Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.B


DENGAN FRAKTUR FEMUR DEKSTRA
DIAGNOSA KEPERAWATAN NYERI AKUT

Disusun Oleh :

IZZA CAMILA M

117055

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO SEMARANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur merupakan terputus atau rusaknya kontinuitas jaringan tulang yang disebabkan oleh
tekanan eksternal yang dating lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur dapat
disebabkan oleh hantaman langsung, kekuatan yang meremukkan, gerakkan memuntir yang
mendadak atau bahkan karena kontraksi otot yang ekstrem (Brunner &Suddart, 2016).

Berdasarkan Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) cedera dijalan raya pada tahun 2013
sebanyak 42,8% mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun 2018 yaitusebanyak 31,
4%. Sedangkan kejadian kecelakaan lalulintas di Indonesia terjadi sebanyak 2,2 %, yang mana
kecelakaan lalulintas yang tinggi terjadi di Sulawesi Utara sebanyak 3,5 % di Sulawesi Selatan
sebanyak 3,4 % Sulawesi Tengah sebanyak 3,3% di Sumatera Barat sebanyak 2,5 % dan paling
rendah terjadi di Jambi sebanyak 1,1% (Riskesdas, 2018).

Dilihat dari latar belakang tersebut dan tugas praktik yang tidak bisa dilaksanakan di rumah
sakit. Mendorong penulis untuk sedikit tertarik mengangkat judul “Laporan Kasus Keperawatan
Kegawatdaruratan Fraktur Femur.”

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur secara komprehensif.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengkaji, mengenal masalah utama dari fraktur femur
b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien fraktur femur
c. Dapat merencanakan tindakan keperawatan pada pasien fraktur femur
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien fraktur femur
e. Dapat mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien fraktur femur
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi
mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan, biasanya patahan lengkap dan
fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur
tertutup, kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus keadaan ini disebut
fraktur terbuka yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi (Wijaya,2013).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh rudapaksa
(Wahid, 2013). Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu, seperti degenarasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2011).
2. Etiologi Fraktur
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Untuk
mematahkan batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya yang besar. Kebanyakan
fraktur ini terjadi pada pramuda yang mengalami kecelakaan bermotor atau jatuh dari
ketinggian. Biasanya, klien ini mengalami trauma multipel. Pada fraktur femur ini klien
mengalami syok hipovolemik karena kehilanagan banyak darah maupun syok neurogenik
karena nyeri yang sangat heba (muttaqn, 2011).
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antaralain :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbukadengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasantidaklangsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vector kekerasan.
c. Kekerasanakibattarikanotot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasidariketiganya, dan penarikan.

3. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal dating lebih besar daripada tekanan
yang diserap tulang, maka terjadilah trauma tulang yang dapat mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang.Fraktur atau gangguan pada tulang biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka maupun yang tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadilah perubahan
perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi fraktur femur dan poliferasi menjadi
edema local maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan
mengenai serabu tsaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu
dapa tmengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak
sehingga mobilitas fisik terganggu (wijaya, 2013).
4. Pathway

Trauma, patologis

Diskontinuitas jaringan

fraktur
NYERI

Kerusakan jalur
saraf

Gangguan
neurovaskuler

Gangguan mobilitas
fisik
5. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur menurut (Rendy dan margareth, 2012) antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Fraktur dimana kulit tidak ditembus fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan.
b. Fraktur terbuka (open/compoud)
Fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang terlibat telah ditembus. Konsep penting
yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada
tempatterjadinya fraktur terbuka. Fragmen fraktur dapatmenembuskulit pada
saatterjadinyacedera, terkontamiasi, kemudiakembalihampir pada posisisemula.
6. Manifestasiklinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangny afungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. Gejala umum fraktur
adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.
Menurut Wahid (2013) ada beberapa manifestasi klinis fraktur femur :
a.Deformitas
Dayatarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti:
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
b. Bengkak
muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan
dengan fraktur
c. Pada tulang traumatik dan cederaja ringan lunak biasanya disertai nyeri.
Setelah terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa nyeri. Pada
fraktur stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan hilang pada saat istirahat.
Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
d. Kehilangan sensasi
(mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf atau pendarahan)
e. Pergerakan abnormal
biasanya kreapitas dapat ditemukan pergerakan persendian lutut yang sulit
digerakaan di bagian distal cidera.
7. Komplikasi
Komplikasi yang biasanya terjadi pada pasien fraktur femur adalah sebagai berikut:

1) Syok yaitu terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur bersifat tertutup.

2) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur. Klien
perlu menjalani pemeriksaan gas darah.

3) Trauma pembuluh darah besar yaitu ujung fragmen tulang menembus jaringan
lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menyebabkan kontusi dan oklusi atau
terpotong sama sekali.

