Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

PENANGANAN PERIOPERATIF DIABETES MELLITUS

Disusun Oleh :
WAYAN RAM RANJANA, S.Ked
216100802010

Pembimbing :
dr. Artsanto Ranumiharso, Sp.An.,M.Si.,Med.,MH.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
RSUD dr.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

PENANGANAN PERIOPERATIF DIABETES MELLITUS

WAYAN RAM RANJANA, S.Ked


216100802010

REFERAT
Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui untuk diujikan
di bagian/SMF Anestesi

Referat ini disetujui oleh :

Nama Tanggal Tanda Tangan

dr. Artsanto Ranumiharso, ………………… …………………


Sp.An. M.Si.,Med.,MH.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “ PENANGANAN PERIOPERATIF DIABETES MELLITUS”. Referat
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Anestesi di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Penulis sadar bahwa
dalam proses penyelesaian penulisan referat ini banyak mengalami kendala namun
semua ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, kerjasama, dan dukungan dari
berbagai pihak sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Artsanto
Ranumiharso, Sp.An.,M.Si.,Med.,MH.Kes sebagai pembimbing saya yang telah
banyak memberikan arahan, motivasi, saran, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran
serta perhatiannya selama penyusunan, kedua orang tua saya yang selalu mendukung,
memberikan motivasi dan juga teman-teman yang selalu memberikan semangat
kepada saya dalam penyusunan referat ini hingga dapat terselesaikan.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Kiranya referat ini dapat berguna dan
membantu dokter-dokter muda selanjutnya maupun mahasiswa-mahasiswi jurusan
kesehatan lain yang sedang dalam menempuh pendidikan, referat ini berguna sebagai
referensi dan sumber bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan.

Palangka Raya, Juli 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 2


2.1 Definisi ............................................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi .................................................................................................... 2
2.3 Etiologi ............................................................................................................. 3
2.4 Patifisiologi ...................................................................................................... 3
2.5 Diagnosis........................................................................................................... 4
2.6 Penatalaksanaan ............................................................................................... 5
2.7 Komplikasi ....................................................................................................... 8
2.8 Manajemen Perioperatif ................................................................................. 10

BAB III PENUTUP............................................................................................. 22


3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 23

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Target Gula Darah pada berbagai tipe pembedahan............................. 14


Tabel 2.2 Regimen Pemberian Infus Glukosa-Insulin-Kalium............................. 15
Tabel 2.2 Regimen Pemberian Insulin dengan metode sliding scale.................... 18

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Algoritma Penatalaksanaan Perioperatif Pasien dengan DM............ 11

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia yang disebabkan oleh ketidak mampuan dari organ pankreas untuk
memproduksi insulin atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut.
Abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan
pada penderita penyakit DM terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas insulin pada
sel target. DM dikategorikan menjadi empat tipe yaitu DM tipe-1, DM tipe-2,
diabetes melitus gestational dan diabetes melitus tipe lain yang disebabkan oleh
faktor-faktor lain.1
Ahli anestesi suatu saat pasti akan dihadapkanpada pasien DM yang akan
menjalani pembedahan baik terencana maupun darurat . Di Amerika Serikat (AS)
terdapat sekitar 10 juta penderita DM dan diperkirakan kurang lebih 50%
menjalani operasi selama hidupnya dan 75% diantaranya berusia diatas 50 tahun,
sedangkan di Indonesia diperkirakan sekitar 25% penderita DM menjalani
anestesi dan operasi. Dengan makin meningkatnya harapan umur penduduk
Indonesia, maka jumlah DM usia tua juga akan bertambah, demikian pula
kemungkinan penderita DM yang akan mengalami pembedahan.2
Pasien diabetes yang akan menjalani pembedahan memiliki peningkatan
mortalitas dan diabetes type 1 sangat beresiko untuk terjadinya komplikasi pasca
operasi. Komplikasi terkait penyembuhan luka terjadi pada pasien diabetes
dengan kadar gula tidak terkontrol1. Sehingga penting bagi ahli anestesi untuk
mengetahui perubahan-perubahan fisiologis pasien DM yang akan menjalani
pembedahan serta manajemen perioperatif pasien DM.2

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memahami mengenai
penanganan perioperatif pasien dengan DM.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia yang disebabkan oleh ketidak mampuan dari organ pancreas untuk
memproduksi insulin atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut.
Abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan
pada penderita penyakit diabetes mellitus terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas
insulin pada sel target.3,4

