Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Meningioma muncul dari sel-sel meningothelial dari lapisan arachnoid


yang membentuk lapisan luar otak dan terjadi terutama di dasar tengkorak di
daerah parasellar serta di atas cembung serebral. Secara umum, lesi ini soliter
(dengan pengecualian individu dengan neurofibromatosis yang memiliki banyak
lesi umum) (1) dan menjadi perhatian klinis sebagai akibat dari gejala termasuk
kejang, hemiparesis, atau neuropati kranial. Sebagai kehilangan penglihatan,
umumnya terkait dengan kompresi oleh meningioma jaringan saraf di sekitarnya.
Meningioma dapat dikategorkan dengan prognosis baik (90%), atipikal / batas
(5%) dan ganas (3-5%); Dalam kategori jinak terdapat beberapa subtipe, antara
lain syncytial, fibrous, dan transitional. Dengan pengecualian meningioma
maligna, klasifikasi ini tidak tepat diprediksi sehubungan dengan hasil atau
respons pasien terhadap pengobatan. Faktanya, saat ini, hanya ada sedikit
stratifikasi risiko untuk meningioma baik yang berkaitan dengan diagnosis awal
maupun prognosis jangka panjang.
Meningioma dapat tumbuh di intrakranial maupun pada kanalis spinalis.
Sistem tersering yang digunakan menurut klasifikasi WHO :
 Grade I (umumnya jinak ) : meningotelia, psamomatosa, sekretorik,
fibroblastik, angioma- tosa, limfoplasmosit, transisional, mikrokistik,
dan metaplastik.
 Grade II (memiliki angka rekurensi yang tinggi, terutama bila tindakan
reseksi tidak berhasil mengangkat tumor secara total) : clear-cell,
chordoid, atipikal. Tipe chordoid biasanya disertai dengan penyakit
Castleman ( kelainan proliferasi limfoid).
 Grade III (anaplastik) : papiler (jarang dan tersering pada anak-anak),
rhabdoid dan ana- plastik. Grade III ini merupakan meningioma
malignan dengan:
- Angka invasi lokal yang tinggi.
- Rekurensi tinggi
- Metastasis.

B. Epidemiologi
Meningioma merupakan tumor jinak intrakranial tersering dengan estimasi
13-26% dari total tumor primer intra kranial. Angka insiden adalah 6/100.000
( terbanyak ter- dapat pada usia lebih dari 50tahun). Rasio perempuan
dibandingkan laki-laki = 2:1. 2-3% dari populasi memiliki meningioma tanpa
memberikan keluhan dan 8% dengan meningi- oma multipel.

C. Etiologi dan Faktor Resiko

Sebab pasti tidak diketahui.


Insiden meningkat dengan kelainan genetik (ke- hilangan kromosom 22
dan dengan neurofibro- matosis tipe 2). Faktor Resiko lain termasuk radiasi
kranial, trauma kepala, kanker payudara (walaupun tidak menentukan ).
Lokasi (disusun berdasarkan dari lokasi tersering dijumpai) :
 Tulang tengkorak
- Basis kranial : sphenoid wing, dan petrosus ridge.
- Tempat lekukan dura : falx cerebri dan tentori- um cerebelli.
- Selubung saraf N.optikus.
- Pleksus khoroid.
 Spinal.
Diluar aksis kraniospinal seperti telinga, tulang temporal, dan tungkai.
Marker proliferasi
Marker proliferasi memberikan informasi mengenai kemungkinan
rekurensi dari tumor. Sebagai contoh adalah MIB-1 dan Ki 67, yang ditemukan
pada tumor dengan derajat lebih tinggi dan cenderung akan mengalami rekurensi.
Walaupun begitu masih diperlukan penelitian lanjutan mengenai marker
proliferasi tersebut. Angka reseptor progesteron yang tinggi telah dilaporkan
berhubungan dengan angka frekuensi rekurensi yang lebih rendah dan prognosis
yang lebih baik.

70% dari meningioma mengekspresikan reseptor somatostatin yang dapat


digunakan dengan imaging radiologi, terutama bila mencari rekurensi lokal.

D. Patofisiologi
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma
sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan
peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.

E. Gejala klinis
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor
pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh
terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada
nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa
pada gejala awal. (www.cancer.net).

