Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Karsinoma parotis adalah neoplasma maligna yang berasal dari sel epithelial yang terjadi di kelenjar liur yang terbesar yang terletak di anteroinferior dari telinga yang disebut parotis.1 Karsinoma parotis dapat dikelompokkan menjadi low grade carcinoma dan high grade carcinoma. Low grade carcinoma terdiri atas acinic cell ca, adenoid cystic ca, low-grade mucoepidermoid ca sedangkan high grade carcinoma terdiri dari adenocarcinoma, squamoous cell ca dan high-grade mucoepidermoid ca.1 Penyebab neoplasma pada kelenjar liur ini masih belum dapat dipastikan, dicurigai adanya keterlibatan faktor genetik dan faktor lingkungan. .1-3 Neoplasma kelenjar liur merupakan kasus yang jarang. Angka kejadian berkisar antara 3-6% dari semua neoplasma kepala dan leher. Kelenjar parotis yang paling sering terkena yaitu sekitar 80%.
1,2,4

Angka kejadian neoplasma

maligna kelenjar parotis lebih kurang 0,5% dari seluruh neoplasma.5 Neoplasma kelenjar liur biasa terjadi pada orang-orang yang berada di dekade ke 6 dan tersebar mengenai wanita maupun pria. 1,5,6 Neoplasma kelenjar liur lebih sering terjadi pada orang dengan ras Kaukasia.7 1.2 Batasan masalah Referat ini akan membahas tentang anatomi kelenjar parotis, definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi, gambaran klinik, cara mendiagnosis serta pengobatan karsinoma parotis. 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari referat ini adalah: 1. Memahami mengenai karsinoma parotis. 2. Meningkatkan kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah dibidang kedokteran. 1

3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan kepaniteraan klinik bagian ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 1.4 Metode Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengacu pada beberapa literatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kelenjar Parotis Secara umum, kelenjar liur dikategorikan ke dalam kelenjar liur mayor dan minor. Kelenjar mayor dibagi menjadi tiga yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibularis dan kelenjar sublingualis. Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur mayor yang tersusun dari sel asinus dan duktal. Sel asinus adalah struktur yang berfungsi untuk sekresi liur yang bersifat serous sedangkan kelenjar sublingual menghasilkan sekresi yang bersifat mucous serta kelenjar submandibula menghasilkan sekresi yang bersifat campuran.8 Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva yang terbesar. Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang berpasangan, berjumlah dua buah. Masingmasing beratnya rata-rata 25 gram dan berbentuk ireguler, berlobus, berwarna antara hijau dan kuning (yellow wish), serta terletak dibawah meatus acustikus externus didalam suatu lekukan di belakang ramus mandibulae dan di depan musculus sternoicleidomastoideus.9 Kelenjar ini dibentuk pada minggu ke 6 sampai minggu ke 8 pertumbuhan janin, berasal dari lapisan extoderm mulut dan berkembang di sekitar mesenchym. Kelenjar parotis berkembang mulai dari posterior ke anterior dengan membungkus nervus facialis ditengahnya.4

