Oleh :
Pembimbing :
Opponent :
I. PENDAHULUAN
Chordoma adalah tumor lokal ganas dengan pertumbuhan yang lambat dan agresif.
Chordoma muncul dari sisa-sisa notochord dan menyumbang 1–4% dari semua tumor tulang
primer. Meskipun jarang dilaporkan, namun Chordoma adalah tumor ganas primer yang
paling umum ditemukan di daerah sakrum. Sayangnya, kebanyakan tumor ini didiagnosis
pada tahap di mana prognosisnya sudah memburuk. Chordoma tidak dapat diobati dengan
kemoterapi atau radiasi, pengobatan lini pertama biasanya adalah eksisi bedah yang luas.
Namun, pengangkatan tumor dengan eksisi dapat menimbulkan komplikasi, karena dapat
Sebuah studi epidemiologi terkait Chordoma berbasis di Amerika Serikat, dari tahun
2004 hingga 2014, terdapat total sebanyak 3.670 kasus. Lokasi Chordoma yang paling umum
adalah kranial (38,7%), diikuti oleh sakral (34,3%) dan tulang belakang (27,0%). Rata-rata
tingkat insiden yang disesuaikan dengan usia adalah 0,088 per 100.000 orang per tahun (95%
Tumor jenis ini banyak terjadi pada populasi Kaukasia dengan perbandingan laki-laki lebih
banyak daripada perempuan, yaitu berkisar antara 1,4 : 1 hingga 2,4 : 1. Kejadian ini banyak
terjadi pada decade ke-5 dan ke-6 kehidupan dengan usia rata-rata 55 tahun. Gejala yang
1
muncul sering terkait dengan gejala akibat adanya kompresi dan/atau penghancuran struktur
tumor di sekitarnya. 1, 2
Secara makroskopis, Chordoma tampak sebagai massa yang tegas. Cairan dan zat
mukoid agar-agar (terkait dengan perdarahan baru dan lama) dan area nekrotik ditemukan di
dalam tumor ini. Pada beberapa pasien, kalsifikasi dan fragmen tulang yang diasingkan juga
ditemukan. Keragaman komponen ini dapat menjelaskan heterogenitas sinyal yang diamati
Tumor-tumor ini seringkali tidak berbatas tegas dan perluasan mikroskopis distal sel-sel tumor
mungkin menjelaskan frekuensi kekambuhan.3 Tiga macam dari jenis Chordoma yaitu
konvensional (merupakan jenis yang paling umum), Chordoma Chondroid (prognosis terbaik),
dan Chordoma buruk dan terdiferensiasi (paling tidak umum, prognosis terburuk).4
Berdasarkan data rekam medis dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hasan Sadikin
Bandung terdapat 1 kasus Sacral Chordoma. Laporan kasus ini bertujuan untuk melaporkan
satu kasus Sacral Chordoma at regio Sacrococcygeal Sinistra pada Laki – laki usia 62 tahun
Seorang laki – laki, usia enam puluh dua tahun, agama Islam, suku Sunda, pendidikan
terakhir S1 dan bekerja sebagai wiraswasta, dibawa berobat ke Poliklinik Bedah Onkologi
RSUD Hasan Sadikin Bandung pada tanggal 3 Juli 2020 dengan keluhan utama terdapat
2
2.1 Anamnesis Khusus (Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada tanggal 17 April 2020)
Pasien datang ke Poliklinik Bedah Onkologi RSUD Hasan Sadikin Bandung pada
tanggal 3 Juli 2020 dengan keluhan utama terdapat benjolan pada bokong kiri. Keluhan
dirasakan sejak 3 tahun sebelum masuk rumah sakit. Awalnya benjolan sebesar bola pingpong
namun lama kelamaan membesar sampai sebesar bola Volly. Pasien mengeluhkan kelemahan
pada kedua kaki dan sulit untuk BAK dan BAB. Keluhan mual muntah, demam disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien pertama kali mengeluhkan benjolan pada bokong
kiri sejak 3 tahun sebelum masuk rumah sakit. Benjolan muncul pertama kali sebesar bola
pingpong namun lama kelamaan membesar sebesar bola Volley. Pasien juga merasakan
keluhan kelemahan anggota gerak bawah dan kesulitan BAK dan BAB. Kemudian pasien
mulai berobat ke Poliklinik Onkologi Bedah mulai 3 Juli 2020 untuk keluhan benjolan
tersebut dan pasien dikonsulkan ke bagian Urologi, Penyakit Dalam untuk keluhan yang lain.
