Anda di halaman 1dari 26

“ PERAWATAN LUKA DENGAN DIABETES MELITUS PADA Tn.

Z DI RSUD”

DISUSUN OLEH

1. Siti Aroh
2. Septy
3. Sulis
4. Ani Sakina
5. Sri Wahyuni
6. Athey Novellia

PRODI S1 KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN


KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Perawatan Luka
dengan Diabetes Melirus Pada Tn Z di RSUD” guna memenuhi laporan Praklinik 1, Program
Studi S1 Kebidanan pada Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pasir Pengaraian. Penulis
menyadari kelemahan serta keterbatasan yang ada sehingga dalam menyelesaikan makalah ini
memperoleh bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada seluruh pihak yang sudah terlibat dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan,
sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat di harapkan untuk
kesempurnaan laporan responsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Kumu, 04 Januari 2022

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2

1.3 Tujuan............................................................................................................................2

1.4 Manfaat..........................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................................................3

2.1 Defenisi Diabetes Melitus.............................................................................................3

2.2 Etiologi Diabetes Melitus..............................................................................................3

2.3 Patofisiologi Diabetes Melitus.......................................................................................4

2.4 Penatalaksanaan ............................................................................................................5

2.5 Diagnosa Diabetes Melitus............................................................................................8

BAB III KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KLINIK....................................................10

3.1 Konsep Tindakan Perawatan Luka................................................................................10

BAB IV TINJAUAN KASUS.....................................................................................................15

4.1 Pengkajian.....................................................................................................................15

BAB V PENUTUP.......................................................................................................................23

5.1 Kesimpulan....................................................................................................................23

5.2 Saran..............................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang disebabkan karena masalah pada tubuh
dalam memproduksi insulin, insulin yang dihasilkan kurang ataupun tidak ada sama sekali, atau
bisa dikarenakan tidak berfungsinya reseptor insulin sehingga sel tidak bisa menerima glukosa
untuk metabolism (Black, M. J. & Hawks, 2014; Pranata, S & Khasanah, 2017). International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2019 mengatakan bahwa diabetes merupakan salah satu
issue di dunia kesehatan yang telah mencapai tahap “alarming”.

Saat ini hampir setengah juta penduduk (463 juta) dunia yang mengidap diabetes. pada
tahun 2019 dan diperkiraan prevelensi meningkat pada tahun 2045 menjadi 700 juta orang
menderita diabetes (IDF, 2019). Penyakit ini banyak di derita oleh penduduk di Negara
berkembang, salah satunya Indonesia. Indonesia memegang peringkat ke-7 dengan penderita
diabetes usia tahun. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan peningkatan angka
kejadian diabetes yang cukup signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun
2018 (RISKESDAS, 2018). Sedangakan di tahun 2019 jumlah penderita diabetes hampir
mencapai angka 4 juta penderita (Kemenkes RI, 2020).

Kejadian diabetes di jawa tengah menempati peringkat ke 2 penyakit tidak menular yaitu
sebesar 20,57 % (DinKes Provinsi Jateng, 2018). Prevalensi penderita luka diabetik di Indonesia
sebesar 15% dari penderita diabetes Menurut data rekam medik di RSUD KRMT Wongsonegoro
Semarang menunjukan kasus penderita diabetes mellitus pada tahun 2017 periode januari
mencapai 55 kasus yang sebagian besar perawatan pasien selalu terkait dengan luka diabetik
dengan derajat 0 – 5 (Maulida, 2017). Setiap tahun lebih dari 1 juta orang penderita diabetes
mellitus kehilangan salah satu kakinya sebagai komplikasi diabetes mellitus. Penyakit arteri
perifer secara independen meningkatkan risiko ulkus yang tidak dapat disembuhkan, infeksi, dan
amputasi (Armstrong et al., 2017).

Luka diabetik disebabkan oleh infeksi sebagai akibat dari tingginya glukosa darah,
sehingga meningkatkan proliferasi bakteri, dan ditambah adanya defisiensi sistem imun yang
menyebabkan masa inflamasi luka berlangsung lama. Selain itu, tidak sesuainya penanganan
pada luka diabetik (ulkus) dapat memperburuk kondisi luka (Ekaputra, 2013).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul
“PERAWATAN LUKA DENGAN DIABETES PADA Tn. Z Di RSUD”

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana tindakan keterampilan dasar kebidanan perawatan luka terhadap pasien


dengan diagnosa Diabetes Melitus ?
2. Apa faktor eksternal dan internal yang berperan dalam terjadinya luka pada pasien
diabetes melitus ?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan umum

Kelompok dapat menberikan perawatan luka dengan diabetes melitus pada Tuan K

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Untuk menjelaskan pengertian dari tindakan perawatan luka


b) Untuk mengetahui jenis-jenis dari tindakan perawatan luka
c) Untuk mengetahui alat-alat yang di gunakan dalam perawatan luka.
d) Untuk mengetahui langkah-langkah dalam perawatan luka