Produksi kelenjar saliva disalurkan melalui duktus Stensen yang keluar dari sebelah anterior kelenjar parotis yaitu sekitar 1,5 cm dibawah zigoma. Duktus ini memiliki panjang sekitar 4-6 cm lalu berjalan ke anterior menyilang musculus masseter, kemudian berputar ke medial dan menembus musculus businator dan berakhir dalam rongga mulut di seberang molar kedua atas. Duktus ini berjalan bersama dengan nervus facialis cabang bucal. Batas superficial adalah nodus lymphoidei parotidei, fascia, N. auricularis magnus serta kulit. Batas superior adalah meatus acusticus externus dan facies posterior articulation temporomandibularis. Batas posteromedial adalah processus mastoideus, M. sternocleidomastoideus, selubung carotis dengan A. carotis interna, V. jugularis externa, N. vagus, N. glossopharyngeus, N. acessorius dan N. facialis. Batas anteromedial adalah pinggir posterior ramus mandibulae, articulation temporomandibularis, M. masseter dan M. pterygoideus medialis.9 Perdarahan kelenjar parotis berasal dari A. carotis externa, dimana arteri ini berjalan medial dari kelenjar parotis lalu kemudian mempercabangkan A. maxilaris dan A. temporalis superior. A. temporalis superior mempercabangkan A. transveralis yang berjalan diantara zigoma dan saluran parotis, kemudian memperdarahi kelenjar parotis, saluran parotis dan otot masseter. V. maxilaris dan V. temporalis superficialis bersatu membentuk V. Retromandibuler yang berjalan disebelah dalam N. facialis lalu kemudian menyatu dengan V. jugularis externa.8,9 Nodul kelenjar limfe ditemukan pada kulit yang berada diatas kelenjar parotis (kelenjar preaurikuler) serta juga pada bagian dari kelenjar parotis itu sendiri. Kelenjar limfe yang berasal dari kelenjar parotis mengalirkan isinya ke dalam nodi lymphoidei parotidei dan nodi lymphoidei cervicales profundi.9

Persarafan kelenjar parotis oleh saraf preganglionik yang berjalan pada cabang petrosus dari N glossopharyngeus dan bersinaps pada ganglion otikus. Serabut post ganglionic mencapai kelenjar melalui N. auriculotemporal.2

2.2

Karsinoma Parotis Karsinoma parotis adalah neoplasma maligna yang berasal dari sel

epithelial yang terjadi di kelenjar liur yang terbesar yang terletak di anteroinferior dari telinga yang disebut parotis.1 Neoplasma kelenjar liur merupakan kasus yang jarang. Angka kejadian berkisar antara 3-6% dari semua neoplasma kepala dan leher. Kelenjar parotis yang paling sering terkena yaitu sekitar 80% lalu kelenjar submandibula yang lebih kurang 10-15% serta kelenjar sublingual dan kelenjar liur minor lebih kurang 5%.1,28 Angka kejadian neoplasma maligna kelenjar parotis lebih kurang 0,5% dari seluruh neoplasma.5 Neoplasma kelenjar liur biasa terjadi pada orang-orang yang berada di dekade ke 6. Neoplasma benigna biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun dan 5

lebih sering terjadi pada wanita sedangkan neolpasma maligna diatas 60 tahun dan tersebar merata pada wanita dan pria.1,5,6 Neoplasma kelenjar liur lebih sering terjadi pada orang dengan ras Kaukasia.7 Etiologi neoplasma pada kelenjar liur ini masih belum dapat dipastikan, dicurigai adanya keterlibatan faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor-faktor predisposisinya antara lain terapi radiasi, terhirup debu silica ataupun nitrosamine.1,2,7 Karsinoma parotis dapat dikelompokkan menjadi low grade carcinoma dan high grade carcinoma. Low grade carcinoma terdiri atas acinic cell ca, adenoid cystic ca, low-grade mucoepidermoid ca sedangkan high grade carcinoma terdiri dari adenocarcinoma, squamoous cell ca dan high-grade mucoepidermoid ca.1 1. Karsinoma Mukoepidermoid Jenis terbanyak dari keganasan kelenjar liur (sekitar 30%). Insidens kejadian paling tinggi ditemukan pada usia 30-40 tahun. Insidens keganasan kelenjar liur yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Tumor ini berasal dari sel epithelial lobar intralobar duktus saliva. Tumor ini tidak berkapsul serta metastase kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40%. Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri dari derajat rendah, menengah dan tinggi. Tumor derajat rendah menyerupai adenoma pleomorfik (berbentuk oval, batas tegas serta adanya carian mukoid). Tumor derajat rendah dan tinggi ditandai dengan adanya proses infiltratif. Pasien-pasien usia muda biasanya ditemukan yang berderajat rendah. 2. Adenokarsinoma Keganasan parotis kedua yang paling sering ditemukan pada anakanak. Berasal dari tubulus terminal dan intercalated atau strained sel duktus.

