Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN KASUS

PENGELOLAAN KEPERAWATAN RETENSI URINE PADA Ny. L


DENGAN POSTPARTUM SPONTAN DI RUANG ANGGREK
RST dr. SOEDJONO MAGELANG

KTI
Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir
Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh :
Ika Septiana Rahayu
NIM : P 17420511016

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2014

1
Laporan Kasus

PENGELOLAAN KEPERAWATAN RETENSI URINE PADA Ny. L

DENGAN POST PARTUM SPONTAN DI RUANG ANGGREK

RST dr. SOEDJONO MAGELANG

KTI

Disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Tugas Akhir

Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh :

Ika Septiana Rahayu

NIM P17420511016

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG

JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK

KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2014
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan

rahmat karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan

laporan kasus Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengelolaan Keperawatan

Retensi Urine Pada Ny. L dengan Postpartum Spontan di Ruang Anggrek RST dr.

Soedjono Magelang ” sebagai salah satu syarat Ujian Akhir Program.

Penyusunan laporan kasus karya tulis ini, penulis tidak mampu

menyelesaikan sendiri tanpa bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih

kepada :

1. Sugiyanto,S.Pd, M.App, Sc, Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes

Semarang

2. Heru Supriyatno, MN, Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan

Kemenkes Semarang

3. Dwi Ari Murti W, MN, Ketua Program Studi DIII Keperawatan Magelang

yang telah memberikan izin dalam penyusunan laporan kasus ini

4. Wiwin Renny R, SST, M.Kes, dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dalam penyusunan laporan kasus ini

5. Adi Isworo, SKM, MPH, dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan dukungannya dalam penyusunan laporan kasus ini


6. Seluruh dosen Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan

Magelang

7. Eko Prayitno dan Dyah Sutrisniati orang tuaku yang selalu memberikan

doa dan dukungan serta kasih sayangnya yang tak pernah putus

8. Adik – adikku, Novia Rahmawati dan Kevin Ramadhan Putra yang ku

sayangi

9. Rekan – rekan sejawat dan seperjuangan khususnya Werkudara, terima

kasih atas kebersamaan, bantuan, kritik dan saran semoga tali silaturahmi

kita tetap terjalin dan tak pernah putus

10. Semua pihak yang telah membantu dan tidak mampu penulis sebutkan

satu persatu

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,

karenanya imbauan, kritikan, masukan dan tindak lanjut sangat penulis harapkan.

Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan para pembaca.

Wassalamualaikum wr. wb.

Magelang, Juni 2014

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i

HALAMAN JUDUL................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ............................ iii

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................ iv

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ v

KATA PENGANTAR ................................................................................ vi

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Tujuan Penulisan ........................................................................ 3

C. Manfaat Penulisan ...................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6

A. Konsep Dasar Retensi Urin Ibu Nifas ........................................ 6

B. Pengkajian .................................................................................. 11

C. Rumusan Masalah Keperawatan ................................................ 13

D. Intervensi keperawatan ............................................................... 13

E. Implementasi keperawatan ......................................................... 16

F. Evaluasi keperawatan ................................................................. 17

BAB III TINJAUAN KASUS .................................................................. 18


A. Biodata Klien .............................................................................. 18

B. Pengkajian .................................................................................. 18

1. Riwayat Klien (Patient History) .......................................... 18

2. Pemeriksaan Fisik (Review of system) ................................ 20

3. Pengkajian Data Fokus ........................................................ 21

4. Data penunjang .................................................................... 22

C. Perumusan masalah .................................................................... 23

D. Perencanaan ................................................................................ 23

E. Pelaksanaan ................................................................................ 24

F. Evaluasi ...................................................................................... 26

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN ......................................... 27

A. Pembahasan ................................................................................ 27

1. Pengkajian ............................................................................ 27

2. Perumusan masalah .............................................................. 28

3. Perencanaan ......................................................................... 30

4. Pelaksanaan .......................................................................... 33

5. Evaluasi ................................................................................ 36

B. Simpulan ..................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Patofisiologi Retensi Urin Ibu Nifas ............................................... 10


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Bimbingan

Lampiran 2. Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Maternitas

Lampiran 3. Daftar Riwayat Hidup


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, pada tahun 2013 menempati

urutan yang tertinggi di Asia Tenggara yaitu sebesar 228 per 100.000

kelahiran hidup (Data WHO,2013). Sedangkan menurut hasil Survei

Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012, sepanjang tahun

2007-2012 kasus kematian ibu meningkat cukup tinggi, pada tahun 2012 AKI

mencapai 359 per 100.000 penduduk atau meningkat sekitar 57% bila

dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2007, yang hanya sebesar 228 per

100.000 penduduk (Kompasiana, 2013).

Pada tahun 2012, angka kematian ibu di provinsi Jawa Tengah masih

cukup tinggi yaitu sebesar 116,34 per 100.000 kelahiran hidup. Kondisi

tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan AKI pada tahun

2011 sebesar 116,01 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih

berada diatas target nasional yakni sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.

Sementara jumlah kematian ibu pada tahun 2012 di Kabupaten Magelang

sebanyak 13 kematian. Menurut laporan Dinas Kesehatan Jawa Tengah

sebesar 57,93% kematian maternal terjadi pada waktu nifas, pada waktu

hamil sebesar 24,74% dan pada waktu persalinan sebesar 17,33% (Kemenkes

RI, 2013).
Beberapa penyebab kematian ibu post partum yang tertinggi di

Indonesia adalah pendarahan, infeksi dan pre eklampsia. Menurut Manuaba

(2009) komplikasi masa nifas yang paling tinggi angka kejadiannya di

Indonesia adalah perdarahan. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah

dilakukan penulis di Dinas Kesehatan Kota Magelang, sepanjang tahun 2013

terdapat satu kasus kematian ibu melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan

postpartum. Penyebab perdarahan postpartum yang paling sering adalah

atonia uterus atau kegagalan otot rahim untuk berkontraksi dengan kuat. Dua

intervensi yang paling penting untuk mencegah perdarahan berlebih adalah

mempertahankan tonus rahim dan mencegah distensi kandung kemih atau

retensi urine (Bobak,2005).

Prevalensi kejadian retensi urine menurut hasil penelitian dari Ching –

chung (2002) angka kejadian retensi urine pada ibu postpartum sebesar 4%

(Hutahaean,2009). Dari hasil penelitian Kartono (1998) dari FKUI-RSCM

Jakarta memperoleh data bahwa terdapat 17,1% kejadian retensi urine pada

ibu postpartum yang telah dipasang kateter selama enam jam dan sebanyak

7,1% ibu yang dipasang kateter selama 24 jam pasca operasi sectio caesarea.

Hasil penelitian Yip SK (Hongkong, 1997) melaporkan bahwa terdapat angka

14,6% untuk kasus retensi urine postpartum pervaginam. Penelitian dr.

Pribakti B dari FK Universitas Lambung Mangkurat menunjukkan bahwa di

RSUD Ulin Banjarmasin sepanjang tahun 2002-2003 terdapat sebelas kasus

retensi urine postpartum dari 2850 kasus, atau sekitar 0,38% dengan rincian

kasus berdasarkan tindakan persalinan yaitu spontan pervaginam 8 kasus


(81,8%), vakum ekstraksi 2 kasus (18,2%) dan sectio caesarea 1 kasus (1%).