1.4 MANFAAT

1.4.1 Bagi Penulis

Untuk menambah pengetahuan penulis khususnya dalam pelaksanaan pada pasien dengan
diagnosa Diabetes Melitus
1.4.2 Bagi Pasien Dan Keluarga Pasien
Agar pasien dan keluarga dapat mengetahui tentang perawatan luka dan tindakan yang
dilakukan pada pasien dengan diagnosa Diabetes Melitus
1.4.3 Bagi Institusi
Agar mahasiswi dapat melakukan tindakan dan menjadikan pengalaman dari kasus dan
tindakan pada pasien dengan diagnos Diabetes Melitus.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Defenisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus atau penyakit kencing manis merupakan penyakit menahun yang dapat
diderita seumur hidup (Sihotang, 2017). Diabetes melitus (DM) disebabkan oleh gangguan
metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan peningkatan gula darah atau
sering disebut dengan kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin
dari pankreas. Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik makrovaskuler
maupun mikrovaskuler. Penyakit DM dapat mengakibatkan gangguan kardiovaskular yang
dimana merupakan penyakit yang terbilang cukup serius jika tidak secepatnya diberikan
penanganan sehingga mampu meningkatkan penyakit hipertensi dan infark jantung (Saputri,
2016).

2.2 Etiologi Diabetes Melitus

Etiologi dari penyakit diabetes yaitu gabungan antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitusekresi atau kerja insulin, abnormalitas metabolik
yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas mitokondria, dan sekelompok kondisi lain yang
menganggu toleransi glukosa. Diabetes mellitus dapat muncul akibat penyakit eksokrin pankreas
ketika terjadi kerusakan padamayoritas islet dari pankreas. Hormon yang bekerja sebagai
antagonis insulin juga dapat menyebabkan diabetes (Putra, 2015). Resistensi insulin pada otot
adalah kelainan yang paling awal terdeteksi dari diabetes tipe 1 (Taylor, 2013).

Adapun penyebab dari resistensi insulin yaitu: obesitas/kelebihan berat badan,


glukortikoid berlebih (sindrom cushing atau terapi steroid), hormon pertumbuhan berlebih
(akromegali), kehamilan, diabetes gestasional, penyakit ovarium polikistik, lipodistrofi (didapat
atau genetik, terkait dengan akumulasi lipid di hati), autoantibodi pada reseptor insulin, mutasi
reseptor insulin, mutasi reseptor aktivator proliferator peroksisom (PPAR γ), mutasi yang
menyebabkan obesitas genetik (misalnya: mutasi reseptor melanokortin), dan hemochromatosis
(penyakit keturunan yang menyebabkan akumulasi besi jaringan) (Ozougwu et al., 2013).

Pada diabetes tipe I, sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun, sehingga
insulin tidak dapat diproduksi. Hiperglikemia puasa terjadi karena produksi glukosa yang tidak
dapat diukur oleh hati. Meskipun glukosa dalam makanan tetap berada di dalam darah dan
menyebabkan hiperglikemia postprandial (setelah makan), glukosa tidak dapat disimpan di hati.
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak akan dapat menyerap kembali
semua glukosa yang telah disaring. Oleh karena itu ginjal tidak dapat menyerap semua glukosa
yang disaring. Akibatnya, muncul dalam urine(kencing manis). Saat glukosa berlebih
diekskresikan dalam urine, limbah ini akan disertai dengan ekskreta dan elektrolit yang
berlebihan. Kondisi ini disebut diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan buang air kecil (poliuria) dan haus (polidipsia).

2.3 Patofisiologi Diabetes Melitus

Gejala dari penyakit DM yaitu antara lain:

1. Poliuri (sering buang air kecil)

Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari (poliuria), hal ini
dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal (>180mg/dl), sehingga gula akan
dikeluarkan melalui urine. Guna menurunkan konsentrasi urine yang dikeluarkan, tubuh akan
menyerap air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga urine dalam jumlah besar dapat
dikeluarkan dan sering buang air kecil. Dalam keadaan normal, keluaran urine harian sekitar 1,5
liter, tetapi pada pasien DM yang tidak terkontrol, keluaran urine lima kali lipat dari jumlah ini.
Sering merasa haus dan ingin minum air putih sebanyak mungkin (poliploidi). Dengan adanya
ekskresi urine, tubuh akan mengalami dehidrasi atau dehidrasi. Untuk mengatasi masalah
tersebut maka tubuh akan menghasilkan rasa haus sehingga penderita selalu ingin minum air
terutama air dingin, manis, segar dan air dalam jumlah banyak.

2. Polifagi (cepat merasa lapar)

Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga. Insulin menjadi
bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh kurang dan
energi yang dibentuk pun menjadi kurang. Ini adalah penyebab mengapa penderita merasa
kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi miskin gula sehingga otak juga berfikir bahwa kurang
energi itu karena kurang makan, maka tubuh kemudian berusaha meningkatkan asupan makanan
dengan menimbulkan alarm rasa lapar.

3. Berat badan menurun

Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup dari gula karena kekurangan
insulin, tubuh akan bergegas mengolah lemak dan protein yang ada di dalam tubuh untuk diubah
menjadi energi. Dalam sistem pembuangan urine, penderita DM yang tidak terkendali bisa
kehilangan sebanyak 500 grglukosa dalam urine per 24 jam (setara dengan 2000 kalori perhari
hilang dari tubuh).

