PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik,
keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang (Nurarif & Kusuma, 2013). Salah satu
fraktur yang sering terjadi yaitu fraktur basis cranii. Fraktur basis cranii adalah suatu
fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak. Fraktur ini sering kali disertai
dengan robekan pada duramater yang merekat erat pada dasar tengkorak. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya rhinorrhea dan racun eyes sign (fraktur basis
krani fossa anterior), atau othorhea dan battle sign (fraktur crani fossa media) (Kowalak,
2011).
Cedera pada susunan saraf pusat masih merrupakan penyebab utama tingginya
angka morbiditas dan mortalitas pada usia muda di seluruh dunia. Pada tahun 1998
sakit dan tingkat mortalitas) adalah 95 kasus per 100.000 penduduk.Sebanyak 22% pasien
Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang tengkorak merupakan kasus fraktur linear
sederhana, yang merupakan jenis yang paling umum, terutama pada anak usia dibawah 5
tahun. Fraktur tulang temporal sebanyak 15-48% dari seluruh kejadian fraktur tulang
tengkorak, dan fraktur basis crani sebesar 19-21%. Fraktur depresi antara lain
frontoparietal (75%), temporal (10%), occipital (5%), dan pada daerah-daerah lain (10%).
Sebagian besar fraktur depresi merupakan fraktur terbuka (75-90%). Insiden fraktur
tulang tengkorak rata-rata 1 dari 6.413 penduduk (0,02%), atau 42.409 orang
setiaptahunnya. Sejauh ini fraktur linear adalah jenis yang banyak, terutama pada anak
Akibat dari fraktur basis cranii akan menimbulkan beberapa masalah, salah satunya
perdarahan otak. Oleh sebab itu perawat kedaruratan harus dapat mengkaji secara adekuat
pasien fraktur basis cranii dan memulai tindakan keperawatannya. Meskipun peran
perawat dalam program pencegahan amat penting, perannya dalam mengenali dan
merawat pasien fraktur basis cranii juga tidak kalah pentingnya (Oman, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka menjadi penting untuk menyusun makalah
tentang konsep fraktur basis cranii untuk mengetahui lebih dalam tentang karakteristik
fraktur basis cranii serta bagaimana penatalaksanaan keperawatan yang tepat. Sehingga
kejadian yang tidak diinginkan seperti adanya komplikasi lebih lanjut seperti angka
TINJAUAN TEORI
Fraktur basis crania dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fraktur fossa anterior
dan fraktur fossa posterior. Fraktur basis crania meruakan yang aling serius terjadi karena
Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan fraktur basis cranii adalah
suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang tengkorak yang biasanya terjadi karena
adanya benturan secara langsung merupakan fraktur akibat benturan langsung ada daerah
dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita) transmisi energy yang berasal dari
Menurut Kowalak (2011), fraktur basis cranii dapat diklasifikaikan sebagai berikut
:
1. Fraktur petrosa os temporal
Fraktur petrous os temporal ini meluas dari bagian skuamosa tulang temporal
fraktur oblik. Keterlibatan saraf fasialis kurang umum daripada pada fraktur
transversal.
squamousa pada os temporal, dinding superior dari canalis acusticus externus dan
tegmen timpani. Tipe fraktur ini dapat berjalan dari salah satu bagian anterior atau
posterior menuju cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir pada fossa cranii media
dekat foramen spinosum atau pada mastoid air cells. Fraktur longitudinal
merupakan yang paling umum dari tiga suptipe (70-90%). Fraktur transversal
dimulai dari foramen magnum dan memperpanjang melalui cochlea dan labyrinth,
berakhir pada fossa cranial media (5-30%). Fraktur mixed memiliki unsur unsur
Fraktur transversal tulang temporal tegak lurus terhadap sumbu panjang dari
piramida petrosa dan biasanya akibat trauma tumpul oksipital atau temporoparietal.
