Anda di halaman 1dari 59

Laporan Kasus

Leukemia Limfoblastik Akut Lineage Sesuai Sel B + Anemia


Normositik Normokromik + Leukopenia + Neutropenia +
Trombositopenia + Hipoalbuminemia Derajat Ringan +
Hipokalemia Derajat Sedang

Oleh:

Ciendy Shintya Alhadi, S.Ked

2030912320023

Pembimbing :

dr. Dikara Widyangga Sulfian Maulidy, Sp. PD

BAGIAN/KSM ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Januari, 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

Leukemia Limfoblastik Akut Lineage Sesuai Sel B + Anemia


Normositik Normokromik + Leukopenia + Neutropenia +
Trombositopenia + Hipoalbuminemia Derajat Ringan +
Hipokalemia Derajat Sedang

Oleh

Ciendy Shintya Alhadi, S.Ked

Pembimbing

dr. Dikara Widyangga Sulfian Maulidy, Sp. PD

Banjarmasin, Januari 2022

Telah setuju diajukan

..............................

dr. Dikara Widyangga Sulfian Maulidy, Sp. PD

Telah selesai dipresentasikan

......................................

dr. Dikara Widyangga Sulfian Maulidy, Sp. PD

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... ii

DAFTAR ISI............................................................................................. iii

DAFTAR TABEL..................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1

BAB II LAPORAN KASUS ................................................................. 3

BAB III PEMBAHASAN ...................................................................... 31

BAB IV PENUTUP................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 52

iii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kriteria ALL oleh FAB.......................................................... 34

Tabel 3.2 Skor FAB untuk Membedakan Limfoblast L1 dan L2........... 34

Tabel 3.3 Jenis Penyebab Demam Pada Pasien Neutropenia........................ 42

iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 3.1 Algoritma Diagnosis Pansitopenia......................................... 37

Gambar 3.2 Apusan Sumsum Tulang Pasien dengan FAB ALL-L1................. 37

Gambar 3.3 Apusan Sumsum Tulang Pasien dengan FAB ALL-L2................. 38

Gambar 3.4 Apusan Sumsum Tulang Pasien dengan FAB ALL-L3................. 38

Gambar 3.5 Flow Cytometry B-ALL............................................................. 39

Gambar 3.6 Flow Cytometry T-ALL............................................................. 39

v
BAB I

PENDAHULUAN

Pansitopenia adalah fenomena yang relatif sering ditemui dalam praktek

klinis. Pansitopenia didefinisikan sebagai penurunan ketiga jenis sel darah dan

bermanifestasi dengan gejala anemia, leukopenia dan trombositopenia. Pada

beberapa pasien mungkin dapat tidak bergejala. Evaluasi pasien dengan

pansitopenia memerlukan pendekatan yang komprehensif.1 Leukemia, limfoma,

fibrosis, penyakit autoimun dan granulomatosa dapat menginfiltrasi sumsum

tulang dan menyebabkan pansitopenia yang berat.1

Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan klonal dari sel-sel

precursor limfoid. Lebih dari 805 kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B dan

sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia

yang paling banyak pada anak-anak. Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA

adalah dewasa. Jika tidak diobati, leukemia ini bersifat fatal. Insidensi LLA

adalah 1/60.000 per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15 tahun.1

Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis

menggambarkan kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh

sel leukemia. Gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan adalah anemia,

anoreksia, nyeri tulang dan sendi, demam, infeksi mulut, perdarahan kulit,

hepatomegaly, splenomegaly, limfadenopati, massa mediastinum dan keterlibatan

organ lain seperti testis, retina, pleura, pericardium, tonsil hinggga sistem saraf

pusat.1

1
2

Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium darah di bawah 3,5 mEq/L

yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau adanya

gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel. Tingkat keparahan klinis

hipokalemia cenderung sebanding dengan derajat dan durasi deplesi serum

kalium. Gejala umumnya muncul apabila serum kalium di bawah 3,0 mEq/L,

kecuali jika penurunan kadar kalium mendadak atau pasien memiliki faktor

komorbid, contohnya kecenderungan aritmia. Gejala biasanya membaik dengan

koreksi hipokalemia.2

Berikut akan disampaikan sebuah laporan kasus Tn. S berusia 44 tahun

dengan diagnosis “Leukemia Limfoblastik Akut Lineage Sesuai Sel B, Anemia

Normositik Normokromik, Leukopenia, Neutopenia, Trombositopenia,

Hipoalbuminemia Ringan dan Hipokalemia Sedang”.


BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Tgl Lahir/Umur : 13/02/1977 /44 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Banjar

Status : Menikah

Pekerjaan : Buruh serabutan

Alamat : Telaga Sari

MRS : 24 November 2021

No. RMK : 1-48-31-13

Ruangan/Bed : Gedung Tulip Lantai 3 Bangsal Penyakit Dalam / PDW 5

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan heteroanamnesis dengan

pasien dan keluarganya pada tanggal 29 November 2021 di bangsal Penyakit

Dalam Wanita RSUD Ulin Banjarmasin.

1. Keluhan Utama

Lemas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Ulin Banjarmasin dengan keluhan utama lemas.

3
4

Sejak 5 bulan SMRS Ulin, pasien sering mengalami gusi berdarah saat menyikat

gigi. Pasien juga mengaku sering muncul bintik-bintik merah di kulit daerah

lengan atas dan paha, bintik-bintik tersebut hilang sendiri dalam 1-2 hari. Sejak 3

bulan SMRS Ulin, pasien sering mengalami demam tanpa sebab yang jelas.

Demam dirasakan muncul hampir setiap 2 hari sekali. Pasien pernah beberapa kali

memeriksakan diri ke puskesmas, dikatakan bahwa pasien mengalami infeksi dan

diberi obat di puskesmas. Setelah minum obat, keluhan pasien membaik. 2 bulan

SMRS Ulin pasien merasa lemas pada seluruh bagian tubuh, pasien lalu pergi ke

RSUD dr. H. Andi Abdurrahman Noor Tanah Bumbu. Setelah dilakukan

pemeriksaan, awalnya pasien diduga terkena DBD namun pihak rumah sakit

mengatakan bahwa ada kemungkinan kelainan pada darah pasien. Pasien

disarankan untuk berobat ke RSUD Ulin Banjarmasin. Pasien tidak langsung

pergi ke RSUD Ulin karena keluhan masih bisa ditahan dan istirahat di rumah.

Pasien masih bisa beraktivitas ringan dirumah, namun tidak lagi bekerja sejak

keluhan lemas muncul. Sejak 7 hari SMRS keluhan lemas memberat, pasien tidak

dapat beraktivitas karena merasa pusing dan berkunang-kunang. Hanya dengan

berjalan 4 meter, pasien merasa seperti ingin jatuh. Pasien lalu dibawa ke IGD

RSUD Ulin.

Saat ini pasien masih merasakan lemas, namun sudah lebih baik

dibandingkan sebelumnya. Nafsu makan pasien berkurang dan kadang-kadang

pasien merasakan mual. Pasien paling sedikit minum air putih 1,5 L setiap hari.

Dalam sehari pasien biasanya BAK sebanyak 7 kali sehari, setiap BAK volume

urine yang dihasilkan sekitar 200 cc. Warna urine kuning muda dan jernih.
5

Riwayat BAK berpasir dan berbusa disangkal. Pasien biasanya BAB 2 kali dalam

seminggu. Riwayat BAB kehitaman seperti petis disangkal dan riwayat BAB

dengan darah segar yang menetes diangkal. Pasien menyangkal memiliki

hipertensi dan diabetes mellitus, sedangkan dislipidemia maupun penyakit jantung

tidak diketahui karena tidak pernah periksa. Pasien menyangkal adanya riwayat

kemoterapi.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan serupa disangkal. Pasien pernah mengalami batu ginjal pada tahun

2017 yang diobati dengan obat-obatan dari dokter serta herbal. Saat kontrol

kembali, batu ginjal sudah tidak ada lagi. Riwayat transfusi darah disangkal.

4. Riwayat penyakit Keluarga

Keluhan serupa pada keluarga disangkal. ibu pasien mengalami hipertensi,

saudara dari ibu mengalami diabetes mellitus, riwayat penyakit keganasan pada

keluarga disangkal.

5. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak 17 tahun yang lalu. Dalam 1 hari

pasien bisa mengonsumsi 15 batang rokok. Sejak sakit pasien tidak ada merokok

lagi. Pasien memiliki riwayat minum obat Lerzin dan Dexamethasone yang dibeli

sendiri selama 2 tahun terakhir, baru 7 bulan ini berhenti. Sebelumnya pasien

selalu minum obat tersebut hampir setiap hari karena gatal-gatal pada bagian

wajahnya.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik berupa tanda-tanda vital pada tanggal 29 November 2021


6

di Bangsal Penyakit Dalam Wanita RSUD Ulin Banjarmasin.

