Anda di halaman 1dari 29

TINJAUAN PUSTAKA

MENINGIOMA

Disusun Oleh : M. Ali Akbar M. NIM. 0010101051

Dosen Pembimbing Dr. Dwikoryanto, Sp. BS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2010

BAB 1. PENDAHULUAN Karena kemajuan tehnik diagnosa pada dewasa ini, kasus-kasus tumor intrakranial menjadi lebih sering dilaporkan. Pada umuranya, tumor intrakranial timbul dengan cepat dan progressif, sehingga mendorong penderitanya untuk segera mendapatkan pengobatan ke dokter. Namun tidak demikian halnya dengan kasus-kasus meningioma dimana pen.deri.ta datang pada keadaan yang sudah lanjut dan tentunya ukuran tumor sudah menjadi sangat besar. Bahkan oleh karena perjalanannya yang sangat lambat sebaglan besar kasus tanpa disertai adanya gejala-gejala klinik. Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang minimal seringkali diketemukan secara kebetulaii. Dari semua otopsi tumor, dilaporkan terdapat 1,44% meningioma intrakranial yang sebagian besar tanpa adanya gejala-gejala klinik (Black, et al., 2007). Meningioma merupakan neoplasm a intrakranial nomor 2 dalam urutan frekuensinya yaitu mencapai angka 20%. Di intracranial, meningioma banyak ditemukan pada wanita dibanding pria (2 : 1), sedangkan pada kanalis spinalis lebih tinggi lagi (4 : 1). Meningioma pada bayi lebih banyak pada pria terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasi dengan trauma kapitis kurang meyakinkan. Meningioma intrakranial merupakan 15-20% dari semua tumor primer di regio ini. Meningioma juga bisa timbul di sepanjang kanalis spinalis, dan frekuensinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tumor lain yang rumbuh di regio ini. Pada umumnya meningioma dianggap sebagai neopiasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah parasagital. Yang terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar. Bilamana meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os petrosum di dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis

mempunyai kecenderungan untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis, Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frotitalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri raerupakan gejala ketidakmarapuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, dismngsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood. Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intracranial dan 12 % dari semua tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat. Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut.Paling banyak meningioma tergolong jmak(benign) dan 10 % malignant. Meningioma malignant dapat terjadi pada wanita dan laki-laki,meningioma benign lebih banyak terjadi pada wanita. Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketaliui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara liistopatologis berasal dari sel pembungkus araklmoid {arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk.2 Meningioma intrakranial raerupakan tumor kedua yang tersering disamping Glioma, dan merupakan 1320% dari tumor susunan saraf pusat.l Etiologi tumor Ini diduga berhubungan dengan genetik, terapi radiasi, hormon sex, infeksi virus dan riwayat cedera kepala. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Insidensi meningioma intrakranial merupakan tumor kedua yang tersering disamping Glioma, merupakan 13-20% dari tumor susunan saraf pusat. Meningioma dapat terjadi pada semua usia namun jarang didapatkan pada bayi dan anak-anak. Angka tertinggi penderita meningioma adalah pada usia 50-60 tahun. Meskipun demikian dilaporkan juga dua kasus meningioma kongenital pada bayi. Koos dan Muller menyatakan mulai usia 12 tahun insidens

meningiorna meningkat secara progressif. Meningioma ini lebih banyak didapatkan pada wanita dari pada laki-laki. Perbandingan antara wanita dan lakilaki adalah 3 : 2, sedangkan Jacobson et al mendapatkan perbandingan wanita dan laki-laki adalali 7:4.1.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Meninx adalah stiatu selaput jaringan ikat yang niembungkus enchepalon dam medulla spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang letaknya berurutan dari superficial ke profunda. Bersama-sama,araknoid dan piamater disebut leptomening. Dura mater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwama putih, terdiri dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis melekat erat pada dinding canalis vertebralis, menjadi endosteum(=periosteum),sehingga di antara lamina meningialis dan lamina endostealis terdapat spatium extraduralis(spatium epiduralis) yang berisi jaringan skat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara dura mater dan archnoid terdapat spatium subdurale yang berisi cairan lymphe. Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat pada permukaan interior cranium, terutama pada sutura, basis crania dan tepi foramen occipital magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu : 1. Falx eerebri 2. Tentorium cerebella 3. Falx cerebella 4. Diaphragm sellae Arachnoid bersama-sama dengan pia mater disebut leptomeninges. Kedua lapisan ini dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoideae.Arachniod adalah suatu selubung tipis, membentuk spatium subdurale dengan dura mater. Antara archnoid dan pia mater terdapat spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis. Arachnoid yang niembungkus basis serebri berbentuk tebal sedangkan yang niembungkus facies superior eerebri tipis dan transparent. Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior.

Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara folia cerebri.Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut reticularis dan elastic.ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darali cerebral. Pia terdiri dari lapisan sel mesodermal tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan arachnoid, membrane ini ini menutupi seraua permukaan otak dan medulla spinalis.

Gambar 2.1 Anatomi Meninges 2.2 Definisi Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign). Meningioma malignant jarang terjadi. Meningioma adala tumor otak jinak yang berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan meningen serta derivat-derivatnya. Di antara sel-sel meningen itu

belum dapat dipastikan sel niana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan villi arachnoid. Timibulinva meningioma kebanvakan di temnat ditemukan banyak villi arachnoid. Dari observasi yang dilakukan Mallary (1920) dan didukung Penfield (1923) didapatkan suatu konsep baliwa sel yang membentuk tumor ini ialah fibroblast sehingga mereka menyebutnya arachnoid fibroblast atau meningeal Fibroblastoma.3 Meningioma berasal dari leptomening yang biasanya berkembang jinak. Gushing, 1922 menamakannya meningioma karena tumor ini yang berdekatan dengan meningen. Ahli patologi pada umumnya Icbih menyukai label histologi dari pada label anatomi untuk suatu tumor. Namun istilah meningioma yang diajukan Gushing (1922) ternyata dapat diterima dan didukung oleh Bailey dan Bucy (1931). Orville Bailey (1940) mengeraukakan bahwa sel-sel arachnoid berasal dari neural crest, sel-sel arachnoid disebut Cap cells; pendapat ini didukung Harstadius (1950), bennula dari unsur ectoderm. Zuich tetap menggolongkan meningioma ke dalam tumor mesodermal.

Gambar 2.1 Meningioma pada gambaran CT scan

2.3 Etlologi Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma, Pada beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara meningioma dengan trauma. Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbtil pada akhir kehamilan, mungkin hal ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu. Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan dengan light microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari meningioma. Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron misroscope inclusion bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam membran inti. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiornas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering tetjadi pada usia nuida. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma. Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker,

atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor untuk mengembangkan meningioma. Multiple meningiomas terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma memlliki reseptor yaiig berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen, danjarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada jinak meningiomas, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belura sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam peitumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebili cepat pada saat kehamilan. 2.4 Patofislologi Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral. Dari lokalisasinya Sebagian besar meningioma terletak di daerah supratentorial. Insidens ini meningkat terutama ada daerah yang mengandung granulatio Pacchioni. Lokalisasi terbanyak pada daerah parasagital dan yang paling sedikit pada fossa posterior. Etiologi tumor ini diduga berhubimgan dengan genetik, terapi radiasi, hormon sex, infeksi virus dan riwayat cedera kepala. Sekitar 40-80% tumor ini mengalami kehilangan material genetik dari lengan panjang kromosom 22, pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan

NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma. Terapi radiasi juga dianggap turut berperan dalam genesis meningioma. Bagaimana peranan radiasi dalani menimbulkan meningioma masih belum jelas. Pasien yang mendapatkan terapi radiasi dosis rendah untuk tinea kapitis dapat berkembang menjadi meningioma multipel di tempat yang terkena radiasi pada dekade berikutnya. Radiasi kranial dosis tinggi dapat menginduksi terjadinya meningioma setelah periode laten yang pendek. Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya faktor etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memieu meningioma hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon lain juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan reseptor untuk platelet derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma. Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan pada meningioma soliter. Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma sama dengan yang ditemukan pada karsinoma mammae. Jacobs dkk (10) melaporkan. meningioma secara bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma mammae dengan meningioma.

