Z DI RSUD”
DISUSUN OLEH
1. Siti Aroh
2. Septy
3. Sulis
4. Ani Sakina
5. Sri Wahyuni
6. Athey Novellia
PRODI S1 KEBIDANAN
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Perawatan Luka
dengan Diabetes Melirus Pada Tn Z di RSUD” guna memenuhi laporan Praklinik 1, Program
Studi S1 Kebidanan pada Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pasir Pengaraian. Penulis
menyadari kelemahan serta keterbatasan yang ada sehingga dalam menyelesaikan makalah ini
memperoleh bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada seluruh pihak yang sudah terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan,
sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat di harapkan untuk
kesempurnaan laporan responsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................................2
1.4 Manfaat..........................................................................................................................2
4.1 Pengkajian.....................................................................................................................15
BAB V PENUTUP.......................................................................................................................23
5.1 Kesimpulan....................................................................................................................23
5.2 Saran..............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang disebabkan karena masalah pada tubuh
dalam memproduksi insulin, insulin yang dihasilkan kurang ataupun tidak ada sama sekali, atau
bisa dikarenakan tidak berfungsinya reseptor insulin sehingga sel tidak bisa menerima glukosa
untuk metabolism (Black, M. J. & Hawks, 2014; Pranata, S & Khasanah, 2017). International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2019 mengatakan bahwa diabetes merupakan salah satu
issue di dunia kesehatan yang telah mencapai tahap “alarming”.
Saat ini hampir setengah juta penduduk (463 juta) dunia yang mengidap diabetes. pada
tahun 2019 dan diperkiraan prevelensi meningkat pada tahun 2045 menjadi 700 juta orang
menderita diabetes (IDF, 2019). Penyakit ini banyak di derita oleh penduduk di Negara
berkembang, salah satunya Indonesia. Indonesia memegang peringkat ke-7 dengan penderita
diabetes usia tahun. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan peningkatan angka
kejadian diabetes yang cukup signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun
2018 (RISKESDAS, 2018). Sedangakan di tahun 2019 jumlah penderita diabetes hampir
mencapai angka 4 juta penderita (Kemenkes RI, 2020).
Kejadian diabetes di jawa tengah menempati peringkat ke 2 penyakit tidak menular yaitu
sebesar 20,57 % (DinKes Provinsi Jateng, 2018). Prevalensi penderita luka diabetik di Indonesia
sebesar 15% dari penderita diabetes Menurut data rekam medik di RSUD KRMT Wongsonegoro
Semarang menunjukan kasus penderita diabetes mellitus pada tahun 2017 periode januari
mencapai 55 kasus yang sebagian besar perawatan pasien selalu terkait dengan luka diabetik
dengan derajat 0 – 5 (Maulida, 2017). Setiap tahun lebih dari 1 juta orang penderita diabetes
mellitus kehilangan salah satu kakinya sebagai komplikasi diabetes mellitus. Penyakit arteri
perifer secara independen meningkatkan risiko ulkus yang tidak dapat disembuhkan, infeksi, dan
amputasi (Armstrong et al., 2017).
Luka diabetik disebabkan oleh infeksi sebagai akibat dari tingginya glukosa darah,
sehingga meningkatkan proliferasi bakteri, dan ditambah adanya defisiensi sistem imun yang
menyebabkan masa inflamasi luka berlangsung lama. Selain itu, tidak sesuainya penanganan
pada luka diabetik (ulkus) dapat memperburuk kondisi luka (Ekaputra, 2013).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul
“PERAWATAN LUKA DENGAN DIABETES PADA Tn. Z Di RSUD”
1.3 TUJUAN
Kelompok dapat menberikan perawatan luka dengan diabetes melitus pada Tuan K
1.4 MANFAAT
Untuk menambah pengetahuan penulis khususnya dalam pelaksanaan pada pasien dengan
diagnosa Diabetes Melitus
1.4.2 Bagi Pasien Dan Keluarga Pasien
Agar pasien dan keluarga dapat mengetahui tentang perawatan luka dan tindakan yang
dilakukan pada pasien dengan diagnosa Diabetes Melitus
1.4.3 Bagi Institusi
Agar mahasiswi dapat melakukan tindakan dan menjadikan pengalaman dari kasus dan
tindakan pada pasien dengan diagnos Diabetes Melitus.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Diabetes melitus atau penyakit kencing manis merupakan penyakit menahun yang dapat
diderita seumur hidup (Sihotang, 2017). Diabetes melitus (DM) disebabkan oleh gangguan
metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan peningkatan gula darah atau
sering disebut dengan kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin
dari pankreas. Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik makrovaskuler
maupun mikrovaskuler. Penyakit DM dapat mengakibatkan gangguan kardiovaskular yang
dimana merupakan penyakit yang terbilang cukup serius jika tidak secepatnya diberikan
penanganan sehingga mampu meningkatkan penyakit hipertensi dan infark jantung (Saputri,
2016).