Gejala umumnya seperti :


1. Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada
pagi hari.
2. Perubahan mental
3. Kejang
4. Mual muntah
5. Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :


1. Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
2. Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal,
perubahan status mental
3. Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
4. Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
5. Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan
spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan,
gangguan gaya berjalan,
6. Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
7. Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
8. Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
9. Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing

F. Penegakkan diagnosis
 Anamnesis
Gejala dan tanda umum :
1. Asimtomatis (terutama meningioma di daerah midline, silent area,
tumbuh lambat dan tumor dengan ukuran kecil, diameter <3 cm).
2. Gejala atau tanda akibat peningkatan tekanan intrakranial: nyeri
kepala, mual muntah, kejang, penurunan visus sampai kebutaan.
Keluhan bersifat intermiten dan progresif.
3. Gejala dan tanda akibat kompresi atau destruksi struktur otak,
berupa defisit neurologis: kelemahan ekstremitas, kelumpuhan
saraf kranial, penurunan penglihatan, gangguan afektif dan
perubahan perilaku serta penurunan kesadaran (bradipsike, depresi,
letargi, apatis, confusion, koma) dan kejang. Gejala menyerupai
“TIA” atau stroke
4. false localizing sign: penekanan saraf kranialis, saraf kranialis ke 6.
 Pemeriksaan fisik meliputi :
1. Tanda vital: Tensi,nadi,respiratory rate dan temperatur 2.
2. Status neurologis :
Kuantitas dan kualitas kesadaran, saraf kranial, status motorik dan
sensorik serta autonomik.
3. Pemeriksaan pupil, tajam pengliatan dan lapang pandang.
4. Pemeriksaan lokalis pada kepala dan wajah.
Pemeriksaan fisik bertujuan terutama untuk mengetahui lokasi
tumor.
 Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan neuroimaging, PA dan
imunohistokimia.
- Pemeriksaan neuroimaging yang dapat membantu diagnosis
meningioma adalah:
1. X foto polos kepala
X foto polos kepala dapat menunjukkan adanya
hiperostosis, sunbrust dan peningkatan vaskuler.
2. CT-Scan kepala
Pada umumnya meningioma dasarnya adalah dura. Tujuh
puluh sampai tujuh puluh lima persen hiperdens.
Menyangat homogen setelah penyuntikan dengan kontras.
Udema disekitar lesi dapat luas. Dapat juga tampak adanya
hiperostosis dan kalsifikasi intratumor. Kalsifikasi
deitemukan pada 20-25% kasus. Kista peritumoral dapat
ditemukan pada 2%-3% kasus. Tumor menekan otak tanpa
menginvasinya.
3. MRI
Biasanya isointens dengan kortex. Meningioma menyangat
homogen setelah penyuntikan kontras (95%), jarang
heterogen. Udem lebih terlihat pada MRI disbanding CT
Scan (50%-65%). Dapat terlihat adanya penyangatan “tail”
yang melibatkan dura (35%-80%).
4. MRS
Ratio Cholin/Creatin berhubungan dengan potensi
proliferasi, bila puncaknya pada 1.5 ppm dicurigai
meningioma.
5. DSA
Pembuluh pial memperdarahi bagian perifer, pembuluh
dura memperdarahi inti lesi. Tampak pola “Sunburst” dari
pembesaran dural feeders dan prolong vascular “stain”.
6. SPECT (Single-Photon Emission Computed Tomography)
Terdapat uptake yang tinggi dari analog somatostatin.

- Angiografi endovaskular penting dilakukan untuk melihat


vaskularisasi tumor dan gangguan pada struktur vaskuler vital.
Embolisasi endovaskuler preoperative pada vascular feeders dari
sirkulasi eksterna dapat menguntungkan. Reseksi harus dilakukan
secepatnya setelah embolisasi untuk menurunkan kemungkinan
revaskularisasi tumor.