Fraktur ini melibatkan dari foramen magnum melalui fosa posterior, melalui
pyramid petrosa, termasuk kapsul otik dan ke dalam fosa kranial tengah. Kapsul
Fraktur condylar os oksipital dengan garis fraktur meluas di hampir segala arah di
bagian basal tengkorak mungkin dapat dilihat. Akhir-akhir ini, juga terdapat
perenggangan kapsul otik (otic capsule sparing/OCS) dan kerusakan kapsul otik
sekuel klinis (Ho dan Makishima, 2010). Fraktur OCS lebih sering terjadi (>90%)
daripada OCD, dan OCD berkaitan dengan tingginya insidensi cedera saraf fasialis
(30-50%), SNHL, dan kebocoran cairan serebrospinal (2-4 kali lebih tinggi
daripada OCS).
2. Kecelakaan terjatuh.
Menurut Engram (2007), Tanda dan Gejala fraktur basis cranii berdasarkan
a. Otorrhea
c. Rhinorrhea
patologis intracranial
dan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang berangsung lebih dari 6 –
7 minggu. Tuli sementara yang akan baik kembali dalam waktu kurang dari 6-7
Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan lairin, sehingga
Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan serius.Sebagian
besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital, terutama dengan tipe III, berada
dalam keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang serviklis.Pasien ini juga
Fraktur basis crani merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah-daerah
dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbital), tansmisi energy yang berasal dari
benturan pada wajah atau mandubula, atau efek “remote” dai benturan pada kepala
(“gelombang tekanan”) yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk
Tipe dari fraktur basis crani yang parah adalah jenis ring fracture, karena area ini
mengelilingi foramen magnum, apertura didasar tengkorak dimana spinal cord lewat.
Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera batang otak. Ring
fracture in komplit lebih sering dijumai. Kematian biasannya terjadi seketika kamu cedera
batan otak disertai denan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada dasar
Fraktur basis crani telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk benturan
dari arah mandibular atau wajah dan kubah tengkorak, atau akiat beban inersia pada
kepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya baban inersia, misalnya, ketika
dada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak akibat mengalami benturan
dengan sebuah objek misalnya pagar. Kemudian secara tiba – tiba mengalami percepaatan
gerakan namun pada area medulla oblongata mengalami tahanan oleh foramen magnum,
beban inersia tersebut kemudian menyebabkan ring fracture. Ring fracture juga dapat
terjadi akibat paksa ruda paksa pada benturan tipe vertical, arah benturan dari inferior
diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari ara superior kemudian
Tulang tengkorak
Keadaan stasioner Bradikardi Kekuatan dari coup Asupan cairan Meningen Aliran
Patah Tersisa Darah
Jaringan kranial Hipotensi Otak
tulang Kerusakan Jumlah urin menurun
tengkorak Mendorong otak meatus
Dekat tempat Penurunan Turgor kulit Menunjukkan
acusticus
benturan curah jantung lubang Sianosis
Rhinorhoe Menghantarkan
isi tengkorak Gangguan
Kusmaul Ottorhoe TIK Otot
Gangguan Edema pupil Eliminasi Urine
penglihatan Benturan
Sesak TIK Mual/muntah Hemiparase
Cedera sekunder Ketidakefektifan
Ketidakefektifan Gangguan Rasa Perfusi Jaringan Kekurangan Intoleransi
pola napas Nyaman (Nyeri) Kesadaran Otak Volume Cairan Aktivitas
2.7 Penatalaksanaan Fraktur Basis Cranii
1. ABC
a. Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan
nasopharyngeal tube.
kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi
antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam
darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan
2. Medikasi
kepala
operasi
3. Pembedahan
fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil benda asing dan
jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak lebih lanjut akibat
4. Imobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan
servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk
leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat
memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada cedera kepala.
Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.