Etiologi dari penyakit diabetes yaitu gabungan antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitusekresi atau kerja insulin, abnormalitas metabolik
yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas mitokondria, dan sekelompok kondisi lain yang
menganggu toleransi glukosa. Diabetes mellitus dapat muncul akibat penyakit eksokrin pankreas
ketika terjadi kerusakan padamayoritas islet dari pankreas. Hormon yang bekerja sebagai
antagonis insulin juga dapat menyebabkan diabetes (Putra, 2015). Resistensi insulin pada otot
adalah kelainan yang paling awal terdeteksi dari diabetes tipe 1 (Taylor, 2013).
Pada diabetes tipe I, sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun, sehingga
insulin tidak dapat diproduksi. Hiperglikemia puasa terjadi karena produksi glukosa yang tidak
dapat diukur oleh hati. Meskipun glukosa dalam makanan tetap berada di dalam darah dan
menyebabkan hiperglikemia postprandial (setelah makan), glukosa tidak dapat disimpan di hati.
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak akan dapat menyerap kembali
semua glukosa yang telah disaring. Oleh karena itu ginjal tidak dapat menyerap semua glukosa
yang disaring. Akibatnya, muncul dalam urine(kencing manis). Saat glukosa berlebih
diekskresikan dalam urine, limbah ini akan disertai dengan ekskreta dan elektrolit yang
berlebihan. Kondisi ini disebut diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan buang air kecil (poliuria) dan haus (polidipsia).
Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari (poliuria), hal ini
dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal (>180mg/dl), sehingga gula akan
dikeluarkan melalui urine. Guna menurunkan konsentrasi urine yang dikeluarkan, tubuh akan
menyerap air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga urine dalam jumlah besar dapat
dikeluarkan dan sering buang air kecil. Dalam keadaan normal, keluaran urine harian sekitar 1,5
liter, tetapi pada pasien DM yang tidak terkontrol, keluaran urine lima kali lipat dari jumlah ini.
Sering merasa haus dan ingin minum air putih sebanyak mungkin (poliploidi). Dengan adanya
ekskresi urine, tubuh akan mengalami dehidrasi atau dehidrasi. Untuk mengatasi masalah
tersebut maka tubuh akan menghasilkan rasa haus sehingga penderita selalu ingin minum air
terutama air dingin, manis, segar dan air dalam jumlah banyak.
Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga. Insulin menjadi
bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh kurang dan
energi yang dibentuk pun menjadi kurang. Ini adalah penyebab mengapa penderita merasa
kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi miskin gula sehingga otak juga berfikir bahwa kurang
energi itu karena kurang makan, maka tubuh kemudian berusaha meningkatkan asupan makanan
dengan menimbulkan alarm rasa lapar.
Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup dari gula karena kekurangan
insulin, tubuh akan bergegas mengolah lemak dan protein yang ada di dalam tubuh untuk diubah
menjadi energi. Dalam sistem pembuangan urine, penderita DM yang tidak terkendali bisa
kehilangan sebanyak 500 grglukosa dalam urine per 24 jam (setara dengan 2000 kalori perhari
hilang dari tubuh).
Kemudian gejala lain atau gejala tambahan yang dapat timbul yang umumnya ditunjukkan
karena komplikasi adalah kaki kesemutan, gatal-gatal, atau luka yang tidak kunjung sembuh,
pada wanita kadang disertai gatal di daerah selangkangan (pruritus vulva) dan pada pria ujung
penis terasa sakit (balanitis).