4) Trauma saraf yaitu trauma pada pembuluh daraha kibat tusukan fragmen dapat
disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neorpraksia sampaia ksonotemesis.
Trauma saraf dapat terjadi pada nervus isikiadikus atau pada cabangnya, yaitu nervus
tibialis dan nervus peroneus komunis.

5) Trombo-emboli terjadi pada pasien yang menjalani tirah baring lama, misalnya
distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo emboli.

6) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeksi dapat
pula terjadi setelah tindakan operasi (muttaqqin,2011).

8. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare 2015 penatalaksanaan medis antara lain :
a. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk
mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi
fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan komplikasi
yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang
yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup
dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian
memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal
atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka
dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk mempertahankan posisi
sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen,
kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan
mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali.
c. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan
untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah pembedahan,
pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.
Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rentang gerak
sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak serta
mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post bedah.
2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan
pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol atau tongkat
3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot. Latihan
biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu setelah
pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan ekstremitas atas.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Menurut (Wijaya, 2013). Proses dalam keperawatan adalah penerapan pemecahan


masalah keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentivikasi masalah,
merencanakan secar asistematis, dan melaksanakannya dengan cara mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. (wahid, 2013).

a. Pengumpulan data

1) Identitas Pasien

Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongandarah, nomor register, tanggal
dan jam masukrumahsakit (MRS), dan diagnostikmedis (muttaqin, 2011).

2) Keluhan utama

pada umumnya keluhan utama pada fraktur femur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut bisa kronik tergantung lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:

a) provoking : apakah ada peristiwa yang menjadi factor presipitasi nyeri.


b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region: Radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
d) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan sakala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari (wahid, 2013).
3) Riwayat kesehatan sekarang

Kaji kronologi terjadinya trauma, yang menyebabkan patah tulang paha,


pertolongan apa yang telah didapatkan, dan dan apakah sudah berobat ke dukun
patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat
mengetahui luka yang lain (muttaqin, 2011).

4) Riwayat kesehatan dahulu

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit kelainan formasi


tulang atau biasanya disebut paget dan ini mengganggu proses daur ulang tulang
yang normal di dalam tubuh sehingga menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat
proses penyembuhan tulang (muttaqin, 2011).

5) Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang tulang


merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (muttaqqin, 2011).

6) Pola fungsi kesehatan

Menurut (Wahid, 2013) sebagai berikut :

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Biasanya partisipan akan mengalami perubahan atau gangguan pada personal


hygine biasanya memerlukan bantuan orang lain.

b) Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-


harinya untuk membantu proses penyembuhan tulang dan biasanya pada
partisipan yang mengalami fraktur bisa mengalami penurunan nafsu makan
bisa juga tidak ada perubahan.
c) Pola eliminasi
d) Pola istrahat dan tidur

Semua pasien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur pasien.

e) Pola aktivitas

Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada bentuk pekerjaan beresiko untu kterjadinya fraktur
b. Pemeriksaan fisik
Menurut (wahid, 2013) pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu
1. Gambaran umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentistergantung
pada keadaanklien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit :akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanyaakut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal
b) Secara sistemik
pemeriksaan fisik lengkap head to toe mulai dari sistem integumen, kepala, leher.
muka, mata, telinga, hidung, mulut, thoraks, jantung, abdomen, ekstremitas atas
2. Gambaran lokal

Harus diperhatikan keadaan proksimal serta bagian distal terutama


mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, palor,
parestesia, pulse, pergerakan). Pemeriksaan pada system muskukuluskletaladalah:

a) Look (inspeksi)

Perhatikanapa yang dapat di liha tantara lain: warna kemrahan atau kebiruan
(livide) atau hipergigmentasi. Benjolan pembengkakan, ataucekungandenganhal-hal
yang tidak biasa (abnormal).
b) Feel ( palpasi)
Yang perlu dicatat adalah :
Capillary refill time normal 2 detik, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian, nyeri tekan (Wahid, 2013).
c. Pemeriksaan diagnostik
1) pemeriksaan radiologi
a) Tomografi
b) Myelografi
c) Arthrografi
d) Computed Tomografi-schanning
(Wahid, 2013).
2) Pemeriksaanlaboratorium
a) Kalsium serum dan Fosfor Serum
b) Alkalin fosfat
c) Enzim otot (Wahid, 2013).
BAB III