Dari data tersebut menunjukkan bahwa prevalensi retensi urin postpartum

masih cukup tinggi dan dikhawatirkan akan berdampak pada peningkatan

angka kematian ibu akibat komplikasi puerperium terutama yang disebabkan

oleh retensi urine seperti perdarahan dan infeksi. Perdarahan dan infeksi

merupakan komplikasi puerperium yang sangat serius dan dapat

meningkatkan angka kematian ibu (AKI).

Berbagai upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi puerperium

dalam rangka mengurangi angka kematian ibu perlu diperhatikan oleh

berbagai pihak, terutama bagi ibu nifas dan petugas kesehatan. Salah satunya

yaitu tindakan untuk mencegah terjadinya retensi urine atau distensi kandung

kemih. Berdasarkan observasi penulis selama praktek, masih banyak pasien

yang menahan kencing karena takut akan merasakan sakit pada luka jalan

lahir. Oleh karena itu peran perawat dalam memberikan intervensi untuk

merangsang sensasi berkemih dan motivasi kepada ibu sangatlah diperlukan.

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk menyusun asuhan

keperawatan dengan judul “ pengelolaan keperawatan perubahan eliminasi

urine (retensi) pada ibu dengan postpartum spontan”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Melaporkan kasus tentang perubahan eliminasi urin pada ibu dengan

postpartum spontan.
2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan :

1) Melakukan pengkajian pada ibu dengan perubahan eliminasi urine

post partum menggunakan format yang sesuai

2) Merumuskan masalah berdasarkaan kondisi klinis yang terjadi

pada ibu dengan perubahan eliminasi urine post partum

3) Merumuskan tujuan dan rencana tindakan yang tepat kepada ibu

dengan perubahan eliminasi urine post partum

4) Melakukan pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan

5) Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada ibu dengan

perubahan eliminasi urine post partum

b. Membahas kesenjangan yang lebih lanjut antara teori dan fakta yang

terjadi di masyarakat

C. Manfaat Penulisan

Laporan kasus ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi :

1. Perkembangan ilmu keperawatan

Laporan kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan

referensi bagi mahasiswa keperawatan dalam mengembangkan ilmu

keperawatan khususnya keperawatan maternitas.

2. Pengembangan Institusi Pendidikan Politeknik Kesehatan Kemenkes

Semarang
Laporan kasus ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian

ilmiah untuk mengembangkan asuhan keperawatan ibu nifas dengan

gangguan eliminasi urine.

3. Tenaga kesehatan

Laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi oleh tenaga

kesehatan khususnya perawat untuk memberikan asuhan keperawatan

pada ibu nifas dengan gangguan eliminasi urine.

4. Bagi Responden

Hasil laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan responden

untuk mencegah terjadinya komplikasi persalinan akibat distensi kandung

kemih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Retensi Urine pada Ibu Nifas

Retensi urine atau penurunan frekuensi berkemih pada masa nifas

merupakan salah satu masalah yang penting dan perlu diperhatikan oleh

tenaga kesehatan. Penurunan berkemih, seiring diuresis pasca partum, bisa

menyebabkan adanya distensi kandung kemih. Kondisi ini akan menyebabkan

uterus berelaksasi, akibatnya akan terjadi perdarahan (Bobak, 2005).

Perdarahan pasca partum didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau

lebih darah setelah persalinan per vaginam atau 1000 ml atau lebih setelah

saesar. Beberapa kausa penyebab perdarahan setelah persalinan diantaranya

yaitu atonia uterus, retensi jaringan plasenta, inversi uterus, rupture uterus,

laserasi dan hematom (Cunningham, dkk, 2009). Secara fisiologis, ibu

diharuskan berkemih secara spontan maksimal 6 - 8 jam pertama setelah

persalinan.

1. Pengertian

Retensi urine adalah penurunan sensasi berkemih dan kemampuan

pengosongan kandung kemih yang terganggu akibat anaestesi atau

analgesi. Pada 24 jam pertama pasca persalinan, pasien umumnya

menderita keluhan miksi akibat depresi pada refleks aktivitas detrusor

yang disebabkan oleh tekanan dasar vesika urinaria saat persalinan.

Keluhan ini dapat bertambah berat karena adanya fase diuresis pasca

persalinan. Bila ibu setelah persalinan tidak mampu berkemih dalam


waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah eliminasi dan

sebaiknya dipasang kateter selama 24 jam. Retensi urine kemungkinan

terjadi karena adanya hematoma atau edema daerah sekitar uretra

(Hutahaean, 2009). Berkemih spontan harus terjadi dalam 4 sampai 8 jam

pertama dan minimal sebanyak 200 cc (Bahiyatun, 2009).

Menurut Wilkinson (2007), retensi urine adalah keadaan individu

yang mengalami ketidaksempurnaan pengosongan kandung kemih.

Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun

terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut (Smeltzer & Bare,

2002).

2. Etiologi

Menurut Bobak (2005), beberapa faktor predisposisi terjadinya

retensi urin pada ibu nifas diantaranya sebagai berikut :

a. Perubahan hormonal

b. Hiperemia dan edema leher kandung kemih akibat trauma persalinan

c. Nyeri/ ketidaknyamanan dalam berkemih

d. Adanya laserasi vagina dan luka episiotomi

e. Peningkatan kapasitas kandung kemih

3. Tanda dan gejala

Retensi urine memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk

diantaranya kesulitan buang air kecil, pancaran kencing lemah, lambat,

dan terputus-putus, ada rasa tidak puas, dan keinginan untuk mengedan

atau memberikan tekanan pada suprapubik saat berkemih (Rahman, 2009).


Menurut Wilkinson (2007) gejala dan tanda untuk menegakkan diagnosis

retensi urine meliputi gejala subjektif dan objektif. Gejala subjektif

meliputi disuria dan sensasi kandung kemih yang penuh. Sedangkan gejala

objektif diantaranya yaitu urine menetes, distensi kandung kemih, urine

masih tersisa, haluaran tidak adekuat, dan inkontinensia yang melimpah.

4. Patofisiologi

Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan

cairan yang tertimbun di jaringan selama hamil. Salah satu mekanisme

untuk mengurangi cairan yang teretensi selama hamil adalah diaforesis

luas, terutama pada malam hari, selama dua sampai tiga hari pertama

setelah melahirkan. Diuresis pascapartum yang disebabkan oleh penurunan

kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tungkai bawah,

dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan merupakan

mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan

cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan

penurunan berat badan 2,5 kg selama masa pascapartum.

Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses

melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung

kemih dapat mengalami hiperemia dan edema, seringkali disertai daerah-

daerah kecil yang hemoragi. Pengambilan urine dengan cara bersih atau

melalui kateter sering menunjukkan adanya trauma kandung kemih. Uretra

dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema.


Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas

kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anaestesi

menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu rasa nyeri

pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi

vagina atau episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih.

Penurunan berkemih seiring diuresis pasca partum, bisa menyebabkan

distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera

setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena

keadaan ini bisa menghambat kontraksi uterus. Pada masa pasca partum

lebih lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung

kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih

normal. Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dalam

jangka waktu lama, dinding kandung kemih dapat mengalami kerusakan

lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung kemih secara

adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam tujuh

hari setelah persalinan (Bobak, 2005).


