Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Sistem kelenjar saliva terdiri dari kelenjar mayor dan minor.
Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis, submandibula,
dan sublingual. Sedangkan kelenjar saliva minor terdiri dari ekitar 600
hingga 1000 kelenjar saliva minor tersebar pada submukosa dari rongga
mulut, orofaring, hipofaring, laring, ruang parafaringeal, dan nasofaring
hingga submukosa traktus digestivus.
Kelenjar Parotis merupakan kelenjar terbesar dibandingkan
dengan kelenjar saliva lainnya. Berat kelenjar parotis berkisar antara 15-30
gram. Kelenjar parotis terdiri dari lobus superior atau superfisial dan
lobusbagian dalam, keduanya dipisahkan oleh nervus fasialis. Pada
pencitraan, lobus dapat dibedakan dengan melihat vena retromandibular
yang biasa ditemukan di antara lobus. Kelenjar Parotis terletak di sebelah
anterior-inferior dari meatus akustikus internus dan berada di belakang
dari ramus mandibula dan di depan muskulus sternokleidomastoideus.
Bagian apex dari kelenjar parotis berada tepat di bawah sudut
mandibula dan basis dari kelenjar parotis sedikit di bawah arkus zigoma.
Bagian anterior berbatasan dengan tepi posterior ramus mandibula dan
sedikit melapisi tepi posterior M.masseter. Bagian posterior kelenjar
dikelilingi oleh telinga, prosesus mastoideus dan tepi anterior otot
sternokleidomastoideus. Bagian dalam yang merupakan lobus medius
meluas ke rongga parafaring, dibatasi oleh prosesus stiloideus,
ligamentum stilomandibula, m.digastrikus, dan selubung karotis. Di
bagian anterior lobus ini terletak bersebelahan dengan bagian medial otot
pterigoideus. Bagian lateral hanya ditutupi oleh kulit dan jaringan lemak
subkutan. Jaringan ikat dan jaringan lemak dari fasia leher dalam
membungkus kelenjar ini. Kelenjar parotis memiliki duktus utama yang
dikenal dengan duktus Stensen dengan panjang 4-7 cm. Duktus ini keluar
dari permukaan lateral otot maseter, menembus jaringan lemak pipi dan
otot businator. Ujung saluran ini berada di mukosa pipi rongga mulut,
berhadapan dengan gigi molar kedua bagian atas.
Tumor bagian dalam terletak di daerah parafaringeal. Kelenjar
submandibula berhubungan erat dengan nervus ligual di segitiga
submandibular dan dikosongkan melalui duktus Wharton ke papilla yang
terdapat di bagian lateral dari frenulum. Duktus sublingual terletak di
bagian dalam mandibula dan sekresi melalui duktus Rivinus langsung ke
dasar mulut atau melalui beberapa duktus yang bergabung untuk
membentuk duktus sublingual (Bartholin), yang kemudian bersatu dengan
duktus Wharton.



Gambar 1. Anatomi kelenjar parotis

Kelenjar parotis berhubungan erat dengan struktur penting di
sekitarnya yaitu vena jugularis interna, arteri karotis eksterna, kelenjar
getah bening (KGB), cabang aurikulotemporalis dari saraf trigeminus dan
saraf fasialis. Pendarahan kelenjar parotis berasal dari arteri karotis
eksterna yang kemudian terbagi menjadi dua di dalam kelenjar parotis
yaitu arteri maksilaris dan arteri temporalis superfisial. Kelenjar parotis
juga mendapat suplai dari arteri fasialis transversal. Vena maksilaris dan
vena temporalis superfisialis bersatu membentuk vena retromandibuler
yang berjalan di sebelah dalam saraf fasialis, kemudian menyatu dengan
vena jugularis eksterna.
2
Saraf fasialis merupakan bagian penting pada anatomi kelenjar
parotis. Saraf fasialis keluar dari tulang temporal melalui foramen
stilomastoideus. Saraf fasialis mermasuki dan membagi kelenjar parotis
menjadi dua lobus superfisial dan profunda. Saraf fasialis ini bercabang
menjadi dua cabang utama yaitu temporofasial dan servikofasial. Di mana
cabang temporofasial ini memiliki 3 cabang yaitu ramus temporalis, ramus
zigomatikus dan ramus businator superior. Sedangkan untuk cabang
servikofasial yaitu ramus businator inferior, ramus mandibula dan ramus
servikal. Rangkaian saraf-saraf ini disebut sebagai pes anserinus.
2



Gambar 2. Anatomi Saraf Fasialis

Lobus superfisial dari kelenjar parotis mengandung sekitar 3-20
kelenjar limfe, terletak diantara kelenjar parotis dengan kapsulnya.
Kelenjar limfe ini merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang telinga
luar, daun telinga, kulit kepala, kelopak dan kelenjar air mata. Sistem ini
mengalir ke sistem limfe servikal bagian profunda.
2
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko
2