Gambar 2.3 Lokasi tersering pada meningioma Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat dan tidak menginvasi otak maupun medulla spinalis. Stimulus homion merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma. Pertunibuhan meningioma dapat menjadi cepat selama periode peningkatan hormon, fase luteal pada siklus menstruasi dan kehamilan. Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab meningioma telah diteliti, tapi belum didapatkan bukti nyata hubungan trauma dan virus sebagai

penyebab meningioma. Philips et al melaporkan adanya sedikit peningkatan kasus meningioma setelah trauma kepala pada populasi western Washington state. 2.5 Gambaran Histopatologi Meningioma intrakranial banyak ditemukan di regio parasagital, selanjutnya di daerah permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis spinalis meningioma lcbih sering menempati regio torakal. Pertumbuhan tumor ini mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan sekitamya, namun jarang menyebuk ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan fokus-fokus kalsifikasi kecil-kecil yang berasai dari psammoma bodies, bahkan dapat ditemukan pembentukan jaringan tulang baru. Secara histologis, meningioma biasanya berbentuk globuler dan meiiputi dura secara luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah kecoklatan homogen serta dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal jika ditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan pandang elektron. atau terdapat peningkatan selularitas, rasio small cell dan nukleus sitoplasma yang tinggi, uninterupted patternless dan sheet-like growth. Sedangkan pada anapiastik akan ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuklear pleomorphism, abnormalitas pola pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral. Imunohistokimia dapat membantu diagnosis meningioma. Pada pasien dengan meningioma, 80% menunjukkan adanya epithelial membrane antigen (EMA) yang positif. Stain negatifunruk anti-Leu 7 antibodi (positif pada Schwannomas) dan glial fibrillary acididprotein (GFAP).

Gambar 2.5 slide Patologi (Hematoksilin-eosin, X400 perbesaran asli). A, Meningioma dengan fitur ganas, nukleolus (titik kuning) dan mitosis (panah). B, intranuklear intnisi sitoplasma (pseudoinclusion).

2.6 Klasifikasi Gambaran mikroskopik meningioma amat bervariasi, macam-macam klasifikasi diusulkan, natnun Orville Bailey (1940) menganggap klasifikasi meningioma tidak diperlukan. Pandangan ini didasarkaii secara biologis karma variasi-variasi histologis tersebiit tidak banyak kaitannya dengan perangai biologi kelompok tumor ini. Klasifikasi menurut Kernohan dan Sayre, yaitu Meningioma meningotheliomatosa (syncytial, eiidothclimatous), Meningioma fibroblastic dan Meningioma angioblastik. Yang terakhir ada yang menggolongkan sebagai

haemangioperisitoma. Tipe transisional atau tipe campuran digolongkaii ke dalam kelompok meningioma meningotheliomatosa. WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan meiaiul tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah rnikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya. a. Grade I Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodic. Jika tumor semakin bverkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian penatalaksaiiaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi yang continue. b. Grade II Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksaiiaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan. c. Grade III Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuri dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi. Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari tumor.

1.

Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus menlngioma). Falx adalah selaputyang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx

2.

Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang rnata. Banyak terjadi pada wanita. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan otak dengan hidung. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di pemxukaan bawah bagian belakang otak.

3.

4.

5.

6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas seila tursica, sebuah kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.
7.

Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.

8.

Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang paa atau di sekitar mata cavum orbita. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh bagian otak.

9.

2,7 Diagnosa a. Manifestasi klinik Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunay fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau btekanan pada nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal.