5. Pathway

Penurunan kadar hormone estrogen

Hilangnya peningkatan tekanan vena tungkai bawah

Hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan

Diuresis pasca partum

Peningkatan kapasitas kandung kemih

Distensi kandung kemih

Trauma jaringan perineal

Hyperemia dan edema kandung kemih

Nyeri pada panggul Penurunan reflex berkemih

Laserasi vagina dan luka episiotomy

Efek penggunaan anaestesi MK : Retensi Urine

Menghambat kontraksi Kandung kemih Kerusakan dinding


uterus (atonia uteri) peka terhadap kandung kemih
infeksi

Perdarahan berlebih Infeksi puerperium

Gambar 2.1. Patofisiologi retensi urin pada ibu nifas (Bobak, 2005)
B. Pengkajian

Berikut ini pengkajian yang mungkin ditemukan pada ibu nifas selama

4 jam sampai 3 hari post partum menurut Doengoes (2002) :

1. Aktivitas dan istirahat

Gejala : insomnia mungkin teramati.

2. Sirkulasi

Gejala : episode diaforesis lebih sering terjadi pada malam hari, perlu

dikaji jumlah IWL klien (15 cc/kg BB/hari)

3. Integritas ego

Gejala : peka rangsang, takut/ menangis (“postpartum blues” sering

terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan)

4. Eliminasi

Gejala : diuresis postpartum lebih banyak terjadi diantara hari kedua dan

kelima. terdapat perubahan dalam jumlah dan frekuensi berkemih (secara

fisiologis ibu harus bisa berkemih spontan selama 6-8 jam pertama pasca

persalinan dan 4 jam setelahnya), terdapat distensi kandung kemih akibat

diuresis postpartum (dikaji dengan cara mempalpasi TFU), ibu

menyatakan adanya kesulitan buang air kecil karena rasa takut atau nyeri

pada luka perineum, perlunya bantuan alat dalam berkemih (penggunaan

kateter) untuk mengeluarkan urine residual (Bobak, 2005).


5. Makanan dan cairan

Gejala : kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari

ketiga, kemungkinan terjadi penurunan berat badan sekitar 2,5 kg akibat

adanya diuresis postpartum.

6. Nyeri/ ketidaknyamanan

Gejala : nyeri tekan payudara akibat pembesaran dapat terjadi diantara

hari ketiga sampai hari kelima postpartum, nyeri akibat luka perineum

atau episiotomi.

7. Seksualitas

Gejala : uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran,

kemudian menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Jika terjadi

peningkatan volume kandung kemih, posisi uterus akan terdorong ke atas

umbilikus dan ke salah satu sisi abdomen. Keadaan ini juga akan

menghambat uterus untuk berkonstraksi secara normal (kontraksi jelek),

sehingga aliran lokhia juga akan mengalami peningkatan (Bobak, 2005).

Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke 2-3, berlanjut menjadi lochia serosa

dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya rekumben dan ambulasi

berdiri) dan aktivitas (misalnya menyusui).

Payudara : produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur,

biasanya pada hari ketiga atau mungkin lebih dini tergantung kapan

menyusui dimulai.
C. Rumusan Masalah Keperawatan

Rumusan diagnosa keperawatan menurut Doengoes (2002), yaitu :

1. Diagnosa keperawatan : perubahan eliminasi urine (retensi)

2. Faktor yang berhubungan :

Efek - efek hormonal (perpindahan cairan/ peningkatan aliran plasma

ginjal), trauma mekanis, edema jaringan, efek – efek anaestesia (pada post

operasi sectio saecarea)

3. Batasan karakteristik :

a. Peningkatan pengisian/ distensi kandung kemih

b. Perubahan pada jumlah atau frekuensi berkemih

D. Intervensi Keperawatan

1. Tujuan dan kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan

masalah retensi urine dapat teratasi dengan kriteria hasil :

a. Klien mampu berkemih spontan dalam kurun waktu 6–8 jam setelah

persalinan

b. Klien mampu mengosongkan kandung kemih setiap kali berkemih.

2. Intervensi dan rasional

Menurut Doengoes (2002), intervensi keperawatan yang perlu dilakukan

pada ibu nifas dengan retensi urine diantaranya sebagai berikut :

a. Kaji masukan cairan dan haluaran urine terakhir. Catat masukan cairan

intrapartal, haluaran urine, jumlah IWL dan lamanya persalinan.


Rasional : Pada periode pascapartum awal, kira-kira 4 kg cairan

hilang melalui haluaran urine dan IWL, termasuk diaforesis. Persalinan

yang lama dan masukan yang tidak adekuat akan menyebabkan

dehidrasi.

b. Kaji tanda – tanda Infeksi Saluran Kemih (misalnya rasa terbakar pada

saat berkemih, peningkatan frekuensi, urine keruh).

Rasional : stasis, hygiene yang buruk dan masuknya bakteri dapat

memberi kecenderungan klien terkena ISK.

c. Perhatikan adanya edema atau laserasi/ episiotomi

Rasional : Trauma kandung kemih atau uretra dan adanya edema

dapat mengganggu kenyamanan berkemih.

d. Palpasi kandung kemih. Pantau tinggi fundus uteri dan lokasi, serta

jumlah aliran lokhia.

Rasional : Distensi kandung kemih dapat dikaji melalui perubahan

posisi uterus. Karena letak kandung kemih dan uterus yang berdekatan

maka jika terjadi distensi, akan menghambat involusi uterus dan

menyebabkan uterus terdorong ke atas sehingga uterus akan

berelaksasi dan meningkatkan jumlah aliran lokhia.

e. Berikan informasi dan motivasi kepada ibu untuk berkemih dalam

waktu 6 – 8 jam pasca persalinan, dan 4 jam setelahnya. Bila kondisi

memungkinkan, biarkan klien berjalan ke kamar mandi. Alirkan air

hangat di atas perineum, dan tambahkan cairan yang mengandung

peppermint ke dalam bedpan, atau biarkan klien duduk pada rendam


duduk (surgirator, untuk perawatan perineum) atau gunakan shower air

hangat sesuai indikasi.

Rasional : variasi intervensi keperawatan mungkin perlu dilakukan

untuk merangsang atau memudahkan berkemih. Kandung kemih penuh

mengganggu motilitas dan involusi uterus, dan meningkatkan aliran

lokhia. Distensi kandung kemih yang berlebihan dalam waktu lama

dapat merusak dinding kandung kemih dan mengakibatkan atonia

uterus. Uap panas dari minyak peppermint berguna untuk merangsang

meatus urinarius berelaksasi sehingga ibu mampu berkemih spontan.

f. Instruksikan klien untuk melakukan latihan Kegel setiap hari.

Rasional : melakukan latihan Kegel 100 kali per hari meningkatkan

sirkulasi pada perineum, membantu menyembuhkan dan memulihkan

tonus otot pubokoksigeal, dan mencegah atau menurunkan

inkontinensia stress.

g. Stimulasi refleks kandung kemih dengan menempelkan es ke

abdomen, menekan bagian dalam paha atau mengalirkan air hangat

Rasional : membantu merangsang tonus otot kandung kemih

h. Lakukan program pelatihan evakuasi kandung kemih

Rasional : memastikan bahwa tidak terdapat urine residual

i. Anjurkan minum 6 sampai 8 gelas cairan per hari

Rasional : membantu mencegah stasis dan dehidrasi serta mengganti

cairan yang hilang selama melahirkan.


j. Kolaborasi dalam pemasangan kateter, dengan menggunakan kateter

lurus atau indwelling, sesuai indikasi.

