Anda di halaman 1dari 39

0

Laporan Kasus

Tonsilitis Kronis

Oleh:

Anindya Pujiningtyas, S.Ked

NIM. 1830912320135

Pembimbing:

dr. Rusina Hayati, Sp.THT-KL

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Januari, 2021

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3

A. Definisi Tonsilitis Kronis ........................................................... 3

B. Klasifikasi ................................................................................... 3

C. Etiologi........................................................................................ 4

D. Epidemiologi............................................................................... 4

E. Faktor Risiko............................................................................... 5

F. Patofisiologi................................................................................. 6

G. Gejala Klinis ............................................................................... 8

H. Diagnosis .................................................................................... 9

I. Diagnosis Banding ...................................................................... 10

J. Tatalaksana ................................................................................. 11

K. Komplikasi ................................................................................. 12

L. Pencegahan.................................................................................. 12

M. Prognosis .................................................................................... 13

BAB III. DATA PASIEN................................................................................. 14

BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................... 21

BAB V. PENUTUP ........................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 27

i
BAB I

PENDAHULUAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang

terdapat di dalam rongga mulut, yaitu tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina

(tonsil fausial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius (lateral

band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsil palatina biasanya

meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara

(air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama

pada anak.1,2

Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk

strain bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr,

enterovirus, dan virus herpes simplex. Salah satu penyebab paling sering pada

tonsilitis adalah bakteri grup A Streptococcus beta hemolitik (GABHS), 30% dari

tonsilitis anak dan 10% kasus dewasa dan juga merupakan penyebab radang

tenggorok.3

Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten yang


4
berpotensi membentuk formasi batu tonsil. Terdapat referensi yang

menghubungkan antara nyeri tenggorok yang memiliki durasi 3 bulan dengan

kejadian tonsilitis kronik.5 Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang

paling umum dari daerah oral dan ditemukan terutama di kelompok usia muda.

1
Kondisi ini karena peradangan kronis pada tonsil. Data dalam literatur

menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh kehadiran infeksi

berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume

tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan

adanya gejala seperti demam berulang, odinofagia, sulit menelan, halitosis dan

limfadenopati servikal dan submandibula.6

Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang

menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk,

pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak

adekuat.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tonsilitis Kronis

Tonsilitis kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada

tonsil palatina yang menetap. Tonsilitis kronis disebabkan oleh serangan ulangan

dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil.

Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu

yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh

penderita mengalami penurunan. Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang

menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higienitas mulut yang buruk,

pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak

adekuat.7

B. Klasifikasi

Tonsillitis dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

A. Tonsilitis akut

1. Tonsilitis viral

Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri

tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan pada kasus berat dapat menolak

untuk minum atau makan melalui mulut. Penderita mengalami malaise, suhu

tinggi, dan nafasnya bau. 5

2. Tonsilitis bakterial

3
Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri

tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa

lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga karena

nyeri alih (referred pain) melalui saraf N. glosofaringeus (N. IX). Pada

pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemi dan terdapat detritus berbentuk

folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar sub-mandibula

membengkak dan nyeri tekan. (otalgia). 8

Gambar 1 Tonsilitis Eksaserbasi Akut Sumber: Wikipedia.com

B. Tonsilitis Membranosa

1. Tonsilitis difteri

a. Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu

tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah,

nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.

b. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak

putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk

membran semu. Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula,

nasofaring, laring, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran

4
napas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila

diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila

infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak

sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau

disebut juga Burgemeester's.

Gambar 2 Tonsilitis Difteri Sumber: Suara.com

2. Tonsilitis Septik

Disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus pada susu sapi, tapi di

Indonesia jarang.

3. Angina Plaut Vincent

Gejala demam sampai dengan 390 C, nyeri kepala, badan lemah,

dan kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut,

hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan tampak

mukosa mulut dan faring hiperemi, tampak membran putih keabuan di atas

tonsil, uvula, dinding faring, gusi, serta terdapat bau mulut dan kelenjar

sub mandibula membesar.

C. Tonsilitis Kronik

5
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan

yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.

Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok

dan napas berbau. Radang amandel/tonsil yang kronis terjadi secara

berulang-ulang dan berlangsung lama. Pembesaran tonsil/amandel bisa

sangat besar sehingga tonsil kiri dan kanan saling bertemu dan dapat

mengganggu jalan pernapasan. Tonsilitis pada anak biasanya dapat

mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat tidur karena pengaruh

besarnya tonsil yang mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak nafas

dapat terjadi apabila pemebesaran tonsil telah menutup jalur pernafasan.9

C. Etiologi

Penyebab tonsilitis adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus.

Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya

sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri

maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsilitis.