Mannitol efektif untuk mengurangi odema serebral dan TIK. Selain karena efek
Tekanan perfusi otak harus dipertahankan antara 60 dan 70 mmHg, baik dengan
mengurangi TIK atau dengan meninggikan MAP. Rehidrasi secara adekuat dan
3. Mengontrol hematocrit
Aliran darah otak dipengaruhi oleh hematocrit. Viskositas darah meningkat
35%. Aliran darah otak berkurang jika hematocrit meningkat dari 50% dan
4. Pengaturan suhu
Demam dapat mempercepat deficit neurologis yang ada dan dapat memperburuk
kondisi pasien. Metabolisme otak akan oksigen meningkat sebesar 6-9% maka
5. Kontrol cairan
NaCl 0,9% dengan osmolaritas 308 mosm/I, telah menjadi kristaloid pilihan dalam
manajemen dari cedera otak. Resusitasi dengan 0,9% saline membutuhkan 4 kali
6. Posisi kepala
Menurut Kowalak (2011), Komplikasi utama dari fraktur basis cranii yaitu :
2. Perdarahan
3. Kejang
menyebabkan meningitis.
8. Sindrom vernet atau sindrom foramen jugular adalah fraktur basis cranii yang
4. X-ray posisi AP, lateral, Towne’s view dan tangensial terhadap bagian yang
2.10.1 Pengkajian
Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar daripada
risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15 hingga 24 tahun,
dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
1. Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi, adanya
akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya.
diantar penolong dengan keluhan ditabrak montor 1 jam yang lalu. Pasien jalan kaki
kemudian ditabrak dari belakang, sesaat setelah kejadian pasien tak sadar dan segera
dibawa ke IGD, menurut keluarganya pasien tidak sadar saat perjalanan ke IGD,
muntah (-), mual (+), keluar darah dari hidung (-), keluar darah dari telinga (-), kejang
(-),Battle sign (Memar pada mastoids) kemudian sesaat setelah tiba di IGD pasien
25
sadar. Pasien tak ingat kejadian apa yang menimpanya, pasien mengaku kepala terasa
berat, kelopak mata sebelah kiri bengkak.Pasien juga nampak sesak. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan hasil k/u lemah, GCS 346, T : 150/90, S : 36,3 C, RR : 28x/mnt, N :
sinistra.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Tidak Nyeri
Pasien mengatakan tidak nyeri
26
Pasien mengatakan nyeri masih bias ditahan / sedang
3
Nyeri Sedang Pasien Nampak gelisah
Pasien mampu sedikit berpartisipasi dalam keperawatan
Pasienmengatakannyeritidakdapatditahan / berat
4 Nyeri Berat
Pasien sangat gelisah
Fungsi mobilitas dan perilaku pasien berubah
Ya Jenis penyakit : -
Tidak
2.16 OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
27
Sekret : - Konsistensi : -
Warna : - Bau : -
b. Irama nafas : Teratur Tidak teratur
c. Pola : Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes
d. Bentukdada :SimetrisAsimetris
e. Bentuk thorax :Normal chest Pigeon chest
Funnel chest Barrel chest
f. RetraksiIntercosta: Ya Tidak
g. Retraksi Suprasternal : Ya Tidak
h. Pernafasan cuping hidung : Ya Tidak
i. Alat bantu napas : Ya Tidak
Jenis : - Flow.....................lpm
Palpasi
Pemeriksaan taktil / vokal fremitus : Getaran antara kanan dan kiri teraba ( sama / tidak sama
), lebih bergetar pada sisi.......................................................................