Rasional : mungkin perlu untuk mengurangi distensi kandung kemih,

untuk memungkinkan involusi uterus, dan mencegah atoni kandung

kemih karena distensi berlebihan.

k. Dapatkan spesimen urine jika klien mempunyai gejala – gejala ISK.

Rasional : adanya bakteri atau kultur dan sensitivitas positif adalah

diagnosis untuk ISK.

E. Implementasi Keperawatan

1. Mengkaji masukan cairan dan haluaran urine terakhir. Mencatat masukan

cairan intrapartal, haluaran urine, jumlah IWL dan lamanya persalinan.

2. Mengobservasi adanya odema dan laserasi perineum

3. Mempalpasi kandung kemih, memantau tinggi fundus uteri dan lokasi,

serta jumlah aliran lokhia.

4. Menganjurkan klien untuk berkemih dalam 6-8 jam pasca persalinan, dan

4 jam setelahnya.

5. Mengalirkan air hangat di atas perineum dengan menambahkan cairan

yang mengandung peppermint ke dalam bedpan bila ibu kesulitan dalam

berkemih

6. Mengajarkan ibu untuk latihan Kegel setiap hari.

7. Menstimulasi refleks kandung kemih dengan menempelkan es ke abdomen

8. Menganjurkan ibu untuk minum 6-8 gelas cairan per hari


9. Kolaborasi dalam penggunaan kateter indwelling jika ibu tetap belum

bisa berkemih

F. Evaluasi Keperawatan

Setelah dilakukan beberapa intervensi tersebut diatas, evaluasi yang

diharapkan akan terjadi pada klien sesuai dengan kriteria evaluasi NOC yaitu

pasien akan :

1. Menunjukkan kontinensia urine, ditandai dengan indikator sebagai berikut:

a. Kandung kemih kosong sempurna

b. Tidak ada sisa setelah buang air kecil >100-200 cc

c. Asupan cairan dalam rentang yang diharapkan

2. Menunjukkan evakuasi kandung kemih dengan prosedur kateterisasi

sendiri yang bersih secara intermitten

3. Melaporkan penurunan spasme kandung kemih


BAB III

TINJAUAN KASUS

Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 28 Maret 2014 pada jam 18.45

WIB, pada pasien post partum spontan yang dirawat di bangsal Anggrek RST dr.

Soedjono Magelang. Data diperoleh dari wawancara dengan pasien, keluarga dan

juga observasi langsung serta dari status pasien.

A. Biodata Klien

Klien bernama Ny. L berusia 24 tahun dan berjenis kelamin perempuan.

Klien beragama Islam. Klien berbangsa Indonesia dan bersuku Jawa.

Pendidikan terakhir klien SMA (Sekolah Menengah Atas). Klien bekerja

sebagai karyawan swasta. Alamat klien di Malangan Tidar Utara Magelang

Selatan. Klien masuk rumah sakit pada tanggal 28 Maret 2014 jam 08.30

WIB dengan riwayat G1P1A0. Penanggung jawab klien adalah suami klien

yang bernama Tn. S. Beliau berusia 29 tahun, beragama Islam dan bekerja

sebagai karyawan swasta. Tn. S beralamat sama dengan pasien yaitu di

Malangan Tidar Utara Magelang Selatan.

B. Pengkajian

1. Riwayat Klien (Patient History)

Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 28 Maret 2014 pada pukul

18.45 WIB, klien mengeluh nyeri luka jahitan pada jalan lahir dan belum

berani untuk buang air kecil sampai sekarang. Riwayat kesehatan saat ini
klien masuk ke rumah sakit pada tanggal 28 Maret 2014 jam 08.30 WIB

dengan riwayat kehamilan primipara. Klien datang dengan keluhan perut

terasa kencang – kencang sejak satu hari sebelumnya dengan frekuensi

tidak teratur. Umur kehamilan klien 38 minggu dan HPL tanggal 11 April

2014. Ibu masih merasakan gerakan janin, dan mengatakan tidak keluar

lendir maupun darah. Air ketuban rembes sejak 12 jam sebelum masuk

rumah sakit.

Riwayat penyakit dahulu, pasien belum pernah mengalami

penyakit jantung, hipertensi, Diabetes Mellitus, alergi makanan maupun

obat – obatan. Klien juga belum pernah dirawat di rumah sakit. Dalam

riwayat kesehatan keluarga klien mengatakan tidak ada anggota keluarga

yang menderita penyakit keturunan seperti asma, diabetes mellitus dan

hipertensi. Keluarga klien juga tidak ada yang menderita penyakit

menular seperti TBC, HIV dan bronchitis. Dalam riwayat perkawinan

klien baru satu kali menikah saat berusia 22 tahun dan umur suami klien

27 tahun. Lama perkawinan klien sampai saat ini sudah 2 tahun.

Riwayat obstetri, klien mengalami menarche pada usia 12 tahun,

siklus haid teratur, lama haid 7 hari, hari pertama haid terakhir (HPHT)

tanggal 09 Juli 2013 dan hari perkiraan lahir (HPL) tanggal 11 April

2014. Riwayat KB, klien belum penah mengikuti program KB. Riwayat

kehamilan sekarang, klien hamil anak pertama, tidak pernah aborsi

ataupun keguguran (G1P1A0). Klien ANC rutin setiap bulan di klinik

bidan terdekat. Riwayat persalinan sekarang, persalinan klien dilakukan


secara spontan, klien melahirkan bayi perempuan pada jam 12.45 WIB

dengan berat badan 3100 gr dan panjang badan 48 cm, APGAR score 10

dan tidak ada cacat. Plasenta lahir secara spontan pada jam 12.50 WIB,

plasenta lahir lengkap, dan kotiledon utuh. ASI keluar lancar dan IMD

dilakukan selama 2 jam. Pada saat dilakukan pengkajian, secara umum

kondisi emosional klien cukup baik, namun pasien belum bisa buang air

kecil karena masih merasakan nyeri pada luka jahitan perineumnya.

2. Pemeriksaan Fisik (Review of system)

Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis, tanda –

tanda vital : tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 x/menit , respirasi rate

24 x/menit, suhu 36,80 C. Hasil pemeriksaan fisik secara head to toe

diperoleh data sebagai berikut yaitu dari kepala mesochepal, rambut

bersih warna hitam merata, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, pupil isokor, telinga simetris, bersih tidak ada serumen, hidung

bersih tidak ada polip maupun sekret, mulut bersih mukosa bibir lembab,

pada pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar thyroid. Pada

pemeriksaan dada dilakukan pemeriksaan paru – paru, jantung, payudara

dan abdomen. Pada pemeriksaan jantung diperoleh data berikut ini : ictus

cordis tidak terlihat, ictus cordis teraba di intercostal ke 4 dan 5, perkusi

jantung redup, auskultasi bunyi jantung S1 dan S2 reguler. Pada

pemeriksaan paru – paru diperoleh data ekspansi dada simetris, fokal

fremitus teraba, perkusi paru resonan, auskultasi paru vesikuler. Pada

pemeriksaan payudara terdapat areola mamae yang masih menghitam,


payudara membesar, air susu keluar lancar. Pada pemeriksaan abdomen

masih terdapat striae gravidarum, perut masih besar, auskultasi bising

usus 12 kali per menit, tidak ada nyeri tekan, TFU masih setinggi pusat,

terdapat distensi kandung kemih, perkusi tympani. Pada ekstremitas kiri

atas terpasang infus RL 20 tpm, kekuatan otot seluruh ekstremitas skala

5. Pada genetalia terdapat 4 jahitan perineum, rupture perineum derajat 2,

terpasang pembalut dengan jumlah lochia ± 150 cc, warna lochia merah

segar dan tidak terdapat bau busuk.