2.2 Epidemiologi
Prevalensi diabetes yang terjadi di seluruh dunia diperkirakan 2,8 % pada
tahun 2000 dan 4,4 % pada 2030. Jumlah penderita diabetes diproyeksikan
meningkat dari 171 juta di tahun 2000 hingga mencapai 366 juta di tahun 2030.
Negara-negara Asia berkontribusi lebih dari 60% dari populasi diabetes dunia.
Di Indonesia prevalensi penduduk yang berumur ≥15 tahun dengan
diabetes melitus pada tahun 2013 adalah sebesar 6,9% dengan perkiraan jumlah
kasus adalah sebesar 12.191.564 juta. Sebanyak 30,4% kasus telah terdiagnosis
sebelumnya dan 73,7% tidak terdiagnosis sebelumnya. Pada daerah bali
prevalensi diabetes mellitus sebesar 1,3% dengan kota Denpasar sebagai
penyumbang terbanyak dibandingkan dengan kota lainnya yaitu sebesar 2%.
Melihat kenaikan insiden diabetes mellitus secara global yang sebagian
besar disebabkan oleh perubahan pola gaya hidup yang kurang sehat, dapat
diperkirakan bahwa kejadian diabetes mellitus akan meningkat drastis. Melihat
bahwa diabetes mellitus akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya
manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka sangat
diperlukan program pengendalian dan penatalaksanan diabetes mellitus tipe-2.

2
3

2.3 Etiologi

2.4 Patofisiologi
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam
darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin
secara cukup sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan gula dalam darah
yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi
dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dalam tubuh dibentuk didalam hati
dari makanan yang dikonsumsi ke dalam tubuh. Insulin merupakan hormon yang
diproduksi oleh pankreas yang berfungsi untuk memfasilitasi atau mengendalikan
kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Defisiensi insulin ini menyebabkan penggunaan glukosa dalam tubuh menurun
yang akan menyebabkan kadar glukosa darah dalam plasma tinggi atau
hiperglikemi. Keadaan hiperglikemi ini akan menyebabkan terjadinya glukosuria
dikarenakan glukosa gagal diserap oleh ginjal ke dalam sirkulasi darah dimana
keadaan ini akan menyebabkan gejala umum diabetes mellitus yaitu polyuria,
polydipsia, dan polyphagia.6,1
4

2.5 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Kriteria diagnosis DM;

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100 –125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasma 2-jam < 140 mg/dL.
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -
jam setelah TTGO antara 140 –199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100
mg/dL.
5

 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan


HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 –6,4%.

Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis DM dan Prediabetes:

2.6 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
DM.Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara komprehensif.

2.6.1 Penatalaksanaan Non-Farmakologi


Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan DM secara komprehensif. Prinsip pengaturan makan pada
penyandang DM hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum,
yaitu makanan yang seimbangdan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori,
terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau terapi insulin itu sendiri.
6

Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari :


1. Karbohidrat
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama
karbohidrat yang berserat tinggi.
- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
- Glukosa dalah bumbu biperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
2. Lemak
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori dan tidak
dperkenankan melebihi batas 30% asupan energi.
3. Protein
- Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65%
diantaranya bernilai biologik tinggi.
- Penyandang DM yang sudah menjalani hemodialisa asupan protein menjadi
1-1,3 g/Kg BB per hari.
- Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, prduk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.
Sumber bahan makanan protein dengan kandungan saturated fatty acid
(SAFA) yang tinggi seperti daging sapi, daging babi, daging kambing, dan
produk hewani olahan sebaiknya dikurangi konsumsi.

Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.


Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3–5 hari seminggu selama sekitar
30 –45 menit,dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak
lebih dari 2 hari berturut-turut. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari
bukan termasuk dalam latihan fisik. Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
7

2.6.1 Penatalaksanaan Farmakologi


Obat anti hiperglikemia oral;

Obat anti hiperglikemia injeksi;


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
1. Insulin
Digunakan saat keadaan:
- HbA1c saat diperiksat 7.5% dan sudah menggunakan satu atau dua obat
antidiabetes
- HbA1c saat diperiksa > 9%
- Penurunan BB yang cepat
- Hiperglikemia berat disertai ketosis
- Krisis hiperglikemia
- Gagal dengan kombinasi OHO (obat hipoglikemik oral) dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
8

- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO (Obat Hipoglikemik Oral),


- Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi.

2. Jenis dan Lama Kerja Insulin


- Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin).
- Insulin kerja pendek (Short-acting insulin).
- Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin).
- Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)▪Insulin kerja ultra panjang
(Ultra long-acting insulin).
- Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin).
- Insulin campuran tetap, kerja ultra panjang dengan kerja cepat.

3. Agonis GLP-1 /Incretin Mimetic Inkretin


Agonis GLP-1 /Incretin Mimetic Inkretin adalah hormon peptida yang
disekresi gastrointestinal setelah makanan dicerna, yang mempunyai potensi untuk
meningkatkan sekresi insulin melalui stimulasi glukosa. Dua macam inkretin yang
dominan adalah glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan
glucagon-like peptide (GLP) -1. Agonis GLP-1 mempunyai efek menurunkan
berat badan, menghambat pelepasan glukagon,menghambat nafsu makan, dan
memperlambat pengosongan lambung sehingga menurunkan kadar glukosa darah
postprandial. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa
sebah dan muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide,
Exenatide, Albiglutide, Lixisenatide dan Dulaglutide.