Hal-hal yang dapat memicu peradangan pada tonsil adalah seringnya kuman

masuk kedalam mulut bersama makanan atau minuman. Tonsillitis berhubungan

juga dengan infeksi mononukleosis, virus yang paling umum adalah EBV, yang

terjadi pada 50% anak-anak.10

D. Epidemiologi

Tonsilitis secara epidemiologi paling sering terjadi pada anak-anak. Pada

balita, tonsilitis umumnya disebabkan oleh infeksi virus sedangkan infeksi

6
bakterial lebih sering terjadi pada anak berusia 5-15 tahun. Group A
11
Betahemolytic streptococcus merupakan penyebab utama tonsilitis bacterial.

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi jarang terjadi pada anak usia

< 2 tahun. Tonsilitis juga sangat jarang terjadi pada orang tua usia >40 tahun.

Insidensi terjadinya tonsilitis rekuren di Eropa dilaporkan sekitar 11% dengan

komplikasi tersering adalah abses peritonsilar. Komplikasi ini lebih sering terjadi

pada anak-anak dengan puncaknya pada masa remaja kemudian risikonya

menurun hingga usia tua. Abses peritonsilar lebih sering terjadi pada perempuan

dibanding laki-laki. World Health Organization (WHO) tidak mengeluarkan data

mengenai jumlah kasus tonsilitis di dunia, namun WHO memperkirakan 287.000

anak dibawah 15 tahun mengalami tonsilektomi dengan atau tanpa

adenoidektomi, 248.000 (86,4 %) mengalami tonsiloadenoidektomi dan 39.000

(13,6 %) lainnya menjalani tonsilektomi. Berdasarkan data epidemiologi penyakit

THT di tujuh provinsi Indonesia, prevalensi tonsilitis kronik 3,8% tertinggi

setelah nasofaringitis akut 4,6 % .12 Tonsilitis baik akut maupun kronik dapat

terjadi pada semua umur, namun lebih sering terjadi pada anak. Faktor yang

menjadi penyebab utama hal tersebut adalah ISPA dan tonsillitis akut yang tidak

mendapat terapi yang adekuat. Tonsilitis lebih umum pada anak – anak usia 5-15

tahun dengan prevalensi tonsilitis bakterial 15-30% pada anak dengan gangguan

tenggorok dan 5-15% pada dewasa dengan gangguan tenggorok.13

E. Faktor Risiko

Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor

genetik maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko

7
penyakit tonsilitis kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi

konstribusi efek faktor genetik dan lingkungan secara relatif penelitiannya

mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti adanya keterlibatan faktor genetik

sebagai faktor predisposisi penyakit tonsilitis kronis. Beberapa Faktor predisposisi

timbulnya tonsillitis kronik yaitu: 9

1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan.

2. Higiene mulut yang buruk.

3. Pengaruh cuaca.

4. Kelelahan fisik.

5. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.

F. Patofisiologi

Tonsil merupakan salah satu pertahanan tubuh terdepan. Antigen yang

berasal dari inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam tonsil

hingga terjadi perlawanan tubuh dan bisa menyebabkan peradangan oleh virus

yang tumbuh di membran mukosa kemudian terbentuk fokus infeksi. Keadaan ini

akan semakin berat jika daya tahan tubuh penderita menurun akibat peradangan

virus sebelumnya. Tonsilitis akut yang disebabkan oleh bakteri disebut

peradangan lokal primer. Setelah terjadi serangan tonsilitis akut, tonsil akan

sembuh atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula. Secara patologi

terdapat peradangan dari jaringan pada tonsil dengan adanya kumpulan leukosit,

sel epitel yang mati, dan bakteri patogen dalam kripta. Fase- fase patologis

tersebut ialah: 8

1. Peradangan biasa daerah tonsil saja

8
2. Pembentukan eksudat

3. Selulitis tonsil

4. Pembentukan abses peritonsiler

5. Nekrosis jaringan

Karena proses radang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan

limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh

jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara

klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga

menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di

sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar

limfa dengan submandibular. Peradangan dapat menyebabkan keluhan tidak

nyaman kepada penderita berupa rasa nyeri saat menelan karena sesuatu yang

ditelan menyentuh daerah yang mengalami peradangan. Peradangan tonsil akan

mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan kesulitan menelan atau seperti

ada yang mengganjal di tenggorok.

Pada anak biasanya keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan berupa

ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil mengganggu pernafasan bahkan

keluhan sesak nafas juga dapat terjadi apabila pembesaran tonsil telah menutup

jalur pernafasan. Jika peradangan telah ditanggulangi, kemungkin tonsil kembali

pulih seperti semula atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula.

Apabila tidak terjadi penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi

infeksi berulang. Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan bersarang di

dalam tonsil dan terjadi peradangan yang kronis atau yang disebut dengan

9
tonsilitis kronis. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi

dari semua penyakit tenggorok yang berulang. Tonsilitis kronis umumnya terjadi

akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi adekuat.

Selain pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat, faktor predisposisi timbulnya

tonsilitis kronis lain adalah higien mulut yang buruk, kelelahan fisik dan beberapa

jenis makanan.9

G. Gejala Klinis

Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah nyeri

tenggorok yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan

saluran napas. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun

tidak mencolok. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan

yang tidak rata,kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada

yang mengganjal ditenggorok, tenggorok terasa kering dan napas yang berbau.