3. Pengkajian Data Fokus

Pada pengkajian pola aktivitas diperoleh data subjektif, klien

mengatakan merasa sedikit lelah dan agak takut untuk berjalan-jalan,

beberapa aktivitas masih dibantu keluarga seperti berpindah tempat dan

mengurus bayi dengan skala ketergantungan 2. Klien mengatakan

semalaman tidak bisa tidur dan sekarang merasa “ngantuk”. Pada pola

sirkulasi diperoleh data tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 x/menit ,

respirasi rate 24 x/menit, suhu 36,80 C dan jumlah insensible water loss

(IWL) 870 cc/hari. Ibu juga mengatakan merasa sedikit panas dan

berkeringat terus. Integritas ego klien merasa senang dan bahagia dengan

kelahiran putri pertamanya. Pola makan dan cairan: tidak ada penurunan

nafsu makan, BB : 58 kg, TB : 153 cm, Hb : 10,8 g/ dl, turgor kulit baik,

mukosa bibir lembab, diit TKTP, setelah 6 jam persalinan klien sudah

minum 4 gelas air dan biasanya minum 7 gelas air per hari.
Pada pengkajian pola eliminasi secara subjektif, terdapat

perubahan frekuensi BAK, ibu mengatakan belum buang air kecil dan

buang air besar setelah 6 jam persalinan, ibu juga mengatakan

sebenarnya sudah ingin berkemih tetapi ditahan dan takut karena

perineumnya masih terasa sakit. Sedangkan pada pengkajian secara

objektif, terdapat distensi kandung kemih.

Pada pengkajian nyeri diperoleh data ibu merasakan nyeri di

daerah perineum, nyeri hilang timbul, kualitas nyeri terasa perih, skala 7,

diakibatkan adanya laserasi atau rupture perineum derajat 2. Dalam

pengkajian pola seksualitas diperoleh data tinggi fundus uteri (TFU)

masih setinggi pusat, kontraksi otot uterus lemah, dan ibu mengatakan

perutnya tidak terasa kenceng - kenceng lagi, jenis lokhea rubra, warna

merah, tidak terdapat bau busuk. Aliran lokhea juga mengalami

peningkatan, ibu mengatakan telah mengganti pembalut sebanyak 3 kali

selama 6 jam post partum, dan selalu penuh (jumlah darah ± 600 cc).

4. Data Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 28 Maret

2014 diperoleh data sebagai berikut : WBC 8,6 x 103/ uL ; RBC 4,31 x

106/ uL ; Hb 10,8 g / dl ; HCT 31,5 % ; PLT 152 x 103/ uL ; PCT 0,17%

MCV 73,1 fL; MCH 25,0 pg; MCHC 34,2 g/ dl; MPV 11,7 fL; PDW

13,3 fL. Program terapi infus RL 20 tpm, Amoksilin 3 x 500 mg, asam

mefenamat 3 x 500 mg, sulfas ferosus 3 x 100 mg, dan

methyerlgometrine 3 x 0,125 mg.


C. Perumusan masalah

Pada data yang diperoleh secara subjektif, terdapat perubahan

frekuensi BAK. Pasien mengatakan belum buang air kecil setelah 6 jam

persalinan, sebenarnya ingin berkemih tetapi ditahan dan takut karena

perineumnya masih terasa sakit. Pasien juga mengatakan telah mengganti

pembalut sebanyak 3 kali selama 6 jam pertama persalinan, dan selalu penuh

± 600 cc (aliran lokhea mengalami peningkatan), kontraksi otot uterus lemah,

ibu mengatakan perutnya tidak terasa kenceng – kenceng lagi. Dari data

objektif juga terdapat distensi kandung kemih, dan TFU masih setinggi

pusat.

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami

permasalahan dalam eliminasi urine dikarenakan adanya rasa nyeri pada

laserasi perineum, sehinga dapat dirumuskan menjadi diagnosa keperawatan

retensi urine berhubungan dengan nyeri perineum sekunder akibat trauma

mekanis.

D. Perencanaan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan

masalah retensi urine dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien mampu buang

air kecil dengan spontan dalam kurun waktu 6 sampai 8 jam post partum,

mampu mengosongkan kandung kemih setiap kali berkemih dan terjadi

penurunan distensi kandung kemih.

Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan untuk mengatasi

masalah retensi urine, diantaranya adalah : kaji masukan cairan dan haluaran
urine terakhir, catat masukan cairan intrapartal, haluaran urine, jumlah IWL

dan lamanya persalinan. Kaji tanda – tanda infeksi saluran kemih, kaji adanya

edema atau laserasi/ episiotomi. Palpasi kandung kemih, pantau tinggi fundus

uteri dan lokasi, serta jumlah aliran lokhia.

Berikan informasi dan motivasi kepada ibu untuk berkemih sesegera

mungkin dalam kurun waktu 6 – 8 jam pasca persalinan, dan 4 jam

setelahnya. Bila kondisi memungkinkan, biarkan klien berjalan ke kamar

mandi. Alirkan air hangat di atas perineum, dan tambahkan cairan yang

mengandung peppermint ke dalam bedpan. Untuk perawatan perineum, dapat

menggunakan rendam duduk (sitz bath), surgirator atau shower air hangat

sesuai indikasi. Ajarkan klien untuk melakukan latihan Kegel setiap hari,

anjurkan minum 6 sampai 8 gelas cairan per hari dan kolaborasi dalam

pemasangan kateter, dengan menggunakan kateter lurus atau indwelling

sesuai indikasi.

E. Pelaksanaan

Pengelolaan keperawatan dilakukan selama 1 x 2 jam pada tanggal 28

Maret 2014 . Implementasi keperawatan yang dilaksanakan pada jam 18.45

WIB adalah mengkaji masukan cairan, haluaran urine, menghitung jumlah

IWL, dan mencatat lamanya persalinan. Respon subjektif klien mengatakan

biasa minum 7 gelas air per hari. Selama 6 jam setelah persalinan, klien

sudah minum 4 gelas air dan juga belum buang air kecil. Intake cairan yang

lainnya yaitu dari cairan infus RL 20 tpm. Jumlah IWL 870 cc/hari, lama

persalinan 60 menit. Pada jam 18.55 WIB, penulis melakukan palpasi


kandung kemih, tinggi fundus uteri, dan memantau jumlah aliran lokhia.

Respon objektif TFU setinggi pusat, terdapat distensi kandung kemih, aliran

lokhia juga meningkat. Respon subjektif, ibu mengatakan sudah mengganti

pembalut sebanyak 3 kali (jumlah darah ± 600 cc). Selanjutnya, mengkaji

adanya edema dan laserasi perineum, respon objektif terdapat jahitan

perineum akibat rupture derajat 2.

