Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik,

keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang (Nurarif & Kusuma, 2013). Salah satu

fraktur yang sering terjadi yaitu fraktur basis cranii. Fraktur basis cranii adalah suatu

fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak. Fraktur ini sering kali disertai

dengan robekan pada duramater yang merekat erat pada dasar tengkorak. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya rhinorrhea dan racun eyes sign (fraktur basis

krani fossa anterior), atau othorhea dan battle sign (fraktur crani fossa media) (Kowalak,

2011).

Cedera pada susunan saraf pusat masih merrupakan penyebab utama tingginya

angka morbiditas dan mortalitas pada usia muda di seluruh dunia. Pada tahun 1998

sebanyak 148.000 orang di amerika meninggal akibat berbagai jenis cedera.Trauma

kapitis menyebabkan 50.000 kematian.Insiden rata-rata (gabungan jumlah masuk rumah

sakit dan tingkat mortalitas) adalah 95 kasus per 100.000 penduduk.Sebanyak 22% pasien

trauma kapitis meninggal akibat cederannya.Sekitar 10.000 – 20.000 kejadian medulla

spinalis setiap tahunnya (Kowalak, 2011).

Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang tengkorak merupakan kasus fraktur linear

sederhana, yang merupakan jenis yang paling umum, terutama pada anak usia dibawah 5

tahun. Fraktur tulang temporal sebanyak 15-48% dari seluruh kejadian fraktur tulang

tengkorak, dan fraktur basis crani sebesar 19-21%. Fraktur depresi antara lain

frontoparietal (75%), temporal (10%), occipital (5%), dan pada daerah-daerah lain (10%).

Sebagian besar fraktur depresi merupakan fraktur terbuka (75-90%). Insiden fraktur
tulang tengkorak rata-rata 1 dari 6.413 penduduk (0,02%), atau 42.409 orang

setiaptahunnya. Sejauh ini fraktur linear adalah jenis yang banyak, terutama pada anak

usia dibawah 5 tahun amerika serikat.

Akibat dari fraktur basis cranii akan menimbulkan beberapa masalah, salah satunya

perdarahan otak. Oleh sebab itu perawat kedaruratan harus dapat mengkaji secara adekuat

pasien fraktur basis cranii dan memulai tindakan keperawatannya. Meskipun peran

perawat dalam program pencegahan amat penting, perannya dalam mengenali dan

merawat pasien fraktur basis cranii juga tidak kalah pentingnya (Oman, 2008).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka menjadi penting untuk menyusun makalah

tentang konsep fraktur basis cranii untuk mengetahui lebih dalam tentang karakteristik

fraktur basis cranii serta bagaimana penatalaksanaan keperawatan yang tepat. Sehingga

kejadian yang tidak diinginkan seperti adanya komplikasi lebih lanjut seperti angka

kesakitan dan angka kematian akibat fraktur ini dapat dikurangi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari fraktur basis crani?
2. Apa saja klasifikasi dari fraktur basis crani ?
3. Apa saja etiologi dari fraktur basis crani ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari fraktur basis crani ?
5. Bagaimana patofisiologi dari fraktur basis crani ?
6. Bagaimana pathway dari fraktur basis crani?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari fraktur basis crani?
8. Apa saja komplikasi dari fraktur basis crani ?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang fraktur basis crani ?
10. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien fraktur basis crani?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari retinoblastoma.


2. Untuk mengetahui klasifikasi dari retinoblastoma.
3. Untuk mengetahui etiologi dari retinoblastoma.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari retinoblastoma.
5. Untuk mengetahui woc dari retinoblastoma.
6. Untuk mengetahui maninfestasi klinis dari retinoblastoma.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari retino blastoma.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari retinoblastoma.
9. Untuk mengetahui komplikasi dari retinoblastoma.
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien retinoblastoma.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Fraktur Basis Cranii

Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi

pada dasar tengkorak yang tebal. Fraktur ini sering disertai

dengan robekan ada duramater. Fraktur basis crania sering

terjadi ada 2 lokasi anatomi tertentu yaitu region temporal dan

region occipital condylar (Kowalak, 2011).

Fraktur basis crania dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fraktur fossa anterior

dan fraktur fossa posterior. Fraktur basis crania meruakan yang aling serius terjadi karena

melibatkan tulang – tulang dasar tengkorak dengan komplikasi otorrhea cairan

serebrosinal ( cerebrospinal fluid ) dan rhinorrhea (Engram, 2007).

Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan fraktur basis cranii adalah

suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang tengkorak yang biasanya terjadi karena

adanya benturan secara langsung merupakan fraktur akibat benturan langsung ada daerah

dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita) transmisi energy yang berasal dari

benturan ada wajah atau mandibula.

2.2 Klasifikasi Fraktur Basis Cranii

Menurut Kowalak (2011), fraktur basis cranii dapat diklasifikaikan sebagai berikut

:
1. Fraktur petrosa os temporal

Fraktur petrous os temporal ini meluas dari bagian skuamosa tulang temporal

terhadap piramida petrosa dengan sering keterlibatan sendi temporomandibular.

Fraktur oblik ini sering mengakibatkan gangguan pendengaran konduktif akibat

dislokasi incudostapedial. Hematotimpanum dan otorea juga sering terjadi pada

fraktur oblik. Keterlibatan saraf fasialis kurang umum daripada pada fraktur

transversal.

2. Fraktur longitudinal os temporal

Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan bagian

squamousa pada os temporal, dinding superior dari canalis acusticus externus dan

tegmen timpani. Tipe fraktur ini dapat berjalan dari salah satu bagian anterior atau

posterior menuju cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir pada fossa cranii media

dekat foramen spinosum atau pada mastoid air cells. Fraktur longitudinal

merupakan yang paling umum dari tiga suptipe (70-90%). Fraktur transversal

dimulai dari foramen magnum dan memperpanjang melalui cochlea dan labyrinth,
berakhir pada fossa cranial media (5-30%). Fraktur mixed memiliki unsur unsur

dari kedua fraktur longitudinal dan transversal

3. Fraktur transversal os temporal

Fraktur transversal tulang temporal tegak lurus terhadap sumbu panjang dari

piramida petrosa dan biasanya akibat trauma tumpul oksipital atau temporoparietal.

Fraktur ini melibatkan dari foramen magnum melalui fosa posterior, melalui

pyramid petrosa, termasuk kapsul otik dan ke dalam fosa kranial tengah. Kapsul

otik dan kanalis auditorius internal sering terlibat juga.