Kemudian gejala lain atau gejala tambahan yang dapat timbul yang umumnya ditunjukkan
karena komplikasi adalah kaki kesemutan, gatal-gatal, atau luka yang tidak kunjung sembuh,
pada wanita kadang disertai gatal di daerah selangkangan (pruritus vulva) dan pada pria ujung
penis terasa sakit (balanitis).
2.4 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

1) Terapi Non Farmakologi

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan
modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain : menurunkan
berat badan, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah,
memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas resseptor insulin, memperbaiki system
koagulasi darah. Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan :

1) Kadar glukosa darah mendekati normal,

 Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl


 Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl
 Kadar Hb AlC < 7%

2) Tekanan darah < 130/80 mmHg

3) Profil lipid

 Kolesterol LDL < 100 mg/dl


 Kolesterol HDL > 40 mg/dl
 Trigliserida < 150 mg/dl

4) Berat badan senormal mungkin

Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizi medis ini lebih difokuskan pada
perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup dan pola kebiasaan makan, status nutrisi
dan faktor khusus lain yang perlu diberikan prioritas. Beberapa faktor yang harus diperhatikan
sebelum melakukan perubahan pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status
gizi, status kesehatan, aktivitas fisik, dan faktor usia (Soebardi, 2006).

2) Terapi Farmakologi

a) Terapi dengan Insulin

Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda dengan pasien
dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk terapi kombinasi yang
digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam
mengontrol glikemik maka pengobatan diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan
pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih
tinggi dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi masalah
bagi penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin
yang tepat yaitu dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn yang dapat
digunakan dalam terapi insulin. Lama kerja insulin beragam antar individu sehingga diperlukan
penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan frekuensi penyuntikannya
ditentukan secara individual. Umumnya pasien diabetes melitus memerlukan insulin kerja
sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi
hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya
sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja
sedang. Jika dimulai dengan pemberian insulin kerja panjang bukan glargine/detemir, maka dosis
yang diberikan 0,25 U/kgBB NPH saat makan pagi dan sebelum tidur (0,15 U/kgBB bila takut
terjadi hipoglikemia ; 0,35 U/kg untuk kondisi dengan peningkatan kebutuhan insulin basal).
Selain itu, tetap diberikan 0,1 U/kgBB rapid acting insulin sebelum makan. Insulin analog kerja
panjang digunakan 2-4 kali sehari.

Sementara itu, kebutuhan insulin prandial dapat dipenuhi dengan insulin kerja cepat
(insulin regular atau rapid acting insulin analog). Insulin tersebut diberikan sebelum makan atau
setelah makan (hanya untuk penggunaan rapid acting insulin analog) Idealnya insulin digunakan
sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan
tiga kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin
yang diberikan dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin
mendekati kebutuhan fisiologis (Anonim, 2009)

b) Obat Antidiabetik Oral

1. Sulfonilurea

Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi kedua yaitu glipizid
dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya non ionic-binding dengan albumin
sehingga resiko interaksi obat berkurang demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia
lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena
metabolitnya tidak aktif sedangkan metabolit gliburid bersifat aktif (Djokomoeljanto, 1999).
Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek atau metabolit
tidak aktif yang lebih sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru
sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas juga
memiliki tambahan efek ekstrapankreatik (Chau dan Edelman, 2001).

2. Golongan Biguanid

Metformin pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika digunakan tanpa
obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien lanjut usia karena dapat
menyebabkan anorexia dan kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan
kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan karena massa otot yang
rendah pada orangtua. Metformin tidak boleh diberikan bila klirens kreatinin <60mg/dl
(Chau dan Edelman, 2001).

3. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose

Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu enzim pada
lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat kompleks. Sehingga
mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan penurunan peningkatan glukosa
postprandial (Soegondo, 1995). Walaupun kurang efektif dibandingkan golongan obat yang
lain, obat tersebut dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes
ringan. Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga bermanfaat bagi
mereka yang menderita sembelit. Fungsi hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal
tersebut tidak menjadi masalah klinis (Chau dan Edelman, 2001).

4. Thiazolidinediones

Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan
efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman
dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus
dihindari pada pasien dengan gagal jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relatif
mahal tetapi obat tersebut sangat berguna bagi pasien lanjut usia (Chau dan Edelman, 2001).

5. Glinid

Repaglinide (Prandin) adalah obat oral glukosa baru yang dapat digunakan dalam
penggunaan monoterapi atau kombinasi dengan metformin untuk diabetes tipe 2. Serupa
dengan sulfonilurea utama yaitu dapat meningkatkan sekresi insulin pankreas tapi sistem
kerjanya terpisah pada sel β pancreas dan memiliki sistem kerja lebih pendek, dan lebih
cepat bereaksi daripada golongan sulfonilurea. Seperti sulfonilurea, repaglinide dapat
menyebabkan hipoglikemia yang serius dan berhubungan dengan kadar insulin yang
meningkat dan juga berat badan. Tetapi obat ini bermanfaat bagi pasien lanjut usia dengan
pola makan yang tidak teratur atau mereka yang rentan terhadap hipoglikemia. Megtilinida
harus diminun cepat sebelum makan dan karena resorpsinya cepat, maka mencapai kadar
puncak dalam 1 jam. Insulin yang dilepaskan menurunkan glukosa darah secukupnya.
Ekskresinya juga cepat sekali, dalam waktu 1 jam sudah dikeluarkan tubuh.

