Anda di halaman 1dari 24

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2023


UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAKI-LAKI 79 TAHUN DENGAN NON ST ELEVATION


MYOCARDIAL INFARCTION DAN CAD3VD

DISUSUN OLEH :
dr. Marwan Febrian

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Pendrik Tandean Sp.PD, KKV

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul .......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
Daftar Tabel ........................................................................................................... iii
Abstrak ..................................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 2
BAB II LAPORAN KASUS .................................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN ...................................................................................... 11
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 20

ii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium ........................................................................5
Tabel 2. Laboratorium lanjutan ................................................................................ 6
Tabel 3. Status Fungsional Indeks Barthel ............................................................... 7
Tabel 4. Skor Fraility ............................................................................................. ..8
Tabel 5. Skor risiko GRACE.................................................................................. 14
Tabel 6. Skor risiko TIMI UA/NSTEMI................................................................ 14
Tabel 7. Skor perdarahan CRUSADE ....................................................................15
Tabel 8. Dosis awal dan pemeliharaan obat antiplatelet ........................................ 17

iii
LAKI-LAKI 79 TAHUN DENGAN NON ST ELEVATION
MYOCARDIAL INFARCTION DAN CAD3VD

Abstrak
Penyakit arteri koroner adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di
seluruh dunia dan prevalensinya dilaporkan meningkat seiring bertambahnya usia.
Proporsi populasi global diproyeksikan akan bertambah tiga kali lipat selama 20 tahun
ke depan. Sebagian besar laporan menunjukkan bahwa pasien dengan infark miokard
non-ST elevasi (NSTEMI) adalah berusia 70 tahun atau lebih. Bertambahnya usia
adalah prediktor utama kejadian kardiovaskular pada pasien dengan penyakit arteri
koroner. Pasien yang berusia lebih tua dengan sindrom koroner akut mempunyai risiko
tinggi serta luaran jangka pendek dan jangka panjang yang lebih merugikan
dibandingkan dengan pasien yang lebih muda. Pada populasi lansia seringkali
menunjukkan presentasi atipikal dan mengalami keterlambatan dalam diagnosis. Selain
itu, pasien lansia biasanya tidak dapat toleransi terhadap tatalaksana ACS sesuai
pedoman.

1
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit arteri koroner adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan
morbiditas di seluruh dunia dan prevalensinya dilaporkan meningkat seiring
bertambahnya usia. Pasien lanjut usia (lansia) memiliki risiko lebih tinggi, yang mana
ini terkait dengan komorbiditas dan sindrom geriatri. Pasien lansia menggambarkan
kelompok heterogen karena komorbiditas serta perbedaan kognisi dan status
fungsionalnya. Kondisi non-ST-segmen-elevasi ACS (NSTE-ACS) adalah bentuk
yang paling umum terjadi pada lansia. Dibandingkan dengan pasien yang lebih muda,
pasien lansia dengan ACS berada pada risiko aterotrombotik dan perdarahan yang lebih
tinggi. Hal ini dapat terkait dengan kelemahan (frailty) dan komorbiditas.1,2
Diagnosis dan pendekatan terapeutik juga lebih menantang pada kelompok usia
ini. Hal ini dikarenakan presentasi klinis atipikal yang muncul lebih sering disertai
adanya peningkatan kerentanan terhadap efek samping dan komplikasi dari terapi
sesuai pedoman yang tersedia. Akibat adanya risiko yang lebih tinggi, maka
penganganan yang berbeda pun diperlukan. Pedoman ACS dari European Society of
Cardiology (ESC) maupun American Heart Association/American College of
Cardiology (AHA/ACC) tidak memberikan rekomendasi khusus mengenai tatalaksana
pada pasien lansia. Selain itu, sebagian besar bukti yang ada merupakan konsensus dari
para ahli atau berdasarkan analisis subkelompok uji coba terkontrol secara acak (RCT),
dimana populasi lansia kurang terwakili. Hal inilah yang dapat memperumit
pengambilan keputusan klinis sehari-hari dalam melakukan tatalaksana yang optimal
pada pasien lansia.1,2
Diagnosis yang cepat wajib dilakukan karena strategi invasif dini
direkomendasikan pada pasien dengan NSTEMI. Kecurigaan klinis yang tinggi sangat
penting dikarenakan presentasi klinisnya sering atipikal, yang mana menyebabkan
diagnosis menjadi tertunda, sehingga menghasilkan prognosis yang lebih buruk.3

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Pasien laki-laki, usia 79 tahun datang ke Unit Gawat Darurat RSUP dr


Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan keluhan nyeri dada bagian kiri menjalar ke
tengah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit,, nyeri dada seperti tertekan dengan
durasi > 10 menit. Riwayat nyeri dada ada sejak 1 tahun yang lalu, membaik setelah
minum obat dibawah lidah, sesak nafas tidak ada, batuk tidak ada, Demam saat ini
tidak ada namun ada riwayat demam 2 minggu yang lalu. Nyeri ulu hati, mual dan
muntah tidak ada. Nafsu makan menurun sejak 1 tahun terakir, pasien hanya makan
5 sendok makan setiap kali makan, paling banyak 3 kali dalam sehari, penurunan
berat badan ada sekitar 5kg dalam 1 tahun terakhir. Keram pada kaki kiri dan kanan
sejak 1 tahun terakhir. Perdarahan spontan tidak ada. Buang air kecil dan buang air
besar pasien normal.
Pasien sebelumnya rutin berobat di poli penyakit dalam dengan diagnosa
Hipertensi on treatment, Diabetes melitus tipe 2 non obese, kaki diabetik post
amputasi, penyakit jantung koroner. Riwayat hipertensi ada sejak 5 tahun terakhir,
rutin konsumsi amlodipin 10 mg. Riwayat Diabetes Mellitus tipe 2 sejak 30 tahun
terakhir menggunakan insulin novorapid 4-4-4 unit/subkutan dan lantus 0-0-12
unit/subkutan. Riwayat kolesterol ada namun tidak minum obat. Riwayat amputasi
jari-jari kaki kiri dan kanan 1 tahun yang lalu dikatakan akibat diabetes melitus.
Riwayat jantung ada sejak 1 tahun yang lalu hanya diberi isosorbide dinitrate 5mg
dibawah lidah bila nyeri dada. Riwayat merokok ada sekitar 40 tahun 5 batang
perhari.
Pasien dalam 1 tahun terakhir tidak bisa berjalan setelah menjalani operasi
amputasi sehingga lebih banyak di tempat tidur. Pasien menggunakan kursi roda
untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Sebelum amputasi pasien dapat melakukan
aktifitas secara mandiri.

Pasien lulusan SMP bekerja sebagai petani sehari-hari namun sudah tidak
bekerja lagi setelah usia tua. Aktivitas sehari-hari di rumah dibantu oleh 4 orang anak

3
terutama anak perempuan pasien. Istri pasien saat ini sudah tidak bekerja lagi, biaya
hidup dibantu oleh anak-anak pasien.

Pada pemeriksaan fisik kami dapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dan
compos mentis. Tekanan darah 99/56 mmHg, laju nadi 90 kali/menit, pernafasan 22
kali/menit, dan suhu 36 derajat celcius. Pemeriksaan fisik lain kami dapatkan JVP
R+2 cmH2O. Suara nafas vesikuler, ronki dan wheezing tidak ada. S1 tunggal S2
normal splitting dengan murmur tidak ada. Pada pemeriksakan ekstrimitas kami
dapatkan akral hangat dan tidak didapatkan edema tungkai, didapatkan bekas
amputasi jari-jari kaki kiri dan kanan.
Pada gambaran elektrokardiografi di UGD PJT tanggal 12/9/2022 kami
dapatkan sinus takikardi, denyut jantung 107 bpm, regular, normoaxis, ST depresi II
III aVF, V3-V6, LVH.

Gambar 1. Gambaran EKG pasien saat tiba di UGD PJT 12/9/2022

Pada pemeriksaan laboratorium kami dapatkan :

4
Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium 12/9/2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
WBC 12.900 4-10 x 103/mm3 103/mm3
HGB 9,4 12-16 g/dl
PLT 496 150-400 x 103/mm3 103/mm3
Hematokrit 29 37.0-48.0 %
MCV 78 80-97 Fl
MCH 25 26.5-33.5 pg
MCHC 32 31.5-35.0 gr/dl
Limfosit% 23.8 20-40 %
Neutrofil% 66.7 52-75 %
Monosit% 6.3 2-8 %
Eosinofil% 2.9 1-3 %
PT 10.8 10-14 detik
APTT 28.4 22-30 detik
INR 1.04 -
Ureum 27 10-50 mg/dl
Kreatinin 1.01 < 1.3 mg/dl
Glukosa Darah Sewaktu 117 < 140 mg/dL
SGOT 15 < 38 u/l
SGPT 11 < 41 u/l
Hs Troponin I 249.4 Laki-laki: 17-50 ng/l
Perempuan: 8-29
Natrium 140 136-145 mmol/l
Kalium 3.8 3.5-5.1 mmol/l
Klorida 104 97-111 mmol/l
GDS 117 140 mg/dl

5
Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium 14/9/2022

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HbA1C 9.9 4-6 %
Kolesterol total 164 200 mg/dl
Kolesterol HDL 27 L > 55, P >65 mg/dl
Kolesterol LDL 116 < 130 mg/dl
Trigliserida 137 200 mg/dl

Pada pemeriksaan foto thoraks di RS Lasinrang 12/9/2022 kami dapatkan


gambaran bronchopneumonia pulmo bilateral, cardiomegaly dengan atherosclerosis
aorta
Pada pemeriksaan ekokardiografi bedsite kami dapatkan :

- Normal left ventricle systolic function, EF 58 % (TEICH), EF 56% (BIPLANE)