4. Fraktur condylar os oksipital

Fraktur condylar os oksipital dengan garis fraktur meluas di hampir segala arah di

bagian basal tengkorak mungkin dapat dilihat. Akhir-akhir ini, juga terdapat

peningkatan tren untuk menggolongkan fraktur tulang temporal menjadi

perenggangan kapsul otik (otic capsule sparing/OCS) dan kerusakan kapsul otik

(otic capsule disrupting/OCD), yang menunjukkan korelasi lebih baik terhadap

sekuel klinis (Ho dan Makishima, 2010). Fraktur OCS lebih sering terjadi (>90%)

daripada OCD, dan OCD berkaitan dengan tingginya insidensi cedera saraf fasialis
(30-50%), SNHL, dan kebocoran cairan serebrospinal (2-4 kali lebih tinggi

daripada OCS).

2.3 Etiologi Fraktur Basis Cranii

Menurut Kowalak (2011), Etologi fraktur basis cranii dapat meliputi :

1. Kecelakaan kendaraan atau transportasi.

2. Kecelakaan terjatuh.

3. Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga.

4. Kejahatan dan tindak kekerasan.

2.4 Manisfestasi Klinis Fraktur Basis Cranii

Menurut Engram (2007), Tanda dan Gejala fraktur basis cranii berdasarkan

klasifikasi sebagai berikut :

1. Fraktur petrous os temporal

a. Otorrhea

b. Battle sign (Memar pada mastoids)

c. Rhinorrhea

d. Raccoon eyes (Memar di sekitar palpebral)

e. Kehilangan kesadaran dan GCS dapat bervariasi tergantung pada kondisi

patologis intracranial

2. Fraktur longitudinal os temporal

Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang pendengaran

dan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang berangsung lebih dari 6 –

7 minggu. Tuli sementara yang akan baik kembali dalam waktu kurang dari 6-7

minggu disebabkan karena hemotympanum dan oedema mukosa di fossa tmpany.


Facial palsy, nygtagmus, dan facial numbness adalah akibat sekunder dari

keterlibatan nervus cranialis V, VI, VII.

3. Fraktur tranversal os temporal

Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan lairin, sehingga

menyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran permanen

(permanent neural hearing loss)

4. Fraktur condylar os oksipital

Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan serius.Sebagian

besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital, terutama dengan tipe III, berada

dalam keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang serviklis.Pasien ini juga

memperlihatkan cedera lower cranial nerve dan hemiplegia atau guadriplegia.

2.5 Patofisiologi Fraktur Basis Cranii

Fraktur basis crani merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah-daerah

dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbital), tansmisi energy yang berasal dari

benturan pada wajah atau mandubula, atau efek “remote” dai benturan pada kepala

(“gelombang tekanan”) yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk

tengkorak) (Corwin, 2009).

Tipe dari fraktur basis crani yang parah adalah jenis ring fracture, karena area ini

mengelilingi foramen magnum, apertura didasar tengkorak dimana spinal cord lewat.

Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera batang otak. Ring

fracture in komplit lebih sering dijumai. Kematian biasannya terjadi seketika kamu cedera
batan otak disertai denan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada dasar

tengkorak (Corwin, 2009).

Fraktur basis crani telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk benturan

dari arah mandibular atau wajah dan kubah tengkorak, atau akiat beban inersia pada

kepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya baban inersia, misalnya, ketika

dada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak akibat mengalami benturan

dengan sebuah objek misalnya pagar. Kemudian secara tiba – tiba mengalami percepaatan

gerakan namun pada area medulla oblongata mengalami tahanan oleh foramen magnum,

beban inersia tersebut kemudian menyebabkan ring fracture. Ring fracture juga dapat

terjadi akibat paksa ruda paksa pada benturan tipe vertical, arah benturan dari inferior

diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari ara superior kemudian

diteruskan kearah acciput atau mandibular.


2.6 Pathway
Kecelakaan
kendaraan/transportasi Kecelakaan terjatuh Kecelakaan olahraga Kejahatan/tindak kekerasan

Fraktur Basis Cranii

Fraktur Petrosa os Fraktur Longitudinal Fraktur Transversal os Fraktur Condylar os


Temporal os temporal temporal temporal

Menembus kulit kepala

Tulang tengkorak

B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Keadaan stasioner Bradikardi Kekuatan dari coup Asupan cairan Meningen Aliran
Patah Tersisa Darah
Jaringan kranial Hipotensi Otak
tulang Kerusakan Jumlah urin menurun
tengkorak Mendorong otak meatus
Dekat tempat Penurunan Turgor kulit Menunjukkan
acusticus
benturan curah jantung lubang Sianosis
Rhinorhoe Menghantarkan
isi tengkorak Gangguan
Kusmaul Ottorhoe TIK Otot
Gangguan Edema pupil Eliminasi Urine
penglihatan Benturan
Sesak TIK Mual/muntah Hemiparase
Cedera sekunder Ketidakefektifan
Ketidakefektifan Gangguan Rasa Perfusi Jaringan Kekurangan Intoleransi
pola napas Nyaman (Nyeri) Kesadaran Otak Volume Cairan Aktivitas
2.7 Penatalaksanaan Fraktur Basis Cranii

2.7.1 Medis (Kowalak, 2011)

1. ABC

a. Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan

posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube atau

nasopharyngeal tube.

b. Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu pernafasan

misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask Nonrebreating,

Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.

c. Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5

kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi

antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam

darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan

perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa

dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.

2. Medikasi

No Nama Obat Dosis Keterangan

1 Diuretik osmotik Dosisnya 0,5-1 g/kgBB, Untuk mencegah rebound

(manitol 20%) diberikan dalam 30 menit.

Pemberian diulang setelah

6 jam dengan dosis 0,25-

0,5/kgBB dalam 30 menit


2 Loop diuretic Dosisnya 40 mg/hari IV Pemberiannya bersama

(furosemid) manitol, karena

mempunyai efek sinergis

dan memperpanjang efek

osmotik serum mannitol

3 Diazepam Dosisnya 10 mg IV dan Diberikan bila ada kejang

bisa diulang sampai 3 kali

bila masih kejang

4. Analgetik Dosisnya 325 atau 500 mg Untuk mengurangi

(asetaminofen) setiap 3 atau 4 jam, 650 mg demam serta mengatasi

setiap 4-6 jam, 1000 mg nyeri ringan sampai

setiap 6 sedang akibat sakit

kepala

5. Analgetik 30-60 mg, tiap 4-6 jam Untuk mengobati nyeri

(kodein) sesuai kebutuh ringan atau cukup parah

6. Antikonvulsan Dosisnya 200 hingga 500 Untuk mencegah

(fenitoin) mg perhati serangan epilepsi

7. Profilaksis Biasanya digunakan Tindakan yang sangat

antibiotic setelah 24 jam pertama, penting sebagai usaha

lalu 2 jam pertama, dan 4 untuk mencegah

jam berikutnya terjadinya infeksi pasca

operasi
3. Pembedahan

Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil fragmen

fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil benda asing dan

jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak lebih lanjut akibat

fraktur dapat dikurangi.