Terdapat semakin banyak bukti bahwa faktor-faktor lingkungan
tertentu seperti radiasi, virus, diet, dan paparan okupasional dapat
meningkatkan risiko tumor kelenjar saliva. Selain faktor lingkungan,
abnormalitas genetik yang spesifik seperti hilangnya alel, mutasi titik,
monosomi, ataupun polisomi, juga telah terbukti berhubungan dengan
perkembangan tumor kelenjar saliva.
A. Radiasi
Pada penelitian terhadap korban bom atom, ditemukan peningkatan
risiko menderita tumor jinak dan kanker seiring peningkatan dosis,
yaitu karsinoma mucoepidermoid dan tumor Warthin. Periode laten
rata-rata adalah 11 tahun untuk tumor ganas dan 21.5 tahun untuk
tumor jinak.
B. Viral
Epstein-Barr virus secara konsisten terbukti berhubungan dengan
karsinoma lymphoepithelial kelenjar saliva pada populasi Asia.
C. Faktor-faktor lain
- Merokok berhubungan kuat dengan peningkatan insiden
tumor Warthin.
- Paparan okupasional:
o Debu silika: risiko kanker kelenjar saliva meningkat 2.5
kali lipat
o Paparan nitrosamin pada pekerja karet
- Riwayat menarche awal dan nuliparitas: peningkatan kanker
kelenjar saliva


2.3 Pembagian Tumor Kelenjar Liur
Tumor kelenjar liur dibagi menjadi 2 yaitu tumor jinak dan
ganas atau maligna. Keduanya memiliki karakteristik yang mirip di awal
namun dengan berjalannya waktu akan terdapat perbedaan. Diagnosa
tumor ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi dan sitologi.

Klasifikasi Histologi Tumor Kelenjar Saliva oleh
WHO
1
1.Adenomas
1.1 Pleomorphic adenoma
1.2 Myoepithelioma (myoepithelial adenoma)
1.3 Basal cell adenoma
1.4 Warthin tumor
1.5 Oncocytoma
1.6 Canalicular adenoma
1.7 Sebaceous adenoma
1.8 Ductal papilloma
1.8.1 Inverted ductal papilloma
1.8.2 Intraductal papilloma
1.8.3 Sialadenoma papilliferum
1.9 Cystadenoma
1.9.1 Papillary cystadenoma
1.9.2 Mucinous cystadenoma
2. Carcinomas
2.1 Acinic cell carcinoma
2.2 Mucoepidermoid carcinoma
2.3 Adenoid cystic carcinoma
2.4 Polymorphous low-grade adenocarcinoma
2.5 Epithelial-myoepithelial carcinoma
2.6 Basal cell adenocarcinoma
2.7 Sebaceous carcinoma
2.8 Papillary cystadenocarcinoma
2.9 Mucinous adenocarcinoma
2.10 Oncocytic carcinoma
2.11 Salivary duct carcinoma
2.12 Adenocarcinoma
2.13 Malignant myoepithelioma (myoepithelial
carcinoma)
2.14 Carcinoma in pleomorphic adenoma
(malignant mixed tumor)
2.15 Squamous cell carcinoma
2.16 Small cell carcinoma
2.17 Undifferentiated carcinoma
2.18 Other carcinomas
3. Nonepithelial tumors
4. Malignant lymphomas
5. Secondary tumors
6. Unclassified tumors
7. Tumor-like lesions
7.1 Sialadenosis
7.2 Oncocytosis
7.3 Necrotizing sialometaplasia (salivary gland
infarction)
7.4 Benign lymphoepithelial lesion
7.5 Salivary gland cysts
7.6 Chronic sclerosing sialadenitis of
submandibular gland
7.7 Cystic lymphoid hyperplasia in AIDS