Sebagian besar (80%) tanpa gejala, 40% ditemukan terfiksasi di jaringan diatas atau dibawahnya, 30% metastasis ke nodus servical, 20% menderita paralisis nervus facialis dan 15% mengeluhkan sakit pada wajahnya.

Jenis-jenis yang lain adalah jenis keganasan yang tidak berdiferensiasi secara keseluruhan dan mempunyai angka harapan hidup yang buruk.

3. Karsinoma adenokistik Neoplasma kelenjar liur spesifik yang termasuk neoplasma dengan potensial keganasan tinggi. Didapat pada 3% seluruh neoplasma parotis, 15% neoplasma submandibular dan 30% neoplasma kelenjar liur minor. Sebagian pasien merasa asimptomatik, walaupun sebagian besar terfiksasi pada struktur diatas atau dibawahnya. Ditandai dengan adanya penyebaran perineural awal. Asalnya dipikirkan dari sel mioepitel. Mempunyai 15 tahun. 4. Karsinoma sel asiner Terjadi pada sekitar 3% neoplasma parotis. Lebih sering terjadi pada wanita. Puncak insidens antara lain dekade ke 5 atau ke 6 kehidupan. Terdapat metastasis ke nodus servikal, kira-kira 15% kasus. Tanda patologik khas adalah amiloid. Asalnya diperkirakan dari komponen serosa asinar dan sel duktus intercalated. 5. Karsinoma sel skuamosa Sering terjadi pada pria berusia tua dan ditandai dengan pertumbuhannya yang cepat. Insidens metastase ke nodus limfatikus sebanyak 47%. 7 perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh kekambuhan lokal yang sering dan dapat terjadi kekambuhan setelah

Biasanya terdapat pada kelenjar parotis. Dipikirkan berasal dari sel duktus ekskretorius.

6. Karsinoma sel duktus Jarang, dan menyerupai karsinoma duktus mammae. Duktus stensen lebih sering terkena dibandingkan dengan duktus Wharton. Memiliki kecendrungan untuk terjadi berulang pada tempat yang sama (35%). Dapat bermetastasis jauh (62%) dan hanya 23% pasien yang dapat bertahan hidup selama 3 tahun.1,3,6 Gejala pada neoplasma parotis yaitu biasanya terdapat pembengkakan di depan telinga dan kesulitan untuk menggerakkan salah satu sisi wajah. Paralisis nervus facialis sering didapatkan pada pasien dengan neoplasma parotis maligna. Adanya bengkak biasanya mengurangi kepekaan wilayah tersebut terhadap rangsang (painless) dan menyebabkan pasien kesulitan dalam menelan.1,2,3,5 Keluhan yang dirasakan pasien berupa benjolan yang soliter, tidak nyeri, dipre/infra/retro aurikuler, jika terdapat rasa nyeri sedang sampai berat biasanya terdapat pada keganasan. Terjadinya paralisis nervus facialis pada 2-3% kasus keganasan parotis. Terdapatnya disfagia, sakit tenggorokan, serta gangguan pendengaran. Dan dapat pula terjadi pembesaran kelenjar getah bening jika terjadi metastasis. Anamnesis yang lengkap harus dibuat untuk menyingkirkan penyebab benjolan pada kelenjar parotis. Selain itu dalam anamnesis juga perlu ditanyakan bagaimana progresivitas penyakitnya, adakah faktor-faktor resiko yang dimiliki oleh pasien, dan bagaimana pengobatan yang telah diberikan selama ini. 1,2,3,5 Nilai keadaan umum pasien secara keseluruhan, adakah anemis, ikterus, periksalah kepala, thorax serta abdomen. Selain itu adakah tanda-tanda kearah metastasis jauh (paru, tulang dan lain-lain). Inspeksi dari warna kulit, struktur, perkiraan ukuran, dan sampai intaoral, melihat adakah pendesakan tonsil/uvula. Palpasi dilakukan untuk menilai letak, ukuran, konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar. Pemeriksaan fungsi n. VII, VIII, IX, X, XI, XII. Palpasi juga untuk menilai apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral dan kontralateral. 1,2,3,5