2.5 Diagnosa Diabetes Melitus

Berdasarkan pemeriksaan glukosa darah, yaitu; 1) Glukosa Plasma Vena Sewaktu; 2)


Glukosa Plasma Vena Sewaktu; 3) Glukosa 2 jam Post Prandial; dan 4) Tes Toleransi Glukosa
Oral.
1. Glukosa Plasma Vena Sewaktu
Penderita DM sering datang dengan gejala klasik DM. Sewaktu diartikan sebagai
kapanpun tanpa memandang terakhir kali makan. Dengan sudah adanya gejala klasik
DM, pemeriksaan glukosa darah sewaktu sudah dapat menegakkan diagnosis DM.
Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (plasma vena) maka penderita tersebut
sudah dapat disebut diabetes melitus. Dengan kata lain kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl
sudah memenuhi kriteria diabetes melitus.
2. Glukosa Plasma Vena Puasa
Glukosa plasma dalam keadaan puasa dibagi atas tiga nilai, yaitu:
a. < 110 mg/dl
b. antara ≥ 110 mg/dl - < 126 mg/dl;
c. >126 mg/dl.
Kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah
diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu
(GDPT). Dengan demikian pada mereka dengan kadar glukosa plasma vena
setelahberpuasa sedikitnya 8 jam ≥ 126 mg/dl sudah cukup untuk membuat diagnosis
diabetes melitus. Bahkan untuk penelitian epidemiologis di lapangan dianjurkan untuk
menggunakan pemeriksaan kadar glukosa plasma puasa bukan tes toleransi glukosa oral.
3. Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)
Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang
mengandung100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan merokok serta
berolahraga.Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukan DM bila kadar glukosa darah ≥
200mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140.
4. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
Apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl. Glukosa jam ke-2 pada
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) apabila pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu
kadar glukosa plasma tidak normal, yaitu antara 140-200 mg/dl, maka pada mereka ini
harus dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral untuk meyakinkan apakah
diabetes melitus atau bukan. Sesuai dengan kesepakatan WHO tahun 2006 maka tes
toleransi glukosa oral harus dilakukan dengan memberikan 75 gram glukosa (rata-rata
pada orang dewasa) atau 1,75 gr per kilogram berat badan pada anak-anak. Serbuk
glukosa ini dilarutkan dalam 250-300 ml air kemudian dihabiskan dalam waktu 5menit.
TTGO dilakukan setelah pasien berpuasa minimal 8 jam. Penilaian adalahsebagai
berikut; 1) Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl; 2) Toleransi glukosa terganggu
(TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl;dan 3) Toleransi glukosa ≥
200 mg/dl disebut diabetes melitus.
BAB III

KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KLINIK

“ TINDAKAN PERAWATAN LUKA PADA Tn Z DENGAN DIAGNOSA DIABETES


MELITUS “

3.1 Konsep Tindakan Perawatan Luka

3.1.1 Defenisi Perawatan Luka

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma
tajam atau tumpul, perubahan suhu, paparan zat kimia, ledakan, sengatan listrik, maupun
gigitan hewan. Luka dapat menyebabkan kerusakan fungsi perlindungan kulit akibat
hilangnya kontinuitas jaringan epitel dengan atau tanpa kerusakan jaringan lain, seperti otot,
tulang, dan saraf. Perawatan luka harus menyesuaikan kondisi dan problem luka yang terjadi
dan tidak selalu sama pada setiap diagnosis luka.

Perawatan luka yang optimal berperan penting dalam proses penyembuhan luka agar
dapat erlangsung dengan baik. Selain bertujuan untuk mencapai kesembuhan luka, perawatan
luka bertujuan untuk memperoleh waktu penyembuhan yang lebih singkat, menghindari
gangguan dan masalah yang ditimbulkan oleh luka, yang dapat berujung pada produktivitas
kerja dan biaya yang dikeluarkan dalam proses penyembuhan luka.

3.1.2 Tujuan Perawatan Luka

a) Menjaga kebersihan dapat mencegah infeksi,


b) Memberikan rasa aman & nyaman untuk pasien.
c) Mempercepat proses penyembuhan luka,
d) Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan,
e) Membersihkan luka dari benda asing/kotoran,
f) Memudahkan pengeluaran cairan yang keluar dari luka,
g) Mencegah masuknya kuman dan kotoran ke dalam luka
h) Mencegah perdarahan sekitar luka.