4. Imobilisasi

Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan

servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk

leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat

memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada cedera kepala.

Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.

2.7.2 Keperawatan (Kowalak, 2011)

1. Pengendalian tekanan IntraCranial

Mannitol efektif untuk mengurangi odema serebral dan TIK. Selain karena efek

osmotic, mannitol juga dapat mengurangi TIK dengan meningkatkan arus

microcirculatory otak dan pengiriman oksigen. Efek pemberian bolus mannitol

tampaknya sama selama rentang 0,25 sampai 1,0 g/kg.

2. Mengontrol tekanan perfusi otak

Tekanan perfusi otak harus dipertahankan antara 60 dan 70 mmHg, baik dengan

mengurangi TIK atau dengan meninggikan MAP. Rehidrasi secara adekuat dan

mendukung kardiovaskuler dengan vasopressors dan inotropic untuk meningkatkan

MAP dan mempertahankan tekanan perfusi otak >70 mmHg.

3. Mengontrol hematocrit
Aliran darah otak dipengaruhi oleh hematocrit. Viskositas darah meningkat

sebanding dengan semakin meningkatnya hematocrit dan tingkat optimal sekitar

35%. Aliran darah otak berkurang jika hematocrit meningkat dari 50% dan

meningkat dengan tingkat hematocrit di bawah 30.

4. Pengaturan suhu

Demam dapat mempercepat deficit neurologis yang ada dan dapat memperburuk

kondisi pasien. Metabolisme otak akan oksigen meningkat sebesar 6-9% maka

harus diterapi karena akan memperburuk iskemik otak.

5. Kontrol cairan

NaCl 0,9% dengan osmolaritas 308 mosm/I, telah menjadi kristaloid pilihan dalam

manajemen dari cedera otak. Resusitasi dengan 0,9% saline membutuhkan 4 kali

volume darah yang hilang untuk memulihkan parameter hemodinamik

6. Posisi kepala

Menaikkan posisi kepala dengan sudut 15-30° dapat menurunkan TIK

danmeningkatkan venous return ke jantung.

2.8 Komplikasi Fraktur Basis Cranii

Menurut Kowalak (2011), Komplikasi utama dari fraktur basis cranii yaitu :

1. Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK)

2. Perdarahan

3. Kejang

4. Infeksi (trauma terbuka)

5. Depresi pernapasan dan gagal napas

6. Paralisis otot-otot fasialis dan rantai tulang-tulang pendengaran


7. Pasien dengan fraktur tulang tengkorak bisa terjadi bocornya cairan

serebrospinal (CSS) dari hidung (renorea) atau telinga (otorea) dan

menyebabkan meningitis.

8. Sindrom vernet atau sindrom foramen jugular adalah fraktur basis cranii yang

terkait dengan gangguan nervus IX, X, dan XI.

9. Sindrom Collet-Sicard adalah fraktur condyler occipital yang banyak

berdampak terhadap nervus IX, X, dan XII.

2.9 Pemeriksaan Penunjang Fraktur Basis Cranii

Menurut Kowalak (2011), pemeriksaan penunjang fraktur basis cranii yaitu :

1. Pemeriksaan laboratorium yang dilakuakan yaitu pemeriksaan neurologis

lengkap, pemeriksaan darah rutin, dan pemberian tetanus toxoid

2. CT Scan menunjukkan perdarahan intrakranial akibat ruptur pembuluh darah

dan pembengkakan. CT Scan juga membantu untuk penilaian fraktur condylar

occipital, tetapi biasanya rekonstruksi tiga dimensi tidak diperlukan.

3. MRI menunjukkan kecurigaan adanya cedera ligamentum dan vaskular. MRI

juga memberikan pencitraan jaringan lunak yang lebih baik.

4. X-ray posisi AP, lateral, Towne’s view dan tangensial terhadap bagian yang

mengalami benturan untuk menunjukkan suatu fraktur depresi Sinar x kepala

dan servikal untuk mendeteksi lokasi dan parahnya fraktur.

5. Pungsi lumbal meningitis bila pasien memperlihatkan tanda-tanda iritasi

meningeal (demam, rigiditas nukal, kejang). Pungsi lumbal merupakan

kontraindikasi jika terdapat lesi yang luas.


2.10 Akep Teori

2.10.1 Pengkajian

Identitas

Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar daripada
risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15 hingga 24 tahun,
dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.

2.10.2 Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi, adanya
akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya.

2.10.3 Pemeriksaan Primer

1. Airway management/penatalaksanaan jalan napas:


a. Kaji obstruksi dengan menggunakan tangan dan mengangkat dagu (pada pasien
tidak sadar).
b. Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal (pada pasien
tidak sadar).
c. Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis.
d. Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi intratrakeal).
e. Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi).
2. Breathing/pernapasan:
a. Kaji pemberian O2.
b. Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara (simetris)/pergerakan dinding dada
(simetris)/posisi trakea.
c. Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi.
3. Circulation/sirkulasi:
a. Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi apeks/JVP/bunyi
jantung/bukti hilangnya darah.
b. Kaji darah untuk cross match, DPL, dan ureum + elektrolit.
c. Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.