Riwayat Dalam Keluarga: Tidak ada anggota keluarga dan kerabat yang menderita
sakit yang sama. Riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung dan ginjal
disangkal.
yang lalu.
Pemeriksaan fisik saat dirawat di ruangan dijumpai penderita tampak sakit ringan.
Kesadaran kompos mentis, tekanan darah 140/100 mmHg, pernapasan 17x per menit, nadi
3
75x per menit isi cukup dan kuat angkat, suhu aksila 36 oC. Status gizi normal (berat badan
59 kg, tinggi badan 156 cm, body surface area 1.73 m2, indeks massa tubuh 24.2 kg/m2).
Terdapat benjolan pada bokong kiri ukuran 15x10x5. Terdapat kelemahan pada kedua
tungkai bawah dan kesulitan dalam BAK dan BAB. Pada lidah tidak didapatkan atropi
papil ataupun glossitis. Tidak ditemukan pembesaran Kelenjar Getah Bening (KGB) regio
mandibula dan leher. Pada region toraks, dari inspeksi didapatkan bentuk dada yang
simetris, pergerakan dada simetris, dan tidak tampak adanya retraksi dinding dada. Pada
palpasi didapatkan fremitus raba normal pada kedua lapang paru. Pada perkusi didapatkan
sonor pada kedua lapang paru. Pada auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler normal
pada kedua lapang paru, tidak didapatkan suara wheezing ataupun ronkhi. Pada auskultasi
KGB Axilaris. Pemeriksaan abdomen tidak didapatkan distensi, pada auskultasi suara
bising usus terdengar 10 – 14x /menit, pembesaran hepar dan lien tidak ada, Tidak
pada kedua kaki pasien. Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan kelemahan pada
Pemeriksaan terhadap benjolan pada bagian gluteus sinisra pasien didapatkan Look:
massa berukuran 15x10x5 cm, immobile, terlihat nodul. Feel: Thenderness (+). Move:
Sadikin Bandung pada tanggal 7 Januari 2020, didapatkan hemoglobin 13,6 g/dL, leukosit
6,82 x 103 µL, trombosit 312 x 103 µL, AST 19 U/L, ALT 23 U/L, Ureum 9,8 mg/dL,
Kreatinin 1,08 mg/dL, GDS 97 mg/dL, PPT 13,2 detik, INR 0,94, APTT 32,7 detik.
4
Dari pemeriksaan Foto Thorax AP tanggal Januari 2020 tidak tampak adanya
kelainan cord dan pulmo. Dari hasil pemeriksaan EKG pada tanggal 7 Januari 2020
Dari hasil pemeriksaan CT Scan pada tanggal 7 Januari 2020 didapatkan massa
multiple, dengan batas tegas lobulated dengan ukuran 12.0 x 18,6 x 16.8 cm suspect
Sacrococcygeal Chordoma.
Dari hasil pemeriksaan FNAB pada tanggal 3 Juli 2020 didapatkan hasil sugestif
Chordoma.
tampak lesi lobulated multiple batas tegas, tepi ireguler berukuran 19x19x19 cm yang
sacroiliac joint bilateral dan ilium kiri yang meluas ke posterior mengobliterasi m.
multifidus, m. erector spine, m. gluteus maksimus dan medius serta menginfiltrasi kutis da
subkutis. Sebagian lesi tampak memberikan signal hiperintens inhomogen pada T1W1.