2.4 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan
modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain : menurunkan
berat badan, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah,
memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas resseptor insulin, memperbaiki system
koagulasi darah. Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan :
3) Profil lipid
Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizi medis ini lebih difokuskan pada
perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup dan pola kebiasaan makan, status nutrisi
dan faktor khusus lain yang perlu diberikan prioritas. Beberapa faktor yang harus diperhatikan
sebelum melakukan perubahan pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status
gizi, status kesehatan, aktivitas fisik, dan faktor usia (Soebardi, 2006).
2) Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda dengan pasien
dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk terapi kombinasi yang
digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam
mengontrol glikemik maka pengobatan diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan
pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih
tinggi dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi masalah
bagi penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin
yang tepat yaitu dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn yang dapat
digunakan dalam terapi insulin. Lama kerja insulin beragam antar individu sehingga diperlukan
penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan frekuensi penyuntikannya
ditentukan secara individual. Umumnya pasien diabetes melitus memerlukan insulin kerja
sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi
hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya
sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja
sedang. Jika dimulai dengan pemberian insulin kerja panjang bukan glargine/detemir, maka dosis
yang diberikan 0,25 U/kgBB NPH saat makan pagi dan sebelum tidur (0,15 U/kgBB bila takut
terjadi hipoglikemia ; 0,35 U/kg untuk kondisi dengan peningkatan kebutuhan insulin basal).
Selain itu, tetap diberikan 0,1 U/kgBB rapid acting insulin sebelum makan. Insulin analog kerja
panjang digunakan 2-4 kali sehari.
Sementara itu, kebutuhan insulin prandial dapat dipenuhi dengan insulin kerja cepat
(insulin regular atau rapid acting insulin analog). Insulin tersebut diberikan sebelum makan atau
setelah makan (hanya untuk penggunaan rapid acting insulin analog) Idealnya insulin digunakan
sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan
tiga kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin
yang diberikan dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin
mendekati kebutuhan fisiologis (Anonim, 2009)
1. Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi kedua yaitu glipizid
dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya non ionic-binding dengan albumin
sehingga resiko interaksi obat berkurang demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia
lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena
metabolitnya tidak aktif sedangkan metabolit gliburid bersifat aktif (Djokomoeljanto, 1999).
Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek atau metabolit
tidak aktif yang lebih sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru
sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas juga
memiliki tambahan efek ekstrapankreatik (Chau dan Edelman, 2001).
2. Golongan Biguanid
Metformin pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika digunakan tanpa
obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien lanjut usia karena dapat
menyebabkan anorexia dan kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan
kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan karena massa otot yang
rendah pada orangtua. Metformin tidak boleh diberikan bila klirens kreatinin <60mg/dl
(Chau dan Edelman, 2001).
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu enzim pada
lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat kompleks. Sehingga
mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan penurunan peningkatan glukosa
postprandial (Soegondo, 1995). Walaupun kurang efektif dibandingkan golongan obat yang
lain, obat tersebut dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes
ringan. Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga bermanfaat bagi
mereka yang menderita sembelit. Fungsi hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal
tersebut tidak menjadi masalah klinis (Chau dan Edelman, 2001).
4. Thiazolidinediones
Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan
efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman
dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus
dihindari pada pasien dengan gagal jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relatif
mahal tetapi obat tersebut sangat berguna bagi pasien lanjut usia (Chau dan Edelman, 2001).
5. Glinid
Repaglinide (Prandin) adalah obat oral glukosa baru yang dapat digunakan dalam
penggunaan monoterapi atau kombinasi dengan metformin untuk diabetes tipe 2. Serupa
dengan sulfonilurea utama yaitu dapat meningkatkan sekresi insulin pankreas tapi sistem
kerjanya terpisah pada sel β pancreas dan memiliki sistem kerja lebih pendek, dan lebih
cepat bereaksi daripada golongan sulfonilurea. Seperti sulfonilurea, repaglinide dapat
menyebabkan hipoglikemia yang serius dan berhubungan dengan kadar insulin yang
meningkat dan juga berat badan. Tetapi obat ini bermanfaat bagi pasien lanjut usia dengan
pola makan yang tidak teratur atau mereka yang rentan terhadap hipoglikemia. Megtilinida
harus diminun cepat sebelum makan dan karena resorpsinya cepat, maka mencapai kadar
puncak dalam 1 jam. Insulin yang dilepaskan menurunkan glukosa darah secukupnya.
Ekskresinya juga cepat sekali, dalam waktu 1 jam sudah dikeluarkan tubuh.
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma
tajam atau tumpul, perubahan suhu, paparan zat kimia, ledakan, sengatan listrik, maupun
gigitan hewan. Luka dapat menyebabkan kerusakan fungsi perlindungan kulit akibat
hilangnya kontinuitas jaringan epitel dengan atau tanpa kerusakan jaringan lain, seperti otot,
tulang, dan saraf. Perawatan luka harus menyesuaikan kondisi dan problem luka yang terjadi
dan tidak selalu sama pada setiap diagnosis luka.
Perawatan luka yang optimal berperan penting dalam proses penyembuhan luka agar
dapat erlangsung dengan baik. Selain bertujuan untuk mencapai kesembuhan luka, perawatan
luka bertujuan untuk memperoleh waktu penyembuhan yang lebih singkat, menghindari
gangguan dan masalah yang ditimbulkan oleh luka, yang dapat berujung pada produktivitas
kerja dan biaya yang dikeluarkan dalam proses penyembuhan luka.
a) Perdarahan dari luka tidak dapat dihentikan dengan bebat tekan atau memposisikan lebih
tinggi daerah yang mengalami luka
b) Luka yang dialami disebabkan oleh trauma berat
c) Luka terbuka yang membutuhkan jahitan
d) Luka akibat gigitan hewan atau membutuhkan imunisasi rabies
e) Luka kotor dan sulit untuk dibersihkan
f) Terdapat tanda-tanda infeksi pada luka seperti kemerahan, bengkak, nyeri, dan
munculnya nanah
g) Status vaksinasi tetanus belum diperbaharui atau membutuhkan pencegahan tetanus
1. Persiapan petugas
a) Pastikan dan identifikasi kebutuhan pasien yang akan dilakukan tindakan.
b) Cuci tangan sesuai prosedur (lihat SOP cuci tangan )
c) Gunakan alat pelindung diri( APD) sesuai kebutuhan
2. Persiapan pasien
a) Identifikasi pasien (lihat SOP identifikasi pasien)
b) Jaga privasi dan siapkan lingkungan aman dan nyaman
c) Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan
3. Persiapan alat
Baki berisi :
Bak Instrumen steril yang berisi:
a) 2 buah pinset anatomi
b) 2 buah pinset chirugis
c) Gunting jaringan
d) Kasa Steril
e) 1 pasang sarung tangan bersih
f) 1 pasang sarung tangan steril
Peralatan lain:
a) Trolly
b) 2 buah Kom Iodine sedang
c) Korentang
d) Hipafiks secukupnya
e) Gunting plester
f) Perlak kecil
g) H2O2 (Perhidrol)
h) NaCl 0,9 %
i) Bengkok
j) Tas kresek
k) Obat sesuai advis
4. Prosedur Pelaksanaan
1) Mengucapakan salam dan menyapa klien
2) Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan pada klien
3) Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
4) Memberi kesempatan bertanya pada klien sebelum melakukan tindakan
5) Mencuci tangan
6) Pasang sampiran
7) Memakai sarung tangan bersih, kemudian tempatkan alat ke dekat pasien
8) Mengatur posisi klien sehingga luka dapat terlihat dan terjangkau oleh perawat
9) Membuka bak instrumen
10) Menuangkan NaCl 0,9% ke dalam cucing/kom iodine sedang, Lalu tuangkan
H2O2 ke dalam cucing yang lainnya
11) Ambillah kasa steril secukupnya, kemudian masukan ke dalam cucing yang berisi
larutan NaCl 0,9%
12) Lalu ambil sepasang pinset anatomis dan cirugis
13) Peras kasa yang sudah di tuangkan ke dalam cucing, kemudian taruh perasan kasa
tersebut di dalam bak instrumen atau tutup bak instrumen bagian dalam
14) Pasanglah perlak di bawah luka klien, Lalu buka balutan luka klien, sebelumnya
basahi dulu plester atau hipafiks dengan NaCl atau semprot dengan alkohol
15) Masukkan balutan tadi ke dalam bengkok atau tas kresek