2.10.4 Pemeriksaan Sekunder

1. Penampilan atau keadaan umum


Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.
2. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15.
3. Tanda-Tanda Vital
Suhu Tubuh : Biasanya meningkat saat terjadi benturan (Normalnya 36,5-
37,5°C)
Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan tekanan darah
sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70-120/80 mmHg)
Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan TIK
meningkat (Normalnya 60-100 x/menit)
RR : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-22)
4. Pemeriksaan Nervus Cranial
a. Nervus I : Penurunan daya penciuman.
b. Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
karena edema pupil.
c. Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
d. Nervus V : Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi daerah dahi.
e. Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada
2/3 anterior lidah.
f. Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
g. Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan.
h. Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartia.
5. Pemeriksaan Head to Toe
a. Pemeriksaan Kepala
Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, ada
deformitas, ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala)
Palpasi (ada nyeri tekan, ada robekan)
Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada skuama, ada
kemerahan)
Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri, keadaan
simetris, tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)
Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe, ada uban)
Palpasi (rambut mudah rontok)
Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih, pupil anisokor,
reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi terhadap rangsangan cahaya,
gerakan mata tidak normal, banyak sekret) Palpasi (bola mata normal, tidak
ada nyeri tekan)
Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan serebrospinal keluar
dari hidung), ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi septum)
Palpasi sinus (ada nyeri tekan)
Telinga : Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran tidak baik, ada otorrhoe
(cairan serebrospinal keluar dari telinga), battle sign (warna biru atau
ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid), dan memotipanum
(perdarahan di daerah membrane timpani telinga)) Palpasi (tidak ada lipatan,
ada nyeri)
Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis, membran mukosa
kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah bersih, gigi tidak bersih, gigi
atas dan bawah tanggal 3/2, tidak goyang, faring tidak ada pembekakan, tonsil
ukuran normal, uvula simetris, mual-muntah) Palpasi (tidak ada lesi, lidah
tidak ada massa)
Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp, tidak
ada pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal, tidak ditemukan kaku
kuduk)
b. Pemeriksaan Dada dan Thorak
 Paru-paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk, nafas dada
cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi nafas <16 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada kedua paru.
Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.
 Jantung :
Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan, denyut nadi
Bradikardia
Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri,
batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior kanan
Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama nafas
tidak teratur, tekanan darah menurun
c. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan normal
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak teraba,
limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada nyeri pada
Titik Mc. Burney.
Perkusi : Tidak ada cairan atau udara suara redup
d. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan
e. Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan otot, adanya
sianosis
Palpasi : Turgor buruk, kulit kering
6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri.
b. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
c. Pungsi lumbal untuk memastikan adanya meningitis bila pasien memperlihatkan
tanda-tanda iritasi meningeal (demam, rigiditas nukal, kejang).
d. X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang..
e. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
f. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial.
g. Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.

2.11 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d cedera sekunder.


2. Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis (mis. Fraktur basis cranii).
3. Kekurangan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi.
4. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d agen cedera fisik.
6. Gangguan eliminasi urine b.d penyebab multipel.
7. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2.12 Intervensi Keperawatan

Diagnose Rencana keperawatan


No
keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan Tujuan: Manajemen Edema Serebral
otak b.d cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital
sekunder keperawatan selama 2x24 2. Monitor adanya
diharapkan aliran darah kebingungan, perubahan
melalui pembuluh darah pikiran, keluhan pusing,
otak untuk mempertahankan pinsan
fungsi otak tercukupi 3. Monitor status neurologi
Dengan KH: dengan ketat dan bandingkan
1. Tekaran intracranial dengan nilai normal
dalam kisaran normal 4. Monitor karakteristik cairan
2. Tekanan darah sistolik serebrospinal : warna,
dalam kisaran normal kejernihan, konsistensi
3. Tekanan darah diastolic 5. Monitor TIK
dalam kisaran normal 6. Posisikan tinggi kepala
4. Tidak ada sakit kepala tempat tidur 30 derajat atau
5. Tidak ada penurunan lebih
tingkat kesadaran 7. Batasi cairan
8. Dorong keluarga/orang yang
penting untuk bicara pada
pasien
9. Kolaborasi pemberian obat
2 Ketidakefektifan Tujuan: Manajemen jalan napas
pola napas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. O : Observasi TTV
gangguan keperawatan selama 2x24 2. O : Monitar aliran oksigen
neurologis (mis., diharapkan pola napas 3. N : Buka jalan napas dengan
trauma kepala) kembali efektif tekhnik chin lift atau jaw
Dengan KH: thrust
1. Kedalaman inspirasi 4. N : Posisikan pasien untuk
dalam kisaran normal memaksimalkan ventilasi
(RR : 16-24 x/menit) 5. N : Masukkan alat
2. Kepatenan jalan napas nasoparyngeal airway atau
dalam kisaran normal, oropharyngeal airway
klien tidak merasa 6. E : Informasikan pada pasien
tercekik, tidak ada suara dan keluarga tentang teknik
nafas abnormal relaksasi untuk memperbaiki
3. Frekuensi dan irama pola nafas
pernapasan dalam 7. C : Kolaborasi dengan dokter
keadaan normal dalam pemberian terapi obat
dan pemberian oksigen
3 Kekurangan Tujuan: Manajemen cairan
volume cairan b.d Setelah dilakukan tindakan 1. O : Obsersavi TTV
gangguan keperawatan selama 1x24 2. O : Monitor status hidrasi
mekanisme regulasi jam diharapkan kekurangan (mis., membrane mukosa
volume cairan teratasi. lembab denyut nadi adekuat,
Dengan KH: dan tekanan darah ortostatik)
1. Mempertahankan urine 3. N : Berikan cairan IV
output sesuai dengan usia 4. N : Pertahankan catatan
dan BB intake dan output yang akurat
2. Tidak ada tanda-tanda 5. E : Dorong pasien dan
dehidrasi, elastisitas keluarga untuk menambah
turgor kulit baik, intake oral misalnya minum
membran mukosa 6. C : Kolaborasi pemberian
lembab, tidak rasa haus cairan IV
yang berlebihan
3. TTV dalam batas normal
4 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung
jantung b.d keperawatan selama …. 1. O : Monitor EKG, adakah
perubahan segmen ST
perubahan diharapkan penurunan curah 2. O : Monitor TTV
frekuensi jantung jantung teratasi 3. N : Atur periode latihan dan
Dengan KH: istirahat untuk menghindari
1. Tekanan darah sistol kelelahan
dan diastol dalam 4. N : Evaluasi adanya nyeri
kisaran normal (110/70- dada
120/80 mmHg) 5. O : Anjurkan untuk
2. Denyut nadi perifer menurunkan stress
dalam kisaran normal 6. C : Kolaborasi untuk
(60-100 x/menit) menyediakan terapi
3. Denyut jantung apikal antiaritmia sesuai kebijakan
dalam kisaran normal unit (mis., obat antiaritmia,
(16-24 x/menit) kardioversi, atau defibrilasi)
4. Tidak ada penurunan
kesadaran
5 Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
nyaman nyeri b.d keperawatan selama …. 1. O : Lakukan pengkajian nyeri
gejala terkait Diharapkan rasa nyaman secara komprehensif
penyakit kembali 2. N : Tingkatkan istirahat
Dengan KH: 3. N : Kontrol lingkungan yang
1. Mengontrol nyeri dapat mempengaruhi nyeri
(mengetahui penyebab seperti suhu ruangan,
nyeri, mengetahui cara pencahayaan, dan kebisingan
mengurangi nyeri) 4. E : Ajarkan tentang teknik
2. Rasa nyaman tidak non farmakologi
terganggu 5. C : Kolaborasi dengan dokter
3. Mengontrol gejala nyeri pemberian analgetik
6 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Irigasi kandung kemih
eliminasi urine b.d keperawatan selama …. 1. O : Lakukan penilaian kemih
penyebab multipel diharapkan gangguan yang komprehensif
eliminasi urine teratasi
Dengan KH: 2. N : Siapkan peralatan irigasi
1. Jumlah urin tidak yang steril, dan pertahankan
terganggu tekhnik steril setiap kali
2. Warna urin tidak tindakan
terganggu 3. N : Bersihkan sambungan
3. Tidak ada darah dalam kateter atau ujung Y dengan
urin kapas alcohol
4. Intake cairan dalam 4. N : Catat jumlah cairan yang
rentang normal digunakan, karakteristik
cairan, jumlah cairan yang
keluar
5. E : Ajarkan pasien atau
keluarga untuk mencatat urin
6. C : Kolaborasi dengan dokter
dengan penberian obat
7 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Terapi aktivitas
b.d keperawatan selama …. 1. O : Monitor respon fisik,
ketidakseimbangan diharapkan intoleransi emosi, social dan spiritual
antara suplai dan aktivitas teratasi 2. N : Bantu klien untuk
kebutuhan oksigen Dengan KH: mengidentifikasi aktivitas
1. Berpartisipasi dalam yang mampu dilakukan
aktivitas fisik tanpa 3. E : Bantu pasien dan keluarga
disertai peningkatan ttv untuk mengidentifikasi
2. Hemoglobin, hematocrit, kekurangan dalam
glukosa darah, serum beraktivitas
elektrolit darah tidak 4. C : Kolaborasi dengan Tenaga
terganggu Rehabilitasi Medik dalam
3. Mampu melakukan merencanakan program terapi
aktivitas sehari-hari yang tepat
secara mendiri
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS

Tanggal MRS : 29 Desember 2019 Jam Masuk :18.00 WIB


Tanggal Pengkajian : 29 Desember 2019 No. RM :513879
Jam Pengkajian : 18.00 WIB Diagnosa Masuk : Fraktur Basis Cranii
IDENTITAS

1. Nama Pasien: Tn. S Penanggung jawab Biaya


2. Umur : 43 tahun Nama : Tn. K
1. Suku/ Bangsa: Jawa / Indonesia Alamat : Ds. Pagersari, Kalidawir, T. Agung
2. Agama : Islam
3. Pendidikan : SMP
4. Pekerjaan : Swasta
5. Alamat : Ds. Pagersari, Kalidawir, Kab. T. Agung

2.13 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. KeluhanUtama ( Alasan MRS ) :
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan kepalanya terasa berat
b. Saat Pengkajian
Pasien mengatakan kepalanya terasa berat dan tak ingat kejadian yang menimpanya.
Kelopak mata sebelah kiri bengkak
2. Riwayat Penyakit Sekarang → Kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal
hingga di bawa ke RS secara lengkap :
Pada tanggal 29 Desember 2019 jam 18.00 WIB pasien dibawa ke IGD RSUD Iskak

diantar penolong dengan keluhan ditabrak montor 1 jam yang lalu. Pasien jalan kaki

kemudian ditabrak dari belakang, sesaat setelah kejadian pasien tak sadar dan segera

dibawa ke IGD, menurut keluarganya pasien tidak sadar saat perjalanan ke IGD,

muntah (-), mual (+), keluar darah dari hidung (-), keluar darah dari telinga (-), kejang

(-),Battle sign (Memar pada mastoids) kemudian sesaat setelah tiba di IGD pasien

25
sadar. Pasien tak ingat kejadian apa yang menimpanya, pasien mengaku kepala terasa

berat, kelopak mata sebelah kiri bengkak.Pasien juga nampak sesak. Dari pemeriksaan

fisik didapatkan hasil k/u lemah, GCS 346, T : 150/90, S : 36,3 C, RR : 28x/mnt, N :

90x/mnt. Hasil CT Scan : Fraktur Basis Cranii os maxillaris/zygomacus pars orbitalis

sinistra.

(PQRST untuk pasien dengan keluhan nyeri) :

a. P = Provoking atau Paliatif


Terjatuh
b. Q = Quality
Nyeri seperti ditimpa beban berat.
c. R = Regio
Kepala
d. S = Severity
Skala 6
e. T = Time
Terus – menerus.
Menurut Skala Intensitas Numerik

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Menurut Wong Baker

MenurutAhency for Health Care Polcy and Research


No IntensitasNyeri Diskripsi

1 Tidak Nyeri
 Pasien mengatakan tidak nyeri

2  Pasien mengatakan sedikit nyeri atau ringan


 Nyeri Ringan
 Pasien nampak gelisah

26
 Pasien mengatakan nyeri masih bias ditahan / sedang
3
 Nyeri Sedang  Pasien Nampak gelisah
 Pasien mampu sedikit berpartisipasi dalam keperawatan

 Pasienmengatakannyeritidakdapatditahan / berat
4  Nyeri Berat
 Pasien sangat gelisah
 Fungsi mobilitas dan perilaku pasien berubah

 Pasien mengataan nyeri tidak tertahankan / sangat berat


5
 Nyeri Sangat Berat  Perubahan ADL yang mencolok ( Ketergantungan ), putus
asa
2.14 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

1. Pernah dirawat : ya tidak Kapan : - Diagnosa : -


2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak jenis : -
Riwayat kontrol :-
Riwayat penggunaan obat : -
3. Riwayat alergi : ya tidak Jenis : -
4. Riwayat operasi: : ya tidak Kapan : -
2.15 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Ya Jenis penyakit : -
 Tidak
2.16 OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Tanda tanda vital


S : 36,3 c N : 82x/m
TD : 150/90 mmHgRR : 28x/m
BB : 60 kg TB :
Kesadaran : Compos Mentis Apatis Somnolen Sopor Koma
MasalahKeperawatan : Tidak muncul masalah keperawatan
2. Keadaan Umum
Lemah
3. SistemPernafasan
Inspeksi
a. Keluhan :  Sesak Nyeriwaktu nafas
Batuk : Produktif Kering Darah

27
Sekret : - Konsistensi : -
Warna : - Bau : -
b. Irama nafas : Teratur  Tidak teratur
c. Pola : Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes
d. Bentukdada :SimetrisAsimetris
e. Bentuk thorax :Normal chest Pigeon chest
Funnel chest Barrel chest
f. RetraksiIntercosta: Ya Tidak
g. Retraksi Suprasternal : Ya  Tidak
h. Pernafasan cuping hidung :  Ya Tidak
i. Alat bantu napas : Ya Tidak
Jenis : - Flow.....................lpm
Palpasi
Pemeriksaan taktil / vokal fremitus : Getaran antara kanan dan kiri teraba ( sama / tidak sama
), lebih bergetar pada sisi.......................................................................
Perkusi
Area paru : ( sonor / hipersonor / dulness )
Auskultasi
Suara nafas :
Area Vesikuler : Bersih Halus Kasar
Area Brochial : Bersih Halus Kasar
Area Bronkovesikuler : Bersih Halus Kasar
Suara tambahan :
Crakles Rochi Wheezing Pleural Friction rub
Lain-lain :
Masalah Keperawatan : Tidak muncul masalah keperawatan
4. Sistem Kardio vaskuler
Inspeksi
Ictus Cordis( + / - ), pelebaran.......................cm
Palpasi
Pulsasi pada dinding thorax teraba( Lemah / Kuat / Tidakteraba )
Perkusi
Batas – batas jantung normal adalah :
Batas atas : ICS II (N = ICS II)

