Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

Pendahuluan

Space Occupying Lession (SOL) Intrakranial adalah lesi fisik substansial yang
menempati ruang atau rongga tengkorak.1 SOL dapat berupa neoplasma, baik jinak maupun
ganas dan primer maupun metastase serta non neoplasma seperti abses cerebral termasuk
toksoplasmosis, kista, parasit seperti amoebiasis dan kisteserkosis, hematoma ataupun
malformasi vaskular.2

Tumor primer jinak dari sistem saraf pusat sekitar 2% dari seluruh tumor primer pada
tubuh manusia.3 Sedangkan tumor otak meliputi sekitar 85-90% dari seluruh kanker susunan
saraf pusat.3, 4 Angka insidens untuk kanker otak ganas di seluruh dunia berdasarkan angka
standar populasi dunia adalah 3.4 per 100.000 penduduk. Angka mortalitas adalah 4.25 per
100.000 penduduk per tahun. Insidensi tumor otak di Amerika adalah 10 dari 100.000 dengan
rasio laki – laki : perempuan adalah 6 : 4.2,3,4 Tumor otak primer yang dilaporkan adalah 41%
adalah glioma, 17% meningioma, 13% adenoma hipofisis dan 12% neurilemoma. Pada orang
dewasa 60% terletak supratentorial. Berbagai faktor, seperti ras, jenis kelamin, faktor genetik
hingga gaya hidup dipertimbangkan sebagai penyebab berbagai jenis dan perbedaan dalam
insidensi dan pola SOL Intrakranial di seluruh dunia. 2 Berbagai studi yang dilaporkan pada
negara – negara asia, tumor otak terjadi pada usia 40-an sedangkan di negara barat terjadi
pada dekade ke 5 dan 6 usia manusia.2,4

Dasar klasifikasi tumor otak berdasarkan keganasan, lokasi, asal dan penampang jaringan
sel.3

Meningioma merupakan tumor SSP yang sering ditemukan, berasal dari lapisan mening
yang membungkus otak dan medula spinalis. Meningioma termasuk tumor jinak, pertama
kali digambarkan oleh Matthew Bailie dalam Morbid Anatomy (1787) dan pertama kali
diidentifikasi dengan benar oleh Bright pada tahun 1831, yaitu berasal dari duramater dan
arachnoid, kemudian dianalisis dari setiap sudut pandangnya oleh Harvey Cushing (1962)
yang mengelompokkan berdasarkan histologi. Meningioma diperkirakan berasal dari
arachnoid cap cell yaitu lapisan paling luar dari arachnoid. Meningioma mewakili sekitar
15% dari neoplasma intrakranial primer dengan insidensi 4-5 per 100.000 individu,
perbandingan perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Insidensi tertinggi pada usia 60-70 tahun.

1
Sebagian besar meningioma mempunyai pertumbuhan yang lambat dan mempunyai gejala
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial secara bertahap. Nyeri kepala
dan kejang merupakan gejala yang sering ditemukan, gejala lainnya muncul sesuai dengan
ukuran dan letak tumornya. Untuk menegakkan diagnosis meningioma adalah dengan
pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dengan kontras yang menunjukkan gambaran
penyengatan. Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan ukuran dan lokasi tumor, meliputi
operatif, radiasi atau kemoterapi. Meningioma diklasifikasikan berdasarkan WHO menjadi
derajat 1,2, dan 3. Dari klasifikasi tersebut dapat diperkirakan angka prognosisnya. Prognosis
umumnya baik dengan operasi pengangkatan seluruh massa tumor. Harapan hidup 5 tahun
sebesar 75%.5

2
BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi6

Meningen terdiri dari tiga lapisan, yaitu dura mater, arachnoid dan piamater. Duramater
disebut juga pachymeninx yang berarti membran yang kuat, sedangkan arachnoid dan
piamater disebut leptomeninges yang berarti membran yang lembut.

a. Duramater

Terdiri dari dua lapisan jaringan ikat fibrosa yang kuat.Lapisan luar dura mater adalah
periosteum pada sisi dalam tulang tengkorak.Lapisan dalam adalah lapisan meningen yang
sebenarnya; membentuk lapisan luar sub dural space yang sangat sempit.Dua lapisan dura ini
dipisahkan pada sinus dura. Lipatan - lipatan dura mater akan membentuk falx cerebri, falx
cerebelli, diafragma sellae dan dinding dari Meckel’s cave.