2.4.1Tumor Jinak
1,2

Tumor kelenjar liur jinak dibagi menjadi 3 yaitu epitel, non-epitel dan
metastasis. Tumor jinak epitel berupa pleomorphic adenoma (80%),
monomorphic adenoma (Warthin's tumor, oncocytoma, basal cell
adenomas, canalicular adenomas, dan myoepitheliomas) dan papilloma
ductal .Tumor jinak non-epitel berupa hemangioma, neural sheath tumor
dan lipoma. Pilomatricoma adalah tumor jinak yang berasal dari sel
matriks folikel rambut. Ini merupakan neoplasia kulit yang sangat langka.
Insidensi tertinggi pada usia dekade 1 dan dekade 6. Tumor ini paling
sering muncul pada kepala dan leher dan memiliki ciri berupa nodul
subkutan atau intradermal yang padat, lambat dalam pertumbuhan, tidak
nyeri, dan menempel pada kulit namun tidak terfiksasi dengan jaringan di
bawahnya. Biasanya tumor muncul tanpa gejala dengan diamter 1-3 cm
dan kulit yang teregang di atas tumor dapat menimbulkan tent sign dengan
multiple facet dan angles. Tanda khas berupa perubahan warna menjadi
biru kemerahan, berbeda dengan epidermal inculusion dan dermoid cyst.
Karakteristik histologi pilomatrikoma berupa ghost cell di tengah dengan
basofil di tepinya, yang dikelilingi oleh sel basal, dan dapat disertai
kalsifikasi maupun reaksi granuloma berupa foreign body giant cell.Ghost
cell adalah sel pipih tanpa nukleus dengan regio sentral yang tidak
berwarna.
2.4.1.1 Pleomorfik Adenoma
Tumor ini adalah jenis tumor jinak yang paling sering terjadi (40-70%)
dan biasanya berawal di ekor kelenjar parotis.Pleomorfik adenoma
mempunyai gambaran berupa massa tumor tunggal, keras, bulat, berwarna
abu keputihan hingga kuning pucat, dapat digerakkan, pertumbuhan
lambat, berkapsul bila berasal dari kelenjar mayor dan tanpa disertai rasa
nyeri.
2
Pada pemeriksaan histologi komponen epitel, mioepitel dan
mesenkim dan tersusun dalam beberapa variasi komponennya.
2.4.1.2 Tumor Warthin
Tumor Warthin merupakan tumor jinak kelenjar liur kedua tersering.
Nama lainnya adalah limfomatosum kistadenoma papilar. Tumor ini
tampak sferis atau oval, tanpa kapsul dengan permukaan mulus hingga
berlobul dan dapat ditemukan kista papilar dan berisi cairan coklat
mukoid. Secara histologis tampak sebagai struktur epitel kistik yang
berproliferasi dan bereosinofil.Umumnya mengenai kelenjar parotis
bilateral dan sangat jarang berubah menjadi suatu keganasan.
4
2.4.1.3 Oncocytic papillary cystadenoma
Tumor ini jarang berasal dari kelenjar parotis namun biasanya berawal dari
laring.Pada pemeriksaan patologi ditemukan kista bundar mulus dan
secara mikroskopis terlihat mirip dengan tumor Warthin namun tanpa
disertai matrix limfoid.
2.4.1.4 Oncocytoma
Onkositoma mencakup <1% dari tumor kelenjar saliva. Tumor ini berbatas
tegas dan tidak memiliki kapsul dengan permukaan berwarna merah muda
hingga kuning coklat. Pada pemeriksaan histologi ditemukan sel-sel
epitelial berbentuk polihedron yang besar yang dikenali sebagai onkosit
serta penuh dengan sitoplasma eosinofilik bergranular dan mitokondria.

2.4.1.5 Adenoma Sel basal
Biasanya berasal dari parotis dan kelenjar saliva minor pada bibir atas.
Pada pemeriksaan patologi ditemukan tumor padat dengan batas tegas
berwarna abu-putih hingga merah muda-kecoklatan pada permukaannya.
Pada pemeriksaan histologi dan sitologi ditemukan membran basal intak
(berbeda dengan pleomorfik), tanpa disertai invasi ke jaringan sekitar,
saraf dan vaskular (berbeda dengan karsinoma kistik adenoid) serta adanya
stroma kolagen yang menghubungkan sel-sel. Terdapat 4 pertumbuhan
pada sel basal adenoma yaitu: padat, trabekular, tubular dan membranosa.
2.4.2 Tumor Ganas
2.4.2.1 Karsinoma Mukepidermoid
Tumor ini merupakan tipe tersering yaitu sekitar 30% dari seluruh
keganasan pada parotis.Mikroskopis ditandai oleh adanya 2 populasi
sel, yakni sel mucous dan sel epidermoid.Proporsi sel mucous dan
epidermoid ini menentukan grading tumor.Low grade
mukoepidermoid ditandai oleh adanya struktur kistik yang menonjol
dan sel-sel matur (komponen kistik lebih dominandari pada
epidermoid).Low grade mukoepidermoid tidak pernah metastasis
dan relatif mirip dengan neoplasma jinak.Intermediate-grade tumor
mengandung komponen kistik yang lebih sedikit, terdapat
peningkatan sel epidermoid dan terkadang ada formasi
keratin.Highgrade karsinoma mirip dengan karsinoma sel skuamosa
berupa tumor hiperseluler dengan sel atipik yang menonjol dan
sering terdapat gambaran mitosis.Karsinoma mukoepideroid
metastasis utamanya ke KGB regional dan jarang metastasis jauh.