3.1.3 Faktor – faktor Perawatan Luka

Indikasi Perawatan Luka antara lain :

a) Perdarahan dari luka tidak dapat dihentikan dengan bebat tekan atau memposisikan lebih
tinggi daerah yang mengalami luka
b) Luka yang dialami disebabkan oleh trauma berat
c) Luka terbuka yang membutuhkan jahitan
d) Luka akibat gigitan hewan atau membutuhkan imunisasi rabies
e) Luka kotor dan sulit untuk dibersihkan
f) Terdapat tanda-tanda infeksi pada luka seperti kemerahan, bengkak, nyeri, dan
munculnya nanah
g) Status vaksinasi tetanus belum diperbaharui atau membutuhkan pencegahan tetanus

3.1.4 Macam – Macam Luka

1. Luka diabetik neuropati

Gambar 1 Luka Diabetik Tipe Neuropatik


Luka diabetik tipe neuropati adalah perlukaan yang terjadi dampak dari
penekanan yang terlalu lama dan timbul trauma karena klien tidak merasakan sensasi
pada area kaki. Ciri-ciri luka neuropati pada klien adalah dasar luka umumnya tampak
merah dan tepi luka mengalami hiperkeratosis. Dapat terlihat dengan ciri-ciri luka adalah
paling sering terjadi pada plantar
2. Luka diabetik tipe iskemik
Luka diabetik tipe iskemik adalah perlukaan yang terjadi karena terjadinya
penyumbatan pembuluh darah arteri. Ciri-ciri luka iskemik, luka tampak pucat, tidak
teraba denyut nadi pada area dorsal pedis, akral dingin, redahnya nilai Ankle Brachial
Index Pressure (ABIP) pada umumnya dibawah 0.6.
3. Luka diabetik tipe arterial
Luka arterial juga dikenal dengan luka iskemik adalah luka kronis yang sukar
sembuh karena menurunnya sirkulasi aliran darah ke bagian kaki karena adanya
penyumbatan arteri di kaki dapat dampak dari aterosklerosis. Lokasi luka pada umumnya
sering di tumit, ujung jari kaki, di antara jari kaki di mana jari kaki saling bergesekan atau
di mana saja tulang menonjol. Kulit di sekitarnya biasanya tampak ditekan pada luka
arterial.
Jika ada iritasi atau infeksi, mungkin ada pembengkakan dan kemerahan di
sekitar dasar luka. Mungkin juga ada kemerahan di seluruh kaki saat kaki menggantung;
kemerahan ini sering berubah menjadi warna putihpucat / kuning ketika kaki terangkat.
Luka arterial biasanya sangat nyeri terutama pada malam hari. Klien secara naluriah akan
menggantung kakinya di sisi tempat tidur untuk menghilangkan rasa sakit. Luka dapat
berwarna kuning, coklat, abu-abu atau hitam dan biasanya tidak berdarah. Nilai ABI
biasanya kurang dari 0.8.
4. Luka diabetik yang mengalami luka venous
Luka venous adalah luka yang diakibatkan oleh inkompetensi atau tidak tepat
fungsi pada sistem katup vena di kaki. Luka venous memiliki ciri yang sangat khas :
Edema yang kuat, deposit hemosiderin (pigmentasi coklat kemerahan),
lipodermatosclerosis (adalah kondisi peradangan kronis yang ditandai dengan fibrosis
subkutan dan pengerasan kulit pada tungkai bawah). Vena superfisial melebar dan dapat
berliku, dapat teraba hangat, atrophie blanche (tampak warna putih dan keras) ,Eksim,
dan tepi luka tampak edema.

3.1.5 Prosedur Perawatan Luka

1. Persiapan petugas
a) Pastikan dan identifikasi kebutuhan pasien yang akan dilakukan tindakan.
b) Cuci tangan sesuai prosedur (lihat SOP cuci tangan )
c) Gunakan alat pelindung diri( APD) sesuai kebutuhan
2. Persiapan pasien
a) Identifikasi pasien (lihat SOP identifikasi pasien)
b) Jaga privasi dan siapkan lingkungan aman dan nyaman
c) Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan
3. Persiapan alat
Baki berisi :
Bak Instrumen steril yang berisi:
a) 2 buah pinset anatomi
b) 2 buah pinset chirugis
c) Gunting jaringan
d) Kasa Steril
e) 1 pasang sarung tangan bersih
f) 1 pasang sarung tangan steril
Peralatan lain:
a) Trolly
b) 2 buah Kom Iodine sedang
c) Korentang
d) Hipafiks secukupnya
e) Gunting plester
f) Perlak kecil
g) H2O2 (Perhidrol)
h) NaCl 0,9 %
i) Bengkok
j) Tas kresek
k) Obat sesuai advis
4. Prosedur Pelaksanaan
1) Mengucapakan salam dan menyapa klien
2) Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan pada klien
3) Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
4) Memberi kesempatan bertanya pada klien sebelum melakukan tindakan
5) Mencuci tangan
6) Pasang sampiran
7) Memakai sarung tangan bersih, kemudian tempatkan alat ke dekat pasien
8) Mengatur posisi klien sehingga luka dapat terlihat dan terjangkau oleh perawat
9) Membuka bak instrumen
10) Menuangkan NaCl 0,9% ke dalam cucing/kom iodine sedang, Lalu tuangkan
H2O2 ke dalam cucing yang lainnya
11) Ambillah kasa steril secukupnya, kemudian masukan ke dalam cucing yang berisi
larutan NaCl 0,9%
12) Lalu ambil sepasang pinset anatomis dan cirugis
13) Peras kasa yang sudah di tuangkan ke dalam cucing, kemudian taruh perasan kasa
tersebut di dalam bak instrumen atau tutup bak instrumen bagian dalam
14) Pasanglah perlak di bawah luka klien, Lalu buka balutan luka klien, sebelumnya
basahi dulu plester atau hipafiks dengan NaCl atau semprot dengan alkohol
15) Masukkan balutan tadi ke dalam bengkok atau tas kresek
16) Lalu observasi keadaan luka klien, jenis luka, luas luka, adanya pus atau tidak dan
kedalaman luka
17) Kemudian buang jaringan yang sudah membusuk (jika ada) menggunakan
gunting jaringan
18) Setelah itu ganti sarung tangan bersih dengan sarung tangan steril, Lakukan
perawatan luka dengan kasa yang sudah di beri larutan NaCl 0,9% dan larutan
H2O2 sampai bersih dari arah dalam ke luar
19) Kemudian oleskan obat luka (jika ada), lalu tutup luka dengan kasa kering streil
secukupnya
20) Fiksasi luka dengan hipafiks
21) Setelah itu rapikan klien dan bereskan peralatan
22) Sampaikan pada klien bahwa tindakan sudah selesai dan sampaikan terimakasih
atas kerjasamanya
23) Kemudian lepas sarung tangan dan Cuci tangan
24) Dokumentasikan kegiatan
BAB IV