T1FS dan T2W1 dirongga pelvis tampak mendesak rectum dan vesica urinaria kea rah
anterior. Post kontras scanning memberikan enhancement inhomogen. Pada MRI kesan
yang didapat ialah massa jaringan lunak berlobulasi multiple dengan komponen berupa
mendestruksi os sacrum, coccygeus, sacroiliac joint bilateral dan dan os ileum kiri yang
maksimus daan medius serta menginfiltrasi kutis dan subkutis dan dirongga pelvis tampak
5
massa mendesak rectum dan vesica urinaria ke arah anterior. Dengan kesimpulan yaitu
Hasil pemeriksaan patologi anatomi pada tanggal 11 Juli 2020 dengan sediaan
biopsy at region sacral terdapat kepingan jaringan yang seluruhnya mengalami nekrotik
dengan adanya sel radang limfosit, histiosit, PMN, disertai dengan perdarahan. Pada satu
bagian kecil tampak sel – sel benbentuk bulat, oval, berukuran sedang sampai besasr. Inti
sel polimorfik, berkromatin kasar, membrane inti irregular, anak inti sebagian jelas, dengan
2. 2 Diagnosis Akhir
Pasien diberikan obat Hipertensi yaitu Amlodipin 1x10 mg untuk mengatasi hipertensi
grade 2 pada pasien selama menjalani rawat inap 3 hari di rumah sakit. Dilakukan
pengambilan spesimen biopsy pada tanggal 10 September 2020 dan dilakukan pembacaan
yang mengarah pada Chordoma Sacrococcygeal. Pasien pulang sehari setelah dilakukan
pengambilan spesimen biopsi tanpaa dilakukan tatalaksana lebih lanjut seperti pembedahan,
2.5 Prognosis
2.6 Resume
Seorang laki – laki, usia enam puluh dua tahun, agama Islam, suku Sunda,
pendidikan terakhir S1 dan bekerja sebagai wiraswasta, dibawa berobat ke Poliklinik Bedah
6
Onkologi RSUD Hasan Sadikin Bandung, pada tanggal 3 Juli 2020 dengn keluhan utama
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan
pada bokong sebelah kiri sejak 3 tahun sebelum masuk rumah sakit, diawali benjolan
sebesar bola pingpong yang dirasa makin lama membesar sehingga menjadi sebesar bola
Volley. Benjolan teraba kerasa, berbenjol, dan pergerakan pasien terhambat akibat adanya
massa pada bokong kiri. Pasien juga mengeluhkan munculnya kelemahan pada anggota
gerak bawah dan sulit untuk BAK dan BAB. Pemeriksaan terhadap benjolan pada bagian
gluteus sinisra pasien didapatkan Look: massa berukuran 15x10x5 cm, immobile, terlihat
nodul. Feel: Thenderness (+). Move: terbatas due to mass. Dari pemeriksaan Foto Thorax
AP tidak tampak adanya kelainan. Dari hasil pemeriksaan EKG didapatkan sinus rhythm,
massa multiple, dengan batas tegas lobulated dengan ukuran 12.0 x 18,6 x 16.8 cm suspect
didapatkan hasil sugestif Chordoma. Hasil pemeriksaan patologi anatomi dengan sediaan
biopsy at region sacral dengan kesimpulan yaitu Chordoma at regio Sacral. Pasien
diberikan obat Hipertensi yaitu Amlodipin 1x10 mg untuk mengatasi hipertensi grade 2
pada pasien selama menjalani rawat inap 3 hari di rumah sakit. Pasien pulang sehari setelah
dilakukan pengambilan spesimen biopsi tanpa dilakukan tatalaksana lebih lanjut seperti
III. PEMBAHASAN
Chordoma dapat terjadi di mana saja di sepanjang tulang belakang. Chordoma paling sering
7
terjadi pada dekade kelima dan keenam tetapi terjadi pada semua usia dan pada kedua jenis
kelamin. Chordoma tumbuh perlahan, durasi gejala sebelum diagnosis biasanya lebih dari 5
tahun. Sekitar 50% timbul di daerah sacrococcygeal, 35% di daerah spheno-oksipital, dan
notochordal. Chordoma terbentuk dari sel-sel sisa yang penting dalam perkembangan tulang
belakang sebelum lahir, disebut dengan sel notochord. Ketika sel notochord tidak hilang
setelah lahir, maka bisa berubah menjadi chordoma. Chordoma tumbuh sangat lambat.
Banyak orang tidak menyadari adanya perubahan pada tubuh mereka selama bertahun-tahun.