Pada tonsillitis kronik juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul

servikal. Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh

dimasukkan kedalam kategori tonsilitis kronik berupa:9

(a) pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan

sekitarnya,kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang purulen.

(b) tonsil tetap kecil, bisanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam

dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemi, kripta melebar dan diatasnya

tampak eksudat yang purulen.

10
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan

mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan

medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:9

T0 : Tonsil telah diangkat.

T1 : Tonsil berada dalam fossa tonsilaris.

T2 : Tonsil melewati arkus posterior hingga mencapai linea paramediana.

T3 : Tonsil melewati linea paramediana hingga mencapai linea mediana

(pertengahan uvula).

T4 : Tonsil melewati linea mediana (uvula).

11
(A) Tonsillar hypertrophy Grade-I tonsils. (B) Grade-II tonsils. (C) Grade-III

tonsils. (D) Grade-IV tonsils (“kissing tonsils”)

H. Diagnosis

Diagnosis yang dilakukan oleh dokter saat ini masih dilakukan dengan cara

langsung mengecek pada rongga mulut pasiennya, padahal saat menderita

tonsilitis pasien akan merasa sangat kesakitan apabila diminta untuk membuka

rongga mulut, terlebih lagi dengan waktu yang cukup lama. Proses diagnosis

dilakukan secara visual dan hasil yang subjektif tergantung dari keahlian dokter.

Untuk itu diperlukan suatu sistem yang dapat membantu dan mempermudah

dokter dalam mendiagnosis dan menjelaskan pada pasien mengenai penyakit

tonsilitis ini. Tonsilitis dapat dideteksi dengan mengetahui karakteristik yang

terlihat pada tonsil, karakteristik yang paling mudah dapat dilihat adalah

terjadinya perubahan warna (kemerahan) pada daerah tonsil dan sekitarnya serta

luas pembengkakan pada tonsil. 14,15

Menurut bahwa kriteria diagnosis tonsilitis kronis adalah satu atau lebih

keluhan dari anamnesis yang berulang disertai dengan pembesaran tonsil dan

pemeriksaan fisik lainnya.16

I. Diagnosis Banding

1. Tonsilitis difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae.Tidak semua orang yang

terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin

dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc drah dapat dianggap cukup

12
memberikan dasar imunitas. Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia

kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia -5 tahun. Gejala klinik

terbagi dalam 3 golongan yaitu umum, lokal, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala

umum sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya

subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan badan lemah, nadi lambat serta keluhan

nyeri menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi

bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk

membrane semu (pseudomembran) yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila

diangkat akan mudah berdarah. Jika infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher

akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi

(bull neck). Gejala akibat eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh

yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, pada

saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot

pernapasan, dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.1

2. Faringitis

Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh virus,

bakteri, alergi, trauma dan toksin.Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan

jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat

menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut

karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen

antibodi.Gejala klinis secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri

tenggorok, sulit menelan, dan nyeri kepala.Pada pemeriksaan tampak tonsil

membesar, faring dan tonsil hiperemi dan terdapat eksudat di permukaannya.

13
Beberapa hari kemudian timbul bercak peteki pada palatum dan faring. Kelenjar

limfa anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.1

J. Tatalaksana

Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa

dan operatif.

1. Medikamentosa

Terapi ini ditujukan pada higienitas mulut dengan cara berkumur atau obat isap,

pemberian antibiotik, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral.
1,8
Pemberian antibiotik sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada

penderita tonsillitis kronis yaitu antibiotik golongan penisilin merupakan

antibiotik pilihan pada sebagian besar kasus karena efektif dan harganya lebih

murah. Namun, pada anak dibawah 12 tahun, golongan sefalosporin menjadi

pilihan utama karena lebih efektif terhadap streptococcus. Golongan makrolida

dapat digunakan hanya jika terdapat alergi terhadap penisilin, hal ini disebabkan

efek samping yang ditimbulkan golongan makrolida lebih banyak.9

2. Operatif

Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil

(tonsilektomi).

Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal.

- Indikasi Tonsilektomi

Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi

tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi

relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada

14
keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa

usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.

Indikasi absolut:

a) Hiperplasia tonsil yang menyebabkan gangguan tidur (sleep apneu) yang terkait

dengan cor pulmonal.

b) curiga keganasan (hipertrofi tonsil yang unilateral).

c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam (yang memerlukan tonsilektomi

Quincy).

d) perdarahan tonsil yang persisten dan rekuren.