2.7 Komplikasi
1. Penyakit kardiovaskular
mempengaruhi jantung dan pembuluh darah dan dapat menyebabkan
komplikasi yang fatal seperti penyakit arteri koroner (yang menyebabkan
serangan jantung) dan stroke. Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian
paling umum pada penderita diabetes. Tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi,
9

glukosa darah tinggi dan faktor risiko lainnya berkontribusi untuk meningkatkan
risiko komplikasi kardiovaskular.
2. Penyakit ginjal (nefropati diabetik)
disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil di ginjal yang
menyebabkan ginjal menjadi kurang efisien atau gagal sama sekali. Penyakit
ginjal lebih sering terjadi pada penderita diabetes dibandingkan pada mereka yang
tidak menderita diabetes. Mempertahankan kadar glukosa darah dan tekanan
darah mendekati normal dapat sangat mengurangi risiko penyakit ginjal.
3. Penyakit saraf (neuropati diabetik)
diabetes dapat menyebabkan kerusakan saraf di seluruh tubuh bila glukosa
darah dan tekanan darah terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan masalah
pencernaan, disfungsi ereksi, dan banyak fungsi lainnya. Di antara area yang
paling sering terkena adalah ekstremitas, khususnya kaki. Kerusakan saraf di area
ini disebut neuropati perifer, dan dapat menyebabkan nyeri, kesemutan, dan
hilangnya perasaan. Kehilangan perasaan sangat penting karena dapat membuat
cedera tidak diketahui, yang menyebabkan infeksi serius dan kemungkinan
amputasi. Orang dengan diabetes memiliki risiko amputasi yang mungkin lebih
dari 25 kali lebih besar daripada orang tanpa diabetes. Namun, dengan
penatalaksanaan yang komprehensif, sebagian besar amputasi terkait diabetes
dapat dicegah. Bahkan saat amputasi terjadi,kaki yang tersisa dan nyawa orang
tersebut dapat diselamatkan dengan perawatan lanjutan yang baik dari tim kaki
multidisiplin. Penderita diabetes harus rutin memeriksa kaki mereka.
4. Penyakit mata (retinopati diabetik)
kebanyakan penderita diabetes akan mengembangkan beberapa bentuk
penyakit mata (retinopati) yang menyebabkan berkurangnya penglihatan atau
kebutaan. Kadar glukosa darah yang tinggi secara konsisten, bersama dengan
tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi, adalah penyebab utama retinopati. Ini
dapat dikelola melalui pemeriksaan mata rutin dan menjaga kadar glukosa dan
lipid pada atau mendekati normal.
10

5. Komplikasi kehamilan
Wanita dengan jenis diabetes apa pun selama kehamilan berisiko
mengalami sejumlah komplikasi jika mereka tidak memantau dan mengelola
kondisinya dengan cermat. Untuk mencegah kemungkinan kerusakan organ pada
janin, wanita dengan diabetes tipe 1 atau diabetes tipe 2 harus mencapai kadar
glukosa target sebelum konsepsi. Semua wanita dengan diabetes selama
kehamilan, tipe 1, tipe 2 atau kehamilan harus berusaha untuk mencapai kadar
glukosa darah yang ditargetkan untuk meminimalkan komplikasi. Glukosa darah
yang tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan janin mengalami kelebihan
berat badan. Hal ini dapat menyebabkan masalah dalam persalinan, trauma pada
anak dan ibu, dan penurunan glukosa darah secara tiba-tiba pada anak setelah
lahir. Anak-anak yang terpapar glukosa darah tinggi dalam waktu lama dalam
kandungan berisiko lebih tinggi terkena diabetes di kemudian hari.
6. Komplikasi oral
Penderita diabetes memiliki peningkatan risiko radang gusi (periodontitis)
jika glukosa darah tidak dikelola dengan baik. Periodontitis adalah penyebab
utama kehilangan gigi dan dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular (CVD). Pemeriksaan mulut secara teratur harus dilakukan untuk
memastikan diagnosis dini, terutama di antara orang dengan diabetes yang
sebelumnya tidak terdiagnosis dan manajemen yang tepat dari setiap komplikasi
mulut pada diabetisi. Kunjungan tahunan dianjurkan untuk mengetahui gejala
penyakit gusi seperti pendarahan saat menggosok gigi atau gusi bengkak.

2.8 Manajemen Perioperatif


2.8.1 Algoritma penatalaksanaan perioperative pasien dengan DM
Evaluasi type DM dan riwayat hipoglikemi, Diabetik Ketoasidosis (DKA)
dan Hyperglicemic Hyperosmolar Nonketotic Coma (HHNKC). Pasien yang telah
terkontrol gula darahnya baik dengan insulin, terapi oral, atau diet akan menjadi
hiperglikemi ataupun hipoglikemia ketika terinfeksi atau paska pemberian steroid.
Evaluasi komplikasi DM tersering harus dilakukan, yaitu gagal ginjal, neuropati
sensori ataupun otonom (delayed gastric emptying, sick sinus syndrome, hipotensi
11

ortostatik), artherosklerosis coroner atau perifer (Silent MI) kebutaan karena


hemoragi retina, kaku sendi yang memungkinkan pasien menjadi sulit diintubasi.6

Infeksi primer terjadi melalui inhalasi M. tuberkulosis dari

Gambar 2.1 Algoritma Penatalaksanaan Perioperatif Pasien dengan DM


12

Adanya infeksi aktif memungkinkan DM menjadi restisten terhadap terapi.