Tumor sacrococcygeal lebih sering terjadi pada dekade kelima dan keenam kehidupan. Tumor
dapat tumbuh cukup besar untuk menekan rektum atau kandung kemih. Di sakrum dan tulang
ekor, kordoma membentuk massa lobular yang memanjang ke anterior menuju rektum dan
kandung kemih. Secara kasar, chordoma berlobus, agar-agar, dan lunak dan mengandung area
perdarahan. Secara mikroskopis, chordoma mengandung korda kohesif dan sarang sel
epiteloid yang disimpan dalam stroma miksoid yang melimpah yang disusun menjadi lobulus
Dari pembahasan di atas sesuai dengan keluhan yang dirasakan pasien bahwa terdapat
benjolan yang muncul di bokong kiri sejak 3 tahun yang lalu yang semakin lama semakin
membesar dan sekarang benjolan sebesar bola Volley. Terdapat keluhan lain yaitu adanya
kelemahan pada anggota gerak bawah pasien dan kesulitan dalam BAK dan BAB.
Sebuah studi epidemiologi terkait Chordoma berbasis di Amerika Serikat, dari tahun
2004 hingga 2014, terdapat total sebanyak 3.670 kasus. Lokasi Chordoma yang paling umum
adalah kranial (38,7%), diikuti oleh sakral (34,3%) dan tulang belakang (27,0%). Rata-rata
tingkat insiden yang disesuaikan dengan usia adalah 0,088 per 100.000 orang per tahun (95%
8
CI 0,086-0,091), dengan persentase perubahan tahunan sebesar 1,29% (95% CI 0,31-2,28%).
Tumor jenis ini banyak terjadi pada populasi Kaukasia dengan perbandingan laki-laki lebih
banyak daripada perempuan, yaitu berkisar antara 1,4 : 1 hingga 2,4 : 1. Kejadain ini banyak
terjadi pada dekade ke-5 dan ke-6 kehidupan dengan usia rata-rata 55 tahun. 1, 2
Hal tersebut sesuai dengan pasien Chordoma Sacral pada kasus ini yang merupakan
Chordoma notokordal terdiri dari lembaran padat sel tumor bervakuol seperti adiposit
dan sel tumor eosinofilik yang kurang bervakuol. Inti biasanya lunak dan gambaran mitosis
tidak ada. Beberapa ruang kistik yang diisi dengan bahan eosinofilik seperti koloid mungkin
ada. Giliran kami sering berisi pulau-pulau terpencil dari sumsum tulang. Trabekula tulang
yang terlibat biasanya dapat hidup dan dapat dijalin tetapi menunjukkan sedikit bukti resorpsi
atau pembentukan tulang yang berlebihan. Tidak seperti chordoma, BNCT tidak memiliki
arsitektur lobular, septa dan kapsul fibrosa, matriks miksoid ekstraseluler, dan pembuluh
darah tumor.6
tumor ganas dengan fenotipe yang merekapitulasi notochord dan biasanya muncul di tulang
kerangka aksial. Chordoma muncul sebagai massa padat lobular dengan penampilan seperti
Sacrococcygeal cenderung lebih besar daripada di situs lain, kemungkinan besar terkait
dengan periode bebas gejala Ion ger. Chordoma konvensional terdiri dari sel-sel epiteloid
besar dengan sitoplasma eosinofilik jernih hingga terang, dipisahkan menjadi lobulus oleh
septa fibrosa. Sel tumor mungkin memiliki sitoplasma berbuih (sel physaliphorous). Mereka
disusun sebagai tali dan sarang yang tertanam dalam matriks miksoid ekstraseluler yang
9
melimpah, atau sebagai paket epiteloid yang tersusun lebih padat. Chordomas sering
atypia nuklir dan pleomorfisme mulai dari minimal, biasanya terkait dengan aktivitas mitosis
yang rendah, hingga (lebih jarang) parah, di mana nukleus yang aneh atau sel spindling dapat
terlihat. Pada yang terakhir, gambaran mitosis dapat dengan mudah dideteksi dan area
nekrosis tumor yang luas mungkin ada. Istilah uch pada chordoma droid" mengacu pada
chordoma m yang sebagian besar matriksnya meniru tumor tulang rawan hialin.6
Jenis yang ketiga dari Chordoma yaitu Chordoma dediferensial. Chordoma dediferensial
adalah chordoma dengan penampilan bifasik, ditandai dengan chordoma konvensional dan
perkembangannya mungkin lebih cepat. Nyeri dan gejala neurologis terkait lokasi sering
terjadi.Chordoma yang berbeda dapat muncul secara de novo atau di lokasi chordoma
morfologi yang mirip dengan tumor konvensional dan tidak dapat dibedakan pada radiografi
atau CT. Penampakan bimorfik dapat terlihat pada MRI, dengan perbandingan yang berbeda
yang ditunjukkan oleh area tumor yang relatif hipointens.Karakteristik yang membedakan
adalah kehadiran simultan dari chordoma konvensional dan spindel bermutu tinggi dan/atau
komponen tersebut biasanya dipisahkan secara tiba-tiba, tetapi mereka dapat bercampur.