16) Lalu observasi keadaan luka klien, jenis luka, luas luka, adanya pus atau tidak dan
kedalaman luka
17) Kemudian buang jaringan yang sudah membusuk (jika ada) menggunakan
gunting jaringan
18) Setelah itu ganti sarung tangan bersih dengan sarung tangan steril, Lakukan
perawatan luka dengan kasa yang sudah di beri larutan NaCl 0,9% dan larutan
H2O2 sampai bersih dari arah dalam ke luar
19) Kemudian oleskan obat luka (jika ada), lalu tutup luka dengan kasa kering streil
secukupnya
20) Fiksasi luka dengan hipafiks
21) Setelah itu rapikan klien dan bereskan peralatan
22) Sampaikan pada klien bahwa tindakan sudah selesai dan sampaikan terimakasih
atas kerjasamanya
23) Kemudian lepas sarung tangan dan Cuci tangan
24) Dokumentasikan kegiatan
BAB IV
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Data Subjektif
2. Persiapan pasien
3. Persiapan alat
Baki berisi :
a) Trolly
b) 2 buah Cucing
c) Korentang
d) Hipafiks secukupnya
e) Gunting plester
f) Perlak kecil
g) H2O2 (Perhidrol)
h) NaCl 0,9 %
i) Bengkok
j) Tas kresek
k) Obat sesuai advis
4. Prosedur Pelaksanaan
1. Pasien memahami kondisinya dan setuju tentang tindakan yang akan dilakukan serta rasa
cemas mulai berkurang.
2. Keadaan Umum Pasien baik dan TTV yaitu: Tekanan Darah : 120/80 mmHg, Nadi:
80x/menit, , Suhu: 36,8 ͦ C
3. Pasien mengkonsumsi makanan teratur dan makan sesuai dengan yang dianjurkan pihak
rumah sakit
4. Pasien memahami cara menjaga kebersihan kaki
5. Pasien Istirahat dengan cukup
6. Pasien meminum obat secara teratur sesuai anjuran bidan
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN KEPADA TUAN K DI PUSKESMAS
RAMBAH HILIR 1 DENGAN DIAGNOSA DIABETES MELITUS
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Hasil perawatan luka kaki diabetik selama 3 hari pada Tn. Z yang dilakukan mengalami
perbaikan yang signifikan. Selain perawatan luka yang tepat penyembuhan luka juga didukung
oleh beberapa faktor. Faktor-faktor dalam penyembuhan luka ada dua yaitu:faktor lokal dan
faktor umum. Faktor lokal diantaranya hidrasi luka, penatalaksanaan luka, aplikasinya, suhu
luka, adanya tekanan, gesekkan atau keduanya, adanya benda asing dan ada tidaknya infeksi.
Faktor umum diantaranya kondisi umum pasien, seperti: usia, penyakit penyerta, vaskularisasi,
kegemukan gangguan serisasi dan pergerakan, status psikologis, terapi radiasi dan obat-obatan,
nutrisi. Nutrisi atau asupan makanan sangat mempengaruhi penyembuhan luka. Nutrisi yang
buruk akan menghambat proses penyembuhan luka bahkan menyebabkan infeksi pada luka.
4.2 SARAN
Diharapkan dari makalah ini dapat sebagai acuan pembelajaran dan referensi untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, serta dapat dikembangkan lagi dalam rangka Perawatan
Luka dengan diabetes melitus. Bagi klien dan keluarga yaitu Keluarga diharapkan mampu
memberikan dukungan penuh serta memotivasi klien untuk menjaga pola makannya dan rajin
membersihkan lukanya.
DAFTAR PUSTAKA
Lestari, Zulkarnain, St dan Aisyah Sijid (2021). Diabetes Melitus: Review Etiologi, Patofisiologi,
Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan. UIN Alauddin Makassar.
Wintoko Risal dan Adilla Dwi Nur Yadika.(2020). Manajemen Terkini Perawatan Luka. JK
Unila, 4(2)
Dahlia (Irna Bedah). (2022). Instalasi Promosi Kesehatan Rumah Sakit RSUD Dr. Soetomo.
Fellyta Primadani Andin. (2022) . Proses Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Dengan Perawatan
Luka Metode Moist Wound Healing. Ners Muda.