Tatalaksana KAD diperlukan sebelum pembedahan emergensi. Hiperglikemia
mungkin dapat menyebabkan diuresis osmotik, disertai dehidrasi dan hilangnya
ion Natrium (Na+) and Kalium (K+). Asidosis Metabolik akan dikompensasi
dengan hiperventilasi jika pasien sadar. Hiperglikemi diatasi dengan memberikan
cukup insulin dengan infus kontinyu untuk mengurangi Gula darah 10% perjam
hingga dapat terkontrol dengan baik. Monitor cairan resusitasi (CVP atau PA,
kateter urin) dengan cairan saline, dan tambahkan KCl jika urin output telah
dinilai. Segera koreksi kalium jika terdapat hipokalemia, karena insulin dan
glukosa akan mendorong kalium untuk masuk ke dalam sel sehingga hipokalemia
dapat memburuk. HHNKC biasanya terjadi pada umur yang lebih tua. Pasien
mengalami dehidrasi yang parah (deficit 7-8 liter) dan hyperosmolar pada plasma.
Diperlukan monitoring dan resusitasi cairan secara agresif serta cukup insulin
untuk menurunkan gula darah setidaknya 10% per jam. Penurunan gula darah
yang terlalu cepat dapat memicu koma dan oedema cerebri.6
Pada operasi pembedahan minor (30 menit atau kurang) kontrol gula
normal tidak terganggu. Pembedahan sedang (30-120 menit) dapat mengganggu
kontrol gula darah. Pembedahan mayor (>120 menit) memiliki efek terhadap
kontrol gula darah. Untuk pembedahan minor dan sedang, obat hypoglikemik
pada pasien NIDDM ditunda pemberiannya dan dilakukan monitoring gula darah.
Untuk pembedahan mayor pada pasien NIDDM dan semua tipe pembedahan pada
pasien IDDM, kontrol gula darah merupakan hal yang kritis selama masa
perioperatif. Beberapa metode penatalaksanaan dijelaskan dalam literatur, namun
infus insulin sejauh ini merupakan jalan yang relatif aman untuk mengontrol gula
darah. Dimulai dengan infus D5W 1 ml/kg/hr, lalu dicampur dengan insulin
reguler 50 unit dalam 250 ml Normal saline (NS), lalu infus dengan formula:
13

Kadar gula darah harus diawasi dan jaga agar tetap dalam range 120-180
mg/dl. Infus tetap diatur 0,5 unit /jam dosis inkremental. D50% diberikan jika
gula darah terlalu rendah (50 mg/dl).
Monitoring EKG, Gula Darah, saturasi oksigen, dan temperatur dilakukan
pada semua pasien. Pengecekan Gula Darah dilakukan tiap jam. Pasien
diposisikan secara hati-hati untuk menghindari kerusakan syaraf perifer.
Hiperglikemia dihindari (dihubungkan dengan fagositosis dan penyembuhan
luka), dan cegah hipoglikemia karena dapat menyebabkan kerusakan CNS.
Pemberian glukosa selama periode perioperatif direkomendasikan untuk
mencegah katabolisme otot dan hipoglikemia. Pasien DM tipe I membutuhkan
monitoring gula darah dan K+ yang lebih ketat. Gejala hipoglikemia atau
hipoperfusi (perubahan status mental atau angina) dapatdengan mudah
dikomunikasikan pada pasien sadar dengan anestesi regional dibandingkan pada
anestesi umum. Tanda hipoglikemia pada anestesi umum menyerupai “light
anesthesia” dengan takikardi dan hipertensi. Agen Inhalasi, steroid serta
pembedahan dapat meningkatkan kadar gula darah. Hindari penggunaan
succinilcholine pada pasien dengan neuropati.
Metabolik dan stress hormonal akan berlanjut hingga 4 hari pasca operasi
mayor. Pasien diawasi dengan hati-hati hingga intake oral normal dapat diberikan.

2.8.2 Pencapaian Kontrol Glukosa darah Perioperatif


Pencapaian konsentrasi gula darah yang diharapkan pada setiap pasien
bervariasi berdasarkan berbagai faktor seperti jenis pembedahan, beratnya
penyakit yang mendasari, kesiapan untuk mencapai kontrol glukosa darah, umur,
dan sesitifi tas terhadap insulin. Berbagai percobaan klinis yang mencakup
berbagai populasi pasien menguji hiperglikemia perioperatif. Berdasarkan data
dari berbagai hasil penelitian tersebut. ADA merekomendasikan target konsentrasi
glukosa darah pada pasien didasarkan data berbagai hasil penelitian.
14

Tabel 2.1 Target Gula Darah pada berbagai tipe pembedahan


Populasi Pasien Target Glukosa Darah Rasional
General Medical Puasa: 90-126 mg/dL Angka kematian menurun,
/ Pembedahan Random: < 200 mg/dL lama rawat inap memendek,
Infeksi lebih rendah Angka
Operasi Jantung < 150 mg/dL kematian menurun, Resiko
infeksi Sternum Menurun
Penyakit Kritis < 150 mg/dL Angka Mortalitas, Morbiditas
dan lama rawat inap menurun
Kelainan 80-140 mg/dL Hasil akhir lebih baik
Neurologis Akut Kekurangan data konsensus
target spesifik; konsensus
untuk mengontrol
hiperglikemia