b. Arachnoid

Arachnoid adalah lapisan membran tipis, dan avaskuler yang menempel ke lapisan dalam
dura mater. Ruang diantara arachnoid dan piamater disebut ruang sub arahnoid yang berisi
cairan serebro spinal. Arachnoid dan piamater dihubungkan satu sama lain oleh jaringan ikat
yaitu trabekula arachnoideae. Pia mater melekat ke permukaan serebrum sesuai dengan
lekukan - lekukannya sehingga ruang sub arachnoid akan lebih sempit pada beberapa tempat.

c. Pia mater

Pia mater terdiri dari lapisan tipis sel mesodermal.Tidak seperti arachnoid, pia mater
tidak hanya menyelubungi permukaan otak yang kelihatan namun juga permukaan yang
tersembunyi dalam sulkus-sulkus nya.Pembuluh darah yang masuk atau keluar dari otak juga
diselubungi oleh selubung pia mater.

3
Gb 1. Lapisan Kepala dan Meningen

2.2. Definisi
Meningioma merupakan tumor yang berasal dari sel-sel pada lapisan meningens yang
membungkus susunan saraf pusat.5
2.3 Gejala Klinis4
Gejala klinis yang didapatkan dapat berupa gejala klinis umum maupun lokal.
Gejala klinis umum timbul karena peningkatan tekanan intracranial, meliputi :
1. Nyeri kepala, merupakan gejala awal penderita. Nyeri kepala berat juga diperberat
dengan oleh perubahan posisi, batuk, manuever valsava dan aktivitas fisik. Muntah
ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% pasien. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor
supratentorial sebanyak 80% dan terutama pada bagian frontal. Tumor fossa posteri
memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.
2. Muntah tanpa diawali dengan mual, mengindikasikan tumor yang luas dengan efek
massa tumor tersebut juga mengidikasikan adanya pergeseran otak.
3. Perubahan status mental, meliputi gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan
kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif yang terletak pada lobus frontal
atau temporal.

4
4. Ataksia dan gangguan keseimbangan.
5. Seizure, adalah gejala tumor yang berkembang lambat, paling sering terjadi
pada tumor di lobus frontal kemudian pada tumor lobus parietal dan temporal. Gejala
epilepsi yang muncul pertama kali pada usia pertengahan mengindikasikan adanya suatu
SOL.
6. Papil edem, dapat dinilai dengan ophthalmoskop. Pada keadaan awal tidak
menyebabkan hilangnya daya penglihatan, tetapi edem papil yang berkelanjutan dapat
menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
Gejala lokal melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor yang sebenarnya. Sering
disebabkan karena peningkatan tekanan intrakranial, pergeseran dari struktur-struktur
intrakranial atau iskemi.
Gejala-gejala tersebut meliputi parese nervus VI, sindrom horner, gejala-gejala
serebelum belum mengindikasikan lokasinya di serebelum.
Gejala klinis lokal
Lobus temporal : depersonalisasi, perubahan emosi, gangguan tingkah laku,
disfasia, kejang , hemianopsia/quadrianopsia inferior homonym kontralateral.
Lobus frontal : anosmia, dysphasia (Brocca), hemiparesis (contralateral)
Lobus parietal : hemisensory loss, gangguan diskrimani 2 titik.
Lobus oksipital : gangguan lapangan pandang kontalateral.
Cerebellopontine angle : acoustic neuroma, tinitus, tuli ipsilateral,
nystagmus, menurunnya refleks kornea, dan tanda cerebelar ipsilateral.
Corpus callosum : deteorisasi intelektual, kehilangan kemampuan
komunikasi.
Midbrain : pupil anisokor, gangguan pada saraf kranial.
Perubahan tingkah laku, Halusinasi, Automatisme,
Lobus Temporalis disfungsi memori, Quadrananopsia,
Kejang parsial kompleks dan general
Katatonia, Gangguan kepribadian
Lobus Frontalis
Hemiparesis, Afasia ekspresif ,Anosmia
Disorientasi spasial, hemiesthesi, Afasia Reseptif,
Lobus Parietalis
Hemianopsia,
Lobus Oksipital Hemianopsia kontralateral
Cerebellum Ataxia ,Dysmetria, Nistagmus
Cerebello – pontin Tuli Ipsilateral, Tinnitus,