Perkusi
Area paru : ( sonor / hipersonor / dulness )
Auskultasi
Suara nafas :
Area Vesikuler : Bersih Halus Kasar
Area Brochial : Bersih Halus Kasar
Area Bronkovesikuler : Bersih Halus Kasar
Suara tambahan :
Crakles Rochi Wheezing Pleural Friction rub
Lain-lain :
Masalah Keperawatan : Tidak muncul masalah keperawatan
4. Sistem Kardio vaskuler
Inspeksi
Ictus Cordis( + / - ), pelebaran.......................cm
Palpasi
Pulsasi pada dinding thorax teraba( Lemah / Kuat / Tidakteraba )
Perkusi
Batas – batas jantung normal adalah :
Batas atas : ICS II (N = ICS II)
28
Batas bawah : ICS V (N = ICS V)
Batas Kiri : ICS V Mid clavikula Sinistra(N = ICS V Mid clavikula Sinistra)
Batas Kanan : ICS IV Mid sternalis Dextra (N = ICS IV Mid sternalis Dextra)
Auskultasi
BJ I terdengar ( tunggal / ganda ), Keras / lemah ), (reguler / irreguler )
BJ II terdengar ( tunggal / ganda ), Keras / lemah ), (reguler / irreguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( + / - ), Gallop Rhythm ( + / - ), Murmur ( + / - )
29
Jelaskan……...................................
j. Kaku kuduk : Ya Tidak
k. Kejang : YaTidak
l. Mual : YaTidak
m. Muntah : Ya Tidak
n. Nyerikepala : Ya Tidak
MasalahKeperawatan :Nyerikepala
6. Sistem perkemihan
a. Kebersihan : Bersih Kotor
b. KeluhanKencing : Nokturi Inkontinensia Gross hematuri Poliuria
DisuriaOliguria Retensi Hesistensi Anuria
c. Produksi urine :800 ml/hari Warna : kuning Bau : khas urine
d. Kandung kemih : Membesar Ya Tidak
Nyeri tekanYa Tidak
e. Intake cairan oral :600 cc/hari parenteral : 1500 cc/hari
f. Alat bantu : Kateter YaTidak
Jenis : - Sejak tanggal : -
Lain-lain : -
Masalah Keperawatan : Tidak muncul masalah keperawatan
7. Sistem pencernaan
a. Mulut : Bersih Kotor Berbau
b. Mukosa : Lembab Kering Stomatitis
c. Tenggorokan: Sakit menelan Kesulitan menelan
Pembesaran tonsil Nyeri tekan
d. Abdomen : Tegang Kembung Ascites
Nyeri tekan : Ya Tidak
Luka operasi : Ada Tidak Tanggal operasi : -
Jenis operasi : - Lokasi : -
Keadaan :Drain Ada Tidak
Jumlah : - Warna : -
Kondisi area sekitar insersi : -
e. Peristaltik : 20 x/menit
f. BAB : 1x/hari Terakhir tanggal : 16 juni 2019
30
Konsistensi : Keras Lunak Cair Lendir/darah
g. Diet : Padat Lunak Cair
h. Nafsu makan : Baik Menurun Frekuensi:......................x/hari
i. Porsi makan : Habis Tidak Keterangan : ............................
Lain-lain:
Masalah Keperawatan :Tidak muncul masalah keperawatan
dan Minum
Siang Siang
Malam Malam
nacl 0,9 %
- -
3 Pantangan / Alergi
32
4 Kesulitan makan dan
- -
minum
5 Usaha untuk
- -
mengatasi masalah
b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Sebelum Sakit Setelah Sakit
Eliminasi BAB /
BAK
BAK: 2x BAK: 1x
BAB: 1x BAB: 1x
Siang Siang
BAK: 2x BAK: 2x
BAB: - BAB: -
Malam Malam
BAK: 2x BAK: 1x
BAB: - BAB : -
5 Masalah eliminasi - -
33
6 Cara mengatasi
- -
masalah
Tidur
2 Gangguan tidur - -
nyaman
Hygiene
34
e. Merokok ya tidak
f. Alkohol ya tidak
Masalah Keperawatan :...............................................................................