- Normal right ventricle systolic function, TAPSE 1,72 cm
- Global normokinetik
- Normal Cardiac Chambers
- Normal Cardiac Valves
- Grade 1 left ventricle diastolic dysfunction
- eRAP 3 mmHg (1.1/0.4)

Pada pemeriksaan angiografi koroner tanggal 13/09/2022 kami dapatkan :


- Left Main : Proksimal hingga distal stenosis 50%
- Left Anterior Descending : Proksimal stenosis 80-90%
- Left Circumflex : Proksimal stenosis 60%, distal total oclusi
- Right Coronary Artery : Irreguler, osteal stenosis 60%, proksimal hingga distal
stenosis 70-80%
RPDA : Proksimal stenosis 80-90%
Kesimpulan : Coronary artery disease 3 vessels diseases + Left main
Anjuran : Ad Hoc PCI di LAD

6
Pada Tindakan PCI tanggal 13/09/2022 dilakukan tindakan PCI dengan target
lesi di LAD, kemudian dilakukan ballooning dengan menggunakan ballon Ryujin Plus
1.5mm x 15mm namun tidak dapat menembus lesi, dilakukan inflate diproksimal lesi
LAD namun pasien gelisah dan nyeri dada sehingga di putuskan menghentikan
tindakan.
Kesimpulan : Coronary Artery Disease 3 vessels diseases + Left Main post POBA di
LAD
Saran : Konferensi Bedah

Tabel 3. Status Fungsional (Indeks ADL Barthel)


FUNGSI SKOR KETERANGAN
Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali / tak teratur (perlu pencahar)
pembuangan tinja 1 Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu)
2 Terkendali teratur

Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali atau pakai kateter


berkemih 1 Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1 x / 24jam)
2 Mandiri

Membersihkan diri (seka muka, 0 Butuh pertolongan orang lain


sisir rambut, sikat gigi) 1 Mandiri

Penggunaan jamban,masuk dan 0 Tergantung pertolongan orang lain


keluar (melepaskan, memakai 1 Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi dapat
celana, membersihkan, mengerjakan sendiri beberapa kegiatanyang lain
menyiram) 2 Mandiri

Makan 0 Tidak mampu


1 Perlu ditolong memotong makanan
2 Mandiri
Berubah sikap dari berbaring ke 0 Tidak mampu
duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2orang)

2 Bantuan minimal 1 orang

3 Mandiri

7
Berpindah/berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda

2 Berjalan dengan bantuan 1 orang


3 Mandiri

Memakai baju 0
Tergantung orang lain
1
Sebagian dibantu (mis. Mengancing baju)
2 Mandiri

Naik turun tangga 0


Tidak mampu
1
Butuh pertolongan
2 Mandiri

Mandi 0
Tergantung orang lain
1 Mandiri

11 Ketergantungan Sedang

Keterangan :
20 : Mandiri 5 - 8 : Ketergantungan berat
12-19 : Ketergantungan ringan 0 - 4 : Ketergantungan total 9-
9 - 11 : Ketergantungan sedang

Tabel 4. Skor Frailty 40 Index

Saat
No Defisit Level 0 0,25 0,5 0,75 1
MRS

Gangguan
1 5 Tidak ada Ringan Sedang Berat Sangat berat 0,25
penglihatan
Gangguan
2 pendengaran 5 Tidak ada Ringan Sedang Berat Sangat berat 0,5
Bantuan untuk Bantuan Tergantung
3 3 Mandiri 0,5
makan minimal Total

