Anda di halaman 1dari 179

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DIABETES MELLITUS PADA TN. D


DI RSUD KABUPATEN TEMANGGUNG

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir


Pada Program Studi DIII Keperawatan Magelang

Oleh :
Defi Rahmawati
NIM. P17420512008

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
MEI, 2015
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DIABETES MELLITUS PADA TN. D


DI RSUD KABUPATEN TEMANGGUNG

KTI
Disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Tugas Akhir
Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh:
Defi Rahmawati
P. 17420512008

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
MEI, 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun

Hasil Laporan Kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Ulkus Diabetes

Mellitus Pada Tn. D di RSUD Kabupaten Temanggung”. Hasil laporan kasus ini

disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir pada Program

Studi DIII Keperawatan Magelang.

Dengan selesainya penyusunan proposal laporan kasus ini tidak lepas dari

bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis dalam

kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada :

1. Sugiyanto, S.Pd., M.App. Sc, sebagai Direktur Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Semarang.

2. Budi Ekanto, S.Kp., M.Sc, sebagai Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik

Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang.

3. Hermani Triredjeki, S.Kep, Ns, M.kes, sebagai Ketua Perwakilan Jurusan

Keperawatan Magelang.

4. Sunarmi, S.ST, M.Kes, sebagai pembimbing dan penguji hasil laporan kasus

yang telah memberikan serta bantuan kepada penulis dalam penyusunan

proposal laporan kasus ini sampai selesai.

5. Sunarko, S.Pd, M.Med.Ed dan Dwi Ari Murti Widigdo, MN, sebagai dosen

penguji Hasil Laporan Kasus.


6. Bapak dan Ibu dosen beserta para staf Program Studi D III Keperawatan

Magelang

7. Bapak Slamet Rochmat, Noviana Ika Kusumawati, dan Andri Wibowo

Saputra selaku orang tua dan kakak tercinta yang selalu memberikan doa,

kasih sayang dan dukungan dalam menyelesaikan proposal laporan kasus ini.

8. Tatag Ngesti Purnomo yang selalu memberikan doa, motivasi, dan dukungan

selama menyelesaikan proposal laporan kasus ini.

9. Teman-teman seperjuangan “ARJUNA”, khususnya Ria Nugraheni Mardikha,

Yusefi Verawati, Widodo Wahyu, Reny Setya Dewi, Zipora Anaturia

Indianto,Oky Dyah Rosita, Ravita Sulistyorini, Atikah Muharomah dan Krista

Dyah.

10. Semua pihak yang telah membantu penulisan laporan kasus ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu-persatu

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini

masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan serta kesalahan,

oleh karena itu penulis sangat mengharapkan partisipasi dari pembaca untuk

memberikan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan kelak

dikemudian hari.

Akhir kata penulis berharap agar apa yang telah tertuang dalam laporan

kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Magelang, 19 Mei 2015

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………….x

DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 4

C. Manfaat Penulisan ...................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Ulkus Diabetes Mellitus................................................................ 7

1. Definisi ................................................................................................. 7

2. Klasifikasi Luka Diabetik .................................................................... 8

3. Etiologi ................................................................................................. 8

4. Patofisiologi ......................................................................................... 10

5. Pathway Ulkus Diabetes Mellitus.........................................................12

6. Manifestasi Klinik.................................................................................14

7. Penatalaksanaan pada Ulkus Diabetes Mellitus....................................14


B. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Ulkus Diabetes Mellitus...........18

1. Pengkajian Fokus...................................................................................18

2. Diagnosa Keperawatan..........................................................................22

3. Intervensi Keperawatan.........................................................................26

4. Evaluasi..................................................................................................35

BAB III LAPORAN KASUS

A. Biodata Klien (Biographic Information.................................................39

B. Pengkajian (Assessment)........................................................................39

1. Riwayat Keperawatan (Nursing History)………………………….39

2. Pengkajian Fokus………………………………………………….40

3. Pemeriksaan Fisik…………………………………………………42

4. Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………..44

5. Terapi……………………………………………………………...44

C. Analisa Data………………………………...………………………...44

D. Perumusan Masalah…………………………………………………...47

E. Perencanaan (Plan)……………………………………………………47

F. Pelaksanaan…………………………………………………………...50

G. Evaluasi……………………………………………………………….52

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan…………………………………………………………...56

B. Simpulan………………………………………………………………91

C. Saran ………………………………………………………………….95
LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Contoh Menu Diit Pasien Diabetes Mellitus ............................................. 9


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Pathway Ulkus Diabetes Mellitus ........................................................ 13
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Dokumentasi Asuhan Keperawatan

2. Satuan Acara Penyuluhan Diit dan Perawatan Luka Ulkus Diabetes

Mellitus

3. Leaflet Diit dan Perawatan Luka Ulkus Diabetes Mellitus

4. Diit Pada Pasien dengan Ulkus Diabetes Mellitus

5. Dokumentasi Foto Ulkus Diabetes Mellitus Pada Tn.D

6. Lembar Bimbingan

7. Daftar Riwayat Hidup


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes adalah salah satu penyakit kronik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, resistensi insulin,

atau keduanya. Diabetes Mellitus berkembang menjadi suatu penyebab utama

kesakitan dan kematian di Negara Indonesia terbukti dengan meningkatnya

prevalensi dan insidensi penyakit ini dari tahun ke tahun yaitu sebanyak 1,1

% pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 2,1% pada tahun 2013

(RISKESDAS,2013).

Prevalensi Diabetes Mellitus tergantung insulin (DM Tipe 1) di

provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,06% dan mengalami

peningkatan pada tahun 2013 menjadi 1,6 %. Sedangkan prevalensi kasus

Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin pada tahun 2012 adalah 0,63% dan

mengalami peningkatan menjadi 1,9 % pada tahun 2013 (RISKESDAS, 2013

dalam Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012).

Di Kabupaten Temanggung, prevalensi Diabetes Mellitus tergantung

insulin (DM Tipe 1) pada tahun 2012 sebanyak 463 kasus, sedangkan

prevalensi penderita Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DM Tipe 2)

sebanyak 4380 kasus (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,2012, p. 255).


Hasdianah (2012) menyatakan berbagai komplikasi Diabetes Mellitus

yang muncul apabila penyakit ini tidak segera ditangani dapat berupa

gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh

darah (vaskulopati) dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang paling sering

terjadi adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak. Salah satu

perubahan patologis yang terjadi pada anggota gerak ialah timbulnya luka.

Luka dapat berkembang menjadi ulkus gangren mengingat bahwa luka

diabetik mudah berkembang menjadi infeksi akibat masuknya kuman atau

bakteri dan adanya gula darah yang tinggi menjadi tempat yang strategis

untuk pertumbuhan kuman. Pada gangren, kulit dan jaringan disekitar luka

akan berwarna kehitaman dan menimbulkan bau. Adanya ulkus gangren

dapat menimbulkan kecacatan bahkan berujung pada amputasi untuk

mencegah gangren meluas ke jaringan yang sehat (Situmorang, 2009 dalam

Faisol, 2012).

Menurut Hastuti (2008) menyatakan beberapa penelitian melaporkan

bahwa prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia sekitar 15 %, angka

kematian ulkus gangren pada penyandang Diabetes Mellitus berkisar antara

17-32%, sedangkan laju amputasi berkisar antara 15-30%. Studi epidemiologi

melaporkan lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penyandang luka

diabetes khususnya diakibatkan oleh gangren.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Kabupaten

Temanggung pada tahun 2014, didapatkan data bahwa pasien diabetes

mellitus yang mengalami komplikasi ulkus Diabetes Mellitus sebanyak 33


kasus dari 333 kasus yang mengalami Diabetes Mellitus. Sedangkan pasien

ulkus Diabetes Mellitus yang dilakukan amputasi sebanyak 33 kasus.

Perawatan luka pada ulkus Diabetes Mellitus secara tepat dapat

mencegah terjadinya infeksi dan meningkatkan penyembuhan luka sehingga

tidak dilakukan tindakan amputasi, karena tindakan amputasi bukan

merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi ulkus Diabetes Mellitus

(Morison, 2004, p. 155). Penanganan luka gangren diabetes dapat dilakukan

dengan terapi non farmakologis. Madu merupakan terapi non farmakologis

yang biasa diberikan dalam perawatan luka Diabetes Mellitus. Berbagai

penelitian ilmiah membuktikan bahwa kandungan fiskal dan kimiawi dalam

madu, seperti kadar keasaman dan pengaruh osmotik, berperan besar

membunuh kuman-kuman. Madu memiliki sifat anti bakteri yang membantu

mengatasi infeksi pada luka dan anti inflamasinya dapat mengurangi nyeri

serta meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan.

Madu juga merangsang tumbuhnya jaringan baru, sehingga selain

mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas

luka pada kulit (Faisol,2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Faisol (2012) dengan

judul “ Perbedaan Aktivitas Perawatan Luka Menggunakan Madu dan

Sofratulle Terhadap Proses Penyembuhan Luka Diabetik Pasien Diabetes

Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Rambipuji” dengan jumlah sample

sebanyak 10 pasien yang mengalami luka diabetik derajat I,II,III yang dibagi

menjadi 2 kelompok, yaitu 5 pasien sebagai kelompok eksperimen perawatan


luka menggunakan madu dan 5 pasien lainnya sebagai kelompok eksperimen

perawatan luka mengunakan sofratulle, membuktikan bahwa luka diabetik

yang dirawat menggunakan madu tampak lebih membaik dan dalam waktu

15 hari luka mengalami proses penyembuhan yang lebih cepat daripada

menggunakan sofratulle, hal ini disebabkan karena madu tidak hanya sebagai

antibakteri tetapi juga sebagai antiinflamasi, menstimulasi dan mempercepat

penyembuhan luka. Selain itu, luka yang dirawat menggunakan madu selama

15 hari, pasien sudah tidak memiliki jaringan nekrotik dan tidak

menghasilkan eksudat.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk

melakukan studi kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Ulkus Diabetes

Mellitus pada Tn. D di Ruang F RSUD Kabupaten Temanggung” mengingat

bahwa ulkus Diabetes Mellitus yang tidak ditangani secara tepat dapat

menyebabkan kecacatan hingga dilakukan tindakan amputasi serta mengingat

bahwa ulkus diabetika merupakan sebab perawatan rumah sakit yang

terbanyak yaitu 80% dari penderita diabetes mellitus.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum:

Melaporkan pengelolaan keperawatan ulkus Diabetes Mellitus pada Tn.D

di Ruang F RSUD Kabupaten Temanggung.


2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus yang

mencakup riwayat keperawatan (nursing history), review system

(review of system), data umum, pemeriksaan data fokus (examination

and physical assessment) dan pemeriksaan penunjang.

b. Mengetahui dan merumuskan masalah keperawatan yang muncul

pada pasien dengan ulkus Diabetes Mellitus.

c. Menentukan perencanaan untuk mengatasi masalah keperawatan yang

muncul pada pasien dengan ulkus Diabetes Mellitus.

d. Melakukan tindakan keperawatan berdasarkan perencanaan untuk

mengatasi masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan

ulkus Diabetes Mellitus.

e. Melakukan penilaian dan mengevaluasi dalam pencapaian tujuan

pengelolaan serta mendokumentasikan.

C. Manfaat Penulisan

Secara praktis

a. Bagi institusi pendidikan

Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan

bagi institusi pendidikan dalam pengembangan pendidikan dimasa yang

akan datang.
b. Bagi profesi kesehatan

Hasil penulisan ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan inovasi bagi

tenaga kesehatan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan

khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih

komprehensif pada pasien dengan ulkus Diabetes Mellitus.

c. Bagi penulis

Penulis dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan perawatan

sertadalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan ulkus

Diabetes Mellitus.

d. Bagi keluarga

Memotivasi keluarga untuk memberi dukungan kepada anggota keluarga

yang menderita ulkus Diabetes Mellitus untuk patuh dalam perawatan

ulkus sehingga tidak terjadi kekambuhan dan tidak dilakukan tindakan

amputasi.

e. Bagi pasien

Pasien patuh terhadap perawatan ulkus sehingga tidak terjadi kekambuhan

dan tidak dilakukan tindakan amputasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Ulkus Diabetes Mellitus

1. Definisi

Ulkus Diabetikum merupakan salah satu komplikasi kronik dari

penyakit Diabetes Mellitus yang merupakan luka terbuka pada lapisan

kulit sampai ke dalam dermis, terjadi karena adanya penyumbatan pada

pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula darah

yang tinggi sehingga pasien tidak menyadari adanya luka (Sudoyo, 2009,

p. 1961).

Ulkus Diabetik adalah luka yang terjadi karena adanya kelainan

pada syaraf, pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi.Apabila infeksi

tidak segera diatasi dengan baik, hal itu akan berlanjut menjadi

pembusukan bahkan dapat diamputasi (Situmorang, 2009).

Ulkus adalah luka diabeticyang sudah membusuk dan bisa

melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan

berbau karena disertai pembusukan oleh bakteri (Ismayanti, 2007 dalam

Faisol, 2012).

Kesimpulan definisi Ulkus Diabetik yang dikemukakan dari

berbagai sumber adalah luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam

dermis yang terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di

tungkai dan neuropati perifer akibat gula darah yang tinggi sehingga
pasien tidak menyadari adanya luka yang selanjutnya akan terjadi infeksi

ditandai dengan adanya jaringan mati berwarna kehitaman dan berbau.

2. Klasifikasi Luka Diabetik

Klasifikasi luka diabetik menurut Wagner dalam Sussman dan

Barbara (2012, p.82) berdasarkan luas dan kedalaman luka, yaitu:

a. Derajat 0, kulit utuh tetapi ada kelainan pada kaki akibat neuropati.

b. Derajat 1, yaitu terdapat ulkus superfisial, terbatas pada kulit.

c. Derajat 2, yaitu ulkus dalam , sampai tendon, ligamen, otot, sendi,

belum mengenai tulang, tanpa selulitis dan abses.

d. Derajat 3, yaitu ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang dan sering

terjadi komplikasi osteomielitis, abses atau selulitis.

e. Derajat 4, yaitu gangren pada 1-2 jari kaki atau bagian distal kaki.

f. Derajat 5, yaitu gangren pada seluruh kaki atau sebagian tungkai

bawah.

Sedangkan klasifikasi luka diabetik berdasarkan warna Red, Yellow, Black

menurut Sussman dan Barbara (2012, p.83) yaitu:

a. Merah, menggambarkan dasar luka terdapat jaringan granulasi.

b. Kuning, menggambarkan dasar luka terdapat infeksi.

c. Hitam, menggambarkan dasar luka terdapat jaringan nekrosis (mati).

3. Etiologi

Etiologi luka diabetic menurut Suriadi (2004, p. 63-64) tidak terlepas dari

tingginya kadar glukosa darah pasien diabetes mellitus. Tingginya kadar

gula darah yang berkelanjutan dan dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah

kemudian menimbulkan masalah pada kaki pasien diabetes mellitus. Ada

3 komplikasi Diabetes Mellitus yang dapat meningkatkan risiko terjadinya

infeksi kaki Diabetes Mellitus yaitu sebagai berikut:

a. Diabetik neuropati (kerusakan saraf)

Komponen saraf yang terlibat adalah saraf sensori, autonomic

dan system pergerakan. Kerusakan pada saraf sensori akan

menyebabkan klien kehilangan sensasi nyeri dapat sebagian atau

keseluruhan pada kaki yang terlibat. Sedangkan kerusakan pada saraf

autonomik menimbulkan peningkatan kekeringan dan pembentukan

fisura pada kulit. Kerusakan pada saraf autonomik juga menyebabkan

gangguan pada saraf-saraf yang mengontrol distribusi arteri-vena

sehinga menimbulkan arteriolar-venular shunting, sehingga

menyebabkan distribusi darah ke kaki menurun yang menimbulkan

terjadinya iskemik pada kaki.

Kerusakan pada saraf motorik dapat mengakibatkan

keterbatasan gerakan sendi sehingga terjadi deformitas kaki dan

apabila terjadi trauma akan menimbulkan ulkus.

b. Penyakit Vaskuler Perifer

Pada peripheral vascular diseases ini dapat terjadi karena

arteriosklerosis dan aterosklerosis. Pada arteriosklerosis adalah

menurunnya elastisitas dinding arteri. Pada aterosklerosis adanya

akumulasi “plaques” pada dinding arteri dapat berupa; kolesterol,


lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit dan kalsium. Penyakit

vaskuler perifer berupa sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk

sehingga berpengaruh pada lamanya kesembuhan luka dan terjadinya

gangren.

c. Penurunan Daya Imunitas

Penurunan daya imunitas terjadi karena hiperglikemia yang

dapat mengganggu kemampuan leukosit khusus yang berfungsi untuk

menghancurkan bakteri.

4. Patofisiologi

Patofisiologi luka diabetic menurut Suriadi (2004, p. 65) dan Price

(2005) yaitu :

Salah satu komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus adalah ulkus

diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang disebut

trias yaitu : neuropati, penyakit vaskular perifer dan penurunan daya

imunitas.

Penyakit neuropati dan vaskular adalah faktor utama yang

mengkontribusi terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien

dengan diabetik terkait adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada

kaki dan biasanya dikenal sebagai neuropati perifer.

Pada pasien dengan diabetik sering kali mengalami gangguan

pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah yang berhubungan dengan

“peripheral vascular diseases”. Efek sirkulasi inilah yang menyebabkan

kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan diabetik neuropati yang
berdampak pada sistem saraf autonomi, yang mengontrol fungsi otot-otot

halus, kelenjar dan organ viseral. Dengan adanya gangguan pada saraf

autonomi pengaruhnya adalah terjadi perubahan tonus otot yang

menyebabkan abnormalnya aliran darah. Dengan demikian, kebutuhan

akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian antibiotik tidak mencukupi

atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, dan atau untuk kebutuhan

metabolisme pada lokas itersebut.

Efek pada autonomi neuropati ini akan menimbulkan kulit

menjadi kering, anhidrosis; yang memudahkan kulit menjadi rusak dan

luka yang sukar sembuh, dan dapat menimbulkan infeksi dan

mengkontribusi untuk terjadinya gangren. Dampak lain adalah karena

adanya neuropati perifer yang mempengaruhi pada saraf sensori dan

sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensasi rasa nyeri, tekanan

dan perubahan temperatur.

Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal

dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh

darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki

karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan,

rasa tidak nyaman dan dalam jangka waktu yang lama dapat

mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus

diabetika.

Proses angiopati pada penderita Diabetes Mellitus berupa

penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer , sering terjadi


pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal

dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika. Pada

penderita Diabetes Mellitus yang tidak terkendali akan menyebabkan

penebalan tumika intima (hiperplasia membran basalis arteri) pada

pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi

kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah

ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus

diabetika.

Akibat dari glukosa yang tinggi di dalam darah, sel menjadi

kekurangan glukosa. Sehingga hati merespon dengan melakukan

glukoneogenesis, salah satunya dengan melalukan pemecahan protein.

Selain membutuhkan glukosa, sel juga memerlukan protein untuk proses

regenerasi sel. Akibat pemecahan protein yang berlebihan, sel menjadi

kekurangan protein, sehingga regenerasi sel menjadi menurun.

Akibatnya antibodi menjadi menurun dan tubuh menjadi rentan terhadap

infeksi, sehingga luka menjadi sukar sembuh.

5. Pathway Ulkus Diabetik

Hiperglikemia Pemecahan protein berlebihan

Angiopati diabetik regenerasi sel menurun

Antibodi menurun

Mikroangiopati Makroangiopati rentan

terhadap infeksi
Pada jaringan saraf Aterosklerosis

Ganguan sistem Neuropati penyumbatan


Saraf autonomi perifer vaskuler

Perubahan tonus iskemia


otot
Gangguan saraf Gangguan
sensori saraf motorik
Gangguan aliran vaskuler otak
darah
Keterbatasan
Nutrisi dan oksigen gerakan sendi stroke
Tidak mencapai perifer arteri koroner

Kulit menjadi kering Deformitas kaki


Dan mudah rusak

Hilangnya sensasi nyeri,


tekanan dan perubahan temperatur

Apabila terjadi trauma

Kerusakan integritas
Luka sukar sembuh
Kulit/jaringan
DefisitKurang Kurang Ulkus
Pengetahu
pengetahuan informasi Resiko Infeksi

(Perawatan kaki) Gangren Defisit Perawatan Diri

amputasi

Gangguan
Hambatan mobilitas
Mobilitas Fisikfisik Gangguan citra tubuh

Gambar 2.1: Pathway Ulkus Diabetes Mellitus (Suriai, 2004 dan Price, 2005)
6. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik luka diabetic menurut Suriadi (2004, p. 65), yaitu:

a. Umumnya pada daerah plantar kaki (telapak kaki)

b. Kelainan bentuk pada kaki; deformitas kaki

c. Berjalan yang kurang seimbang

d. Adanya fisura dan kering pada kulit

e. Pembentukan kalus pada area yang tertekan

f. Luka biasanya dalam dan berlubang

g. Sekeliling kulit dapat terjadi selulitis

h. Hilang atau berkurangnya sensasi nyeri

i. Xerosis (keringnya kulit kronik)

j. Hyperkeratosis pada sekeliling luka dan anhidrosis

k. Eksudat yang tidak begitu banyak

l. Biasanya luka tampak merah

7. Penatalaksanaan pada Ulkus Diabetes Mellitus

Menurut Waspadji dalam Sudoyo (2009, p. 1963-1965), dalam

pengelolaan pada ulkus Diabetes Mellitus diperlukan kerja sama

antara 6 aspek sebagai berikut:

a. Kontrol metabolik.

Keadaan umum pasien harus diperbaiki dan diperhatikan.

Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu senormal

mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia

yang dapat menghambat penyembuhan luka. Sehingga diperlukan


suntikan insulin untuk menormalisasi konsentrasi glukosa darah.