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

PERAWATAN LUKA DENGAN DIABETES PADA Tn. Z DI RSUD TAHUN 2023

Tanggal MasukRumah Sakit : 02 Januari 2023 pukul 09.00 Wib

Tanggal Pengkajian : 02 Januari 2023 Pukul 13.00 Wib

Langkah I. Identifikasi Data Dasar

1. Data Subjektif

Langkah I Identifikasi Masalah


Tanggal Pengkajian : 02 Januari 2023 , Pukul 09.00 Wib
Diagnosa : Diabetes Melitus
DATA SUBJEKTIF (S)
a. Tn Z dengan Diabetes Melitus Menyatakan Terkena Paku Dikaki Sebelah
Kanan
b. Tn Z menyatakan bermula 2 bulan yang lalu terkena paku dikaki sebelah
kanan dan bekas lukanya banyak dan menghitam
c. Tn Z menyatakan demam tinggi dan rasa nyeri dibagian kaki dan tidak
kunjung sembuh
d. Tn Z menyatakan sudah memeriksakan ke rumah sakit dan dokter melakukan
operasi dikarenakan lukanya pecah dan keluar nanah bercampur darah
e. Tn Z menyatakan Hasil Labor Kadar Gulanya : 438
DATA OBJEKTIF (O)
Td : 120/80 mmHg
N : 80x/menit
P : 20x/menit
S : 36.8ºC
K/U : Baik
K/E : Stabil
A: - Tn. Z umur 43 tahun dengan DM luka Pasca Operasi
- Masalahnya : Mencegah infeksi berlanjut pada luka DM
- Kebutuhan : Perawatan pada Luka Diabetes Melitus
Plan (Perencanaan)

1. Memberitahu dan menjelaskan hasil pemeriksaan Fisik Pada Tn.Z


2. Memberitahu Tn.Z tindakan yang harus dilakukan yaitu membersihkan luka
secara berkala minimal 1-2 hari
3. Menganjurkan Tn.Z tetap Menjaga Kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering
4. Memantau akttivitas dan mobilisasi Tn.Z
5. Mengobservasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik, warna
cairan, granulasi jaringan nekrotik, dan tanda – tanda infeksi Lokal
6. Membersihkan luka/ulkus pasien dengan metode moist wound healing dengan
cara membersihkan luka, kemudian dioleskan hydroaktive gel yaitu cultimet
gel pada area permukaan luka dibagian punggung kaki kiri serta pada area
yang memiliki jaringan nekrotik dan juga dibagian telapak kaki yang
berlubang
7. Mempertahankan teknik aseptik/steril dalam melakukan perawatan luka
8. Mengajarkan pada keluarga Tn K tentang luka dan perawatan luka
9. Mengatur posisi Tn K untuk mengurangi tekanan pada luka yaitu dengan
memberi bantal untuk pengganjal pada bagian lutut.

Langkah II. Tindakan Segera / Kolaborasi


 Melakukan diet DM 1700 kkal/hari
 merawat luka perhari
 IVFD NaCl 0,9% 24 TPM
 Inj. Ceftriaxon 2 gram/24 jam/iv
 Drips Metronidazol 500 mg/12 jam/iv
 Dpris Ciprofloksasin 0,2 gram/12 jam/iv
 Injeksi insulin
Novorapid : 8-8-8 IU/sc
Lantus : 0-0-12 IU/sc
Langkah III. Rencana Tindakan
Intervensi tanggal 26 Juni 2022 jam 20.00 Wib
1. Beri tahu Pasien tentang hasil pemeriksaan dan tindakan yang harus dilakukan yai
Hasil pemeriksaan :
a) Tekanan darah : 120/80 mmHg
b) Nadi : 80 x/menit
c) Suhu : 36,8
A. Tindakan yang harus dilakukan sebelum perawatan luka
a) Tidak mengonsumsi obat-obatan yang menggangu proses
penyembuhan luka
b) Tidak menggunakan krim antiseptik, zat kimia, dan bahan-bahan
lain yang bukan untuk merawat luka
B. Prosedur Perawatan Luka
1. Persiapan petugas

a. Pastikan dan identifikasi kebutuhan pasien yang akan dilakukan


tindakan.
b. Cuci tangan sesuai prosedur (lihat SOP cuci tangan )
c. Gunakan alat pelindung diri( APD) sesuai kebutuhan