1. Keadaan Umum

a. Kesan Sakit : Tampak sakit sedang

b. Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E4V5M6)

c. Antropometri : BB = 68 kg, TB = 170 cm

d. Status Gizi : Normal, IMT : 23, 52 kg/m2

2. Tanda Vital

a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg

b. Nadi : 92 x/menit

c. Pernapasan : 20 x/menit

d. Suhu : 36.6 ˚C

e. Saturasi Oksigen : 98% on room air

3. Kulit

Inspeksi :Warna kulit sawo matang, tekstur kenyal, turgor

cepat kembali, tumor (-), petekie (-), ikterus (-), rash

(-)

Palpasi :Nodul (-), atrofi (-), sklerosis (-)

4. Kepala dan Leher

Inspeksi :Bentuk kepala normosefali, atrofi musculus

temporalis (-),sikatrik (-), pembengkakan (-)

Palpasi :Pembesaran kelenjar limfe (-), nyeri tekan (-), JVP

5-1 cmH2O, trakea di tengah, pembesaran tiroid (-)

5. Telinga
7

Inspeksi :Serum minimal, infeksi (-)

Palpasi :Nyeri tekan mastoid (-), massa (-)

6. Hidung

Inspeksi :Septum dan mukosa dalam batas normal, sekret (-),

epistaksis (-)

Palpasi :Nyeri (-)

7. Rongga Mulut dan Tenggorokan

Inspeksi :Pigmentasi (-), leukoplakia (-), ulkus (-), tumor (-),

gusi berdarah (-), gigi lengkap, bibir pucat (+),

stomatitis (-), atropi papil lidah (-), sudut mulut

simetris,

Palpasi :Nyeri tekan (-), tumor (-)

8. Mata

Inspeksi :Ptosis (-), konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-),

refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+),

pupil isokor 3mm/3mm

9. Thorax

Inspeksi :Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada

simetris, tumor (-)

Palpasi :Gerakan simetris, fremitus fokal simetris normal

Perkusi :Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi :Suara napas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)


8

10. Jantung

Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi :Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula

sinistra, thrill tidak teraba

Perkusi :Batas kanan jantung = ICS IV linea parasternalis

dextra

Batas kiri jantung = ICS V linea midclavicularis

sinistra

Batas pinggang jantung = ICS III linea parasternalis

sinistra

Auskultasi :S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

11. Abdomen

Inspeksi :Abdomen datar, distensi(-), jejas (-), scar post

operasi (-), stria (-), sikatrik (-), caput medusa (-),

hernia (-)

Auskultasi :Bising usus 14x/menit, bruit (-)

Perkusi :Timpani pada seluruh bagian abdomen,

hepatomegali (-), splenomegali (-), shifting dullness

(-), undulasi (-), nyeri ketok sudut costovertebra (-)

Palpasi :Murphy sign (-), massa (-), defans muskular (-),

hernia (-), hepar dan lien tidak teraba, ballotement

test (-)

12. Ekstremitas
9

Status Lokalis Ekstremitas Atas Dextra et Sinistra

Look :Telapak tangan pucat (+), deformitas (-), ulkus (-)

Feel :Panas (-), massa (-), akral hangat (+), nyeri tekan

(-)

Move :Kekuatan motorik (5/5)

Status Lokalis Ekstremitas Bawah Dextra et Sinistra

Look :Deformitas (-), ulkus (-), koilonikia (-), petekie (-)

Feel :Panas (-), massa (-), akral hangat (+), nyeri tekan

(-)

Move :ROM tidak terbatas, kekuatan motorik 5/5

13. Rectum (RT)

Inspeksi :Eritem (-), scar (-), benjolan (-), darah (-)

Palpasi :Spincter ani menjepit kuat, ampula recti tidak

collaps, mucosa licin, benjolan (-), nyeri tekan (-),

prostat teraba, pada sarung tangan ditemukan feses,

tidak ada melena dan tidak ada darah.

14. Status Neurologis

Meningeal sign :Kaku kuduk (-), Laseque sign (-), Brudzinski I (-),

Brudzinski II (-), Brudzinski III (-), Brudzinski

IV(-)

Refleks fisiologis :Biceps (++/++), triceps (++/++), patella (++/++),

achilles (++/++)

Refleks patologis :Hoffman (-/-), Tromner (-/-), Babinski (-/-),


10

Chaddok (-/-)

Nervus cranialis :Nervus I-XII dalam batas normal

Bicara dan bahasa :Afasia(-), apraxia (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada tanggal 26 November 2021 di

RSUD Ulin Banjarmasin. Hasil pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut.

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


HEMATOLOGI
Hemoglobin 6.8 14.0-18.0 g/dl
Leukosit 1.1 4.0-10.5 ribu/ul
Eritrosit 2.37 4.10-6.0 juta/ul
Hematokrit 19.8 42.0-52.0 %
Trombosit 18 150-450 ribu/ul
RDW-CV 15.3 12.1-14.0 %
MCV,MCH,MCHC
MCV 83.5 75.0-96.0 fl
MCH 28.7 28.0-32.0 pg
MCHC 34.3 33.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.9 0.0-1.0 %
Eosinofil% 0.9 1.0-3.0 %
Neutrofil% 56.9 50.0-81.0 %
Limfosit% 35.8 20.0-40.0 %
Monosit% 5.5 2.0-8.0 %
11

Basofil# 0.01 <1.00 ribu/ul


Eosinofil# 0.01 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 0.62 2.5-7.0 ribu/ul
Limfosit# 0.39 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit# 0.06 0.30-1.00 ribu/ul
HFLC# 0 /ul
HFLC% 0 %
HATI DAN PANKREAS
Total Protein 5.8 6.0-7.8 g/dl
Albumin 3.3 3.5-5.2 g/dl
Bilirubin Total 0.72 0.20-1.20 mg/dl
Bilirubin Direk 0.40 0.00-0.20 mg/dl
Bilirubin Indirek 0.32 0.20-0.80 mg/dl
SGOT 20 5-34 U/L
SGPT 10 0-55 U/L
GINJAL
Ureum 24 0-50 mg/dl
Kreatinin 0.64 0.72-1.25 mg/dl
Asam Urat 7.1 3.5-7.2 mg/dl
ELEKTROLIT
Calsium 8.7 8.4-10.0 mg/dl
Natrium 138 136-145 Meq/L
Kalium 3.5 3.5-5.1 Meq/L
Chlorida 105 98-107 Meq/L

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada tanggal 27 November 2021 di

RSUD Ulin Banjarmasin. Hasil pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut.

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


HEMATOLOGI
Hemoglobin 7.6 14.0-18.0 g/dl
Leukosit 2.0 4.0-10.5 ribu/ul
12

Eritrosit 2.62 4.10-6.0 juta/ul


Hematokrit 21.6 42.0-52.0 %
Trombosit 19 150-450 ribu/ul
RDW-CV 14.7 12.1-14.0 %
MCV,MCH,MCHC
MCV 82.4 75.0-96.0 fl
MCH 29.0 28.0-32.0 pg
MCHC 35.2 33.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.0 0.0-1.0 %
Eosinofil% 1.0 1.0-3.0 %
Neutrofil% 66.4 50.0-81.0 %
Limfosit% 26.7 20.0-40.0 %
Monosit% 5.9 2.0-8.0 %
Basofil# 0.00 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.02 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 1.34 2.5-7.0 ribu/ul
Limfosit# 0.54 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit# 0.12 0.30-1.00 ribu/ul

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada tanggal 28 November 2021 di

RSUD Ulin Banjarmasin. Hasil pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut.

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


HEMATOLOGI
Hemoglobin 8.1 14.0-18.0 g/dl
Leukosit 2.2 4.0-10.5 ribu/ul
Eritrosit 2.77 4.10-6.0 juta/ul
Hematokrit 22.0 42.0-52.0 %
Trombosit 29 150-450 ribu/ul
RDW-CV 14.4 12.1-14.0 %
MCV,MCH,MCHC
13

MCV 79.4 75.0-96.0 fl


MCH 29.2 28.0-32.0 pg
MCHC 36.8 33.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.0 0.0-1.0 %
Eosinofil% 0.9 1.0-3.0 %
Neutrofil% 70.0 50.0-81.0 %
Limfosit% 24.5 20.0-40.0 %
Monosit% 4.6 2.0-8.0 %
Basofil# 0.00 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.02 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 1.51 2.5-7.0 ribu/ul
Limfosit# 0.53 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit# 0.10 0.30-1.00 ribu/ul

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada tanggal 29 November 2021 di

RSUD Ulin Banjarmasin. Hasil pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut.

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


HEMATOLOGI
Hemoglobin 8.2 14.0-18.0 g/dl
Leukosit 3.0 4.0-10.5 ribu/ul
Eritrosit 2.83 4.10-6.0 juta/ul
Hematokrit 23.4 42.0-52.0 %
Trombosit 29 150-450 ribu/ul
RDW-CV 15.1 12.1-14.0 %
MCV,MCH,MCHC
MCV 82.7 75.0-96.0 fl
MCH 29.0 28.0-32.0 pg
MCHC 35.0 33.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.7 0.0-1.0 %
14

Eosinofil% 0.3 1.0-3.0 %


Neutrofil% 74.6 50.0-81.0 %
Limfosit% 20.1 20.0-40.0 %
Monosit% 4.3 2.0-8.0 %
Basofil# 0.02 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.01 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 2.26 2.5-7.0 ribu/ul
Limfosit# 0.61 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit# 0.13 0.30-1.00 ribu/ul

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada tanggal 30 November 2021 di

RSUD Ulin Banjarmasin. Hasil pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut.