8
Bantuan untuk
Bantuan Tergantung
4 berpakaian dan 3 Mandiri 0,5
melepas pakaian minimal Total
Kemampuan Bantuan Tergantung
5 3 Mandiri 0,5
untuk merawat diri minimal Total
Bantuan untuk Bantuan Tergantung
6 3 Mandiri 1
berjalan minimal Total
Bantuan untuk
Bantuan Tergantung
7 tidur dan bangun 3 Mandiri 0
minimal Total
dari tidur
Bantuan untuk Bantuan Tergantung
3 Mandiri 0,5
mandi minimal Total
8
Bantuan untuk
Bantuan Tergantung
9 pergi ke kamar 3 Mandiri 1
minimal Total
mandi
Bantuan untuk Bantuan Tergantung
10 3 Mandiri 0
menelpon minimal Total
Bantuan untuk
berjalan mencapai Bantuan Tergantung
11 3 Mandiri 0,5
tempat-tempat minimal Total
kegiatan
Bantuan untuk Bantuan Tergantung
12 3 Mandiri 1
berbelanja minimal Total
Bantuan untuk
Bantuan Tergantung
13 mempersiapkan 3 Mandiri 1
makanan sendiri minimal Total
Bantuan untuk
Bantuan Tergantung
14 pekerjaan rumah 3 Mandiri 1
minimal Total
tangga
Kemampuan Bantuan Tergantung
15 untuk minum obat 3 Mandiri minimal Total 0,5
Kemampuan
Bantuan Tergantung
16 untuk mengurus 3 Mandiri 0,5
keuangan sendiri minimal Total
Anggapan
Sangat
17 mengenai tingkat 5 Baik Sedang Buruk Sangat Buruk 0,5
Kesehatan sendiri baik
Kesulitan unutk
melakukan Kesulita Kesulitan
18 3 Tidak 0,5
aktivitas sehari- n ringan Berat
hari
19 Hidup sendiri 2 Tidak Ya 0
20 Batuk 2 Tidak Ya 1
21 Merasa lelah 2 Tidak Ya 0
22 Hidung tersumbat 2 Tidak Ya 0
Tekanan darah
23 2 Tidak Ya 1
tinggi
Masalah jantung
24 dan peredaran 2 Tidak Ya 1
darah
Stroke atau akibat
25 stroke 2 Tidak Ya 0
Artritis atau
26 2 Tidak Ya 0
rematik
Penyakit
27 2 Tidak Ya 0
Parkinson
28 Masalah mata 2 Tidak ada Ya 0
29 Masalah telinga 2 Tidak ada Ya 0
30 Masalah gigi 2 Tidak ada Ya 0
31 Masalah paru 2 Tidak ada Ya 1
9
32 Masalah lambung 2 Tidak ada Ya 1
33 Masalah ginjal 2 Tidak ada Ya 0
Tidak dapat
34 2 Tidak Ya 0
mengontrol kemih
Tidak dapat
35 2 Tidak Ya 0
mengontrol BAB
36 Diabetes 2 Tidak ada Ya 1
Masalah kaki atau
37 2 Tidak ada Ya 1
pergelangan kaki
38 Masalah saraf 2 Tidak ada Ya 0
39 Masalah kulit 2 Tidak ada Ya 0
40 Fraktur 2 Tidak ada Ya 0
TOTAL 17.25

Indeks Frailty = Skor Total / 40


Klasifikasi status frailty :
Fit/robust : ≤ 0,08
Pre - frail : > 0,08 - < 0,25
Frail : ≥ 0,25
Saat Masuk RS : 17.25 / 40 = 0,43

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien kami


diagnose dengan : Non ST Elevation Myocardial Infarction High Risk (GRACE Risk
Score 144 poin, CRUSADE Score 54 point), Coronary artery disease three vessel disease
with left main disease, Hypertensive Heart Disease, Anemia mikrositik hipokromik
kausa suspek penyakit kronik, Diabetes Melitus tipe 2 non obes, pneumonia in elderly
CURB 65 skor 1, frail, ketergantungan sedang.
Pasien kami berikan terapi dengan nitroglycerine 10 mcg/menit/syringe pump,
aspilet 80 mg/24 jam/oral, clopidogrel 75 mg/24 jam/oral, fondaparinux
2,5mg/24jam/SC, Captopril 12,5mg/8jam/oral, Concor 1,25mg/24jam/oral,
atorvastatin 40mg/24jam/oral, Novorapid 4-4-4 unit/sc dan Lantus 0-0-12 unit/sc,
amlodipine 10 mg/24 jam/oral, atorvastatin 20 mg/24 jam/oral, lansoprazole 30 mg/24
jam/oral, ceftriaxone 2gr/24jam/iv.
Pasien kami masuk perawatan dan pemantauan keadaan umum dan tanda-tanda
vital di perawatan intensif. Pasien dirawat selama 5 hari pada perawatan intensif,
setelah hemodinamik stabil, pasien pindah ke perawatan biasa. Pada perawatan hari ke-
8, pasien diperbolehkan rawat jalan.

10
BAB III
PEMBAHASAN

Diskusi

Laki-laki 79 tahun dirawat dengan NSTEMI high risk, CAD 3VD with left
main disease, DM tipe 2 non obese. Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri
berulang. Pasien telah dilakukan tindakan PCI dan direncanakan untuk dilakukan
CABG namun karena pertimbangan usia maka pasien dilanjutkan dengan terapi
konservatif. Pasien memiliki Riwayat penyakit jantung dan diabetes melitus tipe 2
sebelumnya.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang


maka pasien didiagnosa dengan Non ST Elevation Myocardial Infarction High Risk
(GRACE Risk Score 144 poin, CRUSADE Score 54 point), Coronary artery disease
three vessel disease with left main disease, Hypertensive Heart Disease, Anemia
mikrositik hipokromik kausa suspek penyakit kronik, Diabetes Melitus tipe 2 non
obes, pneumonia in elderly CURB 65 skor 1, frail, ketergantungan sedang dan
diberikan. nitroglycerine 10 mcg/menit/syringe pump, aspilet 80 mg/24 jam/oral,
clopidogrel 75 mg/24 jam/oral, fondaparinux 2,5mg/24jam/SC, Captopril
12,5mg/8jam/oral, Concor 1,25mg/24jam/oral, atorvastatin 40mg/24jam/oral,
Novorapid 4-4-4 unit/sc dan Lantus 0-0-12 unit/sc, amlodipine 10 mg/24 jam/oral,
atorvastatin 20 mg/24 jam/oral, lansoprazole 30 mg/24 jam/oral, ceftriaxone
2gr/24jam/iv. Pasien kemudian dilakukan tindakan angiografi koroner dan didapatkan
hasil Coronary artery disease 3 vessels diseases + Left main. Kemudian pasien
direncanakan untuk dilakukan CABG namun karena faktor usia maka terapi menjadi
konservatif.