2. Persiapan pasien

a. Identifikasi pasien (lihat SOP identifikasi pasien)


b. Jaga privasi dan siapkan lingkungan aman dan nyaman
c. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan

3. Persiapan alat

Baki berisi :

a) Bak Instrumen steril yang berisi:


b) 2 buah pinset anatomi
c) 2 buah pinset chirugis
d) Gunting jaringan
e) Kasa Steril
f) 1 pasang sarung tangan bersih
g) 1 pasang sarung tangan steril
Peralatan lain:

a) Trolly
b) 2 buah Cucing
c) Korentang
d) Hipafiks secukupnya
e) Gunting plester
f) Perlak kecil
g) H2O2 (Perhidrol)
h) NaCl 0,9 %
i) Bengkok
j) Tas kresek
k) Obat sesuai advis

4. Prosedur Pelaksanaan

a. Mengucapakan salam dan menyapa klien


b. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
pada klien
c. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
d. Memberi kesempatan bertanya pada klien sebelum melakukan
tindakan
e. Mencuci tangan
f. Pasang sampiran
g. Memakai sarung tangan bersih, kemudian tempatkan alat ke dekat
pasien
h. Mengatur posisi klien sehingga luka dapat terlihat dan terjangkau
oleh perawat
i. Membuka bak instrumen
j. Menuangkan NaCl 0,9% ke dalam cucing/kom iodine sedang, Lalu
tuangkan H2O2 ke dalam cucing yang lainnya
k. Ambillah kasa steril secukupnya, kemudian masukan ke dalam
cucing yang berisi larutan NaCl 0,9%
l. Lalu ambil sepasang pinset anatomis dan cirugis
m. Peras kasa yang sudah di tuangkan ke dalam cucing, kemudian
taruh perasan kasa tersebut di dalam bak instrumen atau tutup bak
instrumen bagian dalam
n. Pasanglah perlak di bawah luka klien, Lalu buka balutan luka klien,
sebelumnya basahi dulu plester atau hipafiks dengan NaCl atau
semprot dengan alkohol
o. Masukkan balutan tadi ke dalam bengkok atau tas kresek
p. Lalu observasi keadaan luka klien, jenis luka, luas luka, adanya pus
atau tidak dan kedalaman luka
q. Kemudian buang jaringan yang sudah membusuk (jika ada)
menggunakan gunting jaringan
r. Setelah itu ganti sarung tangan bersih dengan sarung tangan steril,
Lakukan perawatan luka dengan kasa yang sudah di beri larutan
NaCl 0,9% dan larutan H2O2 sampai bersih dari arah dalam ke luar
s. Kemudian oleskan obat luka (jika ada), lalu tutup luka dengan kasa
kering streil secukupnya
t. Fiksasi luka dengan hipafiks
u. Setelah itu rapikan klien dan bereskan peralatan
v. Sampaikan pada klien bahwa tindakan sudah selesai dan sampaikan
terimakasih atas kerjasamanya
w. Kemudian lepas sarung tangan dan Cuci tangan
x. Dokumentasikan tindakan yang dilakukan

Langkah VI. Implementasi


1. Mengucapkan terimakasih kepada pasien atas kerjasamanya saat lukanya sudah
dibersihkan menjelaskan keadaan pasien
Rasional : Untuk menciptakan jalinan yang baik dengan petugas kesehatan dan
pasien dapat memahami keadaannya.
2. Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien.
Rasional : Untuk mengetahui keadan umum dan TTV sebagai petunjuk untuk
melakukan pemantauan dan perawatan selanjutnya.
3. Menganjurkan pasien untuk menjaga asupan Makanan dan teratur Meminum
obatnya.
Rasional : mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki
diabetes
4. Menganjurkan Pasien untuk menjaga kebersihan kaki, Memakai pelembab agar
kulit tidak kering, memakai alat pelindung kaki saat berjalan dan memeriksa
keadaan kaki setiap hari agar tidak menambah luka baru.
Rasional : Dengan memberi penjelasan mengenai menjaga kebersihan
kakikepada pasien sehingga pasien mau bekerja sama dalam proses
perawatannya.
5. Mengobservasi Luka
Rasional : Untuk mengetahui kondisi luka pasien
6. Menganjurkan untuk istirahat yang cukup
Rasional : Istirahat yang cukup memberikan kesempatan otot dan otak untuk
relaksasi untuk pemulihan tenaga serta stamina dapat berlangsung dengan baik.
Langkah VII. Evaluasi