G. Tatalaksana

Modalitas terapi meningioma meliputi : Medikamentosa, Pembedahan,


dan Radioterapi. Pemilihan modalitas terapi ditentukan oleh jenis histopatologis
tumor. Jenis histopatologis tumor dapat diperkirakan dari gambaran imaging dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi.
Penatalaksanaan :
1. Medikamentosa
 Pemberian kortikosteroid (Deksamethason ) (GR : 1B) (1-6)
Steroid memberikan efek anti edema, lebih bermakna pada tumor otak
metastase dibandingkan dengan tumor otak primer spt meningioma.
 Pemberian profilasis anti kejang
- Pasien dengan riwayat kejang yang berhubungan dengan tumor
otak, direkomendasikan pemberian obat anti kejang (GR : 1A) (7 –
11)
- Pasien tumor otak tanpa riwayat kejang dan tidak ada riwayat
pembedahan, tidak direkomendasikan pemberian profilaksis anti
kejang (GR : 1B) (12-15)
- Pasien tumor otak tanpa riwayat kejang dan dilakukan
pembedahan, direkomendasikan pemberian profilaksis anti kejang
(GR : 2C) (16 -17)
 Pemberian anti ulcer berupa H2 Blocker maupun PPI dan simtomatik
anti nyeri kepala bila diperlukan
2. Pembedahan:
Indikasi pembedahan adalah :
b. Massa tumor yang menimbulkan gejala dan atau tanda penekanan
maupun destruksi parenkim otak dan asesibel untuk dilakukan
pembedahan
c. Pada pemeriksaan imeging serial didapatkan tanda pertumbuhan
tumor dan atau didapatkan gejala akibat lesi tumor yang tidak
dapat terkontrol dengan medika mentosa.
3. Radioterapi
Radioterapi digunakan pada:
- Reseksi tumor incomplete.
- Rekuren meningioma.
- High grade meningioma dengan atipikal sel dan sel yang anplastik.
Penggunaan radioterapi dikaitkan dengan outcome yang lebih baik.Sebuah
penelitian didapatkan stereotactic radiosurgery dihubungkan dengan kontrol
tumor yang lebih baik (mencapai 10%) dan komplikasi yang lebih kecil.
Stereotactic radiosurgery dalam meningioma termasuk berhasil, dapat
digunakan sebagai terapi primer, terutama pada meningioma dengan akses sulit
untuk dil-akukan reseksi, seperti pada meningioma saraf optikus.
Tata laksana radiasi pada meningioma :
 Meningioma WHO grade I diterapi dengan radiasi konformal
terfraksinasi, dosis 45-54 Gy
 Meningioma WHO grade II yang diradiasi, terapi langsung pada gross
tumor (jika ada) atau pa- da tumor bed dengan margin 1-2 cm, dosis
54- 60 Gy dalam fraksi 1,8-2 Gy. Pertimbangkan pembatasan ekspansi
margin pada parenkim otak jika tidak ada bukti adanya invasi otak.
Meningioma WHO grade III diterapi seperti tumor ganas, langsung
pada gross tumor (jika ada) dan surgical bed dengan margin 2-3 cm ,
dosis 59,4 Gy dalam 1,8-2 Gy/fraksi Meningioma WHO grade I juga
dapat diterapi dengan SRS dosis 12-16 Gy dalam fraksi tunggal.
4. Terapi lain sifatnya suportif guna meningkatkan ketahanan dan
meningkatkan kualitas hidup.

H. Edukasi
 Pasien memerlukan pemeriksan tambahan berupa CT scan kepala
(dengan atau tanpa kontras), MRI kepala, dan patologi anatomi untuk
menegakkan diagnosis.
 Pembedahan yang dilakukan bisa berupa biopsi (pegambilan tumor
dalam jumlah kecil untuk mengambil sampel PA), atau eksisi tumor.
 Edukasi untuk pasien dan keluarganya: Selain gejala nonfokal (seperti
gejala dan tanda tumor supra dan infratentorial), terdapat kemungkinan
terjadi defisit neurologis fokal yang berhubungan dengan lokasi
meningioma dan akibat prosedur pembedahan.
I. Prognosis
Prognosis Atipikal dan anaplastik meningioma dapat metastase tapi jarang.
Reseksi tota baik. Angka harapan hidup 5 tahunan untuk meningioma tipikal
lebih dari 80%, dan turun menjadi 60% pada meningioma malignan dan
atipikal.
 Ad vitam : dubia adbonam
 Ad Sanationam : dubia adbonam
 Ad Fungsionam : dubia adbonam
BAB III
KESIMPULAN

Bergasarkan gejala dan pemeriksaan fisik pada Tn.W dengan menunggu hasil dari
pemeriksaan penunjang yaitu ct scan didapatkan diagnosis meningioma.
Tatalaksana pada kasus ini adalah dengan pemberian diazepam, citicoline,
mecobalamin, ranitidine, depakote, dexamethason, dan ultravit. Prognosis pada
pasien tersebut akan baik bila diagnosis dan tatalaksana ditentukan dengan tepat

Anda mungkin juga menyukai