Laporan Kasus
Tonsilitis Kronis
Oleh:
NIM. 1830912320135
Pembimbing:
1
DAFTAR ISI
B. Klasifikasi ................................................................................... 3
C. Etiologi........................................................................................ 4
D. Epidemiologi............................................................................... 4
E. Faktor Risiko............................................................................... 5
F. Patofisiologi................................................................................. 6
H. Diagnosis .................................................................................... 9
J. Tatalaksana ................................................................................. 11
K. Komplikasi ................................................................................. 12
L. Pencegahan.................................................................................. 12
M. Prognosis .................................................................................... 13
i
BAB I
PENDAHULUAN
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut, yaitu tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil fausial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius (lateral
band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsil palatina biasanya
meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara
(air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama
pada anak.1,2
Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk
enterovirus, dan virus herpes simplex. Salah satu penyebab paling sering pada
tonsilitis adalah bakteri grup A Streptococcus beta hemolitik (GABHS), 30% dari
tonsilitis anak dan 10% kasus dewasa dan juga merupakan penyebab radang
tenggorok.3
kejadian tonsilitis kronik.5 Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang
paling umum dari daerah oral dan ditemukan terutama di kelompok usia muda.
1
Kondisi ini karena peradangan kronis pada tonsil. Data dalam literatur
berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume
tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan
adanya gejala seperti demam berulang, odinofagia, sulit menelan, halitosis dan
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak
adekuat.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tonsilitis kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada
tonsil palatina yang menetap. Tonsilitis kronis disebabkan oleh serangan ulangan
dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil.
Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu
yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higienitas mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat.7
B. Klasifikasi
A. Tonsilitis akut
1. Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan pada kasus berat dapat menolak
untuk minum atau makan melalui mulut. Penderita mengalami malaise, suhu
2. Tonsilitis bakterial
3
Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri
tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga karena
nyeri alih (referred pain) melalui saraf N. glosofaringeus (N. IX). Pada
B. Tonsilitis Membranosa
1. Tonsilitis difteri
a. Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu
tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah,
putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk
4
napas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila
sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau
2. Tonsilitis Septik
Indonesia jarang.
mukosa mulut dan faring hiperemi, tampak membran putih keabuan di atas
tonsil, uvula, dinding faring, gusi, serta terdapat bau mulut dan kelenjar
C. Tonsilitis Kronik
5
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan
yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.
sangat besar sehingga tonsil kiri dan kanan saling bertemu dan dapat
C. Etiologi
sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri
Hal-hal yang dapat memicu peradangan pada tonsil adalah seringnya kuman
juga dengan infeksi mononukleosis, virus yang paling umum adalah EBV, yang
D. Epidemiologi
6
bakterial lebih sering terjadi pada anak berusia 5-15 tahun. Group A
11
Betahemolytic streptococcus merupakan penyebab utama tonsilitis bacterial.
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi jarang terjadi pada anak usia
< 2 tahun. Tonsilitis juga sangat jarang terjadi pada orang tua usia >40 tahun.
komplikasi tersering adalah abses peritonsilar. Komplikasi ini lebih sering terjadi
menurun hingga usia tua. Abses peritonsilar lebih sering terjadi pada perempuan
setelah nasofaringitis akut 4,6 % .12 Tonsilitis baik akut maupun kronik dapat
terjadi pada semua umur, namun lebih sering terjadi pada anak. Faktor yang
menjadi penyebab utama hal tersebut adalah ISPA dan tonsillitis akut yang tidak
mendapat terapi yang adekuat. Tonsilitis lebih umum pada anak – anak usia 5-15
tahun dengan prevalensi tonsilitis bakterial 15-30% pada anak dengan gangguan
E. Faktor Risiko
7
penyakit tonsilitis kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi
mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti adanya keterlibatan faktor genetik