2.4.2.2 Adenoid Cystic Carcinoma
Adenoid cystic carcinoma (ACC) mencakup 10% dari seluruh
keganasan kelenjar saliva, dengan 2/3 nya mengenai kelenjar
saliva minor. ACC bersifat sangat invasif tapi dapat juga dorman
untuk waktu yang cukup lama. Pasien dengan ACC dapat
asimptomatik atau hanya mengalami sedikit perubahan selama
lebih dari 10 tahun dan mendadak tumor tersebut menginfiltrasi
jaringan sekitarnya dengan agresif.Secara histologis ACC
dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu tubular, kribiformis, dan
solid, dengan prognosis paling baik yaitu tubular dan yang
terburuk tipe solid.
1,4,6
Tumor ini cenderung menginvasi nervus
dan menyebar melalui perineural planes. Angka metastasis dari
ACC merupakan yang tertinggi yaitu pada 30-50% pasien
ditemukan metastasis. Metastasis umumnya mengenai organ lain
terutama paru-paru, jarang mengenai KGB regional.
4

2.4.2.3 Malignant Mixed Tumor
Malignant mixed tumor (Carcinoma ex-pleomorphic adenoma)
merupakan karsinoma yang berasal dari adenoma pleomorfik, dapat
juga timbul de novo (carcinosarcoma). Risiko adenoma pleomorfik
mengalami perubahan menjadi ganas yaitu 1,5% dalam 5 tahun
pertama dan meningkat menjadi 9,5% jika telah lebih dari 15 tahun.


2.4.2.4 Adenokarsinoma
Adenokarsinoma parotis berkembang dari sel sekretorik kelenjar
tersebut.Tumor ini bersifat agresif dengan potensi untuk metastasis ke
KGB regional dan metastasis jauh.Sekitar 33% pasien dengan
adenokarsinoma ditemukan adanya metastasis baik regional maupun
jauh.

2.4.2.5 Karsinoma Sel Acinic
Ini merupakan tumor intermediate-grade dengan potensi keganasan
yang rendah.Umumnya muncul bilateral dan bersifat solid, jarang
bersifat kistik.Sangat jarang ditemukan metastasis.Tumor ini juga
dapat menyebar melalui perineural planes.

Tabel Stadium Karsinoma

Sistem Klasifikasi Menurut AJCC
Pengelompokan Stadium
Stadium I T1, N0, M0
Stadium II T2, N0, M0
Stadium III T3, N0, M0
T1-3, N1, M0
Stadium IV T4, N0 atau N1, M0
Setiap T, N2 atau N3, M0
Setiap T, setiap N, M1
Tumor Primer (T)
T0 Tidak ditemukan tumor primer
T1 Ukuran < 2cm, tidak mengenai jaringan sekitar
T2 Ukuran 2-4 cm, tidak mengenai jaringan sekitar
T3 >4cm, mengenai jaringan sekitar
T4 Ukuran apapun, mengenai struktur sekitar (tulang, saluran
telinga luar, n. fasialis
N (KGB Regional)
N0 Tidak ada metastasis regional
N2a Metastasis pada satu nodus limfatikus ipsilateral >3 cm tapi
<6 cm
N2b Metastasis pada beberapa nodus limfatikus ipsilateral, tapi
tidak ada yang ukurannya >6 cm
N2c Metastasis pada nodus limfatikus bilateral atau
kontralateral, tapi tidak ada yang ukurannya >6 cm
N3 Metastasis pada nodus limfatikus dengan ukuran >6 cm
Metastasis penyakit
M0 Tidak ada bukti metastais jauh
M1 Ada bukti metastasis jauh
2.4 Gejala dan Pemeriksaan Fisik
Tumor parotis baik jinak maupun maligna biasanya memiliki
karakteristik berupa pembengkakan atau massa tanpa disertai nyeri.
1,2