2.16.1 PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit : sering kadang- kadang tidak pernah
b. Selama sakit : sering kadang- kadang tidak pernah
Masalah Keperawatan : Tidak muncul masalah keperawatan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM : 29 Desember 2019
A. Darah Lengkap
Leukosit : 6,19 ( N : 3.500 - 10.000 L )
Eritrosit : 4,02 ( N : 1,2 juta - 1,5 juta )
Hemoglobin: 12,6 ( N : 11,0 – 16,3 gr / dl )
Hematrokit: 35,5 ( N : 35,0 – 50 gr / dl )
B. Kimia Darah
Creatinin : 10 ( N : 07 – 1,5 mg / dl )
SGOT :24 ( N : 2 – 17 )
SGPT :13 ( N : 3 – 19 )
BUN :22 ( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
HbA1c : 6,4 %
MCV : 88,3
MCH : 31,3
MCHC : 35,5
RDW – SD : 41,2
RDW – CV : 12,7
C. Analisa elektrolit
Natrium : 139 ( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium : 3,3 ( N : 3,5 – 5,0 mml / l )
Clorida : 105 ( N : 98 – 106 mmol / l )
Cholesterol : 203 mg/dl
Trigliceride : 239 mg/dl
35
PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG LAIN :18 juni 2019
Jenis pemeriksaan Hasil
Foto Rontgent
USG
EKG
EEG
CT- Scan Fraktur Basis Cranii os maxillaris/zygomacus pars
orbitalis sinistra.
MRI
Endoscopy
Lain – lain
36
37
ANALISA DATA
- Keluarga Px mengatakan Px
DO:
- K/U lemah
- Mual
- Battle Sign
-GCS : 345
- TD : 150/90 Mmhg
-N : 90x/mnt
-S : 36,3 ̊C
RR : 28x/mnt
-PQRST nyeri
berat
38
R : kepala
S :skala 6
T :terus – menerus
Cranii maxillaris/zygomacus
DO : Jaringan kranial
- TD : 150/90 Mmhg
-N : 90x/mnt Sesakk
-S : 36,3 ̊C
- RR : 28 x/mnt
- Pernafasan dangkal
39
3. Ds : Fraktur Nyeri Kepala
Petrosa Temporal
- Pasien mengatakan kepala nya
terasa berat
Cidera Sekunder
- Keluarga pasien mengatakan pasien
DO :
kesakitan
- Battle sign
- TD : 150/90 Mmhg
-N : 90x/mnt
-S : 36,3 ̊C
RR : 28 x/mnt
- PQRST nyeri
berat
R : kepala
S :skala 6
T :terus - menerus
40
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak b.d cidera sekunder
2. Pola Nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis (mis. Fraktur basis cranii).
3. Nyeri Akut b.d agen pencidera fisiologis
3.4 INTERVENSI
No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1. Ketidakefektifan Tujuan: Manajemen Edema
Perfusi Jaringan Otak
Setelah dilakukan tindakan Serebral
b.d cidera sekunder
keperawatan selama 2x24 1. Monitor tanda-tanda
diharapkan aliran darah vital
melalui pembuluh darah otak 2. Monitor adanya
untuk mempertahankan kebingungan,
fungsi otak tercukupi dengan perubahan pikiran,
kriteria hasil : keluhan pusing, pinsan
1. Tekaran intracranial 3. Monitor status
dalam kisaran normal neurologi dengan ketat
2. Tekanan darah sistolik dan bandingkan dengan
dalam kisaran normal nilai normal
3. Tekanan darah diastolic 4. Monitor karakteristik
dalam kisaran normal cairan serebrospinal :
4. Tidak ada sakit kepala warna, kejernihan,
5. Tidak ada penurunan konsistensi
tingkat kesadaran 5. Monitor TIK
6. Posisikan tinggi kepala
tempat tidur 30 derajat
atau lebih
7. Batasi cairan
8. Dorong keluarga/orang
yang penting untuk
bicara pada pasien
9. Kolaborasi pemberian
obat
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien
keperawatan 1×24 jam
b.d gangguan semi fowler
diharapkan pola nafas klien
41
neurologis (mis. dapat efektif dengan kriteria 2. Auskultasi suara
hasil:
Fraktur basis cranii). nafas, catat hasil
- Menunjukan jalan
nafas yang paten penurunan daerah
(frekuensi pernafasan
ventilasi atau tidak