Meningioma tumbuhnya perlahan-lahaii dan tanpa meniberikan gejalagejala dalam waktu yang lama, bahkan sampai bertahun-tahvm. Ini khas untuk meningioma tetapi tidak pathognomonis. Diperkirakan meningioma intrakranial yang merupakan 1,44% dari seluruh otopsi sebagian besar tidak menunjukkan gejala-gejala dan didapatkan secara kebetulan. Dari permulaan sampai timbulnya gejala-gejala rata-rata 26 hulan, dilaporkan juga gejala-gejala yang lama timbulnya yaitu antara 20 30 tahun. Walaupun demikian gejala-gejala yang cepat tidak menyingkir kan adanya meningoma. Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain misalnya sakit kepala, muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal seperti kejang-kejang, kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala umum ini sering sudah ada sejak lama bahkan ada yang bertahun-tahun sebelum penderita mendapat perawatan dan sebelum diagnosa ditegakkan. Gejala-gejala yang paling sering didapatkan adalah sakit kepala. Gejala Minis lain yang paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut: 1) kejang-kejang (48%) 2) gangguan visus ( 29%) 3) gangguan mental ( 13%) 4) gangguan fokal ( 10%) Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan tingginya tekanan intrakranial, Tanda-tanda fokal sangat tergantung dari letak tumor, gejala-gejala bermacam-macam sesuai dengan fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat. Menurut Leaven gangguan fungsi otak ini penting untuk diagnosa dini. Gejala-gejala ini tirnbul akibat hemodynamic steal dalam satu hemisfer otak, antara hemisfer atau dari otak kedalam tumor. 1) Sakit Kepala Merupakan gejala yang paling sering, sakit kepala ini tidak khas, dapat umum atau terlokalisir ada daerah yang berlainan. Hal ini sudah lazim walaupun

tidak dikaitkan dengan meningkatnya tekanan intracranial. Meningioma Intra Ventrikuler seringkali mengalami sakit kepala dan peningkatan tekanan intrakranial, karena meningioma di tempat tersebut dapat bergerak dan dapat mengadakan penyumbatan pada aliran cairan serebrospinalis. Sakit kepala tersebut bersifat unilateral dan gejala-gejala ini mungkin hilang timbul. Selain sakit kepala juga disertai mual dan muntah-muntah. 2) Kejang Didapati 48% dari kasus meningioma mengalami kejang-kejang terutama pada meningioma parasagittal dan lobus temporalis, Adanya kejang-kejang ini akan memperkuat cliagnosa. 3) Gangguan Mata Gangguan mata yang terjadi pada meningioma dapat berupa : a) penurunan visus b) papil oedema c) nystagmus
d)

gangguan yojana penglihatan

e) gangguan gerakan bola mata f) exophthalmus. 5) Hemiparese Lebih sering didapatkan pada meningioma dibandingkan dengan. tumortumor intrakranial yang lain. 10% dari kasus meningiomadidapati kehimpuhan fokal, Crose dkk mendapatkan tiga dari 13 kasusnya dengan hemi parese disertai gangguan sensoris dari N V. 6) Gangguan mental Sering juga didapatkan gangguan mental, tentunya berhubungan pula dengan lokalisasi dari tumor.Dilaporkan 13% dari kasus-kasus RAAF (29) dengan