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


HEMATOLOGI
Hemoglobin 8.5 14.0-18.0 g/dl
Leukosit 2.5 4.0-10.5 ribu/ul
Eritrosit 2.96 4.10-6.0 juta/ul
Hematokrit 24.2 42.0-52.0 %
Trombosit 16 150-450 ribu/ul
RDW-CV 14.7 12.1-14.0 %
MCV,MCH,MCHC
MCV 81.8 75.0-96.0 fl
MCH 28.7 28.0-32.0 pg
MCHC 35.1 33.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.4 0.0-1.0 %
Eosinofil% 1.2 1.0-3.0 %
Neutrofil% 61.6 50.0-81.0 %
Limfosit% 27.9 20.0-40.0 %
Monosit% 8.9 2.0-8.0 %
15

Basofil# 0.01 <1.00 ribu/ul


Eosinofil# 0.03 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 1.52 2.5-7.0 ribu/ul
Limfosit# 0.69 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit# 0.22 0.30-1.00 ribu/ul
HFLC# 0 /ul
HFLC% 0 %
KIMIA
DIABETES
Gula Darah Sewaktu 100 <200.00 mg/dl
FAAL LEMAK DAN JANTUNG
LDH 264 <480.00 U/L
HATI DAN PANKREAS
Albumin 3.2 3.5-5.2 g/d;
Bilirubin Total 0.42 0.20-1.20 mg/dl
Bilirubin Direk 0.23 0.00-0.20 mg/dl
Bilirubin Indirek 0.19 0.20-0.80 mg/dl
SGOT 14 5-34 U/L
SGPT 13 0-55 U/L
GINJAL
Ureum 47 0-50 mg/dl
Kreatinin 0.64 0.72-1.25 mg/dl
ELEKTROLIT
Calsium 8.6 8.4-10.0 mg/dl
Natrium 140 136-145 Meq/L
Kalium 2.9 3.5-5.1 Meq/L
Chlorida 106 98-107 Meq/L

Pemeriksaan darah rutin dilakukan pada tanggal 2 Desember 2021 di RSUD

Ulin Banjarmasin. Hasil pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut.

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


16

HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.9 14.0-18.0 g/dl
Leukosit 2.6 4.0-10.5 ribu/ul
Eritrosit 3.80 4.10-6.0 juta/ul
Hematokrit 30.3 42.0-52.0 %
Trombosit 25 150-450 ribu/ul
RDW-CV 14.6 12.1-14.0 %
MCV,MCH,MCHC
MCV 79.7 75.0-96.0 fl
MCH 28.7 28.0-32.0 pg
MCHC 36.0 33.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.4 0.0-1.0 %
Eosinofil% 0.0 1.0-3.0 %
Neutrofil% 63.9 50.0-81.0 %
Limfosit% 31.9 20.0-40.0 %
Monosit% 3.8 2.0-8.0 %
Basofil# 0.01 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.00 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 1.68 2.5-7.0 ribu/ul
Limfosit# 0.84 1.25-4.00 ribu/ul
Monosit# 0.10 0.30-1.00 ribu/ul
HEMOSTASIS
Hasil PT 11.6 9.9-13.5 detik
INR 1.06 -
Control Normal PT 11.4 -
Hasil APTT 29.5 22.2-37.0 detik
Control Normal APTT 26.1
ELEKTROLIT
Natrium 137 136-145 Meq/L
Kalium 3.7 3.5-5.1 Meq/L
Chlorida 104 98-107 Meq/L
17

2. Pemeriksaan Rontgen Thorax

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 24 November 2021 di IGD RSUD Ulin

Banjarmasin dengan hasil sebagai berikut:

Kesimpulan: Secara radiologis cor dan pulmo dalam batas normal

3. Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan EKG pada tanggal 27 November 2021 saat pasien dirawat di


18

Bangsal Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin dengan hasil sebagai berikut:

Kesimpulan: Irama sinus, frekuensi 94x/menit, normoaxis

4. Pemeriksaan Morfologi Darah Tepi

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2021 di Bangsal RSUD dr.

H. Andi Abdurrahman Noor Tanah Bumbu, dengan hasil sebagai berikut:


19

Kesimpulan: Pansitopenia dengan blast 8% suspek leukemia akut

5. Pemeriksaan Immunophenotyping

Pemeriksaan immunophenotyping dilakukan pada tanggal 26 November

2021 saat pasien dirawat di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin

dengan hasil sebagai berikut:


20

Kesimpulan: Blast type lymphoid lineage sesuai dengan sel B

6. Pemeriksaan Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis dilakukan pada tanggal 26 November 2021 saat

pasien dirawat di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin dengan hasil

sebagai berikut:

E. RESUME DATA DASAR

Anamnesis 5 bulan SMRS, pasien sering mengalami


perdarahan gusi dan muncul petekie. 3 bulan
SMRS, pasien demam setiap 2 hari sekali dan
dibawa ke puskesmas dikatakan infeksi. 2 bulan
SMRS pasien mengalami general weakness.
Setelah dilakukan pemeriksaan, dikatakan ada
21

kelainan pada darah pasien. Pasien masih bisa


beraktivitas ringan dirumah, pasien tidak lagi
bekerja sejak keluhan lemas muncul. 7 hari SMRS
keluhan lemas memberat, merasa pusing dan
berkunang-kunang saat berjalan 4 meter.
Riwayat hematuria (-), melena (-),
hematoskezia (-), HT (-), DM (-). RPD nefrolitiasis
(+). RPK HT pada ibu (+), DM pada saudara ibu
(+), penyakit keganasan (-). Pasien merokok 15
batang sehari sejak 17 tahun yang lalu. RPO Lerzin
dan Dexamethasone selama 2 tahun.
Pemeriksaan Fisik 2 Desember 2021
Composmentis, GCS E4V5M6
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.6 ˚C
Saturasi Oksigen : 98% on room air
Antropometri : BB = 68 kg, TB = 170 cm
Status Gizi : Normal, IMT : 23, 52 kg/m2

Pemeriksaan fisik:
Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), ptekie (-)
telapak tangan pucat (+). Suara napas vesikuler,
rhonki (-), wheezing (-). Bunyi jantung S1 S2
tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-).
Pemeriksaan Penunjang - Laboratorium
(26/11/2021)
Hb 6.8 g/dl, Leu 1.1 ribu/ul, Erit 2.37 juta/ul, Ht
19.8 %, Trom 18 ribu/ul, MCV 83.5 fl, MCH
28.7 pg, Total protein 5.8 g/dl, Bil direk 0.40
mg/dl, Asam urat 7.1 mg/dl, Ca 8.7 mg/dl.
(27/11/2021)
Hb 7.6 g/dl, Leu 2.0 ribu/ul, Erit 2.62 juta/ul, Ht
21.6 %, Trom 19 ribu/ul, MCV 82.4 fl, MCH
29.0 pg, MCHC 35.2 %.
(28/11/2021)
Hb 8.1 g/dl, Leu 2.2 ribu/ul, Erit 2.77 juta/ul, Ht
22 %, Trom 29 ribu/ul, MCV 79.4 fl, MCH
29.2 pg, MCHC 36.8 %.
(29/11/2021)
Hb 8.2 g/dl, Leu 3.0 ribu/ul, Erit 2.83 juta/ul, Ht
23.4 %, Trom 29 ribu/ul, MCV 82.7 fl, MCH
29.0 pg, MCHC 35.0 %.
(30/11/2021)
Hb 8.5 g/dl, Leu 2.5 ribu/ul, Erit 2.96 juta/ul, Ht
24.2 %, Trom 16 ribu/ul, MCV 81.8 fl, MCH
28.7 pg, GDS 100 mg/dl, LDH 264 U/L,
Albumin 3.2 g/dl, Bil direk 0.23 mg/dl, Bil ind
0.19 mg/dl, Ur 47 mg/dl, Cr 0.64 mg/dl, Ca 8.6
22

mg/dl, Na 140 Meq/L, K 2.9 Meq/L, Cl 106


Meq/L.
(2/12/2021)
Hb 10.9 g/dl, Leu 2.6 ribu/ul, Erit 3.80 juta/ul,
Ht 30.3 %, Trom 25 ribu/ul, MCV 79.7 fl,
MCH 28.7 pg, MCHC 36.0 g/dl, hasil PT 11.6,
APTT 29.5 detik, Na 137 Meq/L, K 3.7 Meq/L,
Cl 104 Meq/L
- Morfologi Darah Tepi
(4/10/2021)
Kesimpulan: Pansitopenia dengan blast 8%
suspek leukemia akut
- Immunophenotyping
(26/11/2021)
Kesimpulan: Blast type lymphoid lineage sesuai
dengan sel B
- Foto Rotgen Thorax
(24/11/2021)
Kesimpulan:
Secara radiologis cor dan pulmo dalam batas
normal.
- EKG
(27/11/2021)
Kesimpulan: Irama sinus, frekuensi 88x/menit,
regular, normoaxis.

F. DIAGNOSIS KERJA

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

maka dapat ditegakkan diagnosis penyakit pasien ini adalah sebagai berikut:

1. Leukemia Limfoblastik Akut Lineage Sesuai Sel B

2. Anemia Normositik Normokromik

3. Leukopenia

4. Neutropenia

5. Trombositopenia

6. Hipoalbuminemia Derajat Ringan

7. Hipokalemia Derajat Sedang


23

G. DAFTAR MASALAH

DAFTAR MASALAH
NO MASALAH DATA PENDUKUNG
1. Leukemia Limfoblastik Anamnesis
Akut Blast Type Lineage Badan lemas (+)
sesuai dengan sel B Perdarahan gusi saat menyikat gigi (+)
Sering muncul bintik-bintik merah (+)
Demam setiap 2 hari sekali (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- (26/11/2021)
Hb 6.8 g/dl, Leu 1.1 ribu/ul, Erit 2.37
juta/ul, Ht 19.8 %, Trom 18 ribu/ul
- (30/11/2021)
Hb 8.5 g/dl, Leu 2.5 ribu/ul, Erit 2.96
juta/ul, Ht 24.2 %, Trom 16 ribu/ul
- (2/12/2021)
Hb 10.9 g/dl, Leu 2.6 ribu/ul, Erit 3.80
juta/ul, Ht 30.3 %, Trom 25 ribu/ul

Morfologi Darah Tepi


- (4/10/2021)
Kesimpulan: Pansitopenia dengan blast
8% suspek leukemia akut

Pemeriksaan Immunophenotyping
- (26/11/2021)
Blast type lymphoid lineage sesuai
dengan sel B

2. Anemia Normositik Anamnesis


Normokromik Badan lemas (+)
Pusing berkunang-kunang (+)
Pemeriksaan Fisik
Konjungtiva pucat (+)
Telapak tangan pucat (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- (26/11/2021)
Hb 6.8 g/dl
- (27/11/2021)
Hb 7.6 g/dl
- (28/11/2021)
Hb 8.1 g/dl
- (30/11/2021)
Hb 8.5 g/dl
24

- (2/12/2021)
Hb 10.9 g/dl

3. Leukopenia Anamnesis
Demam setiap 2 hari sekali (+)
Berobat di pusekesmas karena infeksi (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- (26/11/2021)
Leukosit 1.1 ribu/ul
- (30/11/2021)
Leukosit 2.5 ribu/ul
- (2/12/2021)
Leukosit 2.6 ribu/ul

4. Neutropenia Anamnesis
Demam setiap 2 hari sekali (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- (26/11/2021)
Neutrofil# 0.62 ribu/ul
- (27/11/2021)
Neutrofil# 1. 34 ribu/ul
- (28/11/2021)
Neutrofil# 1.51 ribu/ul
- (30/11/2021)
Neutrofil# 1.52 ribu/ul
- (2/12/2021)
Neutrofil# 1.68 ribu/ul

5. Trombositopenia Anamnesis
Sering muncul bintik-bintik merah (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- (26/11/2021)
Trombosit 18 ribu/ul
- (30/11/2021)
Trombosit 16 ribu/ul
- (2/12/2021)
Trombosit 25 ribu/ul

6. Hipoalbuminemia Ringan Pemeriksaaan Penunjang


Laboratorium
- (26/11/2021)
Albumin 3.3 g/dl
- (30/11/2021)
Albumin 3.2 g/dl

7.. Hipokalemia Sedang Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
- (30/11/2021)
25

Kalium 2.9 Meq/L

H. RENCANA AWAL

No Masalah Rencana Rencana Rencana Rencana


Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
1. Leukemia - Inj. - Monitoring Edukasi
Limfoblastik Methylpredniso- keadaan pasien
Akut Blast Type lon 2x125 mg umum mengenai
Lineage sesuai - Monitoring penyakit
dengan sel B Pro kemoterapi tanda vital yang diderita
jika keadaan dan rencana
umum stabil terapi yang
diberikan
2. Anemia - Transfusi PRC - Monitoring Edukasi
Normositik (Hb target-Hb keadaan pasien
Normokromik awal) x BB x 3 umum mengenai
= 10-6,8 x 68 kg - Monitoring hasil
x3 tanda vital pemeriksaan
= 652,8 cc - Monitoring laboratorium
Hb dan rencana
terapi yang
akan
diberikan
3. Leukopenia - Inj. Filgrastim - Monitoring Edukasi
(rh G-CSF) 300 keadaan pasien
mcg umum mengenai
- Monitoring hasil
Inj. tanda vital pemeriksaan
Levofloxacin - Monitoring laboratorium
1x750 mg leukosit dan rencana
terapi yang
akan
diberikan
4. Neutropenia - Inj. Filgrastim - Monitoring Edukasi
(rh G-CSF) 300 keadaan pasien
mcg umum mengenai
- Monitoring hasil
Inj. tanda pemeriksaan
Levofloxacin febrile laboratorium
1x750 mg neutrope- dan rencana
nia terapi yang
- Monitoring akan
neutrofil diberikan
5. Trombosito- - Transfusi TC - Monitoring Edukasi
penia (1 unit per 10 keadaan pasien
kgBB) umum mengenai
Transfusi TC 7 - Monitoring hasil
26

unit tanda vital pemeriksaan


- Monitoring laboratorium
gejala dan dan terapi
tanda yang akan
perdarahan diberikan
- Monitoring
trombosit
6. Hipoalbumine- - Diet TKTP - Monitoring Edukasi
mia Derajat Diet ekstra putih keadaan pasien
Ringan telur umum mengenai
- Monitoring hasil
tanda vital pemeriksaan
- Monitoring laboratorium
kadar dan rencana
albumin terapi yang
akan
diberikan
7. Hipokalemia - Koreksi kalium - Monitoring Edukasi
Derajat Sedang = (4-kalium) x keadaan pasien
BB x 0,3/25 umum mengenai
= (4-2,9) x 68 x - Monitoring hasil
0,4 tanda vital pemeriksaan
= 29,92 + 68 - Monitoring laboratorium
= 97, 92 elektrolit dan rencana
Koreksi kalium - Monitoring terapi yang
4 siklus EKG akan
NaCl 500 cc + diberikan
KCl 25 Meq
habis dalam 8
jam

Follow Up

SOAP Keterangan
29 November 2021 (Bangsal Penyakit Dalam)
Lemas (+), demam (-), gusi berdarah (-), BAB
Subjective (+), BAB hitam (-), BAB berdarah (-), mual (+),
muntah (-)
Objective KU: Tampak sakit sedang
GCS: E4V5M6
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi: 92 x/menit
Laju Pernapasan: 20 x/menit
Suhu: 36.6 ˚C
SpO₂: 98% on room air
Input: 2.500 cc
Output: 2.770 cc
Balance cairan: - 270 cc
27

Diuresis: 1,07 cc/kg/jam


Pemeriksaan Fisik:
K/L : Konjungtiva pucat (+), sclera ikterik (-)
Thorax: Gerakan dada simetris, suara napas
vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Cor: S1 S2 tunggal, bising jantung(-)
Abdomen: cembung, Bising usus (+), defans
(-), timpani di seluruh regio abdomen (+), hepar
dan lien tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (++/++), edema ( -/-)
Pemeriksaan Penunjang
(26/11/2021)
- Albumin 3.3 g/dl
(28/11/2021)
- Neutrofil# 1.51 ribu/ul
(29/11/2021)
- Hb 8.2 g/dl
- Leu 3.0 ribu/ul
- Trom 29 ribu/ul

1. Leukemia limfoblastik akut lineage sel B


2. Anemia normositik normokromik
3. Leukopenia
Assessment 4. Neutropenia
5. Trombositopenia
6. Hipoalbuminemia derajat ringan

Terapi:
- IVFD NaCl 0,9 % 1000 cc/24 jam
- Inj. Levofloxacin 1x750 mg (H4)
- Inj. Methylprednisolon 2x125 mg (H3)
- Inj. Filgrastim (rh G-CSF) 300 mcg
Planning - Pro kemoterapi
Monitoring:
- Evaluasi DR
- Awasi tanda-tanda febrile neutropenia
- Awasi tanda-tanda perdarahan

SOAP Keterangan
30 November 2021 (Bangsal Penyakit Dalam)
Lemas (<), demam (-), gusi berdarah (-), BAB
Subjective
(-), mual (+), muntah (-)
Objective KU: Tampak sakit sedang
GCS: E4V5M6
Tekanan Darah: 110/80 mmHg
Nadi: 80 x/menit
Laju Pernapasan: 22 x/menit
Suhu: 36.9 ˚C
SpO₂: 98% on room air
28

Input: 2.500cc
Output: 2.520 cc
Balance cairan : - 20 cc
Diuresis: 0.9 cc/kg/jam
Pemeriksaan Fisik:
K/L : Konjungtiva pucat (+), sclera ikterik (-)
Thorax: Gerakan dada simetris, suara napas
vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Cor: S1 S2 tunggal, bising jantung(-)
Abdomen: cembung, Bising usus (+), defans
(-), timpani di seluruh regio abdomen (+), hepar
dan lien tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (++/++), edema ( -/-)
Pemeriksaan Penunjang (30/11/2021):
- Hb 8.5 g/dl
- Leu 2.5 ribu/ul
- Trom 16 ribu/ul
- Albumin 3.2 g/dl
- Neutrofil# 1.52 ribu/ul
1. Leukemia limfoblastik akut lineage sel B
2. Anemia normositik normokromik
3. Leukopenia
Assessment 4. Neutropenia
5. Trombositopenia
6. Hipoalbuminemia derajat ringan

Terapi:
- IVFD NaCl 0,9 % 1000 cc/24 jam
- Inj. Levofloxacin 1x750 mg (H5)
- Inj. Methylprednisolon 2x125 mg (H4)
- Pro kemoterapi
Advis:
Planning - Transfusi PRC 1 kolf/12jam
- Transfusi TC 1 packed
Monitoring:
- Evaluasi DR post transfusi
- Awasi tanda-tanda febrile neutropenia
- Awasi tanda-tanda perdarahan

SOAP Keterangan
1 Desember 2021 (Bangsal Penyakit Dalam)
Lemas (<), demam (-), gusi berdarah (-), BAB
Subjective
(-), mual (<), muntah (-)
Objective KU: Tampak sakit ringan
GCS: E4V5M6
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Nadi: 90 x/menit
Laju Pernapasan: 18 x/menit
29

Suhu : 36.7 ˚C
SpO₂: 97% on room air
Input: 2.000 cc
Output: 2.520 cc
Balance cairan: - 520 cc
Diuresis: 0.9 cc/kg/jam
Pemeriksaan Fisik:
K/L : Konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-)
Thorax: Gerakan dada simetris, suara napas
vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Cor: S1 S2 tunggal, bising jantung(-)
Abdomen: cembung, Bising usus (+), defans
(-), timpani di seluruh regio abdomen (+), hepar
dan lien tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (++/++), edema ( -/-)
Pemeriksaan Penunjang (30/11/2021):
- Hb 8.5 g/dl
- Leu 2.5 ribu/ul
- Trom 16 ribu/ul
- Neutrofil# 1.52 ribu/ul
- K 2.9 Meq/L