Selain itu, status nutrisi, konsentrasi albumin serum, konsentrasi

Hb dan derajat oksigenasi jaringan juga perlu diperbaiki agar tidak

menghambat kesembuhan luka.

Rencana diit pada pasien Diabetes Mellitus yang mengalami

ulkus diabetik dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori,

terutama asupan protein yang dikonsumsi setiap hari agar

mempercepat proses penyembuhan ulkus diabetes.

(Diit Diabetes Mellitus dapat dibaca pada lampiran 1).

b. Kontrol vaskular.

Keadaan vaskular yang buruk akan menghambat kesembuhan luka.

Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali dengan

melihat warna dan suhu kulit, perabaan arteri Dorsalis Pedis dan

Arteri Tibia Posterior serta pengukuran tekanan darah. Setelah

dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan

pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut

vaskular, yaitu:

1) Memperbaiki berbagai faktor resiko terkait aterosklerosis,

seperti hiperglikemia, hipertensi dan dislipidemia.

2) Terapi farmakologis, obat-obatan yang dapat digunakan untuk

membantu penyembuhan luka menurut Carville(2007 dalam

Handayani, 2010) yang meliputi:


a) Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAID) dapat menekan

fase inflamasi dengan menghambat sintesis prostaglandin

yang merupakan mediator inflamasi.

b) Aspirin, mengatasi aterosklerosis.

c. Perawatan Ulkus Diabetes Mellitus.

Morison (2004, p. 155) menyebutkan tujuan dalam perawatan

ulkus Diabetes Mellitus yaitu:

1) Mencegah infeksi

2) Mencegah cedera jaringan yang lebih luas.

3) Mempertahankan integritas kulit.

4) Meningkatkan homeostatis luka.

5) Meningkatkan penyembuhan luka.

6) Menciptakan lingkungan lokal yang optimum pada daerah luka.

7) Memperbaiki semua faktor yang lebih luas yang dapat

memperlambat penyembuhan ( khususnya mobilitas yang buruk,

malnutrisi dan masalah psikososial)

(Prosedur perawatan luka dapat dibaca pada lampiran 2).

d. Kontrol Mikrobiologi dan penanganan infeksi

Ulkus Diabetes Mellitus memungkinkan masuknya bakteri, serta

menimbulkan infeksi pada luka. Diagnosis infeksi terutama

berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, hangat, dan

keluarnya nanah dari luka. Ulkus Diabetes Mellitus yang terinfeksi

dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu non limb-threatening ( selulitis <2


cm dan tidak meluas sampai tulang atau sendi) dan limb threatening (

selulitis >2 cm dan telah mencapai tulang atau sendi, serta adanya

infeksi sistemik).

Pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik dengan spektrum luas,

mencakup kuman gram positif dan gram negatif (misalnya golongan

sefalosporin)dan dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat

terhadap kuman anaerob ( misalnya metronidazol).

e. Kontrol terhadap tekanan /beban kaki (off loading)

Off loading adalah pengurangan tekanan pada ulkus Diabetes Mellitus,

menjadi salah satu komponen penanganan ulkus Diabetes Mellitus.

Ulkus yang selalu mendapat tekanan (misalnya untuk berjalan dimana

berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan) tidak akan sempat

menyembuh.Metode off loading yang sering digunakan adalah

mengurangi kecepatan berjalan kaki, istirahat (bed rest) , penggunaan

kursi rodadan penggunaan alas kaki.

Menurut Misnadiarly (2006), penggunaan alas kaki yang tepat

yaitu :

1). Tidak berjalan tanpa alas kaki.

2). Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan

nyaman dipakai.

3). Sebelum memakai sepatu periksa terlebih dahulu apabila ada batu

kecil karena dapat menyebabkan iritasi dan luka terhadap kulit.


4). Memakai kaus kaki yang bersih dan ganti setiap hari serta kaus

kaki terbuat dari bahan wol atau katun dan tidak memakai bahan

sintesis karena dapat menyebabkan kaki berkeringat.

f. Edukasi

Dengan penyuluhan diharapkan penderita ulkus Diabetes Mellitus

maupun keluarganya dapat membantu dan mendukung berbagai

tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. Selain

itu, dengan adanya penyuluhan diharapkan pasien mengetahui prinsip

dilakukannya perawatan ulkus dan dapat melaporkan adanya tanda dan

gejala adanya infeksi pada ulkus.

B. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Ulkus Diabetes Mellitus

1. Pengkajian Fokus

Menurut Sussman dan Barbara (2011, p. 335-341) data pengkajian

pada pasien dengan Ulkus Diabetes Mellitus yaitu:

a. Aktivitas/istirahat

Tanda dan gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kesemutan,

penurunan kekuatan otot, latergi.

b. Sirkulasi

Tanda dan gejala: Adanya ulkus pada kaki, hilangnya rambut pada

kaki, kuku yang rapuh/pecah, sianosis jari kaki, kedua kaki pucat

pada saat kaki diangkat setinggi jantung selama 1-2 menit.


c. Neurosensori

Tanda dan gejala: Hilangnya sensasi rasa getar, pusing, sakit

kepala, gangguan penglihatan, disorientasi, mengantuk, latergi.

d. Nyeri/kenyamanan

Tanda dan gejala:Nyeri ulkus pada kaki, wajah meringis,

kesemutan.

e. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuri).

Tanda : Urine berkabut

f. Makanan/cairan

Gejala : polifagia (rasa lapar berlebih), penurunan BB, haus

Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik.

g. Pernafasan

Gejala : Pernafasan kussmaul, bau keton

Tanda : Frekuensi pernafasan

h. Seksualitas

Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

Adapun pengkajian ulkus Diabetes Mellitus menurut Wound Care

Center adalah sebagai berikut:

a. Location (letak luka)

b. Stage (0-5), klasifikasi luka diabetik menurut Wagner dalam

Sussman dan Barbara (2012, p.82) berdasarkan luas dan kedalaman

luka, yaitu:
1) Derajat 0, kulit utuh tetapi ada kelainan pada kaki akibat

neuropati.

2) Derajat 1, yaitu terdapat ulkus superfisial, terbatas pada kulit.

3) Derajat 2, yaitu ulkus dalam , sampai tendon, ligamen, otot,

sendi, belum mengenai tulang, tanpa selulitis dan abses.

4) Derajat 3, yaitu ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang dan

sering terjadi komplikasi osteomielitis, abses atau selulitis.

5) Derajat 4, yaitu gangren pada 1-2 jari kaki atau bagian distal

kaki.

6) Derajat 5, yaitu gangren pada seluruh kaki atau sebagian

tungkai bawah.

c. Wound base (Dasar luka: merah, kuning, hitam)

1) Dasar luka merah: Dasar warna luka merah tua / terang tampak

lembab; merupakan luka bersih bergranulasi, vaskularisasi baik

dan mudah berdarah; warna dasar luka merah muda/ pucat

merupakan lapisan epitelisasi; merupakan proses

penyembuhan. Tujuan perawatan merah yaitu mempertahankan

lingkungan luka pada keadaan lembab, luka pada temperatur

suhu optimal balutan luka menyerap eksudat, mencegah

terjadinya trauma pada jaringan granulasi/epitelisasi.

2) Dasar luka kuning: Warna dasar luka kuning/kuning

kecoklatan/ kuning kehijauan/kuning pucat, kondisi luka

terkontaminasi, terinfeksi, avaskularisasi. Tujuan perawatan


kuning: meningkatkan suport sistem autolisis debridement,

absorb eksudat, menghilangkan bau tidak sedap, mengurangi /

menghindari kejadian infeksi, kontaminasi belum tentu

terinfeksi.

3) Dasar luka hitam: warna dasar luka hitam/hitam

kecoklatan/hitam kehijauan, merupakan jaringan nekrosis,

avaskularisasi. Tujuan perawatan hitam sama dengan

perawatan kuning.

d. Type of tissue (epitelisasi, granulasi, slough)

e. Dimention (pengukuran luka): panjang x lebar x kedalaman, ada

tidaknya undermining/goa yang diukur sesuai dengan arah jarum

jam.

f. Eksudat (cairan luka): blood, inflamation, chronic wound fluid,

product of inflamation.

g. Odor (bau tidak sedap): bau dapat disebabkan oleh adanya

kumpulan bakteri yang menghasilkan protein, apocrine sweat

glands, atau beberapa cairan luka dapat menimbulkan bau.

h. Wound edge (tepi luka): umumnya tepi luka akan dipenuhi oleh

jaringan epitel, berwarna merah muda, kegagalan penutupan terjadi

jika tepi luka odema, nekrosis/callus, dan infeksi.

i. Periwound (kulit sekitar luka)

j. Sign of infection (tanda infeksi): proses inflamasi / peradangan

yang memanjang: kemerahan; odema; nyeri; panas, luka kronik,


eksudatif; berwarna seroanginosa, berbau tidak sedap, hasil kultur

infeksi.

k. Wound pain (nyeri)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Ulkus Diabetes

Melitusmenurut Herdman (2012) :

a. Kerusakan integritas kulit.

Definisi :Adanya perubahan atau gangguan pada jaringan epidermis

dan/atau dermis.

BatasanKarakteristik :

Gangguan jaringan epidermis dan dermis, kerusakan lapisan kulit,

gangguan permukaan kulit, eritema, pruritus.

Faktor yang berhubungan:

Penurunan sirkulasi, kondisi gangguan metabolik, gangguan

sensasi(Herdman, 2012, p.553).

b. Kerusakan integritas jaringan.

Definisi: Adanya kerusakan jaringan membran mukosa, kornea,

integumen, atau subkutan.


Batasan Karakteristik :

Kerusakan jaringan ( misal kornea, membran mukosa, integumen

atau subkutan), kerusakan jaringan, invasi struktur tubuh (insisi,

ulkus), eritema,edema.

Faktor yang berhubungan:

Gangguan sirkulasi, faktor nutrisi (kekurangan atau kelebihan),

adanya tekanan(Herdman, 2012, p.561).

c. Resiko infeksi

Definisi: Mengalami peningkatan risiko terserang organisme

patogenik atau oportunistik ( virus, jamur, bakteri, protozoa atau

parasit lain) dari sumber-sumber eksternal , sumber-sumber

endogen atau eksogen.

Faktor risiko :

Penyakit kronis (misal diabetes mellitus), penekanan sistem imun,

pertahankan primer tidak adekuat ( misalnya, kulit luka, trauma

jaringan dan gangguan perisataltis), malnutrisi, kerusakan jaringan,

trauma jaringan (misal trauma, destruksi jaringan)(Herdman, 2012,

p.531).

d. Hambatan mobilitas fisik.

Definisi:Keterbatasan pergerakan fisik tubuh, baik satu ekstremitas

atau lebih tetapi bukan immobile.


Batasan Karakteristik:

Kesulitan membolak-balik posisi, perubahan cara berjalan (

misalnya, penurunan aktivitas dan kecepatan berjalan, kesulitan

untuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan menyeret

kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke samping),

keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus

dan motorik kasar, pergerakan lambat, gerakan tidak teratur dan

tidak terkoordinasi, enggan untuk bergerak

Faktor yang berhubungan:

Gangguan neuromuskular, nyeri, kerusakan integritas struktur

tulang(Herdman, 2012, p.304).

e. Defisit perawatan diri

Definisi: keadaan dimana seseorang mengalami gangguan dalam

kemampuan melakukan ADL secara mandiri.

Batasan Karakterisitik :

ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian,

ketidakmampuan untuk toileting, kesulitan membolak-balik posisi,

perubahan cara berjalan ( misalnya, penurunan aktivitas dan

kecepatan berjalan, kesulitan untuk memulai berjalan, langkah

kecil, berjalan dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan

mengayun ke samping), pergerakan lambat.


Faktor yang berhubungan :

Pembedahan, penyakit, adanya luka (Herdman, 2012)

f. Gangguan citra tubuh

Definisi : Adanya gangguan pada gambaran mental fisik diri

seseorang

Batasan karakteristik :

Respon negatif verbal atau nonverbal terhadap perubahan aktual

atau struktur dan/atau fungsi (misal malu, keadaan yang

memalukan, bersalah, reaksi mendadak), rasa takut terhadap

penolakan atau reaksi dari orang lain, berfokus pada kekuatan,

fungsi, atau penampilan di masa lalu, perasaan negatif tentang tubuh

( misalnya perasaan putus asa, atau tidak mampu, atau tidak

berdaya), mengungkapkan secara verbal perubahan gaya hidup,

perubahan dalam keterlibatan sosial, perubahan struktur atau fungsi

tubuh, kehilangan bagian tubuh, trauma terhadap bagian tubuh yang

tidak berfungsi, tidak melihat dan menyentuh bagian tubuh tertentu,

larut dengan perubahan atau kehilangan, tingkah laku merusak diri

(misalnya usaha bunuh diri, makan berlebihan, kurang makan).

Faktor yang berhubungan:

Pembedahan, penyakit, trauma, kehilangan bagian tubuh,

kehilangan fungsi tubuh(Herdman, 2012, p.385).


g. Defisit pengetahuan

Definisi : Keadaan seseorang atau kelompok yang mengalami

defisiensi informasi kognitif atau keterampilan psikomotor yang

berkaitan dengan keadaan atau rencana pengobatan.

Batasan karakteristik :

Mengungkapkan secara verbal kurang pengetahuan tentang suatu

topik, perilaku hiperbola, memperlihatkan perubahan psikologis

(misalnya cemas,depresi), ketidakakuratan mengikuti perintah,

pengungkapan masalah.

Faktor yang berhubungan:

Keterbatasan kognitif, salah interpretasi informasi, kurang paham

(Herdman, 2012, p.326).

3. Intervensi Keperawatan

a. Kerusakan integritas kulit, tidak terjadi dengan kriteria:

1). Temperature kulitdalambatas normal.

2). Integritaskulitbaik.

3). Tidak ada lesi kulit.

4). Tidak ada kulit yang mengalami nekrosis.

5). Bekas luka dalam keadaan baik.

6). Tidak ada edema di sekitar luka.


7). Tidak ada bau busuk pada luka.

8). Granulasi dalam keadaan baik.

9). Penurunan ukuranluka.

10). Tidak ada peradangan pada luka(Moorhead, et.al, 2008, p.699).

Intervensi:

1). Pantau adanya tanda dan gejala infeksi ( misalnya suhu tubuh,

penampilan luka, lesi kulit).

2). Kaji kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas

dan kering.

3). Pantau hasil laboratorium (misalnya granulosit dan leukosit).

4). Berikan perawatan luka yang tepat dengan menggunakan

prinsip steril.

5). Jaga tempat tidur tetap bersih dan kering.

6). Pelihara lingkungan yang aseptik.

7). Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan

sewaktu masuk dan meninggalkan ruang pasien untuk

mencegah penyebaran infeksi.

8). Batasi jumlah pengunjung.

9). Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala

infeksi.

10). Jelaskan pentingnya melakukan perawatan kaki kepada pasien

dan keluarga.

11). Jelaskan intake nutrisi dan cairan yang cukup.


12). Kolaborasi dalam pemberian antibiotik dan antiinflamasi pada

area yang luka (Bulechek, et.al, 2008, p. 428).

b. Kerusakan integritas jaringan, tidak terjadi dengan kriteria:

1). Temperature kulitdalambatas normal.

2). Integritaskulitbaik.

3). Tidak ada lesi kulit.

4). Tidak ada kulit yang mengalami nekrosis.

5). Bekas luka dalam keadaan baik.

6). Tidak ada edema di sekitar luka.

7). Tidak ada bau busuk pada luka.

8). Granulasi dalam keadaan baik.

9). Penurunan ukuranluka.

10). Tidak ada peradangan pada luka (Moorhead, et.al, 2008, p.699).

Intervensi:

1). Pantau adanya tanda dan gejala infeksi ( misalnya suhu tubuh,

penampilan luka, lesi kulit).

2). Kaji kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas

dan kering.

3). Pantau hasil laboratorium (misalnya granulosit dan leukosit).

4). Berikan perawatan luka yang tepat dengan menggunakan

prinsip steril.

5). Jaga tempat tidur tetap bersih dan kering.

6). Pelihara lingkungan yang aseptik.


7). Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan

sewaktu masuk dan meninggalkan ruang pasien untuk

mencegah penyebaran infeksi.

8). Batasi jumlah pengunjung.

9). Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala

infeksi.

10). Jelaskan pentingnya melakukan perawatan kaki kepada pasien

dan keluarga.

11). Jelaskan intake nutrisi dan cairan yang cukup.

12). Kolaborasi dalam pemberian antibiotik dan antiinflamasi pada

area yang luka (Bulechek, et.al, 2008, p. 428).

c. Risiko infeksi, tidak terjadi dengan kriteria:

1). Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi.

2). Jumlah leukosit dalam batas normal.

3). Klien mengetahui tanda dan gejala dari infeksi.

4). Klien mengetahui pengaruh nutrisi yang adekuat untuk

mencegah infeksi.

5). Klien mengetahui kebiasaan yang dapat mendukung terjadinya

infeksi.

6). Klien dapat memonitor lingkungan yang dapat mendukung

terjadinya infeksi.

7). Klien dapat mempraktekkan cara mencuci tangan yang benar.

8). Klien mengikuti anjuran tindakan pencegahan infeksi.


9). Tidak ada kulit yang mengalami nekrosis.

10). Tidak ada bau busuk pada luka.

11). Granulasidalamkeadaanbaik.

12). Penurunanukuranluka.

13). Tidak ada peradangan pada luka(Moorhead, et.al, 2008, p. 600).

Intervensi:

1). Pantau adanya tanda dan gejala infeksi ( misalnya suhu tubuh,

penampilan luka, lesi kulit).

2). Kaji kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas

dan kering.

3). Pantau hasil laboratorium (misalnya granulosit dan leukosit).

4). Berikan perawatan luka yang tepat dengan menggunakan

prinsip steril.

5). Jaga tempat tidur tetap bersih dan kering.

6). Pelihara lingkungan yang aseptik.

7). Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan

sewaktu masuk dan meninggalkan ruang pasien untuk

mencegah penyebaran infeksi.

8). Batasi jumlah pengunjung.

9). Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala

infeksi.

10). Jelaskan pentingnya melakukan perawatan kaki kepada pasien

dan keluarga.
11). Jelaskan intake nutrisi dan cairan yang cukup.

12). Kolaborasi dalam pemberian antibiotik dan antiinflamasi pada

area yang luka (Bulechek, et.al, 2008, p. 428).

d. Hambatan mobilitas fisik, teratasi dengan kriteria hasil:

1). Klien dapat menjaga keseimbangan tubuh saat berdiri.

2). Klien dapat menjaga keseimbangan tubuh saat berjalan.

3). Tekanan nadi setelah beraktivitas normal.

4). Pernapasan setelah beraktivitas normal.

5). Tekanan darah setelah beraktivitas normal.

6). Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri

sesuai kemampuan.

7). Kekuatan otot maksimal.

8). Klien mengetahui sepatu yang tepat untuk dipakai (Moorhead,

et.al, 2008, p. 159).

Intervensi:

1). Tentukan skala ketergantungan pasien.

2). Kaji kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri

secara mandiri.

3). Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan.

4). Bantu pasien untuk memilih aktivitas sesuai kemampuan fisik,

psikologi dan kemampuan sosial.

5). Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki anti selip yang

mendukung untuk berjalan.


6). Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu

mobilisasi ( misalnya, tongkat, kruk atau kursi roda).

7). Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah ( misalnya

dari tempat tidur ke kursi).

8). Ubah posisi klien minimal setiap 2 jam.

9). Berikan penguatan positif selama aktivitas.

10). Berikan pujian untuk partisipasi dalam aktivitas.

11). Anjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari.

12). Kolaborasi dengan ahli terapi fisik (Bulechek, et.al, 2008, p.

636).

e. Defisit Perawatan Diri, teratasi dengan criteria:

1). skala ketergantungan klien 0.

2). klien terbebas dari bau badan.

3). klien menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk

melakukan ADL

4). klien dapat menjaga keseimbangan tubuh saat berdiri dan

berjalan

5). klien menggunakan alas kaki yang tepat untuk mempermudah

berjalan (Moorhead, et.al, 2008, p. 159).

Intervensi:

1). Kaji skala ketergantungan klien serta monitor kemampuan

klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari


2). Bantu klien untuk memilih aktivitas sehari-hari sesuai

kemampuan fisik

3). Bantu klien untuk menggunakan alas kaki yang tepat untuk

mendukung / mempermudah berjalan

4). Anjurkan keluarga untuk membantu klien dalam melakukan

aktivitas sehari-hari

5). Berikan penguatan positif dan pujian untuk partisipasi dalam

aktivitas (Bulechek, et.al, 2008).

f. Gangguan Citra Tubuh, tidak terjadi dengan kriteria:

1). Klien secara verbal mengakui ketidakmampuan fisik.

2). Klien secara verbal mengatakan mampu menerima kodisi

fisiknya.

3). Klien mampu beradaptasi terhadap perubahan fisiknya.

4). Klien dapat mengidentifikasi sikap untuk menjalankan

kehidupan sehari-hari.

5). Klien memperoleh dukungan dari keluarga.

6). Klien melaporkan penurunan stress dan perasaan negatif

karena kecacatannya.

7). Klien menunjukkan kepuasan dengan penampilan tubuhnya.

8). Klien mampu bersosialisasi dengan orang lain.

9). Mengetahui pola koping yang efektif dan tidak efektif.

10). Klien melaporkan peningkatan kenyamanan secara psikologi

(Moorhead, et.al, 2008, p. 161).


Intervensi:

1). Kaji respons verbal dan nonverbal pasien terhadap tubuh

pasien.

2). Kaji perasaan tidak suka terhadap karakteristik beberapa fisik

yang membuat gangguan/disfungsi sosial.

3). Kaji tingkat harapan gambaran diri pasien.

