KEPERAWATAN KRITIS
FRAKTUR
Disusun Oleh :
1. Amalia Nurlaily (10216001)
2. Aprisheila Azizul I. (10216002)
3. Bagas Pratama Ade P. (10216003)
4. Candra Iriyanto (10216004)
5. Cindy Nilasari (10216005)
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan
jaringan tulang yang disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma
tidak langsung. Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas)
tulang radius dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah
baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung (Noor, 2012).
Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,
kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi
akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes RI,
2005).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur
pada tahun 2011-2012 terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur.
Menurut DEPKES RI tahun 2011 di Indonesia sendiri juga banyak yang
mengalami fraktur, fraktur di Indonesia terdapat 45.987 orang yang
mengalami fraktur, prevalensi kejadian fraktur yang paling tinggi adalah
fraktur femur yaitu terdapat 19.729 orang yang mengalami fraktur,
sedangkan ada 14.037 orang yang mengalami fraktur cluris dan terdapat
3.776 orang mengalami fraktur tibia. Salah satu cara untuk
mengembalikan fraktur seperti semula yaitu salah satu cara adalah
rekognisi atau dilakukan tindakan pembedahan (Sjamsuhidayat & Jong,
2005).
Pembedahan adalah segala upaya tindakan pengobatan yang secara
invasif dengan cara membuka bagian organ tubuh yang akan ditangani.
Setelah tindakan pembedahan akan dilakukan tindakan untuk menangani
rasa nyeri yaitu dengan menggunakan obat penghilang rasa nyeri
(Sjamsuhidajat, R. & Jong, 2005). Menurut The International Association
for the Study of Pain, nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang tidak
menyenangkan yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan ataupun yang
berpotensi merusak jaringan. Nyeri itu merupakan suatu hak yang
kompleks meliputi aspek fisik dan psikis. Aspek fisik meliputi perubahan
keadaan umum, denyut nadi, suhu tubuh, pernapasan, sedangkan aspek
psikis akibat nyeri dapat terjadinya stress yang bisa mengurangi sistem
imun dalam proses inflamasi. Nyeri merupakan hak yang bersifat subjektif
dan personal, sehingga masing-masing individu akan memberikan respon
yang berbeda terhadap rasa nyeri berdasarkan pengalaman sebelumnya
(Judha, Sudarti & Fauziah,2012). Penatalaksanaan manajemen nyeri ada 2
teknik yaitu dengan cara farmakologi dan non-farmakologi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari fraktur ?
2. Apakah klasifikasi dari fraktur ?
3. Apakah etiologi dari fraktur ?
4. Bagaimana patofisiologi dari fraktur ?
5. Apakah manifestasi klinis dari fraktur ?
6. Apakah pemeriksaan penunjang dari fraktur ?
7. Bagaimana woc dari fraktur ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan fraktur ?
1.3 Manfaat
1. Untuk mengetahui definisi dari fraktur
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari fraktur
3. Untuk mengetahui etiologi dari fraktur
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari fraktur
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari fraktur
7. Untuk mengetahui woc dari fraktur
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari fraktur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2003). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur
yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian). Patah pada tulang femur dapat menimbulkan perdarahan cukup
banyak serta mengakibatkan penderita mengalami syok (Sjamsuhidajat, 2004)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas atau kesinambungan tulang dan
sendi, baik sebagian atau seluruh tulang termasuk tulang rawan. (SOS
Profesional, 2015).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
2.2 KLASIFIKASI
a. Kalsifikasi klinis
1) Fraktur tertutup (Simple Fraktur), bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2) Fraktur terbuka (Compoun Fraktur), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan
dikulit.
b. Klasifikasi radiologis
1) Lokalisasi : diafisal, metafisial, intra- artikuler, fraktur dengan
dislokasi.
2) Konfigurasi : fraktur transfersal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur
segmental, fraktur komunitif, fraktur avulse, fraktur depresi, fraktur
pecah, fraktur epifisis.
3) Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle
atau torus, fraktur garis rambut.
4) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak
bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-
riding, impaksi).