Pada jam 19.10 WIB, penulis memberikan informasi dan motivasi

kepada ibu untuk berkemih spontan dalam waktu 6 – 8 jam setelah persalinan

dan 4 jam setelahnya. Respon subjektif, ibu mengerti tentang bahaya –

bahaya yang terjadi jika tidak berkemih, dan mau mencoba berjalan ke kamar

mandi untuk berkemih spontan. Ibu mengatakan sudah mampu berkemih

spontan tetapi nyeri perineum masih terasa. Setelah ibu mampu berkemih,

implementasi selanjutnya yaitu mengkaji adanya tanda - tanda infeksi saluran

kemih dan mengevaluasi kembali adanya distensi kandung kemih. Respon

objektif dan subjektif tidak ada tanda – tanda infeksi saluran kemih seperti

rasa terbakar saat berkemih, urine keruh maupun peningkatan frekuensi

berkemih. Saat dipalpasi, distensi kandung kemih sudah berkurang. Pada jam

19.50 WIB, implementasi yang dilakukan yaitu menganjurkan klien untuk

melakukan latihan Kegel setiap hari. Respon subjektif ibu mengerti dan mau

melakukan latihan Kegel sebanyak 10 kali walaupun masih mengeluh nyeri

perineum. Implementasi selanjutnya yaitu menganjurkan klien minum 6 – 8

gelas cairan per hari. Respon subjektif ibu mengerti dan mau mengikuti

anjuran perawat.
F. Evaluasi

Evaluasi tanggal 28 Maret 2014 dilakukan pada jam 20.15 WIB. Hasil

evaluasi sebagai berikut : ibu mengatakan setelah 6 jam persalinan belum bisa

berkemih spontan, dan setelah diberi informasi serta motivasi ibu mau

mencoba berjalan ke kamar mandi untuk berkemih, walaupun perineumnya

masih terasa perih. Evaluasi secara objektif yaitu ibu sudah mampu buang air

kecil secara spontan, distensi kandung kemih berkurang, IWL (15 cc/kgBB/

hari) 870 cc/hari, TFU 1 cm di bawah pusat. Dari evaluasi tersebut, dapat

dianalisa bahwa masalah retensi urine sudah teratasi. Perencanaan

selanjutnya, hentikan intervensi. Untuk mengurangi nyeri perineum, berikan

intervensi perawatan perineum.


BAB IV
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan

Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori

asuhan keperawatan dengan kondisi nyata kasus di rumah sakit yang penulis

kelola yaitu tentang masalah retensi urine pada Ny. L dengan post partum

spontan di ruang Anggrek RST dr Soedjono Magelang. Pembahasan

difokuskan terutama pada riwayat keperawatan, hasil pemeriksaan fisik,

perumusan masalah, rencana keperawatan, pelaksanaan serta evaluasi terkait

dengan adanya retensi urine post partum. Selain itu dalam bab ini penulis

juga akan membahas mengenai hambatan – hambatan ataupun kendala yang

dihadapi selama pengelolaan kasus dan upaya – upaya yang dilakukan untuk

mengatasi masalah agar tidak terjadi komplikasi persalinan.

1. Pengkajian

Hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis tanggal 28 Maret

2014 pada jam 18.45 WIB, diperoleh data : pada pengkajian eliminasi ibu

nifas dengan retensi urine, pasien mengatakan belum buang air kecil

setelah 6 jam persalinan, dan sebenarnya ingin berkemih tetapi masih

ditahan karena takut perineumnya terasa perih akibat laserasi perineum

derajat dua. Pada pengkajian objektif diperoleh data adanya distensi

kandung kemih, selain itu pada pengkajian seksualitas diperoleh data

terjadinya peningkatan jumlah aliran lochia, tinggi fundus uteri setinggi

pusat dan penurunan kontraksi otot uterus. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bobak, yang menjelaskan bahwa secara fisiologis ibu nifas

harus mampu berkemih spontan dalam waktu 6 – 8 jam dan 4 jam

setelahnya. Bila ibu setelah persalinan tidak mampu berkemih dalam

waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah eliminasi dan

sebaiknya dipasang kateter selama 24 jam (Hutahaean, 2009). Menurut

Bobak (2005), penurunan berkemih seiring diuresis pasca partum, bisa

menyebabkan adanya distensi kandung kemih. Jika terjadi peningkatan

volume kandung kemih, posisi uterus akan terdorong ke atas umbilikus

dan ke salah satu sisi abdomen. Kondisi ini akan menyebabkan uterus

berelaksasi, akibatnya akan terjadi perdarahan atau atonia uterus. Atonia

uterus merupakan kegagalan uterus berkontraksi secara normal sehingga

aliran lokhia akan mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan hasil

pengkajian yang diperoleh penulis saat mengelola kasus, seperti :

penurunan kontraksi uterus atau kontraksi uterus lemah (ibu mengatakan

perutnya tidak terasa kenceng – kenceng lagi), peningkatan jumlah aliran

lokhia (ibu telah mengganti pembalut sebanyak tiga kali ± 600 cc setelah

6 jam persalinan) dan juga keterlambatan involusi uterus (TFU masih

setinggi pusat).

2. Perumusan masalah

Menurut Wilkinson (2007), retensi urine adalah keadaan individu

yang mengalami ketidaksempurnaan pengosongan kandung kemih.

Gejala dan tanda-tanda untuk menegakkan diagnosis retensi urine

meliputi gejala subjektif dan objektif. Gejala subjektif meliputi disuria


dan sensasi kandung kemih yang penuh. Sedangkan gejala objektif

diantaranya yaitu urine menetes, distensi kandung kemih, urine masih

tersisa, haluaran tidak adekuat, dan inkontinensia yang melimpah.

Sedangkan menurut Hutahaean (2009), bila ibu nifas tidak mampu

berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah

eliminasi dan sebaiknya dipasang kateter selama 24 jam. Berkemih harus

terjadi dalam 4 sampai 8 jam pertama dan minimal sebanyak 200 cc

(Bahiyatun, 2009).

Diagnosa keperawatan retensi urine ditegakkan karena pada saat

pengkajian ibu belum bisa berkemih selama 6 jam setelah persalinan dan

juga mengatakan sebenarnya ingin berkemih tetapi ditahan dan takut

karena perineumnya masih terasa nyeri. Nyeri tersebut timbul akibat

adanya rupture perineum derajat 2. Kebanyakan ibu akan mengalami

nyeri segera setelah memasuki masa nifas. Penyebab umum nyeri

meliputi nyeri pasca melahirkan (afterbirth), episiotomi atau laserasi

perineum, hemoroid, dan pembesaran payudara (Bobak, 2005). Selain itu

dalam pemeriksaan fundus uteri, tinggi fundus teraba masih setinggi

pusat, dan terdapat distensi kandung kemih. Ada penurunan kontraksi

uterus atau kontraksi uterus lemah, serta peningkatan jumlah aliran

lokhia. Sehingga penulis menegakkan diagnosa keperawatan retensi urine

berhubungan dengan adanya nyeri perineum sekunder akibat trauma

mekanis.
3. Perencanaan

Pada kriteria waktu perencanaan tindakan keperawatan, penulis

hanya menetapkan waktu selama 2 jam karena terpacu pada kriteria hasil

ibu mampu berkemih spontan dalam kurun waktu 6 – 8 jam post partum,

dan pengurangan terjadinya distensi kandung kemih. Tetapi untuk

kriteria hasil klien mampu mengosongkan kandung kemih, penetapan

waktu 2 jam masih belum memenuhi kriteria SMART (Specific,

Measurable, Achievable, Reasonable, and Time), karena pengosongan

kandung kemih belum bisa dievaluasi dalam waktu 2 jam. Menurut

Suherni (2010), pengosongan vesika urinaria yang adekuat umumnya

kembali dalam waktu 5 – 7 hari setelah terjadi pemulihan jaringan yang

bengkak dan memar.