4). Kaji dukungan keluarga terhadap pasien.

5). Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan pasien

terhadap respon perubahan penampilan tubuh.

6). Beri dorongan kepada pasien dan keluarga untuk

mengungkapkan perasaan.

7). Dukung mekanisme koping yang biasa digunakan pasien (

misalnya tidak meminta pasien untuk mengeksplorasi

perasaannya jika pasien tampak enggan melakukannya).

8). Diskusikan dengan pasien penyebab perubahan karena

penyakit atau pembedahan.

9). Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga

privasi dan martabat pasien.

10). Bantu pasien dan keluarga untuk secara bertahap menjadi

terbiasa dengan perubahan pada tubuh pasien (Bulechek, et.al,

2008, p. 181).

g. Defisit pengetahuan, tidak terjadi dengan kriteria:


1). Klien mengetahui efek terapeutik dan efek samping dari

perawatan.

2). Klien mengetahui perawatan luka yang tepat agar luka cepat

sembuh.

3). Klien mengetahui aktivitas untuk mengurangi tekanan pada

kaki yang dapat menghambat penyembuhan luka (Moorhead,

et.al, 2008, p. 463).

Intervensi:

1). Kaji tingkat pengetahuan dan keterampilan tentang perawatan

kaki.

2). Instruksikan pasien untuk menggunakan alas kaki yang tepat

(bahan tidak mengkerut).

3). Instruksikan untuk mengganti sepatu 2 kali (jam 12 siang dan

5 sore) dalam sehari untuk menghindari tekanan lokal yang

berulang.

4). Jelaskan pentingnya penggunaan alas kaki.

5). Jelaskan tentang aktifitas yang dapat menjadi penyebab

timbulnya tekanan pada syaraf dan pembuluh darah termasuk

balutan yang terlalu ketat.

6). Berikan informasi hubungan antara neuropati, injury dan

resiko amputasi pada pasien jika luka tidak dirawat dengan

tepat.

7). Berikan pengetahuan tentang perawatan luka yang benar dan


tepat (Bulechek, et.al, 2008, p. 731)

4. Evaluasi

Evaluasi keperawatan menurut Moorhead, et.al (2008) setelah tindakan

keperawatan dilakukan, yaitu:

a. Kerusakan integritas kulit

S : temperature kulit dalam batas normal, tidak ada lesi kulit

O :integritas kulit baik, tidak ada kulit yang mengalami nekrosis,

tidak ada eritema disekitar luka, tidak ada edema di sekitar luka,

tidak ada bau busuk pada luka, granulasi dalam keadaan baik,

penurunan ukuran luka, tidak ada peradangan pada

luka(Moorhead, et.al, 2008, p. 699).

b. Kerusakan integritas jaringan

S : Klien mengatakantidak ada lesi pada kulit.

O : Klien menunjukkan integritas kulit baik, tidak ada kulit yang

mengalami nekrosis, tidak ada eritema disekitar luka, tidak ada

edema di sekitar luka, tidak ada bau busuk pada luka, granulasi

dalam keadaan baik, penurunan ukuran luka, tidak ada

peradangan pada luka(Moorhead, et.al, 2008, p. 699).

c. Risiko infeksi

S : Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi, klien mengetahui

pentingnya dilakukan perawatan luka, klien mengetahui

pengaruh nutrisi yang adekuat untuk mencegah infeksi, klien


mengetahui kebiasaan yang dapat mendukung terjadinya

infeksi.

O :Jumlah leukosit dalam batas normal, , klien dapat memonitor

lingkungan yang dapat mendukung terjadinya infeksi, klien

dapat mempraktekkan cara mencuci tangan yang benar, tidak

ada kulit yang mengalami nekrosis , Tidak ada edema di sekitar

kulit, tidak ada bau busuk pada luka, granulasi dalam keadaan

baik, penurunan ukuran luka, tidak ada peradangan pada luka

(Moorhead, et.al, 2008, p. 600).

d. Hambatan mobilitas fisik

S : klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri

sesuai kemampuan, klien dapat menentukan aktivitas dan

latihan yang mampu dilakukan, klien mengetahui sepatu yang

tepat untuk dipakai.

O : Klien dapat menjaga keseimbangan tubuh saat berdiri, klien

dapat menjaga keseimbangan tubuh saat berjalan, tekanan nadi

setelah beraktivitas normal, pernapasan setelah beraktivitas

normal, tekanan darah setelah beraktivitas normal, kekuatan

otot maksimal(Moorhead, et.al, 2008, p. 159).

e. Defisit Perawatan Diri

S :Klien mengatakan dapat melakukan ADL secara mandiri

(berpindah, berpakaian, makan, toileting, ke kamar


mandi).klien menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan

untuk melakukan ADL.

O : Skala ketergantungan klien 0.klien terbebas dari bau badan,

klien dapat menjaga keseimbangan tubuh saat berdiri dan

berjalan, klien menggunakan alas kaki yang tepat untuk

mempermudah berjalan (Moorhead, et.al, 2008, p. 159).

f. Gangguan citra tubuh

S : Klien secara verbal mengakui ketidakmampuan fisik, klien

secara verbal mengatakan mampu menerima kodisi fisiknya,

klien melaporkan penurunan stress dan perasaan negatif karena

kecacatannya, klien mengetahui pola koping yang efektif dan

tidak efektif, klien melaporkan peningkatan kenyamanan secara

psikologi, klien dapat mengidentifikasi sikap untuk menjalankan

kehidupan sehari-hari.

O: klien mampu beradaptasi terhadap perubahan fisiknya, klien

memperoleh dukungan dari keluarga, klien menunjukkan

kepuasan dengan penampilan tubuhnya, klien mampu

bersosialisasi dengan orang lain (Moorhead, et.al, 2008, p. 161).

g. Defisit pengetahuan

S : Klien mengetahui efek terapeutik dan efek samping dari

perawatan, klien mengetahui perawatan luka yang tepat agar

luka cepat sembuh.


O: klien mengetahui aktivitas untuk mengurangi tekanan pada kaki

yang dapat menghambat penyembuhan luka (Moorhead, et.al,

2008, p. 463).
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Biodata Klien (Biographic Information)

Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Maret 2015 pukul 12.30 WIB di

bangsal Flamboyan 1 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temangung,

diperoleh data sebagai berikut:

Klien bernama Tn. D berumur 47 tahun, berjenis kelamin laki-laki,

menganut agama islam, bekerja di pabrik dan berpendidikan terakhir SMP.

Klien masuk bangsal Flamboyan 1 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Temangung pada tanggal 4 Maret 2015 pukul 12.15 WIB melalui poliklinik

dan mendapatkan nomer rekam medis 186278 dengan diagnosa medis ulkus

plantar sinistra. Penanggung jawab adalah istri klien yang bernama Ny.R

yang berumur 43 tahun, beragama islam dan sebagai ibu rumah tangga. Tn.D

tinggal di Pringsurat, Temanggung.

B. Pengkajian (Assessment)

1. Riwayat Keperawatan (Nursing History)

Tn.D datang ke poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Temanggung pada tanggal 4 maret 2015 dengan keluhan ada luka pada

telapak kaki kiri karena terkena paku. Klien mengatakan luka tersebut

sudah sejak 7 hari yang lalu dan tidak sembuh-sembuh. Klien mengatakan
pernah memeriksakan lukanya ke puskesmas, namun klien dirujuk ke

Rumah Sakit. Kemudian klien mondok di bangsal Flamboyan 1 Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung. Gula Darah Sewaktu saat

pengkajian adalah 500 mg/dL.

Tn. D mengatakan pernah mondok 1 kali di Rumah Sakit

Kalimantan pada tahun 2014 karena jari telunjuk pada tangan sebelah

kanan terkena mesin di tempat kerja. Luka tersebut sembuh dalam waktu 2

minggu. Setelah itu diketahui bahwa klien menderita Diabetes Mellitus.

Tn. D mengatakan anggota keluarga tidak ada yang menderita

penyakit menurun seperti diabetes mellitus dan hipertensi.

Tn. D mengatakan sebelum sakit suka mengonsumsi gorengan

tempe dan tahu sekurang-kurangnya dalam sehari makan 2 gorengan. Tn.

D mengatakan suka minum teh manis 2 kali sehari, minum kopi 2 hari

sekali, dan jarang minum air putih. Klien mengatakan tidak pernah

berolahraga, karena badan sudah capek untuk bekerja dan hari libur

digunakan untuk tidur dan bersantai sambil menonton tv.

2. Pengkajian Fokus

Dari hasil wawancara dengan klien didapatkan data bahwa dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari yang meliputi toileting, berpindah dan

mandi klien dibantu oleh keluarganya karena sulit berjalan dengan adanya

luka pada telapak kaki kiri. Kekuatan otot klien untuk ekstremitas atas dan

ekstremitas bawah adalah 5. Klien sering mengalami kesemutan pada kaki

kanan dan kiri serta kaki terasa tebal, terdapat odem dan kulit kering pada
daerah telapak kaki. Klien tidak mengeluh pusing, tekanan darah klien

140/70 mmHg, nadi radialis 90 x/menit, nadi dorsalis pedis 78x/menit,

suhu 37,8oC, respirasi 20 x/menit, dan capillary refill kembali dalam 4

detik. Klien mengipas-ngipas daerah luka dengan tangan dan sering

bernafas panjang saat dilakukan pengkajian dengan alasan luka terasa

nyeri dan panas dengan P : ulkus diabetes mellitus, Q: seperti ditusuk-

tusuk, R: telapak kaki kiri, S: 7, dan T: hilang timbul. Klien rutin BAB

sekali dalam sehari dengan konsistensi lunak (tidak diare atau konstipasi)

dan BAK 6-7 kali sehari dengan warna urin jernih. Klien merasa lapar

secara terus-menerus, namun terdapat berat badan dari 80 kg menjadi 60

kg. Klien menghabiskan 1 porsi makan dari Rumah Sakit. Klien

mendapatkan diit DM 4 yaitu 1.700 kalori. Klien sering merasa haus

sehingga dalam sehari minum 9-10 gelas air putih (1800-2000 cc). Turgor

kulit klien kembali dalam 3 detik. Klien tidak mengeluhkan sesak napas,

klien mengatakan tidak ada masalah dalam berhubungan suami istri. Klien

menerima sakitnya dan berdoa supaya cepat sembuh sehingga bisa cepat

pulang. Klien mengatakan merasa tenang dan tidak cemas karena istrinya

selalu menemani selama di rumah sakit. Interaksi klien dengan perawat

dan keluarga baik. Klien tampak sopan dan kooperatif saat dilakukan

pengkajian. Tn.D mengatakan tidak ada masalah dalam berhubungan

suami istri. Tn. D mengatakan sekarang harus mengurangi konsumsi

makanan yang banyak mengandung gula namun tidak mengetahui contoh

makanannya. Klien mengatakan obat yang diberikan dokter dapat


menurunkan kadar gula darahnya dan klien teratur minum obat yang

diberikan. Tn.D mengatakan belum mengetahui olahraga seperti apa yang

harus dilakukan agar gula darahnya normal. Klien mengatakan belum

mengetahui informasi tentang cara merawat luka pada kaki dan setelah

mengetahui terdapat luka pada telapak kaki 1 minggu yang lalu, luka tidak

dirawat dan dibiarkan karena beranggapan akan sembuh dengan

sendirinya. Klien mengatakan jika berjalan tidak menggunakan alas kaki

karena sudah biasanya seperti itu. Klien mengatakan ingin mengetahui

bagaimana caranya agar luka pada kaki kirinya cepat sembuh, karena

sudah 7 hari luka tersebut belum juga sembuh.

3. Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik pada Tn. D didapatkan data bahwa

keadaan umum klien baik dengan kesadaran composmentis dan GCS 15,

tekanan darah 140/70 mmHg, nadi radialis 90x/ menit, nadi pada arteri

dorsalis pedis 78 x/menit, suhu 37,8o C, dan pernafasan 20x/ menit. Kepala

klien berbentuk mesochepal, tidak ada lesi, rambut bersih dan terdapat

uban. Hidung klien memiliki fungsi penciuman normal, tidak ada polip,

simetris dan tidak terdapat lendir. Klien memiliki fungsi penglihatan yang

normal, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik dan pupil isokor.

Telinga simetris, tampak bersih tanpa serumen dengan fungsi pendengaran

yang masih baik. Tidak terdapat pembengkakan kelenjar tiroid. Membran

mukosa tampak lembab, tanpa stomatitis dan gigi tampak bersih.

Pemeriksaan pada paru yang didapatkan pergerakan dada simetris dengan


vocal fremitus kanan dan kiri sama, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi

resonan dengan auskultasi vesikuler. Pada pemeriksaan jantung

didapatkan data inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis

teraba di garis mid clavicula pada intercosta 4, perkusi suara pekak,

auskultasi S1 dan S2 reguler. Pemeriksaan abdomen didapatkan data

bahwa hasil inspeksi abdomen tampak simetris, auskultasi terdengar suara

bising usus 10 x/menit, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi terdengar

bunyi tympani. Pada pemeriksaan ekstremitas bagian atas terpasang infus

RL 20 tpm pada tangan kiri dan pada ekstremitas bawah terdapat luka

pada telapak kaki kiri, kulit kering dan terdapat odem pada area sekitar

luka. Turgor kulit kembali dalam 3 detik. Tidak terpasang kateter pada

klien.

Ekstremitas bawah bagian telapak kaki kiri terdapat ulkus tingkat

2: yaitu ulkus dalam sampai tendon, ligament, otot, sendi, belum mengenai

tulang dan disertai peradangan jaringan, warna dasar kemerahan dengan

persentase 30% dari luas luka, terdapat jaringan berwarna kuning yang

menempel pada luka ( slough ), terdapat krusta disekitar area luka, belum

terlihat granulasi, luas 6 cm x 4 cm, kedalaman 2 cm, cairan luka berwarna

merah kecoklatan dengan bau tidak begitu menyengat, konsistensi kental

dan berjumlah ±10 cc, dan terdapat odema pada kaki kiri, kulit sekitar luka

berwarna kemerahan dan ada sebagian area yang kering.


4. Pemeriksaan Diagnostik

Hasil pemeriksaan laboratorium Tn. D pada tanggal 4 maret 2015

pukul 13.03 WIB menunjukkan hasil sebagai berikut. GDS 500 mg/dL

(high), Hemoglobin 13,6 g/dL (low), Leukosit 13,0 (10^3/ul) (high),

Hematokrit 39,0% (low), Trombosit 476 (10^3/ul) (high), Netrofil 74,2%

(high), Limfosit 18,9 % (low), kolesterol total 254 mg/dL (high) dan

trigliserida 568 mg/dL ( high).

5. Therapi

Tn. D mendapatkan terapi infus RL 20 tpm, injeksi ketorolac 30

mg, metformin 1-0-1 ( via oral), simfastatin 0-0-1 (20 mg) , gemfibroxil 0-

0-1 (600 mg), infus metronidazole 500 mg.

C. Analisa Data

Pada tanggal 4 Maret 2015 pukul 12.30 dari hasil pengkajian

didapatkan analisa data berupa:

Dari data subjektif, Tn. D mengeluh terdapat luka di telapak kaki kiri

yang tidak kunjung sembuh dan area luka terasa panas dan perih. Data objektif

yang didapatkan yaitu ekstremitas bawah bagian telapak kaki kiri terdapat

ulkus tingkat 2: yaitu ulkus dalam sampai tendon, ligament, otot, belum

mengenai tulang dan disertai peradangan jaringan, warna dasar kemerahan

dengan persentase 30 % dari luas luka, terdapat jaringan berwarna kuning yang

menempel pada luka ( slough ), terdapat krusta pada area sekitar luka, belum

terlihat granulasi, luas 6 cm x 4 cm, kedalaman 2 cm, cairan luka berwarna


merah kecoklatan dengan bau tidak begitu menyengat, konsistensi kental dan

berjumlah ±10 cc, dan terdapat odema pada kaki kiri, kulit sekitar luka

berwarna kemerahan dan ada sebagian area yang kering. GDS 500 mg/dL

(high). Jumlah hemoglobin 13,6 g/dL (low) jumlah leukosit 13,0 103/uL (high),

netrofil 74,2 % (high) dan limfosit 18,9 % (low).

Dari analisa data di atas dapat muncul masalah keperawatan kerusakan

integritas jaringan (integumen) berhubungan dengan gangguan sirkulasi

sekunder terhadap hiperglikemia.

Dari data subjektif, klien mengeluh area luka pada telapak kaki kiri

terasa nyeri, dengan P : ulkus diabetes mellitus, Q: seperti ditusuk-tusuk, R:

telapak kaki kiri, S: 7, dan T: hilang timbul. Data objektif yang didapatkan

yaitu klien mengipas-ngipas daerah luka dengan tangan dan sering bernafas

panjang saat dilakukan pengkajian. Tekanan darah klien 140/70 mmHg,

respirasi 20 x/menit, suhu 37,8 oC, nadi radialis 90 x/menit, nadi pada arteri

dorsalis pedis 78 x/menit.

Dari analisa data di atas dapat muncul masalah keperawatan Nyeri akut

berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.

Dari data subjektif, klien mengeluh sulit berjalan karena terdapat luka

pada kaki kiri dan luka terasa nyeri. Data objektif yang didapatkan yaitu untuk

memenuhi aktivitas sehari-hari seperti toileting, berpindah dan mandi klien

dibantu oleh keluarganya, sedangkan untuk aktivitas makan dan berpakaian

klien dapat melakukan secara mandiri. Klien berjalan dengan langkah kecil

saat akan ke kamar mandi.


Dari analisa data di atas dapat muncul masalah keperawatan defisit

perawatan diri berhubungan dengan adanya luka ulkus.

Dari data subjektif, klien mengatakan sekarang harus mengurangi

konsumsi makanan yang banyak mengandung gula namun tidak mengetahui

contoh makanannya, klien mengatakan belum mengetahui olahraga seperti apa

yang harus dilakukan agar gula darahnya normal, klien mengatakan belum

mengetahui informasi tentang cara merawat luka pada kaki dan setelah

mengetahui terdapat luka pada telapak kaki 1 minggu yang lalu, luka tidak

dirawat dan dibiarkan karena beranggapan akan sembuh dengan sendirinya,

klien mengatakan jika berjalan tidak menggunakan alas kaki karena sudah

biasanya seperti itu, klien mengatakan ingin mengetahui bagaimana caranya

agar luka pada kaki kirinya cepat sembuh, karena sudah 7 hari luka tersebut

belum juga sembuh. Data objektif yang didapatkan yaitu klien terlihat bingung

saat ditanya contoh makanan yang harus dibatasi dan harus dikurangi pada

pasien dengan diabetes mellitus, klien menjawab tidak pernah melakukan

olahraga maupun latihan agar gula darah menjadi normal, klien tidak

menjawab saat ditanya mengenai cara merawat luka yang tepat pada kakinya,

klien tidak menggunakan alas kaki saat berjalan ke kamar mandi.

Dari analisa data di atas dapat muncul masalah keperawatan defisit

pengetahuan tentang diit, latihan, cara perawatan kaki dan perawatan luka

berhubungan dengan kurangnya informasi.


D. Perumusan Masalah (Formulate Problem)

Berdasarkan analisa data yang dilakukan, masalah keperawatan yang

muncul pada Tn. D yaitu:

1. Kerusakan integritas jaringan (integumen) berhubungan dengan gangguan

sirkulasi sekunder terhadap hiperglikemia,

2. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan,

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya luka dan

4. Defisit pengetahuan tentang diit, latihan, cara perawatan kaki dan perawatan

luka berhubungan dengan kurangnya informasi.

E. Perencanaan Keperawatan (Plan)

Tanggal 4 maret 2015 pukul 13.10 WIB penulis merencanakan tindakan

keperawatan 4 x 24 jam diharapkan:

1. Kerusakan integritas jaringan (integumen) dapat teratasi dengan:

a) Tujuan: tercapainya proses penyembuhan luka

b) Kriteria hasil : temperatur kulit dalam batas normal, integritas kulit baik

dan tidak ada kulit yang mengalami nekrosis, tidak terdapat odema

disekitar luka, tidak ada bau menyengat pada luka, terjadi penurunan

ukuran luka, tidak ada tanda-tanda infeksi ( rubor, kalor,dolor, tumor dan

fungsiolaesa), klien mendapatkan perawatan luka yang optimal, drainase

purulen, gula darah puasa dan gula darah sewaktu dalam batas normal.

c) Intervensi: 1) Kaji penampilan luka pada setiap mengganti balutan. 2)

Lakukan pemeriksaan gula darah. 3) lakukan perawatan ulkus (cuci area


luka dengan NaCl, debridement, kompres luka dengan menggunakan

metronidazole, pembalutan). 4) Ukur tanda-tanda vital . 5) Kolaborasi

dengan ahli gizi dalam pemberian diit dan jelaskan pentingnya intake

makanan dan nutrisi untuk meningkatkan potensi penyembuhan luka. 6)

Kolaborasi pemberian terapi untuk mengontrol kadar gula darah 7)

Kolaborasi dalam pemberian antibiotik dan antiinflamasi pada area luka.

2. Nyeri akut teratasi dengan:

a) tujuan: Nyeri terkontrol dan klien tampak rileks.

b) kriteria hasil: skala nyeri berkurang ( skala nyeri dari 7 menjadi 1-3),

ekspresi wajah klien rileks, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien

mengetahui dan dapat melakukan cara mengontrol nyeri dan istirahat

klien adekuat.

c) Intervensi: 1) Kaji karakteristik, intensitas, lokasi, durasi, frekuensi dan

kualitas nyeri. 2) Kaji tanda-tanda vital. 3) Observasi nonverbal klien

terhadap tanda-tanda nyeri. 4) Berikan posisi nyaman. 5) Kontrol faktor

lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap nyeri. 6)

Ajarkan teknik distraksi relaksasi yang efektif. 7) Kolaborasi dalam

pemberian obat analgetik.