2.3 ETIOLOGI
Penyebab fraktur secara fisiologis merupakan suatu kerusakan
jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga dan
trauma dapat disebabkan oleh: cedera langsung berarti pukulan langsung
terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan dan cedera tidak
langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan. Secara
patologis merupakan suatu kerusakan tulang yang terjadi akibat proses
penyakit dimana dengan trauma dapat mengakibatkan fraktur, hal ini dapat
terjadi pada berbagai keadaan diantaranya: tumor tulang, osteomielitis, scurvy
(penyakit gusi berdarah) serta rakhitis (Mansjoer, 2003).
2.4 PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih
besar dari pada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang dapat mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang (fraktur) (Elizabeth, 2003). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang
membungkus tulang menjadi rusak sehingga menyebabkan terjadinya
perdarahan. Pada saat perdarahan terjadi terbentuklah hematoma di rongga
medulla tulang, sehingga jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis akan menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya (Price, 2005).
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang paling umum pada fraktur adalah rasa nyeri yang
terlokalisir pada bagian fraktur. Biasanya pasien mengatakan ada yang
menggigitnya atau merasakan ada tulang yang patah. Apa yang dikatakan
pasien merupakan sumber informasi yang akurat.
Pada pasien dengan multiple trauma, fraktur adalah trauma yang
paling nyata dan dramatis juga hal yang paling serius. Oleh karena itu
lakukan primary survey dan lakukan tindakan penanganan trauma dan
lakukan stabilisasi jika memungkinkan.
a. Swelling
Terjadi karena kebocoran cairan ekstra seluler dan darah dari pembuluh
darah yang telah rupture pada fraktur pangkal tulang.
b. Deformitas
Pada kaki dapat menandakan adanya trauma skeletal.
c. Tenderness
Sampai palpitasi biasanya terlokalisir diatasbare trauma skeletal yang
dapat dirasakan dengan penekanan secara halus di sepanjang tulang.
d. Krepitasi
Terjadi bila bagian tulang yang patah bergesekan dengan tulang yang
lainnya. Hal ini dapat dikaji selama pemasangan splin. Jangan berusaha
untuk mereposisi karena dapat menyebabkan nyeri trauma lebih lanjut.
e. Disability
Juga termasuk karakteristik dari kebanyakan trauma skeletal pasien
dengan fraktur akan berusaha menahan lokasi trauma tetap pada posisi
yang nyaman dan akan menolak menggerakannya. Bahkan pada pasien
dengan dislokasi akan menolak untuk menggerakkan ekstremitas yang
mengalami dislokasi.
f. Exposed bone ends
Didiagnosa sebagai trauma terbuka atau compound fraktur. Periksa
pulsasi, gerakan dan sensori di bagian distal pada setiap pasien dengan
trauma musculoskeletal.
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. X-ray : Menentukan lokasi/luasnya fraktur.
b. Scan tulang : Memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
d. Hitung darah lengkap : Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan; peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan.
e. Kretinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Pemriksaan laboraturiu.
2.7 PENATALAKSANAAN
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
b. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan disekitar
tulang yang patah.
c. Penarikan (traksi) : Menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota
gerak pada tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu
pernah menjadi pengobatan utama untuk patah tulang pinggul.
d. Fiksasi internal : Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan
atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan
terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.
2.8 WOC Trauma langsung, Trauma tidak langsung
dan kondisi patologis
Fraktur
Perubahan
jaringan sekitar Kerusakan fragmen
tulang
Perubahan
fragmen tulang Spasme otot
Tek. Sumsum tulang lebih tinggi dari
kapiler
Deformitas
Peningkatan
tek. kapiler
Reaksi stress px
MK : GANGGUAN
MOBILITAS FISIK
Pelepasan
Melepaskan katelokamin
histamin
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.Kasus
Seorang laki-laki berusia 25 tahun dirawat di ruang Bedah
Orhtopaedic (BO) dengan keluhan nyeri hebat pada paha sebelah kiri dan kaki
kanan. Riwayat pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 6 jam yang lalu.
Hasil pengkajian: tampak bengkak pada daerah paha kiri dan pada kaki kanan
terdapat luka robek pada tibia 6 cm, tampak tonjolan tulang. Status
neurovascular pada kedua kaki: nadi distal fraktur (+) parestesi dan paralisis
(-). TTV didapatkan TD= 100/70 mmHg, N= 100 x/menit, S= 38O C.