Rencana tindakan yang akan dilakukan penulis kepada klien untuk

mengatasi masalah retensi urine yaitu dengan mengkaji masukan dan

output cairan termasuk jumlah urine dan IWL. Dalam 12 jam setelah

melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun di

jaringan selama hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan

yang teretensi selama hamil adalah diaforesis luas, terutama pada malam

hari, sehingga perlu untuk dilakukan penghitungan insensible water loss.

Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine

menyebabkan penurunan berat badan 2,5 kg selama masa pascapartum

(Bobak, 2005).
Selain itu juga perlu digali mengenai berbagai penyebab retensi

urine, seperti adanya trauma , rupture perineum, ataupun adanya kerusakan

sfingter urinarius, sebagai dasar untuk menentukan tindakan yang tepat

dalam mengatasi masalah retensi urine. Menurut Bobak (2005), trauma

bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan,

yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat

mengalami hiperemia dan edema, seringkali disertai daerah-daerah kecil

yang hemoragi. Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema.

Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih

seiring diuresis pasca partum, dan efek konduksi anaestesi menyebabkan

keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu rasa nyeri pada panggul

yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina atau

episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih. Perlu dikaji

juga mengenai berbagai macam tanda – tanda komplikasi seperti infeksi

saluran kemih, dan juga perdarahan dengan mempalpasi kandung kemih,

tinggi fundus uteri dan lokasi, serta jumlah aliran lokhia. Menurut Bobak

(2005) distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita

melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini

bisa menghambat kontraksi uterus. Pada masa pasca partum lebih lanjut,

distensi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih

peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal.

Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dalam jangka waktu
lama, dinding kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih lanjut

(atoni).

Berikan informasi dan motivasi kepada ibu untuk berkemih spontan

dalam kurun waktu 6 – 8 jam pasca persalinan, dan 4 jam setelahnya.

Pemberian informasi mengenai komplikasi yang ditimbulkan akibat

retensi urine maupun motivasi sangat berguna bagi ibu dalam mengambil

keputusan untuk segera berkemih. Bila kondisi memungkinkan, biarkan

klien berjalan ke kamar mandi untuk menjaga privasi maupun

kenyamanan klien dalam berkemih. Jika ibu belum mampu berkemih

spontan, intervensi untuk merangsang sensasi berkemih mungkin sangat

diperlukan, seperti mengalirkan air hangat di atas perineum, dan

menambahkan cairan yang mengandung peppermint ke dalam bedpan.

Uap panas dari minyak peppermint berguna untuk merelaksasi meatus

urinarius dan merangsang ibu berkemih spontan (Bobak, 2005). Untuk

perawatan perineum, dapat menggunakan rendam duduk (sitz bath),

surgirator atau shower air hangat sesuai indikasi.

Intervensi berikutnya yaitu dengan mengajarkan klien untuk

melakukan latihan Kegel setiap hari. Menurut Doengoes (2002)

melakukan latihan Kegel 100 kali per hari berguna untuk meningkatkan

sirkulasi pada perineum, membantu menyembuhkan dan memulihkan

tonus otot pubokoksigeal, dan mencegah atau menurunkan inkontinensia

stress. Latihan Kegel panggul untuk memperkuat tonus otot sangat

penting, terutama setelah ibu melahirkan per vaginam. Untuk melakukan


latihan ini, ibu secara bergantian mengontraksi dan merelaksasi otot di

vagina, rectum, dan bokong.

Anjurkan minum 6 sampai 8 gelas cairan per hari dan kolaborasi

dalam pemasangan kateter, dengan menggunakan kateter lurus atau

indwelling sesuai indikasi, jika ibu tetap masih belum bisa berkemih.

4. Pelaksanaan

Implementasi keperawatan dilakukan dalam waktu 1 x 2 jam,

karena masalah retensi urine post partum harus mampu diatasi sesegera

mungkin, dan ibu harus sudah dapat berkemih spontan dalam waktu

kurang dari 2 jam. Jika lebih dari 2 jam ibu masih belum bisa berkemih

spontan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan komplikasi serius pada

ibu, seperti terjadinya perdarahan, atonia uteri, maupun infeksi.

Implementasi yang pertama, pada jam 18.45 WIB adalah mengkaji

masukan cairan, haluaran urine, menghitung jumlah IWL, dan mencatat

lamanya persalinan. Saat pengkajian, klien mengatakan selama 6 jam

setelah persalinan klien sudah minum 4 gelas air ± 800 cc dan juga belum

buang air kecil. Intake cairan yang lain yaitu dari cairan infus RL 20 tpm.

Jumlah IWL diperoleh hasil 870 cc/hari dengan rumus IWL = 15 cc/kg

BB/ hari , IWL = 15 cc/kg/hari x 58 kg = 870 cc/ hari. Lama persalinan

klien 60 menit, pembukaan lengkap atau persalinan kala II dimulai pada

jam 11.55 WIB dan kala III (kelahiran plasenta) berakhir pada pukul

12.55 WIB. Persalinan yang cukup lama dan masukan yang tidak adekuat
akan menyebabkan dehidrasi, sehingga penurunan urine output

kemungkinan akan terjadi.

Implementasi berikutnya yaitu pada jam 18.55 WIB, penulis

mempalpasi kandung kemih, tinggi fundus uteri, dan memantau jumlah

aliran lokhia. Respon objektif TFU masih setinggi pusat, terdapat

distensi kandung kemih, aliran lokhia juga meningkat. Respon subjektif,

ibu mengatakan sudah mengganti pembalut sebanyak 3 kali dengan

jumlah darah ± 600 cc. Kandung kemih yang penuh membuat rahim

terdorong ke atas umbilikus dan ke salah satu sisi abdomen. Keadaan ini

juga mencegah uterus berkontraksi secara normal atau akan terjadi atoni

uterus. Jika terjadi atoni uterus, palpasi rahim akan teraba lunak dan

terjadi perdarahan berlebih. Sehingga intervensi keperawatan difokuskan

untuk membantu ibu mengosongkan kandung kemihnya sesegera

mungkin (Bobak, 2005). Selanjutnya yaitu mengkaji adanya edema dan

laserasi perineum, respon objektif terdapat jahitan perineum akibat

rupture derajat 2. Rasa tidak nyaman akibat adanya laserasi perineum

akan sangat berpengaruh pada kenyamanan berkemih. Menurut pendapat

Bobak, beberapa wanita setelah melahirkan akan kesulitan

mengosongkan kandung kemihnya, hal ini kemungkinan akibat

menurunnya tonus kandung kemih, adanya edema akibat trauma, atau

rasa takut akan timbulnya rasa nyeri.