Prognosisnya buruk; tingkat metastasis dan kematian yang tinggi. Manfaat kemoterapi atau
radioterapi tampaknya dapat diabaikan. Pembedahan adalah satu-satunya pilihan dari jenis ini.
6
10
Pada pasien yang dirawat jenis tumornya dalah Chordoma konvensional, dibuktikan
dengan pemeriksaan MRI pada pasien pada tanggal 20 OKtober 2020 bahwa didapatkan
kesan Pada MRI kesan yang diapat ialah massa jaringan lunak berlobulasi multiple dengan
sacrococcygeal yayng mendestruksi os sacrum, coccygeus, sacroiliac joint bilateral dan dan os
ileum kiri yang meluas kea rah posterior mengobliterasim. Multifidus, m. erectus spine, m.
gluteus maksimus daan medius serta menginfiltrasi kutis dan subkutis dan dirongga pelvis
tampak massa mendesak rectum dan vesica urinaria ke arah anterior. Dengan kesimpulan
Patogenesis dari Chordoma adalah adanya ekspresi Brachyury yang dikodekan oleh
TBXT. Dalam 27% kasus, Chordoma terkait dengan perolehan nomor salinan TBXT, faktor
tandem TBXT yang mendasari chordoma familial. Hubungan yang kuat dari rs2305089 di
TBXT pada pasien dengan chordoma membuat kasus yang kuat bahwa SNP ini memberikan
kontribusi besar untuk perkembangan chordoma. Brachyury juga telah terbukti bertindak
sebagai pengatur utama jaringan transkripsi onkogenik yang rumit yang mencakup beragam
jalur pensinyalan, termasuk komponen siklus sel dan matriks ekstraseluler. Akhirnya,
penghentian pertumbuhan dan senescence setelah pembungkaman garis sel chordoma TBXT
menambah peran penting chordoma TBXT. Selain itu, mutasi pensinyalan PI3K telah
dilaporkan pada 16% kasus, dan mutasi LKST telah dijelaskan pada 10% kasus. Fosforilasi
dan total EGFR (HER1) tampaknya memainkan peran penting dalam penyakit, karena
11
Semua pasien dengan kordoma sakralis mengalami gejala nyeri punggung bawah yang
kompresi saraf skiatik atau batang iliolumbar dilaporkan hingga sepertiga dari pasien dengan
tumor ini. Tumor yang muncul di regio S1-S2 memiliki kelemahan atau hilangnya fungsi L5-
S1 total secara unilateral. Hingga sepertiga pasien dengan gejala infeksi saluran kemih dan
10% mengalami konstipasi atau gejala cauda equina. 9, 10 Banyak dari pasien dengan tumor
jenis ini telah dirawat selama bertahun-tahun untuk gejala di atas dengan obat - obatan
Seperti pada kasus ini, pasien mengeluhkan gejala adanya kelemahan pada tungkai
Secara makroskopis Chordoma merupakan tumor yang tumbuh lambat dan agresif
secara lokal. Lesi Chordoma dapat terjadi di mana saja dari vertebra sakral pertama hingga
kelima dengan predileksi ke sakral ke-2 dan ke-3. Kerusakan tulang meluas ke sendi sakro-
iliaka dan berlanjut ke ilium serta posterior yang dapat menyebabkan perubahan kulit di
punggung bawah. Penghancuran struktur ligamen anterior serta persimpangan L5-S1 dari
pertumbuhan tumor ini menyebabkan listhesis dan ketidakstabilan panggul. Saat diagnosis
chordoma sakral yang lebih besar dari 10 cm atau dimensi volumetrik > 200 cm3 selalu
Secara histologis massa Chordoma klasik terdiri dari akord sel tumor dan lobulus
dengan matriks mukoid dan jaringan fibrosa ekstensif di antaranya. Sel physaliferous adalah
patognomonik chordoma dan dicirikan oleh ukurannya yang besar dengan nukleus vesikular
12
Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada sediaan biopsi yaitu
terdapat kepingan jaringan yang seluruhnya mengalami nekrotik dengan adanya sel radang