Pemeriksaan lab : HB= 10. 2, HT= 31%, Eritrosit= 3.72, Leukosit= 11.000.
Hasil x-ray= fraktur obliq pada 1/3 bagian distal femur kiri dan fraktur cruris
segmental pada 1/3 media kanan. Terapi= ketorolac 2x1, ranitidine 2x1, dan
cefazolin 2x1 gram IV. Direncanakan pada kaki kanan dipasang skeletal traksi
dan pemasangan external fixation pada tibia.
3.2.Data umum
1. Nama : Tn. B
2. Umur : 25 thn
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : Wiraswasta
7. Alamat : Lirboyo Kota Kediri
8. No. Registrasi : 226798
9. Diagnosa medis : Fraktur
10. Tanggal MRS : 2 januari 2020 Pukul: 07.00
11. Tanggal pengkajian : 2 januari 2020 Pukul : 12.00
12. Bila pasien di IGD
13. Triage pada pukul :.......................
14. Kategori triage : P1 P2 P3
3.3.Data khusus
1. Keluhan utama (chief complaint): Nyeri
Riwayat penyakit Sekarang :
S : Severity= 9
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menurut Ahency for Health Care Polcy and Research (Data Obyektif)
A : Allergies
M : Medication
Riwayat alergi :
o ya tidak
Jelaskan : ............................................................
1. Obyektif
Keadaan umum : Baik Sedang Lemah
A. AIRWAY
Snoring Ya Tidak
Gurgling Ya Tidak
Stridor Ya Tidak
Wheezing Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
B. BREATHING
Gerakan dada Simetris Asimetris
C. CIRCULATION
Akral tangan dan kaki Hangat Dingin
D. DISABILITY/STATUS NEUROLOGI
Tingkat kesadaran :
Verbal : respon terhadap suara (sadar tapi bingung atau tidak sadar tapi
berespon terhadap suara
reflek gag
RR : 22 x/menit
Nadi : 100x/menit
MAP :……….mmHg
Infus : RL 20 tpm
Jenis Hasil
Pemeriksaan
Foto Rontgent
USG
EKG
EEG
CT-Scan
MRI
Endoscopy
Lain-lain x-ray= fraktur obliq pada 1/3 bagian distal femur kiri
dan fraktur cruris segmental pada 1/3 media kanan
V : Vital sign on scene = tampak bengkak pada daerah paha kiri dan pada kaki
kanan terdapat luka robek pada tibia 6 cm, tampak
tonjolan tulang
Contusio/memar Ya Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Grimace Ya Tidak
Mata
Midriasis Ø: mm
Miosis Ø: mm.
Hidung
Laserasi/jejas Ya Tidak
Epistaksis Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Telinga
Othorhea Ya Tidak
Cairan Ya Tidak
Luka Ya Tidak
Mulut
Luka Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Muntahan Ya Tidak
Leher
Contusio/memar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Pain/nyeri Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Thoraks :
Deformitas Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Paru – paru :
Lain-lain:...........
Lain-lain:..............
Jantung
Abdomen
Jejas Ya Tidak
Distensi Ya Tidak
Massa Ya Tidak
Peristaltik usus 20 x/menit
Mual Ya Tidak
Muntah Ya Tidak
Ekstremitas
Deformitas Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Restaint Ya Tidak
Kontraktur Ya Tidak
Parese Ya Tidak
Plegi Ya Tidak
Fraktur Ya Tidak
Crepitasi Ya, di......... Tidak
Kekuatan otot 55
22
Oedema 55
22
Kulit
Pelvis/Genetalia
Deformitas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Priapismus Ya Tidak
3 Pantangan / Alergi - -
6 Cara mengatasi
- -
masalah
c. Pola Istirahat Tidur
No Pemenuhan Istirahat Sebelum Sakit Setelah Sakit
Tidur
1 Jumlah / Waktu Pagi -
:.........................