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa foto rontgen kepala dan leher diperlukan untuk menemukan kemungkinan metastasis hematogen. USG, untuk membedakan massa padat dan kistik. USG pada pemeriksaan penunjang berguna untuk evaluasi kelainan vaskuler dan pembesaran jaringan lunak dari leher dan wajah, termasuk kelenjar saliva dan kelenjar limfe. CT-Scan, gambaran CT-scan tumor parotis yaitu suatu penampang yang tajam dan pada dasarnya mengelilingi lesi homogeny yang mempunyai suatu kepadatan yang lebih tinggi dibanding glandula tissue. Tumor mempunyai intensitas yang lebih besar ke area terang (intermediate brightness). Fokus dengan intensitas signal rendah (area gelap/rediolusen) biasanya menunjukkan area fibrosis atau kalsifikasi distropik. Klasifikasi ditunjukkan dengan tanda kosong (signal void) pada neoplasma parotid sebagai tanda diagnose. MRI, pemeriksaan ini dapat membedakan massa parotis benigna atau maligna. Pada massa parotis benigna, lesi biasanya memiliki tepi yang halus dengan garis kapsul yang kaku. Namun demikian, pada lesi maligna dengan grade rendah terkadang mempunyai pseudokapsular dan memiliki gambaran radiografi seperti lesi benigna. Lesi maligna dengan grade tinggi memiliki tepi dengan gambaran infiltrasi. 1,2,3,5 Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkalifosfatase, BUN/Kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal homeostasis, digunakan untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi. 1,2,3,5 Pemeriksaan Patologi Anatomi berupa Biopsy insisional yang dikerjakan pada tumor yang inoperable serta Biopsy Eksisional pada tumor parotis yang operable dilakukan parotidektomi superficial. 1,2,3,5

Tabel: 2002 AJCC Staging of Major Salivary Gland Tumors Primary Tumor (T) Tx T0 T1 T2 Primary tumor cannot be assessed No evidence of primary tumor Tumor 2cm or less in greatest dimension without extraparenchymal extension Tumor more than 2cm but not more than 4cm in greatest dimension without T3 extraparenchymal extension Tumor more than 4cm and/or having extraparenchymal extension 9

T4a T4b

Tumor invade skin, mandible, car canal and/or facial nerve Tumor invades skull base and/or ptyergoid plates and/or encases carotid artery

Regional Lymph Nodes (N) Nx N0 N1 N2a

Regional lymph node cannot be assessed No regional lymph node metastasis Metastasis in a single ipsilateral lymph node, 3cm or less in greatest dimension Metastasis in a single ipsilateral lymph node, more than 3cm but no more than 6cm in greatest dimension Metastasis in multiple ipsilateral lymph node, none more than 6cm in greatest dimension Metastasis in bilateral or contralateral lymph node, but none more than 6cm in greatest dimension Metastasis in lymph node, more than 6cm in greatest dimension

N2b

N2c

N3 Distant Metastase (M) Mx M0 M1 Stage Grouping I II III

Distant metastasis cannot be assessed No distant metastasis Distant metastasis

T1 N0 M0 T2 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 10

IVa

IVb IVc

T4b AnyN M0 AnyT N3 M0 AnyT AnyN M1

Pengobatan tumor parotis adalah multidisiplin ilmu termasuk bedah, neurologis, radiologi diagnostik dan inventersional, onkologi dan patologi. Faktor tumor dan pasien harus diperhitungkan termasuk keparahannnya, besarnya tumor, tingkat morbiditas serta availibilitas tenaga ahli dalam bedah, radioterapi dan kemoterapi. 1,2,3,5 Terapi berupa parotidektomi total dilakukan pada tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi ekstraparenkim dan N. VII sedangkan parotidektomi yang diperluas dilakukan untuk tumor ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim dan N. VII. 1,2,3,5 Terapi tambahan berupa radioterapi pasca bedah diberikan pada neoplasma maligna parotis dengan kriteris high grade ca, masih ada residu makroskopis atau mikroskopis, tumor menempel pada saraf, karsinoma residif dan karsinoma parotis lobus profundus. 1,2,3,5 Prognosis karsinoma parotis bergantung pada staging system dari AJCC. Dari sana didapatkan %-year survival rate untuk stage I sekitar 85%, stage II 66%, stage III 53% serta stage IV 32%. Selain itu, prognosis juga tergantung dari diagnosa histologi karsinoma. Pembagian kategori karsinoma parotis low grade hingga high grade sangat berguna. Pada neoplasma low grade , 10 years survival rate ialah 80-95% sedangkan pada neoplasma high grade ialah 25-50%.1,2,3,5