3. Pengaruh cuaca.
4. Kelelahan fisik.
F. Patofisiologi
berasal dari inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam tonsil
hingga terjadi perlawanan tubuh dan bisa menyebabkan peradangan oleh virus
yang tumbuh di membran mukosa kemudian terbentuk fokus infeksi. Keadaan ini
akan semakin berat jika daya tahan tubuh penderita menurun akibat peradangan
peradangan lokal primer. Setelah terjadi serangan tonsilitis akut, tonsil akan
sembuh atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula. Secara patologi
terdapat peradangan dari jaringan pada tonsil dengan adanya kumpulan leukosit,
sel epitel yang mati, dan bakteri patogen dalam kripta. Fase- fase patologis
tersebut ialah: 8
8
2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis tonsil
5. Nekrosis jaringan
Karena proses radang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh
jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara
klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga
sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar
nyaman kepada penderita berupa rasa nyeri saat menelan karena sesuatu yang
Pada anak biasanya keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan berupa
ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil mengganggu pernafasan bahkan
keluhan sesak nafas juga dapat terjadi apabila pembesaran tonsil telah menutup
pulih seperti semula atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula.
Apabila tidak terjadi penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi
infeksi berulang. Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan bersarang di
dalam tonsil dan terjadi peradangan yang kronis atau yang disebut dengan
9
tonsilitis kronis. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi
dari semua penyakit tenggorok yang berulang. Tonsilitis kronis umumnya terjadi
akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi adekuat.
Selain pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat, faktor predisposisi timbulnya
tonsilitis kronis lain adalah higien mulut yang buruk, kelelahan fisik dan beberapa
jenis makanan.9
G. Gejala Klinis
tenggorok yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan
yang tidak rata,kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada
yang mengganjal ditenggorok, tenggorok terasa kering dan napas yang berbau.
Pada tonsillitis kronik juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul
servikal. Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh
dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemi, kripta melebar dan diatasnya
10
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan
medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:9
(pertengahan uvula).
11
(A) Tonsillar hypertrophy Grade-I tonsils. (B) Grade-II tonsils. (C) Grade-III
H. Diagnosis
Diagnosis yang dilakukan oleh dokter saat ini masih dilakukan dengan cara
tonsilitis pasien akan merasa sangat kesakitan apabila diminta untuk membuka
rongga mulut, terlebih lagi dengan waktu yang cukup lama. Proses diagnosis
dilakukan secara visual dan hasil yang subjektif tergantung dari keahlian dokter.
Untuk itu diperlukan suatu sistem yang dapat membantu dan mempermudah
terlihat pada tonsil, karakteristik yang paling mudah dapat dilihat adalah
terjadinya perubahan warna (kemerahan) pada daerah tonsil dan sekitarnya serta
Menurut bahwa kriteria diagnosis tonsilitis kronis adalah satu atau lebih
keluhan dari anamnesis yang berulang disertai dengan pembesaran tonsil dan
I. Diagnosis Banding
1. Tonsilitis difteri
terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin
dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc drah dapat dianggap cukup
12
memberikan dasar imunitas. Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia
kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia -5 tahun. Gejala klinik
terbagi dalam 3 golongan yaitu umum, lokal, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala
umum sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya
subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan badan lemah, nadi lambat serta keluhan
nyeri menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi
bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk
membrane semu (pseudomembran) yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila
diangkat akan mudah berdarah. Jika infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher
(bull neck). Gejala akibat eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh
yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, pada
2. Faringitis
jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat
13
Beberapa hari kemudian timbul bercak peteki pada palatum dan faring. Kelenjar
J. Tatalaksana
dan operatif.
1. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan pada higienitas mulut dengan cara berkumur atau obat isap,
pemberian antibiotik, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral.
1,8
Pemberian antibiotik sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada
antibiotik pilihan pada sebagian besar kasus karena efektif dan harganya lebih
dapat digunakan hanya jika terdapat alergi terhadap penisilin, hal ini disebabkan
2. Operatif
(tonsilektomi).
- Indikasi Tonsilektomi
relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada
14
keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa
Indikasi absolut:
a) Hiperplasia tonsil yang menyebabkan gangguan tidur (sleep apneu) yang terkait
Quincy).
