Anda di halaman 1dari 16

Tinjauan Pustaka

Fraktur Basis Cranii

Oleh :

Gregory Stevanus Gultom, S.Ked

1930912310049

Pembimbing :

dr.Zainal Abidin , Sp.BS


DEPARTEMEN/KSM ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Januari, 2022
BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala adalah penyebab utama kematian, dan kecacatan. Selain

perlindungan oleh tulang, otak juga tertutup lapisan keras yang disebut meninges

fibrosa dan terdapat cairan yang disebut cerebrospinal fuild (CSF). Trauma

tersebut berpotensi menyebabkan fraktur tulang tengkorang, perdarahan di ruang

sekitar otak, memar pada jaringan otak, atau kerusakan hubungan antar nervus

pada otak.1

Fraktur basis cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat

benturan langsung pada daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,

supraorbita); transmisi energi yang berasal dari benturan pada wajah atau

mandibula; atau efek tidak langsung dari benturan pada kepala (gelombang

tekanan yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk tengkorak).2

Dalam beberapa studi telah terbukti fraktur basis cranii dapat disebabkan oleh

berbagai mekanisme termaksud ruda paksa akibat fraktur maksilofacial, ruda

paksa dari arah lateral cranial dan dari arah kubah cranial, atau karena beban

inersia oleh kepala.3

Pasien dengan fraktur basis cranii (fraktur pertrous os temporal) dijumpai

dengan otorrhea dan memar pada mastoids (battle sign). Presentasi pasien dengan

fraktur basis cranii fossa anterior adalah dengan Rhinorrhea dan memar di sekitar

1
palpebra (raccoon eyes). Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale dapat

bervariasi, tergantung pada kondisi patologis intrakranial. Untuk penegakan

diagnosis fraktur basis cranii, diawali dengan pemeriksaan neurologis lengkap,

analisis laboratorium dasar, diagnostic untuk fraktur dengan pemeriksaan

radiologik.4 Penanganan korban dengan cedera kepala diawali dengan memastikan

bahwa airway, breathing, circulation bebas dan aman. Banyak korban cedera

kepala disertai dengan multiple trauma dan penanganan pada pasien tersebut tidak

menempatkan penanganan kepala menjadi prioritas, resusisati awal dilakukan

secara menyeluruh.4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Fraktur Basis Cranii merupakan suatu patah tulang kepala yang meliputi

salah satu dari tulang dasar kepala yaitu lamina cribiformis dari os.Ethmoid, pars

orbita os. Frontal, pars Petrosus dan skuamus os. Temporalis, os. Sphenoid dan os.

Occipitalis.5

2.2 Epidemiologi

Prevalensi fraktur basis cranii dalam penelitian oleh mokolane et al

ditemukan menjadi 15,2% dari keseluruhan kasus cedera kepala. Mayoritas pasien

(80,5%) berusia di bawah 40 tahun, dengan rasio pria dan wanita 3:1. Etiologi

paling umum dari fraktur basis cranii adalah penyerangan, yang menyumbang

46% kasus. Fossa kranial media adalah kompartemen yang paling sering

mengalami fraktur, sedangkan tulang petrosa adalah tulang yang paling sering

mengalami fraktur.

2.3 Etiologi

Sebagian besar fraktur basis cranii disebabkan oleh trauma benda tumpul

berkecepatan tinggi seperti tabrakan kendaraan bermotor, kecelakaan sepeda

motor, dan cedera pejalan kaki. Cedera tembus seperti luka tembak hanya

menyumbang kurang dari 10% kasus.7

2.4 Patofisiologi

Fraktur dasar tengkorak biasanya disebabkan karena benturan kecepatan

tinggi (misalnya, kecelakaan kendaraan bermotor), fraktur dapat berupa fraktur

3
linier atau kominutif, tertutup, atau variasi gabungan secara eksternal atau

internal. Dasar tengkorak dapat dibagi menjadi fossa kranial anterior, tengah, dan

posterior. Fossa kranial anterior terdiri dari sinus paranasal, pelat cribriform, dan

atap orbital, sedangkan fossa kranial tengah terdiri dari tulang sphenoid dan tulang

temporal dan fossa kranial posterior terdiri dari clivus, kondilus, dan bagian dari