Penyakit arteri koroner merupakan penyebab utama mortalitas dan


morbiditas secara global dimana angka prevalensinya meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Adanya peningkatan angka harapan hidup membuat angka lansia
bertambah di seluruh dunia sehingga sering didapatkan peningkatan angka ACS pada
lansia. Pasien lansia memiliki risiko kardiovaskular yang lebih tinggi akibat adanya
komorbid dan sindrom geriatri. Diagnosis dan terapi pada lansia lebih sulit
11
dibandingkan dengan usia lainnya dikarenakan gambaran klinis yang atipikal disertai
dengan peningkatan risiko efek samping dan komplikasi dari tindakan dan obat-
obatan. NSTEMI menjadi penyebab utama sekitar 60%-70% kasus hospitalisasi
pasien infark miokard. Dua dari tiga yang terdiagnosa NSTEMI memiliki jenis
kelamin laki-laki, namun angka kejadian NSTEMI pada wanita meningkat pada
beberapa tahun terakhir. Prevalensi dari penyakit jantung secara umum di Indonesia
berdasarkan laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 yaitu berada pada angka
1,5%. Prevalensi penyakit jantung terbesar berada di provinsi Kalimantan Utara
sebesar 2,2%, Yogyakarta sebesar 2,0%, dan Gorontalo sebesar 2,0%. Prevalensi
berdasarkan usia meningkat berdasarkan usia dimana angka terendah pada orang
dewasa usia 15-24 tahun sekitar 0,7% dan tertinggi usia 75 tahun lebih dengan angka
4,7%.1,4,5

ACS terbagi menjadi NSTEMI, unstable angina, dan STEMI. Diagnosa dari
NSTEMI sendiri dapat ditegakkan dengan adanya nyeri dada tipikal disertai dengan
gambaran ekg 12 lead yang menunjukkan depresi segmen ST atau inversi dari
gelombang T. Pada tes troponin jantung ditemukan meningkat dimana hal ini dapat
menjadi pembeda dari NSTEMI dan unstable angina. Namun pada pasien lansia
gejala atipikal lebih sering ditemukan. Kesulitan komunikasi dan gejala atipikal
menjadi penyebab tersering terjadinya kesalahan atau tertundanya diagnosa.1,4

Langkah pertama dalam tatalaksana pasien lansia dengan ACS adalah menilai
risiko iskemik dan hemoragik. Stratifikasi risiko iskemik dan hemoragik pada lansia
merupakan tantangan klinis, terutama terkait dengan kompleksitasnya interaksi antar
beberapa faktor risiko kardiovaskular, komorbiditas, frailty, dan sindrom geriatri
lainnya. Usia diketahui menjadi faktor risiko independen kejadian trombotik dan
hemoragik pada kondisi ACS. Pada kasus NSTEMI, penilaian kuantitatif risiko
iskemik melalui skor lebih unggul daripada hanya melakukan penilaian dari klinis saja.
Pasien ACS dengan risiko iskemik yang lebih tinggi akan memerlukan antiplatelet
poten disertai strategi invasif. Sedangkan, pada pasien dengan risiko perdarahan yang
lebih tinggi, maka strategi invasif harus dilakukan dengan hati-hati dan dapat diberikan
antiplatelet yang kurang poten.2,6

12
Beberapa skor dikembangkan untuk memprediksi risiko iskemik dan
perdarahan baik saat masuk atau saat keluar rumah sakit. Namun, terdapat banyak
tumpang tindih antara faktor risiko yang menunjukkan komplikasi iskemik dan
hemoragik. Hal ini mengakibatkan sejumlah besar pasien lansia memiliki risiko
iskemik dan perdarahan yang diprediksi tinggi. Dengan demikian, skor risiko ini tidak
terlalu membantu dalam menentukan optimalnya tatalaksana dengan antitrombotik.
Selain itu, yang masih menjadi pertanyaan adalah apakah skor risiko tersebut dapat
digunakan pada pasien lansia. Penelitian tentang penerapan skor GRACE pada 544
pasien lansia (≥80 tahun) dengan NSTE-ACS menunjukkan akurasi diagnostik yang
baik untuk prediksi mortalitas di rumah sakit dengan area under the curve (AUC) 0,75,
sedangkan skor perdarahan CRUSADE tidak dapat diprediksi pada 369 pasien lansia
≥ 75 tahun dibandingkan dengan 1667 pasien yang lebih muda (<75 tahun) (AUC 0,52
vs. AUC 0,74).6,7