5
Nystagmus, Tanda serebral ipsilateral, paresis N
Angle
trigeminus dan Fasialis
Tabel 1. Manifestasi Klinis Meningioma berdasarkan topis
2.4 Klasifikasi
Derajat meningioma menurut WHO:7
a. WHO grade I
80% dari seluruh meningioma. Mempunyai pertumbuhan yang lambat.
Kriteria:
- Tidak termasuk dalam kriteria meningioma atipikal dan anaplastik
- Gambaran histologi selain clear cell, chordoid, papillary dan rhabdoid
Varian-varian:
- Meningothelial meningioma
- Fibroblastic meningioma
- Transitional meningioma
- Psammomatous meningioma
- Microcytic meningioma
- Secretory meningioma
- Lymphoplasmacyte-rich meningioma
- Metaplastic meningioma
b. WHO grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi.
Meliputi 15 – 20% dari seluruh meningioma.
Memenuhi tiga dari kriteria berikut:
- Indeks mitosis ≥ 4 / 10 HPF
- Paling sedikit 3 dari 5 parameter berikut:
 Peningkatan selularitas
 Rasio inti/sitoplasma meningkat
 Nukleoli prominen
 Selnya tidak berpola atau sheet like growth
 Terdapat fokus nekrosis spontan
- Invasi ke otak
Varian-varian:
- Atypical meningioma

6
- Clear-cell meningioma
Chorchoid meningioma
c. WHO grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignan atau
meningioma anaplastic. Meliputi 1 – 3% dari seluruh meningioma.
Kriteria:
- Indeks mitosis ≥ 20 mitosis/ 10 HPF
- Anaplasia (sarkoma, karsinoma, atau melanoma-like histology)
Varian-varian:
- Anaplastic meningioma
- Rhabdoid meningioma
- Papillary meningioma
Meningioma berbagai tipe atau derajat dengan index proliferasi yang tinggi atau invasi
ke otak
2.5 Etiologi dan Patofisiologi 6,8
1. Faktor eksogen
- Trauma
Tumor dapat timbul pada tempat bekas trauma pada kranium misalnya fraktur linier.
- Infeksi
- Inflamasi
Adanya produksi COX-2 yang meningkat akibat trauma berperan dalam proses
tumorogenenis meningioma.
- Radiasi
Radiasi pada daerah kepala dan sekitarnya dapat memicu tumorogenesis meningioma.
Radiasi dosis tinggi pada kepala memicu timbulnya meningioma dalam jangka pendek.
2. Faktor endogen
- Genetik
Terjadi akibat mutasi gen NF2 pada kromosom 22q12. NF2 merupakan gen yang
mengkode tumor supressor yaitu merlin (schwannomin). 60% meningioma diakibatkan
oleh mutasi gen. Penyebab genetik lainnya adalah hilangnya kromosom 1p, 3p, 6q dan
14q. Meningioma anaplastik berhubungan dengan mutasi pada kromosom 17q.
Meningioma high grade berhubungan dengan mutasi gen tumor suppressor in lung
cancer-1 (TSLC-1), reseptor progesteron, peningkatan COX-2 dan ornithine

7
decarboxylase. Meningioma juga dapat berhubungan dengan sindrom genetik lainnya
seperti sindrom Gorlin dan Rubinstein-Tabi.
- Faktor hormonal
Berhubungan dengan reseptor estrogen, progesteron dan androgen yang terdapat pada
sel tumor. Hal ini dilihat dari insidensi yang lebih tinggi pada perempuan,
bertambahnya ukuran tumor pada kehamilan dan hubungannya dengan kanker
payudara.
Meningioma secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arachnoid
cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya
meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Berbagai faktor dapat terlibat dalam
pembentukan meningioma. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam
tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.
2.6 Diagnosis
Diagnosis meningioma dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dan
ditunjang oleh pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti serta grading dari meningioma hanya
dapat dipastikan melalui biopsi dan pemeriksaan histologi.9
Pada CT scan, tumor terlihat isodens atau sedikit hiperdens jika dibandingkan dengan
jaringan otak normal. Seringkali tumor juga memberikan gambaran berlobus dan kalsifikasi
pada beberapa kasus.9,10 Edema dapat bervariasi dan dapat tidak terjadi pada 50% kasus
karena pertumbuhan tumor yang lambat, tetapi dapat meluas. Edema lebih dominan terjadi di
lapisan white matter dan mengakibatkan penurunan densitas.Perdarahan, cairan intratumoral,
dan akumulasi cairan dapat jelas terlihat.Invasi sepanjang dura serebri sering muncul akibat
provokasi dari respon osteblas yang menyebabkan hiperostosis pada 25% kasus. Gambaran
CT scan paling baik untuk menunjukan kalsifikasi dari meningioma.