gangguan mental. Gejala mental seperti: dullness, confusion stupor merupakan gejala-gejala yang paling sering. Disamping gejala-gejala tersebut di atas juga sering didapatkan gangguan saraf otak (nervus cranialis) terutama yang paling sering dari kasus-kasus Grouse yaitu N II, V, VI, IXdan X. Gejala yang raenarik adalah adanya Intermittent cerebral symptoms. Pada 219 penderita dengan meiiingioma supra tentorial didapatkan ganggnan fungsi serebral yang mendadak intermitten dan sementara dapat beberapa raenit atau lebih dari sehari. Gejala-gejala dapat berapa afasia, kelumpuhan dari muka dan lidah, hemi plegia, vertigo, buta, ataxia, hallusinasi (olfaktoris) dan kejang-kejang. Setengah dari kasus-kasus ini gangguan fungsi serebral berulang-ulang, karena terjadi pada usia lanjut maka seringkali diagnosa membingungkan dengan suatu infark otak atau insuffuiensia serebrovaskuler, migrain, dan multiple sclerosis. Pada umumnya C.V.A. dapat dibedakan dengan tumor intrakranial dengan adanya gejala-gejala yang mendadak dan perlahanlahan diikuti dengan kemajuan dari gejala-gejala neurologis. Bermacam-macam gejala eurologis yang paling sering menimbulkan kesalahan diagnosa. 7) Tanda-tanda yang menyesatkan (False Localizing Signs = FLS) FLS dari tumor-tumor intrakranial adalah tanda-tanda yang tidak semuanya berhubungan dengan gangguan fungsi pada tempat tumor tersebut. Biasanya terlihat sebagai gejala fokal dari tempat-tempat yang jauh dari tumor di mana hal ini dapat membingungkan untuk menentukan lokalisasi tumor tersehut. Seperti biasanya diagnosa klinik ditegakkan dari Icumpulan/tanda-tanda, tetapi kurangnya pengetahuan akan FLS menyebabkan kesalahan-kesalahan pada diagnosa, apabila pada kasus-kasus yang tanda-tandanya tidak jelas. Dari 250 kasus meningioma intrakranial didapatkan 101 kasus dengan FLS. Diagnosa yang salah karena gejala-gejala yang tidak jelas disertai adanya FLS. Gejala-gejala yang tidak jelas dapat disebabkan oleh karena adanya Silent area di mana tumortumor itu pada permulaannya tidak menunjukkan gejala-gejala. Yang termasuk silent area: parasagital anterior, konveksitas frontal dan intraventrikuler.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor: 1) Meningioma falx dan parasagittal; nyeri tungkai 2) 3) Meningioma Convexitas; kejang, sakit kepala, deficit neurologis fokal, Meningioma Sphenoid; kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan perubahan status mental pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda. 4) Meningioma Olfactorius; kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus. 5) Meningioma fossa posterior; nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan, 6) Meningioma suprasellar; pembengkakan diskus optikus, masalah visus 7) Spinal meningioma ; nyeri punggung, nyeri dada dan lengan 8) Meningioma Intraorbital ; penurunan visus, penonjolan bola mata 9) Meningioma Intraventrikular ; perubahan mental, sakit kepala, pusing b. Pemeriksaan Penunjang Diagnosa meningioma dapat ditentukan atas beberapa pemeriksaan sebagai berikut: 1) Elektroensefaiografi (E.E.G.). 2) X ray foto tengkorak. 3) Angiografi 4) Pneumoensefalografi atau Ventrikulografi. 5) Brain Scan. 6) Computerized Tomography Scan (CT scan). 7) Histopatologik. 8) Tissue Culture. 1) Elektroensefaiografi (EEG) Tumor otak memberi EEG abnormal pada 75-85% dari kasus dan 15 - 25% dari penderita dengan tumor otak mempunyai EEG yang normal. Tumor otak sendiri tidak memberi aktivitas listrik abnormal. Hanya neuron-neuron yang

membuat ini pada daerah dekat tumor menjadi abnormal sedemikian rupa sehingga hypersyndironisasi dari pelepasan-pelepasan listrik dari beribu-ribu atau berjuta-juta sel saraf membentuk gelombang lanibat atau gelombang runcing pada EEG. Mungkin tumor ini memberi kelainan metabolik dari neuron-neuron didekatnya, mungkin dengan tekanan langsung, oedema atau raengacau (merusak) innervasi daerahnya. Meningoma raenunjukkan sedikit abnormalitas pada E.E.G. Pada kasus-kasus didapatkan 53% dengan focus abnormal. Pada meningioma intraventriculer enam dari delapan kasus menunjukkan EEG yang abnormal. 2) Foto Tengkorak Beberapa sarjana menyatakan bahwa perubahan-perabahan dari X foto tengkorak pada meningioma 22,5% adalah normal, 75,5% abnormal. Kelainan radiologis tersebut adalah: a) Hyperostosis : 25% - 44,1 % b) Pembesaran dari canalis yang dilalui oleh arteri meningiamedia (foramen Spinosum): 25% c) Perkapuran dari tumor : 3% 20% d) Kerasakan dari tulang : 1,5% -16,1% e) Pembuatan specule : 4,3% adalah pembuatan tulang-tulang baru sebagai tiang yang ramping tegak lurus pada permukaan tulang yang normal. f) Penebalan tulang yang difus g) Hyperostosis dan kalsifikasi tumor teratama Psammomatous merupakan tanda yang paling penting untuk diagnosa meningioma disamping peningkatan Vascularisasi dan kerasakan tulang. Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Dinidikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang

mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus . 3) Angiografi Kelainan pembuluh darah yang paling khas pada meningioma adalah adanya pembuluh darah yang meraberi darah pada neoplasma oleh cabang-cabang arteri sistim karotis ekstema. Bila mendapatkan arteri karotis ekstenia yang memberi darah ke tumor yang letaknya intrakranial maka ini mungkin sekali neningioma. Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran "spoke wheel appearance". Selanjutnya arteri dan kapiler memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon Meningioma menunjukkan dri-ciri paling khas sebagai berikut:: (i) Mendapat darah dari sistim karotis ekstema. (ii) Homogenous akan tetapi sharphy sircumscribed cloud, ya itu adanya tumor cloud yang homogen dari cairan kontras pada selurah tumor. Batas vaskuler intrinsik dari meningioma sering jelas sekali dan konfigurasinya berbentuk bulat-bulatan (lobulated). Dan (iii). Tetap adanya cairan kontras dalam tumor. Terdapat tetap adanya tumor cloud untuk waktu yang agak lama pada serialogram. Tumor Stain masih terlihat pada film terakhir ialah delapan sainpai sembilan detik setelali permulaan dari injeksi cairan kontras. (iii) lebih dapat dipercaya daripada (ii). 4) Pneumoensefalografi atau Ventrikulografi Pneumografi dapat menunjukkan paling jelas tumor intraventrikuler dan tumor yang letaknya dalam, dekat pada ventrikel atau mengadakan invasi pada straktur di garis tengah (invading midline structures). 5) Brain Scan

Brain scan biasanya kurang cermat untuk diagnosa dari tumor yang tumbuh lambat dan berasal dari glia. Mungkin tak lebih dari separo menunjukkan Brainscan yang positlp. Keterbatasan atau kejelekan dari radionucleide brainscan ini ialali tak dapat memberi petunjuk yang dapat dipercaya mengeiiai jenis atau maeam nature dari lesi. la hanya menunjukkan suatu daerah dengan uptake yang abnormal dalam kepala, yang dapat sebagai neoplasma, vaskuler, radang atau trauma. la tak memberi informasi mengenai status dari otak dan derajad dari deformitas atau adanya edema otak, dilatasi ventrikel atau tekanan intrakranial yang tinggi. Dalam hal ini, C.T. scan dari otak lebih superior dibandingkan dengan isotop brain scan. 6) Computerized Tomography scan (CT scan) CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak meningioma. Tampak gambran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogeny pada foto kontras. Tumor juga memberikan gambaran komponen cystic dan kalsifikasi pada beberapa kasus. Udem peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat. Meningioma biasanya lebih padat dibandingkan dengan otak oleh karena adanya Calcium dalam tumor. Nilai absorpsi mungkin antara 20-300 Um, dan lesi-lesi itu dengan densitas sedang, bertambah jelas dengan penyuntikan, kontras walau dengan jumlah yang sedikit (20 - 40 cc). Bila meningioma dengan densitas sangat mendekati otak,maka kita dapat salah menerka edema sebagai tumor dan dapat mendiagnosis salah sebagai glioma. Sesuai dengan laporan BECKER dkk bila meningioma mengandung banyak calcium, ia sangat padat dan diagnosisnya jelas. CT. Scan dapat menunjukkan ventrikel dan ruangan subarachnoid, juga massa tumor, sering dapat memberi infonnasi tentang lokalisasi secara terperinci. Histopatologik, Histopatologi dari meningioma menunjukkan gambaran yang beraneka ragam. Beberapa sarjana membagi menjadi gambaran yang sederhana didasarkan jenis yang paling sering didapatkan.

7) Pembiakan jaringan (Tissue Culture) Sejak tahun 1928 pembiakan jaringan meningioma telah dilakukan, tetapi tidak didapatkan bentuk-bentuk pertunibuhan, sampai COSTERO dkk pada th 1955 mendapatkan pertunibuhan meningioma whorls yang khusus. Bentuk whorls tidak selaiti didapatkan pada semua pembiakan jaringan meningioma, tetapi whorls ini merupakan tanda khas adanya meningioma dan tidak pernah didapatkan pada tumor-tumor yang lain baik intra maupun ekstraserebral.l Menurat U.I.C.C. (Unio Intemationalis Contra Cancrum) gambaran histopatologi sebagai berikut: a) Epitheloid b) Meningotheliomatous c) Endotheliomatous d) Fibroblastic / Fibromatous e) Psammomatous 2.8 Diagnosis Banding Diagnosa banding tergantung dari bentuk gejala sebenamya dan usia penclerita. Telah dibuat sejumlah diagnosa banding pada beberapa penyelidikan.Kira-kira separo dari kasus-kasus dengan insuffisiensia serebral sepintas lalu dan berulangulang pada penderita yang tua menyerupai infark otak atau insuffiensia serebro vaskuler. Seringkali juga menyerupai chronic subdural hematoma, perdarahan subarachnoid dan meningitis serosa. 2.9 Penatalaksanaan a. Operatif Penatalaksanaan meningioma terganting dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf. dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau

radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat selurah tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi. Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum operas! dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian inetronidazol (untuk organisme anaerob) ditambalikan apabila operas! direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid . Klasifikasi penatalaksanaan dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial: 1) Grade I Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal 2) Grade II Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura 3) Grade III Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura, atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang yang hiperostotik) 4) Grade IV Reseksi parsial tumor 5) Grade V Dekompresi sederhana (biopsy) b. Radioterapi Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didaliului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak, Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir

menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meiiingioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori ini belurn banyak dikemukakan . Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan koraplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Koraplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi. c. Radiasi Stereotoktik Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi kornplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm. Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Bara-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 % . d. Kemoterapi

Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak barn sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclopliosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi. Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjiitkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien . Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor; terdapat

pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini . 2.10 Prognosis Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi, Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada: 1) Invasi dan kerusakan tulang 2) tumor tidak berkapsul pada saat operasi 3) invasi pada jaringan otak. Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942-1946) adalah 7,9% dan (1957-1966) adalah 8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak.

DAFTAR PUSTAKA Black, P., Morokoff, A., Zauberman, J., Claus, E., dan Carroll, R. 2007. Meningiomas: Science and Surgery. Journal Online: Clinical Neurosurgery Volume 54, 2007. Denizot, Y., Armas, R., Durand, K., Robert, S., JacquesMoreau, J., dan Caire, F. 2009. Analysis of Several PLA2 mRNA in HumanMeningiomas. Artikel Online: Hindawi Publishing Corporation Mediators of Inflammation Volume 2009, Article ID 689430, 8 pages Fynn, E. 2006. Multiple Meningiomas. Jurnal Online: SA Journal of Radiology June 2006. Gazzeri, R., dan Galarza, M. 2007. Growth of a Meningioma in a Transsexual Patient after Estrogen-Progestin Therapy. Jurnal Online: n engl j med 357;23 www.nejm.org december 6, 2007. Lee, A., Wallace, C, Rewcastle, B., dan Sutherland, G. 1998. Metastases to Meningioma. Jurnal Online: AJNR Am J Neuroradiol 19:1120 -1122, June 1998. Ojo, A. 2006. Multiple Meningiomas. Jurnal Online: SA JOURNAL OF RADIOLOGY June 2006. Pramesh, C. S., Saklani, A. P., Pantvaidya, G. ., Heroor, A. A. Naresh, K. N., Sharma, S., dan Deshpande, R. K. 2003. Benign Metastasizing Meningioma. Jurnal Online: Jpn J Clin Oncol 2003;33(2)86-88. Township, C, Colombaris, S., Imhoff, D., dan Imhoff, E. 2006. Meningiomas. Focusing On Tumor. American Brain Tumor Associations. Uygur, E. R., Deniz, B., dan Zafer, K. 2008. Anterior Third Ventricle Meningiomas. Report Of Two Cases. Jurnal Online: Neurocirugia 2008; 19: 356360. Watson, M. A., Gutmann, D. FL, Peterson, K., Chicoine, M. R., DeMasters, K., Brown, H. G., dan Chicoine, M. R. 2002. Molecular Characterization of Human Meningiomas by Gene Expression Profiling Using High-Density Oligonucleotide Microarrays. Jurnal Online: American Journal of Pathology, Vol. 161, No. 2, August 2002.

Yekeler, E., Dursun, M., Yilmazbayhan, D., dan Tunaci, A. 2005. Multiple pulmonary metastases from intracranial meningioma: MR imaging findings. Jurnal Online: Diagn Interv Radiol 2005; 11:28-30.

Anda mungkin juga menyukai