Skor GRACE: Skor ini memberikan risiko kematian saat di rumah sakit, saat 6
bulan, saat 1 tahun, dan saat 3 tahun. Risiko gabungan kematian atau infark miokard
(MI) pada 1 tahun juga dapat diketahui. Skor ini telah divalidasi pada populasi lansia.
Sistem skoring GRACE dibagi menjadi tiga, yaitu: risiko rendah (1-88 poin), risiko
sedang (89-118 poin), dan risiko tinggi (lebih dari 119 poin).3,8
Skor risiko trombolisis pada infark miokard [the thrombolysis in myocardial
infarction (TIMI)]: Skor ini memberikan informasi risiko selama di rumah sakit dan
dianggap lebih mudah digunakan. Namun, akurasinya masih lebih rendah. Skoring
menggunakan TIMI dibagi menjadi tiga, yaitu: risiko rendah (0-2 poin), risiko sedang
(3-4 poin), dan risiko tinggi (5-7 poin).8
Skor perdarahan CRUSADE: Skor ini merupakan rekomendasi IIB untuk
memperkirakan risiko perdarahan pada pasien yang menjalani intervensi koroner
perkutan (PCI). Skor ini menggabungkan karakteristik pasien awal, variabel klinis saat
masuk, serta nilai laboratorium saat masuk. Namun, nilai yang dapat diprediksi pada
populasi lansia tidak seakurat pada pasien NSTEMI yang lebih muda.6

13
Tabel 5. Skor risiko GRACE.8

Tabel 6. Skor risiko TIMI UA/NSTEMI.8

14
Tabel 7. Skor perdarahan CRUSADE.9,10

Ket : ≤ 20 poin = very low, 21-30 = low, 31-40 = moderate, 41-50 = high, >50 = very
high10
Pasien kami dengan GRACE Risk Score (GRACE Risk Score 144 poin,
CRUSADE Score 54 point) yang menunjukan selain pasien dengan resiko kematian
yang tinggi, pasien dengan resiko perdarahan yang tinggi.
Berdasarkan data ini, maka Gimbel dan Berg (2017) menyarankan penggunaan
skor GRACE pada pasien lansia, dimana skor tinggi merupakan indikasi pemberian
anti platelet poten dan strategi invasif namun sebaiknya diberikan Bersama dengan
Proton Pump Inhibitor (PPI). Skor GRACE > 140 sebaiknya dilakukan angiografi
dalam waktu 24 jam, skor >109 sampai <140 dalam waktu 72 jam. Untuk mengatasi
faktor risiko perdarahan yang dapat dimodifikasi, mereka menyarankan untuk
menggunakan skor CRUSADE. Hanya pada pasien dengan risiko perdarahan paling
tinggi (riwayat perdarahan sebelumnya, stroke, penggunaan antikoagulan oral, frailty,
dan keganasan), mereka menyarankan penggunaa agen antiplatelet yang kurang poten.
Selain itu, kehati-hatian dalam prosedur terapi invasif disarankan pada lansia yang
mengalami kelemahan (frail).2

15
Tatalaksana Farmakoterapi Pasien Lansia dengan ACS
Pada pasien dengan NSTEMI, tujuan tatalaksana awal adalah untuk
menghentikan kaskade trombogenik dengan obat antitrombotik (antiplatelet dan
antikoagulasi), menurunkan kebutuhan oksigen miokard (dengan menurunkan denyut
jantung, tekanan darah, preload dan kontraktilitas miokard), serta meningkatkan suplai
oksigen miokard (dengan vasodilatasi koroner atau pemberian oksigen). Menurut
pedoman dari European Society of Cardiology saat ini, diagnosis cepat adalah wajib
dilakukan karena tindakan invasif secara dini direkomendasikan pada kebanyakan
pasien dengan NSTEMI. Kecurigaan klinis yang tinggi terutama pada pasien lansia
sangat penting, yang mana manifestasi klinisnya seringkali atipikal. Hal inilah yang
dapat menyebabkan timbulnya keterlambatan diagnosis, sehingga prognosis menjadi
lebih buruk.3

Antiplatelet
Terapi antitrombotik adalah landasan dasar pengobatan pada ACS, baik dengan
dan tanpa pendekatan invasif. Terapi antiplatelet ganda (DAPT) direkomendasikan
untuk diberikan pada semua pasien NSTEMI. Kombinasi ini terkait dengan kejadian
iskemia yang lebih rendah, namun didapat adanya peningkatan risiko perdarahan.
Pilihan agen dan dosis antitrombotik harus disesuaikan secara individual, terutama
pada pasien lansia. Proses penuaan dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan,
yang mana hal ini terkait dengan perubahan fisiologis terkait gangguan hati dan ginjal,
interaksi obat, serta komorbiditas. Pedoman klinis merekomendasikan penggunaan
inhibitor P2Y12 poten (ticagrelor atau prasugrel) sebagai pengganti penggunaan
clopidogrel, kecuali dikontraindikasikan, pada semua pasien dengan ACS. Keputusan
mengenai pemberian inhibitor P2Y12, dosis obat, waktu inisiasi, dan durasi sangatlah
bergantung pada penilaian klinis individu, yang mana ini disesuaikan dengan risiko
iskemik dan hemoragik pasien. Pedoman saat ini merekomendasikan pengobatan
dengan asam asetilsalisilat dan inhibitor reseptor P2Y12 poten (prasugrel atau
ticagrelor) selama 12 bulan.11