petrous temporal dan tulang oksipital. Fossa basal kranial mengandung struktur

saraf dan pembuluh darah yang halus, dan foramen dasar tengkorak yang dilewati

berbagai saraf kranial dan pembuluh darah yang terkait. Permukaan internal yang

tidak rata, tepi tulang yang tajam dan adanya lipatan dural meningkatkan

kerentanan struktur intraserebral dan neurovaskular yang lebih rentan terhadap

cedera. Lobus frontotemporal otak dianggap sebagai daerah yang paling rentan

terhadap cedera karena terkena benda tajam. tulang dan tepi tentorial. 8

Struktur anatomi yang terlibat dalam fraktur basis kranial anterior meliputi

dinding posterior sinus frontal, atap sel ethmoid anterior dan posterior, cribriform-

ethmoid junction, dan atap orbital. Secara klinis, fraktur basis kranial anterior

dapat dicurigai apabila disertai adanya rinore CSF, ekimosis periorbital

(Raccoon's eyes), kehilangan penciuman, dan gangguan penglihatan karena

kerusakan saraf optik atau struktur orbital). 8

Tulang temporal adalah salah satu lokasi yang paling umum untuk fraktur

tengkorak basal dan dapat diklasifikasikan sebagai transversal atau longitudinal

(sumbu fraktur mengacu pada petrosus ridge) atau kapsul otik yang hemat atau

melanggar. Fraktur longitudinal tulang temporal dianggap relatif lebih umum

(80% -90%) daripada fraktur transversal (10% -20%) dan pada 8% -10% kasus

4
mungkin mengandung kombinasi cedera Rhinorrhea CSF adalah temuan yang

lebih umum terkait dengan fraktur tulang temporal longitudinal, sedangkan

gangguan pendengaran sensorineural lebih sering terjadi pada fraktur tulang

temporal transversal. Fraktur tulang sphenoid dapat terjadi sendiri atau dalam

kombinasi termasuk fraktur sinus sphenoid, sella tursika, clivus atas, sayap yang

lebih besar dan / atau sayap yang lebih kecil, dan proses pterygoid. Fraktur tulang

sphenoid dapat menyebabkan rhinorrhea CSF, saraf kranial (III, IV, dan VI)

cedera dengan ophthalmoplegia yang dihasilkan, dan mungkin memiliki cedera

terkait saraf optik, atau kiasma optik, fraktur sellar dengan disfungsi endokrin atau

cedera pada arteri karotis interna dengan sekuel.8

Gambar 2.1 Ilustrasi Fraktur Basis Cranii (Merah : Fraktur Basis Cranii Fossa

Anterior, Biru : Fraktur Transversus Pyramis Os Petrosus, Kuning : Fraktur Longitudinal

Pyramis Os Petrosus)5

2.5 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis fraktur tengkorak basilar bervariasi tergantung pada

derajat cedera otak dan saraf kranial yang terkait. Pasien mungkin datang dengan

5
perubahan status mental, mual, dan muntah. Defisit okulomotor karena cedera

saraf kranial III, IV, dan VI mungkin ada. Pasien juga dapat datang dengan wajah

terkulai karena kompresi atau cedera saraf kranial VII. Kehilangan pendengaran

atau tinnitus menunjukkan kerusakan saraf kranial VIII.

Beberapa tanda klinis yang sangat prediktif dari fraktur tengkorak basilar

meliputi:

 Hemotympanum: Fraktur yang melibatkan punggung petrosus tulang

temporal akan menyebabkan darah berkumpul di belakang membran

timpani sehingga tampak ungu. Ini biasanya muncul dalam beberapa jam

setelah cedera dan mungkin merupakan temuan klinis paling awal.

 Rhinorrhea atau otorrhea cairan serebrospinal: “Halo Sign” adalah pola

cincin ganda yang digambarkan ketika cairan berdarah dari telinga atau

hidung yang mengandung CSF diteteskan ke kertas atau linen. Tanda ini

didasarkan pada prinsip kromatografi; komponen dari campuran cair akan

terpisah ketika melakukan perjalanan melalui suatu bahan. Tanda ini tidak

spesifik untuk adanya cairan serebrospinal, karena garam, air mata, atau

cairan lain juga akan menghasilkan pola cincin saat bercampur dengan

darah. Kebocoran cairan serebrospinal dapat tertunda beberapa jam hingga

beberapa hari setelah trauma awal. Ekimosis periorbital (Racoon eyes):

Pengumpulan darah di sekitar mata paling sering dikaitkan dengan fraktur

fossa kranial anterior. Temuan ini biasanya tidak ada selama evaluasi awal

dan tertunda 1 sampai 3 hari. Jika bilateral, temuan ini sangat prediktif dari

fraktur tengkorak basilar. Ekimosis retroauricular atau mastoid (Battle

6
sign): Darah yang terkumpul di belakang telinga di daerah mastoid

dikaitkan dengan fraktur pada fossa kranial tengah. Seperti Raccoon eyes,

temuan ini sering tertunda 1 hingga 3 hari.