Indikasi Relatif:

a) Tonsillitis akut yang berulang (terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per

tahun).

b) Abses peritonsilar.

c) Tonsillitis kronik dengan sakit tenggorkan yang persisten, halitosis, atau

adenitis

cervical.

d) Sulit menelan.

e). Tonsillolithiasis.

f). Gangguan pada orofacial atau gigi (mengakibatkan saluran bagian atas sempit).

g). Carrier streptococcus tidak berespon terhadap terapi).

h). otitis media recuren atau kronik.8,9,10

Adapun indikasi tonsilektomi menurut The American of Otolaryngology-

head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium 1995 adalah: 1

15
a. Serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun walaupun telah mendapat terapi yang

adekuat

b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofacial.

c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan

napas,

sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale.

d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak

berhasil hilang dengam pengobatan

e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan

f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptokokus beta

hemolitikus

g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya

- Kontraindikasi Tonsilektomi

Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi, namun bila

sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap

memperhitungkan manfaat dan risiko. Keadaan tersebut yakni: gangguan

perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia, dan infeksi

akut yang berat.9

K. Komplikasi

a) Abses peritonsil.

Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya.

Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang

16
mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan

serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi

yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.

b) Abses parafaring.

Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus

mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga

menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.

c) Abses intratonsilar.

Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti

dengan penutupan kripta pada tonsilitis folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan

disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan

yaitu dengan pemberian antibiotik dan drainase abses jika diperlukan; selanjutnya

dilakukan tonsilektomi.

d) Tonsilolith (kalkulus tonsil).

Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh sisa-

sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan

yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap

dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi

pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation.

Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya

permukaan yang tidak rata pada perabaan.

e) Kista tonsilar.

17
Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran

kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat dengan

mudah didrainasi.

f) Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonefrritis.

Dalam penelitiannya Xie melaporkan bahwa anti-streptokokal antibodi meningkat

pada 43% penderita Glomerulonefritis dan 33% diantaranya mendapatkan kuman

Streptokokus beta hemolitikus pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak

pada tonsil dan faring. Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil

menjadi patogenesa terjadinya penyakit glomerulonefritis.

L. Prognosis

Secara umum, prognosis tonsilitis baik dan sembuh tanpa komplikasi.

Sebagian besar tonsilitis virus sembuh dalam 7-10 hari, sedangkan tonsilitis

bakteri dengan terapi antibiotik sesuai mulai membaik dalam 24-48 jam.

Morbiditas dapat meningkat jika tonsilitis berulang sehingga mengganggu

aktivitas dalam sekolah dan bekerja. Prognosis tonsilitis kronis secara ad vitam

adalah dubia ad bonam, ad sanationam yaitu dubia ad bonam, dan ad functionam

yaitu dubia ad bonam. 11

18
BAB III

DATA PASIEN

I. DATA PRIBADI

 Nama : Tn. A

 Jenis Kelamin : Laki – laki

 Umur : 18 tahun

 Bangsa : Indonesia

 Suku : Banjar

 Agama : Islam

 Pekerjaan : Belum bekerja

 Status : Belum menikah

 Alamat : Jl. Pramuka Komplek Rahayu Pembina 4 RW 08

RT 03, Banjarmasin

 Tanggal pemeriksaan : Rabu, 27 Januari 2021

II. ANAMNESIS

Sumber : Anamnesis dengan pasien (Alloanamnesis)

Keluhan Utama: Nyeri menelan sejak 2 minggu

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Poli THT RSUD Ansari Saleh dengan keluhan nyeri

menelan sejak 2 minggu. Keluhan muncul perlahan, semakin memberat, dan tidak

menjalar. Aktivitas makan pasien terganggu karena hanya bisa makan 6 suapan.

14
Pasien juga mengeluhkan rasa mengganjal di tenggorok sejak 1 bulan. Keluhan

muncul perlahan dan semakin memberat namun tidak mengganggu aktivitas

pasien. Pasien mengatakan bahwa saat pasien tidur, muncul suara mendengkur

sejak 1 bulan dan semakin memberat namun tidak mengganggu aktifitas pasien.

Pasien mengeluhkan nyeri tenggorok sejak 1 bulan. Muncul perlahan, dan

semakin memberat. Keluhan nyeri tenggorok tidak mengganggu aktifitas pasien.

Keluhan batuk, suara parau, tenggorok kering, sesak, dan sulit menelan disangkal

oleh pasien.

Pasien mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari kedua lubang hidung

sejak 2 bulan. Keluhan muncul mendadak, dan semakin memberat. Keluhan

muncul saat cuaca dingin. Cairan bening, tidak berbau, dan menetes. Keluhan

hidung berair tidak mengganggu aktifitas pasien. Keluhan gangguan penciuman,

nyeri, perdarahan, dan kecacatan pada hidung disangkal oleh pasien.

Keluhan nyeri telinga, tuli, keluar cairan pada telinga dan kehilangan

keseimbangan disangkal oleh pasien.

Pasien mengeluhkan adanya demam sejak 1 bulan. Muncul mendadak dan

hilang timbul. Keluhan demam tidak mengganggu aktifitas pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya saat pasien berumur 12

tahun. Adanya riwayat diabetes mellitus dan gangguan imun disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluarga tidak ada keluhan serupa. Riwayat alergi, asma, penyakit imun dan

diabetes melitus disangkal.

15
Riwayat Pengobatan :

- Pasien berobat ke RSUD Bhayangkara dan diberi obat minum 4 macam, namun

pasien lupa nama obatnya. Setelah diminum keluhan nyeri menelan berkurang,

namun muncul kembali.

- Pasien membeli obat di apotek Paramex flu yang diminum satu kali setiap kali

keluhan hidung berair muncul. Setelah diminum keluhan berkurang.

- Pasien membeli obat Paracetamol tablet 500 mg di apotek yang diminum satu

kali setiap keluhan demam muncul. Setelah minum obat, demam menghilang,

namun dapat muncul kembali.

Riwayat Kebiasaan :

Pasien selalu meminum air es setiap selesai makan. Pasien juga suka

makanan yang digoreng.

III. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4V5M6

Tensi : 110/80 mmHg

Nadi : 81 x/menit (reguler, kuat angkat)

Laju Napas : 19 x/menit

Suhu : 36,7oC

SpO2 : 99% tanpa suplementasi O2

VAS :3

16
STATUS LOKALIS

Telinga

Inspeksi : Ukuran dan bentuk normal, fistula (-/-), massa (-/-), edema (-/-),

sekret (-/-)

Palpasi : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tarik

aurikular (-/-)

MAE : Hiperemi (-/-), edema (-/-), sekret (-/-) purulen, serumen (+/+)

minimal, furunkel (-/-), hifa (-/-)

MT : Intak (+/+), refleks cahaya (+/+)

Tes Pendengaran : Tes Rinne : +/+

Tes Weber : Tidak ada lateralisasi/tidak adaa lateralisasi

Tes Schwabach : sama dengan pemeriksa/sama dengan

pemeriksa

Kesimpulan : Normal/normal

Hidung

Inspeksi : Bentuk nomal, deformitas(-), hiperemi (-), massa (-) krepitasi

(-), nasal crease (+)

Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Sinus : Nyeri tekan sinus frontalis (-/-), nyeri tekan sinus maxillaris

(-/-), nyeri tekan sinus ethmoidalis (-/-)

Rhinoskopi Anterior :

Vestibulum : Lapang (+/+), edema (-/-), hiperemi (-/-), massa (-/-)

17
Kavum Nasi : Lapang (+/+), hiperemi (-/-), massa (-/-), edema konka (-/-),

sekret (+/+) bening, cair, tidak bau, konka (eutrofi/eutrofi),

permukaan licin (-/-)

Rhinoskopi Posterior : tidak dilakukan

Transluminasi : tidak dilakukan

Tenggorok

Rongga Mulut

Bibir : Simetris, mukosa lembab, hiperemi (-), ulkus (-)

Gingiva : Hiperemi (-), ulkus (-), massa (-), perdarahan (-)

Gigi Geligi : Lengkap, berlubang (-), karies (-)

Lidah : Deviasi (-), massa (-), ulkus (-), pseudomembran (-)

Palatum : Massa (-), ulkus (-)

Uvula : Deviasi (-), pseudomembran (-), ulkus (-), hiperemi (-)

Orofaring : Hiperemi (+), post nasal drip (-), edem (-), massa (-), refleks

muntah (+)

Tonsil : Ukuran : T2/T2

Warna : Normal/normal

Permukaan : Berdungkul/berdungkul

Kripta : Melebar/melebar

Detritus : -/-

18
Leher

Inspeksi : Pembesaran KGB (-), massa (-), hiperemi (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran KGB (-), pembesaran

tiroid (-)

Laringoskopi Indirek : tidak dilakukan

Pemeriksaan Nervus Kranial

NI : (+/+) N VIII : N.Vestibularis (+/+), N.Koklearis (+/+)

N II : (+/+) N IX, X : N.Glosofaringeus (+), N. Vagus (+)

N III, IV, VI : (+/+) N XI : (+/+)

NV : (+/+) N XII : (+/+)

N VII : (+/+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Planning kultur jika curiga infeksi bakteri grup A beta-hemolytic

streptococcus (GABHS)

- Uji resistensi antibiotik dilakukan bersamaan dengan kultur tenggorok.

19
- Planning foto polos servikal curiga tonsilitis yang menyebar ke daerah

leher.

- Planning CT SCAN jika curiga tonsilitis yang mnyebar ke struktur leher

dan adanya komplikasi

- Pasca operasi tonsilektomi: pemeriksaan histopatologi jaringan tonsil jika

curiga adanya keganasan.

V. DIAGNOSIS

Tonsilitis Kronis

VI. TERAPI

Non Medikamentosa

- Motivasi pasien untuk mau dirujuk ke dokter spesialis THT-KL untuk

dilakukan tonsilektomi dan edukasi pasien untuk adanya komplikasi

setelah melakukan tonsilektomi.

- Edukasi pasien untuk menghindari makanan yang digoreng dan minuman

dingin.

- Motivasi pasien untuk makan makanan bergizi dan seimbang agar nutrisi

tubuh tercukupi.

- Pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan mulut dengan menggosok

gigi dan kumur dengan antiseptik.

Medikamentosa

- Rujuk ke dokter Spesialis THT-KL untuk dilakukan tonsilektomi.

- Analgetik : Asam mefenamat 3x500 mg, selama 3 hari.

- Antihistamin: Cetirizine tablet 1x10mg, selama 3 hari

20
- Antibiotik : Amoxicillin Clavulanate 3x500mg, selama 7 hari.

- Obat kumur tenggorok: Povidon Iodine 1 %, kumur selama minimal 30

detik, dapat diulang tiap 2 – 4 jam.

VII.PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

21
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik yang dilakukan, ditegakkan

diagnosis kerja tonsilitis kronis. Hasil anamnesis menggambarkan mengenai

etiologi, faktor risiko dan perjalanan pasien. Yang ditemukan dari anamnesis

adalah munculnya keluhan nyeri menelan sejak 2 minggu. Keluhan muncul

perlahan, semakin memberat, dan tidak menjalar. Aktivitas pasien terganggu

terutama saat makan, sehingga hanya bisa makan 6 suap setiap kali makan. Pasien

juga mengeluhkan rasa mengganjal di tenggorok sejak 1 bulan. Keluhan muncul

perlahan, dan semakin memberat. Pasien mengaku sejak uncul rasa mengganjal di

tenggorok, muncul suara mendengkur setiap kali pasien tertidur namun tidak

mengganggu aktifitas pasien. Pasien berobat ke RSUD Bhayangkara dan diberi

obat minum 4 macam, namun pasien lupa obatnya. Setelah diminum keluhan

berkurang, namun muncul kembali. Pasien mengeluhkan nyeri tenggorok sejak 1

bulan. Muncul perlahan, dan semakin memberat. Keluhan tidak mengganggu

aktifitas pasien. Keluhan batuk, suara parau, tenggorok kering, sesak, dan sulit

menelan disangkal oleh pasien. Pasien mengeluhkan adanya cairan yang keluar

dari kedua lubang hidung sejak 2 bulan. Keluhan muncul mendadak, dan semakin

memberat. Keluhan muncul saat cuaca dingin. Cairan bening, tidak berbau, dan

menetes. Keluhan tidak mengganggu aktifitas pasien. Pasien membeli obat di

apotek Paramex flu yang diminum satu kali setiap kali keluhan muncul. Setelah

diminum keluhan berkurang. Keluhan gangguan penciuman, nyeri, perdarahan,

21
dan kecacatan pada hidung disangkal oleh pasien. Keluhan nyeri telinga, tuli,

keluar cairan pada telinga dan kehilangan keseimbangan disangkal oleh pasien.

Pasien mengeluhkan adanya demam sejak 1 bulan. Muncul mendadak dan hilang

timbul. Keluhan tidak mengganggu aktifitas pasien. Pasien membeli obat di

apotek dengana nama Paracetamol 500 mg yang diminum satu kali setiap keluhan

muncul. Setelah minum obat, keluhan menghilang, namun dapt muncul kembali.

Manifestasi klinis dari penyakit tonsilitis kronis yaitu nyeri tenggorok yang

berulang atau menetap, rasa mengganjal di tenggorok, nafas yang bau,tenggorok

yang kering, nyeri menelan, mendengkur dan batuk pilek yang berulang. Gejala-

gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok. Pada

pemeriksaan fisik tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,

kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus, arkus anterior/ posterior

yang hiperemi, dan adanya pembesaran kelenjar submandibula. Pada umumnya

terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam

kategori tonsilitis kronik berupa pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai

perlekatan kejaringan sekitarnya,kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat

yang purulen. Yang kedua yaitu tonsil tetap kecil, biasanya mengeriput, kadang-

kadang seperti terpendam dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemi,

kripta melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulen. Tonsil yang

membesar bisa diklasifikasikan dari T0 sampai T4. Dimana T0 jika tonsil telah

diangkat, T1 jika tonsil berada dalam fossa tonsilaris, T2 yaitu tonsil melewati

arkus posterior hingga mencapai linea paramediana, T3 yaitu tonsil melewati linea

paramediana hingga mencapai linea mediana (pertengahan uvula), dan T4 yaitu

22
tonsil melewati linea mediana (uvula). Pada pasien, saat anamnesis ditemukan

keluhan nyeri menelan, nyeri tenggorok, rasa mengganjal pada tenggorok, dan

suara mendengkur pada saat tidur. Pada saat pemeriksaan fisik, ditemukan

pembesaran tonsil yang melewati arkus posterior hingga mencapai linea

paramediana, sehingga untuk ukuran tonsil mencapai T2/T2.

Usia pasien saat pertama kali terkena tonsilitis kronis adalah 12 tahun.

Berdasarkan epidemiologinya, hal tersebut sesuai dengan epidemiologi, yaitu

penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak. Tonsilitis paling sering terjadi

pada anak-anak, tetapi jarang terjadi pada anak usia < 2 tahun. Tonsilitis sangat

jarang terjadi pada orang tua usia >40 tahun. Berdasarkan data epidemiologi

penyakit THT di tujuh provinsi Indonesia, prevalensi tonsilitis kronik 3,8%

tertinggi setelah nasofaringitis akut 4,6 % . Tonsilitis baik akut maupun kronik

dapat terjadi pada semua umur, namun lebih sering terjadi pada anak. Tidak ada

perbedaan epidemiologi antara laki – laki dan perempuan.17

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik antara lain adalah rangsangan

menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,

pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak

adekuat. Pasien mengaku pernah didiagnosis tonsilitis saat pasien berumur 12

tahun. Saat itu diberi obat – obatan dan pasien mengaku setelah itu tidak ada

keluhan lagi.

Pada pemeriksaan fisik, tonsilitis kronik memiliki gambaran pada

tonsilnya yaitu terjadi pembesaran padaa tonsil, permukaan kripta tonsil yang

melebar, adaanya detritus pada penekanan kripta, kemerahan pada bagian arkus

23
anterior atau posterior, dan pembesaran kelenjar submandibular. Pada pasien

ditemukan adannya pembesaran tonsil yang mencapai T2/T2, warna tonsil

normal/normal, permukan yang berdungkul/berdungkul, kripta yang

melebar/melebar.

Diagnosis tonsilitis kronis dapat ditegakkan dengan adanya satu atau lebih

keluhan dari anamnesis yang berulang disertaia dengan pembesaaran tonsil dan

pemeriksaan fisik lainnya. Pada pasien dapa ditegakkan diagnosis ini karena

memenuhi dari syarat tersebut, yaitu dari anamnesis ditemukan adanya nyeri

menelan, nyeri tenggorok, rasa mengganjal pada tenggorok, demam, mendengkur,

dan batuk pilek yang berulang. Serta dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya

pembesaaran tonsil, kripta yang melebar, dan permukaan tonsil yang tidak rata.

Penatalaksanaan yang sesuai berdasarkan teori pada tinjauan pustaka pada

tonsilitis kronik, yaitu penatalaksanaan non pembedahan dan pembedahan.

Penatalaksanaan non pembedahan meliputi pemakaian obat kumur tenggorok,

medikamentosa dengan antibiotic spektrum luas, daan obat – obatan simptomatis

yaitu analgetik, antipiretik, dan anti inflamasi. Penatalaksanaan dengan

pembedahan yaitu dengan dilakukan tonsilektomi. Pada kasus pasien

direncanakan untuk (1) dirujuk ke dokter spesialis THT- KL untuk direncanakan

dilakukan tonsilektomi, (2) analgetik dengan asam mefenamat 3x500 mg selama 3

hari, (3) pemberian antihistamin dengan cetirizine tablet 1x10 mg selama 3 hari,

(4) antibiotic memakai amoxicillin clavunalate 3x500 mg selama 7 hari, dan (5)

memberi obat kumur tenggorok yaitu Povidon Iodine 1% kumumr selama

mininmal 30 detik, dan dapat diulang 2-4 jam.

24
Tonsilektomi adalah prosedur bedah yang dilakaukan untuk mengangkat

tonsil palatine sebagai pengobatan dari tonsilitis. Prosedur ini dilakukan jika

memenuhi indikasi absolut atau relatif. Pasien pada kasus ini direncanakan

tonsilektomi karena memenuhi dari indikasi relative dilakukannya tonsilektomi,

yaitu tonsilitis kronik dengan sakit tenggorokan yang persisten.

antibiotik sistemik Amoxicillin clavulanate sesuai dengan teori. Amoxicillin

merupakan antibiotik golongan penicillin spektrum luas dan asam klavulanat

merupakan agen penghambat beta-lactamase. Amoxicillin memiliki efek

bakterisid untuk bakteri gram positif maupun gram negatif. Analgetik memakai

asam mefenamat yang bekerja dengan menghambat enzim yang memproduksi

prostaglandin, yaitu denyawa penyebab rasa nyeri. Diberikan antihistamin pada

pasien yaitu cetirizine yang bekerja dengan cara menghalangi kerja senyawa

histamine yang diproduksi oleh tubuh ketika terpapar oleh alergen. Obat kumur

memakai povidone iodine yaitu jenis antiseptik yang bekerja dengan cara merusak

sel kuman dan membuat kuman menjadi tidak aktif.

Pasien juga mendapatkan edukasi yaitu: Motivasi pasien untuk mau berobat ke

dokter spesialis THT-KL untuk dilakukan tonsilektomi dan edukasi pasien untuk

adanya komplikasi setelah melakukan tonsilektomi, mengedukasi pasien untuk

menghindari makanan yang digoreng dan minuman dingin, memootivasi pasien

untuk makan makanan bergizi dan seimbang agar nutrisi tubuh tercukupi, dan

pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan mulut dengan menggosok gigi dan

kumur dengan antiseptik.