28
Batas bawah : ICS V (N = ICS V)
Batas Kiri : ICS V Mid clavikula Sinistra(N = ICS V Mid clavikula Sinistra)
Batas Kanan : ICS IV Mid sternalis Dextra (N = ICS IV Mid sternalis Dextra)
Auskultasi
BJ I terdengar ( tunggal / ganda ), Keras / lemah ), (reguler / irreguler )
BJ II terdengar ( tunggal / ganda ), Keras / lemah ), (reguler / irreguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( + / - ), Gallop Rhythm ( + / - ), Murmur ( + / - )

Keluhan lain terkait dengan jantung :


a. Keluhan nyeri dada : Ya  Tidak
b. Irama jantung : Reguler Ireguler
S1/S2 tunggal : Ya Tidak
c. CRT :<2detik
d. Akral : Hangat Panas Dingin Kering Basah
e. JVP : Normal Meningkat Menurun
f. Clubbing Finger :-
h. Lain-lain : -
Masalah Keperawatan : Tidak muncul masalah keperawatan
5. Sistem Persyarafan
a. GCS (Glasgow Coma Scale)
Eye (Buka mata) : 3
Verbal : 5
Motorik : 6
b. Refleks fisiologis : Patella Triceps Biceps
c. Refleks patologis : Babinsky Budzinsky Kernig
d. Keluhan pusing :  Ya Tidak
e. Pupil : Isokor Anisokor
Diameter 3 mm
f. Sclera/Konjunctiva : Anemis Ikterus
g. Gangguan pandangan: Ya  Tidak
Jelaskan : Brill hematom orbita
h. Gangguan pendengaran ya : Ya  Tidak
Jelaskan……....................................
i. Gangguan penciuman : YaTidak

29
Jelaskan……...................................
j. Kaku kuduk : Ya Tidak
k. Kejang : YaTidak
l. Mual : YaTidak
m. Muntah : Ya Tidak
n. Nyerikepala : Ya Tidak
MasalahKeperawatan :Nyerikepala

6. Sistem perkemihan
a. Kebersihan :  Bersih Kotor
b. KeluhanKencing : Nokturi Inkontinensia Gross hematuri Poliuria
DisuriaOliguria Retensi Hesistensi Anuria
c. Produksi urine :800 ml/hari Warna : kuning Bau : khas urine
d. Kandung kemih : Membesar Ya Tidak
Nyeri tekanYa Tidak
e. Intake cairan oral :600 cc/hari parenteral : 1500 cc/hari
f. Alat bantu : Kateter YaTidak
Jenis : - Sejak tanggal : -
Lain-lain : -
Masalah Keperawatan : Tidak muncul masalah keperawatan
7. Sistem pencernaan
a. Mulut : Bersih Kotor Berbau
b. Mukosa : Lembab Kering Stomatitis
c. Tenggorokan: Sakit menelan Kesulitan menelan
Pembesaran tonsil Nyeri tekan
d. Abdomen : Tegang Kembung Ascites
Nyeri tekan : Ya  Tidak
Luka operasi : Ada  Tidak Tanggal operasi : -
Jenis operasi : - Lokasi : -
Keadaan :Drain Ada Tidak
Jumlah : - Warna : -
Kondisi area sekitar insersi : -
e. Peristaltik : 20 x/menit
f. BAB : 1x/hari Terakhir tanggal : 16 juni 2019
30
Konsistensi : Keras Lunak Cair Lendir/darah
g. Diet : Padat  Lunak Cair
h. Nafsu makan :  Baik Menurun Frekuensi:......................x/hari
i. Porsi makan : Habis Tidak Keterangan : ............................
Lain-lain:
Masalah Keperawatan :Tidak muncul masalah keperawatan

8. Sistem muskulo skeletal dan integumen


a. Pergerakan sendi :  Bebas Terbatas
b. Kekuatan otot : 5 5
5 5
c. Kelainan ekstremitas : Ya  Tidak
d. Kelainan tulang belakang : Ya Tidak
e. Fraktur :  Ya Tidak
f. Traksi / spalk /gips : Ya Tidak
g. Kompartemen syndrome : Ya Tidak
h. Kulit : Ikterik Sianosis Kemerahan Hiperpigmentasi
i. Turgor : Baik Kurang Jelek
j. Luka : Jenis : - luas : -
Bersih Kotor
k. Oedem : - -
- -
Lain-lain:
Masalah Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik
9. Sistem Endokrin
Pembesaran kelenjat tyroid : Ya  Tidak
Pembesaran Kelenjar getah bening : Ya Tidak
Hipoglikemia : YaTidak
Hiperglikemia : YaTidak
Luka gangren : Ya Tidak
Lain-lain:
Masalah Keperawatan : Tidak muncul masalah keperawatan
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
31
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya
 cobaan Tuhan hukuman lainnya
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
 murung/diam gelisah tegangmarah/menangis
c. Reaksi saat interaksi : Kooperatif Tidak kooperatif Curiga
d. Gangguan konsep diri : Ya Tidak
Lain-lain: -
Masalah Keperawatan : Tidak muncul masalah keperawatan
POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN
a. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
No Pemenuhan Makan Sebelum Sakit Setelah Sakit

dan Minum

1 Jumlah / Waktu Pagi Pagi

Makan: 1 porsi Makan: 1 porsi

Minum: 2 gelas Minum: 1 gelas

Siang Siang

Makan: 1 porsi Makan: 1 porsi

Minum: 3 gelas Minum: 2 gelas

Malam Malam

Makan: 1 porsi Makan: 1 porsi

Minum: 3 gelas Minum: 2 gelas

2 Jenis Nasi : putih Nasi : bubur

Lauk : telur, tempe Lauk : ayam

Sayur : bayam Sayur : kangkung

Minum : air putih Minum/Infus : air putih /

nacl 0,9 %

- -
3 Pantangan / Alergi

32
4 Kesulitan makan dan
- -
minum

5 Usaha untuk
- -
mengatasi masalah

b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Sebelum Sakit Setelah Sakit

