PENDAHULUAN
hanya sekitar 3% dari semua kasus neoplasma di saluran aerodigesti. Keganasan pada
rongga hidung juga termasuk dalam kelompok penyakit neoplasma ini. Gejala dari
Tumor pada sinus paranasal dapat dikelompokan menjadi tumor jinak dan tumor
ganas, dengan jenis tumor jinak tersering adalah papiloma dan tumor ganas yang
paling sering adalah karsinoma sel squamousa. Keganasan di daerah sinus paranasal
penelitian mengatakan hal tersebut dipengaruhi variasi dari kondisi geografis, faktor
budaya, sosial, lingkungan tempat tinggal dan kerja yang berbeda beda, menyebabkan
varisasi kejadian tumor yang tersering terjadi masing-masing negara di belahan dunia
sampai 3.6 per 100 penduduk per tahun. Di departemen THT FKUI RS Cipto
Mangunkusumo, keganasan ini ditemuakan pada 10-15 % dari seluruh tumor ganas
THT. Laki-laki ditemukan lebih banyak dengan rasio laki-laki banding wanita sebesar
2:1.
Tumor yang termasuk dalam neoplasma di daerah maxila antara lain
odontogenik. Asal tumor yang disebutkan tersebut bisa tumbuh di seluruh bagian
tubuh dan namun angka kejadiannnya sangat kecil. Tumor sinonasal yang khas untuk
TINJAUAN PUSTAKA
Maksila dibentuk oleh tulang maksila dan palatum, yang merupakan tulang
mempunya bagian:
d. Facies anterior
a. Proc. Frontalis yang bersendi dengan os. Frontale, nasal dan lacrimale
merupakan sinus terbesar dari keempat sinus paranasalis yang ada. Di bawah
mukosanya, pada dinding anterior dan posterior, terdapat anyaman saraf yang
alveolaris dan canalis infra orbitalis untuk mempersarafi gigi rahang atas.
Akar gigi yang tumbuh pada proc. Alveolaris maksila kadang-kadang dapat
menembus sinus, yaitu akar gigi dari M1. Terdapat juga otot-otot yang kecil
dan tipis yang melekat pada maksila yang mendapat persarafan motorik dari
nervus fasialis.
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
pasang sinus paranasal mulai dari yang terbesar yaitu, sinus maksila, sinus
Dinding anterior sinus tersebut adalah fosa kanina, dinding posterior berbatasan
lateral rongga hindung, dinding superior adalah dasar orbita dan dinding
inferiornya adalah prosessus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1)
dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu
premolar (P1, P2) dan molar (M1, M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan
gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus
Sinus frontal terletak di os frontal, dengan bentuk kanan dan kiri sinus ini
tidak simetris. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebar 2,4 cm dan
dalam 2 cm. sinus ini berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus
Dari semua sinus paranasal sinus etmoid yang paling bervariasi dan
sinus lainnya. Bentuk sinus etmoid adalah seperti piramid. Ukurannya dari
anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cm dan lebar 0.5 cm di bagian anterior dan
Sinus etmoid berongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon yang
terdapat dibagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan
dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya sinus etmoid dibagi menjadi sinus
etmoid anterior muaranya di meatus medius dan sinus etmoid posterior muaranya
di meatus superior.
Di bagian terdepan dari sinus etmoid terdapat bagian sempit yang disebut
sebagai resesus frontalis yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang
terbesar disebut sebagai bula etmoid, di daerah etmoid anterior terdapat pula
sinus etmoid dengan sinus maksilaris. Atap dari sinus etmoid disebut sebagai
fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding lateral dari sinus ini
adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan berbatasan dengan sinus etmoid
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus ini berbatasan dengan sinus sfenoid.
Sinus ini dibagi menjadi 2 bagian kanan dan kiri oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukuran tinggi 2 cm, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volum
Batas-batas sinus sfenoid adalah superior terdapat fosa serebri media dan
Sampai saat ini masih belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi
sinus paranasal. Ada beberapa yang berpendapat sinus tersebut tidak memiliki
fungsi apapun karena terbentuk sebagai akibat dari pertumbuhan tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan mengenai fungsi sinus paranasal antara lain
(1) sebagai pengatur kondisi udara, (2) sebagai penahan suhu, (3) membantu
tekanan udara dan (6) membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga
hidung.
2.3. Tumor Maksila
2.3.1. Definisi
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat
kelainan genetic. Faktor penyebab tumor menimbulkan mutasi gen pada sel
tubuh hingga timbul kelainan genetic, manifestasi gen menjadi kacau, timbul
pada kelainan morfologi, metabolisme dan fungsi sel tumor yang berbeda dari
sel normal. Tumor maksila adalah tumor yang lokasinya berada di daerah
maksila.