3. Defisit perawatan diri teratasi dengan:

a) tujuan: Klien mampu melakukan ADL secara mandiri

b) kriteria hasil : skala ketergantungan klien 0, klien terbebas dari bau

badan, klien menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk

melakukan ADL, klien dapat menjaga keseimbangan tubuh saat berdiri


dan berjalan, klien menggunakan alas kaki yang tepat untuk

mempermudah berjalan.

c) Intervensi: 1) Kaji skala ketergantungan klien serta monitor kemampuan

klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari . 2) Bantu klien untuk

memilih aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan fisik. 3) Bantu klien

untuk menggunakan alas kaki yang tepat untuk mendukung /

mempermudah berjalan. 4) Anjurkan keluarga untuk membantu klien

dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang tidak bisa dilakukan klien

secara mandiri. 5) Berikan penguatan positif dan pujian untuk partisipasi

dalam aktivitas.

4. Defisit pengetahuan teratasi dengan:

a) tujuan dan kriteris hasil: Klien dan keluarga mengetahui diit pada pasien

dengan diabetes mellitus, klien mengetahui jenis olahraga/latihan agar

gula darah menjadi normal, klien mengetahui perawatan kaki dan

perawatan luka yang tepat agar luka cepat sembuh, klien mengetahui

manfaat perawatan luka efektif pada kaki, klien mengetahui alas kaki

yang tepat untuk mengurangi tekanan pada luka, klien mengetahui

aktivitas untuk mengurangi tekanan pada kaki yang dapat menghambat

penyembuhan luka.

b) Intervensi: 1) kaji tingkat pengetahuan klien mengenai diit untuk pasien

dengan diabetes mellitus, 2) kaji tingkat pengetahuan klien mengenai

latihan yang dilakukan agar gula darah mendekati normal (<200 mg/dL),

3) kaji tingkat pengetahuan dan keterampilan klien tentang perawatan


kaki dan perawatan luka pada kaki, 4) Berikan pendidikan kesehatan

tentang contoh makanan yang harus dibatasi dan harus dikurangi pada

pasien dengan diabetes mellitus, 5) berikan pendidikan kesehatan tentang

jenis olahraga/latihan agar gula darah menjadi normal, 6) Berikan

pendidikan kesehatan tentang cara merawat kaki dan perawatan luka

pada kaki, 7) Instruksikan klien untuk menggunakan alas kaki yang tepat

( bahan tidak mudah mengkerut dan tidka mudah menimbulkan keringat),

8) Jelaskan pentingnya penggunaan alas kaki. 9) Jelaskan tentang

aktivitas yang dapat menjadi penyebab timbulnya tekanan pada saraf dan

pembuluh darah yang dapat memperlambat penyembuhan luka.

F. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

1. Kerusakan integritas jaringan (integumen)

Tindakan keperawatan dilakukan mulai tanggal 4 Maret 2015 sampai

dengan 7 Maret 2015, yaitu: melakukan perawatan luka (pembersihan,

debridemen dan ganti balut), melakukan pengukuran tanda-tanda vital,

melakukan tes gula darah, berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian

diit pada pasien dan menjelaskan pentingnya intake makanan dan nutrisi

untuk meningkatkan potensi penyembuhan luka, memberikan terapi infus

Metronidazol 500 mg/100 cc, memberikan terapi obat metformin (via oral)

500 mg dan terapi simfastatin 20 mg serta gemfibroxil 600 mg .


2. Nyeri akut

Tindakan keperawatan dilakukan mulai tanggal 4 Maret 2015

sampai dengan 7 Maret 2015, yaitu: mengkaji keluhan dan karakteristik

nyeri, mengobservasi nonverbal klien terhadap tanda-tanda nyeri,

memberikan posisi nyaman pada klien, menjaga lingkungan tetap tenang,

mengajarkan teknik napas dalam pada klien, meminta klien

mendemonstrasikan teknik napas dalam, mengajarkan klien tentang

pengalihan perhatian agar nyeri berkurang, menanyakan keefektifan teknik

napas dalam dan pengalihan perhatian untuk mengurangi nyeri,

memberikan injeksi ketorolac 30 mg, mengukur tanda-tanda vital,

memberikan posisi yang nyaman pada klien serta menganjurkan untuk

istirahat.

3. Defisit perawatan diri

Tindakan keperawatan dilakukan mulai tanggal 4 Maret 2015

sampai dengan 7 Maret 2015, yaitu: mengkaji skala ketergantungan klien

serta monitor kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari,

membantu klien untuk memilih aktivitas sesuai kemampuan fisik,

membantu klien untuk menggunakan alas kaki yang tepat untuk

mempermudah berjalan, menganjurkan keluarga untuk membantu klien

dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang tidak bisa dilakukan secara

mandiri oleh klien, memberikan penguatan positif dan pujian atas

partisipassi klien dalam aktivitas.


4. Defisit pengetahuan

Tindakan keperawatan dilakukan mulai tanggal 4 Maret 2015

sampai dengan 7 Maret 2015, yaitu: mengkaji tingkat pengetahuan klien

mengenai diit yang harus dipatuhi, mengkaji tingkat pengetahuan klien

mengenai latihan yang dilakukan agar gula darah mendekati normal,

mengkaji tingkat pengetahuan dan keterampilan klien tentang perawatan

kaki dan luka pada kaki, menganjurkan klien untuk menggunakan alas

kaki, menjelaskan pentingnya penggunaan alas kaki, menjelaskan bahwa

berdiri atau berjalan yang terlalu lama dapat memberikan tekanan pada

luka yang dapat memperlambat penyembuhan luka, memberikan penkes

tentang perawatan luka yang benar dan tepat, melakukan pendidikan

kesehatan tentang diit yang harus dipatuhi oleh klien untuk mempercepat

penyembuhan luka, melakukan pendidikan kesehatan tentang latihan yang

dapat dilakukan agar gula darah dalam rentang normal, memonitor klien

dalam penggunaan alas kaki yang tepat.

G. Evaluasi

1. Kerusakan integritas jaringan (integumen) berhubungan dengan Gangguan

sirkulasi sekunder terhadap hiperglikemia.

S : klien mengatakan luka masih senut-senut.

O: ekstremitas bawah bagian telapak kaki kiri terdapat ulkus tingkat 2:

yaitu ulkus dalam sampai tendon, ligament, otot, belum mengenai

tulang, warna dasar kemerahan dengan persentase 100% dari luas


luka, terlihat adanya epitelisasi, luas 5 cm x 4 cm, kedalaman 2 cm,

cairan luka: berwarna kemerahan dengan jumlah ± 2 cc dan

konsistensi tidak terlalu kental serta tidak bau, tepi luka berwarna

merah muda dan odema menurun, tidak terdapat krusta, kulit sekitar

luka berwarna kemerahan dan ada sebagian area yang kering. Hasil

pemeriksaan GDS 209 mg/dL. Hasil pengukuran tanda-tanda vital,

tekanan darah 120/70 mmHg, nadi radialis 84x/ menit, nadi pada

dorsalis pedis 80 x/menit, suhu 37,2oC, pernafasan 20x/ menit. Jumlah

leukosit 13,0 103/uL (high), netrofil 74,2 % (high) dan limfosit 18,9 %

(low). Klien mendapatkan diit 1.700 kalori dan ekstra susu DM (susu

skim cair 200 gram) dan klien menghabiskan diit

A: Masalah kerusakan integritas jaringan (integumen) belum teratasi.

P: Lanjutkan intervensi: kaji status ulkus, lakukan perawatan luka,

lakukan pemeriksaan gula, pantau intake nutrisi klien, kolaborasi

dalam pemberian antibiotik.

2. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan

S: klien mengatakan nyeri berkurang, klien mengungkapkan karakteristik

nyeri, yaitu: P: ulkus diabetes mellitus, Q: seperti ditususk-tususk, R:

telapak kaki kiri, S: 4, T: hilang timbul.

O: ekspresi wajah klien tampak rileks. Klien selalu melakukan teknik

napas dalam dan mengalihkan perhatian saat merassa nyeri sehingga

nyeri berkurang. Hasil pengukuran tanda-tanda vital tekanan darah


120/70 mmHg, nadi radialis 82x/ menit, nadi dorsalis pedis 80 x/menit,

suhu 37, 2oC, pernafasan 20x/ menit.

A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian.

P: Lanjutkan intervensi: yaitu kaji keluhan dan karakteristik nyeri,

observasi nonverbal klien terhadap nyeri, kaji tanda-tanda vital,

kolaborasi dalam pemberian obat analgetik.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya luka ulkus.

S: klien mengatakan nyeri pada kaki sudah berkurang dan dapat

melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

O: skala ketergantungan klien adalah 0. Saat berjalan klien menggunakan

sandal yang longgar karena terdapat luka pada kaki. Klien berjalan ke

kamar mandi,berpindah posisi dan toileting secara mandiri tanpa

dibantu oleh istri.

A: Masalah defisit perawatan diri teratasi.

P: Pertahankan kondisi.

4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

S: klien mengatakan makanan yang harus dihindari adalah gula pasir, gula

jawa, es krim, kue manis dan susu kental manis, klien mengatakan kaki

harus selalu dibersihkan menggunakan air terutama pada sela-sela jari

dengan hati-hati,

O: klien dapat menyebutkan prinsip 3 j pada diit diabetes mellitus yaitu

jumlah, jenis dan jadwal makan serta contoh makanan yang harus

dihindari, klien dapat menyebutkan kembali jenis aktivitas yang dapat


dilakukan untuk mengontrol kadar gula darah sehingga mendekati

normal, klien dapat menjelaskan kembali bahwa tahap perawatan luka

adalah membersihkan luka, pengangkatan jaringan mati dan membalut

luka dengan kassa steril serta klien mengatakan kaki harus selalu

dibersihkan menggunakan air terutama pada sela-sela kaki, klien

menggunakan alas kaki setiap turun dari bed, klien dapat menjelaskan

penggunaan alas kaki bertujuan untuk meminimalkan terjadinya luka

berulang pada kaki dan luka tidak terpapar lantai yang kotor yang dapat

menghambat penyembuhan luka.

A: Masalah defisit pengetahuan teratasi.

P: Pertahankan kondisi.
BAB IV

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan

Dalam bab ini penulis akan membahas beberapa masalah keperawatan

yang muncul selama penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn.D selama

4 hari yaitu pada tanggal 4 Maret 2015 sampai dengan 7 Maret 2015. Dalam

pembahasan ini penulis akan membahas kesenjangan yang terjadi antara teori

dengan kondisi nyata pada kasus ulkus diabetes melitus yang dialami oleh

Tn.D, dengan fokus membahas pada pengkajian, problem atau masalah,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Pada bab ini juga akan membahas tentang masalah keperawatan yang

seharusnya muncul tetapi tidak diangkat oleh penulis, mengapa masalah

tersebut bisa terjadi, dampak jika masalah tersebut tidak diatasi serta

membahas masalah yang seharusnya tidak muncul tetapi muncul pada Tn.D,

pembenaran terhadap kelemahan pendokumentasian pada tahap pemberian

asuhan keperawatan secara langsung kepada Tn.D beserta faktor-faktor

penghambatnya.

1. Pengkajian

Pada tahap awal yaitu melakukan pengkajian klien dan keluarga

sangat kooperatif, klien ditemani oleh istrinya. Data pengkajian diperoleh

melalui alloanamnesa dan autoanamnesa.


Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. D diperoleh data klien

mengeluh luka di telapak kaki kiri yang tidak kunjung sembuh dan area luka

terasa panas dan perih, hal ini sesuai dengan teori menurut Suriadi (2004),

yaitu pasien diabetes mellitus akan mengalami peripheral vascular diseases

yaitu gangguan pada pembuluh darah perifer yang mempengaruhi sirkulasi

darah ke bagian ekstremitas. Gangguan pada pembuluh darah perifer ini

akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta

antibiotika sehingga menyebabkan luka sukar sembuh dan mengganggu

pemeliharaan integritas jaringan sehingga jaringan menjadi iskemi

(kekurangan suplai darah), malnutrisi dan kematian apabila kekurangan

aliran darah tersebut tidak diperbaiki. Selain itu akibat dari glukosa yang

tinggi di dalam darah, sel menjadi kekurangan glukosa. Sehingga hati

merespon dengan melakukan pemecahan protein untuk diubah menjadi

glukosa. Selain membutuhkan glukosa, sel juga memerlukan protein untuk

proses regenerasi sel. Akibat pemecahan protein yang berlebihan, sel

menjadi kekurangan protein, sehingga regenerasi sel menjadi menurun.

Akibatnya antibodi menjadi menurun dan tubuh menjadi rentan terhadap

infeksi. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan proses granulasi

terganggu sehingga luka sukar sembuh dan terjadilah kerusakan integritas

jaringan.

Tn.D mengeluh luka terasa panas, perih dan sulit berjalan, hal ini

sesuai dengan teori menurut Wound Care Center dalam (Susman dan

Barbara, 2011), pasien dengan ulkus diabetes mellitus akan mengalami


reaksi luka yang meliputi kulit kemerahan, bengkak yang terjadi karena

adanya permeabilitas sel dan peningkatan aliran darah, kalor (panas) yang

terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah lebih banyak ke area

yang mengalami infeksi untuk mengirim lebih banyak antibodi dalam

memerangi penyebab infeksi atau antigen, dolor (nyeri) yang terjadi karena

adanya pembengkakan jaringan yang meradang sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan lokal, dan fungsiolaesa yaitu perubahan fungsi dari

jaringan yang mengalami infeksi sehingga Tn.D mengalami kesulitan

berjalan.

Hasil pengkajian fisik pada Tn.D, ekstremitas bawah bagian telapak

kaki kiri terdapat ulkus tingkat 2: yaitu ulkus dalam sampai tendon, ligamen,

otot, sendi, belum mengenai tulang, dengan selulitis dan abses yang

menandakan adanya peradangan, warna dasar kemerahan dengan persentase

30 % dari luas luka, terdapat jaringan berwarna kuning yang menempel

pada luka ( slough ), terdapat krusta pada area sekitar luka, belum terlihat

granulasi, luas 6 cm x 4 cm, kedalaman 2 cm, cairan luka berwarna merah

kecoklatan dengan bau tidak begitu menyengat, konsistensi kental dan

berjumlah ±10 cc, dan terdapat odema pada kaki kiri, kulit sekitar luka

berwarna kemerahan dan ada sebagian area yang kering.

Odor atau bau tidak sedap pada luka disebabkan oleh adanya

kumpulan bakteri yang menghasilkan protein, aprocine sweat glands, atau

beberapa cairan luka yang dapat menimbulkan bau. Ulkus pada tingkat 2

menunjukkan adanya kerusakan pada ketebalan kulit dan hingga sampai ke


jaringan otot dengan kapasitas yang dalam. Tepi luka pada umumnya akan

dipenuhi oleh jaringan epitel, berwarna merah muda, kegagalan penutupan

terjadi jika tepi luka odema, nekrosis, dan infeksi. Tanda infeksi pada luka

terjadi rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), kalor

(panas), dan fungsio laesa (penurunan fungsi) (Sjamsuhidajat, 2012).

Tn.D mengeluh area luka pada telapak kaki kiri terasa nyeri, nyeri

seperti ditusuk-tusuk, Skala nyeri: 7 dan nyeri hilang timbul. Klien

mengipas-ngipas daerah luka dengan tangan dan sering bernafas panjang

saat dilakukan pengkajian. Menurut Potter (2005, p. 1504) adanya luka

menyebabkan jaringan mengalami trauma dan terjadi pembengkakan

jaringan yang meradang sehingga menyebabkan peningkatan tekanan lokal.

Dengan adanya cairan eksudat pada jaringan sekitar luka juga menjadi salah

satu penyebab terjadinya peningkatan lokal yang menyebabkan klien

mengalami nyeri. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui

serabut saraf perifer. Serabut saraf perifer memasuki medulla spinalis dan

menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam

massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat

berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri

sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks

serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses

informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi

kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri.


Tn.D mengeluh sulit berjalan karena terdapat luka pada kaki kiri dan

luka terasa nyeri. Hal ini sesuai menurut Sussman dan Barbara (2011), salah

satu tanda gejala dari infeksi adalah terjadinya fungsiolaesa yaitu perubahan

fungsi dari jaringan yang mengalami infeksi sehingga Tn.D mengalami

kesulitan berjalan.

Tn.D mengeluh BAK 6-7 kali sehari, merasa lapar secara terus-

menerus dan sering merasa haus sehingga dalam sehari minum 9-10 gelas

air putih (1800-2000 cc). Hal ini sesuai dengan teori menurut Price (2005)

yaitu seseorang yang menderita penyakit diabetes mellitus akan mengalami

banyak kencing (poliuri), hal ini terjadi karena hiperglikemia yang berat

melebihi ambang ginjal sehingga timbul glikosuria. Glikosuria

mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin.

Banyak minum (polidipsi), disebabkan oleh poliuria yang menyebabkan

dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena

air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan konsentrasi ke

plasma yang hipertonik. Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH

(antideuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus. Banyak makan, hal ini

disebabkan setiap makanan yang telah dimakan oleh penderita tidak bisa di

metabolisme secara sempurna di dalam tubuh, sehingga penderita akan

merasa lemas dan selalu merasa lapar, dengan demikian penderita akan

mengalami peningkatan dalam mengkonsumsi makanan.


Pada pengkajian seksualitas, pasien dengan diabetes mellitus akan

terjadi impoten, namun Tn.D mengatakan tidak ada masalah dalam

berhubungan suami istri.

Pada pemeriksaan diagnostik didapatkan data kolesterol total 254

mg/dL (high) dan trigliserida 568 mg/dL ( high). Kadar kolesterol dan

lemak pada pasien diabetes mellitus biasanya tinggi, hal ini disebabkan pada

pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 mengalami resistensi insulin. Insulin

dapat berperan dalam penghambatan lipolisis pada jaringan lemak sehingga

mengurangi kadar asam lemak bebas. Namun, karena terjadi resistensi

insulin, maka proses lipolisis tidak dapat dihambat sehingga produksi asam

lemak bebas menjadi meningkat. Asam lemak bebas akan ditransportasikan

ke hati dan akan diubah menjadi vLDL dan trigliserida. Kemudian vLDL

akan dkirim ke pembuluh darah dan diubah menjadi LDL yang mengandung

banyak kolesterol. LDL yang berlebih akan menimbulkan plak pada dinding

pembuluh darah dan mengganggu sirkulasi darah (Mcneal & Wilson, 2008)

2. Diagnosa Keperawatan

a. Kerusakan integritas jaringan (integumen) berhubungan dengan

gangguan sirkulasi sekunder terhadap hiperglikemia

Menurut Herdman (2012), kerusakan integritas jaringan

integumen adalah adanya perubahan atau gangguan pada jaringan

epidermis dan/atau dermis.

Diagnosa ini ditegakkan karena adanya ekstremitas bawah bagian

telapak kaki kiri terdapat ulkus tingkat 2: yaitu ulkus dalam sampai
tendon, ligament, otot, belum mengenai tulang disertai dengan adanya

peradangan jaringan, warna dasar kemerahan dengan persentase 30% dari

luas luka, terdapat jaringan berwarna kuning yang menempel pada luka (

slough ), terdapat krusta pada area sekitar luka, belum terlihat granulasi,

luas 6 cm x 4 cm, kedalaman 2 cm, cairan luka berwarna merah

kecoklatan dengan bau tidak begitu menyengat, konsistensi kental dan

berjumlah ±10 cc, dan terdapat odema pada kaki kiri, kulit sekitar luka

berwarna kemerahan dan ada sebagian area yang kering. Gula Darah

Sewaktu klien adalah 500 mg/dL saat dilakukan pengkajian . Klien

merasa sakit saat penggantian balutan dan ketika terjadi penekanan yang

keras pada area sekitar luka untuk mengeluarkan cairan eksudat. Menurut

Vinay (2007), eksudat merupakan cairan yang disebabkan karena adanya

infeksi yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler

pembuluh darah dimana cairan ini berisi protein dan sel darah putih yang

tertimbun dalam ruang ekstravaskuler sebagai akibat reaksi radang.

Menurut herdman (2012), batasan karakteristik kerusakan integritas kulit

adalah gangguan jaringan epidermis dan dermis, kerusakan lapisan kulit,

gangguan permukaan kulit, eritema, pruritus.

Masalah kerusakan integritas jaringan integumen dapat terjadi

menurut Suriadi (2004, p. 65) dan Price (2005), yaitu salah satu

komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus adalah terjadinya ulkus

diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang disebut

trias yaitu : neuropati, penyakit vaskular perifer dan penurunan daya


imunitas. Penyakit neuropati dan vaskular adalah faktor utama yang

mengkontribusi terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien

dengan diabetik terkait adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada

kaki dan biasanya dikenal sebagai neuropati perifer. Pada pasien dengan

diabetik sering kali mengalami gangguan pada sirkulasi. Gangguan

sirkulasi ini adalah yang berhubungan dengan “peripheral vascular

diseases”. Efek sirkulasi inilah yang menyebabkan kerusakan pada saraf.

Hal ini terkait dengan diabetik neuropati yang berdampak pada sistem

saraf autonomi, yang mengontrol fungsi otot-otot halus, kelenjar dan

organ viseral. Dengan adanya gangguan pada saraf autonomi

pengaruhnya adalah terjadi perubahan tonus otot yang menyebabkan

abnormalnya aliran darah. Dengan demikian, kebutuhan akan nutrisi dan

oksigen maupun pemberian antibiotik tidak mencukupi atau tidak dapat

mencapai jaringan perifer, dan atau untuk kebutuhan metabolisme pada

lokasi tersebut.