Apabila ditemukan benjolan yang disertai nyeri akut maka dapat
mengindikasikan adanya proses inflamasi seperti parotitis bakterial akut
akibat sialolithiasis, parotitis viral akut karena mumps atau sindrom
sjogren karena proses autoimun.
1-4
Namun pada tumor jinak dapat
ditemukan nyeri bila ada perdarahan, infeksi danpembesaran kista. Pada
tumor maligna, adanya nyeri mengindikasikan adanya invasi tumor ke
saraf.
2
Tumor jinak memiliki ciri berupa durasi yang lama dan
pertumbuhan yang lambat.
2-4
Apabila didapatkan durasi lama namun
pembesaran benjolan semakin cepat maka harus dicurigai adanya
malignansi atau dapat juga sebagai akibat dari inflamasi atau degenerasi
kistik seperti pada tumor Warthin.Setiap pasien yang memiliki benjolan di
kelenjar parotis harus ditanyakan mengenai riwayat kanker di kulit wajah
atau kulit kepala dengan tujuan untuk menyingkirkan kecurigaan
metastasis pada kelenjar parotis misalnya pada melanoma maligna.
Pada pemeriksaan fisik tumor kepala leher diperlukan
pemeriksaan lengkap berupa ciri massa (letak, lokasi, mobilitas tumor,
nyeri), fungsi nervus fasialis, pergerakan rahang, pemeriksaan kelenjar
getah bening leher, dan pemeriksaan kulit kepala leher.
1
Tumor jinak
memiliki ciri berupa batas tegas, tidak ada nyeri palpasi dan masih dapat
digerakkan serta jarang menyebabkan parese nervus fasialis.
1-4
Letak
tumor akan dipengaruhi dari jenisnya misalkan pada pleomorfik lebih
sering berasal dari ekor kelenjar parotis. Tumor tersebut dapat menyebar
ke lobus superfisial, lobus dalam (melalui stylomandibular tunnel) hingga
ke ruang parafaringeal. Sedangkan pada tumor maligna dapat ditemukan
parese atau paralisis nervus fasialis, massa yang nyeri, terfiksasi pada kulit
atau struktur di bawahnya dan adanya adenopati servikal.Perlu diperiksa
penyebaran tumor maligna seperti pada kulit, pergerakan rahang dan lain-
lain. Apabila terdapat trismus maka kemungkinan besar sudah mengenai
otot masseter atau pterygoid.
4


Gambar penyebaran tumor melalui ligament
stylomandibula menuju ruang parafaring
2
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Foto mandibula ataupanoramik dapat dilakukan bila tumor
melekat ke tulang untuk melihat adakah kerusakan atau infiltrasi ke
mandibula pada tumor ganas. CT scan atau MRI dilakukan pada
tumor yang mobilitasnya terbatas untuk mengetahui luas ekstensi
tumor dan pada tumor parotis lobus profunda untuk mengetahui
perluasan ke orofaring, parafaringeal dan basis kranii. CT merupakan
pemeriksaan yang sensitif terhadap keterlibatan tulang, sedangkan
MRI merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk menentukan
jaringan yang terlibat dengan tumor parotis.Pemeriksaan CT dan
MRI perlu untuk menentukan stadium kankerdan untuk menentukan
terapi, namun tidak dapat menentukan suatu tumor adalah tumor
benigna atau maligna.

2. Sialografi
Pemeriksaan sialografi dilakukan untuk melihat gambaran
duktus stensen dan cabang-cabangnya, dapat dilihat apakah ada
penyempitan atau penyumbatan duktus, struktur duktus tersebut
terdorong atau tidakoleh suatu massa tumor.

3. USG
USG tumor dapat dilakukan terutama pada anak-anak atau
pada kista. Rontgen thoraks maupun USG abdomendapat dilakukan
pada tumor ganas atau curiga ganas untuk identifikasi metastasis.


4. Fine-needle aspiration biopsy (FNAB)
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) merupakan salah
satu pemeriksaan sederhanadan akurat untuk mendeteksi tumor pada
kelenjar parotis maligna atau benigna. Sensitivitas dari FNAB
berkisar antara 87-94%, sedangkan spesifisitas FNAB berkisar antara
75 - 100%.Akan tetapi, teknik ini tidak diterima oleh semua klinisi
karena beberapa efek samping seperti perdarahan dan sampel yang
diperiksa belum tentu akurat sehingga dapat menyebabkan
pengobatan yang terlambat. Beberapa keuntungan dari FNAB yaitu
dapat mendapatkan diagnosis definitif untuk menentukan terapi dan
mempersiapkan konseling preoperatif pasien.

2.6 Tatalaksana
Tumor kelenjar saliva yang jinak harus dieksisi secara komplit
(parotidektomi total ataupun parotidektomi superfisial) untuk mencegah
rekurensi lokal. Luas diseksi saraf fasialis dan reseksi jaringan parotis
tergantung dari ukuran, lokasi, derajat invasi, adanya metastasis regional,
dan histologi tumor.
2,4
Secara umum prinsip dasar dalam pembedahan
tumor parotis terdiri dari 2 komponen utama yaitu eksisi tumor secara
adekuat dan mempertahankan fungsi dari nervus.
2