Eliminasi BAB /

BAK

1 Jumlah / Waktu Pagi Pagi

BAK: 2x BAK: 1x

BAB: 1x BAB: 1x

Siang Siang

BAK: 2x BAK: 2x

BAB: - BAB: -

Malam Malam

BAK: 2x BAK: 1x

BAB: - BAB : -

2 Warna BAK : kuningjernih BAK : kuning jernih

BAB : warnakhas BAB BAB : warna khas BAB

3 Bau BAK : baukhasurin BAK : baukhasurin

BAB : baukhas BAB BAB : baukhas BAB

4 Konsistensi BAK : cair BAK : cair

BAB : lunak BAB : lunak

5 Masalah eliminasi - -

33
6 Cara mengatasi
- -
masalah

c. Pola Istirahat Tidur


No Pemenuhan Istirahat Sebelum Sakit Setelah Sakit

Tidur

1 Jumlah / Waktu Pagi :......................... Pagi : 3 jam

Siang : 2 jam Siang : 2 jam

Malam : 7 jam Malam : 4 jam

2 Gangguan tidur - -

3 Upaya mengatasi masalah Menciptakan

gangguan tidur - lingkungan yang

nyaman

4 Hal yang mempermudah


- -
tidur

5 Hal yang mempermudah


- -
bangun

d. Pola Kebersihan diri / Personal Hygiene


No Pemenuhan Personal Sebelum Sakit Setelah Sakit

Hygiene

1 Frekuensi mencuci rambut 3 hari sekali -

2 Frekuensi Mandi 2x / hari 2 hari sekali

3 Frekuensi Gosok gigi 2x / hari -

4 Memotong kuku Seminggu sekali -

5 Ganti pakaian 2x / hari 1x hari

34
e. Merokok ya  tidak
f. Alkohol ya  tidak
Masalah Keperawatan :...............................................................................
2.16.1 PENGKAJIAN SPIRITUAL

Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit : sering  kadang- kadang tidak pernah
b. Selama sakit : sering kadang- kadang tidak pernah
Masalah Keperawatan : Tidak muncul masalah keperawatan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM : 29 Desember 2019
A. Darah Lengkap
Leukosit : 6,19 ( N : 3.500 - 10.000 L )
Eritrosit : 4,02 ( N : 1,2 juta - 1,5 juta )
Hemoglobin: 12,6 ( N : 11,0 – 16,3 gr / dl )
Hematrokit: 35,5 ( N : 35,0 – 50 gr / dl )

B. Kimia Darah
Creatinin : 10 ( N : 07 – 1,5 mg / dl )
SGOT :24 ( N : 2 – 17 )
SGPT :13 ( N : 3 – 19 )
BUN :22 ( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
HbA1c : 6,4 %
MCV : 88,3
MCH : 31,3
MCHC : 35,5
RDW – SD : 41,2
RDW – CV : 12,7
C. Analisa elektrolit
Natrium : 139 ( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium : 3,3 ( N : 3,5 – 5,0 mml / l )
Clorida : 105 ( N : 98 – 106 mmol / l )
Cholesterol : 203 mg/dl
Trigliceride : 239 mg/dl
35
PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG LAIN :18 juni 2019
Jenis pemeriksaan Hasil
Foto Rontgent
USG
EKG
EEG
CT- Scan Fraktur Basis Cranii os maxillaris/zygomacus pars
orbitalis sinistra.

MRI
Endoscopy
Lain – lain

TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN : 29 Desember 2019


Nama Obat Dosis
Inf. RL 20 tpm
Novalgin 3x1
Inj. Cefotaksim 3x1
Inj ATS 1500iu

DAFTAR PRIORITAS MASALAH


1. Nyeri kepala
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Gangguan komunikasi verbal

36
37
ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS: Kecelakaan Ketidakefektifan

- Px mengatakan pusing dan Perfusi Jaringan

kepaka terasa berat Fraktur basis cranii Otak

- Keluarga Px mengatakan Px

tidak sadarkan diri saat Fraktur


Petrosa Temporal
dibawa ke IGD

- Px tidak mengingat kejadian


Cidera Sekunder
yang baru menimpanya

DO:

- K/U lemah

- Mual

- Battle Sign

- Kelopak mata kiri bengkak

-GCS : 345

- TD : 150/90 Mmhg

-N : 90x/mnt

-S : 36,3 ̊C

RR : 28x/mnt

-PQRST nyeri

P : Fraktur basis crani

Q : nyeri seperti ditimpa benda

berat

38
R : kepala

S :skala 6

T :terus – menerus

- Hasil CT Scan : Fraktur Basis

Cranii maxillaris/zygomacus

pars orbitalis sinistra.

2. DS : Fraktur basis crani Ketidakefektifan

- Keluarga mengatakan nafas Pola Nafas

Px nampak sesak Keadaan stasioner

DO : Jaringan kranial

- TD : 150/90 Mmhg

-N : 90x/mnt Sesakk

-S : 36,3 ̊C

- RR : 28 x/mnt

- Klien nampak sesak

- Pernafasan dangkal

39
3. Ds : Fraktur Nyeri Kepala
Petrosa Temporal
- Pasien mengatakan kepala nya

terasa berat
Cidera Sekunder
- Keluarga pasien mengatakan pasien

nampak merintih kesakitan


Peningkatan TIK
menahan sakit

DO :

- Pasien nampak merintih

kesakitan

- Battle sign

- TD : 150/90 Mmhg

-N : 90x/mnt

-S : 36,3 ̊C

RR : 28 x/mnt

- PQRST nyeri

P : Fraktur basis crani

Q : nyeri seperti ditimpa benda

berat

R : kepala

S :skala 6

T :terus - menerus

40
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak b.d cidera sekunder
2. Pola Nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis (mis. Fraktur basis cranii).
3. Nyeri Akut b.d agen pencidera fisiologis

3.4 INTERVENSI
No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1. Ketidakefektifan Tujuan: Manajemen Edema
Perfusi Jaringan Otak
Setelah dilakukan tindakan Serebral
b.d cidera sekunder
keperawatan selama 2x24 1. Monitor tanda-tanda
diharapkan aliran darah vital
melalui pembuluh darah otak 2. Monitor adanya
untuk mempertahankan kebingungan,
fungsi otak tercukupi dengan perubahan pikiran,
kriteria hasil : keluhan pusing, pinsan
1. Tekaran intracranial 3. Monitor status
dalam kisaran normal neurologi dengan ketat
2. Tekanan darah sistolik dan bandingkan dengan
dalam kisaran normal nilai normal
3. Tekanan darah diastolic 4. Monitor karakteristik
dalam kisaran normal cairan serebrospinal :
4. Tidak ada sakit kepala warna, kejernihan,
5. Tidak ada penurunan konsistensi
tingkat kesadaran 5. Monitor TIK
6. Posisikan tinggi kepala
tempat tidur 30 derajat
atau lebih
7. Batasi cairan
8. Dorong keluarga/orang
yang penting untuk
bicara pada pasien
9. Kolaborasi pemberian
obat
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien
keperawatan 1×24 jam
b.d gangguan semi fowler
diharapkan pola nafas klien