Cedera telinga tengah terlihat pada hampir sepertiga pasien dan dapat muncul

dengan hemotimpanum, gangguan tulang pendengaran, gangguan pendengaran,

dan bahkan kebocoran CSF. Gejala lain termasuk pusing, tinitus, dan nistagmus

Kehadiran tanda battle sign dan racoon eyes sangat prediktif terhadap kejadian

fraktur basis cranii.9

Gambar 2.2 Manifestasi Klinis Fraktur Basis Cranii ( Racoon eyes-Otorhea-Rhinorhea-

Battle Sign).5

2.6 Diagnosis5

A. Anamnesis

 Identitas pasien

 Keluhan pasien

 Adakah riwayat trauma

7
 Keluhan utama dan gangguan neurologis (amnesia, penurunan kesadaran,

kejang, dll)

 Mekanisme trauma

 Waktu dan perjalanan trauma

 Riwayat keluar cairan jernih dari hidung atau telinga.

 Riwayat konsumsi alkohol, narkotika, atau pasca operasi kepala.

 Penyakit penyerta: epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala,

hipertensi dan diabetes mellitus, serta gangguan faal pembekuan darah.

 Rujukan dan penanganan sebelumnya.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum

 Evaluasi ABCD

 Pemeriksaan neurologis meliputi kesadaran

 Inspeksi dan palpasi status lokalis

Gambaran Khas

 Retroauricular ecchymosis (battle signs)

 Periorbital ecchymosis (racoon eyes)/ brill hematoma bilateral

 Clear rhinorrea

 Clear Otorhea

 Hemotimpanium

Pemeriksaan Neurologis

 Tingkat kesadaran (GCS)

8
 Lesi N.I

 Lesi N.III,IV,VI

 Lesi N.V

 Lesi N.VII

 Lesi N. VIII

Likuorea diperiksa dengan tes lakmus (basa) atau kertas saring (halo sign) untuk

mengetahui keberadaan CSF.

C. Pemeriksaan Penunjang

 CT-Scan Kepala : CT-Scan kepala bone window untuk melihat gambar

tulang kalvaria dan CT-Scan kepala brain window untuk melihat lesi

parenkim otak atau perdarahan otak.

 3D CT-Scan Kepala

 Indikasi dilakukan CT-Scan kepala salah satunya adalah rhinorhea dan

otorhea.

 Laboratorium untuk menegakan kebocoran LCS :

Halo test, Kertas lakmus, Beta 2 transferin.

2.7 Tatalaksana5

 Umumnya tidak memerlukan tindakan khusus kecuali bila terjadi likuorea

(kebocoran LCS).

 Kebocoran LCS dapat berhenti spontan, biasanya fraktur basis cranii tidak

perlu tindakan pembedahan kecuali likuorea menetap menjadi likuor

fistula.

9
 Bila dalam waktu 5 hari likorea/ likuor fistula tidak berhenti, diperlukan

tindakan pembedahan untuk menutup robekan duramater.

A. Operasi

Indikasi pembedahan :

 Kebocoran LCS post trauma yang disertai dengan meningitis

 Fraktur transversal Os petrosus yang melibatkan otic capsule

 Fraktur tulang temporal yang mengakibatkan lesi total otot wajah

 Trauma balistik pada temporal yang mengakibatkan kerusakan

vaskular

 Defek luas dengan herniasi otak kedalam sinus paranasal

pneumocephalus, atau kebocoran LCS dari lima hari

 Tension pneumocephalus

Tindakan bedah

 Craniotomy

 Duraplasty

 Cranioplasty

 Diversi LCS

B. Konservasi

 Head Flat tanpa bantal dan miring kearah yang tidak bocor

 Tidak boleh batuk atau mengejan

 Antibiotik sesuai indikasi dan menggunakan golongan cephalosporin

10
 Penggunaan acetazolamide untuk mengurani produksi LCS dan

membantu duramater untuk menutup

2.8 Komplikasi

 Kebocoran CSF

 Meningitis

 Kelumpuhan saraf kranial

 Gangguan pendengaran

 Trombosis sinus kavernosus

 Vertigo

 Perdarahan intrakranial

 Kematian

Defisit saraf kranial melibatkan hilangnya penciuman dan kelumpuhan wajah.