Radioterapi dilakukan paska operasi untuk high-grade malignancy
yang memiliki tanda invasi perineural ekstraglandular, invasi langsung
jaringan sekitar, atau metastasis regional, kanker stadium T3 atau T4,
terdapat KGB yang mengandung metastasis lebih dari 1, ada pertumbuhan
ekstra kapsul atau diameter KGB lebih dari 3 cm.
4
Selain radiasi dapat
diberikan kemoterapi sebagai adjuvan atau paliatif pada kasus-kasus yang
sudah bermetastasis, tumor ganas rekuren yang tidak dapat dioperasi dan
tipe histologi tertentu, antara lain keganasan jenis sel asinus, karsinoma
mukoepidermoid dan adenokarsinoma high grade. Respon terhadap
kemoterapi umumnva berkisar 10%-30%.
3,5
Bila saraf fasialis tidak dapat
dipertahankan, dapat dilakukan rehabilitasi dengan nerve graft untuk
membantu mempertahankan tonus fasialis yang bertujuan melindungi
kornea dari kerusakan, kompetensi oral, nasal valve maintenance, dan
kosmetis.
3


Parotidektomi
2

Insisi standar adalah modified Blairs incision namun face-lift
incision dapat dilakukan pada tumor jinak di regio inferior atau media dari
kelenjar parotis. Insisi ini lebih baik secara kosmetik. Greater auricular
nerve dan vena jugularis eksterna diidentifikasi di atas otot
sternokleidomastoid dan dipisahkan dari bagian kaudal kelenjar parotis.
Posterior belly dari otot digastrikus akan terlihat di bagian proksimal dari
insersinya di tulang mastoid. Fasia antara kelenjar parotis dan kanalis
akustikus eksterna didiseksi dan eklenjar parotis diretraksi ke anterior dan
memperlihatkan tragal pointer.
Metode paling umum untuk identifikasi bagian utama saraf fasialis
adalah untuk melihat alurnya di regio antara tragal pointer dan insersinya
di posterior belly otot digastrikus ke tulang mastoid. Kecuali posisinya
berubah karena tumor, saraf ini biasanya terletak 1-1.5 cm di dalam dan
inferior dari tragal pointer. Selain itu juga dapat menggunakan linea sutura
timpano-mastoid yang dapat diikuti alurnya secara medial. Bila tumor
menutupi bagian utama saraf, maka identifikasi dilakukan lewat cabang
perifernya.
2

Pada keganasan, kelenjar getah bening periparotis, jugular
superior dan segitiga submandibula posterior harus diinspeksi. Kelenjar
yang dicurigai juga harus dibiopsi atau dilakukan diseksi.
1
Selain itu, bila
saraf diliputi oleh tumor atau pra-operasi ditemukan non fungsional, dan
preservasi saraf akan meninggalkan residu besar, maka dipertimbangkan
reseksi tulang temporal dengan saraf tersebut dikorbankan untuk mencapai
negative margin.

Tatalaksana Tumor Kelenjar Parotis Sesuai Grading
5

Grading Tindakan
Low grade
T1 T2
Parotidektomi total
High grade
T1 T2
Parotidektomi total
Bila N (+) Radical neck disection (RND) + radiasi adjuvan
T3 Parotidektomi total
Bila N (+) RND + radiasi adjuvan
T4 Parotidektomi total beserta kulit, otot, mandibula, tulang temporal
Bila N (+) RND + radiasi adjuvan

Eksisi Tumor Kelenjar Saliva Parafaring
2

Eksisi tumor kelenjar saliva di dalam ruang parafaring paling
baik dilakukan melalui pendekatan eksternal yaitu parotidektomi dengan
ekstensi servikal. Bila tumornya melibatkan lobus profunda, dilakukan
parotidektomi superfisial terlebih dahulu. Bila tumor pada kelenjar saliva
minor di ruang parafaring, divisi inferior saraf fasialis diidentifikasi dan
dipertahankan. Kemudian otot sternokleidomastoideus diretraksi secara
lateral dan leher bagian atas didiseksi untuk memperlihatkan vena
jugularis interna dan arteri karotis interna, serta empat saraf kranial (IX, X,
XI, dan XII).