2.8.3 Pasien yang mendapatkan terapi Oral Anti Diabetes (OAD)


Pada hari operasi pasien seharusnya menghentikan obat anti diabetik oral.
Golongan Sulfonilurea, Meglitinid (Secretagogues) berpotensi menyebabkan
hipoglikemia. Selain itu sulfonilurea berhubungan dengan iskemia miokard
prekondisional dan mungkin dapat meningkatkan resiko iskemik dan infark
miokard perioperatif.
Pasien yang menggunakan metformin seharusnya menghentikannya karena
beresiko terjadinya asidosis laktat. Untuk pasien ini, insulin short acting boleh
diberikan subkutaneus, dosis sesuai sliding scale atau secara infus kontinyu.
Demikian juga pada pasien DM tipe 2 yang konsentrasi gula darahnya tidak dapat
di kontrol dengan menggunakan obat oral perlu dipertimbangkan pemberian
insulin preoperatif.

2.8.4 Pasien dengan terapi insulin


Pada pasien DM yang tergantung insulin (tipe 1) dianjurkan mengurangi
dosis insulin waktu tidur (malam) sebelum waktu operasi untuk mencegah
hipoglikemia.
Mempertahankan dosis insulin secara kontinyu didasarkan pada hasil
pemeriksaan gula darah sebelumnya dan atas advis dokter yang merawat.
Dianjurkan mengonsulkan pasien ke dokter anestesi dan penyakit dalam untuk
15

mendapat rekomendasi sesuai kondisi terakhir. Monitoring berkala perlu


dilakukan untuk mengenali kondisi hiperglikemia maupun hipoglikemia.

2.8.5 Preoperatif Pasien DM


Semua pengobatan umum seharusnya diteruskan sampai waktu pagi hari
operasi. Metformin sebagaimana telah dijelaskan diatas seharusnya dihentikan 2
hari sebelum operasi mayor karena dapat menyebabkan asidosis laktat.
Chlorpropamida seharusnya dihentikan 3 hari sebelum operasi karena masa
kerjanya memanjang. Dalam kedua kasus ini obat kerja pendek seperti
Glibenclamid dapat menggantikannya. Glibenclamid seharusnya dihentikan
sekurang-kurangnya 24 jam sebelum operasi. Bila DM sangat tidak terkontrol
tetapi keton tidak ditemukan baik dalam darah maupun urin, mulai pemberian
insulin menurut sliding scale. Bila keton ditemukan, tunda operasi bila tidak
emergensi dan dikelola secara tim. Jika operasi tergolong emergensi pasien
dikelola menurut pengelolaan operasi mayor pasien DM. Secara umum, jika
pasien diperkirakan dapat makan dan minum dalam 4 jam sejak mulai operasi
digolongkan termasuk termasuk operasi minor. Semua operasi selain minor
dikategorikan sebagai operasi mayor. Dari sumber yang lain disebutkan bahwa
pembedahan dapat digolongkan mayor bila menggunakan general anestesi selama
satu jam atau lebih. Pasien bedah minor yang puasa sebaiknya dijadwalkan
sebagai operasi minor pertama. Bila gula darah > 10 mmol/L (180 mg%) pasien
dikelola sesuai penanganan bedah mayor. Pasien DM yang terkontrol dengan diet
harus dimonitor gula darahnya lebih sering (per-4 jam). Hindari penggunaan
larutan RL karena laktat dapat meningkatkan konsentrasi gula darah.

2.8.6 Bedah Minor


- DM tipe 1 : Berikan insulin kerja sedang dengan dosis separuh total insulin
pagi secara subkutan bila glukosa darah pagi sekurang-kurangnya 126 mg/dL.
Gula darah diperiksa 1 jam preoperasi dan minimal 1 kali intraoperasi serta
setiap 2 jam setelah operasi. Pemberian insulin rutin dimulai saat penderita
mulai makan.
16