Fraktur basis cranii juga dapat dikaitkan dengan cedera vaskular yang

mengakibatkan oklusi, pembentukan fistula, perdarahan, atau pembentukan

pseudoaneurisma.9

2.9 Prognosis

 Ad Vitam : Dubia ad bonam

 Ad Sanasionam : Dubia ad bonam

 Ad Functionam : Dubia ad bonam

Prognosis fraktur dasar tengkorak tergantung pada :

 Robekan dural terkait dan kebocoran CSF

 Instabilitas

11
 Cedera terkait

 Tingkat keparahan awal cedera neurologis dan vaskular

Sebagian besar kebocoran CSF sembuh secara spontan dalam 5-10 hari tetapi

beberapa dapat bertahan selama berbulan-bulan. Meningitis dapat terjadi pada

kurang dari 5% pasien tetapi risiko meningkat dengan durasi kebocoran CSF.

Gangguan pendengaran konduktif biasanya sembuh dalam 7-21 hari. 5,9

12
BAB III

PENUTUP

Cedera kepala adalah penyebab utama kematian, dan kecacatan. Selain

perlindungan oleh tulang, otak juga tertutup lapisan keras yang disebut meninges

fibrosa dan terdapat cairan yang disebut cerebrospinal fuild (CSF). Trauma

tersebut berpotensi menyebabkan fraktur tulang tengkorang, perdarahan di ruang

sekitar otak, memar pada jaringan otak, atau kerusakan hubungan antar nervus

pada otak.1

Fraktur basis cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat

benturan langsung pada daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,

supraorbita); transmisi energi yang berasal dari benturan pada wajah atau

mandibula; atau efek tidak langsung dari benturan pada kepala (gelombang

tekanan yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk tengkorak).2

Untuk penegakan diagnosis fraktur basis cranii, diawali dengan

pemeriksaan neurologis lengkap, analisis laboratorium dasar, diagnostic untuk

fraktur dengan pemeriksaan radiologik.4 Penanganan korban dengan cedera kepala

diawali dengan memastikan bahwa airway, breathing, circulation bebas dan aman.

Banyak korban cedera kepala disertai dengan multiple trauma dan penanganan

pada pasien tersebut tidak menempatkan penanganan kepala menjadi prioritas,

resusisati awal dilakukan secara menyeluruh.4

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Wedro B C, Stoppler MC. Head Injury Overview. on emedicine health.


Available at http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?
articlekey=59402&page=1#overview last update 10 May 2011

2. Listiono L D. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara, edisi III; Cedera Kepala Bab 6.
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

3. Thai T J G K. Helmet protection against basilar skull fracture. Biomechanical


of basilar skull fracture. On ATSB Research and analysis report road safety
research grant report 2007-03. Australia 2007

4. Qureshi N H, Harsh G, Nosko M G, Talavera F, Wyler A R, Zamboni P. Skull


fracture. On emedicine health 2009. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/248108- clinicalmanifestations last
update 10 May 2011

5. Lahdimawan A. Buku Ajar Bedah Saraf Edisi 1. Banjarmasin.2019

6. Mokolane NS, Minne C, Dehnavi A. Prevalence and pattern of basal skull


fracture in head injury patients in an academic hospital. SA J Radiol. 2019 Mar
13;23(1):1677. doi: 10.4102/sajr.v23i1.1677. PMID: 31754528; PMCID:
PMC6837784.

7. Wang H, Zhou Y, Liu J, Ou L, Han J, Xiang L. Traumatic skull fractures in


children and adolescents: A retrospective observational study. Injury. 2018
Feb;49(2):219-225.

14
8. Agrawal, Amit & Moscote-Salazar, Luis & Padilla-Zambrano, Huber &
Satyarthee, Guru Dutta & Pal, Ranabir.2019. Skull-Base Fractures: Pearls of
Etiopathology, Approaches, Management, and Outcome.

9. Simon LV, Newton EJ. Basilar Skull Fractures. [Updated 2021 Aug 11]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470175

15

Anda mungkin juga menyukai