2.3.2. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini umumnya tidak diketahui. Menurut WHO faktor
predisposisi dari kejadian tumor ini berasal dari adanya paparan debu kayu
yang berasal dari kayu pohon beech atau oak.Dimana ekporsure tersebut
terbentuknya proses tersebut sebagai akibat dari adanya trauma yang tidak
dan tumor jinak. Adapun yang termasuk dalam kelompok tumor jinak yang
berada di maksila antara lain kelompok epitel dan nonepitel serta tumor
odontogenik. Sedangkan tumor ganas terdiri dari tumor epitel dan nonepitel.
Tumor jiinak epitel antara lain: Tumor ganas epitel antara lain:
Angiofibroma lain:
Hemangioma Hemangioperisitoma
Osteoma Rabdominosarkoma
Ameloblastoma
Adamantinoma
Kista tulang
2.3.4. Epidemiologi
Tumor pada sinus paranasal dapat dikelompokan menjadi tumor jinak dan
tumor ganas, dengan jenis tumor jinak tersering adalah papiloma dan tumor
Kurang lebih 60% kasus tumor ganas ini berasal dari sinus maksila, dikuti
kavum nasi 20-30%, sinus etmoid 10-15% dan sinus sfenoid dan sinus frontal
1%. Bila tumor kavum nasi tidak dimasukkan maka, 77% berasal dari sinus
maksila, 22% dari sinus etmoid dan 1% dari sfenoid dan frontal. Keganasan
ini dengan angka yang tinggi ditemukan di Jepang, China dan India.
keganasan ini ditemukan pada 10-15% dari seluruh tumor ganas THT. Laki-
laki ditemukan lebih banyak dengan rasio laki-laki banding wanita sebesar
2:1.
Gejala dan tanda dari penyakit tumor ini bergantung dari asal primer
tumor dan arah perluasaannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tidak
kategori gejala yang dapat timbul akibat perluasan dari tumor maksila:
a. Gejala nasal
Gejala pada nasal dapat berupa obstruksi hidung yang unilateral, dapat disertai
dengan rhinorea, dan epitaksis. Selain itu terjadi kelainan deformitas pada
hidung seperti deviasi septum nasi. Pada kasus keganasan di daerah maksila
b. Gejala orbita
c. Gejala oral
Gejala pada gigi dapat berupa nyeri menetap di daerah gigi meskipun gigi
di daerah palatum.
d. Gejala fasial
tulang pipi. Jika sudah sampai menekan nervus trigeminus maka dapat terjadi
Jika terjadi perluasan tumor hingga ke daerah kepala dapat terjadi nyeri kepala
hebat.
dan osteoma.
a. Papiloma
Papiloma merupakan tumor yang berasal dari invaginasi epitel dan poliferasi
maupun mandibula. Biasanya berasal dari gigi seri ataupun gigi taring.
pada pasien di bawah usia 30 tahun. Angka kejadian perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan mandibula. Tumor ini biasanya bersumber dari gigi seri.
tersering laki-laki dan perempuan masih belum ada bukti penelitian yang
multilokular pada foto rongten. Biasanya asal jaringan dari gigi molar tiga.
e. Myxoma
Jenis tumor yang sering pada usia 25-30 tahun. Tidak ada faktor predileksi
dari jenis kelamin. Biasanya mengenai posterior dari mandibula. Tumor ini
f. Cementoblastoma
dari gigi molar dan premolar. Umumnya terjadi pada usia 30 tahun dapat
menyerang pria dan wanita. Gejala umum yang terjadi adalah rasa bengkak
dan nyeri. Pada radiologi tampak masa radioopaque pada 1 atau lebih akar
gigi.
g. Osteosarkoma
Tumor ini merupakan tumor ganas, tumbuh dari jaringan mesenkimal yang
memproduksi jaringan tulang dan tulang immatur. Sering pada laki-laki usia
30-40 tahun. Lesi ini biasanya mengenai bagian inferior dari maksila (alveolar
ridge, sinus floor, palate). Gejala klinis berupa bengkak, nyeri, gigi tanggal,
deviasi septum.
i. Osteoma
Osteoma adalah penyakit tumor jinak pada tulang baik tulang padat
merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan (39,3%) dari seluruh
tumor jinak tulang terutama terjadi pada usia 20 – 40 tahun. Bentuknya kecil
untuk mengetahui jenis dari tulang ataupun asal daerah pertumbuhan tumor
2.3.8. Stadium
tumor berdasarkan ukuran tumor primer (T), metastasis kelenjar getah bening
2.3.9. Penatalakasanan
seperti radiasi dan kemoterapi sebagai ajuvan sampai saat ini masih
kedua orbita. Pada tumor jinak dilakukan ekstirpasi tumor sebersih mungkin.
di lakukan misalnya pada tumor yang sudah infiltrasi ke orbita, terdiri dari
residif atau jenis yang sangat baik dengan kemoterapi, misalnya limfoma
atau sebagai terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal
tumor yang sedikit dapat dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi
sepanjang pembedahan dan penyembuhan luka post operasi lebih dapat
diperkirakan.