Indikasi Relatif:
a) Tonsillitis akut yang berulang (terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per
tahun).
b) Abses peritonsilar.
adenitis
cervical.
d) Sulit menelan.
e). Tonsillolithiasis.
f). Gangguan pada orofacial atau gigi (mengakibatkan saluran bagian atas sempit).
15
a. Serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun walaupun telah mendapat terapi yang
adekuat
c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas,
d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
hemolitikus
- Kontraindikasi Tonsilektomi
perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia, dan infeksi
K. Komplikasi
a) Abses peritonsil.
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya.
Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang
16
mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan
yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.
b) Abses parafaring.
c) Abses intratonsilar.
Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti
dengan penutupan kripta pada tonsilitis folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan
yaitu dengan pemberian antibiotik dan drainase abses jika diperlukan; selanjutnya
dilakukan tonsilektomi.
Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh sisa-
sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan
yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap
dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi
pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation.
Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya
e) Kista tonsilar.
17
Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran
kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat dengan
mudah didrainasi.
Streptokokus beta hemolitikus pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak
pada tonsil dan faring. Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil
L. Prognosis
Sebagian besar tonsilitis virus sembuh dalam 7-10 hari, sedangkan tonsilitis
bakteri dengan terapi antibiotik sesuai mulai membaik dalam 24-48 jam.
aktivitas dalam sekolah dan bekerja. Prognosis tonsilitis kronis secara ad vitam
18
BAB III
DATA PASIEN
I. DATA PRIBADI
Nama : Tn. A
Umur : 18 tahun
Bangsa : Indonesia
Suku : Banjar
Agama : Islam
RT 03, Banjarmasin
II. ANAMNESIS
Pasien datang ke Poli THT RSUD Ansari Saleh dengan keluhan nyeri
menelan sejak 2 minggu. Keluhan muncul perlahan, semakin memberat, dan tidak
menjalar. Aktivitas makan pasien terganggu karena hanya bisa makan 6 suapan.
14
Pasien juga mengeluhkan rasa mengganjal di tenggorok sejak 1 bulan. Keluhan
pasien. Pasien mengatakan bahwa saat pasien tidur, muncul suara mendengkur
sejak 1 bulan dan semakin memberat namun tidak mengganggu aktifitas pasien.
Keluhan batuk, suara parau, tenggorok kering, sesak, dan sulit menelan disangkal
oleh pasien.
Pasien mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari kedua lubang hidung
muncul saat cuaca dingin. Cairan bening, tidak berbau, dan menetes. Keluhan
Keluhan nyeri telinga, tuli, keluar cairan pada telinga dan kehilangan
Keluarga tidak ada keluhan serupa. Riwayat alergi, asma, penyakit imun dan
15
Riwayat Pengobatan :
- Pasien berobat ke RSUD Bhayangkara dan diberi obat minum 4 macam, namun
pasien lupa nama obatnya. Setelah diminum keluhan nyeri menelan berkurang,
- Pasien membeli obat di apotek Paramex flu yang diminum satu kali setiap kali
- Pasien membeli obat Paracetamol tablet 500 mg di apotek yang diminum satu
kali setiap keluhan demam muncul. Setelah minum obat, demam menghilang,
Riwayat Kebiasaan :
Pasien selalu meminum air es setiap selesai makan. Pasien juga suka
STATUS GENERALIS
GCS : E4V5M6
Suhu : 36,7oC
VAS :3
16
STATUS LOKALIS
Telinga
Inspeksi : Ukuran dan bentuk normal, fistula (-/-), massa (-/-), edema (-/-),
sekret (-/-)
Palpasi : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tarik
aurikular (-/-)
MAE : Hiperemi (-/-), edema (-/-), sekret (-/-) purulen, serumen (+/+)
pemeriksa
Kesimpulan : Normal/normal
Hidung
Sinus : Nyeri tekan sinus frontalis (-/-), nyeri tekan sinus maxillaris
Rhinoskopi Anterior :
17
Kavum Nasi : Lapang (+/+), hiperemi (-/-), massa (-/-), edema konka (-/-),
Tenggorok
Rongga Mulut
Orofaring : Hiperemi (+), post nasal drip (-), edem (-), massa (-), refleks
muntah (+)
Warna : Normal/normal
Permukaan : Berdungkul/berdungkul
Kripta : Melebar/melebar
Detritus : -/-
18
Leher
Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran KGB (-), pembesaran
tiroid (-)
N VII : (+/+)
streptococcus (GABHS)
19
- Planning foto polos servikal curiga tonsilitis yang menyebar ke daerah
leher.
