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung menunjukan pengurangan tinggi vertikal dan sedikit
membentuk sudut pada satu atau beberapa vertebra.

6. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi pada ekstermitas. Fraktur-fraktur ini khas pada cedera terputar sampai tulang patah. Yang menarik
adalah bahwa jenis fraktur rendah energi ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
a. Klasifikasi fraktur femur
Fraktur femur dibagi dalam fraktur Intertrokhanter Femur, subtrokhanter femur, fraktur batang femur, suprakondiler, dan
interkondiler, dan fraktur kondiler femur (Helmi, 2012).

a. Fraktur Intertrokhanter Femur


Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular dari femur. Sering terjadi pada lansia dengan kondisi
osteoporosis. Fraktur ini memiliki prognosis yang baik dibandingkan fraktur intrakapsular, di mana resiko nekrosis avaskular lebih rendah.
Pada riwayat umum didapatkan adanya trauma akibat jatuh dan memberikan trauma langsung pada trokhanter mayor. Pada beberapa
kondisi, cedera secara memuntir memberikan fraktur tidak langsung pada intertrokhanter.

gambar radiografi fraktur intertrokhanter.


pasca-reduksi dan pemasangan fiksasi interna.

a. Fraktur Subtrokhanter Femur


Fraktur subtrokhanter femur ialah di mana garis patahnya berada 5 cm distal dari trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam
beberapa klasifikasi, tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato yaitu sebagai berikut:
1. Tipe 1 : Garis fraktur satu level dengan trokhanter minor.
2. Tipe 2 : Garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhanter minor.
3. Tipe 3 : Garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas atas trokhanter minor.
a. Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari
ketinggian. Patah daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Secara klinik fraktur batang femur
dibagi dalam fraktur batang femur terbuka dan tertutup.
a. Patofisiologi
Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan femur pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada
pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien mengalami multipel trauma
yang menyertainya.
Secara klinis fraktur femur terbuka sering didapatkan adanya kerusakan neurovaskuler yang akan memberikan
manifestasi peningkatan resiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah (pada setiap patah satu tulang femur diprediksi akan
hilangnya darah 500 cc dari sistem vaskular), maupun syok neurologik disebabkan rasa nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau
kerusakan saraf yang berjalan di bawah tulang femur.
. Berbagai kondisi gambaran klinis fraktur femur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak
b. Proses Fraktur
Trauma muskuluskeletal bisa menjadi fraktur dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung.
a) Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
b) Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung merupakan suatu kondisi trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
c. Penyembuhan Tulang Normal
Ketika mengalami cedera fragmen. Tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut, tetapi juga akan mengalami regenerasi secara
bertahap. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang :
Fase 1 : Inflamasi
Respon tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respon apabila ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada
jaringan yang cedera dan pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan
darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada
saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan
dan nyeri.
Fase 2 : Proliferasi sel
Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan
untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblas.
Fibroblas dan osteoblas (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan
sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut di rangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan
merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukan potensial.

Fase 3 : Pembentukan dan Penulangan kalus (osifikasi)


Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan
tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan serat tulang imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk
menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu
agar fragmen tulang terhubung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakan.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang melalui proses penulangan
endokondrial. Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada patah tulang panjang orang dewasa
normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.

. Fase 3: Pembentukan dan Penulangan kalus


Fase 4 : Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural
sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi
tulang dan stres fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus mengalami penyembuhan
dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan
permukaan patah tulang tidak lagi negatif.

Fase 4: Remodeling
Korteks mengalami revitalisasi
a. Faktor-faktor Penyembuhan Fraktur
1. Umur penderita.
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur.
3. Pergeseran awal fraktur.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen.
5. Reduksi serta imobilisasi.
6. Waktu imobilisasi.
7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak.
8. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal.
9. Cairan sinovia.
10. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak.
11. Nutrisi.
12. Vitamin D.
b. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
pada diagnosis fraktur, pemeriksaan yang penting adalah menggunakan sinar rontgen (X-ray). Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam membaca gambaran radiologis adalah 6A, yaitu sebagai berikut :
1. Anatomi (misalnya proksimal tibia).
2. Artikular (misalnya intra-Vs ekstra-artikular).
3. Alignment (misalnya : first plane).
4. Angulation.
5. Apeks (maksudnya fragmen distal fraktur).
6. Apposition.
CT scan biasanya dilakukan hanya dilakukan pada beberapa kondisi fraktur yang mana pemeriksaan radiografi tidak mencapai
kebutuhan diagnosis.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi seperti berikut :
1. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
2. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH -5), Asparat Amino Transferase (AST), aldolase meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lainnya
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas: Dilakukan pada kondisi fraktur dengan komplikasi, pada kondisi infeksi, maka biasanya
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsy tulang dan otot : Diindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromiografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4. Arthroscopi : Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5. Indium imaging : Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi.
6. MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
c. Komplikasi Fraktur
Secara umum komplikasi fraktur meliputi :
1. komplikasi awal
a. Syok.
b. Kerusakan Arteri.
c. Sindrom Kompartemen.
d. Infeksi.
e. Avaskular Nekrosis.
f. Fat Embolism Syndrome.
2. komplikasi lama
a. Delayed union.
b. Non-union.
c. Mal-union.
d. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan fraktur di antaranya :
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas
splint, tungkai ditraksi dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan jaringan
lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.
Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih pengobatan non-operatif atau operatif. Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya
dengan terapi non-operatif, karena akan menyambung baik. Perpendekan kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena di kemudian hari akan
sama panjangnya dengan tungkai yang normal. Hal ini dimungkinkan karena daya proses remodelling anak-anak.
a. Pengobatan non-operatif
Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan metode balance skeletal traction, pada anak di bawah 3 tahun digunakan
traksi kulit Bryant, sedangkan anak usia 3-13 tahun dengan traksi Russell.
1. Metode perkin.
Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang
dengan 3-4 bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat
dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi.
2. Metode balance skeletal traction.
Pasien tidur terlentang dan satu jari di bawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman pin. Paha ditopang dengan Thomas splint,
sedang tungkai bawah ditopang oleh pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu atau lebih sampai tulangnya membentuk
kalus yang cukup. Kadang-kadang untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu dipasang gips hemispica atau cast bracing.
3. Traksi kulit Bryant.
Anak tidur terlentang di tempat tidur. Kedua tulang dipasang traksi kulit, kemudian ditegakan ke atas, ditarik dengan tali yang
diberikan beban 1-2 kg sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
4. Traksi russel.
Anak tidur terlentang, di pasang plester dari batas lutut. Dipasang sling di daerah popliteal, sling dihubungkan dengan tali yang
dihubungkan dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat, setelah 4 minggu ditraksi, dipasang gips hemispica karena kalus yang
terbentuk belum kuat benar.
b. Operatif
Indikasi operasi antara lain :
a. Penanggulangan non-operatif gagal.
b. Fraktur multipel.
c. Robeknya arteri femoralis.
d. Fraktur patologik.
e. Fraktur pada orang-orang tua.
Pada fraktur 1/3 tengah sangat baik untuk dipasang intramedullary nail. Bermacam-macam intramedullary nail untuk femur, di
antaranya kuntscher nail, AO nail, dan interlocking nail.
Operasi dapat dilakukan dengan cara terbuka atau cara tertutup. Cara terbuka yaitu dengan menyayat kulit-fasia sampai ke tulang
yang patah. Pen dipasang secara retrograde. Cara interlocking nail dilakukan tanpa menyayat di daerah yang patah. Pen dimasukan melalui ujung
trokhanter mayor dengan bantuan image intersifier. Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk ke dalam fragmen bagian distal melalui guide
tube. Keuntungan cara ini tidak menimbulkan bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas.

Anda mungkin juga menyukai