2.3.10. Komplikasi
atau organ penting pada daerah wajah dan leher. Dengan CT dan MRI, dapat
2.3.11. Prognosis
harapan hidup pasien dengan tumor jinak lebih baik dibandingkan dengan
tumor ganas.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : Ny. PK
No. RM : 446829
3.2. Anamnesis
a. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan benjolan digusi kiri atas sejak tiga tahun yang
benjolan digusi sebelah kiri atas yang timbul sejak tiga tahun yang lalu. Awal
timbul benjolan secara spontan berukuran kecil namun semakin lama benjolan
tersebut dirasakan semakin bertambah besar dan nyeri tidak dirasakan pada
benjolan tersebut sejak pertama kali benjolan muncul hingga saat ini. Pasien
daerah benjolan maupun daerah lainny namun pada saat benjolan semakin
membesar terjadi pelepasan pada gigi premolar 1 Rahang kiri atas yang tidak
meninggal akibat sakit berupa benjolan pada daerah paha kiri sebelah dalam.
Adapun gejala yang ditemukan pada benjolan tersebut adalah berupa nyeri,
Anemia (-)
Kejang (-)
d. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat Tumor (+): ayah kandung pasien pada region femur medial.
f. Riwayat operasi
Tidak ada.
Respirasi: 20x/menit
Nadi: 86x/menit
SB: 36,5oC
SpO2: 96%
Thorax
Palpasi: (-)
Perkusi: (-)
Palpasi: (-)
Perkusi: (-)
dullness (-)
Perkusi: (-)
-
3.3.2 Status lokalis
1. Ekstra oral: Regio Facial : asimetris wajah (+), massa (+) pada regio bucal
(-), ulkus(-), nyeri tekan (-), panas (-), keras (+), tidak bergerak (+),
(b) anterior
Gambar 7 .Tampak Ekstra Oral.
2. Intra oral: tampak massa pada regio maksila anterior sinistra dari gigi
premolar 1 (24) sampai molar 3 (28) dengan warna sama dengan mukosa
darah (-), ulkus (-), pus (-), ada gigi hilang pada premolar 2 rahang kiri atas
(25), nyeri tekan (-), masa keras, berbatas tegas dan terfiksasi,
hipervaskularisasi (+).
3.4.1 Laboratorium
Hematologi Lengkap
Hemoglobin : 9,2 g/dL
Hematokrit : 29,5%
Eritrosit : 9.60 x 106 uL
Lekosit : 8.10 x 103 uL
Trombosit :305x103 uL
Koagulasi
PT (waktu protrrombin) : 10.6 detik
APTT : 26.7 detik
Kimia Darah
Glukosa Darah Sewaktu : 189mg/dL
SGOT : 30.7U/L
SGPT :-
BUN : 20.2 mg/dL
Creatinin :0.02 mg/dL
Na, K, Cl
Kalium Darah : 4,62 mEq/L
Natrium darah :144.00 mEq/L
CL darah :110.70 mEq/L
Calcium ion :122 mEq/L
3.4.2 Foto Panoramik
tempat asal dan terdapat gigi hilang pada premolar 2 rahang kiri atas
(25).
Interprestasi : Tampak masa isodens pada maxillarys kiri sisi anterior meluas
1. Osteoma
2. Papiloma
3. Myxoma
4. Cementoblastoma
3.7. Penatalaksanaan
Pemeriksaan darah lengkap, foto panoramic dan CT-Scan untuk melihat keadaan
3.8. KIE
3.Menjelaskan perlunya dilakukan tindakan biopsi pada tumor yang telah diangkat
3.9. Prognosis
Ad functionam : dubia ad malam Ad vitam : dubia ad bon
sBAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien atas
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat pengaruh
berbagai factor penyebab tumor yang menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen
kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor maksila adalah tumor yang lokasinya
Berdasarkan anamnesa pada pasien didapatkan keluhan benjolan digusi sebelah kiri atas
yang timbul sejak tiga tahun yang lalu. Awal timbul benjolan secara spontan berukuran kecil
namun semakin lama benjolan tersebut dirasakan semakin bertambah dan nyeri tidak
dirasakan pada benjolan tersebut sejak pertama kali benjolan muncul hingga saat ini. Pasien
tidak memeriksakan dirinya ke Rumah sakit sejak awal timbulnya benjolan dikarenakan tidak
ada gangguan yang berarti, seperti gangguan makan, minum, menelan dan berbicara. Tidak
ada riwayat trauma atau jatuh pada tempat benjolan. Menurut pengakuan dari pasien bahwa
tidak pernah mengalami sakit gigi pada daerah benjolan maupun daerah lainnya. Pada saat
benjolan semakin membesar terjadi pelepasan pada gigi premolar 1 Rahang kiri atas yang
tidak disadari oleh pasien. Pasien tidak pernah mengonsumsi obat-obatan apapun untuk
mengobati benjolan yang ada. Menurut pengakuan pasien bahwa orang tua (ayah) dari pasien
meninggal akibat sakit berupa benjolan pada daerah paha kiri sebelah dalam. Adapun gejala
yang ditemukan pada benjolan tersebut adalah berupa nyeri, panas dan benanah.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan benjolan di daerah maksila sinistra berjumlah satu
buah dengan batas yang tegas. Ukuran ± 5x5x3cm dan benjolan teraba keras, permukaan rata,
30
tidak mobile, dan nyeri tekan (-). Pemeriksaan penunjang foto panoramic ditemukan Tampak
lesi radioopak dengan batas jelas pada regio bucalis sinistra atas , ukuran diameter ±5 cm,
berbentuk bulat oval destruksi tulang (-), tampak bergesernya gigi molar 1 jauh dari tempat
asal dan terdapat gigi hilang pada premolar 2 rahang kiri atas (25).