Posterior belly otot digastrikus dan otot stilohyoid diidentifikasi,
dipisahkan dengan insersinya dan diretraksi secara medial sehingga arteri,
vena dan sarafnya lebih tampak, termasuk ligamen stilomandibular dan
processus styloidnya. Ligamen stylomandibular dipisahkan dan tampak
ruang parafaring.
Bagan Tatalaksana Tumor Kelenjar Saliva
6


2.7 Komplikasi Parotidektomi
1,

Komplikasi tindakan parotidektomi terbagi menjadi komplikasi
awal dan komplikasi terlambat (lihat tabel).
Tabel Komplikasi parotidektomi


Awal Terlambat
Paralisis nervus fasialis Sindrom Frey
Perdarahan Tumor rekuren
Infeksi Kosmetik yang buruk
Nekrosis skin-flap Defisit soft tissue
Trismus Keloid/hyperthrophic scar
Sialocele
Seroma

A. Paralisis Nervus Fasialis
Gangguan pada nervus fasialis berupa paralisis pada wajah
merupakan salah satu komplikasi awal. Insidensi paralisis nervus
fasialis lebih tinggi pada parotidektomi total dibandingkan
parotidektomi superfisial serta akan semakin meningkat pada operasi
ulang pada tumor rekuren. Komplikasi ini dapat mengenai sebagian
atau seluruh cabang nervus fasialis serta dapat bersifat sementara (10-
30%) maupun menetap(3%). Bila bersifat sementara, biasanya gejala
membaik setelah beberapa minggu hingga beberapa
bulan.Komplikasi ini dapat disebabkan karena adanya stretch injury
atau intervensi pada vasa nervorum atau stimulasi berlebih pada
nervus yang disebabkan oleh stimulator saraf .Cabang yang paling
beresiko adalah cabang mandibular marginal.
1
Untuk menghindari
atau meminimalisir komplikasi ini maka dapat dilakukan monitoring
nervus fasialis secara kontinu saat pembedahan berlangsung serta
pemberian kortikosteroid untuk menurunkan edema dan inflamasi
post-operasi.
B. Perdarahan atau Hematoma
Perdarahan atau hematoma merupakan komplikasi yang jarang terjadi
dan biasanya disebabkan karena hemostasis yg terganggu.Terapi
yang dilakukan untuk mengatasi hal ini berupa evakuasi hematoma
dan kontrol pembuluh darah yang berdarah.
C. Infeksi
Infeksi juga merupakan komplikasi yang jarang ditemukan karena
dapat dicegah dengan teknik asepsis dan tingginya vaskularisasi pada
kulit wajah.Terapi yang dilakukan berupa drainase dan pemberian
antibiotik.
D. Nekrosis Skin-Flap
Nekrosis skin flap seringkali terjadi pada ujung distal skin flap post-
auricula.
E. Trismus
Trismus terjadi apabila terdapat inflamasi dan fibrosis pada otot
masseter, biasanya bersifat ringan dan self-limited.Terapi yang
dilakukan adalah terapi pergerakan rahang untuk memperbaiki batas
gerakan.
F. Sialocele atau Fistul Saliva
Sialocele atau fistul saliva terjadi bila sisa kelenjar saliva yang
terpotong tetap menghasilkan saliva kemudian saliva terkumpul di
bawah flap.Terapi yang dapat dilakukan berupa aspirasi dengan
jarum.
G. Sindrom Frey
Sindrom Frey atau gustatory sweating merupakan komplikasi yang
berkaitan dengan regenerasi menyimpang dari serabut saraf
parasimpatis postganglionik sekretomotor kelenjar parotid menjadi
pemberi inervasi pada serat postganglionik simpatis yang mengatur
kelenjar keringat pada kulit wajah sehingga yang terjadi adalah
sekresi keringat bukan sekresi liur. Gejala yang tampak berupa rasa
panas, sakit, kemerahan dan keluar keringat pada kulit daerah operasi
setelah makan terutama bila makan makanan yang merangsang
keluarnya air saliva (makanan asam). Insiden dari sindroma Frey ini
berkisar antara 30 60% dan hanay 10% yang memiliki gejala.
Terapi yang dapat diberikan berupa antipespirant topikal.
Kortikosteroid topikal dan injeksi toksin botulinum A. Untuk
pencegahan terjadinya Frey sindrom sendiri yaitu dengan cara
meletakkan jaringan yang menghalangi pertumbuhan saraf
parasimpatis ke kelenjar keringat. Hal ini dapat dilakukan dengan
beberapa teknik seperti flap sternomastoid, tensor fascia lata, flap
SMAS ( Superficial musculoaponeurotic system), dermal fat graft.

Gambar Mekanisme terjadinya Sindrom Frey
H. Tumor rekuren
Tumor rekuren dapat terjadi akibat pembedahan yang inkomplit atau
tumor spillage.Tumor jenis maligna memiliki rekurensi yang lebih
tinggi. Pada beberapa jenis tumor, rekurensi akan menghasilkan
tumor yang lebih besar dan lebih dalam. Terapi yang dilakukan
berupa parotidektomi total dengan preservasi nervus fasialis dan
eksisi scar serta dapat diberikan terapi adjuvant berupa radiasi.