Efek pada autonomi neuropati ini akan menimbulkan kulit

menjadi kering, anhidrosis; yang memudahkan kulit menjadi rusak dan

luka yang sukar sembuh, dan dapat menimbulkan infeksi dan

mengkontribusi untuk terjadinya gangren. Dampak lain adalah karena

adanya neuropati perifer yang mempengaruhi pada saraf sensori dan

sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensasi rasa nyeri, tekanan

dan perubahan temperatur (Suriadi, 2004, p. 65 dan Price, 2005)


Proses angiopati pada penderita Diabetes Mellitus berupa

penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer , sering terjadi

pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal

dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika. Pada

penderita Diabetes Mellitus yang tidak terkendali akan menyebabkan

penebalan tumika intima (hiperplasia membran basalis arteri) pada

pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi

kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah

ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus

diabetika (Suriadi, 2004, p. 65 dan Price, 2005).

Akibat dari glukosa yang tinggi di dalam darah, sel menjadi

kekurangan glukosa. Sehingga hati merespon dengan melakukan

glukoneogenesis, salah satunya dengan melalukan pemecahan protein.

Selain membutuhkan glukosa, sel juga memerlukan protein untuk proses

regenerasi sel. Akibat pemecahan protein yang berlebihan, sel menjadi

kekurangan protein, sehingga regenerasi sel menjadi menurun. Akibatnya

antibodi menjadi menurun dan tubuh menjadi rentan terhadap infeksi,

sehingga luka menjadi sukar sembuh. Luka dapat berkembang menjadi

ulkus mengingat bahwa luka diabetik mudah berkembang menjadi

infeksi akibat masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang

tinggi menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman. Pada

ulkus, kulit dan jaringan disekitar luka akan berwarna kuning dan

menimbulkan bau (Suriadi, 2004, p. 65 dan Price, 2005).


Alasan penulis memprioritaskan masalah keperawatan kerusakan

integritas jaringan integumen menjadi prioritas utama adalah dilihat dari

dampak jika masalah tersebut tidak diatasi menurut ( Situmorang, 2009

dalam Faisol, 2012), adalah dengan adanya luka pada pasien diabetes

mellitus akibat trauma menyebabkan kerusakan integritas jaringan

integumen yang apabila tidak dirawat dengan tepat akan menjadi ulkus

gangren yang dapat meluas ke jaringan sehat sehingga menimbulkan

kecacatan bahkan berujung pada amputasi.

Penulis merencanakan melakukan tindakan keperawatan selama

4x24 jam untuk mengatasi masalah keperawatan kerusakan integritas

jaringan integumen, berdasarkan (Peter,2005) bahwa penderita dengan

ulkus diabetes mellitus membutuhkan perawatan jangka panjang sampai

sembuh kembali serta perawatan pasien dengan ulkus diabetik akan

menunjukkan penutupan luas area luka pada 4 minggu pertama dan

sembuh total pada 12 minggu. Tujuan dan kriteria hasil yang akan

dicapai adalah kerusakan integritas jaringan dapat memperlihatkan

kemajuan penyembuhan luka ditandai dengan perawatan luka optimal,

temperatur kulit dalam batas normal, integritas kulit baik dan tidak ada

kulit yang mengalami nekrosis, tidak terdapat odema disekitar luka, tidak

ada bau menyengat pada luka, terjadi penurunan ukuran luka, tidak ada

tanda-tanda infeksi ( rubor, kalor,dolor, tumor dan fungsiolaesa), klien

mendapatkan perawatan luka yang optimal, drainase purulen, gula darah


puasa dan gula darah sewaktu dalam batas normal (Moorhead, et.al,

2008, p.699).

Rencana tindakan yang telah dirumuskan penulis adalah kaji

penampilan luka pada setiap mengganti balutan, lakukan pemeriksaan

gula darah, lakukan perawatan ulkus (cuci area luka dengan NaCl,

debridement, kompres luka dengan menggunakan metronidazole, ganti

balut), monitor tanda vital, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian

diit dan jelaskan pentingnya intake makanan dan nutrisi untuk

meningkatkan potensi penyembuhan luka, kolaborasi dalam pemberian

terapi untuk mengontrol kadar gula darah, kolaborasi dalam pemberian

antibiotik (Bulechek, et.al, 2008)

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis dari tanggal 4

maret 2015 sampai 7 Maret 2015 adalah tindakan pertama yang

dilakukan merujuk pada teori menurut Wound Care Center dalam

Sussman dan Barbara (2010) yaitu mengkaji keadaan luka untuk menilai

tingkat penyembuhan luka. Pengkajian terhadap luka meliputi

lokasi/letak luka, mengklasifikasi luka berdasarkan luas dan kedalaman

(dari skala 0-skala 5), mengamati dasar luka (merah, kuning, hitam),

menentukan tipe jaringan (epitelisasi, granulasi, atau slough), ukuran

luka dan ada atau tidaknya goa, cairan luka (blood, inflamation, chronic

wound fluid, product of inflamation), odor (bau), tepi luka, kulit sekitar

luka, dan kaji adanya tanda infeksi. Sedangkan penyembuhan luka pada

Tn.D berada pada tingkat inflamasi, ditandai dengan adanya eksudat


yang menandakan adanya peradangan, terdapat jaringan berwarna kuning

yang menempel pada luka ( slough ),terdapat krusta pada area luka,

belum terlihat granulasi, terdapat odema atau pembengkakan, kulit

sekitar luka berwarna kemerahan dan ada sebagian area yang kering.

Tindakan keperawatan kedua adalah melakukan cek gula darah.

Tindakan ini bertujuan untuk memantau kadar glukosa darah klien.

Menurut Suriadi (2004), glukosa yang tinggi di dalam darah, sel menjadi

kekurangan glukosa. Sehingga hati merespon dengan melakukan

pemecahan protein untuk diubah menjadi glukosa. Selain membutuhkan

glukosa, sel juga memerlukan protein untuk proses regenerasi sel. Akibat

pemecahan protein yang berlebihan, sel menjadi kekurangan protein,

sehingga regenerasi sel menjadi menurun. Akibatnya antibodi menjadi

menurun dan tubuh menjadi rentan terhadap infeksi. Keadaan ini yang

menyebabkan gangguan proses granulasi terganggu sehingga luka sukar

sembuh dan terjadilah kerusakan integritas jaringan. Gula darah

dikatakan tinggi apabila kadar gula darah sewaktu >200 mg/dL, gula

darah puasa >140 mg/dL, dan gula darah 2 jam setelah mengkonsumsi

larutan dengan 75 mg glukosa >200 mg/dL (Sudoyo, 2010). Pada Tn.D

gula darah sewaktu pada saat pengkajian adalah 500 mg/dL sedangkan

pada hari ke-4 adalah 209 mg/dL. Setelah mengetahui kadar glukosa

darah klien, maka membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya

serta mengetahui efektifitas tindakan yang sudah dilakukan. Selain

dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu, seharusnya pada penderita


diabetes mellitus juga dilakukan pemeriksaan gula puasa, karena apabila

nilai glukosa darah sewaktu >20 mg/dl dari nilai gula darah puasa berarti

laktosa diubah menjadi glukosa atau toleransi laktosa, dan apabila

glukosa sewaktu <20 mg/dl dari kadar gula darah puasa, berarti terjadi

intoleransi glukosa. Namun, karena keterbatasan dari penulis, penulis

tidak melakukan cek gula darah puasa pada klien.

Tindakan yang ketiga adalah melakukan perawatan luka

(pembersihan, debridemen dan ganti balut). Dalam melakukan

pembersihan luka pada Tn.D, penulis menggunakan Normal saline.

Menurut Smeltzer (2001, p.282), normal saline atau NACl 0,9%

tergolong sebagai larutan isotonis yaitu larutan yang memiliki

konsentrasi dan komposisi cairan yang hampir sama dengan cairan tubuh

sehingga tidak mengiritasi jaringan sehingga efektif dalam penyembuhan

luka. Sedangkan menurut Tjay (2002, p.236) normal saline juga berguna

sebagai antiseptik kulit. Tujuan penggunaan antispetik pada kulit adalah

untuk membasmi mikroorganisme yang berada di permukaan kulit, tetapi

tidak memperbanyak diri ditempat itu dan umumnya akan mati sendiri.

Dasar luka pada Tn.D didominasi dengan warna dasar kemerahan,

namun terdapat slough pada luka, sehingga dibutuhkan autolisis

debridement untuk menghilangkan jaringan nekrotik pada luka, absorb

eksudat, dan menghilangkan bau tidak sedap. Debridement adalah

mengangkat jaringan yang sudah mengalami nekrosis untuk menyokong

pertumbuhan atau pemulihan luka (Suriadi, 2004). Debridement


bertujuan untuk mengurangi perluasan pada luka, kontrol terhadap

infeksi, dan visualisasi dasar luka. Indikasi untuk debridement adalah

luka yang akut atau kronik dengan jaringan nekrosis, luka yang terinfeksi

dengan jaringan nekrotik (Suriadi,2004). Macam-macam jaringan

nekrotik adalah (skala 1= tidak terdapat jaringan nekrotik, skala 2=

jaringan berwarna putih atau abu-abu, skala 3= slough (jaringan kuning

yang terletak pada dasar luka), skala 4= jaringan mati berwarna hitam

atau abu-abu, skala 5 =jaringan mati berwarna hitam) (Sussman dan

Barbara, 2012). Sedangkan jaringan nekrotik pada luka Tn.D adalah

slough.

Menurut Smeltzer (2001, p.492) mengganti balutan bertujuan

untuk memberikan lingkungan yang sesuai untuk penyembuhan luka,

untuk menyerap drainase, untuk mengimobilisasi luka dari kontaminasi

bakteri, untuk memberikan kenyamanan mental dan fisik pasien. Jenis

balutan yang digunakan pada Tn.D adalah balutan metronidazole.

Namun, sebelum luka dibalut, penulis menyemprotkan madu ke goa pada

luka, karena berbagai penelitian ilmiah membuktikan bahwa kandungan

fiskal dan kimiawi dalam madu, seperti kadar keasaman dan pengaruh

osmotik, berperan besar membunuh kuman-kuman. Madu memiliki sifat

anti bakteri yang membantu mengatasi infeksi pada luka dan anti

inflamasinya dapat mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi yang

berpengaruh pada proses penyembuhan. Madu juga merangsang

tumbuhnya jaringan baru, sehingga selain mempercepat penyembuhan


juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada

kulit(Faisol,2012).

Tindakan yang keempat adalah melakukan pengukuran tanda-

tanda vital klien dengan rasional apabila terjadi infeksi maka akan

mengakibatkan perubahan pada tanda-tanda vital yaitu suhu tubuh

menjadi meningkat, tekanan darah menurun, nadi meningkat serta

pernafasan meningkat (Khaidir, 2009). Pada Tn.D terjadi peningkatan

suhu tubuh yaitu 37,6 oC, tekanan darah klien 130/80 mmHg, nadi

radialis klien 90 x/menit, nadi pada arteri dorsalis pedis 82x/menit dan

respirasi klien adalah 22 x/menit. Nadi pada radialis dan dorsalis pedis

dapat berbeda, hal ini disebabkan dengan adanya gangguan sirkulasi pada

pembuluh darah menyebabkan aliran darah ke perifer menjadi berkurang,

sehingga kekuatan denyutan nadi yang dihasilkan menjadi lemah dan

mungkin berkurang (Schwartz, 2000 dalam Ira Ferawati, 2014)

Tindakan kelima adalah berkolaborasi dengan ahli gizi dalam

memberikan diit dan menjelaskan pentingnya intake nutrisi untuk

meningkatkan potensi penyembuhan luka dengan rasional klien

mengetahui makanan yang dapat meningkatkan dan mempercepat

penyembuhan luka. Berat badan klien adalah 60 kg, tinggi badan 162 cm.

IMT klien adalah 22,9 % (berat badan normal). Cara menghitung kalori

yang dibutuhkan klien adalah berat badan idaman (BBI) x kebutuhan

kalori basal (30 kilokalori) ditambah dengan kebutuhan kalori untuk

aktivitas (10%). Sehingga klien membutuhkan kalori 1.700 setiap hari.


Menurut (Amalia,2012), asupan gizi yang baik pada pasien ulkus

diabetes mellitus merupakan pondasi yang kuat untuk proses

penyembuhan luka. Nutrisi yang baik akan memfasilitasi penyembuhan

dan menghambat terjadinya malnutrisi. Jenis nutrisi yang dibutuhkan

dalam mempercepat proses penyembuhan luka yaitu protein serta asam

amino yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan tubuh dalam

melawan infeksi (misal ikan, putih telur, ayam) dan memperbaiki sel

yang rusak, Vitamin C (misal jeruk), karbohidrat kompleks yang kaya

akan nutrisi membantu menjaga system imun tubuh (misal roti gandum,

nasi merah), Zat besi berperan penting dalam pembentukan hemoglobin

yang berfungsi membawa oksigen ke jaringan karena oksigen penting

dalam metabolisme sel dan membantu proses penyembuhan luka (misal

hati, daging merah), seng/zinc memiliki efek menghambat pertumbuhan

bakteri dan membantu respon imun (misal susu, ikan, daging merah). Tn.

D mendapatkan diit DM 4 (karena berat badan klien normal) yaitu

mendapatkan diit 1.700 kalori. Pada tanggal 4 Maret 2015, klien

mendapatkan menu diit nasi (100 gram), ikan (50 gram), tempe 2 potong

sedang (50 gram), sayuran (150 gram), minyak (5 gram) dan

mendapatkan makanan selingan berupa buah yaitu jeruk manis 2 buah

(100 gram). Selain itu, klien juga mendapatkan ekstra susu DM yaitu

susu skim cair 1 gelas (200 gram). Pada tanggal 5 Maret 2015, klien

mendapatkan menu diit nasi (100 gram), telur ayam 1 butir (50 gram),

tempe 2 potong sedang (50 gram), sayuran (150 gram), minyak (5 gram)
dan mendapatkan makanan selingan berupa buah yaitu pepaya I potong

besar (150 gram). Selain itu, klien juga mendapatkan ekstra susu DM

yaitu susu skim cair 1 gelas (200 gram). Pada tanggal 6 Maret dan 7

maret 2015, klien mendapatkan menu diit nasi (100 gram), ayam tanpa

kulit 1 potong sedang (50 gram), tahu 1 biji (100 gram), sayuran (150

gram), minyak (5 gram) dan mendapatkan makanan selingan berupa buah

yaitu jeruk manis 2 buah (100 gram). Selain itu, klien juga mendapatkan

ekstra susu DM yaitu susu skim cair 1 gelas (200 gram). Tn.D

mendapatkan susu skim karena susu skim mengandung rendah lemak

serta tidak klien mendapatkan susu kental manis karena susu kental

manis mengandung tinggi lemak dan tinggi gula yang dapat menghambat

proses penyembuhan luka.

Tindakan keperawatan keenam adalah memberikan terapi infus

Metronidazol 500 mg. Setiap 100 ml mengandung metronidazole 500 mg

.Metronidazole berperan sebagai antibakteri dan antiseptik.

Metronidazole efektif melawan bakteri anaerob (khususnya bakteri

anaerob gram negatif) yang bekerja dengan mengganggu DNA bakteri

sehingga menghambat sintesis asam nukleat. Dosis untuk dewasa adalah

7,5 mg/kg BB dan diberikan setiap 6-8 jam , dosis maksimum adalah 4

g/hari dan lama penggunaan adalah 7 hari. Efek samping yang dapat

terjadi akibat terapi metronidazole adalah nausea, vomitus, diare,

hipertensi, rheumatoid arthritis (Dalimartha, 2007). Berat badan Tn.D


adalah 60 kg, sehingga diberikan terapi infus metronidazole 500 mg

sebanyak 3 kali sehari.

Tindakan yang ketujuh adalah memberikan terapi obat metformin

(via oral) 500 mg dan terapi simfastatin 20 mg serta gemfibroxil 600 mg.

Cara kerja dari metformin adalah meningkatkan kepekaan tubuh terhadap

insulin yang diproduksi oleh tubuh sendiri. Dengan meningkatkan

kepekaan tubuh terhadap insulin, maka kadar gula darah dalam darah

menjadi berkurang. Sehingga dengan menurunnya kadar gula darah

dalam tubuh, proses penyembuhan luka menjadi meningkat, karena kadar

gula dalam darah yang tinggi akan menurunkan fungsi leukosit sehingga

resistensi atau perlawanan terhadap infeksi juga menurun. Keadaan ini

yang menyebabkan gangguan pada proses granulasi sehingga luka sukar

sembuh dan terjadi kerusakan integritas jaringan (Suriadi,2004). Dosis

obat ini adalah 2x sehari dengan interval 6 jam. Efek samping

penggunaan obat merformin adalah menyebabkan anoreksia, nausea,

nyeri abdomen dan diare. (Dalimartha, 2007, p. 36-37). Cara kerja

simfastatin adalah menghambat kerja 3-hidroksi-3-metil-glutaril-koenzim

A yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam pembentukan kolesterol.

Dosis awal adalah 20 mg tiap malam hari dan tidak boleh diberikan lebih

dari 40 mg/hari. Efek samping dari penggunaan obat ini adalah sakit

kepala, konstipasi, sakit perut, diare, nyeri dada. Obat gemfibroxil dapat

menurunkan kadar trigliserida serum dan kolesterol total. Efek samping

dari penggunaan obat ini adalah sakit perut, sakit kepala dan mengantuk.
Lemak dan kolesterol yang berlebih dapat menumpuk pada pembuluh

darah dan menyebabkan terjadinya aterosklerosis sehingga dapat

mempengaruhi kerja otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah,

sehingga mengakibatkan kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun

pemberian antibiotik tidak dapat mencapai perifer sehingga luka sukar

sembuh (Dalimartha, 2007, p. 36-37).

Hasil evaluasi yang didapatkan setelah melakukan tindakan

keperawatan adalah belum mencapai tujuan dan kriteria hasil yang telah

ditetapkan oleh penulis dengan hasil sebagai berikut: pada ulkus di

telapak kaki kiri mulai tampak jaringan epitelisasi yang menunjukkan

pertumbuhan jaringan, cairan luka: berwarna kemerahan dengan jumlah

± 2 cc dan konsistensi tidak terlalu kental serta tidak bau, tidak ada

jaringan nekrosis, odem di sekitar luka berkurang, warna dasar luka

berwarna kemerahan dengan persentase 100% dari luas luka, tidak

terdapat krusta, kulit sekitar luka berwarna kemerahan dan ada sebagian

area yang kering hal ini menunjukkan luka masih perlu dilakukan

perawatan luka secara optimal terutama dalam mengeluarkan cairan

eksudat (yaitu melakukan pembersihan, debridement dan balut luka )

dengan tujuan meningkatkan suport sistem autolisis debridement, absorb

eksudat, dan mengurangi kejadian infeksi.

b. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan

Menurut Herdman (2012), nyeri akut adalah keadaan dimana

individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang


hebat atau situasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau

kurang.

Diagnosa ini ditegakkan atas dasar klien mengeluh area luka pada

telapak kaki kiri terasa nyeri, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 7

dan hilang timbul. Klien mengipas-ngipas daerah luka dengan tangan dan

sering bernafas panjang saat dilakukan pengkajian. Hal ini sesuai teori

menurut Herdman (2012), batasan karakteristik dari seseorang yang

mengalami nyeri akut, yaitu adanya laporan nyeri secara verbal maupun

non verbal, tingkah laku berhati-hati, fokus pada diri sendiri, terjadi

perubahan pada tanda-tanda vital, adanya perilaku ekspresif (menangis,

menyeringai, berkeluh kesah, gelisah, nafas panjang), menjauhkan bagian

tubuh yang sakit, perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas

sebelumnya, menggosok bagian nyeri.

Masalah nyeri akut dapat terjadi karena ujung saraf-saraf bebas

mengalami kerusakan akibat adanya luka pada telapak kaki kiri serta

adanya pembengkakan jaringan yang meradang sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan lokal. Adanya cairan eksudat pada jaringan sekitar

luka juga menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan lokal sehingga

klien mengaalami nyeri. Menurut Potter (2005, p. 1504) stimulus

penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer.

Serabut saraf perifer memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu

dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna

abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi


dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak

mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka

otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang

pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam

upaya mempersepsikan nyeri.

Akibat yang terjadi apabila nyeri akut tidak segera diatasi menurut

Potter (2005, p.1510) nyeri merupakan suatu krisis. Setelah mengalami

nyeri, klien mungkin memperlihatkan gejala-gejala fisik seperti

menggigil, mual, muntah, marah atau depresi yang berulang. Jika klien

mengalami serangkaian episode nyeri yang berulang maka respon akibat

(aftermatch) yang dapat terjadi adalah masalah kesehatan yang berat

yaitu syok neurogenik. Selain itu, nyeri dapat membatasi mobilisasi dan

masalah dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Penulis merencanakan melakukan tindakan keperawatan selama

4x24 jam untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut karena nyeri

yang dirasakan Tn.D timbul karena adanya luka pada telapak kaki

kirinya, sehingga untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri

membutuhkan waktu yang lama. Tujuan dan kriteria hasil yang akan

dicapai oleh penulis dalam masalah nyeri akut selama 4x24 jam adalah

skala nyeri berkurang ( skala nyeri dari 7 menjadi 1-3), ekspresi wajah

klien rileks, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien mengetahui dan

dapat melakukan cara mengontrol nyeri dan istirahat klien adekuat

(Moorhead,2008)
Rencana tindakan yang telah dirumuskan penulis adalah kaji

karakteristik, intensitas, lokasi, durasi, frekuensi dan kualitas nyeri. Kaji

tanda-tanda vital, observasi nonverbal klien terhadap tanda-tanda nyeri,

berikan posisi nyaman, kontrol faktor lingkungan yang dapat

mempengaruhi respon klien terhadap nyeri, ajarkan teknik distraksi

relaksasi yang efektif, kolaborasi dalam pemberian obat analgetik

(Bulechek, et.al, 2008).