1. Leukemia limfoblastik akut lineage sel B


2. Anemia normositik normokromik
3. Leukopenia
Assessment 4. Neutropenia
5. Trombositopenia
6. Hipoalbuminemia derajat ringan
7. Hipokalemia derajat sedang

Terapi:
- IVFD NaCl 500 cc + KCl 25 Meq Habis
dalam 8 jam (3 Siklus)
- Inj. Levofloxacin 1x750 mg (H6)
- Inj. Methylprednisolon 2x125 mg (H5)
- Post transfusi PRC 4 kolf
Advis:
Planning - Pro transfusi PRC 1 kolf
- Pro transfusi TC 1 packed
- Inj. Filgrastim 300 mcg (SC)
Monitoring:
- Evaluasi DL
- Awasi tanda-tanda febrile neutropenia
- Awasi tanda-tanda perdarahan
- Cek SE post koreksi

SOAP Keterangan
2 Desember 2021 (Bangsal Penyakit Dalam)
Subjective Lemas (<), demam (-), gusi berdarah (-), BAB
30

(+), BAB hitam (-), BAB berdarah (-), mual (<),


muntah (-)
KU : Tampak sakit ringan
GCS : E4V5M6
Tekanan Darah: 130/90 mmHg
Nadi: 95x/menit
Laju Pernapasan: 20 x/menit
Suhu : 36.5 ˚C
SpO₂: 96% on room air
Input: 2.500 cc
Output: 2.270 cc
Balance cairan: + 350 cc
Diuresis: 0,76 cc/kg/jam
Pemeriksaan Fisik:
K/L : Konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-)
Objective
Thorax: Gerakan dada simetris, suara napas
vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Cor: S1 S2 tunggal, bising jantung(-)
Abdomen: cembung, Bising usus (+), defans
(-), timpani di seluruh regio abdomen (+), hepar
dan lien tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (++/++), edema ( -/-)
Pemeriksaan Penunjang (2/12/2021):
- Hb 10.9 g/dl
- Leu 2.6 ribu/ul
- Trom 25 ribu/ul
- Neutrofil# 1.68 ribu/ul
- K 3.7 Meq/L
1. Leukemia limfoblastik akut lineage sel B
2. Anemia normositik normokromik
3. Leukopenia
Assessment 4. Neutropenia
5. Trombositopenia
6. Hipoalbuminemia derajat ringan

Terapi
- IVFD NaCl 0,9 % 1000 cc/24 jam
- Post koreksi KCl 3 siklus
- Inj. Levofloxacin 1x750 mg (H7)
- Inj. Methylprednisolon 2x125 mg (H6)
- Post transfusi PRC 1 kolf
Planning - Post transfusi TC 1 packed
- Pro kemoterapi
Monitoring
- Cek SE
- Cek DL
- Cek UL
BAB III

PEMBAHASAN

Hematopoiesis merupakan proses produksi (mengganti sel yang mati) dan

perkembangan sel darah dari sel induk / asal / stem sel, dimana terjadi proliferasi,

maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak. Proliferasi sel

menyebabkan peningkatan atau pelipatgandaan jumlah sel, dari satu sel

hematopoietik pluripotent menghasilkan sejumlah sel darah. Maturasi merupakan

proses pematangan sel darah, sedangkan diferensiasi menyebabkan beberapa sel

darah yang terbentuk memiliki sifat khusus yang berbeda-beda. Semua sel darah

matang dalam tubuh dihasilkan dari sejumlah kecil sel induk hematopoietik atau

Hematopoietic Stem Cell (HSC) dan progenitor.5,6,7

Hematopoiesis berawal dari satu sel induk pluripoten bersama, kemudian

menyebabkan adanya berbagai jalur sel yang terpisah. Diferensiasi sel terjadi dari

sel induk menjadi jalur eritroid, granulositik, dan jalur lain yang terbatas dalam

potensi perkembangannya melalui committed hematopoietic progenitor. Sel induk

hematopoietik mempunyai kemampuan untuk memperbarui diri dan

menghasilkan setiap lineage yang ditemukan dalam sistem hematopoietik

termasuk sel darah merah, trombosit, dan berbagai sel limfoid dan myeloid.

Beberapa sel limfoid yang paling penting termasuk sel Natural Killer (NK), sel T,

dan sel B, sedangkan sel myeloid yang penting termasuk granulosit, monosit,

makrofag, sel mikroglial, sel dendritik. Masing-masing jenis sel ini dapat

dihasilkan dari satu sel induk, dan setiap sel induk mempunyai kapasitas yang

sangat besar untuk menghasilkan sejumlah sel dalam beberapa tahun.5,6,7

31
32

Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan klonal dari sel-sel

prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B dan

sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia

yang paling banyak pada anak-anak. Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA

adalah dewasa. Jika tidak diobati, leukemia ini bersifat fatal. Penyebab LLA pada

dewasa Sebagian besar tidak diketahui. Faktor keturunan dan sindroma

predisposisi genetik lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-anak.

Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA

adalah: 1). Radiasi ionik. Orang-orang yang selamat dari bom atom di Hiroshima

dan Nagasaki mempunyai risiko relatif keseluruhan 9,1 untuk berkembang

menjadi LLA; 2). Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan

aplasia sumsum tulang, kerusakan kromosom dan leukemia. 3) Merokok sedikit

meningkatkan risiko LLA pada usia diatas 60 tahun; 4) Obat kemoterapi; 5)

Infeksi Virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA L3; 6) Pasien dengan

sindroma Down dan Wiskott-Aldrich mempunyai risiko yang meningkat untuk

menjadi LLA.3

Kelainan sitogenetik yang paling sering ditemukan pada LLA dewasa

adalah t(9;22)/BCR-ABL (20-30%) dan t(4;11)/ALL1-F4 (6%). Kedua kelainan

sitogenetik ini berhubungan dengan prognosis yang buruk. Fusi gen BCR-ABL

merupakan hasil dari translokasi kromosom 9 dan 22 [t(9;22)(q34;q11)] yang

dapat dideteksi hanya dengan pulse-field gel electrophoresis atau reverse-

transcriptase polymerase chain reaction. ABL adalah nonreceptor tyrosine

protein kinase yang secara enzimatik mentransfer molekul fosfat ke substrat

protein, sehingga terjadi aktivasi jalur transduksi sinyal yang penting dalam
33

regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel. Kelainan yang lain yaitu -7, +8 dan

karyotype hypodiploid berhubungan dengan prognosis yang buruk; sedangkan

t(10;14) dan karyotype hiperdiploid tinggi berhubungan dengan prognosis yang

lebih baik. Mekanisme umum lain dari pembentukan kanker adalah hilangnya atau

inaktivasi gen supresor tumor yang mempunyai peranan penting dalam

mengontrol progresi siklus sel, misalnya p16(INK4A) dan p15(INK4B). Kejadian

yang sering adalah delesi, mikrodelesi dan penyusunan Kembali gen (gene

rearrangement) yang melibatkan p16(INK4A) dan p16(INK4B). Kelainan

ekspresi dari gen supresor tumor Rb dan p53 ternyata lebih sering terjadi.

Kelainan yang melibatkan dua atau lebih gen-gen ini ditemukan pada sepertiga

pasien LLA dewasa.4

Klasifikasi imunologi dari LLA: 1). Precursor B-Acute Lymphoblastic

Leukemia (70%): common ALL (50%), null ALL, pre-B ALL; 2). T-ALL (25%);

3). B-ALL (5%). Definisi subtype imunologi ini berdasarkan atas ada atau

tidaknya berbagai antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering

ditemukan adalah common ALL. Null cell ALL berasal dari sel yang sangat

primitif dan lebih banyak pada dewasa. B-ALL merupakan penyakit yang jarang,

dengan morfologi L3 yang sering berperilaku sebagai limfoma agresif (varian

Burkitt). Klasifikasi morfologi the French-American-British (FAB): 1). L1: Sel

blas berukuran kecil seragam dengan sitoplasma dan nucleoli yang tidak jelas; 2).

L2: Sel blas berukuran besar heterogen dengan nucleoli yang jelas dan rasio inti-

sitoplasma yang rendah; 3). L3: Sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan

basofilik. Kebanyakan LLA pada dewasa mempunyai morfologi L2, sedangkan

tipe L1 paling sering ditemukan pada anak. Sekitar 95% dari semua tipe LLA
34

kecuali sel B mempunyai ekspresi yang meningkat dari terminal deoxynucleotidyl

transferase (TdT), suatu enzim nuclear yang terlibat dalam pengaturan Kembali

gen reseptor sel T dan immunoglobulin. Peningkatan ini sangat berguna dalam

diagnosis. Jika konsentrasi enzim ini tidak meningkat, diagnosis LLA dicurigai.4

Tabel 3.1 Kriteria ALL oleh FAB5,6,7

Kategori FAB ALL – L1 ALL – L2 ALL – L3

Sedang hingga besar,


Ukuran sel Kecil Besar, heterogen
homogen
Homogen, mungkin
Kromatin inti kondensasi pada Heterogen Bintik halus, homogen
beberapa kasus
Ireguler; bentuk celah Reguler; oval atau
Bentuk inti Reguler
dan indentasi bulat
Tidak tampak atau Biasanya tampak,
Anak inti Biasanya jelas
kecil dan tidak jelas ukuran besar
Bervariasi, umumnya
Jumlah sitoplasma Sedikit Agak banyak
banyak
Basofilik
Sedikit Bervariasi Kuat
sitoplasma
Vakuol sitoplasma Bervariasi Bervariasi Sering jelas

Tabel 3.2 Skor FAB untuk Membedakan Limfoblast L1 dan L27

Gambaran Skor
Rasio inti-sitoplasma tinggi pada > 75% sel +1
0 – 1 nukleoli kecil pada > 75% sel +1
Rasio inti-sitoplasma rendah pada > 25% sel –1
1 atau lebih nukleoli prominen pada > 25% sel –1
Membran inti ireguler pada > 25% sel –1
Sel besar pada > 50% sel –1
TOTAL –4 sampai +2
Keterangan: Skor positif (0 sampai +2) menunjukkan limfoblast L1. Skor negatif (–1
sampai –4) menunjukkan limfoblast L2.

Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis


35

menggambarkan kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh

sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan

kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan

dengan anemia, infeksi dan perdarahan. Demam atau infeksi yang jelas dapat

ditemukan pada separuh pasien LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga

pasien yang baru didiagnosis. Perdarahan yang berat jarang terjadi. Gejala-gejala

dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan: 1). Anemia: mudah lelah, letargi,

pusing, sesak, nyeri dada; 2). Anoreksia; 3). Nyeri tulang dan sendi (karena

infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia); 4). Demam, banyak berkeringat

(gejala hipermetabolisme); 5). Infeksi mulut, saluran napas atas dan bawah,

selulitis atau sepsis. Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus,

streptokokus dan bakteri gram negative usus, serta berbagai spesies jamur; 6).

Perdarahan kulit (petechiae, atraumatic ecchymosis), perdarahan gusi, hematuria,

perdarahan saluran cerna, perdarahan otak; 7). Hepatomegali; 8). Splenomegali;

9). Limfadenopati; 10). Massa di mediastinum (sering pada LLA sel T); 11).

Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi

intracranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf otak terutama

saraf VI dan VII, kelainan neurologik fokal; 12). Keterlibatan organ lain: testis,

retina, kulit, pleura, pericardium, tonsil.4

Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostik

LLA. 1). Hitung darah lengkap (complete blood count) dan apus darah tepi:

Jumlah leukosit dapat normal, meningkat atau rendah pada saat diagnosis.

Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat

melebihi 200.000/mm3. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia.


36

Proporsi sel blas pada hitung leukosir bervariasi antara 0 sampai 100%. Kira-kira

sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3; 2).

Aspirasi dan biopsi sumsum tulang: pemeriksaan ini sangat penting untuk

konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus diperiksa

untuk analisis histologi, sitogenetik dan immunophenotyping. Apus sumsum

tulang tampak hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90%

sel berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-

sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch

imprint dari jaringan biopsy penting untuk evaluasi gambaran sitologi; 3).

Sitokimia: 4). Imunofenotip (dengan sitometri arus/flow cytometry); 5).

Sitogenetik: Sebanyak 80–90 % pasien ALL memiliki kelainan sitogenetik, yang

terdiri atas kelainan jumlah ataupun struktur kromosom. Kelainan jumlah

kromosom meliputi hiperdiploid atau lebih dari 50 kromosom dan hipodiploid

atau kurang dari 44 kromosom. Kelainan struktur kromosom meliputi translokasi

kromosom yang menyebabkan disregulasi ekspresi dan fungsi faktor transkripsi

yang terlibat dalam perkembangan normal sel B dan sel T. Kelainan sitogenetik

yang sering ditemukan yaitu t(12;21)(p13;q22) [ETV6-RUNX1], t(1;19)

(q23;p13.3) [TCF3-PBX1], t(9;22) (q34;q11.2) [BCR-ABL1], t(4;11)(q21;23)

with MLL-AF4 Fusion, t(8;14)(q24;q32.3). ; 6). Biologi molekular dan

pemeriksaan lainnya.4
37

Gambar 3.1 Algoritma Diagnosis Pansitopenia1

Gambar 3.2 Apusan Sumsum Tulang Pasien dengan FAB ALL-L1, pembesaran objektif
100x5
38

Gambar 3.3 Apusan Sumsum Tulang Pasien dengan FAB ALL-L2,


pembesaran objektif 100x5

Gambar 3.4 Apusan Sumsum Tulang Pasien dengan FAB ALL-L3, pembesaran objektif
100x8
39

Gambar 3.4 Flow Cytometry B-ALL. Sel blast menunjukkan CD10+, CD19+,
CD34+, CD79a+, TdT+; cCD3– dan IgM–9

Gambar 3.5 Flow Cytometry T-ALL. Sel blast menunjukkan CD4+,CD7+,


cCD3+, CD34+ dan TdT+9

Keberhasilan terapi LLA terdiri dari kontrol sumsum tulang dan penyakit

sistemiknya, juga terapi atau pencegahan SSP. Hal ini dapat tercapai dengan
40

kombinasi pemberian kemoterapi dan terapi pencegahan SSP (kemoterapi

intratekal dan/atau sistemik dosis tinggi dan pada beberapa kasus dengan radiasi

kranial). Lama rata-rata terapi LLA bervariasi antara 1,5-3 tahun dengan tujuan

untuk eradikasi populasi sel leukemia. Terapi LLA dibagi menjadi induksi remisi,

intensifikasi atau konsolidasi, profilaksis susunan saraf pusat (SSP) dan

pemeliharaan jangka panjang. Sebelum terapi dimulai harus diperhatikan hal-hal

berikut pada pasien: 1). Metabolik: hiperurisemia, hiperfosfatemia dan

hipokalsemia sekunder dapat terjadi pada pasien dengan jumlah sel leukemia yang

sangat banyak. Hal ini memerlukan hidrasi intravena, alkalinisasi urin dan

pemberian alupurinol untuk mencegah akumulasi asam urat; 2). Infeksi: Selain

mielosupresi, terapi LLA dapat menekan imunitas seluler sehingga ada yang

memberikan pencegahan terhadap infeksi virus herpes dan Pneumonytis carinii;

3). Hematologik: Batas untuk pemberian transfusi sel darah merah tergantung dari

keadaan fisiologik pasien. Transfusi sel darah merah harus dihindari pada pasien

hiperleukositosis karena dapat meningkatkan secara mendadak viskositas darah

dan mempresipitasi leukostasis. Pada keadaan hiperleukositosis (leukosit

>100.000/mm3) dilakukan leukoferesis atau pemberian prednisone selama 7 hari

atau vinkristin sebelum terapi induksi dimulai.4

Oleh karena transfusi mempunyai risiko yang cukup besar, maka

pertimbangan risiko dan manfaat benar-benar harus dilakukan dengan cermat

sebelum memutuskan pemberian transfusi. Secara umum, dari beberapa panduan

yang telah dipublikasikan, tidak direkomendasikan untuk melakukan transfusi

profilaksis dan ambang batas untuk melakukan transfusi darah adalah kadar

hemoglobin dibawah 7,0 atau 8,0 g/dl, kecuali untuk pasien dengan penyakit
41

kritis. Sel darah merah pekat (packed red blood cell) berisi eritrosit, trombosit,

leukosit dan sedikit plasma. Volume diperkirakan 1500-300 mL tergantung

besarnya kantung darah yang dipakai dengan massa sel darah merah 100-200

mL.Sel darah merah pekat ini digunakan untuk meningkatkan jumlah sel darah

merah pada pasien yang menunjukkan gejala anemia, yang hanya memerlukan

massa sel darah merah pembawa oksigen saja misalnya pada pasien dengan gagal

ginjal atau anemia karena keganasan. Pemberian unit ini disesuaikan dengan

kondisi klinis pasien bukan pada nilai Hb atau hematokrit.4

Trombosit pekat (concentrate platelets) berisi trombosit, beberapa leukosit

dan sel ldarah merah serta plasma. Trombosit pekat ini diindikasikan pada kasus

perdarahan karena trombositopenia (trombosit <50.000 mL) atau trombositopati

kongenital/didapat. Juga diindikasikan pada mereka delama operasi atau prosedur

invasive dengan trombosit <50.000 mL. Profilaksis diberikan pada semua kasus

dengan trombosit 5-10.000 mL yang berhubungan dengan hipoplasi sumsum

tulang akibat kemoterapi, invasi tumor atau aplasia primer sumsum tulang.4

Neutropenia pada pasien kanker sering disebabkan oleh efek mieloablatif

kemoterapi sistemik, menyebabkan imunitas nonspesifik rentan terhadap mikroba

patogen, sehingga meningkatkan risiko terjadi infeksi berat pasca-kemoterapi.

Derajat neutropenia tergantung intensitas regimen kemoterapi dan jadwal

pemberian. Risiko mortalitas berhubungan dengan derajat dan durasi neutropenia.

Derajat neutropenia dapat dibagi menjadi derajat ringan (ANC 1000-1500/μL),

sedang (ANC 500-1000/μL), dan berat (ANC <500/μL). Keadaan neutropenia

merupakan faktor risiko untuk terjadinya infeksi. Pada umumnya sekitar 90%

kasus neutropenia mudah menderita demam, tanpa disertai gejala klinis lain.
42

Dalam keadaan demikian, perlu dicari adakah faktor risiko untuk jenis infeksi

tertentu, riwayat penyakit dasarnya serta pengobatannya, telah berapa lama terjadi

neutropenia, antibiotik profilaksis yang telah diberikan, penyakit infeksi yang

pernah diderita sebelumnya dan pengobatannya, perjalanan ke daerah endemis

penyakit infeksi tertentu, pengetahuan spektrum mikroba serta uji resistensi, serta

kemungkinan adanya gejala klinis yang khas harus dicari dengan teliti.4

Tabel 3.3 Jenis Penyebab Demam Pada Pasien Neutropenia

Organisme Sering Jarang


Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus Spesies Corynebacterium
Staphylococcus coagulase Spesies Bacillus
negative Spesies Clostridium
Enterococcus
Streptococcus viridans
Bakteri Gram negative Escherichia coli Spesies Enterobacter
Klebsiella pneumoniae Spesies Acinetobacter
Pseudomonas aeruginosa Citrobacter freundii
Serretia marcescens
Spesiess Legionella
Mikobakteria Mycobacterium fortuitum
Mycobacterium cheloneae
Fungi Candida albicans Mucor
Candida kruzei Rhizopus
Candida glabrata Fusarium
Spesies Aspergillus Trichosporon
Pseudoallescheria boydii
Cryptococcus
Malasseezia furfur
Virus Herpes simpleks varisela Cytomegalovirus
zoster
Parasit Pneumocystis carinii
Toxoplasma gondii
Strongyloides stercoralis

Beberapa upaya telah dilakukan untuk mencegah infeksi pada pasien

neutropenia antara lain: 1). Trimethoprim-sulfamethoxazole sebagai antibiotik

profilaksis, namun makin hari makin banyak bakteri yang mulai resisten; 2).