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Karsinoma parotis adalah neoplasma maligna yang berasal dari sel epithelial yang terjadi di parotis yang merupakan kelenjar liur yang terbesar yang terletak di anteroinferior dari telinga yang disebut parotis. Etiologi neoplasma pada kelenjar liur ini masih belum dapat dipastikan, dicurigai adanya keterlibatan faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor-faktor predisposisinya antara lain terapi radiasi, terhirup debu silica ataupun nitrosamine. 11

Manifestasi klinik karsinoma parotis adalah pembengkakan yang terdapat di depan telinga dan kesulitan untuk menggerakkan salah satu sisi wajah. Paralisis nervus facialis. Disfagia, sakit tenggorokan, serta gangguan pendengaran. Dan dapat pula terjadi pembesaran kelenjar getah bening jika terjadi metastasis. Karsinoma parotis dapat dikelompokkan menjadi low grade carcinoma dan high grade carcinoma. Pengobatan tumor parotis adalah multidisiplin ilmu termasuk bedah, neurologis, radiologi diagnostik dan inventersional, onkologi dan patologi. Faktor tumor dan pasien harus diperhitungkan termasuk keparahannnya, besarnya tumor, tingkat morbiditas serta availibilitas tenaga ahli dalam bedah, radioterapi dan kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauzi Mohd. Medical Faculty University of Trisakti [homepage on internet]. Ca Parotis [updated 2011 Sept 08; cited 2012 Nov 15]. Available from: http://www.scribd.com/doc/61923251/CA-PAROTIS

12

2. Khairani Laili. Medical Faculty University of Mataram [homepage on internet]. Tumor Parotis [updated 2012 July 07; cited 2012 Nov 15]. Available from: http://www.scribd.com/doc/99390507/Tumor-Parotis 3. Medscape Reference [homepage on internet]. Salivary Glands neoplasms [updated 2011 July 28; cited 2012 Nov 17]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/852373-overview#showall 4. Firdaus MA, Pulungan MR. Medical Faculty University Andalas. Penatalaksanaan rfik_Parotis.pdf 5. The National Institutes of Health [homepage on internet]. General Information About Salivary Gland Cancer [updated 2012 July 07; cited 2012 Nov 13]. Available from: http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/salivarygland/HealthPr ofessional/page1 6. Medscape Reference [homepage on internet]. Cellular Classification of Salivary Gland Cancer [updated 2011 July 20; cited 2012 Nov 17]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/852373overview#showall 7. Medscape Reference [homepage on internet]. Benign Parotid Tumors [updated 2011 Dec 15; cited 2012 Nov 17]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1289560-overview#showall 8. Budiman BJ, Triola S. Medical Faculty University Andalas. Parotidektomi Total Pada Karsinoma Sel Asinus Parotis. Available from: http://repository.unand.ac.id/18184/1/Parotidektomi%20Total%20Pada %20Karsinoma%20Sel%20Asinus%20Parotis%20PDF.pdf 13 Adenoma Pleomorfik Parotis. Available from: http://repository.unand.ac.id/17121/1/Laporan_Kasus__Adenoma_Pleomo

9. Snell RS. Kepala dan Leher. Dalam Buku Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Editor: Hartanto H, Listiawati E, Suyono YJ, Susilawati, Nisa TM, Prawira, dkk. Jakarta:EGC; 2006. p. 722-724.

14

Anda mungkin juga menyukai