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis dari tanggal 4 maret

2015 sampai 7 Maret 2015 adalah yang pertama mengkaji keluhan dan

karakteristik nyeri dengan PQRST rasionalnya adalah menggambarkan

berat ringannya nyeri yang dirasakan dan untuk membantu menentukan

tindakan untuk mengatasi keluhan klien. P yaitu pencetus timbulnya

nyeri (aktivitas, keadaan fisiologi), Q yaitu Quality/ kualitas (tajam,

tumpul, terbakar, tertekan, ditusuk-tusuk), R yaitu region/daerah (apakah

nyeri menjalar), S yaitu severity/intensitas/skala (bisa diukur dengan

Verbal rating Scale, Visual Analogue Scale, Numerical Rating Scale),

dan T yaitu time/durasi (menetap atau hilang timbul) (Doenges, 2000).

Tindakan kedua adalah mengobservasi nonverbal klien terhadap

tanda-tanda nyeri. Observasi yang dilakukan meliputi melihat tingkah

laku berhati-hati dari klien seperti berganti posisi dengan lambat, adanya

perilaku ekspresif ( menangis, menyeringai, bernafas panjang, gelisah),

menjauhkan bagian tubuh yang sakit, mengatupkan pergelangan

tangan/rahang, menggenggam tangan, menggosok bagian nyeri,


perubahan pola tidur. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah karena tidak

semua klien yang mengalami nyeri akan mengeluhkan nyeri yang

dirasakan namun hanya mengekspresikan nyeri yang dirasakan dengan

perubahan perilaku dan ekspresi (Herdman, 202).

Tindakan keperawatan ketiga adalah memberikan posisi nyaman

pada klien dan menjaga lingkungan tetap tenang, rasionalnya dengan

lingkungan yang tenang (dengan suara lingkungan yang minimal)

diharapkan klien mampu beristirahat sehingga meminimalkan rasa nyeri

yang dirasakan klien, selain itu juga dapat menurunkan rangsang

eksternal. Posisi nyaman yang dimaksut adalah posisi yang menurut klien

nyaman untuk beristirahat sehingga nyeri yang dirasakan berkurang.

Tn.D nyaman dengan posisi supinasi. Sedangkan lingkungan tenang

adalah minimalnya suara dan penerangan yang cukup (Doenges,2000).

Tindakan keempat adalah mengajarkan teknik napas dalam pada

klien (yaitu bernafas lambat dan teratur dengan menghirup udara

melewati hidung dan menghembuskan melewati mulut) dan mengajarkan

klien cara pengalihan perhatian (dengan membayangkan saat berkumpul

dengan keluarga) dengan rasional teknik ini dapat menurunkan

ketegangan fisiologi, hal utama yang dibutuhkan dalam teknik ini adalah

klien dengan posisi yang nyaman, pikiran yang tenang serta lingkungan

yang tenang (Sjamsuhidayat,2012). Dengan berlatih napas dalam selama

15 menit dapat merangsang jaringan saraf yang menghubungkan jantung

dan otak sehingga klien secara konsisten akan merasakan respon fisiologi
yang meliputi penurunan tekanan darah, meningkatkan respon kekebalan

tubuh dan denyut nadi yang lebih teratur (Kennedy, 2009).

Tindakan kelima adalah memberikan injeksi ketorolac 30 mg

sesuai program terapi. Dalam 1 ampul (1ml) mengandung ketorolac

tromethamine 30 mg, obat ini dapat meredakan nyeri sedang sampai

berat dengan dosis pemberian 30 mg tiap 6-8 jam, dosis harian total tidak

boleh lebih dari 90 mg dan penggunaannya tidak boleh lebih dari 5 hari

karena dapat menimbulkan efek samping yaitu diare, dispepsia, pusing,

mengantuk dan berkeringat (Sudoyo, 2009). Tindakan keenam adalah

mengukur tanda-tanda vital khususnya tekanan darah dan nadi dengan

rasional bahwa pasien yang mengalami nyeri mengakibatkan perubahan

frekuensi jantung dan tekanan darah. Tekanan darah pada Tn.D adalah

140/70 mg dan nadi klien 90 x/menit (Doenges,2000).

Hasil evaluasi yang didapatkan setelah melakukan tindakan

keperawatan adalah masalah nyeri akut teratasi sebagian karena skala

nyeri klien adalah skala 4 sedangkan kriteria hasil yang diharapkan

adalah skala 1-3. Selain itu, dengan berkurangnya jumlah eksudat

menyebabkan tekanan lokal menurun sehingga nyeri pada TN. D

berkurang. Cairan eksudat klien pada hari ke-4 adalah ± 2cc. Maka dari

itu tindakan kolaborasi dalam pemberian obat analgetik perlu dilanjutkan.


c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya luka

Menurut Herdman (2012), defisit perawatan diri adalah keadaan

dimana seseorang mengalami gangguan dalam kemampuan melakukan

ADL secara mandiri.

Diagnosa ini ditegakkan atas dasar klien mengeluh sulit berjalan

karena terdapat luka pada kaki kiri dan luka terasa nyeri. Untuk

memenuhi aktivitas sehari-hari seperti toileting, berpindah dan mandi

klien dibantu oleh keluarganya, sedangkan untuk aktivitas makan dan

berpakaian klien dapat melakukan secara mandiri. Skala ketergantungan

klien adalah 2. Klien berjalan dengan langkah kecil ke kamar mandi

dibantu oleh istri. Hal ini sesuai teori menurut Herdman (2012), batasan

karakteristik dari seseorang yang mengalami defisit perawatan diri yaitu

ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian,

ketidakmampuan untuk toileting, kesulitan membolak-balik posisi,

perubahan cara berjalan ( misalnya, penurunan aktivitas dan kecepatan

berjalan, kesulitan untuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan

dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke samping),

pergerakan lambat.

Masalah defisit perawatan diri dapat terjadi karena pada pasien

dengan diabetes mellitus mengalami neuropati sehingga mengakibatkan

menurunnya sensasi nyeri pada telapak kaki, penyakit vaskular perifer

yaitu gangguan sirkulasi darah ke bagian ekstremitas yang menyebabkan

terjadinya penurunan asupan nutrisi, antibiotik serta oksigen sehingga


apabila terjadi trauma pada kaki, luka akan sukar sembuh dan adanya

penurunan daya imunitas sehingga mudah terjadi infeksi. Dengan adanya

luka tersebut menyebabkan fungsi jaringan yang cedera menjadi

terganggu serta mengakibatkan keadaan kimia dan fisik yang abnormal

dari sel-sel yang mengalami peradangan sehingga pasien mengalami

kesulitas berjalan dan terjadi penurunan kemampuan dalam memenuhi

aktivitas sehari-hari secara mandiri, hal ini sesuai dengan teori menurut

Price (2005).

Akibat lanjut dari masalah ini apabila tidak diatasi menurut Potter

(2005) adalah dengan adanya penurunan kemampuan klien dalam

melaksanakan atau menyelesaikan aktivitas kebersihan diri dapat

menyebabkan gangguan pemeliharaan kesehatan, gangguan

pemeliharaan kesehatan salah satunya dapat beruba terjadinya infeksi

kulit.

Tujuan dan kriteria hasil yang akan dicapai oleh penulis dalam

masalah defisit perawatan diri selama 4x24 jam adalah defisit perawatan

diri teratasi dengan hasil skala ketergantungan klien 0, klien terbebas dari

bau badan, klien menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk

melakukan ADL, klien dapat menjaga keseimbangan tubuh saat berdiri

dan berjalan, klien menggunakan alas kaki yang tepat untuk

mempermudah berjalan., klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari

secara mandiri sesuai kemampuan, kekuatan otot maksimal, klien


mengetahui alas kaki yang tepat untuk dipakai (Moorhead, et.al, 2008, p.

159).

Rencana tindakan yang telah dirumuskan penulis adalah kaji skala

ketergantungan klien serta monitor kemampuan klien dalam melakukan

aktivitas sehari-hari, bantu klien untuk memilih aktivitas sehari-hari

sesuai kemampuan fisik, bantu klien untuk menggunakan alas kaki yang

tepat untuk mendukung / mempermudah berjalan, anjurkan keluarga

untuk membantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, berikan

penguatan positif dan pujian untuk partisipasi dalam aktivitas (Bulechek,

et.al, 2008).

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis dari tanggal 4 maret

2015 sampai 7 Maret 2015 adalah yang pertama mengkaji skala

ketergantungan klien dan monitor kemampuan klien dalam melakukan

ADL dengan rasioal untuk mengawasi kemajuan dalam meningkatkan

latihan secara bertahap (Doenges,2000). Skala ketergantungan klien

adalah 2 untuk aktivitas toileting, berpindah dan mandi. Sedangkan untuk

aktivitas makan dan berpakaian dapat melakukan secara mandiri. Dengan

hasil yang didapatkan, tindakan selanjutnya adalah membantu klien

dalam memenuhi ADL dan menganjurkan keluarga untuk membantu

klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tindakan yang kedua adalah

membantu klien untuk memilih aktivitas sesuai kemampuan fisik dengan

tujuan untuk mencegah kelelahan dan menghemat energi

(Doenges,2000). Pada saat pengkajian, Tn.D dalam melakukan aktivitas


masih dibantu keluarga, sedangkan pada hari ke-4 klien sudah dapat

melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, sehingga dapat

disimpulkan bahwa skala ketergantungan klien adalah 0.

Tindakan ketiga adalah membantu klien untuk menggunakan alas

kaki yang tepat dengan rasional penggunaan alas kaki yang sempit dapat

menyebabkan trauma pada kaki dan menghambat proses penyembuhan

luka karena luka mendapatkan tekanan, selain itu pemilihan alas kaki

yang sesuai dengan ukuran kaki dapat mempermudah klien dalam

berjalan. Sebelum menggunakan alas kaki, sebaiknya diperiksa terlebih

dahulu apakah ada batu kecil karena dapat menyebabkan iritasi dan luka

pada kulit, sebaiknya hindari menggunakan alas kaki yang terbuat dari

bahan sintesis karena dapat menyebabkan kaki berkeringat sehingga

memperlambat proses penyembuhan luka (Misnadiarly, 2006). Lebih

lanjut Perkeni (2008) menyebutkan bahwa terdapat tiga pilar dalam

penanganan kaki diabetik, seperti menggunakan alas kaki yang sesuai

dengan ukuran dan bentuk kaki, menggunakan alas kaki 1-2 cm lebih

panjang dari ukuran kaki dan menggunakan alas kaki di dalam ataupun di

luar rumah.

Tindakan keempat adalah memberikan penguatan positif dan

pujian atas partisipasi klien dalam aktivitas. Menurut Azizah (2011)

bahwa dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan

psikologis sehingga mencegah terjadinya stress, selain itu dengan adanya

pujian dapat membangun perasaan berharga dan memberikan nilai positif


pada diri klien. Tindakan kelima adalah mengukur tanda-tanda vital

setelah beraktivitas dengan rasional untuk mengetahui toleransi klien

terhadap aktivitas (Doenges,2000).

Hasil evaluasi yang didapatkan setelah melakukan tindakan

keperawatan adalah klien mengatakan nyeri pada kaki sudah berkurang

dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Skala

ketergantungan klien adalah 0. Hasil pengukuran tanda-tanda vital

setelah beraktivitass adalah tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 84x/

menit, suhu 36oC, pernafasan 20x/ menit. Saat berjalan klien

menggunakan sandal yang longgar karena terdapat luka pada kaki.

Dengan demikian karena hasil yang didapatkan sesuai dengan kriteria

hasil maka penulis menyimpulkan masalah defisit perawatan diri teratasi.

d. Defisit pengetahuan tentang diit, latihan, cara perawatan kaki dan

perawatan luka berhubungan dengan kurangnya informasi.

Menurut Herdman (2012),defisit pengetahuan adalah Keadaan

seseorang atau kelompok yang mengalami defisiensi informasi kognitif

atau keterampilan psikomotor yang berkaitan dengan keadaan atau

rencana pengobatan.

Diagnosa ini ditegakkan karena Tn. D mengatakan sekarang harus

mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula namun

tidak mengetahui contoh makanannya. Klien mengatakan obat yang

diberikan dokter dapat menurunkan kadar gula darahnya dan klien

teratur minum obat yang diberikan. Tn.D mengatakan belum mengetahui


olahraga seperti apa yang harus dilakukan agar gula darahnya normal.

Klien mengatakan belum mengetahui informasi tentang cara merawat

luka pada kaki dan setelah mengetahui terdapat luka pada telapak kaki 1

minggu yang lalu, luka tidak dirawat dan dibiarkan karena beranggapan

akan sembuh dengan sendirinya. Klien mengatakan jika berjalan tidak

menggunakan alas kaki karena sudah biasanya seperti itu. Klien

mengatakan ingin mengetahui bagaimana caranya agar luka pada kaki

kirinya cepat sembuh, karena sudah 7 hari luka tersebut belum juga

sembuh. Hal ini sesuai teori menurut Herdman (2012), batasan

karakteristik dari seseorang yang mengalami deficit pengetahuan adalah

adanya ungkapan secara verbal kurang pengetahuan tentang suatu topik.

Masalah defisit pengetahuan ini dapat terjadi akibat kurangnya

informasi dari tenaga kesehatan mengenai penyakit dan cara penanganan

pada penyakit klien.

Dampak yang dapat timbul apabila masalah keperawatan defisit

pengetahuan tidak diatasi adalah dapat mengakibatkan tidak

terkendalinya proses perkembangan penyakit, memunculkan kesalahan

persepsi pada klien dan keluarga yang dapat berpengaruh pada proses

penyembuhan dari penyakitnya.

Penulis merencanakan untuk melakukan tindakan keperawatan

untuk mengatasi masalah keperawatan defisit pengetahuan tentang diit,

latihan, cara perawatan kaki dan perawatan luka berhubungan dengan

kurangnya informasi selama 3x24 jam, karena penulis akan melakukan


pendidikan kesehatan sebanyak 2 kali, sehingga membutuhkan waktu 2

hari dalam melakukan pendidikan kesehatan. Tujuan dan kriteria hasil

yang akan dicapai oleh penulis dalam masalah defisit pengetahuan adalah

masalah defisit pengetahuan teratasi dengan hasil klien dan keluarga

mengetahui contoh makanan yang harus dibatasi dan harus dikurangi

pada pasien dengan diabetes mellitus, klien mengetahui jenis

olahraga/latihan agar gula darah menjadi normal, klien mengetahui

perawatan luka yang tepat agar luka cepat sembuh, klien mengetahui

manfaat perawatan luka efektif pada kaki, klien mengetahui alas kaki

yang tepat untuk mengurangi tekanan pada luka, (Moorhead, et.al, 2008,

p. 463).

Rencana tindakan yang telah dirumuskan penulis adalah berikan

pendidikan kesehatan tentang contoh makanan yang harus dibatasi dan

harus dikurangi pada pasien dengan diabetes mellitus, berikan pendidikan

kesehatan tentang jenis olahraga/latihan agar gula darah menjadi normal,

berikan pendidikan kesehatan tentang cara merawat kaki dan perawatan

luka pada kaki, instruksikan klien untuk menggunakan alas kaki yang

tepat ( bahan tidak mudah mengkerut dan tidak mudah menimbulkan

keringat), jelaskan pentingnya penggunaan alas kaki, jelaskan tentang

aktivitas yang dapat menjadi penyebab timbulnya tekanan pada saraf dan

pembuluh darah yang dapat memperlambat penyembuhan luka

(Bulechek, et.al, 2008).


Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis dari tanggal 4

maret 2015 sampai 7 Maret 2015 adalah yang pertama mengkaji tingkat

pengetahuan klien mengenai diit yang harus dipatuhi dengan tujuan

untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang diit pada

pasien dengan ulkus diabetes mellitus. Hal yang ditanyakan adalah

tentang prinsip diit diabetes mellitus, contoh makanan dan makanan

pengganti. Tindakan kedua adalah mengkaji tingkat pengetahuan klien

mengenai latihan yang dilakukan agar gula darah mendekati normal

dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang

latihan yang dapat dilakukan agar gula darah mendekati normal.

Tindakan ketiga adalah mengkaji tingkat pengetahuan dan

keterampilan klien tentang perawatan kaki dan luka pada kaki dengan

tujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang

perawatan kaki dan perawatan luka pada kaki. Tindakan keempat adalah

menganjurkan klien untuk menggunakan alas kaki dengan rasional untuk

mencegah terjadinya trauma berulang. Tindakan kelima adalah

menjelaskan pentingnya penggunaan alas kaki dengan tujuan

memberikan pengetahuan klien tentang pentingnya penggunaan alas kaki

(Misnadiarly, 2006). Prinsip penggunaan alas kaki adalah sebelum

menggunakan alas kaki, sebaiknya diperiksa terlebih dahulu apakah ada

batu kecil karena dapat menyebabkan iritasi dan luka pada kulit,

sebaiknya hindari menggunakan alas kaki yang terbuat dari bahan

sintesis karena dapat menyebabkan kaki berkeringat sehingga


memperlambat proses penyembuhan luka (Misnadiarly, 2006). Lebih

lanjut perkeni (2008) menyebutkan bahwa terdapat tiga pilar dalam

penanganan kaki diabetik, seperti menggunakan alas kaki yang sesuai

dengan ukuran dan bentuk kaki, menggunakan alas kaki 1-2 cm lebih

panjang dari ukuran kaki dan menggunakan alas kaki di dalam ataupun di

luar rumah.

Tindakan keenam adalah menjelaskan bahwa berdiri atau berjalan

yang terlalu lama dapat memberikan tekanan pada luka yang dapat

memperlambat penyembuhan luka (Misnadiarly, 2006). Tindakan

ketujuh adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki

dan perawatan luka yang benar dengan tujuan memberikan pengetahuan

pada klien sehingga klien mengetahui cara perawatan kaki dan

perawatan luka yang benar dan tepat. Perawatan ulkus diabetes meliputi

pembersihan, debridement dan dressing (Susman dan Barbara, 2011).

Perawatan kaki yang tepat yaitu menjaga kaki agar selalu bersih,

melakukan pemeriksaan kaki setiap hari untuk mengetahui adanya

kemerahan, memar, luka atau iritasi pada kaki, mencuci kaki setiap hari

menggunakan air dan sabun, melembabkan bagian kaki yang kering

menggunakan lotion dan memotong kuku sesuai bentuk kuku dan tidak

memotongnya terlalu pendek (Misnidiarly, 2006). Pada Tn. D dilakukan

perawatan kaki pada kaki sebelah kanan setiap hari.

Tindakan kedelapan adalah melakukan pendidikan kesehatan

tentang diit yang harus dipatuhi oleh klien untuk mempercepat


penyembuhan luka dengan tujuan memberikan pengetahuan kepada klien

tentang diit yang harus dipatuhi untuk mempercepat proses penyembuhan

luka. Diit pada pasien dengan ulkus diabetes mellitus adalah prinsip 3 j

yaitu jumlah, jenis makanan dan jadwal (Soegondo,2005)

Tindakan kesembilan adalah melakukan pendidikan kesehatan

tentang latihan yang dapat dilakukan agar gula darah dalam rentang

normal dengan tujuan agar klien mengetahui latihan yang tepat agar gula

darah dalam rentang normal. Menurut Mc Wright (2008), bahwa prinsip

latihan fisik bagi penderita diabetes mellitus sama dengan prinsip latihan

fisik secara umum yaitu frekuensi atau jumlah olahraga per minggu

sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali dengan durasi 30-60 menit

karena dengan latihan fisik secara teratur dapat menurunkan kadar

glukosa darah melalui peningkatan insulin ditambah dengan melakukan

senam kaki untuk mencegah terjadinya deformitas kaki dan melancarkan

sirkulasi darah ke ekstremitas bawah. Tindakan selanjutnya adalah

memonitor klien dalam penggunaan alas kaki yang tepat dengan rasional

untuk mengetahui kepatuhan klien pada anjuran yang diberikan.

Hasil evaluasi yang didapatkan setelah melakukan tindakan

keperawatan adalah klien dapat menyebutkan prinsip 3 j dan contoh

makanan yang harus dihindari, klien dapat menyebutkan kembali jenis

aktivitas yang dapat dilakukan untuk mengontrol kadar gula darah

sehingga mendekati normal, klien dapat menjelaskan kembali bahwa

tahap perawatan luka adalah membersihkan luka, pengangkatan jaringan


mati dan membalut luka dengan kassa steril serta klien mengatakan kaki

harus selalu dibersihkan menggunakan air terutama pada sela-sela kaki,

klien menggunakan alas kaki setiap turun dari bed, klien dapat

menjelaskan penggunaan alas kaki bertujuan untuk meminimalkan

terjadinya luka berulang pada kaki dan luka tidak terpapar lantai yang

kotor yang dapat menghambat penyembuhan luka. Maka dari itu, penulis

menyimpulkan masalah defisit pengetahuan teratasi.

e. Masalah Keperawatan yang muncul tapi tidak diangkat penulis

Pada diagnosa keperawatan ini ada kesenjangan, karena diagnosa

keperawatan resiko infeksi dan gangguan citra tubuh tidak ditemukan

pada Tn. D. Hal tersebut dapat terjadi karena Tn.D sudah mengalami

infeksi ditandai dengan ditemukannya luka pada telapak kaki kiri dengan

dasar luka berwarna kemerahan, terdapat jaringan berwarna kuning yang

menempel pada luka ( slough ) , cairan luka: inflamation berwarna merah

kecoklatan dengan bau tidak begitu menyengat, konsistensi kental dan

jumlahnya ±10 cc, terdapat odema, kulit sekitar luka berwarna

kemerahan dan ada sebagian area yang kering. Hal ini sesuai dengan

batasan karakteritik terjadinya infeksi menurut Sjamsuhidayat (2012),

tanda infeksi pada luka adalah terjadi rubor (kemerahan), tumor

(pembengkakan), dolor (nyeri), kalor (panas), dan fungsio laesa

(penurunan fungsi).