Siang : 2 jam
Malam : 7 jam
2 Gangguan tidur - Nyeri
3 Upaya mengatasi Menciptakan lingkungan
-
masalah gangguan tidur yang nyaman
4 Hal yang mempermudah
- -
tidur
5 Hal yang mempermudah
- -
bangun
d. Pola Kebersihan diri / Personal Hygiene
Contusio/memar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
1. Nyeri akut b.d Setelah diberikan asuhan 1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan
agen cidera fisik keperawatan selama 3x24 lokasi, intensitas skala. Menandai
(fraktur/trauma) jam diharapkan nyeri dapat gejala nonverbal misalnya
berkurang dengan kriteria gelisah, takikardi, dan meringis.
hasil: 2. Dorong pengungkapan perasaan
3. berikan aktifitas hiburan
a. Pasien menunjukan
4. lakukan tindakan paliatif,
ekspresi wajah rileks
misalnya perubahan posisi,
b. Pasien dapat tidur
massase, rentang gerak pada
atau beristirahat
sendi yang sakit
secara adekuat
5. intruksikan pasien/ dorong untuk
c. Pasien menyatakan
menggunakan visualisasi atau
nyerinya berkurang
bimbingan imajinasi, relaksasi
d. Pasien tidak
progresif, teknik nafas dalam.
mengeluh kesakitan
2. Gangguan Setelah diberikan asuhan 1. kaji keterbatasan gerak sendi
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 2. kaji motivasi klien untuk
b.d kerusakan jam diharapkan nyeri dapat mempertahankan pergerakan
intergritas berkurang dengan kriteria sendi
struktur tulang hasil: 3. jelaskan alasan rasional
pemberian latihan gerak
a. menggunakan posisi 4. monitor lokasi ketidaknyamanan
duduk yang benar atau nyeri selama aktivitas
b. mempertahankan 5. lindungi pasien dari cedera
kekuatan otot selama latihan
c. mempertahankan 6. bantu klien ke posisi yang
fleksibilitas sendi optimal untuk latihan rentang
gerak
7. anjurkan klien untuk melakukan
latihan secara rutin.
3. Resiko infeksi Setelah diberikan asuhan 1. kaji tanda-tanda infeksi: suhu
b.d prosedur keperawatan selama 3x24 tubuh, nyeri, perdarahan, dan
invasif (trauma jam diharapkan nyeri dapat pemeriksaan laboratorium,
jaringan) berkurang dengan kriteria radiologi
hasil: 2. monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
a. mengenali tanda dan
3. menaikan asupan gizi yang cukup
gejala yang
dan cairan yang sesuai
mengidikasi risiko
4. pertahankan teknik asepsis pada
dalam penyebaran
pasien yang beresiko
infeksi
5. administrasikan antibiotic yang
b. mengetahui cara
sesuai
mengurangi infeksi
6. mengajarkan pasien dan keluarga
c. mengetahui aktifitas
tentang tanda dan gejala infeksi
yang dapat
dan kapan harus melapor ke
meningkatkan
penyedia layanan kesehatan
infeksi
3.7.Implementasi
No Diagnosa Implementasi Paraf
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur
disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya.
Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah
kontusio, strain, sprain dan dislokasi.
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada
jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang
langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh. Sprain
adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament
(jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi,
yang memberikan stabilitas sendi. Strain adalah bentuk cidera berupa
penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous (otot dan
tendon) sedangkan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang
dari kesatuan sendi.
4.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman
dan pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan klien dengan trauma
musculoskeletal : kontusio, sprain, strain dan dislokasi. Kami selaku penulis
sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca
agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih
DAFTAR PUSTAKA
Afroh F, Judha M, Sudarti. 2012. Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan,
Nuha Medika: Yogyakarta
Andri Andreas.Dr. 2012. Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: AGD
Dinkes Provinsi DKI Jakarta.
Brunner & Suddart. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.http://zillyannurse.blogspot.com/2011/11/askep-trauma-
muskuloskeletal.html
Depkes RI, 2005; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 23 tahun 2005
Tentang Kesehatan; Jakarta; Hal 1. Fisioterapi Indonesia; Jakarta; Hal.5.
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi
Keperawatan(Edisi 3) Jakarta: EGC.
Noor Helmi, Zairin, 2012; Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; jilid 1,Salemba
Medika, Jakarta, hal. 226-231, 534-535.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta:
EGC.