TINJAUAN KASUS

RESUM KASUS
Pasien perempuan 15 tahun, Ny. B, dating ke unit gawatdarurat (UGD) Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah, Denpasar dating dalam keadaan sadar dengan keluhan nyeri pada tungkai
kanan dan tidak dapat digerakkan pasca kecelakaan bermotor sejak 1 jam sebelum masuk rumah
sakit.Saat itu pasien sedang mengendarai motor sendirian memakai helm, ditabrak oleh motor
dari arah depan. Riwayat sakit kepala, muntah, lupa dengan kejadian lama serta keluar darah dari
hidung/telinga tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, denyutnadi 98x/menit,
pernafasan 24x/menit, suhu 36,70C, glasgow coma scale (GCS) 15. Pada pemeriksaan lokalis
pada regio femur dextra didapatkan pada pemeriksaan Look: kulit utuh (tidak ada luka robek),
udem (+) di bagian tengah paha, memar (-), deformitas (+) angulasi, rotasi external dan
pemendekan. Pada pemeriksaan Feel: didapatkan nyeri tekan di bagian tengah paha, pulsasiarteri
dorsalis pedis teraba, capillary refill time (CRT) kurangdari 2 detik dan sensibilitas normal. Pada
pemeriksaan Movement: didapatkan nyeri gerak aktif, nyeri gerak pasif, range of motion (ROM)
sulit dinilai, krepitasi tidak dilakukan. Dari pemeriksaan foto rontgen regio femur dextra AP
lateral didapatkan frakturos femurdekstra 1/3 tengah dengan displacement fragmen fraktur
disertai soft tissue swelling disekitarnya. Kemudian pasien diberikan terapi analgetik dan
pemasangan skin traction dengan beban 5 kg. (Cokorda, 2018)
PEMERIKSAAN FISIK
Pasien datang sadar mengeluhkan nyeri pada paha kanan setelah mengalami kecelakaan
satu jam sebelum masuk rumah sakit. Kesemutan (-) Riwayat tidak sadar (-), mual (-), muntah
(-), nyeri dada dan perut (-) MOI: Pasien pengendara motor, di tabrak motor dari depan dan
mengenai kaki pasien. keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan
darah 110/70 mmHg, denyutnadi 98x/menit, pernafasan 24x/menit, suhu 36,70C, glasgow coma
scale (GCS) 15. Dari pemeriksaan foto rontgen regio femur dextra AP lateral didapatkan
frakturos femurdekstra 1/3 tengah dengan displacement fragmen fraktur disertai soft tissue
swelling disekitarnya. Kekuatan otot: ektermitas atas 5555/5555, ekstermitas bawah 0000/5555.
Regio Femur Dekstra
L : Udem (+) di bagian tengah paha, memar (-), deformitas (+) angulasi, rotasi external dan
pemendekan
F : Nyeri tekan (+) di bagian tengah paha, nadi a. dorsalis pedis (+), CRT < 2”, SaO2 98%,
sensation (+) normal
M : Active ROM Distal terbatas karena nyeri

DIAGNOSA – INTERVENSI
Berdasarkan hasil pengkajian diatas didapatkan data bahwa pasien mengeluh nyeri pada
tungkai kanan dan tidak dapat digerakkan dengan kekuatan otot ekstermitas bawah 0000/5555,
dan pemeriksaan foto rontgen regio femur dextra AP lateral didapatkan frakturos femurdekstra
1/3 tengah dengan displacement fragmen fraktur disertai soft tissue swelling disekitarnya,
sehingga penulis menegakan diagnosa keperawatan nyeri akut dan gangguan mobilitas fisik .
Pada diagnose nyeri akut, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
diharapkan keluhan nyeri diangka 5. Intervensi yang dipakai adalah identifikasi factor
memperberat dan memperingan nyeri, pemilihan strategi meredakan nyeri (pembidaian), ajarkan
teknik nonfarmakologis, kolaborasi pemberian analgetik.
Sedangkan diagnose gangguan mobilitas fisik, setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24jam diharapkan keluhan nyeri diangka 5 dan pergerakan ekstermitas meningkat
angka 5. Intervensi yang dipakai adalah identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan,
fasilitasi alat bantu, ajarkan melakukan mobilisasi dini.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pasien datang sadar mengeluhkan nyeri pada paha kanan setelah mengalami kecelakaan
satu jam sebelum masuk rumah sakit. Kesemutan (-) Riwayat tidak sadar (-), mual (-), muntah
(-), nyeri dada dan perut (-) MOI: Pasien pengendara motor, di tabrak motor dari depan dan
mengenai kaki pasien. keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan
darah 110/70 mmHg, Nadi 98x/menit, RR 24x/menit, suhu 36,70C, glasgow coma scale (GCS)
15. Dari pemeriksaan foto rontgen regio femur dextra AP lateral didapatkan frakturos
femurdekstra 1/3 tengah dengan displacement fragmen fraktur disertai soft tissue swelling
disekitarnya. Kekuatan otot: ektermitas atas 5555/5555, ekstermitas bawah 0000/5555. Pada
pemeriksaan lokalis pada regio femur dextra didapatkan pada pemeriksaan Look: kulit utuh
(tidak ada luka robek), udem (+) di bagian tengah paha, memar (-), deformitas (+) angulasi,
rotasi external dan pemendekan. Pada pemeriksaan Feel: didapatkan nyeri tekan di bagian tengah
paha, pulsasiarteri dorsalis pedis teraba, capillary refill time (CRT) kurangdari 2 detik dan
sensibilitas normal. Pada pemeriksaan Movement: didapatkan nyeri gerak aktif, nyeri gerak
pasif, range of motion (ROM) sulit dinilai, krepitasi tidak dilakukan.