maksila. Berdasarkan sifatnya sendiri osteoma memiliki karakteristik sesuai dengan tulang
yang terkena dan gejala yang timbul bisa menyerupai sinusitis. Namun kecurigaan ke arah
penyakit lain seperti papiloma, myxoma, cementoblastoma, osteosarkoma masih belum dapat
dihilangkan. Hal ini dikarenakan hasil pemeriksaan histopatologi anatomi pasien belum
dilakukan.Selain itu biopsi dilakukan untuk menentukan tumor yang terjadi apakah suatu
masa jinak atau ganas. Walaupun dari klinis pasien kecurigaan masa menunjukan adanya
tanda-tanda tumor jinak namun, pemeriksaan biopsi tetap dilakukan untuk mengetahui secara
Tindakan pada tumor maksila dilakukan tindakan eksisi dan biopsi dari jaringan tumor os
maksila sinistra. Tindakan operasi dilakukan berupa tindakan operasi sesegera mungkin
sebelum tumor tersebut menimbulkan gejala yang lebih hebat. Pada pasien tumor os maksila
31
BAB V
KESIMPULAN
1. Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat pengaruh
berbagai factor penyebab tumor yang menyebabkan jaringan setempat pada tingkat
3. Tumor secara umum di kelompokkan sebagai 2 jenis yaitu tumor ganas dan tumor
jinak dan Etiologi dari penyakit ini umumnya tidak diketahui. Menurut WHO faktor
predisposisi dari kejadian tumor ini berasal dari adanya paparan debu kayu yang
4. Gejala dan tanda dari penyakit tumor ini bergantung dari asal primer tumor dan arah
perluasaannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tidak bergejala. Gejala timbul
gambaran hiperdens pada daerah sinus paranasal. Selain CT Scan dapat pula
mengetahui jenis dari tulang ataupun asal daerah pertumbuhan tumor yang terjadi
tersebut.
ukuran tumor primer (T), metastasis kelenjar getah bening regional (N) dan
32
7. Penatalakasanan berupa pembedahan atau lebih sering bersama dengan modalitas
terapi lainnya seperti radiasi dan kemoterapi sebagai ajuvan sampai saat ini masih
8. Diagnosis banding kasus tumor maksila antara lain, papiloma, calcifying odontogenic
9. Prognosis dari tumor maksila bergantung dari jenis tumor. Usia harapan hidup pasien
33
DAFTAR PUSTAKA
Delibasi C, et al. 2009. A Large Mass in the Maxilla: Clinical Features and Differential
Diagnosis. JCDA.
Dewi, S.P. 2016. Laporan Pendahuluan Tumor Maksila. Malang: Fakultas Kedokteran
pBrawijaya.
Moretti, et al. 2004. Osteoma of Maxillary Sinus: Case Report. Acta Otorhinolaryngol Italy.
Nathasia S. & Andri F. 2014. Tumor Maxilla yang disebabkan oleh Kelainan Odontogen dan
Non-odontogen. Jakarta: FK Universitas Pelita Harapan.
Rahman S, & Firdaus A. 2012. Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial dan
Metastasis ke Paru. Jurnal Kesehatan Andalas.
Roezin A, & Armiyanto.2007. Tumor Hidung dan Sinonasal. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher edisi keenam. Jakarta: FKUI.
Soejitpto D, & Mangunkusumo E. 2007. Sinus Paranasal. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher edisi keenam. Jakarta: FKUI.
Wan Desen, et al. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI.
34