PEMBAHASAN
Wanita usia 66 tahun datang dengan keluhan berupa benjolan pada kedua
pipi. Benjolan tersebut berawal dari benjolan kecil dengan diameter kurang dari 1
cm di bagian kanan sejak 5 tahun lalu dan semakin membesar dalam waktu 1 bulan.
Sedangkan pada benjolan kiri terdapat pertumbuhan yang lebih cepat dan lebih
besar. Benjolan tersebut tidak nyeri, mobile, permukaan rata, batas tegas, konsistensi
padat, dan tidak ada tanda-tanda infeksi seperti eritema, edema, dan perabaan
hangat. Sebagai dokter, apabila pasien datang dengan benjolan di kepala dan leher
maka harus dilakukan pemeriksaan fisik kepala dan leher lengkap berupa
pemeriksaan kulit, karakteristik benjolan, pemeriksaan kelenjar getah bening,
pemeriksaan nervus fasialis, dan pemeriksaan komplikasi seperti gangguan menelan,
gangguan pernafasan.
Benjolan pada kepala dan leher harus dibedakan antara infeksi atau non
infeksi, dan apabila non infeksi harus dibedakan apakah merupakan tumor jinak atau
tumor ganas. Benjolan yang infeksius akan memiliki tanda-tanda infeksi seperti
nyeri, perubaan warna berupa eritema, teraba hangat, dan dapat disertai gejala
sistemik lainnya seperti demam. Sedangkan pada tumor, baik jinak atau pun ganas,
biasanya muncul tanpa adanya gejala. Tumor jinak memiliki ciri berupa batas tegas,
tidak ada nyeri palpasi dan masih dapat digerakkan serta jarang menyebabkan parese
nervus fasialis. Sedangkan pada tumor maligna dapat ditemukan parese atau
paralisis nervus fasialis, massa yang nyeri, terfiksasi pada kulit atau struktur di
bawahnya dan adanya limfadenopati servikal. Perlu diperiksa penyebaran tumor
maligna seperti pada kulit, pergerakan rahang dan lain-lain. Apabila terdapat trismus
maka kemungkinan besar sudah mengenai otot masseter atau pterygoid. Tumor
dapat membesar dan menyebar ke lobus superfisial, lobus dalam (melalui
stylomandibular tunnel) hingga ke ruang parafaringeal.
Dengan melihat karakteristik benjolan pada pasien, maka kemungkinan
besar benjolan ini merupakan tumor jinak pada kelenjar parotis. Jenis tumor jinak
kelenjar parotis dapat berupa Pleomorphic adenoma, basal cell adenoma, tumor
Warthin, oncocytoma, ductal papilloma,Cystadenoma, pilomatricoma dan lainnya.
Jenis tumor jinak ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang berupa FNAB dan
pemeriksaan histologi. Pada kasus ini didapatkan bahwa eksisi benjolan di kiri
merupakan pilomatricoma dan basal cell adenoma.
Terapi untuk semua tumor jinak adalahharus dieksisi secara komplit untuk
mencegah rekurensi lokal. Pada kasus ini, parotidektomi superfisial merupakan
pembedahan yang tepat. Setelah operasi parotidektomi superfisial dengan preservasi
nervus fasialis, didapatkan paralisis nervus VII cabang temporofasial dan
servikofasial. Maka untuk follow up perlu dilakukan follow up untuk pemeriksaan
paralisis nervus VII apakah permanen atau sementara serta follow up untuk
komplikasi yang terlambat seperti sindrom Frey.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bailey BJ, et al. Head & Neck Surgery: Otolaryngology. 4
th
ed. Lippincot
Williams & Wilkin;2006. (CH VIII-section109)
2. Flint P, et al. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery. 5
th
ed.
Mosby Elsevier;2010. (CHAPTER 60)
3. Townsend. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological basis of Modern
Surgical Practice. 18
th
edition. Saunders Elsevier;2007.
4. Brunicardi CF, Andersen DK, Biliar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock
RE. Schwartz principle of surgery. Ed ke-8. McGraw-Hill. 2004.
5. Kurnia A, Ramli HM, Albar ZA, Panigoro SS, Kartini D, editor. Kanker
kepala-leher dan rekonstruksi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. Hal
73-92.
6. National Comprehensive Cancer Network. NCCN Clinical Practice
Guidelines in Oncology Head and Neck Cancers. Versi 2.2013.
NCCN;2013. Hal 75.
7. Prendes BL, Kangelaris GT, Zante, AV, Wang SJ. Pilomatricoma
masquerading as metastatic squamous cel carcinoma. E-med University
California. 2012;12. 17-22
8. Jose A, Rafael M, Danilo KS, Fernando DL. Pilomatrixoma in Head and
Neck. Braz J Otorhinolaryngol. 2009; 75 (4):618

Anda mungkin juga menyukai