B. Diagnosa – Evaluasi
Berdasarkan hasil pengkajian diatas didapatkan data bahwa pasien mengeluh nyeri pada
tungkai kanan dan tidak dapat digerakkan dengan kekuatan otot ekstermitas bawah 0000/5555
dikarenakan Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadilah perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi fraktur femur dan poliferasi menjadi edema local maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabu tsaraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri (wijaya, 2013) dan pemeriksaan foto rontgen regio femur dextra AP
lateral didapatkan frakturos femurdekstra 1/3 tengah dengan displacement fragmen fraktur
disertai soft tissue swelling disekitarnya , sehingga penulis menegakan diagnosa keperawatan
nyeri akut dan gangguan mobilitas fisik .

Pada diagnose nyeri akut, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
diharapkan keluhan nyeri diangka 5. Intervensi yang dipakai adalah identifikasi factor
memperberat dan memperingan nyeri, pemilihan strategi meredakan nyeri (pembidaian), ajarkan
teknik nonfarmakologis, kolaborasi pemberian analgetik.
Hasil data focus yang didapat adalah pasien mengeluh nyeri dan semakin nyeri ketika
digerakkan atau disentuh. Setelah dilakukan tindakan keperawatn hasil yang didapat adalah
pasien mengatakan teknik ini dapat membantu mengurangi nyerinya namun belum bisa
mencapai criteria hasil yang diinginkan sehingga intervensi terus dilanjutkan.
Sedangkan diagnose gangguan mobilitas fisik, setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24jam diharapkan keluhan nyeri diangka 5 dan pergerakan ekstermitas meningkat
angka 5. Intervensi yang dipakai adalah identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan,
fasilitasi alat bantu, ajarkan melakukan mobilisasi dini.
Hasil data focus yang didapat adalah pasien mengeluh nyeri dan semakin nyeri ketika
digerakkan atau disentuh. Setelah dilakukan tindakan keperawatn hasil yang didapat adalah
pasien mengatakan ikatan pada pembidaian tidak terlalu kencang, jari kaki kanan pasien dapat
digerakan, tidak ada tanda kebiruan, nadi masih teraba serta pasien mengatakan senang
mendapatkan fasilitas untuk dirinya bermobilisasi namun belum bisa mencapai criteria hasil
yang diinginkan sehingga intervensi terus dilanjutkan.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 2018. Standar Luaran


Keperawatan Indonesia. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak
lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang
bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup, kalau kulit atau
salah satu dari rongga tubuh tertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka yang cenderung untuk
mengalami kontaminasi dan infeksi (Wijaya,2013).
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antaralain :
a. Kekerasan langsung
b. Kekerasantidaklangsung
c. Kekerasanakibattarikanotot
fraktur femur dan poliferasi menjadi edema local maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabu tsaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selain itu dapa tmengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu (wijaya, 2013).

B. Saran
Dengan adanya  makalah  ini, semoga dapat digunakan  sebagai pedoman bagi  pembaca
baik tenaga kesehatan khususnya perawat dalam pemberian  asuhan keperawatan secara
profesional. Selain itu pembaca diharapkan dapat mengaplikasikan tindakan pemberian obat
inhalasi pada anak.
Makalah ini masih banyak kekurangan dalam hal penulisan maupun isi. Oleh sebab itu
penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddart, 2016. Keperawatan medical bedah. Jakarta : EGC


Cokorda Gde O D. 2018. Laporan Kasus Managemen Femoral Shaft Fracture. Denpasar :
Universitas Udayana
Kneale, Julia D (ed). 2011. Keperawatan Ortopedik dan Trauma Edisi 2. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada Praktik
Klinik Keperawatan. Jakarta: EGC
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

Rendi M. dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Riset Kesehatan Dasar. 2018. Ringkasan Eksekutif Riset Kesehatan Dasar.
Smeltzer dan Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.12. Jakarta : EGC.
Wahid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta : Trans Info Media.
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri.2013. Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh ASKEP. Jakarta :Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai