Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur merupakan terputus atau rusaknya kontinuitas jaringan
tulang yang disebabkan oleh tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur dapat disebabkan oleh
hantaman langsung, kekuatan yang meremukkan, gerakkan memuntir
yang mendadak atau bahkan karena kontraksi otot yang ekstrem
(Brunner & Suddart, 2016).
Fraktur merupakan diskontinuitas dari jaringan tulang yang
disebabkan adanya kekerasan yang timbul secara mndadak atau fraktur
dapat terjadi akibat trauma langsung maupun trauma tidak langsung
(Krisanty,dkk, 2014).
Fraktur femur merupakan hilangnya kontinuitas pada tulang femur
atau paha, fraktur femur terbagi dua macam yaitu fraktur femur tebuka
dan fraktur femur tertutup. Fraktur femur terbuka merupakan hilangnya
kontinuitas tulang paha disertai kerusakan jaringan lunak seperti otot,
kulit, jaringan syaraf, dan pembuluh darah yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung pada paha. Fraktur femur tertutup atau patah tulang
paha tertutup merupakan hilangnya kontinnuitas tulang paha tanpa
disertai kerusakan jaringan kulit (Muttaqin, 2008).
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
memuntir yang mendadak, dan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh
dapat mengalami cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau
akibat fragmen tulang (Brunner dan Suddarth, 2013). Fraktur juga
disebabkan oleh kekerasan langsung yang menyebabkan patah tulang
pada titik terjadinya kekerasan, dan disebabkan juga trauma langsung
pada kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor
atau keganasan tulang paha yang menyebabkan faktor patologis,
biasanya
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2012
terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita
Fraktur akibat kecelakaan lalulintas. Sedangkan pada tahun 2018 angka
kematian fraktur akibat cedera lalulintas terjadi paling tinggi di
Venezuela (45.1%), Indonesia pada urutan ke 8 di Asia dengan angka
sebanyak (15.3%) setelah itu Timur Leste dan India masing-masing
(16,6%).
Berdasarkan Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) cedera dijalan
raya pada tahun 2013 sebanyak 42,8% mengalami penurunan jika
dibandingkan pada tahun 2018 yaitu sebanyak 31, 4%. Sedangkan
kejadian kecelakaan lalu lintas di Indonesia terjadi sebanyak 2,2 %
yang mana kecelakaan lalu lintas yang tinggi terjadi di Sulawesi
Utara sebanyak 3,5 % di Sulawesi Selatan sebanyak 3,4 % Sulawesi
Tengah sebanyak 3,3% di Sumatera Barat sebanyak 2,5 % dan paling
rendah terjadi di Jambi sebanyak 1,1% (Riskesdas, 2018).

B. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Asuhan Keperawatan
yang baik dilakukan pada pasien post orif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.
Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan,
biasanya patahan lengkap dan fragmen ulang bergeser. Kalau kulit
diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup, kalau kulit
atau salah satu dari rongga tubuh tertembus kadaan ini disebut fraktur
terbuka yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi
(Wijaya, 2013). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
disebabkan oleh ruda paksa (Wahid, 2013).
Fraktur femur atau tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan
otot, dan kondisi tertentu, seperi degenarasi tulang atau osteoporosis
(Muttaqin, 2008).

B. Etiologi Fraktur
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal.
Untuk mematahkan batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya
yang besar. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pra muda yang
mengalami kecelakaan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya,
klien ini mengalami trauma multipel. Pada fraktur femur ini klien
mengalami syok hipovolemik karena kehilanagan banyak darah maupun
syok neurogenik karena nyeri yang sangat heba (muttaqn, 2008).
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang
patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran,penekukan,penekanan,
kombinasi dari ketiganya, penarikan.

C. Post Orif Ec Mal-union Fraktur Femur


Mal-union bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen,
diperlukan pengamalan terus-menerus selama perawatan. Mal-union
juga menyebabkan pemendekan tungkai sehingga diperlukan koreksi
berupa osteotomi. Faktor penyabab Mal-union ini bisa disebabkan
karena tidak tereduksinya fraktur secara cukup,
kegagalan memperahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan,
kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau
kominuif. Dan untuk terapi Mal-union dilakukan dengan cara fraktur
harus direduksi sedekat mungkin dengan posisi anatomis, angulasi lebih
dari 15 derajat pada ulang panjang aau deformitas rotasional yang nyata
mungkin membutuhkan koreksi dengan manipulasi ulang atau
membutuhkan osteopomi dan fiksasi internal (Muttaqin, 2008)

D. Patofisiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak bahkan kontraksi otot ekstrem dan juga
kondisi patologis layaknya osteoporosis. Fragmen tulang yang
bergeser/rusak akibat fraktur dapat menimbulkan nyeri (akut).
Hal ini juga mengakibatkan tekanan sum-sum tulang lebih tinggi di
kapiler lalu melepaskan katekolamin yang mengakibatkan metabolisme
asam lemak yang pada akhirnya dapat menyebabkan emboli dan
penyumbatan pembuluh darah.
Spasme otot juga menyebabkan protein plasma hilang karena
dilepasnya histamine akibat peningkatkan tekanan kapiler yang pada
akhirnya menyebabkan edema. Fragmen tulang yang rusak bergeser
juga mengakibatkan gangguan fungsi eksermitas.
Laserasi kulit atau luka terbuka dapat menimbulkan infeksi, karena
hilang bagian pelindung tubuh paling luar (kulit)
E. pathway
F. Klasifikasi fraktur femur
Klasifikasi fraktur femur menurut (Rendy dan margareth, 2012) antara
lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Fraktur dimana kulit tidak ditembus fragmen tulang, sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.

b. Fraktur terbuka (open/compoud)


Fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang terlibat telah
ditembus Konsep penting yang perlu diperhatikan adalah apakah
terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur
terbuka. Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada saat terjadinya
cedera,terkontamiasi,kemudian kembali hampir pada posisi semula.

G. Manifestasi klinis
hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan lokal, perubahan warna serta nyeri.Gejala umum fraktur
adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.
a. Nyeri terus-menerus, bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
struktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
d. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan,teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setetlah cedera
(Wijaya dan Putri, 2013).
H. Komplikasi
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini harus ditangani dengan serius oleh perawat
yang melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur femur.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada pasien fraktur femur adalah
sebagai berikut:
1) Syok yaitu terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun
fraktur bersifat tertutup.
2) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan
fraktur femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.
3) Trauma pembuluh darah besar yaitu ujung fragmen tulang
menembus jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga
menyebabkan kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali.
4) Trauma saraf yaitu trauma pada pembuluh darah akibat tusukan
fragmen dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari
neorpraksia sampai aksono temesis.Trauma saraf dapat terjadi
pada nervus isikiadikus atau pada cabangnya,yaitu nervus
tibialis, nervus peroneus komunis.
5) Trombo-emboli terjadi pada pasien yang menjalani tirah baring
lama, misalnya distraksi di tempat tidur
6) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang
terkontaminasi. Infeksi dapat pula terjadi setelah tindakan
operasi (muttaqqin,2008).

I. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis.Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan
reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang di pilih untuk
reduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi
dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada
fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah,
fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan teknik gips. Sedangkan
implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Penatalaksanaan keperawatan menurut (Smeltzer, 2015) adalah sebagai
berikut:
a. Penatalaksanaan fraktur tertutup
1) Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan
nyeri yang tepat (misalkan,meninggikan ekstremitas setinggi
jantung, menggunakan analgesik sesuai resep)
2) Ajarkan latihan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang
tidak terganggu dan memperkuat otot yang diperlukan untuk
berpindah tempat dan untuk menggunakan alat bantu (misalkan,
tongkat, alat bantu berjalan atau walker)
3) Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alatbantu dengan aman.
4) Alat bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai
kebutuhan dan mencari bantuan personal jika diperlukan
5) Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan
dir, informasi, medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi, dan
perlunya supervisi layanan kesehatan yang berkelanjutan.

b. Penatalaksanan fraktur terbuka


1) Sasaran penatalaksanan adalah untuk mencegah infeksi luka,
jaringan lunak, dan tulang serta untuk meningkatkan pemulihan
tulang dan jaringan lunak. Pada kasus fraktur terbuka, terdapat
resiko osteomielitis, tetanus, dan gasgangren.
2) Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba dirumah sakit
bersama dengan tetanus toksoid jika diperlukan
3) Lakukan irigasi luka dan debridemen
4) Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema
5) Kaji status neourovaskular dengan sering
6) Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur dan pantau tanda-
tanda infeksi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah pasien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
1) Pengumpulan Data
1. Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, Pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no register, tanggal MRS, diagnose medis
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bias akut atau kronik tergantung dari
lamanya serangan. Untuk memeperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan :
I. Provoking incident: apakah ada pristiwa yang menjadi
factor presipitasi nyeri.
II. Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan pasien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
III. Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
IV. Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau
pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
V. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menetukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu rencana tindakan terhadap
pasien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena (Ignatavicius, Dona D, 2006).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis, yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cendrung diturunkan secara
genetik.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi pasien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam keluarga ataupun masyaakat.

7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakuatan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain
itu,pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup pasien

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C
dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan.

3) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan pasien menjadi berkurang dan kebutuhan pasien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas pasien terutama pekerjaan pasien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur.

4) Pola Hubungan dan Peran


Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena pasien harus menjalani rawat inap.

5) Pola Persepsi dan Konsep Diri


Dampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu timbul
ketidakuatan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan atau melakukan aktivitas secara optimal dan
pandangan terhadap dirinya salah.
6) Pola Sensori dan kognitif
Pada pasien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indra yang lain tidak timbul
gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan.

7) Pola Tata Nilai dan Keyakinan


Untuk pasien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal
ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbataan gerak pasien.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
2. Perfusi perifer tidak efektif
Perfusi perifer tidak efektif adalah penurunan sirkulasi darah
pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh

3. Gangguan mobilitas fisik


Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan
fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


keperawatan
Nyeri Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi
akut keperawatan selama 3x8 jam factor pencetus
diharapkan nyeri berkurang dan pereda nyeri
atau hilang dengan kriteria 2. Monitor kualitas
hasil: nyeri
1. melaporkan bahwa nyeri 3. Monitor lokasi
berkurang dan penyebaran
2. menyatakan Nyeri
rasa nyaman
setelah nyeri berkurang 4. Monitor
intensitas nyeri
dengan
menggunakan
skala
5. Monitor durasi
dan
frekuensi nyeri
6. Ajarkan
Teknik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi rasa
nyeri
7. Kolaborasi
pemberian
obat
Analgetik
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor
keperawatan selama 3x8 tanda- tanda vital
Perfusi jam diharapakan perfusi 2. Monitor
perifer tidak perifer tidak efektif dapat status hidrasi
efektif teratasi dengan kriteria 3. Monitor
hasil : status pernafasan
1. Tekanan systole dan 4. Monitor hb pasien
diastole dalam rentang 5. Kolaborasi
yang diharapkan pemberian
2. Tidak ada ortostatik transfusi
hiprtensi darah
bila diperlukan
Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi
mobilitas keperawatan selama 3x8 kemampua
fisik jam diharapkan gangguan n pasien
mobilitas fisik dapat beraktivitas
teratasi dengan kriteria 2. Monitor
hasil: kondisi umum
1. Pasien meningkat selama
dalam aktivitas fisik melakukan
2. Mengerti tujuan dari mobilisasi
peningkatan 3. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
mobilitas
alat bantu( mis.
3. Memverbalisasikan
dalam Pagar tempat
meningkatkan
tidur)
kekuatan dan
kemampuan
berpindah
4. Fasilitasi
melakukan
pergerakan
jika perlu
5. Libatkan
keluarga dalam
merencanakan
dan
memelihara
program
latihan fisik
6. Jelaskan
Tujuan
Dan
prosedur
mobilisasi
7. Anjurkan
melakukan
mobilisasi
dini
8. Ajarkan
mobilisasi
sederhana
yang harus
dilakukan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang paha yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-
kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Hilangnya
kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai adanya kerusakan
jaringan lunak seperti otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah
Fraktur femur dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas
yang lama dan juga kecacatan apabila tidak mendapatkan
penanganan yang baik. Komplikasi yang 9 timbul akibat fraktur
femur antara lain perdarahan, cedera organ dalam, infeksi luka,
emboli lemak, sindroma pernafasan, selain itu pada daerah tersebut
terdapat pembuluh darah besar sehingga apabila terjadi cedera pada
femur akan berakibat fatal, oleh karena itu diperlukan tindakan
segera
Setelah dilakukan mobilisasi dini pada pasien post operasi
fraktur femur didapatkan bahwa kemampuan masing-masing
individu dalam melakukan mobilisasi berbeda.Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi kemampuan individu dalam mobilisasi dini
antara lain umur, tingkat nyeri yang dirasakan, dan pengalaman
operasi. Dari empat belas prosedur tindakan,ada dua prosedur yang
tidak dilakukan hanya diajarkan kepada pasien saja sehingga dalam
melakukan mobilisasi tetap memperhatikan kondisi pasien.Selain
itu, mobilisasi dini yang telah dilakukan pada pasien post operasi
fraktur femur juga dapat meningkatkan kekuatan otot, mengurangi
nyeri pada pasien, mengurangi bengkak, dan mengurangi kekakuan
sendi sehingga sendi yang awalnya susah untuk digerakkan atau
bahkan tidak bisa digerakan akan dapat digerakkan. Selain itu,
pemenuhan kebutuhan aktivitas pasien juga dapat dilakukan secara
mandiri sehingga ketergantungan pasien kepada orang lain akan
berkurang.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya pembahasan post op ORIF dalam
makalah ini mahasiswa/i dapat lebih mengerti dan bisa menerapkan
teori diatas dalam praktek dilapangan serta dapat mengenal gejala
dan penanganan yang tepat bagi si penderita.
DAFTAR PUSTAKA

Akral. 2016. Artikel Umum : Mari Turunkan Tingkat Kecelakaan Di


Sumatera Barat.http://www.sumbarprov.go.id/details/news/7278,
diakses tanggal 26 september 2017.

Buleeecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M.


2013. Niersing Intervention Classification (NIC) Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: Macomedia

Buleeecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M.


2013. Niersing Outcome Classification (NOC) Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: Macomedia

Clevo, Rendi M. dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.

NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2015-2017


Edisi10. (Budi Anna keliat dkk, penerjemah). Jakarta : EGG

Smeltzer dan Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.12.
Jakarta: EGC.

Nur arif, Amin Huda (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogkarta: Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai