Oleh:
2030912320023
Pembimbing :
BANJARMASIN
Januari, 2022
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh
Pembimbing
..............................
......................................
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... ii
DAFTAR TABEL..................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
BAB IV PENUTUP................................................................................. 51
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
v
BAB I
PENDAHULUAN
klinis. Pansitopenia didefinisikan sebagai penurunan ketiga jenis sel darah dan
precursor limfoid. Lebih dari 805 kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B dan
yang paling banyak pada anak-anak. Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA
adalah dewasa. Jika tidak diobati, leukemia ini bersifat fatal. Insidensi LLA
adalah 1/60.000 per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15 tahun.1
sel leukemia. Gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan adalah anemia,
anoreksia, nyeri tulang dan sendi, demam, infeksi mulut, perdarahan kulit,
organ lain seperti testis, retina, pleura, pericardium, tonsil hinggga sistem saraf
pusat.1
1
2
yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau adanya
kalium. Gejala umumnya muncul apabila serum kalium di bawah 3,0 mEq/L,
kecuali jika penurunan kadar kalium mendadak atau pasien memiliki faktor
koreksi hipokalemia.2
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Agama : Islam
Suku : Banjar
Status : Menikah
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Lemas
3
4
Sejak 5 bulan SMRS Ulin, pasien sering mengalami gusi berdarah saat menyikat
gigi. Pasien juga mengaku sering muncul bintik-bintik merah di kulit daerah
lengan atas dan paha, bintik-bintik tersebut hilang sendiri dalam 1-2 hari. Sejak 3
bulan SMRS Ulin, pasien sering mengalami demam tanpa sebab yang jelas.
Demam dirasakan muncul hampir setiap 2 hari sekali. Pasien pernah beberapa kali
diberi obat di puskesmas. Setelah minum obat, keluhan pasien membaik. 2 bulan
SMRS Ulin pasien merasa lemas pada seluruh bagian tubuh, pasien lalu pergi ke
pemeriksaan, awalnya pasien diduga terkena DBD namun pihak rumah sakit
pergi ke RSUD Ulin karena keluhan masih bisa ditahan dan istirahat di rumah.
Pasien masih bisa beraktivitas ringan dirumah, namun tidak lagi bekerja sejak
keluhan lemas muncul. Sejak 7 hari SMRS keluhan lemas memberat, pasien tidak
berjalan 4 meter, pasien merasa seperti ingin jatuh. Pasien lalu dibawa ke IGD
RSUD Ulin.
Saat ini pasien masih merasakan lemas, namun sudah lebih baik
pasien merasakan mual. Pasien paling sedikit minum air putih 1,5 L setiap hari.
Dalam sehari pasien biasanya BAK sebanyak 7 kali sehari, setiap BAK volume
urine yang dihasilkan sekitar 200 cc. Warna urine kuning muda dan jernih.
5
Riwayat BAK berpasir dan berbusa disangkal. Pasien biasanya BAB 2 kali dalam
seminggu. Riwayat BAB kehitaman seperti petis disangkal dan riwayat BAB
tidak diketahui karena tidak pernah periksa. Pasien menyangkal adanya riwayat
kemoterapi.
Keluhan serupa disangkal. Pasien pernah mengalami batu ginjal pada tahun
2017 yang diobati dengan obat-obatan dari dokter serta herbal. Saat kontrol
kembali, batu ginjal sudah tidak ada lagi. Riwayat transfusi darah disangkal.
saudara dari ibu mengalami diabetes mellitus, riwayat penyakit keganasan pada
keluarga disangkal.
Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak 17 tahun yang lalu. Dalam 1 hari
pasien bisa mengonsumsi 15 batang rokok. Sejak sakit pasien tidak ada merokok
lagi. Pasien memiliki riwayat minum obat Lerzin dan Dexamethasone yang dibeli
sendiri selama 2 tahun terakhir, baru 7 bulan ini berhenti. Sebelumnya pasien
selalu minum obat tersebut hampir setiap hari karena gatal-gatal pada bagian
wajahnya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
2. Tanda Vital
b. Nadi : 92 x/menit
c. Pernapasan : 20 x/menit
d. Suhu : 36.6 ˚C
3. Kulit
(-)
5. Telinga
7
6. Hidung
epistaksis (-)
simetris,
8. Mata
9. Thorax
10. Jantung
dextra
sinistra
sinistra
11. Abdomen
hernia (-)
test (-)
12. Ekstremitas
9
Feel :Panas (-), massa (-), akral hangat (+), nyeri tekan
(-)
Feel :Panas (-), massa (-), akral hangat (+), nyeri tekan
(-)
Meningeal sign :Kaku kuduk (-), Laseque sign (-), Brudzinski I (-),
IV(-)
achilles (++/++)
Chaddok (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.9 14.0-18.0 g/dl
Leukosit 2.6 4.0-10.5 ribu/ul
Eritrosit 3.80 4.10-6.0 juta/ul
Hematokrit 30.3 42.0-52.0 %
Trombosit 25 150-450 ribu/ul
RDW-CV 14.6 12.1-14.0 %
MCV,MCH,MCHC
MCV 79.7 75.0-96.0 fl
MCH 28.7 28.0-32.0 pg
MCHC 36.0 33.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.4 0.0-1.0 %
Eosinofil% 0.0 1.0-3.0 %
Neutrofil% 63.9 50.0-81.0 %
Limfosit% 31.9 20.0-40.0 %
Monosit% 3.8 2.0-8.0 %
Basofil# 0.01 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.00 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 1.68 2.5-7.0 ribu/ul
Limfosit# 0.84 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit# 0.10 0.30-1.00 ribu/ul
HEMOSTASIS
Hasil PT 11.6 9.9-13.5 detik
INR 1.06 -
Control Normal PT 11.4 -
Hasil APTT 29.5 22.2-37.0 detik
Control Normal APTT 26.1
ELEKTROLIT
Natrium 137 136-145 Meq/L
Kalium 3.7 3.5-5.1 Meq/L
Chlorida 104 98-107 Meq/L
17
3. Pemeriksaan EKG
Bangsal Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin dengan hasil sebagai berikut:
5. Pemeriksaan Immunophenotyping
2021 saat pasien dirawat di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin
6. Pemeriksaan Urinalisis
pasien dirawat di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin dengan hasil
sebagai berikut:
Pemeriksaan fisik:
Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), ptekie (-)
telapak tangan pucat (+). Suara napas vesikuler,
rhonki (-), wheezing (-). Bunyi jantung S1 S2
tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-).
Pemeriksaan Penunjang - Laboratorium
(26/11/2021)
Hb 6.8 g/dl, Leu 1.1 ribu/ul, Erit 2.37 juta/ul, Ht
19.8 %, Trom 18 ribu/ul, MCV 83.5 fl, MCH
28.7 pg, Total protein 5.8 g/dl, Bil direk 0.40
mg/dl, Asam urat 7.1 mg/dl, Ca 8.7 mg/dl.
(27/11/2021)
Hb 7.6 g/dl, Leu 2.0 ribu/ul, Erit 2.62 juta/ul, Ht
21.6 %, Trom 19 ribu/ul, MCV 82.4 fl, MCH
29.0 pg, MCHC 35.2 %.
(28/11/2021)
Hb 8.1 g/dl, Leu 2.2 ribu/ul, Erit 2.77 juta/ul, Ht
22 %, Trom 29 ribu/ul, MCV 79.4 fl, MCH
29.2 pg, MCHC 36.8 %.
(29/11/2021)
Hb 8.2 g/dl, Leu 3.0 ribu/ul, Erit 2.83 juta/ul, Ht
23.4 %, Trom 29 ribu/ul, MCV 82.7 fl, MCH
29.0 pg, MCHC 35.0 %.
(30/11/2021)
Hb 8.5 g/dl, Leu 2.5 ribu/ul, Erit 2.96 juta/ul, Ht
24.2 %, Trom 16 ribu/ul, MCV 81.8 fl, MCH
28.7 pg, GDS 100 mg/dl, LDH 264 U/L,
Albumin 3.2 g/dl, Bil direk 0.23 mg/dl, Bil ind
0.19 mg/dl, Ur 47 mg/dl, Cr 0.64 mg/dl, Ca 8.6
22
F. DIAGNOSIS KERJA
maka dapat ditegakkan diagnosis penyakit pasien ini adalah sebagai berikut:
3. Leukopenia
4. Neutropenia
5. Trombositopenia
G. DAFTAR MASALAH
DAFTAR MASALAH
NO MASALAH DATA PENDUKUNG
1. Leukemia Limfoblastik Anamnesis
Akut Blast Type Lineage Badan lemas (+)
sesuai dengan sel B Perdarahan gusi saat menyikat gigi (+)
Sering muncul bintik-bintik merah (+)
Demam setiap 2 hari sekali (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- (26/11/2021)
Hb 6.8 g/dl, Leu 1.1 ribu/ul, Erit 2.37
juta/ul, Ht 19.8 %, Trom 18 ribu/ul
- (30/11/2021)
Hb 8.5 g/dl, Leu 2.5 ribu/ul, Erit 2.96
juta/ul, Ht 24.2 %, Trom 16 ribu/ul
- (2/12/2021)
Hb 10.9 g/dl, Leu 2.6 ribu/ul, Erit 3.80
juta/ul, Ht 30.3 %, Trom 25 ribu/ul
Pemeriksaan Immunophenotyping
- (26/11/2021)
Blast type lymphoid lineage sesuai
dengan sel B
- (2/12/2021)
Hb 10.9 g/dl
3. Leukopenia Anamnesis
Demam setiap 2 hari sekali (+)
Berobat di pusekesmas karena infeksi (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- (26/11/2021)
Leukosit 1.1 ribu/ul
- (30/11/2021)
Leukosit 2.5 ribu/ul
- (2/12/2021)
Leukosit 2.6 ribu/ul
4. Neutropenia Anamnesis
Demam setiap 2 hari sekali (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- (26/11/2021)
Neutrofil# 0.62 ribu/ul
- (27/11/2021)
Neutrofil# 1. 34 ribu/ul
- (28/11/2021)
Neutrofil# 1.51 ribu/ul
- (30/11/2021)
Neutrofil# 1.52 ribu/ul
- (2/12/2021)
Neutrofil# 1.68 ribu/ul
5. Trombositopenia Anamnesis
Sering muncul bintik-bintik merah (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- (26/11/2021)
Trombosit 18 ribu/ul
- (30/11/2021)
Trombosit 16 ribu/ul
- (2/12/2021)
Trombosit 25 ribu/ul
H. RENCANA AWAL
Follow Up
SOAP Keterangan
29 November 2021 (Bangsal Penyakit Dalam)
Lemas (+), demam (-), gusi berdarah (-), BAB
Subjective (+), BAB hitam (-), BAB berdarah (-), mual (+),
muntah (-)
Objective KU: Tampak sakit sedang
GCS: E4V5M6
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi: 92 x/menit
Laju Pernapasan: 20 x/menit
Suhu: 36.6 ˚C
SpO₂: 98% on room air
Input: 2.500 cc
Output: 2.770 cc
Balance cairan: - 270 cc
27
Terapi:
- IVFD NaCl 0,9 % 1000 cc/24 jam
- Inj. Levofloxacin 1x750 mg (H4)
- Inj. Methylprednisolon 2x125 mg (H3)
- Inj. Filgrastim (rh G-CSF) 300 mcg
Planning - Pro kemoterapi
Monitoring:
- Evaluasi DR
- Awasi tanda-tanda febrile neutropenia
- Awasi tanda-tanda perdarahan
SOAP Keterangan
30 November 2021 (Bangsal Penyakit Dalam)
Lemas (<), demam (-), gusi berdarah (-), BAB
Subjective
(-), mual (+), muntah (-)
Objective KU: Tampak sakit sedang
GCS: E4V5M6
Tekanan Darah: 110/80 mmHg
Nadi: 80 x/menit
Laju Pernapasan: 22 x/menit
Suhu: 36.9 ˚C
SpO₂: 98% on room air
28
Input: 2.500cc
Output: 2.520 cc
Balance cairan : - 20 cc
Diuresis: 0.9 cc/kg/jam
Pemeriksaan Fisik:
K/L : Konjungtiva pucat (+), sclera ikterik (-)
Thorax: Gerakan dada simetris, suara napas
vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Cor: S1 S2 tunggal, bising jantung(-)
Abdomen: cembung, Bising usus (+), defans
(-), timpani di seluruh regio abdomen (+), hepar
dan lien tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (++/++), edema ( -/-)
Pemeriksaan Penunjang (30/11/2021):
- Hb 8.5 g/dl
- Leu 2.5 ribu/ul
- Trom 16 ribu/ul
- Albumin 3.2 g/dl
- Neutrofil# 1.52 ribu/ul
1. Leukemia limfoblastik akut lineage sel B
2. Anemia normositik normokromik
3. Leukopenia
Assessment 4. Neutropenia
5. Trombositopenia
6. Hipoalbuminemia derajat ringan
Terapi:
- IVFD NaCl 0,9 % 1000 cc/24 jam
- Inj. Levofloxacin 1x750 mg (H5)
- Inj. Methylprednisolon 2x125 mg (H4)
- Pro kemoterapi
Advis:
Planning - Transfusi PRC 1 kolf/12jam
- Transfusi TC 1 packed
Monitoring:
- Evaluasi DR post transfusi
- Awasi tanda-tanda febrile neutropenia
- Awasi tanda-tanda perdarahan
SOAP Keterangan
1 Desember 2021 (Bangsal Penyakit Dalam)
Lemas (<), demam (-), gusi berdarah (-), BAB
Subjective
(-), mual (<), muntah (-)
Objective KU: Tampak sakit ringan
GCS: E4V5M6
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Nadi: 90 x/menit
Laju Pernapasan: 18 x/menit
29
Suhu : 36.7 ˚C
SpO₂: 97% on room air
Input: 2.000 cc
Output: 2.520 cc
Balance cairan: - 520 cc
Diuresis: 0.9 cc/kg/jam
Pemeriksaan Fisik:
K/L : Konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-)
Thorax: Gerakan dada simetris, suara napas
vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Cor: S1 S2 tunggal, bising jantung(-)
Abdomen: cembung, Bising usus (+), defans
(-), timpani di seluruh regio abdomen (+), hepar
dan lien tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (++/++), edema ( -/-)
Pemeriksaan Penunjang (30/11/2021):
- Hb 8.5 g/dl
- Leu 2.5 ribu/ul
- Trom 16 ribu/ul
- Neutrofil# 1.52 ribu/ul
- K 2.9 Meq/L
Terapi:
- IVFD NaCl 500 cc + KCl 25 Meq Habis
dalam 8 jam (3 Siklus)
- Inj. Levofloxacin 1x750 mg (H6)
- Inj. Methylprednisolon 2x125 mg (H5)
- Post transfusi PRC 4 kolf
Advis:
Planning - Pro transfusi PRC 1 kolf
- Pro transfusi TC 1 packed
- Inj. Filgrastim 300 mcg (SC)
Monitoring:
- Evaluasi DL
- Awasi tanda-tanda febrile neutropenia
- Awasi tanda-tanda perdarahan
- Cek SE post koreksi
SOAP Keterangan
2 Desember 2021 (Bangsal Penyakit Dalam)
Subjective Lemas (<), demam (-), gusi berdarah (-), BAB
30
Terapi
- IVFD NaCl 0,9 % 1000 cc/24 jam
- Post koreksi KCl 3 siklus
- Inj. Levofloxacin 1x750 mg (H7)
- Inj. Methylprednisolon 2x125 mg (H6)
- Post transfusi PRC 1 kolf
Planning - Post transfusi TC 1 packed
- Pro kemoterapi
Monitoring
- Cek SE
- Cek DL
- Cek UL
BAB III
PEMBAHASAN
perkembangan sel darah dari sel induk / asal / stem sel, dimana terjadi proliferasi,
maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak. Proliferasi sel
darah yang terbentuk memiliki sifat khusus yang berbeda-beda. Semua sel darah
matang dalam tubuh dihasilkan dari sejumlah kecil sel induk hematopoietik atau
menyebabkan adanya berbagai jalur sel yang terpisah. Diferensiasi sel terjadi dari
sel induk menjadi jalur eritroid, granulositik, dan jalur lain yang terbatas dalam
termasuk sel darah merah, trombosit, dan berbagai sel limfoid dan myeloid.
Beberapa sel limfoid yang paling penting termasuk sel Natural Killer (NK), sel T,
dan sel B, sedangkan sel myeloid yang penting termasuk granulosit, monosit,
makrofag, sel mikroglial, sel dendritik. Masing-masing jenis sel ini dapat
dihasilkan dari satu sel induk, dan setiap sel induk mempunyai kapasitas yang
31
32
prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B dan
yang paling banyak pada anak-anak. Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA
adalah dewasa. Jika tidak diobati, leukemia ini bersifat fatal. Penyebab LLA pada
predisposisi genetik lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-anak.
Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA
adalah: 1). Radiasi ionik. Orang-orang yang selamat dari bom atom di Hiroshima
menjadi LLA; 2). Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan
Infeksi Virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA L3; 6) Pasien dengan
menjadi LLA.3
sitogenetik ini berhubungan dengan prognosis yang buruk. Fusi gen BCR-ABL
protein, sehingga terjadi aktivasi jalur transduksi sinyal yang penting dalam
33
regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel. Kelainan yang lain yaitu -7, +8 dan
lebih baik. Mekanisme umum lain dari pembentukan kanker adalah hilangnya atau
yang sering adalah delesi, mikrodelesi dan penyusunan Kembali gen (gene
ekspresi dari gen supresor tumor Rb dan p53 ternyata lebih sering terjadi.
Kelainan yang melibatkan dua atau lebih gen-gen ini ditemukan pada sepertiga
Leukemia (70%): common ALL (50%), null ALL, pre-B ALL; 2). T-ALL (25%);
3). B-ALL (5%). Definisi subtype imunologi ini berdasarkan atas ada atau
tidaknya berbagai antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering
ditemukan adalah common ALL. Null cell ALL berasal dari sel yang sangat
primitif dan lebih banyak pada dewasa. B-ALL merupakan penyakit yang jarang,
blas berukuran kecil seragam dengan sitoplasma dan nucleoli yang tidak jelas; 2).
L2: Sel blas berukuran besar heterogen dengan nucleoli yang jelas dan rasio inti-
sitoplasma yang rendah; 3). L3: Sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan
tipe L1 paling sering ditemukan pada anak. Sekitar 95% dari semua tipe LLA
34
transferase (TdT), suatu enzim nuclear yang terlibat dalam pengaturan Kembali
gen reseptor sel T dan immunoglobulin. Peningkatan ini sangat berguna dalam
diagnosis. Jika konsentrasi enzim ini tidak meningkat, diagnosis LLA dicurigai.4
Gambaran Skor
Rasio inti-sitoplasma tinggi pada > 75% sel +1
0 – 1 nukleoli kecil pada > 75% sel +1
Rasio inti-sitoplasma rendah pada > 25% sel –1
1 atau lebih nukleoli prominen pada > 25% sel –1
Membran inti ireguler pada > 25% sel –1
Sel besar pada > 50% sel –1
TOTAL –4 sampai +2
Keterangan: Skor positif (0 sampai +2) menunjukkan limfoblast L1. Skor negatif (–1
sampai –4) menunjukkan limfoblast L2.
kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan
dengan anemia, infeksi dan perdarahan. Demam atau infeksi yang jelas dapat
ditemukan pada separuh pasien LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga
pasien yang baru didiagnosis. Perdarahan yang berat jarang terjadi. Gejala-gejala
dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan: 1). Anemia: mudah lelah, letargi,
pusing, sesak, nyeri dada; 2). Anoreksia; 3). Nyeri tulang dan sendi (karena
infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia); 4). Demam, banyak berkeringat
(gejala hipermetabolisme); 5). Infeksi mulut, saluran napas atas dan bawah,
streptokokus dan bakteri gram negative usus, serta berbagai spesies jamur; 6).
9). Limfadenopati; 10). Massa di mediastinum (sering pada LLA sel T); 11).
Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi
saraf VI dan VII, kelainan neurologik fokal; 12). Keterlibatan organ lain: testis,
LLA. 1). Hitung darah lengkap (complete blood count) dan apus darah tepi:
Jumlah leukosit dapat normal, meningkat atau rendah pada saat diagnosis.
Proporsi sel blas pada hitung leukosir bervariasi antara 0 sampai 100%. Kira-kira
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang: pemeriksaan ini sangat penting untuk
konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus diperiksa
tulang tampak hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90%
sel berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-
sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch
imprint dari jaringan biopsy penting untuk evaluasi gambaran sitologi; 3).
yang terlibat dalam perkembangan normal sel B dan sel T. Kelainan sitogenetik
pemeriksaan lainnya.4
37
Gambar 3.2 Apusan Sumsum Tulang Pasien dengan FAB ALL-L1, pembesaran objektif
100x5
38
Gambar 3.4 Apusan Sumsum Tulang Pasien dengan FAB ALL-L3, pembesaran objektif
100x8
39
Gambar 3.4 Flow Cytometry B-ALL. Sel blast menunjukkan CD10+, CD19+,
CD34+, CD79a+, TdT+; cCD3– dan IgM–9
Keberhasilan terapi LLA terdiri dari kontrol sumsum tulang dan penyakit
sistemiknya, juga terapi atau pencegahan SSP. Hal ini dapat tercapai dengan
40
intratekal dan/atau sistemik dosis tinggi dan pada beberapa kasus dengan radiasi
kranial). Lama rata-rata terapi LLA bervariasi antara 1,5-3 tahun dengan tujuan
untuk eradikasi populasi sel leukemia. Terapi LLA dibagi menjadi induksi remisi,
hipokalsemia sekunder dapat terjadi pada pasien dengan jumlah sel leukemia yang
sangat banyak. Hal ini memerlukan hidrasi intravena, alkalinisasi urin dan
pemberian alupurinol untuk mencegah akumulasi asam urat; 2). Infeksi: Selain
mielosupresi, terapi LLA dapat menekan imunitas seluler sehingga ada yang
3). Hematologik: Batas untuk pemberian transfusi sel darah merah tergantung dari
keadaan fisiologik pasien. Transfusi sel darah merah harus dihindari pada pasien
profilaksis dan ambang batas untuk melakukan transfusi darah adalah kadar
hemoglobin dibawah 7,0 atau 8,0 g/dl, kecuali untuk pasien dengan penyakit
41
kritis. Sel darah merah pekat (packed red blood cell) berisi eritrosit, trombosit,
besarnya kantung darah yang dipakai dengan massa sel darah merah 100-200
mL.Sel darah merah pekat ini digunakan untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah pada pasien yang menunjukkan gejala anemia, yang hanya memerlukan
massa sel darah merah pembawa oksigen saja misalnya pada pasien dengan gagal
ginjal atau anemia karena keganasan. Pemberian unit ini disesuaikan dengan
dan sel ldarah merah serta plasma. Trombosit pekat ini diindikasikan pada kasus
invasive dengan trombosit <50.000 mL. Profilaksis diberikan pada semua kasus
tulang akibat kemoterapi, invasi tumor atau aplasia primer sumsum tulang.4
merupakan faktor risiko untuk terjadinya infeksi. Pada umumnya sekitar 90%
kasus neutropenia mudah menderita demam, tanpa disertai gejala klinis lain.
42
Dalam keadaan demikian, perlu dicari adakah faktor risiko untuk jenis infeksi
tertentu, riwayat penyakit dasarnya serta pengobatannya, telah berapa lama terjadi
penyakit infeksi tertentu, pengetahuan spektrum mikroba serta uji resistensi, serta
kemungkinan adanya gejala klinis yang khas harus dicari dengan teliti.4
profilaksis, namun makin hari makin banyak bakteri yang mulai resisten; 2).