Diagnosa keperawatan gangguan citra tubuh tidak muncul

dikarenakan selama dilakukan asuhan keperawatan, Tn.D mengatakan


dapat menerima sakitnya dan berdoa supaya cepat sembuh sehingga bisa

cepat pulang. Klien juga mengatakan merasa tenang dan tidak cemas

karena istrinya selalu memberikan dukungan dan menemani selama di

rumah sakit. Interaksi klien dengan perawat dan keluarga baik. Hal ini

sesuai dengan Herdman (2012), bahwa syarat ditegakkannya diagnosa

gangguan citra tubuh adalah apabila klien berespon secara verbal atau

nonverbal terhadap perubahan aktual atau struktur dan/atau fungsi (misal

malu, keadaan yang memalukan, bersalah, reaksi mendadak), rasa takut

terhadap penolakan atau reaksi dari orang lain, berfokus pada kekuatan,

fungsi, atau penampilan di masa lalu, perasaan negatif tentang tubuh (

misalnya perasaan putus asa, atau tidak mampu, atau tidak berdaya),

mengungkapkan secara verbal perubahan dalam keterlibatan sosial,

trauma terhadap bagian tubuh yang tidak berfungsi, tidak melihat dan

menyentuh bagian tubuh tertentu, larut dengan perubahan atau

kehilangan, tingkah laku merusak diri (misalnya usaha bunuh diri, makan

berlebihan, kurang makan).

B. Simpulan

1. Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 4 Maret 2015 pada Tn.D dengan

ulkus diabetes mellitus ditemukan diagnosa keperawatan:

a. Kerusakan integritas jaringan (integumen) berhubungan dengan

gangguan sirkulasi sekunder terhadap hiperglikemia,

b. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan,


c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya luka dan

d. Defisit pengetahuan tentang diit, latihan, cara perawatan kaki dan

perawatan luka berhubungan dengan kurangnya informasi.

2. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah:

a. Kerusakan integritas jaringan (integumen) berhubungan dengan

gangguan sirkulasi sekunder terhadap hiperglikemia, yaitu mengkaji

status ulkus, melakukan perawatan luka (pembersihan luka, debridemen

dan ganti balut), melakukan pengukuran tanda-tanda vital, melakukan

tes gula darah, memantau dan menjelaskan pentingnya intake makanan

dan nutrisi atau par untuk meningkatkan potensi penyembuhan luka,

memberikan terapi infus Metronidazol 500 mg/100 cc, memberikan

terapi obat metformin (via oral) 500 mg dan terapi simfastatin 20 mg

serta gemfibroxil 600 mg .

b. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan, yaitu mengkaji

keluhan dan karakteristik nyeri dengan PQRST, mengobservasi

nonverbal klien terhadap tanda-tanda nyeri, memberikan posisi nyaman

pada klien dan menjaga lingkungan tetap tenang, mengajarkan teknik

napas dalam pada klien dan mengajarkan klien tentang pengalihan

perhatian agar nyeri berkurang dan meningkatkan kenyamanan,

memberikan injeksi ketorolac 30 mg sesuai program terapi, mengukur

tanda-tanda vital khususnya tekanan darah dan nadi.

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya luka ulkus, yaitu

mengkaji skala ketergantungan klien dan mengkaji kemampuan klien


dalam memenuhi ADL, membantu klien untuk memilih aktivitas sesuai

kemampuan fisik, membantu klien untuk menggunakan alas kaki yang

tepat, memberikan penguatan positif dan pujian atas partisipasi klien

dalam aktivitas.

d. Defisit pengetahuan tentang diit, latihan, cara perawatan kaki dan

perawatan luka berhubungan dengan kurangnya informasi, yaitu

mengkaji tingkat pengetahuan klien mengenai diit yang harus dipatuhi,

mengkaji tingkat pengetahuan klien mengenai latihan yang dilakukan

agar gula darah mendekati normal, mengkaji tingkat pengetahuan dan

keterampilan klien tentang perawatan kaki dan luka pada kaki,

menganjurkan klien untuk menggunakan alas kaki, menjelaskan

pentingnya penggunaan alas kaki, menjelaskan bahwa berdiri atau

berjalan yang terlalu lama dapat memberikan tekanan pada luka yang

dapat memperlambat penyembuhan luka, memberikan pendidikan

kesehatan tentang perawatan luka yang benar dan tepat, melakukan

pendidikan kesehatan tentang diit yang harus dipatuhi oleh klien untuk

mempercepat penyembuhan luka, melakukan pendidikan kesehatan

tentang latihan yang dapat dilakukan agar gula darah dalam rentang

normal, meminta klien dan keluarga untuk menjelaskan kembali prinsip

diit diabetes mellitus serta makanan yang harus dihindari untuk

dikonsumsi, meminta klien dan keluarga untuk menjelaskan kembali

latihan atau aktivitas untuk mengontrol kadar gula darah, meminta klien

menjelaskan kembali prinsip dalam perawatan luka dan perawatan kaki,


meminta klien menjelaskan kembali pentingnya penggunaan alas kaki,

memonitor klien dalam penggunaan alas kaki yang tepat dengan

rasional untuk mengetahui kepatuhan klien pada anjuran yang

diberikan.

3. Evaluasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x8 jam, yaitu

masalah keperawatan kerusakan integritas jaringan (integumen)

berhubungan dengan gangguan sirkulasi sekunder terhadap hiperglikemia

belum teratasi, masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan

diskontinuitas jaringan teratasi sebagian, masalah keperawatan defisit

perawatan diri berhubungan dengan adanya luka dan masalah

keperawatan defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

informasi teratasi.

4. Dalam melakukan asuhan keperawatan ini penulis menemukan beberapa

kendala yaitu karena keterbatasan waktu penulis belum dapat melakukan

asuhan keperawatan secara maksimal. Selain itu, karena keterbatasan

penulis, penulis tidak mendokumentasikan luka ulkus klien pada hari ke-

3 dan tidak melakukan pengecekan gula darah puasa klien. Faktor

pendukung dalam melakukan penyuluhan adalah ketersediaan klien dan

istri untuk diberi penyuluhan dan respon antusiasme klien dan istri saat

diberi penyuluhan. Selain itu klien kooperatif saat dilakukan asuhan

keperawatan.
C. Saran

Berdasarkan simpulan di atas penulis memberikan saran sebagai berikut:

a. Bagi Rumah Sakit

Menerapkan penemuan-penemuan baru yang berkaitan dengan perawatan

luka. Perawat memberikan kelonggaran bagi mahasiswa dalam melakukan

tindakan keperawatan kepada pasien. Meningkatkan kualitas pelayanan

asuhan keperawatan pada klien dengan ulkus diabetes mellitus untuk

menurunkan resiko dilakukannya amputasi.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan pada institusi untuk menyediakan referensi buku kepustakaan

mengenai ulkus diabetes mellitus terbitan terbaru sehingga menunjang

mahasiswa agar lebih baik dalam menyusun laporan dan menambah

pengetahuan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Anita. (2012). Makanan Untuk Mempercepat Penyembuhan Luka Pada

Ulkus Diabetes Mellitus. Jakarta: Redaksi Medis Kedokteran Umum

Azizah, L.M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Bulechek, Gloria. M. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC) (5th ed.).

America: Mosby Elsevier

Carville, K. (2007). Wound Care: Manual (5th ed.). Australia: Silver Chain

Nursing Association

Dalimartha.(2007). Diabetes Mellitus Kadar Glukosa Darah. Jakarta: Swadaya

Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. (2012). Profil Kesehatan

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 . www.dinkesjatengprov.go.id

diakses tanggal 4 Januari 2015. Pukul 15.00.

Doengoes, Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:

EGC

Faisol, Moh. Fadil. (2012). Perbedaan Efektivitas Perawatan Luka Menggunakan

Madu dan Sofratulle Terhadap Proses Penyembuhan Luka Diabetik

Pasien Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Rambipuji. 6(2),

65-68

Hastuti, R.T. (2008). Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika pada Penderita

Diabetes Mellitus, Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tesis


tidak diterbitkan. Semarang: Program Studi Magister Epidemiologi Pasca

Sarjana Universitas Diponegoro

Herdman, T. Heather. (2012). NANDA International Diagnosis Keperawatan:

Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Ismayanti. (2007). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Ulkus Diabetes Mellitus.

Dalam Faisol, Moh. Fadil. (2012). Perbedaan Efektivitas Perawatan Luka

Menggunakan Madu dan Sofratulle Terhadap Proses Penyembuhan Luka

Diabetik Pasien Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas

Rambipuji. 6(2), 65-68

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2013. Jakarta: Kemenkes Republik Indonesia

Kennedy. (2009). Breath Relaxation Technique. Dalam Prasetyo, Guntur. (2015).

Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Pasien Dengan Perawatan Luka Ulkus

Diabetes Mellitus Sebelum dan Sesudah Diberikan Teknik Relaksasi Nafas

Dalam di RSUD Tugurejo, Semarang.

Khaidir.(2009). Asuhan Keperawatan Dengan Infeksi. Yogyakarta: Mitra

Cendekia

McWright , B. (2008). Panduan Bagi Penderita Diabetes. Jakarta: Prestasi

Pustaka Publisher

Mcneal& Wilson DP. (2008). Metabolic Syndrome and Dyslipidemia in Youth,

Journal of Clinical Lipidology: 2. 147-155.


Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus: Ulcer, Infeksi, Gangren. Jakarta: Populer

Obor

Moorhead, Sue., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2008). Nursing

Outcomes Classification (NOC). Amerika: Mosby Elsevier

Morison , J. Moya. (2006). Manajemen Luka. Jakarta: EGC

Perkeni.(2008). Komensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2

di Indonesia.

Peter. (2005). Perawatan Luka Konvensional dan Perawatan Modern.

http://www.rkzsurabaya.com/images/brosur/pdf

Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses dan Praktik. Edisi 4.Volume 2. Alih Bahasa: Renata

Komalasari,dkk. Jakarta:EGC

Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. Jakarta: EGC

Puspita, D., N., V. (2005). Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Penyakit

dengan Kecemasan dalam Menghadapi Pengobatan . Jurnal Kesehatan 24.

101-104

RSUD Temanggung: Rumah Sakit Daerah Temanggung. (2014). Catatan Rekam

Medik . Temanggung: RSUD Temanggung


Schwartz, Seymour. (2000). Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Dalam Ira

Ferawati. (2014). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Uklus

Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUD Prof. DR.

Margono Soekarjo, Purwokerto. Skripsi Tidak Diterbitkan. Purwokerto:

PSIK FK Universitas Jenderal Soedirman.

Situmorang, L.L. (2009). Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka

Gangren Diabetes Mellitus di RSUP H. Adam Malik Medan. Skripsi Tidak

Diterbitkan. Sumatera Utara: PSIK FK Universitas Sumatera Utara

Sjamsuhidayat.(2012). Perawaatan Ulkus Diabetes Mellitus.Dalam Faisol, Moh.

Fadil. (2012). Perbedaan Efektivitas Perawatan Luka Menggunakan Madu

dan Sofratulle Terhadap Proses Penyembuhan Luka Diabetik Pasien

Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Rambipuji. 6(2), 65-68

Smeltzer, S.C, Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah .Edisi

8.Volume 2.Alih Bahasa: Kuncara, dkk. Jakarta: EGC

Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I. (2005).Pelaksanaan Diabetes Mellitus

Terpadu: Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Bagi Dokter dan

Edukator. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Sudoyo, Aru. W & Bambang Setiyohadi (Eds.) (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan

Ilmu Penyakit Dalam

Suriadi. (2004). Perawatan Luka. Cetakan 1. Jakarta: Sagung Seto


Sussman, Currie & Barbara bates-Jensen. (2011). Wound Care: A Collaborative

Practice Manual for Health Professionals (4th ed.). Philadelphia: Wolters

Kluwer

Tjay, T.H., Raharja, K. (2002). Obat-obatpenting: Khasiat, Penggunaan, Effek-

efekSampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo.

Vinay, cotran&Ramzi, S.L. (2007).Buku Ajar Patologi.Edisi 7. Jakarta: EGC

Waspadji, Sarwono. (2006). Kaki Diabetik. Dalam Sudoyo, Aru. W & Bambang

Setiyohadi (Eds.) (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi

V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam


Lampiran 1
Lampiran 2

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENYAKIT DIABETES MELITUS

Pokok Bahasan : Penyakit Diabetes Mellitus

Sub Pokok Bahasan : Perawatan dan Diit pada Pasien Diabetes Mellitus

Tanggal : 5 Maret 2015

Waktu pertemuan : 30 menit

Tempat : Kamar perawatan Tn. D di Ruang F RSUD Kabupaten

Temanggung

Sasaran : Tn D dan Keluarga

A. Latar Belakang

Berdasarkan hasil pengkajian pada keluarga Tn D, diketahui Tn. D

terdapat luka pada telapak kaki kiri sudah 7 hari yang lalu, dan Tn. D

mengeluh lukanya tidak sembuh-sembuh.Tn. D sudah memeriksakan lukanya

ke puskesmas, namun pihak puskesmas merujuk klien untuk melakukan

pengobatan di rumah sakit. Pada saat dilakukan pengkajian, Tn.D

mengatakan belum mengetahui sepenuhnya tentang diit dan latihan untuk

pasien dengan diabetes mellitus untuk menjaga kadar gula darah menjadi

normal. Informasi-informasi tentang perawatan penyakit DM sangat


menunjang upaya preventif dan promotif bagi klien dan keluarga. Oleh

karena itu pendidikan kesehatan kepada keluarga Tn S mengenai diit diabetes

mellitus dan latihan pada diabetes mellitus sangat diperlukan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah mengikuti pendidikan kesehatan keluarga Tn. D mengetahui

pentingnya diit dan latian sehingga Tn. D mematuhi Diit diabetes mellitus.

2. Tujuan Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1x30 menit, Tn D dan

keluarga dapat menjelaskan kembali tentang :

a. Pengertian Diabetes Mellitus

b. Cara Pengendalian Diabetes Mellitus

c. Penatalaksanaan Diit Diabetes Mellitus

d. Pelaksanaan Diit Terbaik

e. Contoh Menu Diit Diabetes Mellitus

f. Olahraga/latihan Pada Pasien Diabetes Mellitus

C. Materi Penyuluhan

1. Pengertian Diabetes Mellitus

2. Cara Pengendalian Diabetes Mellitus

3. Penatalaksanaan Diit Diabetes Mellitus

4. Pelaksanaan Diit Terbaik

5. Contoh Menu Diit Diabetes Mellitus

6. Olahraga/latihan Pada Pasien Diabetes Mellitus


(Terlampir)

D. Metode

 Ceramah

 Tanya jawab

 Diskusi

E. Media

 Leafleat

F. Kegiatan Penyuluhan

No Kegiatan Penyuluh Respon Peserta Waktu

1 Pendahuluan 5 mnt

 Menjawab
 Memberi salam
salam
 Memberi pertanyaan apersepsi
 Memberi salam
 Mengkomunikasikan pokok
 Menyimak
bahasan
 Menyimak
 Mengkomunikasikan tujuan

2 Kegiatan Inti 20 mnt

 Menyimak
Memberikan penjelasan tentang DM:
 Bertanya
a. Pengertian Diabetes Mellitus
 Memperhatikan
b. Cara Pengendalian Diabetes Mellitus

c. Penatalaksanaan Diit Diabetes

Mellitus

d. Pelaksanaan Diit Terbaik


e. Contoh Menu Diit Diabetes Mellitus

f. Olahraga/latihan Pada Pasien

Diabetes Mellitus

 Memberikan kesempatan keluarga

untuk bertanya

 Menjawab pertanyaan keluarga

3 Penutup 5 mnt

 Memperhatikan
 Menyimpulkan materi penyuluhan
 menjawab
bersama keluarga

 Memberikan evaluasi secara lisan

 Memberikan salam penutup

G. Evaluasi

1. Prosedur : Akhir penyuluhan

2. Jenis Tes : Pertanyaan lisan

3. Jumlah Soal : 6 soal

4. Jenis Soal : Menguraikan secara lisan

5.5. Butir soal

5.

a) Pengertian Diabetes Mellitus


b) Cara Pengendalian Diabetes Mellitus

c) Penatalaksanaan Diit Diabetes Mellitus

d) Pelaksanaan Diit Terbaik

e) Contoh Menu Diit Diabetes Mellitus

f) Olahraga/latihan Pada Pasien Diabetes Mellitus

H. Lampiran

1. Materi

2. Leaflet

I. Referensi

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth. Terjemahan oleh Monica Ester. Jakarta : EGC

Subekti, Imam. (2005). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Dalam

Soegondo & Soewondo (Eds). Kecenderungan Peningkatan Jumlah

Pasien Diabetes. Jakarta : FKUI

Waspadji, Sarwono. (2005). Diabetes Mellitus : Mekanisme Dasar dan

Pengelolaannya yang Rasional. Dalam Soegondo & Soewondo (Eds.).

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : FKUI


DIABETES MELLITUS

Pengertian

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit dimana kadar gula dalam darah tinggi

atau melebihi normal.

Yaitu:

a. Gula Darah Sewaktu >= 200 mg/dL

b. Gula Darah Puasa >140 mg/dL

(puasa berarti tidak ada asupan kalori/makanan sejak 10 jam terakhir)

c. Glukosa Plasma 2 jam >200 mg/dL setelah beban glukosa 75 gram.

Cara Pengendalian Diabetes Mellitus

Untuk mengontrol diabetes anda, diperlukan keseimbangan antara 3 hal

penting berikut ini, yaitu:

1. Diet

2. Olahraga dan aktifitas fisik

3. Obat anti diabetes

Penatalaksaan Diit Diabetes Mellitus

Ingat prinsip 3j ( JUMLAH , JADWAL MAKAN , JENIS )

1. Jadwal makan 3x makan pokok 3x selingan

2. Jumlah kalori sesuai yang telah ditentukan

3. Jenis makanan (yang dilarang dan dibatasi)


Pelaksanaan Diit Yang Terbaik

1. Makanlah teratur sesuai dengan jadwal makan, jumlah pembagian

makan, dan jenis makanan yang telah ditentukan oleh dokter atau ahli

gizi

2. Gunakanlah Daftar Penukar bahan Makanan, sehingga anda dapat

memilih bahan makanan yang sesuai dengan menu keluarga

3. Hindarilah penggunaan gula murni dan makanan yang terbuat dari gula

murni

4. Periksalah kadar gula secara teratur

Contoh Menu Diit Diabetes Mellitus

Waktu Jenis Makanan Berat (gram) Ukuran


Pagi Nasi 100 ¾ gelas
07.00 Telur 30 ½ butir
Tempe 50 2 ptg sdg
Sayuran 100 1 gelas
10.00 Minyak 5 ½ sdm
Semangka 150 1 ptg sdg

Siang Nasi 100 ¾ gelas


13.00 Ikan 50 1 ptg sdg
Tempe 50 2 ptg sdg
Sayuran 150 1 ½ gelas
Minyak 5 ½ sdm
16.00 Jeruk 100 1 ptg sdg

Sore Nasi 100 ¾ gelas


19.00 Ayam 50 1 ptg
Tempe 50 2 ptg sdg
Sayuran 100 1 gelas
Minyak 5 ½ sdm
21.00 Pisang 75 ½ ptg sdg
Catatan:

1. 1 bungkus mie = nasi 100 gram= 4 sendok makan = ½ gelas nasi = 2 biji

kentang sedang = 4 lembar roti tawar putih

2. Jika malam hari merasa lapar dibolehkan makan pisang kapok rebus 2 biji

3. 1 butir telur = 1 potong ayam (75 gram)

4. Untuk makanan selingan, yaitu snack asin, agar-agar yang tidak dibuat

menggunakan gula batu atau gula aren, buah

5. Makanan yang dihindari: semur, tahu bacem, sirup, jelly, susu kental

manis, kue-kue manis, es krim

Olahraga/ aktivitas fisik pada Pasien Diabetes Mellitus

Latihan jasmani dianjurkan untuk dilakukan setelah makan, yaitu pada

saat kadar gula darah berada pada puncaknya. Latihan fisik mempermudah

transpor glukosa ke dalam sel-sel dan meingkatkan kepekaan terhadap insulin.

Dianjurkan olahraga secara teratur 3-5 kali seminggu dengan intensitas

ringan, durasi selama 30-60 menit.Jenis olahraganya yaitu ringan (jalan biasa

30 menit), sedang (jalan cepat 20 menit), dan berat (jogging).

Manfaat olahraga pada pasien diabetes mellitus yaitu: meningkatkan

penurunan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan.


SATUAN ACARA PENYULUHAN ( S A P )

PENYAKIT DIABETES MELITUS

Pokok Bahasan : Penyakit Diabetes Mellitus

Sub Pokok Bahasan : Perawatan Kaki dan Perawatan Luka pada Pasien
Diabetes Mellitus

Tanggal : 6 Maret 2015

Waktu pertemuan : 30 menit

Tempat : Kamar perawatan Tn. D di Ruang F RSUD Kabupaten


Temanggung

Sasaran : Tn D dan Keluarga

A. Latar Belakang

Berdasarkan hasil pengkajian pada keluarga Tn D, diketahui Tn. D

terdapat luka pada telapak kaki kiri sudah 7 hari yang lalu, dan Tn. D

mengeluh lukanya tidak sembuh-sembuh.Tn. D sudah memeriksakan lukanya

ke puskesmas, namun pihak puskesmas merujuk klien untuk melakukan

pengobatan di rumah sakit. Pada saat dilakukan pengkajian, Tn.D

mengatakan belum mengetahui sepenuhnya tentang diit dan latihan untuk

pasien dengan diabetes mellitus untuk menjaga kadar gula darah menjadi

normal. Informasi-informasi tentang perawatan penyakit DM sangat

menunjang upaya preventif dan promotif bagi klien dan keluarga. Oleh
karena itu pendidikan kesehatan kepada keluarga Tn S mengenai diit diabetes

mellitus dan latihan pada diabetes mellitus sangat diperlukan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah mengikuti pendidikan kesehatan keluarga Tn. D mengetahui cara

merawat kaki dan merawat luka yang tepat sehingga mendukung proses

penyembuhan luka.