limfosit, histiosit, PMN, disertai dengan perdarahan. Pada satu bagian kecil tampak sel – sel
benbentuk bulat, oval, berukuran sedang sampai besasr. Inti sel polimorfik, berkromatin
kasar, membrane inti irregular, anak inti sebagian jelas, dengan sitoplasma jernih, dengan
penyebaran sel kanker, staging, grade sel kanker, dan keadaan umum penderita. Tatalaksana
yang utama adalah pembedahan. Beberapa penderita dengan Chordoma memerlukan terapi
kombinasi antara pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi. Bahkan saat ini peneliti sedang
mengembangkan terapi target untuk tata laksana Chordoma. Pilihan pembedahan adalah
kuretase, reseksi, eksisi, dan amputasi. Pilihan dari prosedur-prosedur tersebut umumnya
memerlukan pertimbangan seksama mengenai berbagai faktor, seperti ukuran dan lokasi lesi
serta staging dari chondrosarcoma. Terapi kuretase intralesi diindikasikan untuk penderita
chondrosarcoma sentral grade 1. Prosedur ini lebih dipilih karena lebih aman, dapat
mempertahankan fungsi terutama pada tulang bergerak, memiliki morbiditas yang lebih
rendah, cost-effective, dan tidak memiliki efek samping berarti. Penelitian oleh Omlor et al.
mengatakan lesi jinak dengan ukuran besar, nyeri, dan secara radiologi agresif memerlukan
terapi pembedahan untuk menghindari pertumbuhan tumor dan transformasi sel menjadi
ganas. Eksisi intralesi dengan kuretase menyeluruh dan penggunaan bone cement
keterlibatan jaringan lunak atau intraartikular, tumor berukuran besar, dan tumor yang terdapat
pada pelvis. Reseksi luas mengangkat jaringan tumor serta margin yang luas dari jaringan
13
tulang yang sehat serta jaringan lunak di sekitar tulang. Terapi eksisi en bloc meliputi eksisi
radikal pada tumor serta jaringan sehat sampai margin negatif dan diseksi KGB regional
dalam satu kesatuan. Terapi eksisi en bloc diindikasikan pada penderita chondrosarcoma
tanpa melakukan amputasi pada lengan ataupun tungkai. Setelah itu akan dilakukan
rekonstruksi menggunakan graft tulang dan kulit. Pembedahan limb-sparing dapat dilakukan
pada chondrosarcoma yang terdapat pada lengan, tungkai, dan pelvis. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Kim YC et al, tidak terdapat perbedaan laju kesintasan 5 tahun pada
penderita yang telah menjalani limb-sparing surgery dan amputasi, yaitu masing-masing 70%,
kecacatan. 14
Amputasi pada chondrosarcoma adalah pilihan terakhir dan akan diindikasikan bila
tumor telah meluas ke dalam saraf dan pembuluh darah atau jika ukuran tumor terlalu besar.
Amputasi juga diindikasikan pada tumor yang kambuh pada lokasi yang sama pasca
amputasi.13, 14
Chondrosarcoma yang berisi komponen sel spindle grade tinggi. Berdasarkan pedoman yang
14
Mesenchymal Chondrosarcoma sensitif terhadap terapi neoadjuvan dan diterapi
dengan regimen yang sama untuk kemoterapi Ewing sarcoma (vincristine, doxorubicin, dan
dapat diterapi dengan regimen kemoterapi yang sama untuk osteosarcoma. Pasca reseksi
inkomplit dari chondrosarcoma grade tinggi, terapi radiasi diindikasikan untuk mencegah
rekurensi. Indikasi radioterapi termasuk tumor rekuren dengan grade sedang ke tinggi, serta
tumor dengan lokasi yang sulit diakses dengan terapi pembedahan. Radioterapi definitif dapat
Pada kasus ini, pasien tidak mendapat terapi pembedahan, radioterapi maupun
spesimen tersebut pasien pulang sehari setelahnya tanpa dilakukan penanganan lebih lanjut.