infeksi bakteri Gram negatif namun tidak untuk Gram positif; 3). Profilaksin
tampaknya telah muncul pula spesies candida yang resisten terhadap fluconazole;
merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. Isolasi sederhana perlu diterapkan
untuk pasien neutropenia, kebiasaan mencuci tangan bagi dokter, perawat, dan
pengasuh perlu harus selalu diingatkan, aliran udara dalam kamar cukup baik,
sehingga mengurangi paparan mikroba pada pasien; 6). Beberapa institusi juga
menghindari infeksi jamur; 7). Menjaga pencemaran dari polusi bahan bangunan
terutama karena berkurangnya masa transit dari sel induk menjadi neutrofil matur.
umumnya 5-7 hari. Pada serial kasus dosis G-SCF yang diberikan berkisar antara
(serum < 3,5 g/dl) sedangkan kadar normal albumin berkisar sebesar 3,4- 5,5
g/dL. Waktu paruh albumin dalam plasma berkisar antara 8-20 hari sehingga
diperlukan waktu setidaknya 7-10 hari untuk mencapai kadar albumin plasma
tidak memadai dari protein sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein
44
lain oleh hati. Makanan dengan tinggi protein pada pasien dengan
komplikasi lebih lanjut. Kebutuhan protein dalam sehari adalah 0,8 gram/kgBB
per hari untuk orang dewasa sehat, dan perlu ditingkatkan hingga 2 gr/kgBB pada
rumah sakit, infeksi nosokomial dan lama rawat inap di rumah sakit. Kadar
albumin dalam serum yang rendah sangat berhubungan dengan kurang gizi,
sementara penyebab kurang gizi adalah kurangnya zat gizi makro, makan
pemberian gizi tambahan perlu dilakukan. Pemberian putih telur sangat sesuai
pasien dengan kadar albumin <2,0 mg/dl akan lebih baik dikombinasikan dengan
pada suplai asam amino ke hepar. Ketika laju sintesis menurun karena kekurangan
gizi, maka tubuh akan memindahkan albumin ekstravaskuler ke aliran darah serta
yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau adanya
gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel. Kalium (K+) memainkan peran
kunci dalam menjaga fungsi sel normal. K+ adalah kation intraseluler utama, 98%
(Na+) keluar dari sel dan menarik K+ ke dalam sel, sehingga menciptakan gradien
45
K+ membran sel (K+ dalam > K+ luar) untuk menjaga perbedaan potensial antar
responsifnya membrane.2
dan ekskresinya. Pada intrasel, ditentukan oleh distribusi kalium di otot, tulang,
hati, sel darah merah, dan rongga interstisial. Homeostasis K+ internal terutama
keseimbangan asam basa melalui pertukaran ion hidrogen ekstraseluler (H+) dan
(normalnya 90 mEq/ hari), dan ekskresi feses (biasanya 10 mEq/ hari).13 Asupan
mEq K+ akan meningkatkan kadar K+ plasma sebesar 2,5 mEq/l apabila distribusi
tersisa di ekstraseluler, karena adanya penyimpanan di sel otot, hati, dan sel darah
sekitar 2/3 filtrat, juga menyerap kembali sekitar 2/3 (70%) K+ yang disaring.
Reabsorpsi ini kebanyakan bersifat pasif dan digerakkan oleh potensi elektrik
tubulus yang bernilai positif sepanjang segmen S2 dan S3 dan arus air paraseluler.
dari interstitium dan diserap kembali melalui kotransport Na-K-2 Cl pada bagian
kolektivus, terjadi sekresi bersih K+ yang dirangsang oleh aldosteron dan bila ada
Regulasi ekskresi K+ ginjal berada pada duktus kolektivus dan sebagian besar
dilakukan oleh sel prinsipal (melalui saluran luminal K dan Na-K ATPase
kalium plasma 3,5-5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet
sebesar 250-300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7—10 hari.
Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Pada
sementara lansia yang tinggal sendiri atau dalam kondisi lemah tidak mendapat
signifikan akibat sekresi kalium usus berlebihan melalui regulasi berlebih channel
BK.2
mekanisme berbeda. Diuretik adalah penyebab utama deplesi kalium renal akibat
obat, karena peningkatan pada tuba Na+ distal dan laju alir tubulus distal, selain
besar pada konsentrasi K+ plasma daripada diuretik loop. Efek diuretik tiazida
kalsium sebagai respons terhadap diuretik loop menghambat ENaC pada sel
ekskresi K + distal.2
sebagai anion yang tidak dapat diserap pada nefron distal. Beberapa jenis
nefron distal yang sensitif terhadap aldosteron tidak dapat diaktivasi oleh
durasi deplesi serum kalium. Gejala umumnya muncul apabila serum kalium di bawah
3,0 mEq/L, kecuali jika penurunan kadar kalium mendadak atau pasien memiliki faktor
diuretik, antibiotik), diet, kebiasaan makan, dan/atau gejala yang mengarah pada etiologi
tertentu (misalnya kelemahan periodik, muntah, dan diare). Pemeriksaan fisik harus
memberi perhatian khusus pada tekanan darah dan tandatanda tertentu, misalnya,
elektrolit, BUN, kreatinin, osmolalitas serum, kadar Mg2+, kadar Ca2+, pemeriksaan
oral paling aman tetapi kurang ditoleransi karena iritasi lambung. Pada
hipokalemia ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) dapat diberikan KCl oral 20 mEq 3 –
4 kali sehari dan edukasi diet kaya kalium. Makanan mengandung cukup kalium
Jalur intravena harus dibatasi hanya pada pasien yang tidak dapat
menggunakan jalur enteral atau dalam komplikasi berat (contohnya paralisis dan
aritmia). K+-Cl harus selalu diberikan dalam larutan garam, bukan dekstrosa,
serum sebesar 0,2—1,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.
Dosis intravena perifer biasanya 20-40 mmol K+-Cl- per liter. Konsentrasi lebih
tinggi dapat menyebabkan nyeri lokal flebitis kimia, iritasi, dan sklerosis. Pada
kondisi hipokalemia berat (<2,5 mmol/L) dan/atau memiliki tanda gejala kritis,
K+-Cl intravena dapat diberikan melalui vena sentral dengan laju 10-20 mmol/
jam. Volume besar normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika
ada aritmia jantung, larutan K+ lebih pekat diberikan melalui vena sentral dan
pemantauan EKG.2
mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.
Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan
pemantauan ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan
dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia lebih berat. KCl
alkalosis dan deplesi Cl-, terutama pada pasien muntah dan pengobatan diuretik.
Pada kondisi metabolik asidosis (contohnya pada diare kronik) lebih diutamakan
kalium yang dikombinasikan dengan garam lain, yaitu potasium bikarbonat atau
kondisi asidosis.2
BAB IV
PENUTUP
Ringan + Hipokalemia Derajat Sedang. Telah mendapatkan terapi IVFD NaCl 0,9
% 1000 cc/24 jam, post koreksi KCl 3 siklus, Inj. Levofloxacin 1x750 mg, Inj.
Methylprednisolon 2x125 mg, Inj. Filgrastim (rh G-CSF) 300 mcg , Post transfusi
PRC, Post transfusi TC, Planning kemoterapi. Pasien dirawat selama 15 hari dan
52
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Gnanaraj J, Parnes A, Francis CW, Go RS, Takemoto CM, Hashmi SK. Approach
to pancytopenia: Diagnostic algorithm for clinical hematologists. Blood Rev.
2018;32(5):361–7.
5. Bain BJ. The nature of leukaemia, cytology, cytochemistry and the morphological
classification of acute leukaemia. Leukaemia Diagnosis. 5th ed. Hoboken: John
Wiley & Sons, Inc.; 2017. p. 1-68.
9. Hoffbrand AV, Pettit JE, Vyas P. Acute leukemias. Color Atlas of Clinical
Hematology. 4th ed. Philadelphia: Elsevier; 2010. p. 191-231.
11. Syamsiatun NH, Siswati T. Pemberian ekstra jus putih telur terhadap kadar
albumin dan Hb pada penderita hipoalbuminemia. J Gizi Klin Indones.
2015;12(2):54.
54
12. McDonough AA, Youn JH. Potassium homeostasis: The knowns, the unknowns,
and the health benefits. Physiology. 2017;32(2):100–11.