2. Tujuan Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1x30 menit, Tn D dan

keluarga dapat menjelaskan kembali tentang :

a.Pengertian Ulkus Diabetes Mellitus

b. Tujuan Perawatan kaki pada pasien dengan Diabetes Mellitus.

c. Cara Perawatan Kaki pada Pasien dengan Diabetes Mellitus.

d. Pelaksanaan Senam Kaki Diabetik

e. Perawatan Ulkus Diabetes mellitus

C. Materi Penyuluhan

1. Pengertian Ulkus Diabetes Mellitus

2. Tujuan Perawatan kaki pada pasien dengan Diabetes Mellitus

3. Cara Perawatan Kaki pada Pasien dengan Diabetes Mellitus

4. Pelaksanaan Senam Kaki Diabetik

5. Perawatan Ulkus Diabetes mellitus

(Terlampir)
2. Metode

 Ceramah

 Tanya jawab

 Diskusi

3. Media

 Leafleat

4. Kegiatan Penyuluhan

No Kegiatan Penyuluh Respon Peserta Waktu

1 Pendahuluan 5 mnt

 Menjawab
 Memberi salam
salam
 Memberi pertanyaan apersepsi
 Memberi salam
 Mengkomunikasikan pokok
 Menyimak
bahasan
 Menyimak
 Mengkomunikasikan tujuan

2 Kegiatan Inti 20 mnt

 Menyimak
Memberikan penjelasan tentang DM:
 Bertanya
a. Pengertian Ulkus Diabetes Mellitus
 Memperhatikan
b. Tujuan Perawatan kaki pada pasien

dengan Diabetes Mellitus

c. Cara Perawatan Kaki pada Pasien

dengan Diabetes Mellitus

d. Pelaksanaan Senam Kaki Diabetik


e. Perawatan Ulkus Diabetes mellitus

 Memberikan kesempatan keluarga

untuk bertanya

 Menjawab pertanyaan keluarga

3 Penutup 5 mnt

 Memperhatikan
 Menyimpulkan materi penyuluhan
 menjawab
bersama keluarga

 Memberikan evaluasi secara lisan

 Memberikan salam penutup

5. Evaluasi

1. Prosedur : Akhir penyuluhan

2. Jenis Tes : Pertanyaan lisan

3. Jumlah Soal : 5 soal

4. Jenis Soal : Menguraikan secara lisan

5. Butir soal

5.

a) Pengertian Ulkus Diabetes Mellitus

b) Tujuan Perawatan kaki pada pasien dengan Diabetes Mellitus

c) Cara Perawatan Kaki pada Pasien dengan Diabetes Mellitus


d) Pelaksanaan Senam Kaki Diabetik

e) Perawatan Ulkus Diabetes mellitus

6. Lampiran

3. Materi

4. Leaflet

7. Referensi

Sussman, Currie & Barbara bates-Jensen. (2011). Wound Care: A

Collaborative Practice Manual for Health Professionals (4th ed.).

Philadelphia: Wolters Kluwer

Waspadji, Sarwono. (2005). Diabetes Mellitus : Mekanisme Dasar dan

Pengelolaannya yang Rasional. Dalam Soegondo & Soewondo (Eds.).

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : FKUI


DIABETES MELLITUS

Pengertian

Ulkus Diabetik adalah luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam

dermis, terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai

dan neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga pasien

tidak menyadari adanya luka

Tujuan Perawatan Kaki

1. Pemeriksaan kaki dan perawatan kaki pada pengelolaan kaki diabetik

bertujuan untuk mencegah terjadinya luka

2. Bagian yang diperiksa adalah punggung kaki, telapak kaki, sisi-sisi kaki,

dan sela-sela jari.

Cara Perawatan Kaki

1. Membersihkan kaki setiap hari dengan air bersih dan sabun mandi

2. Memberikan pelembab/ lotion pada daerah kaki yang kering agar kulit

tidak menjadi retak

3. Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu

dekat dengan kulit, kemudian kikir agar kuku tidak tajam

4. Tidak berjalan tanpa alas kaki

5. Gunakan sepatu atau sandal sesuai dengan ukuran, dengan ruang sepatu

yang cukup untuk jari-jari


6. Periksa sepatu sebelum dipakai, apakah ada kerikil, benda tajam seperti

jarum dan duri karena dapat menyebabkan iritasi dan luka terhadap kulit.

7. Memakai kaus kaki yang bersih dan ganti setiap hari serta kaus kaki

terbuat dari bahan wol atau katun dan tidak memakai bahan sintesis karena

dapat menyebabkan kaki berkeringat.

Senam Kaki Diabetik

Kaki diabetik mengalami gangguan sirkulasi darah dan neuropati sehingga

dianjurkan untuk melakukan latihan jasmani atau senam kaki sesuai dengan

kondisi dan kemampuan tubuh. Senam kkai dapat membantu memperbaiki

sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya

kelainan bentuk kaki (deformitas). Selain itu dapat meningkatkan kekuatan

otot betis dan otot paha dan juga mengatasi keterbatasan sendi.

Latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi berdiri, dudukdan tidur

dengan cara menggerakkan kaki dan sendi –sendi kaki misalnya berdiri

dengan kedua tumit diangkat, mengangkat kaki dan menurunkan kaki.

Gerakan dapat berupa gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat, memutar

keluar atau kedalam dan mencengkeram pada jari-jari kaki. Latihan senam

kkai diabetes dapat dilakukan setiap hari secara teratur, sambil santai di rumah

bersama keluaga, juga waktu kaki terasa dingin, lakukan senam ulang.
Perawatan Ulkus Diabetes Mellitus

1. Pembersihan (wound cleansing)

Tujuan: untuk membersihkan sisa-sisa jaringan yang mati atau eksudat.

Bahan yang paling sering digunakan dalam membersihkan ulkus diabetes

mellitus adalah dengan normal salin. Prinsip membersihkan ulkus

diabetes mellitus adalah dari pusat luka ke arah luar luka dan secara hati-

hati atau dapat juga dari bagian luar dulu kemudian bagian dalam dengan

kasa yang berbeda.

2. Debridement

Debridemen adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis.

Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang

membantu proses penyembuhan luka


3. Dressing

Tujuan dari pembalutan ulkus diabetes mellitus yaitu:

a. Melindungi luka dari trauma mekanik dan kontaminasi bakteri.

b. Menyediakan atau mempertahan keadaan lembab untuk

penyembuhan luka.

c. Memberikan isolasi terhadap panas yang cukup.

d. Menyerap drain dan debris luka.

e. Imobilisasi luka sehingga memfasilitasi proses penyembuhan.


Lampiran 3

Tabel1 :Contoh menu diit DM


Diabetes Melitus adalah suatu
Ingat prinsip 3j (
penyakit dimana kadar gula
dalam darah melebihi normal. JUMLAH , JADWAL Waktu
Jenis Berat
Ukuran
Makanan (gram)
Yaitu: MAKAN , JENIS ) Pagi Nasi 100 ¾ gelas
a. Gula Darah Sewaktu 07.00 Telur 30 ½ butir
>= 200 mg/dL 1. Jadwal makan 3x Tempe 50 2ptg
b. Gula Darah Puasa makan pokok 3x Sayuran 100 sdg
Minyak 5 1 gelas
>140 mg/dL selingan
10.00 Semangka 150 ½ sdm
(puasa berarti tidak 2. Jumlah kalori 1ptg
ada asupan
sesuai yang telah sdg
kalori/makanan sejak
10 jam terakhir) ditentukan Siang Nasi 100 ¾ gelas
c. Glukosa Plasma 2 jam 3. Jenis makanan 13.00 Ikan 50 1ptg
Tempe 50 sdg
>200 mg/dL setelah (yang dilarang dan
beban glukosa 75 Sayuran 150 2ptg
dibatasi) Minyak 5 sdg
gram.
16.00 Jeruk 100 1½gelas
PELAKSANAAN DIET ½ sdm
Untuk mengontrol diabetes YANG TERBAIK : 1ptg
anda, diperlukan sdg
keseimbangan antara 3 hal 1. Makanlah teratur
penting berikut ini, yaitu: Sore Nasi 100 ¾ gelas
sesuai dengan 19.00 Ayam 50 1 ptg
1. Diet
2. Olahragadanaktifitasfis jadwal makan, Tempe 50 2ptg
Sayuran 100 sdg
ik jumlah pembagian Minyak 5 1 gelas
3. Obat anti diabetes makan, dan jenis 21.00 Pisang 75 ½ sdm
½ptg
makanan yang telah sdg
ditentukan oleh
dokter atau ahli gizi
2. Gunakanlah Daftar
Penukar bahan
Makanan,
3. Periksalah kadar
gula secara teratur
Catatan: Latihan jasmani dianjurkan DIIT DAN LATIHAN PADA
1. 1 bungkus mie = nasi untuk dilakukan setelah DIABETES MELITUS
100 gram= 4 sendok makan, yaitu pada saat kadar
makan = ½ gelasnasi gula darah berada pada
= 2 biji kentang puncaknya. Latihan fisik
sedang = 4 lembar roti mempermudah transpor
tawar putih glukosa ke dalam sel-sel dan
2. Jika malam hari meingkatkan kepekaan
merasa lapar terhadap insulin.
dibolehkan makan
Dianjurkan olahraga secara
pisang kapok rebus 2
teratur 3-5 kali seminggu
biji
dengan intensitas ringan,
3. 1 butir telur = 1
durasi selama 30-60 menit.
potong ayam (75 OLEH :
Jenis olahraganya yaitu
gram)
ringan (jalan biasa 30 menit),
4. Untuk makanan DEFI RAHMAWATI
sedang (jalan cepat 20
selingan, yaitu snack P 17420512008
menit), dan berat (jogging).
asin, agar-agar yang
tidak dibuat PolTEKKES
menggunakan gula kemenkesSEMARANG
batu atau gula aren, PRODI DIIIKEPERAWATAN
buah MAGELANG
5. Makanan yang 2015
dihindari: semur,
tahubacem, sirup,
jelly, susu kental
manis, kue-kue manis,
es krim

UNTUK KALANGAN SENDIRI


APAUlKUS DIABETIK ITU?
g. Memakai kaus kaki yang bersih dan
CARA PERAWATAN KAKI ganti setiap hari serta kaus kaki
Ulkus Diabetika dalah luka
terbuat dari bahan wol atau katun
terbuka pada lapisan kulit
a. Membersihkan kaki dan tidak memakai bahan sintesis
sampai ke dalam dermis,
setiap hari dengan air karena dapat menyebabkan kaki
terjadi karena adanya
bersih dan sabun mandi berkeringat.
penyumbatan pada pembuluh
darah di tungkai dan neuropati b. Memberikan pelembab/
perifer akibat kadar gula darah lotion pada daerah kaki
SENAM KAKI DIABETIK
yang tinggi sehingga pasien yang kering agar kulit
tidak menyadari adanya luka tidak menjadi retak
c. Gunting kuku kaki lurus
mengikuti bentuk normal
TUJUAN PERAWATAN KAKI jari kaki, tidak terlalu
dekat dengan kulit,
kemudian kikir agar
a. Pemeriksaan kaki kuku tidak tajam
danperawatan kaki pada d. Tidak berjalan tanpa alas
pengelolaan kaki kaki
diabetik e. Gunakan sepatu atau
bertujuanuntukmencega sandal sesuai dengan
hterjadinyaluka ukuran, dengan ruang
b. Bagian yang diperiksa sepatu yang cukup untuk
adalah punggung kaki, jari-jari
telapak kaki, sisi-sisi f. Periksa sepatu sebelum
kaki, dan sela-selajari. dipakai,
Apakah ada kerikil,
benda tajam seperti
jarum dan duri karena
dapat menyebabkan
iritasi dan luka terhadap
kulit.
2. Debridement PERAWATAN KAKI DAN
Debridemen adalah suatu
PERAWATAN ULKUS
1. Pembersihan (wound
DIABETIK
cleansing) tindakan untuk membuang
Tujuan: untuk jaringan nekrosis.
membersihkan sisa-sisa Debridement meningkatkan
jaringan yang mati atau pengeluaran faktor
eksudat. Bahan yang paling pertumbuhan yang
sering digunakan dalam membantu proses
membersihkan ulkus penyembuhan luka
diabetes mellitus adalah
3. Dressing
dengan normal salin. Prinsip
membersihkan ulkus Tujuan dari pembalutan
OLEH :
diabetes mellitus adalah dari ulkus diabetes mellitus
pusat luka ke arah luar luka yaitu: DEFI RAHMAWATI
dan secara hati-hati atau P 17420512008
a. Melindungi luka dari
dapat juga dari bagian luar
trauma mekanik dan
dulu kemudian bagian
kontaminasi bakteri.
PolTEKKES
dalam dengan kasa yang
b. Menyediakan atau kemenkesSEMARANG
berbeda.
mempertahan keadaan PRODI DIIIKEPERAWATAN
lembab untuk MAGELANG
penyembuhan luka. 2015
c. Memberikan isolasi
terhadap panas yang
UNTUK KALANGAN SENDIRI
cukup.
d. Menyerap drain dan
debris luka.
e. Imobilisasi luka
sehingga memfasilitasi
proses penyembuhan.
Lampiran 4

A. Diit Pasien Ulkus Diabetes Mellitus

1. Diit Pada Pasien Dengan Ulkus Diabetes Mellitus

Menurut (Soegondo, 2009, p, 1884-1895), komposisi makanan yang dianjurkan

pada pasien dengan ulkus diabetes mellitus adalah:

a. Karbohidrat : 225 gram/hari

Karbohidrat diberikan 55-65% dari total kebutuhan sehari. Pada setiap gram

karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori.

b. Protein : 60 gram/hari

Jumlah protein yang diberikan sekitar 10-15% dari total kalori per hari.

Protein mengandung energi sebesar 4 kilokalori/gram.

c. Lemak : 40 gram/hari

Jumlah lemak yang diberikan sekitar 20 % dari total kalori per hari. Lemak

mengandung energi sebesar 9 kilokalori/gram.

d. Kolesterol : ≤ 300 mg/hari

e. Serat : 25 -50 gram/hari

f. Natrium : ≤ 3000mg/hari

Menentukan status gizi dengan menggunakan rumus Body Mass Index (BMI)

atau Indeks Massa Tubuh (IMT)

BMI = IMT = BB (kg) /TB (m)²

Klasifikasi IMT :

a. Berat badan kurang <18,5

b. Berat badan normal <18,5 – 22,9

c. Berat badan lebih ≥23,0

d. Dengan risiko 23,0 - 24,9


e. Obesitas I 25,0 - 29,9

f. Obesitas II ≥30,0

Cara menentukan jumlah kalori adalah menggunakan rumus Brocca, yaitu:

BB idaman = (TB (cm) -100) – 10% (TB (cm)-100)

Untuk laki-laki <160 cm, wanita <150 cm, perhitungan BB idaman tidak

dikurangi 10%.

Penentuan status gizi dihitung dari (BB aktual: BB idaman)x100%

Klasifikasi :

a. Berat badan kurang <90% BB idaman

b. Berat badan normal 90-110% BB idaman

c. Berat badan lebih 110-120% BB idaman

d. Gemuk >120% BB idaman

Keterangan:

a. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan

kebutuhan kalori basal (30 kilokalori/kilogram berat badan untuk laki-laki

dan 25 kilokalori/kilogram berat badan untuk wanita) kemudian ditambah

dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-30%).

b. Total kebutuhan kalori pasien DM dibagi dalam:

1). Pagi : 20%

2). Siang : 30%

3). Malam : 25%

4). 2-3 porsi riangan : 10-15%


Contoh standar diit DM :

Energi : 1500 kal

Karbohidrat : 225 gram

Protein : 60 gram

Lemak : 40 gram

Tabel 1 : Contoh menu diit pasien DM

Waktu Jenis Makanan Berat (gram) Ukuran


Pagi Nasi 100 ¾ gelas
07.00 Telur 30 ½ butir
Tempe 50 2 ptg sdg
Sayuran 100 1 gelas
Minyak 5 ½ sdm
10.00 Semangka 150 1 ptg sdg

Siang Nasi 100 ¾ gelas


13.00 Ikan 50 1 ptg sdg
Tempe 50 2 ptg sdg
Sayuran 150 1 ½ gelas
Minyak 5 ½ sdm
16.00 Jeruk 100 1 ptg sdg

Sore Nasi 100 ¾ gelas


19.00 Ayam 50 1 ptg
Tempe 50 2 ptg sdg
Sayuran 100 1 gelas
Minyak 5 ½ sdm
21.00 Pisang 75 ½ ptg sdg

(Soegondo, 2009, p, 1884-1895)


B. Perawatan Ulkus Diabetes Mellitus

Perawatan ulkus diabetes mellitus menurut Sussman dan Barbara ( 2011,

p. 440;504-506), Bloom (2008, p.372) dan Doupis ( (2008, p. 117) adalah

sebagai berikut:

a. Debridement

Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam

perawatan ulkus pada pasien diabetes mellitus. Debridemen adalah suatu

tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, kallus dan jaringan fibrotik.

Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 cm dari tepi luka ke jaringan sehat.

Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang

membantu proses penyembuhan luka. Target utama perawatan ulkus

diabetes mellitus adalah untuk mencapai penutupan luka secepat mungkin

dan menurunkan angka amputasi.

Ada 5 jenis debridemen yaitu bedah, enzimatik, autolitik, mekanik

dan biologi. Teknik debridemen yang sering dilakukan pada pasien

diabetes mellitus dan dianggap paling efisien adalah dengan teknik bedah (

surgical), khusunya pada luka ulkus diabetes mellitus yang banyak

terdapat jaringan nekrosis atau terinfeksi. Keuntungan dari metode ini

adalah dapat membuang jaringan nekrotik dan kalus, menurunkan tekanan,

membantu drainase sekresi atau pus, membantu optimalisasiefektifitas

terapi topikal serta menstimulasi penyembuhan. Pada kasus dimana

infeksi telah merusak fungsi kaki atau membahayakan jiwa pasien,


amputasi diperlukan untuk memungkinkan kontrol infeksi dan penutupan

luka selanjutnya.

b. Pembersihan (wound cleansing)

Bahan yang paling sering digunakan dalam membersihkan ulkus

diabetes mellitus adalah dengan normal salin atau bisa dengan larutan

antiseptik yang tidak menimbulkan cytotoxic. Dalam membersihkan ulkus

perlu dilakukan irigasi dengan tekanan yang tidak terlalu kuat, dengan

tujuan untuk membersihkan sisa-sisa jaringan yang nekrotik atau eksudat.

Prinsip membersihkan ulkus diabetes mellitus adalah dari pusat luka ke

arah luar luka dan secara hati-hati atau dapat juga dari bagian luar dulu

kemudian bagian dalam dengan kasa yang berbeda.

c. Dressing

Dressing adalah suatu usaha untuk mempertahankan integritas

fisiologi pada ulkus diabetes mellitus dan suasana dalam keadaan lembab

sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Sebelum

melakukan dressing atau balutan dan pengobatan ulkus diperlukan

pengkajian pada kondisi luka yaitu meliputi tipe ulkus, ada atau tidaknya

eksudat, ada tidaknya infeksi dan kondisi kulit sekitar ulkus. Hal ini

adalah untuk menentukan tipe dressing atau balutan yang dibutuhkan.

Beberapa jenis dressing yang sering digunakan pada ulkus diabetes

mellitus adalah hidroaktif gel, hidroselulosa, calsium alginat dan

metronidazole.
Tujuan dari pembalutan ulkus diabetes mellitus yaitu:

1). Melindungi luka dari trauma mekanik dan kontaminasi bakteri.

2). Menyediakan atau mempertahan keadaan lembab untuk penyembuhan

luka.

3). Memberikan isolasi terhadap panas yang cukup.

4). Menyerap drain dan debris luka.

5). Imobilisasi luka sehingga memfasilitasi proses penyembuhan.


Lampiran 5

( Luka Tn.D pada hari ke-1) ( Luka Tn.D pada hari ke-2)

( Luka Tn.D pada hari ke-4)


Lampiran 6
Lampiran 7

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. BIODATA
1. Nama Lengkap : Defi Rahmawati
2. NIM : P17420512008
3. Tanggal Lahir : 23 Februari 1994
4. Tampat Lahir : Magelang
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Alamat Rumah: a. Jalan : Jalan Mayor Unus, RT 03 RW 18
b. Kelurahan : Kalinegoro
c. Kecamatan : Mertoyudan
d. Kab/Kota : Magelang
e. Propinsi : Jawa Tengah
7. Telepon: a. Rumah :-
b.HP : 085643089449
c.E-mail :dhefira23@gmail.com
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pendidikan SD di SD N 2Kalinegoro Mertoyudan Magelang, lulus
tahun 2006
2. Pendidikan SLTP di SMP N 4 Magelang, lulus tahun 2009
3. Pendidikan SLTA di SMA N 4 Magelang, lulus tahun 2012
C. RIWAYAT ORGANISASI
1. Wakil Gubernur Himpunan Mahasiswa Poltekkes Kemenkes
Semarang Prodi DIII Keperawatan Magelang tahun 2013
2. Divisi Litbang Himpunan Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Semarang
Prodi DIII Keperawatan Magelang tahun 2014

Magelang, 19 Mei 2015

DEFI RAHMAWATI

NIM. P.17420512008

Anda mungkin juga menyukai