V. DIAGNOSIS
Tonsilitis Kronis
VI. TERAPI
Non Medikamentosa
dingin.
- Motivasi pasien untuk makan makanan bergizi dan seimbang agar nutrisi
tubuh tercukupi.
Medikamentosa
20
- Antibiotik : Amoxicillin Clavulanate 3x500mg, selama 7 hari.
VII.PROGNOSIS
21
BAB IV
PEMBAHASAN
etiologi, faktor risiko dan perjalanan pasien. Yang ditemukan dari anamnesis
terutama saat makan, sehingga hanya bisa makan 6 suap setiap kali makan. Pasien
perlahan, dan semakin memberat. Pasien mengaku sejak uncul rasa mengganjal di
tenggorok, muncul suara mendengkur setiap kali pasien tertidur namun tidak
obat minum 4 macam, namun pasien lupa obatnya. Setelah diminum keluhan
aktifitas pasien. Keluhan batuk, suara parau, tenggorok kering, sesak, dan sulit
menelan disangkal oleh pasien. Pasien mengeluhkan adanya cairan yang keluar
dari kedua lubang hidung sejak 2 bulan. Keluhan muncul mendadak, dan semakin
memberat. Keluhan muncul saat cuaca dingin. Cairan bening, tidak berbau, dan
apotek Paramex flu yang diminum satu kali setiap kali keluhan muncul. Setelah
21
dan kecacatan pada hidung disangkal oleh pasien. Keluhan nyeri telinga, tuli,
keluar cairan pada telinga dan kehilangan keseimbangan disangkal oleh pasien.
Pasien mengeluhkan adanya demam sejak 1 bulan. Muncul mendadak dan hilang
apotek dengana nama Paracetamol 500 mg yang diminum satu kali setiap keluhan
muncul. Setelah minum obat, keluhan menghilang, namun dapt muncul kembali.
Manifestasi klinis dari penyakit tonsilitis kronis yaitu nyeri tenggorok yang
yang kering, nyeri menelan, mendengkur dan batuk pilek yang berulang. Gejala-
gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok. Pada
pemeriksaan fisik tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus, arkus anterior/ posterior
yang purulen. Yang kedua yaitu tonsil tetap kecil, biasanya mengeriput, kadang-
kadang seperti terpendam dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemi,
kripta melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulen. Tonsil yang
membesar bisa diklasifikasikan dari T0 sampai T4. Dimana T0 jika tonsil telah
diangkat, T1 jika tonsil berada dalam fossa tonsilaris, T2 yaitu tonsil melewati
arkus posterior hingga mencapai linea paramediana, T3 yaitu tonsil melewati linea
22
tonsil melewati linea mediana (uvula). Pada pasien, saat anamnesis ditemukan
keluhan nyeri menelan, nyeri tenggorok, rasa mengganjal pada tenggorok, dan
suara mendengkur pada saat tidur. Pada saat pemeriksaan fisik, ditemukan
Usia pasien saat pertama kali terkena tonsilitis kronis adalah 12 tahun.
penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak. Tonsilitis paling sering terjadi
pada anak-anak, tetapi jarang terjadi pada anak usia < 2 tahun. Tonsilitis sangat
jarang terjadi pada orang tua usia >40 tahun. Berdasarkan data epidemiologi
tertinggi setelah nasofaringitis akut 4,6 % . Tonsilitis baik akut maupun kronik
dapat terjadi pada semua umur, namun lebih sering terjadi pada anak. Tidak ada
menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak
tahun. Saat itu diberi obat – obatan dan pasien mengaku setelah itu tidak ada
keluhan lagi.
tonsilnya yaitu terjadi pembesaran padaa tonsil, permukaan kripta tonsil yang
melebar, adaanya detritus pada penekanan kripta, kemerahan pada bagian arkus
23
anterior atau posterior, dan pembesaran kelenjar submandibular. Pada pasien
melebar/melebar.