1. Pasien memahami kondisinya dan setuju tentang tindakan yang akan dilakukan serta rasa
cemas mulai berkurang.
2. Keadaan Umum Pasien baik dan TTV yaitu: Tekanan Darah : 120/80 mmHg, Nadi:
80x/menit, , Suhu: 36,8 ͦ C
3. Pasien mengkonsumsi makanan teratur dan makan sesuai dengan yang dianjurkan pihak
rumah sakit
4. Pasien memahami cara menjaga kebersihan kaki
5. Pasien Istirahat dengan cukup
6. Pasien meminum obat secara teratur sesuai anjuran bidan
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN KEPADA TUAN K DI PUSKESMAS
RAMBAH HILIR 1 DENGAN DIAGNOSA DIABETES MELITUS

TANGGAL 02 Januari 2023


(SOAP)
Tanggal Pengkajian : 02 Januari 2023, Pukul 13.00
Diagnosa : Diabetes Melitus
DATA SUBJEKTIF (S)
a. Tn.Z dengan Diabetes Melitus Menyatakan Terkena Paku Dikaki Sebelah
Kanan
b. Tn.Z menyatakan bermula 2 bulan yang lalu terkena paku dikaki sebelah
kanan dan bekas lukanya banyak dan menghitam
c. Tn.Z menyatakan demam tinggi dan rasa nyeri dibagian kaki dan tidak
kunjung sembuh
d. Tn.Z menyatakan sudah memeriksakan ke rumah sakit dan dokter melakukan
operasi dikarenakan lukanya pecah dan keluar nanah bercampur darah
e. Tn.Z menyatakan Hasil Labor Kadar Gulanya : 438
DATA OBJEKTIF (O)
Td : 120/80 mmHg
N : 80x/menit
P : 20x/menit
S : 36.8ºC
K/U : Baik
K/E : Stabil
A: - Tn.Z umur 43 tahun dengan DM luka Pasca Operasi
- Masalahnya : Mencegah infeksi berlanjut pada luka DM
- Kebutuhan : Perawatan pada Luka Diabetes Melitus
Plan (Perencanaan)

1. Memberitahu dan menjelaskan hasil pemeriksaan Fisik Pada Tn.Z


2. Memberitahu Tn.Z tindakan yang harus dilakukan yaitu membersihkan luka
secara berkala minimal 1-2 hari
3. Menganjurkan Tn.Z tetap Menjaga Kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering
4. Memantau akttivitas dan mobilisasi Tn.Z
5. Mengobservasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik, warna
cairan, granulasi jaringan nekrotik, dan tanda – tanda infeksi Lokal
6. Membersihkan luka/ulkus pasien dengan metode moist wound healing dengan
cara membersihkan luka, kemudian dioleskan hydroaktive gel yaitu cultimet
gel pada area permukaan luka dibagian punggung kaki kiri serta pada area
yang memiliki jaringan nekrotik dan juga dibagian telapak kaki yang
berlubang
7. Mempertahankan teknik aseptik/steril dalam melakukan perawatan luka
8. Mengajarkan pada keluarga Tn.Z tentang luka dan perawatan luka
9. Mengatur posisi Tn.Z untuk mengurangi tekanan pada luka yaitu dengan
memberi bantal untuk pengganjal pada bagian lutut.
BAB V

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Hasil perawatan luka kaki diabetik selama 3 hari pada Tn. Z yang dilakukan mengalami
perbaikan yang signifikan. Selain perawatan luka yang tepat penyembuhan luka juga didukung
oleh beberapa faktor. Faktor-faktor dalam penyembuhan luka ada dua yaitu:faktor lokal dan
faktor umum. Faktor lokal diantaranya hidrasi luka, penatalaksanaan luka, aplikasinya, suhu
luka, adanya tekanan, gesekkan atau keduanya, adanya benda asing dan ada tidaknya infeksi.
Faktor umum diantaranya kondisi umum pasien, seperti: usia, penyakit penyerta, vaskularisasi,
kegemukan gangguan serisasi dan pergerakan, status psikologis, terapi radiasi dan obat-obatan,
nutrisi. Nutrisi atau asupan makanan sangat mempengaruhi penyembuhan luka. Nutrisi yang
buruk akan menghambat proses penyembuhan luka bahkan menyebabkan infeksi pada luka.

4.2 SARAN

Diharapkan dari makalah ini dapat sebagai acuan pembelajaran dan referensi untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, serta dapat dikembangkan lagi dalam rangka Perawatan
Luka dengan diabetes melitus. Bagi klien dan keluarga yaitu Keluarga diharapkan mampu
memberikan dukungan penuh serta memotivasi klien untuk menjaga pola makannya dan rajin
membersihkan lukanya.
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, Zulkarnain, St dan Aisyah Sijid (2021). Diabetes Melitus: Review Etiologi, Patofisiologi,
Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan. UIN Alauddin Makassar.

Wintoko Risal dan Adilla Dwi Nur Yadika.(2020). Manajemen Terkini Perawatan Luka. JK
Unila, 4(2)

Dahlia (Irna Bedah). (2022). Instalasi Promosi Kesehatan Rumah Sakit RSUD Dr. Soetomo.

Fellyta Primadani Andin. (2022) . Proses Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Dengan Perawatan
Luka Metode Moist Wound Healing. Ners Muda.

Anda mungkin juga menyukai