Prognosis Chordoma dipengaruhi oleh ukuran tumor, grade, stadium, ada tidaknya
metastasis, lokasi tumor, dan pilihan terapi. Secara umum, Chordoma pada leher memiliki
prognosis yang jauh lebih baik daripada lokasi lain. Prognosis yang buruk biasanya terjadi
pada Chordoma yang mengalami metastasis. Tingkat metastasis pada Chordoma primer jauh
lebih tinggi daripada Chordoma sekunder, dan tingkat metastasis jauh lebih tinggi pada
penderita dengan kekambuhan lokal daripada penderita tanpa kekambuhan lokal. Chordoma
yang inoperable, grade tinggi, telah bermetastasis memiliki prognosis yang buruk. Prognosis
bergantung pada grade histologi. Namun klasifikasi histologi memiliki interpretasi yang
bervariasi, karena Chordoma grade 2 dan 3 seringkali dijadikan satu grade meski memiliki
15
spektrum outcome dan heterogenitas yang berbeda. Laju kesintasan dari Chordoma
bergantung dengan grade histologis tumor, dimana semakin tinggi grade tumornya, semakin
rendah pula laju kesintasannya. Laju kesintasan 5 tahun pada Chordoma secara umum adalah
75,2%. Laju kesintasan 5 tahun chondrosarcoma grade 1 adalah 83%, sementara laju
kesintasan grade 2 dan grade 3 masing masing adalah 53% Kurang lebih 10% dari tumor yang
IV. KESIMPULAN
Chordoma dapat terjadi di mana saja di sepanjang tulang belakang. Chordoma paling sering
terjadi pada dekade kelima dan keenam tetapi terjadi pada semua usia dan pada kedua jenis
kelamin. Chordoma tumbuh perlahan, durasi gejala sebelum diagnosis biasanya lebih dari 5
tahun. Sekitar 50% timbul di daerah sacrococcygeal, 35% di daerah spheno-oksipital, dan
Secara histologis massa Chordoma klasik terdiri dari akord sel tumor dan lobulus
dengan matriks mukoid dan jaringan fibrosa ekstensif di antaranya. Sel physaliferous adalah
patognomonik chordoma dan dicirikan oleh ukurannya yang besar dengan nukleus vesikular
16
DAFTAR PUSTAKA
2. Das, P., Soni, P., Jones, J. et al. Descriptive epidemiology of chordomas in the United
States. J Neurooncol 148, 173–178 (2020). https://doi.org/10.1007/s11060-020-
03511-x
4. Young VA, Curtis KM, Temple HT, Eismont FJ, DeLaney TF, Hornicek FJ.
Characteristics and Patterns of Metastatic Disease from Chordoma. (2015) Sarcoma.
2015: 517657. doi:10.1155/2015/517657
5. Rosai J, Talini G. Thyroid gland. In : Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology. Tenth
Edition. New York. USA. 2017. pp : 487-28.
6. WHO Classification of Tumours Editorial Board. Soft tissue and bone tumours. Lyon
(Franee): International Agency for Research on Cancer; 2020. (WHO classification of
tumours series, 5th ed.; vol. 3). https://publications.iarc.fr/588.
8. Goldblum J, Folpe AL, Weiss SW. Enzinger and Weiss’s Soft Tissue Tumor 7 th
edition. Elsevier. Georgia. 2020
10. Akiyama Toru. Juxtacortical chordoma of the sacrum. J Orthop Sci. 2008; 13:476–
480.
17
13. Limaiem F, Sticco KL. Cancer, chondrosarcoma. 2019. Available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538132/
14. Anggreani I, Kodrat E, Wuyung PE. Peran Isocitrate Dehydrogenase (IDH) pada
Kondrosarkoma. Pratista Patologi. 2019;6(2):1-14.
15. Mermerkaya MU, Bekmez S, Karaaslan F, et al. Intralesional curettage and
cementation for low-grade chondrosarcoma of long bones: retrospective study and
literature review. World J Surg Oncol. 2014;12(336):1-5.
16. Casali PG, Bielack S, Abecassis N, et al. Bone sarcomas: ESMO–PaedCan–
EURACAN Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up.
Annals of Oncology 2018;29(4):79–95.
18