25
Prognosis pasien dalam kasus ini secara ad vitam, ad functionam, maupun

ad sanationam adalah dubia ad bonam jika pada pasien dilakukan tonsilektomi.

Sebagian besar tonsilitis virus sembuh dalam 7-10 hari, sedangkan tonsilitis

bakteri dengan terapi antibiotik sesuai mulai membaik dalam 24-48 jam.

Morbiditas dapat meningkat jika tonsilitis berulang sehingga mengganggu

aktivitas dalam sekolah dan bekerja.

26
BAB V

PENUTUP

Telah diperiksa pasien atas nama Tn A jenis kelamin laki – laki dan usia

18 tahun yang datang dengan keluhan nyeri menelan sejak 2 minggu. Keluhan

muncul perlahan, semakin memberat, dan tidak menjalar. Aktivitas pasien

terganggu terutama saat makan, sehingga hanya bisa makan 6 suapan. Pasien juga

mengeluhkan rasa mengganjal di tenggorok sejak 1 bulan. Keluhan muncul

perlahan, dan semakin memberat. Pasien mengaku muncul rasa mengganjal di

tenggorok, muncul suara mendengkur setiap kali pasien tertidur namun tidak

mengganggu aktifitas pasien. Pasien mengeluhkan nyeri tenggorok sejak 1 bulan.

Muncul perlahan, dan semakin memberat. Keluhan tidak mengganggu aktifitas

pasien. Keluhan batuk, suara parau, tenggorok kering, sesak, dan sulit menelan

disangkal oleh pasien. Pasien mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari kedua

lubang hidung sejak 2 bulan. Keluhan muncul mendadak, dan semakin memberat.

Keluhan muncul saat cuaca dingin. Cairan bening, tidak berbau, dan menetes.

Pasien mengeluhkan adanya demam sejak 1 bulan. Muncul mendadak dan hilang

timbul. Keluhan tidak mengganggu aktifitas pasien.

Pada hasil pemeriksaan fisik, ditemukan pembesaran pada tonsil yang

melewati aarkus posterior hingga mncapai linea paramediana, permukaan yang

beredungkul, dan kripta tonsil yang melebar. Pada pemeriksaan hidung dan

telinga pasien dalam batas normal, tidak ditemukan adanya proses peradangan

26
yang masih berlangsung. Hal ini menguatkan diagnosis pasien yaitu tonsilitis

kronik.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi Keenam.
FKUI Jakarta. 2007.

2. Christopher MD, David HD, Peter JK. Infectious Indications for


Tonsillectomy. In: The Pediatric Clinics Of North America. 2003.

3. Adnan D, Ionita E. Contributions To The Clinical, Histological,


Histochimical and Microbiological Study Of Chronic Tonsillitis.

4. Richard SS. Pharinx. In: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.


Edisi 6. Jakarta: ECG, 2006.

5. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: ECG, 1997.

6. Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam


Malik Medan Tahun 2009.

7. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and


Adenoidectomy. In: Head&Neck Surgery-Otolaryngology 4th edition.
2006.

8. Adams, G. L., Boies, L. R. & Higler, P. A. BOIES Buku Ajar Penyakit


THT. 6 ed. Philadelphia: BOEIS FUNDMENTALS OTOLARYNGOLOGY.
2012.

9. Fakh, I. M., Novialdi & Elmatris, 2016. Karakteristik Pasien Tonsilitis


Kronis pada Anak di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(2): 436-437.

10. Allotoibi, A. D. Tonsillitis in Children Diagnosis and Treatment


Measures. Saudi Journal of Medicine (SJM). 2017; 2(8): 208.

11. Georgalas, C. C. N. S. T. A. N. Tonsillitis. Clinical Evidence. 2014.

12. Ramadhan, F. S. I. K. Analisa Faktor Risiko Kejadian Tonsilitis Kronik


Pada Anak Usia 5 - 11 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan. 2017; 2: 1.

13. Nadhila, N. F. M., 2016. Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut pada Pasien
Dewasa.. J Medula Unila,2016; 1(1): 107-108.

27
14. Prasetya, G. Z., Candra, A. & Kurniawati, D. M.. Pengaruh Suplementasi
Seng terhadap Kejadian Tonsilitis pada Balita. Journal of Nutrition
College. 2018; 7(3): 3.

15. Lanang, S. M., Rizal, A. & Ramatryana, I. N. A. Simulasi Deteksi


Tonsilitis Mengunakan Pengolahan Citra Digital. JNTETI. 2015; 4(1): 1.

16. Pengurus Pusat Perhati – Kl. Panduan Praktik Klinis Tindakan di Bidang
Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher. Volume 1. Perhimpunan
Dokter Spesialis Telinga Hidungn Tenggorok Bedah Kepala Leher
Indonesia. Jakarta. 2015.

17. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI. Riset


Kesehatan Dasar. 2013.

28

Anda mungkin juga menyukai