normal, irama nafas
teratur, tidak ada adanya suara
suara nafas abnormal)
adventif
- Tidak ada dyspneu
- TTV dalam batas 3. Pertahankan jalan
normal :
nafas paten
RR : 16-24x/mnt
N : 60-100x/mnt 4. Monitor kecepatan,
TD : 120/80 mmHf
ritme, kedalaman
dan usaha pasien
saat bernafas
5. Kolaborasi
pemberian oksigen
terapi
42
5. Evaluasi efektivitas
analgesik. Tanda
dan gejala
3.5 IMPLEMENTASI
43
3. 29 Desember 2019 Nyeri Akut b.d agen 1. Melakukan pengkajian nyeri
jam 19:30 secara komprehensif termasuk
pencidera fisiologis
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi
2. Mengecek riwayat alertgi
3. Berkolaborasi pemberian
analgesik
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
5. Mengevaluasi efektivitas
analgesik. Tanda dan gejala
1.6. EVALUASI
Tanggal/jam Diagnosa Evaluasi
30 Desember Ketidakefektifan Perfusi S:
2019 jam Jaringan Otak b.d cidera
- Px mengatakan pusing berkurang
18.00 sekunder
- Keluarga Px mengatakan kondisi
O:
- K/U cukup
- Mual (-)
- GCS : 455
- TD : 130/80 Mmhg
- N : 82x/mnt
-S : 36,1 ̊C
-RR : 24x/mnt
44
-PQRST nyeri
R : kepala
S :skala 4
T :terus – menerus
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 123
30 Desember Pola Nafas tidak efektif b.d S:
2019 jam
gangguan neurologis (mis. - Px mengatakan sesak berkurang
18.00
Fraktur basis cranii). O:
- K/U cukup
- TD : 130/80 Mmhg
- N : 82x/mnt
- S : 36,1 ̊C
- RR : 24x/mnt
- Sesak berkurang
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2
- K/U cukup
- GCS : 455
45
- TD : 130/80 Mmhg
- N : 82x/mnt
-S : 36,1 ̊C
-RR : 24x/mnt
-PQRST nyeri
R : kepala
S :skala 4
T :terus – menerus
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1,2
46
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur basis cranii adalah suatu kondisi dimana suatu fraktur ada tulang
tengkorak yang biasanya terjadi karena adanya benturan secara langsung merupakan
fraktur akibat benturan langsung ada daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,
supraorbita) transmisi energy yang berasal dari benturan ada wajah atau mandibular.
Penyebab dari fraktur basis cranii yaitu Kecelakaan kendaraan atau transportasi,
Kecelakaan terjatuh, Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga, Kejahatan dan
tindak kekerasan. Manifestasi klinis dari fraktur basis cranii yang umum yaitu terjadi
penurunan kesadaran, nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi yang dapat terjadi
diantaranya Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK), Perdarahan, Kejang, Infeksi
(trauma terbuka), Depresi pernapasan dan gagal napas, dan paralisis otot-otot
paralisis.
Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan pembedahan,
dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu memantau ttv,
adanya perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta mencegah infeksi akibat
pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai dari
pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer, pengkajian
sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa keperawatan
dan dilanjut dengan intervensi keperawatan.
4.2 Saran
Diharapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah agar
dapat membuat makalah yang baik dan benar. Terutama litelatur yang berhubungan
dengan penatalaksaan yang lebih efektif mengenai fraktur basis cranii karena di dalam
makalah ini penatalaksaannya masih banyak kekurangan.
47