Gambar 2. MSCT kepala polos dan kontras meningioma

8
Pada MRI, tumor terlihat isointens pada 65% kasus dan hipointens pada sisanya jika
dibandingkan dengan jaringan otak normal.10 Kelebihan MRI adalah mampu memberikan
gambaran meningioma dalam bentuk resolusi 3 dimensi, membedakan tipe jaringan ikat,
kemampuan multiplanar dan rekonstruksi. MRI dapat memperlihatkan vaskularisasi tumor,
pembesaran arteri, invasi sinus venosus, dan hubungan antara tumor dengan jaringan
sekitarnya.

Gambaran T1-weighted non Gambaran T1-weighted Gambaran T2-weighted


kontras dengan kontras

Gambar 3. MRI meningioma


Angiografi secara khusus mampu menunjukan massa hipervaskular, menilai aliran
darah sinus dan vena. Angiografi dilakukan hanya jika direncakan dilakukan embolisasi
preoperasi untuk mengurangi risiko perdarahan intraoperatif.

Angiografi arteri carotid menunjukkan tumor


multiple yang opak dengan dikelilingi
pembuluh darah.

Gambar 4. Angiografi meningioma


2.7 Penatalaksanaan11,12
Setelah diagnosis meningioma ditegakan, permasalahan berikutnya adalah memutuskan
diperlukan tindakan pembedahan atau tidak. Pertimbangan – pertimbangan diambil untuk
penentuan pembedahan atau tidak. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal
massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh
terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau

9
radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor
resiko, pola, dan rekurensi tumor. Sebagai contoh, beberapa meningioma sering timbul tanpa
gejala, hadir tiba-tiba dengan kejang, atau melibatkan struktur tertentu sehingga reseksi
hampir mustahil dilakukan.Tumor jenis ini tidak memerlukan intervensi segera dan dapat
dipantau bertahun-tahun tanpa menunjukan pertumbuhan yang berarti.Jika pasien
menunjukan gejala yang signifikan seperti hemiparesis, atau ada progresi yang jelas terlihat
melalui pencitraan radiologi, maka diperlukan intervensi segera.Sampai saat ini,
penatalaksanaan yang paling penting adalah dengan pembedahan.
1. Operatif
Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial :
 Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
 Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
 Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura atau
mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang yang
hiperostotik)
 Grade IV : Reseksi parsial tumor
 Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)
2. Radioterapi
Indikasi dilakukannya terapi radiasi adalah tumor residual / sisa setelah tindakan
pembedahan, tumor berulang, dan riwayat atipikal atau maligna.Radioterapi digunakan
sebagai terapi primer jika tumor tidak dapat dicapai melalui pembedahan atau ada
kontraindikasi untuk dilakukan pembedahan. Regresi total terlihat pada 95% pasien dalam 5
tahun pertama dan 92% dalam 10 dan 15 tahun setelah dilakukan radioterapi dengan atau
tanpa eksisi subtotal. Angka regresi tumor untuk 10 tahun pada pasien yang dilakukan
kombinasi reseksi subtotal dan radiasi adalah 82%, sementara pada pasien yang hanya
dilakukan reseksi subtotal adalah 18%. Waktu kekambuhan sekitar 125 bulan pada pasien
yang mendapat terapi kombinasi dan 66 bulan pada pasien yang menjalani reseksi subtotal
saja.Pada tumor malignan, angka harapan hidup 5 tahun setelah pembedahan dan radiasi
adalah 28%. Angka kekambuhan tumor maligna adalah 90% setelah reseksi subtotal dan 41%
setelah terapi kombinasi.
3. Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik menggunakan sumber energi yang
didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang
berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat

10
(proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat
mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm.
4. Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui
efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan
untuk meningioma atipikal rekuren atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien,
tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum,
decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte
dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.
Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi
apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus
pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan
meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian α-interferon dilaporkan dapat
memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan
juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.
5. Terapi Medis
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan
meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti
progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2
kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan
meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10
pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau
parsial pada tiga pasien.
Interferon saat ini sedang diteliti sebagai inhibitor angiogenesis.Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menghentikan pertumbuhan pembuluh darah yang mensuplai tumor.Interferon
dapat dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kekambuhan dan meningioma maligna.
Hidroxyurea dan obat-obat kemoterapi lain diyakini dapat memulai proses kematian sel atau
apoptosis pada sebagian meningioma. Namun pada uji coba klinis, obat ini dianggap gagal
karena meningioma bersifat kemoresisten.Inhibitor dari receptor progesteron seperti RU-486
juga sedang dievaluasi sebagai pengobatan untuk meningioma.Namun percobaan klinik
terbaru, RU-486 tidak menunjukan perbaikan apapun.Begitu juga dengan terapi antiestrogen
yang tidak menunjukan perbaikan nyata ssecara klinis pada percobaan.Beberapa agen
molekular seperti penghambat receptor faktor pertumbuhan epidermal (Epidermal Growth
Factor Receptor / EGFR), inhibitor receptor faktor pertumbuhan derivat platelet (Platelet

11
Derived Growth Factor Receptor / PDGFR), dan penghambat tirosin kinase masih diuji coba
secara klinis.
Kortikosteroid dapat digunakan untuk mengontrol edema sekitar tumor namun tidak
dapat digunakan dalam jangka panjang karena efek sampingnya yang merugikan.
2.8 Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang
sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa snrvivalnya
relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah
75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor
dapat menjadi sangat besar. Pada penelitian, lebih dari 10% meningioma akan mengalami
keganasan dan kekambuhannya tinggi.13
Tumor 3-year 5-year 10-year
Subtype survival rate survival rate survival rate
Benign 86.6% 74.5% 67.2%
Atypical 66.6% 58.3% 33.3%
Malignant 33.3% 8.3% 0%
Tabel 2. Prognosis Meningioma berdasarkan grading WHO
Tumor histologic subtype %
ofrecurrence
Meningothelial 20.5%
Fibrous 25%
Psammomatus 15%
Transitional 27%
Stroviloid 16.7%
Epithilioid 12.5%
Angiomatus 28.6%
Microcytic 33.3%
Secretory 50%
Chordoid 25%
Atypical (gr.II) 41.7%
Malignant (gr.III) 75%
Tabel 3. Prognosis Meningioma berdasarkan lokasi lesi

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr M, Frotscher M. Duus Topical Diagnosis In Neurology. 5thed. New York: Thieme.
2009.
2. Bashit A. Soomro Sameen Khalid, Shafaq Alvi. Analytic Study of Clinnical Presentation
of Intracranial Space Occupying Lessions in Adult Patients. Pakistan Journal of
Neurological Science. 2014. Vol 9, July – September.
3. Cross SS. Underwood’s pathology: A clinical approach. Edisi ke-6. China: Elsevier;2013
4. American Association of Neurological Surgeons (AANS). Brain Tumors. Rolling
meadows: AANS; 2012.
5. Lo BM, Talavera F, Arnold JF, Brenner BE,Hooker EA, Huff JS. Brain Neoplasms. New
York: Medsape; 2015.
6. Ropper AH, Samuels MA. Intracranial neoplasm and paraneoplastic disorders. In Adams
and Victor’s Principles of Neurology. 9th Ed. New York: McGraw-Hill; 2009.
7. Louis D. Meningeal tumours. In: WHO Classification of Tumor of The Central Nervous
System. 4th ed. 2007: 164-9.
8. Ragel BT, Jensen RL, Couldwell WT. Inflammatory response and meningioma
tumorigenesis and the effect of cyclooxygenase-2 inhibitors. Neurosurg Focus. 2010
9. Castillo GC. Imaging in brain meningoma. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/341624-overview
10. Kaal CA, Vecht CJ. The management of brain edema in brain tumors. Current Opinion in
Oncology. 2009.
11. Ryan R, Booth S, Price S. Corticosteroid-use in primary and secondary brain tumour
patients: a review. J Neurooncol. 2012; 106:449-459.
12. Violaris K, Katsarides V, Sakellariou P. The Reccurence Rate in Meningiomas: Analysis
of Tumor Location, Histological Grading, and Extent of Resection. Open Journal of
Modern Neurosurgery. 2013;2:6-10.

13

Anda mungkin juga menyukai