16
Tabel 8. Dosis awal dan pemeliharaan obat antiplatelet.3

Namun demikian, pasien lansia sering kurang terwakili pada beberapa uji
klinis. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa clopidogrel merupakan agen yang
paling sering digunakan pada lansia. Hal ini dikarenakan clopidogrel terkait dengan
tingkat insiden perdarahan yang lebih rendah, yang mana menunjukkan bahwa profil
clopidogrel lebih aman dibandingkan dengan prasugrel dan ticagrelor yang lebih
poten. Pemberian clopidogrel direkomendasikan ketika prasugrel dan ticagrelor tidak
dapat diberikan akibat risiko perdarahan atau adanya kontraindikasi.12
Selain itu, beberapa penulis telah melaprokam insiden perdarahan pasca-
pemulangan (post discharge) tinggi pada pasien lansia sehingga pemilihan obat harus
lebih diperhatikan.13 Sebaliknya, analisis observasional terbaru dari registri
SWEDEHEART menilai efek ticagrelor versus clopidogrel diantara 14.005 pasien
berusia 80 tahun atau lebih dengan infark miokard. Pada analisis utama, ticagrelor
dikaitkan dengan risiko infark miokard dan stroke yang lebih rendah, tetapi juga
dikaitkan dengan risiko kematian dan perdarahan yang lebih besar dibandingkan
dengan clopidogrel.14

17
Pemberian Prasugrel setengah dosis (5 mg/hari) juga telah dibandingkan
dengan pemberain clopidogrel dosis biasa pada pasien di atas 75 tahun dengan ACS
yang menjalani PCI. Studi Elderly ACS 2 menunjukkan bahwa pemberian prasugrel
setengah dosis tidak lebih baik dalam mengurangi kejadian iskemik pada populasi ini.
15

Berdasarkan beberapa referensi diatas kami menggunakan dual antiplatelet


yaitu aspilet dan clopidogrel. Penggunaan clopidogrel kami pilih karena melihat
resiko perdarahan yang tinggi pada pasien sehingga kami menggunakan antiplatelet
yang kurang poten.

Antikoagulan
Pada pasien > 75 tahun yang menggunakan antikoagulan oral Non-Vitamin K
oral anticoagulant (NOAC) dengan pengurangan dosis dihubungkan dengan
kurangnya risiko perdarahan dibandingkan dengan warfarin sehingga menjadi
pengobatan pilihan pada pasien ACS dengan lansia. Fondaparinux memiliki efikasi
yang non-inferior dibandingkan dengan enoxaparin namun memiliki risiko
perdaharan serius lebih rendah dibandingkan enoxaparin sehingga dapat menjadi
pertimbangan terapi pada lansia dengan ACS.16,17

Pemilihan Tatalaksana ACS pada Lansia: Tatalaksana Konservatif vs Invasif


Coronary artery bypass graft (CABG) pada lansia terutama usia > 80 tahun
masih kontroversial dan dihubungkan dengan hasil akhir yang lebih buruk seperti
komplikasi dan mortalitas setelah CABG. Penelitian yang dilakukan Lemaire A et all,
dari total 67.568 pasien yang berusia > 70 tahun dan telah dilakukan CABG
didapatkan bahwa pasien yang berusia > 80 memiliki angka morbiditas dan mortalitas
yang lebih tinggi. Adapun komplikasi yang sering didapatkan adalah komplikasi
jantung, ginjal, respirasi, dan infeksi. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya dimana sering didapatkan komplikasi pasca tindakan
CABG. Pada pasien ini kami pertimbangkan untuk terapi konservatif.18