Ciprofloxacin juga telah dipakai sebagai antibiotik profilaksis untuk mengurangi

infeksi bakteri Gram negatif namun tidak untuk Gram positif; 3). Profilaksin

antigungal fluconazole telah dapat menurunkan insidens candidiasis, namun


43

tampaknya telah muncul pula spesies candida yang resisten terhadap fluconazole;

4). Trimethoprim-sulfamethoxazole sebagai pencegahan terhadap Pneumocystis

carinii tampaknya cukup efektif dan tetap direkomendasikan untuk pasien

keganasan yang mendapat pengobatan glukokortikoid; 5). Kebersihan lingkungan

merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. Isolasi sederhana perlu diterapkan

untuk pasien neutropenia, kebiasaan mencuci tangan bagi dokter, perawat, dan

pengasuh perlu harus selalu diingatkan, aliran udara dalam kamar cukup baik,

sehingga mengurangi paparan mikroba pada pasien; 6). Beberapa institusi juga

merekomendasikan untuk selalu memasak makanan dengan baik, terutama untuk

menghindari infeksi jamur; 7). Menjaga pencemaran dari polusi bahan bangunan

untuk mencegah infeksi Aspergillus; 8). Ventilasi kamar perlu diperhatikan

kebersihannya untuk mencegah infeksi Legionella.4 Pemberian G-CSF dapat

meningkatkan jumlah neutrofil yang bersirkulasi yang bersifat dose-dependent

terutama karena berkurangnya masa transit dari sel induk menjadi neutrofil matur.

Sesuai dengan hasil penelusuran, sebagian besar literatur memakai dosis 5

μg/kg/hari. Beberapa artikel mencantumkan lama pemberian, yaitu pada

umumnya 5-7 hari. Pada serial kasus dosis G-SCF yang diberikan berkisar antara

2 sampai 4 μg/kg/hari dengan lama pemberian 4-7 hari.10

Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/di bawah nilai normal

(serum < 3,5 g/dl) sedangkan kadar normal albumin berkisar sebesar 3,4- 5,5

g/dL. Waktu paruh albumin dalam plasma berkisar antara 8-20 hari sehingga

diperlukan waktu setidaknya 7-10 hari untuk mencapai kadar albumin plasma

normal kembali. Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam amino yang

tidak memadai dari protein sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein
44

lain oleh hati. Makanan dengan tinggi protein pada pasien dengan

hipoalbuminemia adalah meningkatkan dan mempertahankan kadar albumin serta

meminimalkan kemungkinan penurunan kadar albumin untuk mencegah

komplikasi lebih lanjut. Kebutuhan protein dalam sehari adalah 0,8 gram/kgBB

per hari untuk orang dewasa sehat, dan perlu ditingkatkan hingga 2 gr/kgBB pada

penderita dengan hipoalbuminemia, agar kebutuhan gizi pasien hipoalbuminemia

tercukupi. Kadar albumin serum merupakan salah satu prediktor kematian di

rumah sakit, infeksi nosokomial dan lama rawat inap di rumah sakit. Kadar

albumin dalam serum yang rendah sangat berhubungan dengan kurang gizi,

sementara penyebab kurang gizi adalah kurangnya zat gizi makro, makan

pemberian gizi tambahan perlu dilakukan. Pemberian putih telur sangat sesuai

untuk pasien hipoalbuminemia dengan kadar albumin >2,0 mg/dl. Sedangkan

pasien dengan kadar albumin <2,0 mg/dl akan lebih baik dikombinasikan dengan

transfusi albumin untuk memperbaiki kondisinya. Sintesis albumin tergantung

pada suplai asam amino ke hepar. Ketika laju sintesis menurun karena kekurangan

gizi, maka tubuh akan memindahkan albumin ekstravaskuler ke aliran darah serta

memperlambat deradasi albumin sebagai kompensasi.11

Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium darah di bawah 3,5 mEq/L

yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau adanya

gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel. Kalium (K+) memainkan peran

kunci dalam menjaga fungsi sel normal. K+ adalah kation intraseluler utama, 98%

kalium tubuh ditemukan intraseluler dan hanya 2% di ekstraseluler. Hampir

semua sel memiliki pompa Na-K-ATPase yang berfungsi memompa natrium

(Na+) keluar dari sel dan menarik K+ ke dalam sel, sehingga menciptakan gradien
45

K+ membran sel (K+ dalam > K+ luar) untuk menjaga perbedaan potensial antar

membran. Kalium ekstraseluler berlebihan (hiperkalemia) menurunkan aksi

potensi membran, sementara hipokalemia menyebabkan hiperpolarisasi dan tidak

responsifnya membrane.2

Untuk mempertahankan konsentrasi K+ ekstraseluler dalam kisaran yang

tepat, beberapa faktor dapat memodulasi redistribusi K+ intraseluler-ekstraseluler

dan ekskresinya. Pada intrasel, ditentukan oleh distribusi kalium di otot, tulang,

hati, sel darah merah, dan rongga interstisial. Homeostasis K+ internal terutama

bergantung pada hormon seperti insulin dan katekolamin; selain itu,

keseimbangan asam basa melalui pertukaran ion hidrogen ekstraseluler (H+) dan

osmolalitas plasma mengatur penyerapan K+ seluler.12 Pada ekstrasel, ditentukan

oleh tingkat asupan kalium (biasanya 100 mEq/hari), tingkat berkemih

(normalnya 90 mEq/ hari), dan ekskresi feses (biasanya 10 mEq/ hari).13 Asupan

K+ tidak meningkatkan plasma K+ secara signifikan. Secara teoritis, asupan 35

mEq K+ akan meningkatkan kadar K+ plasma sebesar 2,5 mEq/l apabila distribusi

total di ekstraseluler. Pada kenyataannya, hanya sekitar seperempat asupan K+

tersisa di ekstraseluler, karena adanya penyimpanan di sel otot, hati, dan sel darah

merah sebagai penyangga (“buffer”).14

Ginjal, sebagai penentu utama homeostasis K+ eksternal, mengeluarkan

hampir 90% asupan harian. Tubulus kontortus proksimal menyerap kembali

sekitar 2/3 filtrat, juga menyerap kembali sekitar 2/3 (70%) K+ yang disaring.

Reabsorpsi ini kebanyakan bersifat pasif dan digerakkan oleh potensi elektrik

tubulus yang bernilai positif sepanjang segmen S2 dan S3 dan arus air paraseluler.

Sepanjang lengkung Henle desending, K+ disekresikan ke dalam lumen tubulus


46

dari interstitium dan diserap kembali melalui kotransport Na-K-2 Cl pada bagian

asending tebal (+ 20%).14 Sepanjang tubulus kontortus distal dan duktus

kolektivus, terjadi sekresi bersih K+ yang dirangsang oleh aldosteron dan bila ada

diet K+ berlebih. Pada defisiensi K+ terjadi penurunan sekresi dan reabsorpsi.

Regulasi ekskresi K+ ginjal berada pada duktus kolektivus dan sebagian besar

oleh perubahan tingkat sekresi K+. Dalam duktus kolektivus, sekresi K+

dilakukan oleh sel prinsipal (melalui saluran luminal K dan Na-K ATPase

basolateral), sementara reabsorpsi K+ dilakukan oleh sel alfa terinterkalasi

melalui H-K ATPase luminal.14

Hipokalemia bisa merupakan manifestasi deplesi cadangan kalium tubuh.

Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan

kalium plasma 3,5-5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet

menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Kompensasi ginjal berupa

pengurangan ekskresi K+ hanya akan terpicu pada kondisi hipokalemia berat.

Berkurangnya asupan sampai < 10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif

sebesar 250-300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7—10 hari.

Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Pada

umumnya, seorang dewasa mengonsumsi sekitar 85 mmol kalium per hari,

sementara lansia yang tinggal sendiri atau dalam kondisi lemah tidak mendapat

cukup kalium dalam diet.2

Hilangnya K+ dari keringat biasanya minimal, kecuali pada aktivitas fisik

ekstrim. Kehilangan K+ melalui lambung (akibat muntah atau saluran pipa

nasogastrik) juga minimal, namun kondisi alkalosis hipokloremia berkepanjangan

dapat mengakibatkan kaliuresis persisten karena adanya hiperaldosteronisme


47

sekunder dan bikarbonaturia. Diare merupakan penyebab tersering hipokalemia.