Diagnosis tonsilitis kronis dapat ditegakkan dengan adanya satu atau lebih
keluhan dari anamnesis yang berulang disertaia dengan pembesaaran tonsil dan
pemeriksaan fisik lainnya. Pada pasien dapa ditegakkan diagnosis ini karena
memenuhi dari syarat tersebut, yaitu dari anamnesis ditemukan adanya nyeri
dan batuk pilek yang berulang. Serta dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya
pembesaaran tonsil, kripta yang melebar, dan permukaan tonsil yang tidak rata.
hari, (3) pemberian antihistamin dengan cetirizine tablet 1x10 mg selama 3 hari,
(4) antibiotic memakai amoxicillin clavunalate 3x500 mg selama 7 hari, dan (5)
24
Tonsilektomi adalah prosedur bedah yang dilakaukan untuk mengangkat
tonsil palatine sebagai pengobatan dari tonsilitis. Prosedur ini dilakukan jika
memenuhi indikasi absolut atau relatif. Pasien pada kasus ini direncanakan
bakterisid untuk bakteri gram positif maupun gram negatif. Analgetik memakai
pasien yaitu cetirizine yang bekerja dengan cara menghalangi kerja senyawa
histamine yang diproduksi oleh tubuh ketika terpapar oleh alergen. Obat kumur
memakai povidone iodine yaitu jenis antiseptik yang bekerja dengan cara merusak
Pasien juga mendapatkan edukasi yaitu: Motivasi pasien untuk mau berobat ke
dokter spesialis THT-KL untuk dilakukan tonsilektomi dan edukasi pasien untuk
untuk makan makanan bergizi dan seimbang agar nutrisi tubuh tercukupi, dan
pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan mulut dengan menggosok gigi dan
25
Prognosis pasien dalam kasus ini secara ad vitam, ad functionam, maupun
Sebagian besar tonsilitis virus sembuh dalam 7-10 hari, sedangkan tonsilitis
bakteri dengan terapi antibiotik sesuai mulai membaik dalam 24-48 jam.
26
BAB V
PENUTUP
Telah diperiksa pasien atas nama Tn A jenis kelamin laki – laki dan usia
18 tahun yang datang dengan keluhan nyeri menelan sejak 2 minggu. Keluhan
terganggu terutama saat makan, sehingga hanya bisa makan 6 suapan. Pasien juga
tenggorok, muncul suara mendengkur setiap kali pasien tertidur namun tidak
pasien. Keluhan batuk, suara parau, tenggorok kering, sesak, dan sulit menelan
disangkal oleh pasien. Pasien mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari kedua
lubang hidung sejak 2 bulan. Keluhan muncul mendadak, dan semakin memberat.
Keluhan muncul saat cuaca dingin. Cairan bening, tidak berbau, dan menetes.
Pasien mengeluhkan adanya demam sejak 1 bulan. Muncul mendadak dan hilang
beredungkul, dan kripta tonsil yang melebar. Pada pemeriksaan hidung dan
telinga pasien dalam batas normal, tidak ditemukan adanya proses peradangan
26
yang masih berlangsung. Hal ini menguatkan diagnosis pasien yaitu tonsilitis
kronik.
27
DAFTAR PUSTAKA
5. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: ECG, 1997.
13. Nadhila, N. F. M., 2016. Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut pada Pasien
Dewasa.. J Medula Unila,2016; 1(1): 107-108.
27
14. Prasetya, G. Z., Candra, A. & Kurniawati, D. M.. Pengaruh Suplementasi
Seng terhadap Kejadian Tonsilitis pada Balita. Journal of Nutrition
College. 2018; 7(3): 3.
16. Pengurus Pusat Perhati – Kl. Panduan Praktik Klinis Tindakan di Bidang
Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher. Volume 1. Perhimpunan
Dokter Spesialis Telinga Hidungn Tenggorok Bedah Kepala Leher
Indonesia. Jakarta. 2015.
28