- DM tipe 2 : Hentikan regimen hipoglikemik oral pada hari operasi, gula darah
diukur 1 jam sebelum operasi dan sekurang-kurangnya 1 kali selama operasi.
Penderita yang mendapat terapi insulin sebelumnya di injeksi insulin subkutan
dengan dosis separuh dari total dosis pagi bila kadar gula darah pagi sekurang-
kurangnya 126 mg/dL. Setelah operasi gula darah diperiksa.
Bila kadar gula darah pagi sekurang-kurangnya 150 mg/dL, (sumber yang
lain >126 mg/dL) pasien biasanya diberikan insulin dengan dosis setengah
pemberian pagi secara SC diikuti pemberian infus glukosa 5% 1,5 cc/jam.
Selanjutnya di ruang operasi, siapkan akses intravena lain untuk infus
dextrose 5% sehingga terpisah dari jalur pemberian cairan lain, periksa gula darah
setiap 2 jam dimulai setelah pemberian insulin, setiap 1 jam intra operasi dan 2-4
jam setelah operasi. Apabila pasien mulai hipoglikemia, gula darah < 100 mg/dL;
berikan suplemen dekstrosa (setiap ml glukosa 50% dapat menaikkan glukosa
darah kira-kira sebesar 2 mg/ dL pada orang dengan BB 70 Kg). Sebaliknya bila
terjadi intraoperatif hiperglikemia (>150-180mg/dL) dapat diberikan insulin
intravena dengan dosis menggunakan sliding scale. Satu unit insulin dapat
menurunkan gula darah sebesar 20-30 mg/dL.
Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan regular insulin via NaCl
0,9% piggy bag (50-100 u per 50-100 ml NaCl 0,9 %) atau dapat juga dengan
lebih menurunkan kadar insulin/cc menjadi 0.1 unit /cc dan infus mikrodrip
dimana hal ini dapat memudahkan titrasi insulin bila tidak tersedia infuse pump.
Kecepatan infus dapat menggunakan rumus;

Insulin (Unit / jam) = Serum Glukosa (mg/dL)/150

Larutan glukosa 5% sebaiknya diberikan untuk mencegah hipoglikemia.


Larutan glukosa mulai diberikan saat level glukosa serum kurang dari 150 mg/dL,
tambahkan 10 mEq KCl pada setiap liter cairan. Kateter intra arterial
direkomendasikan untuk mendapatkan sampel glukosa setiap 1-2 jam intraoperatif
dan postoperatif hingga pemberian kembali insulin subkutan dan atau oral anti
diabetik.
17

Tabel 2.2 Regimen Pemberian Infus Glukosa-Insulin-Kalium


Glukosa Darah (mg/dL) GIK infusion Rate Rasional
Dekstosa 5% Dekstrosa 10%
< 80 ↓ 5 unit ↓ 10 unit
< 120 ↓ 3 unit ↓ 5 unit
120-180 Tidak berubah Tidak berubah
181-270 ↑ 3 unit ↑ 5 unit
>270 ↑ 5 unit ↑ 10 unit
- Dektrosa 5%; 1000 ml mengandung 20 mEq + 15 unit RI,
- Dektrosa 10% 1000 ml mengandung 20 mEq KCL + 30 unit RI
- Panah menunjukan jumlah pengurangan/penambahan insulin dalam 1000 ml.

Pemberian insulin intravena sangat fleksibel dan dapat diberikan secara


titrasi sehingga merupakan obat ideal dalam perioperatif DM. Krinsley
melaporkan pada pasien dengan gula darah terkontrol stabil pada level normal,
angka kematian menurun 29,3%, lama perawatan RS menurun 10,8%, insufisiensi
ginjal menurun 25% dan kebutuhan tranfusi darah berkurang 18,7%; dengan
subjek pasien DM yang diberikan insulin secara infus kontinyu intravena
dibandingkan dengan pasien DM yang diberikan insulin di ICU. Selain itu
absorbsi insulin yang diberikan SC atau IM sangat tergantung pada aliran darah
pada jaringan tersebut sehingga tidak dapat diprediksi selama operasi.

2.8.7 Pembedahan Elektif


Penderita DM yang akan menjalani operasi elektif sebaiknya masuk RS
minimal 2 X 24 jam sebelumnya agar persiapan lebih optimal. Data laboratorium
terakhir yang diperlukan adalah kadar glukosa darah, elektrolit, urinalisis, ureum,
creatinin, dan EKG.
Pada hari persiapan
- Penderita kelas 1
Pada penderita DM yang diterapi/terkontrol dengan diet atau diet dan
OAD tergantung pada macam pembedahannya apakah OAD perlu diganti dengan
regular insulin (RI). Bila setelah pembedahan penderita diharapkan dapat segera
diberikan intake peroral, maka OAD tidak perlu diganti dengan RI. Tetapi pada
18

pembedahan besar dimana dalam beberapa hari asupan harus melalui per infus
maka OAD harus segera diganti dengan RI. Pengantian ini perlu waktu untuk
monitoring.
Bila didapatkan asetonuria tanpa glukosuria, hal ini kemungkinan
menggambarkan ketosis karena puasa, sehingga perlu diberi karbohidrat IV atau
peroral. Hal tersebut dapat dicegah dengan pemberian karbohidrat 100-150
gram/hari (BB 70 kg)11. Adapula yang menggunakan 50-75 gram/24jam pada
hari pembedahan.
- Penderita kelas 2 dan 3
Bila penderita menggunakan long acting insulin maka dilakukan
penggantian dengan RI, dimonitor beberapa hari untuk mendapatkan dosis yang
sesuai. Bila ada gangguan elektrolit dan asam basa harus dikoreksi dahulu.
Pada hari pembedahan
Pasien sebaiknya dijadwalkan operasi pagi hari. Pagi hari sebelum operasi
diambil contoh darah untuk mengetahui baseline data glukosa darah puasa, setelah
itu pasang infus dengan cairan yang mengandung glukosa, sebaiknya tidak
menggunakan cairan yang mengandung RL. Tentukan dosis maksimal insulin
pada hari pembedahan yaitu 2/3 dari dosis yang biasa diberikan, kemudian 1/3
dosis maksimal tersebut diberikan subcutan pagi hari setelah infus terpasang, dan
2/3 nya direncanakan diberikan pasca bedah dengan dua kali pemberian sampai
keesokan harinya11. Sebelum pemberian insulin berikutnya dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa darah dahulu, dan pemantauan sebaiknya setiap 3 jam
pasca operasi.
Hasil pemeriksaan glukosa darah untuk penyesuaian dosis insulin, dalam
hal ini untuk menghindari hipoglikemia, dengan menggunakan tehnik sliding
scale sebagai berikut:
Tabel 2.3 Regimen Pemberian Insulin dengan metode sliding scale
Kadar Glukosa Darah Dosis Insulin
200-250 2-3 unit
250-300 3-4 unit
300-400 4-8 unit (cek glukosa daraah/1-2 jam)
>400 10 unit (cek glukosa darah tiap jam)
19