Proses gastrointestinal non-infeksi seperti penyakit celiac, ileostomi, adenoma

vili, penyakit radang usus, sumbatan pseudo-kolon (sindrom Ogilvie), VIPomas,

dan penyalahgunaan pencahar kronis juga dapat menyebabkan hipokalemia yang

signifikan akibat sekresi kalium usus berlebihan melalui regulasi berlebih channel

BK.2

Beberapa jenis obat dapat meningkatkan ekskresi K+ ginjal dengan

mekanisme berbeda. Diuretik adalah penyebab utama deplesi kalium renal akibat

obat, karena peningkatan pada tuba Na+ distal dan laju alir tubulus distal, selain

hiperaldosteronisme sekunder. Diuretik golongan tiazida memiliki efek lebih

besar pada konsentrasi K+ plasma daripada diuretik loop. Efek diuretik tiazida

sebagian besar disebabkan oleh penghambatan kotransporter Na-Cl di sel tuba

kolektivus distal yang memicu penambahan Na+ masuk melalui electrogenic

amiloride-sensitive epithelial Na+ channels (ENaC), meningkatkan perbedaan

potensial lumen-negatif, dan meningkatkan sekresi K+. Kondisi ini berlawanan

dengan terjadinya hiperkalsiuria pada penggunaan diuretik loop; peningkatan

kalsium sebagai respons terhadap diuretik loop menghambat ENaC pada sel

utama, sehingga mengurangi perbedaan potensial lumen-negatif dan mengurangi

ekskresi K + distal.2

Dosis tinggi antibiotik golongan penisilin (nilron, dicloxacillin, ticarcillin,

oxacillin, dan carbenicillin) dapat meningkatkan ekskresi K+ dengan bertindak

sebagai anion yang tidak dapat diserap pada nefron distal. Beberapa jenis

aminoglikosida, amphotericin, foscarnet, cisplatin, dan ifosfamid bersifat toksik

pada tubulus ginjal menyebabkan K+ dan magnesium terbuang yang berakibat


48

hipokalemia dan hipomagnesemia. Aldosteron mengaktifkan saluran ENaC di sel-

sel prinsipal melalui berbagai mekanisme, sehingga merangsang pompa Na+/K+

ATPase untuk mengekskresi K+ dengan akibat retensi natrium dan sekresi

kalium. Peningkatan sirkulasi aldosteron (hiperaldosteronisme) dapat terjadi

primer ataupun sekunder. Kortisol glukokortikoid memiliki afinitas yang sama

dengan aldosteron terhadap reseptor mineralokortikoid (MLR). Namun, sel-sel

nefron distal yang sensitif terhadap aldosteron tidak dapat diaktivasi oleh

glukokortikoid karena adanya enzim 11β-hydroxysteroid dehydrogenase-2

(11βHSD-2), yang mengubah kortisol menjadi kortison; kortison memiliki afinitas

minimal untuk MLR.2

Gambar 3.6 Obat-Obatan Yang Dapat Memicu Kejadian Hipokalemia2

Tingkat keparahan klinis hipokalemia cenderung sebanding dengan derajat dan

durasi deplesi serum kalium. Gejala umumnya muncul apabila serum kalium di bawah

3,0 mEq/L, kecuali jika penurunan kadar kalium mendadak atau pasien memiliki faktor

komorbid, contohnya kecenderungan aritmia. Gejala biasanya membaik dengan koreksi


49

hipokalemia. Anamnesis harus berfokus pada obat-obatan (khususnya obat pencahar,

diuretik, antibiotik), diet, kebiasaan makan, dan/atau gejala yang mengarah pada etiologi

tertentu (misalnya kelemahan periodik, muntah, dan diare). Pemeriksaan fisik harus

memberi perhatian khusus pada tekanan darah dan tandatanda tertentu, misalnya,

hipertiroidisme dan sindrom Cushing. Evaluasi penunjang mencakup pemeriksaan

elektrolit, BUN, kreatinin, osmolalitas serum, kadar Mg2+, kadar Ca2+, pemeriksaan

darah lengkap, pH urin, osmolalitas, kreatinin, dan elektrolit. 2

Gambar 3.7 Tanda dan Gejala Hipokalemia2

Untuk memperkirakan jumlah kalium pengganti, perlu disingkirkan faktor-

faktor penyebab, contohnya insulin dan obat-obatan. Penggantian kalium secara

oral paling aman tetapi kurang ditoleransi karena iritasi lambung. Pada

hipokalemia ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) dapat diberikan KCl oral 20 mEq 3 –

4 kali sehari dan edukasi diet kaya kalium. Makanan mengandung cukup kalium

dan menyediakan 60 mmol kalium. Mengingat distribusi kalium ke dalam

kompartemen intraseluler tidak langsung, defisit harus dikoreksi bertahap selama

24-48 jam dengan pemantauan konsentrasi plasma K+ rutin untuk menghindari

overrepletion sementara dan hiperkalemia transien.2


50

Jalur intravena harus dibatasi hanya pada pasien yang tidak dapat

menggunakan jalur enteral atau dalam komplikasi berat (contohnya paralisis dan

aritmia). K+-Cl harus selalu diberikan dalam larutan garam, bukan dekstrosa,

karena peningkatan insulin yang diinduksi dekstrosa dapat memperburuk

hipokalemia. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K+

serum sebesar 0,2—1,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.

Dosis intravena perifer biasanya 20-40 mmol K+-Cl- per liter. Konsentrasi lebih

tinggi dapat menyebabkan nyeri lokal flebitis kimia, iritasi, dan sklerosis. Pada

kondisi hipokalemia berat (<2,5 mmol/L) dan/atau memiliki tanda gejala kritis,

K+-Cl intravena dapat diberikan melalui vena sentral dengan laju 10-20 mmol/

jam. Volume besar normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika

ada aritmia jantung, larutan K+ lebih pekat diberikan melalui vena sentral dan

pemantauan EKG.2

Jika kadar serum > 2 mEq/L, kecepatan lazim adalah 10 mEq/jam,

maksimal 20 mEq/jam untuk mencegah hiperkalemia. Pada anak, 0,5—1

mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.

Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan

pemantauan ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan

dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia lebih berat. KCl

biasanya digunakan untuk menggantikan defisiensi K+ pada kondisi metabolik

alkalosis dan deplesi Cl-, terutama pada pasien muntah dan pengobatan diuretik.

Pada kondisi metabolik asidosis (contohnya pada diare kronik) lebih diutamakan

kalium yang dikombinasikan dengan garam lain, yaitu potasium bikarbonat atau

ekuivalen bikarbonat lainnya (sitrat, asetat, atau glukonat) untuk mengatasi


51

kondisi asidosis.2
BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan pasien seorang laki-laki, 44 tahun dengan diagnosis Leukemia

Limfoblastik Akut Lineage Sesuai Sel B + Anemia Normositik Normokromik +

Leukopenia + Neutropenia + Trombositopenia + Hipoalbuminemia Derajat

Ringan + Hipokalemia Derajat Sedang. Telah mendapatkan terapi IVFD NaCl 0,9

% 1000 cc/24 jam, post koreksi KCl 3 siklus, Inj. Levofloxacin 1x750 mg, Inj.

Methylprednisolon 2x125 mg, Inj. Filgrastim (rh G-CSF) 300 mcg , Post transfusi

PRC, Post transfusi TC, Planning kemoterapi. Pasien dirawat selama 15 hari dan

diperbolehkan pulang pada tanggal 8 Desember 2021.

52
53

DAFTAR PUSTAKA

1. Gnanaraj J, Parnes A, Francis CW, Go RS, Takemoto CM, Hashmi SK. Approach
to pancytopenia: Diagnostic algorithm for clinical hematologists. Blood Rev.
2018;32(5):361–7.

2. Nathania M. Hipokalemia - Diagnosis dan Tatalaksana. Contin Profesisonal Dev


Ikat Apot Indones. 2019;46(2):2015.

3. Kirschbaum A. Etiology of leukemia. 1957:51–6.

4. Izak M, Bussel JB. Management of thrombocytopenia. F1000Prime Rep. 2014.

5. Bain BJ. The nature of leukaemia, cytology, cytochemistry and the morphological
classification of acute leukaemia. Leukaemia Diagnosis. 5th ed. Hoboken: John
Wiley & Sons, Inc.; 2017. p. 1-68.

6. Carroll WL, Bhatla T. Acute lymphoblastic leukemia. In: Lanzkowsky P, Lipton


JM, Fish JD, editors. Lanzkowsky’s Manual Of Pediatric Hematology and
Oncology. 6th ed. New York: Elsevier; 2016. p. 367-89.

7. Kawthalkar SM. Acute Leukaemias. Essentials of haematology. 2nd ed. New


Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2013. p. 224-66.

8. Bain BJ. Acute lymphoblastic leukaemia and acute leukaemia of ambiguous


lineage. Leukaemia Diagnosis. 5th ed. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.; 2017.
p. 249-94.

9. Hoffbrand AV, Pettit JE, Vyas P. Acute leukemias. Color Atlas of Clinical
Hematology. 4th ed. Philadelphia: Elsevier; 2010. p. 191-231.

10. Rosary R, Sjakti HA. Penggunaan granulocyte colony-stimulating factor pada


pasien tumor padat yang mengalami neutropenia. Sari Pediatr. 2016;11(6):428.

11. Syamsiatun NH, Siswati T. Pemberian ekstra jus putih telur terhadap kadar
albumin dan Hb pada penderita hipoalbuminemia. J Gizi Klin Indones.
2015;12(2):54.
54

12. McDonough AA, Youn JH. Potassium homeostasis: The knowns, the unknowns,
and the health benefits. Physiology. 2017;32(2):100–11.

13. Kardalas E, Kardalas E, Paschou SA, Anagnostis P, Muscogiuri G, Siasos G.


Hypokalemia : a clinical update. Endocr Connect. 2018;7(2):135–46.

14. Zacchia M, Abategiovanni ML, Stratigis S, Capasso G. Potassium: From


Physiology to Clinical Implications. Kidney Dis. 2016;2(2):72–9.

Anda mungkin juga menyukai