18
BAB IV
KESIMPULAN

Dilaporkan suatu kasus laki-laki 79 tahun, datang ke RSUP Wahidin


Sudirohusodo Makassar dengan keluhan nyeri dada kiri hilang timbul sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Pasien didiagnosa Non ST Elevation Myocardial
Infarction High Risk (GRACE Risk Score 144 poin, CRUSADE Score 54 point),
Coronary artery disease three vessel disease with left main disease, Hypertensive
Heart Disease, Anemia mikrositik hipokromik kausa suspek penyakit kronik,
Diabetes Melitus tipe 2 non obes, pneumonia in elderly CURB 65 skor 1, frail,
ketergantungan sedang. Pada saat pasien dilakukan pemeriksaan EKG ditemukan
adanya gambaran ST depresi I II III aVF, V3-V6 disertai LVH. Selanjutnya, pasien
dilakukan PCI dan didapatkan adanya left main proksimal hingga distal stenosis
50%, left anterior descending proksimal stenosis 80-90%, left circumflex proksimal
stenosis 60%, distal total oklusi, right coronary artery irreguler, osteal stenosis 60%,
proksimal hingga distal stenosis 70-80%, RPDA Proksimal stenosis 80-90% dengan
kesimpulan Coronary artery disease 3 vessels diseases + Left main. Status fungsional
menggunakan Indeks ADL Barthel dan didapatkan nilai 11 (Ketergantungan Sedang).
Kemudian, dilakukan juga penilaian Indeks Frailty, yang mana menunjukkan skor
sebesar 0,43 (status: frail). Pasien dirawat di perawatan intensif dan mendapat terapi
konservatif. Berdasarkan guideline yang tersedia, pasien seharusnya dilakukan
tindakan invasif, namun sebagian besar bukti yang ada menunjukkan hasil akhir yang
lebih buruk setelah dilakukan tindakan invasive (CABG). Hal inilah yang dapat
memperumit pengambilan keputusan klinis sehari-hari dalam melakukan tatalaksana
yang optimal pada pasien lansia.

19
Daftar Pustaka
1. García-Blas S, Cordero A, Diez-Villanueva P, et al. Acute Coronary Syndrome in the Older
Patient. J Clin Med. 2021;10(18).
2. Gimbel ME, ten Berg JM. Management of elderly patients with a non-ST-segment-elevation
acute coronary syndrome. Netherlands Hear J. 2017;25(7-8):409.
3. Díez-Villanueva P, Méndez CJ, Alfonso F. Non-ST elevation acute coronary syndrome in the
elderly. J Geriatr Cardiol. 2020;17(1):9.
4. Cohen M, Visveswaran G. Defining and managing patients with non‐ST‐elevation myocardial
infarction: Sorting through type 1 vs other types. Clin Cardiol. 2020;43(3):242.
5. Tim Riskesdas. Laporan Nasional Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun
2018. Ris Kesehat Dasar 2018. Published online 2018:146-147.
6. Ariza-Solé A. Efficacy of bleeding risk scores in elderly patients with acute coronary
syndromes. Formiga FVL-RE Elsevier.2014.
7. Faustino A, Mota P. Non-ST-elevation acute coronary syndromes in octogenarians:
applicability of the GRACE and CRUSADE scores. English JS-RP de C.2014.
8. Alley W, Mahler SA. Clinical Decision Aids for Chest Pain in the Emergency Department:
Identifying Low-Risk Patients. Open Access Emergency Medicine. 2015;7:85-92
9. Subherwal S et all. Baseline Risk of Major Bleeding in Non-ST-Segment-Elevation
Myocardial Infaction, The CRUSADE ( Can Rapid risk stratification of Unstable angina
patients Suppress adverse outcome with Early implementation of the ACC?AHA guideline)
Bleeding Score. American Heart Association, Inc. 2009.
10. Abu-Assi E. et all. Evaluating the Performance of the Can Rapid Risk Stratification of
Unstable Angina Patients Suppress Adverse Outcome With Early Implementation of the
ACC/AHA Guildeline (CRUSADE) Bleeding Score in a Contemporary Spanish Cohort of
Patients With Non-ST-Segment Elevation Acute Myocardial Infarction. American Heart
Association, Inc.2010.

11. Collet JP, Thiele H, Barbato E, et al. 2020 ESC Guidelines for the management of acute
coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation. Eur Heart J.
2021;42(14):1289-1367.

12. Fei Y, Lam CK, Cheung BMY. Efficacy and safety of newer P2Y12 inhibitors for acute
coronary syndrome: a network meta-analysis. Scientific Reports.2020.
13. Garay A, Ariza-Solé A, Formiga F, et al. Prediction of Post-Discharge Bleeding in Elderly
Patients with Acute Coronary Syndromes: Insights from the BleeMACS Registry. Thromb
Haemost. 2018.
14. Szummer K, Montez-Rath ME, Alfredsson J, et al. Comparison Between Ticagrelor and
Clopidogrel in Elderly Patients With an Acute Coronary Syndrome: Insights From the
20
SWEDEHEART Registry. Circulation. 2020.
15. Savonitto S, Ferri L, Piatti L, Circulation DG-, 2018 undefined. Comparison of reduced-dose
prasugrel and standard-dose clopidogrel in elderly patients with acute coronary syndromes
undergoing early percutaneous. Am Hear Assoc. 2018.
16. Rutherford OC, Jonassson C, Ghanima W, Soderdahl F, Halvorsen S. Effectiveness and safety
of oral anticoagulants in elderly patients with atrial fibrillation. BMJ.2020.

17. Khan MY, Ponde CK, Kumar V, Gaurav K. Fondaparinux: A cornerstone drug in acute
coronary syndromes. World Journal of Cardiology.2022.
18. Lemaire A et all. The impact of age on outcomes of coronary artery bypass grafting. Journal of
cardiothoracic surgery.2020.

21

Anda mungkin juga menyukai