Untuk monitoring terjadinya ketoasidosis dilakukan dengan pemeriksaan


sederhana yaitu dengan pemeriksaan analisa gas darah dengan menilai CO2 serum
(total CO2 content) dimana:
- CO 2 > 20 mEq/L diklasifi kasikan sebagai ketonuria CO2 20 - 10 mEq/L
diklasifi kasikan sebagai ketoasidosis
- CO2 < 10 mEq/L diklasifikasikan sebagai koma asidosis

Pada DM tipe 1 untuk pembedahan minor ditangani dengan 2 cara :


1. Pasien yang terkontrol baik dapat diberi setengah dosis biasanya insulin
intermediate acting secara subkutan pagi hari sebelum pembedahan, disertai
dengan infus dekstrosa 5% saat mulai pemberian insulin dengan kecepatan
100-150 ml/jam. RI dapat diberikan sebagai suplemen sesuai kadar glukosa
darah.
2. Cara kedua pada bedah singkat adalah dengan menghentikan semua pemberian
insulin pra bedah, pasien tetap dipuasakan dan tidak diberi glukosa. Pasca
bedah diberikan makan peroral dan pasien dapat diberi 50% dosis insulin
biasanya.
Karena penyulit pasca operasi terbanyak adalah infeksi, maka penderita
DM yang kurang baik persiapanya atau karena keadaan preoperasi sebelumnya,
akan cenderung mengalami sepsis. Tertralogi terapi DM dengan sespsis yang
perlu diingat adalah;
- Regulasi cepat
- Koreksi defisit (cairan,albumin, elektrolit, trace elemen)
- NPE (nutrisi Par-Enteral) harus segera dimulai pada hari kedua (paling
lambat hari ketiga) dengan syarat kadar glukosa darah kurang dari 200-250
mg/dL (bila belum laksanakan regulasi cepat terlebih dahulu)
- Antibiotika (selama 1-2 minggu).

2.8.8 Pembedahan Emergensi


Pada pembedahan darurat penderita harus segera dievaluasi secara lengkap
(anamnesis dan pemeriksaan fisik), kadar gula darah, aseton serum, elektrolit dan
20

lain sebagainya. Bila penderita dalam keadaan ketoasidosis jika memungkinkan


pembedahan ditunda beberapa jam untuk melakukan koreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, dimana merupakan keadaan yang mengancam
jiwa. Bila waktu memungkinkan dilakukan koreksi ketoasidosis secara tuntas.
Segera tentukan kadar glukosa darah, ureum, creatinin serum, elektrolit
(K+ dan Na+), keton, analisa gas darah (pH dan PCO2), koreksi dehidrasi dengan
NaCl 0,9% dengan kecepatan 250 – 1000 cc/jam, tergantung derajat dehidrasi
serta kondisi jantungnya dan bila kadar glukosa darah sudah mencapai 250 mg/dL
cairan diganti dengan yang mengandung glukosa. Berikan RI secara IV sebanyak
5 – 10 unit (bolus), kemudian dilanjutkan dengan 50 unit dalam 500 cc normal
saline dimulai dengan 2–8 unit/jam (20 – 80 cc/jam). Sebagai patokan digunakan
formula penghitungan jumlah insulin (unit/jam) dengan membagi kadar glukosa
darah terakhir dengan 150 (atau dibagi 100 bila penderita menggunakan steroid,
overweight, atau terdapat infeksi).
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan secara serial setiap 2 – 3 jam
dan diperkirakan kadar glukosa darah turun antara 75 – 100 mg/ dL. Tetesan dapat
diatur kembali dengan mempertahankan kadar glukosa darah antara 120 – 250
mg/dL. Monitoring pH, K+, dan glukosa darah dilakukan secara ketat. Perlu
diingat bahwa untuk memperbaiki dehidrasi sering diperlukan cairan yang cukup
banyak berkisar antara 3 – 5 L bahkan dapat mencapai 10 L. Kadar sodium
plasma akan.
menurun 1,6 mEq/L untuk tiap kenaikan 100 mg/dL kadar glukosa darah
diatas nilai normal.
Ada pula yang menggunakan teknik regulasi cepat pada penderita DM.
Tehnik ini merupakan cara yang mudah, efektif dan efisien untuk regulasi glukosa
darah pada DM agar tercapai kadar 200 mg/dL. Apapun penyebab hiperglikemia
pada pembedahan pasien DM, kadar glukosa darah harus segera diturunkan
menjadi 200 mg/dL, karena hiperglikemi (> 200 mg/dL) meningkatkan morbiditas
pasca operasi. Tehnik regulasi cepat pada DM sebagai berikut:
- Jangan memberi cairan yang mengandung karbohidrat bila kadar gula >200
mg/dL
21