41
neurologis (mis. dapat efektif dengan kriteria 2. Auskultasi suara
hasil:
Fraktur basis cranii). nafas, catat hasil
- Menunjukan jalan
nafas yang paten penurunan daerah
(frekuensi pernafasan
ventilasi atau tidak
normal, irama nafas
teratur, tidak ada adanya suara
suara nafas abnormal)
adventif
- Tidak ada dyspneu
- TTV dalam batas 3. Pertahankan jalan
normal :
nafas paten
RR : 16-24x/mnt
N : 60-100x/mnt 4. Monitor kecepatan,
TD : 120/80 mmHf
ritme, kedalaman
dan usaha pasien
saat bernafas
5. Kolaborasi
pemberian oksigen
terapi

3. Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan


pencidera fisiologis keperawatan 1×24 jam
pengkajian nyeri
diharapkan pola nafas klien
dapat efektif dengan kriteria secara
hasil:
komprehensif
1. Nyeri dapat berkurang
termasuk lokasi,
ditandai dengan
karakteristik,
penurunan skala nyeri
durasi, frekuensi,
menjadi 3-4
kualitas, dan faktor
2. Pasien mampu
presipitasi
mengontrol nyeri
2. Cek riwayat alertgi
3. Pasien menyatakan rasa
3. Kolaborasi
nyaman setelah nyeri
pemberian
berkurang
analgesik
4. TTV dalam batas normal :
4. Monitor TTV
TD : 120/80 mmHg
sebelum dan
RR : 16-24x/mnt
sesudah pemberian
N : 60-100x/mnt
analgesik pertama
kali

42
5. Evaluasi efektivitas
analgesik. Tanda
dan gejala

3.5 IMPLEMENTASI

NO TANGGAL/JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI


1. 29 Desember 2019 Ketidakefektifan Manajemen Edema Serebral
jam 19:30 Perfusi Jaringan Otak 1. Monitor tanda-tanda vital
b.d cidera sekunder 2. Monitor adanya kebingungan,
perubahan pikiran, keluhan pusing,
pinsan
3. Monitor status neurologi dengan ketat
dan bandingkan dengan nilai normal
4. Monitor karakteristik cairan
serebrospinal : warna, kejernihan,
konsistensi
5. Monitor TIK
6. Posisikan tinggi kepala tempat tidur
30 derajat atau lebih
7. Batasi cairan
8. Dorong keluarga/orang yang penting
untuk bicara pada pasien
9. Kolaborasi pemberian obat
2. 29 Desember 2019 Pola Nafas tidak 1. Memposisikan pasien semi fowler
efektif b.d gangguan
jam 19:30 2. Mengauskultasi suara nafas, catat
neurologis (mis.
Fraktur basis cranii). hasil penurunan daerah ventilasi atau
tidak adanya suara adventif
3. Mempertahankan jalan nafas paten
4. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman
dan usaha pasien saat bernafas
5. Berkolaborasi pemberian oksigen
terapi

43
3. 29 Desember 2019 Nyeri Akut b.d agen 1. Melakukan pengkajian nyeri
jam 19:30 secara komprehensif termasuk
pencidera fisiologis
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi
2. Mengecek riwayat alertgi
3. Berkolaborasi pemberian
analgesik
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
5. Mengevaluasi efektivitas
analgesik. Tanda dan gejala

1.6. EVALUASI
Tanggal/jam Diagnosa Evaluasi
30 Desember Ketidakefektifan Perfusi S:
2019 jam Jaringan Otak b.d cidera
- Px mengatakan pusing berkurang
18.00 sekunder
- Keluarga Px mengatakan kondisi

pasien lebih baik

O:

- K/U cukup

- Mual (-)

- Bengkak Kelopak mata kiri berkurang

- GCS : 455

- TD : 130/80 Mmhg

- N : 82x/mnt

-S : 36,1 ̊C

-RR : 24x/mnt

44
-PQRST nyeri

P : Fraktur basis crani

Q : nyeri seperti ditusuk

R : kepala

S :skala 4

T :terus – menerus
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 123
30 Desember Pola Nafas tidak efektif b.d S:
2019 jam
gangguan neurologis (mis. - Px mengatakan sesak berkurang
18.00
Fraktur basis cranii). O:

- K/U cukup

- TD : 130/80 Mmhg

- N : 82x/mnt

- S : 36,1 ̊C

- RR : 24x/mnt

- Irama nafas teratur

- Sesak berkurang

A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2

30 Desember Nyeri Akut b.d agen S:


2019 jam
pencidera fisiologis - Px mengatakan pusing berkurang
18.00
O:

- K/U cukup

- Bengkak Kelopak mata kiri berkurang

- GCS : 455

45
- TD : 130/80 Mmhg

- N : 82x/mnt

-S : 36,1 ̊C

-RR : 24x/mnt

-PQRST nyeri

P : Fraktur basis crani

Q : nyeri seperti ditusuk

R : kepala

S :skala 4

T :terus – menerus
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1,2

46
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur basis cranii adalah suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang
tengkorak yang biasanya terjadi karena adanya benturan secara langsung merupakan
fraktur akibat benturan langsung ada daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,
supraorbita) transmisi energy yang berasal dari benturan ada wajah atau mandibular.
Penyebab dari fraktur basis cranii yaitu Kecelakaan kendaraan atau transportasi,
Kecelakaan terjatuh, Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga, Kejahatan dan
tindak kekerasan. Manifestasi klinis dari fraktur basis cranii yang umum yaitu terjadi
penurunan kesadaran, nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi yang dapat terjadi
diantaranya Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK), Perdarahan, Kejang, Infeksi
(trauma terbuka), Depresi pernapasan dan gagal napas, dan paralisis otot-otot
paralisis.
Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan pembedahan,
dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu memantau ttv,
adanya perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta mencegah infeksi akibat
pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai dari
pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer, pengkajian
sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa keperawatan
dan dilanjut dengan intervensi keperawatan.
4.2 Saran
Diharapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah agar
dapat membuat makalah yang baik dan benar. Terutama litelatur yang berhubungan
dengan penatalaksaan yang lebih efektif mengenai fraktur basis cranii karena di dalam
makalah ini penatalaksaannya masih banyak kekurangan.

47

Anda mungkin juga menyukai