- Beri RI intravena 4 unit tiap jam sampai kadar gula darah 200 mg/dL atau
reduksi urin positif lemah. Sebagai pedoman. Tiap dosis 4 unit/jam dapat
menurunkan kadar gula darah 50-75 mg/dL
- Bila kadar gula darah sudah tercapai, RI diteruskan secara subkutan dengan
interval awal tiap 4 jam, bila respon baik dapat diberikan tiap 8 jam.

2.8.9 Post Operasi


1. DM tipe 1: Stop infus saat penderita makan dan minum. Kalkulasi total dosis
insulin penderita preoperatif dan berikan insulin solubel (actrapid) subkutan
yang terbagi dalam 3-4 dosis per hari. Sesuaikan dosis selanjutnya hingga level
glukosa stabil.
2. DM tipe 2: Stop infus IV dan mulai pemberian obat oral anti diabetic saat
penderita makan dan minum.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peningkatan prevalensi pasien diabetes yang akan dioperasi dan
meningkatnya resiko komplikasi sehubungan dengan penyakit DM membutuhkan
pemeriksaan dan pengelolaan optimal perioperatif. nPengelolaan pasien DM saat
ini dihadapkan dengan tingkat morbiditasnya yang meningkat secara umum. Data
dari berbagai penelitian menunjukkan peningkatan angka morbiditas dan
mortalitas penderita DM yang signifikan. Manfaat dari kontrol gula darah yang
tepat berhubungan dengan komplikasi yang ringan, dan menjadi bagian dari
tatalaksana standar. Meskipun demikian dalam data ini terdapat kekurangan
literatur untuk menjadi patokan pengelolaan optimal. Kontrol gula darah yang
intensif membutuhkan monitoring yang ketat untuk mengurangi insiden
hipoglikemia berat. Metode baru seperti Glucommander, dapat dilakukan sebagai
salah satu pilihan metode baru. Bagaimanapun juga dibutuhkan penelitian lagi
untuk lebih mengoptimalkan manajemen perioperatif penderita DM selanjutnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI, (2019). PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN


DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA. Jakarta.

2. Rehman Habibur, Mohammed Kamrudeen. Perioperative Management of


Diabetic Patient. 2003.Current Surgery vol 60 No.6.

3. The International Diabetes Federation (IDF), (2020). What is diabetes?.Avenue


Herrmann-Debroux 54B-1160 Brussels, Belgium

4. Harreiter, J., Roden, M. Diabetes mellitus – Definition, Klassifikation,


Diagnose, Screening und Prävention (Update 2019). Wien Klin Wochenschr
131, 6–15 (2019). https://doi.org/10.1007/s00508-019-1450-4

5. Little RR and Roberts WL. A Review of Variant Hemoglobins Interfering with


Hemoglobin A1c Measurement. Journal of Diabetes Scienece and Technology.
2009; 3: 446 –51.

6. Lois IB, Susan HN, Dawn D. Decision Making. 4th ed. Elsevier Moseby, Inc.
USA, 2007.

7. Vann Marry Ann. Perioperative Management of Ambulatory Surgical Patient


with Diabetes Mellitus. 2009. Current Oppinion in Anaesthesiology 22: 718-
724.

8. Girish P. Joshi, Chung F, Vann Mary Ann, Ahmad Shireen, Gan Tong, Gulson
daniel, Merril Douglas, Twersky Rebecca. Society for Ambulatory Anesthesia
Consensus Statement on Perioperative Blood Glucose Management in Diabetic
Patients Undergoing Ambulatory Surgery. 2010. International Anesthesia
Reseach Society vol 111 Number 6. P1378-1387

9. O’Nigren, Jonas, Thorell, Anders, Soop, Mattias, Brismar, Kerstin, Karpe,


Fredrik, K. S., Nair, & Ljungqvist, Olle, Perioperative Insulin and Glucose
Infusion Maintains Normal Insulin Sensitivity After Surgery. American
Physiological Society, 0193-1849, 1998.

10. Butterworth F Jhon, Mackey C David, Wasnick D Jhon. Morgan & Mikhail’s
Clinical Anesthesiology. 2013. Mc Graw-hill.

11. Chasnak SS. Pengelolaan Perioperatif Pasien Diabetes Mellitus. Dalam :


Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Berkala X IDSAI. Bandung. 2000.
hal.219-225.

23

Anda mungkin juga menyukai