Pada jam 19.10 WIB, implementasi yang dilakukan yaitu

memberikan informasi dan motivasi kepada ibu untuk berkemih sesegera


mungkin dalam kurun waktu 6 – 8 jam pasca persalinan, dan 4 jam

setelahnya. Respon subjektif, ibu mengerti dan mau mencoba berjalan ke

kamar mandi untuk berkemih. Ibu mengatakan sudah mampu berkemih

spontan tetapi nyeri perineum masih terasa. Setelah ibu mampu

berkemih, implementasi selanjutnya yaitu mengkaji adanya tanda - tanda

infeksi saluran kemih dan mengevaluasi kembali adanya distensi

kandung kemih. Respon objektif dan subjektif tidak ada tanda – tanda

infeksi saluran kemih seperti rasa terbakar saat berkemih, urine keruh

maupun peningkatan frekuensi berkemih. Saat dipalpasi, distensi

kandung kemih juga mulai berkurang. Menurut Cunningham (2009),

pada masa pascapartum tahap lanjut, distensi kandung kemih yang

berlebihan dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap

infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal.

Pada jam 19.50 WIB, implementasi yang dilakukan yaitu

menganjurkan klien untuk melakukan latihan Kegel setiap hari. Respon

subjektif ibu mengerti dan mau melakukan latihan Kegel sebanyak 10

kali walaupun masih mengeluh nyeri perineum. Latihan Kegel membantu

ibu memperoleh kembali tonus ototnya semula, yang seringkali hilang

karena jaringan panggul robek dan meregang selama hamil dan

melahirkan. Ibu yang mempertahankan kekuatan otot akan merasakan

keuntungan pada tahun – tahun berikutnya karena kemungkinan

mengalami inkontinensia urine stress menjadi lebih kecil (Bobak, 2005).

Implementasi selanjutnya yaitu menganjurkan klien minum 6 – 8 gelas


cairan per hari. Respon subjektif ibu mengerti dan mau mengikuti

anjuran perawat. Minum 6 – 8 gelas per hari akan membantu mencegah

stasis dan dehidrasi serta mengganti cairan yang hilang selama

melahirkan. Tindakan kolaboratif dalam pemasangan kateter, tidak

dilakukan oleh penulis karena ibu sudah mampu berkemih dengan

spontan.

Implementasi yang telah dilakukan pada ibu, pada intinya sudah

sesuai prosedur, karena penulis mengacu pada intervensi dari teori yang

ada. Akan tetapi, penulis menemukan kesenjangan antara intervensi

keperawatan yang sudah direncanakan dengan kebiasaan tindakan yang

sering dilakukan di rumah sakit. Sebagian besar tenaga kesehatan dalam

mengelola masalah retensi urine selalu mengutamakan tindakan

kolaboratif daripada tindakan mandiri. Seperti saat menemukan kasus

retensi urine, perawat ataupun bidan cenderung melakukan atau

memprioritaskan pemasangan kateter untuk mengosongkan kandung

kemih. Padahal, ada banyak intervensi mandiri perawat yang mampu

dilakukan untuk mengatasi masalah retensi urine. Misalnya mengalirkan

air hangat di atas perineum atau dengan menambahkan minyak

peppermint ke dalam bedpan.

5. Evaluasi

Hasil evaluasi tanggal 28 Maret 2014, dilakukan pada jam 20.15

WIB diantaranya yaitu : klien mengatakan setelah 6 jam persalinan

belum bisa berkemih spontan, dan setelah diberi informasi serta motivasi,
ibu mau mencoba berjalan ke kamar mandi untuk berkemih walaupun

perineumnya masih terasa perih. Evaluasi secara objektif , ibu sudah

mampu buang air kecil secara spontan dan distensi kandung kemih juga

berkurang. Hal ini sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan pada

tujuan intervensi keperawatan yaitu pasien mampu buang air kecil

dengan spontan, dan terjadi pengurangan distensi kandung kemih. Tetapi

kriteria pengosongan kandung kemih, masih belum dapat dievaluasi

dalam waktu 2 jam.

B. Simpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan retensi urine pada Ny. L dengan

post partum spontan di ruang Anggrek RST dr. Soedjono Magelang pada

tanggal 28 Maret 2014, dapat disimpulkan bahwa Ny. L mengalami masalah

keperawatan retensi urine, ditandai dengan perubahan frekuensi berkemih,

ibu belum buang air kecil setelah 6 jam persalinan, adanya distensi kandung

kemih, TFU masih setinggi pusat, kontraksi uterus lambat atau lemah, dan

peningkatan aliran lokhia. Masalah retensi urine pada Ny. L terjadi karena ibu

merasakan nyeri pada perineum akibat rupture perineum derajat 2. Setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam, masalah retensi urine

dapat teratasi dengan kriteria hasil ibu mampu berkemih spontan dan

pengurangan distensi kandung kemih. Tetapi untuk kriteria hasil

pengosongan kandung kemih, belum dapat dievaluasi dalam waktu 2 jam.

Pada saat menemukan kasus retensi urine di Rumah Sakit, sebagian

besar perawat ataupun bidan cenderung memprioritaskan tindakan kolaboratif


untuk mengosongkan kandung kemih, seperti melakukan pemasangan kateter.

Padahal masih banyak tindakan mandiri keperawatan yang lebih aman dan

dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu, penulis

menyarankan kepada tenaga kesehatan khususnya perawat, sebaiknya tidak

mengutamakan tindakan pemasangan kateter. Karena selain memerlukan

biaya yang lebih mahal, tindakan tersebut juga akan meningkatkan resiko

terjadinya infeksi pada ibu.

Keberhasilan penulis dalam mencapai tujuan keperawatan ini tidak

lepas dari faktor pendukung maupun faktor penghambat yang ada. Selama

penulis memberikan asuhan keperawatan, faktor pendukung tersebut

diantaranya klien selalu bersikap kooperatif terhadap setiap tindakan yang

dilakukan penulis, sehingga tercipta kerjasama. Selain itu kerjasama maupun

kesempatan selalu diberikan pihak rumah sakit kepada penulis setiap

melakukan tindakan keperawatan pada Ny L, dan fasilitas – fasilitas yang

telah diberikan di bangsal untuk melakukan intervensi kepada klien.

Sedangkan faktor penghambat yang dihadapi penulis adalah adanya

keterbatasan waktu dalam pengelolaan pasien karena penulis tidak selama 24

jam penuh selalu memantau keadaan klien. Tetapi hal tersebut mampu diatasi

dengan melimpahkan tugas ke perawat lain yang berdinas jaga selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Bobak, I. M, dkk. (2004). Buku ajar keperawatan maternitas (Maternity nursing)


edisi 4. Terjemahan oleh Maria A. Wijayarini & Peter I. Anugerah. 2005.
Jakarta : EGC
Cunningham, F. G, dkk. (2009). Obstetri Williams panduan ringkas edisi 21.
Terjemahan oleh Brahm U. Pendit. 2009. Jakarta : EGC
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2013). Profil data kesehatan provinsi
Jawa Tengah tahun 2012.(online), (www.depkes.go.id/download/kunker/14
jateng.pdf diakses tanggal 09 januari 2014)
Doengoes, M. E & Moorhouse, M. F. (2002). Rencana asuhan maternal/ bayi
pedoman untuk perencanaan dan dokumentasi perawatan klien. Terjemahan
oleh Monica Ester. 2002. Jakarta : EGC
Huttahaean, S. (2009). Asuhan keperawatan dalam maternitas dan ginekologi.
Jakarta : Trans Info Media
Kartono, S. (1998). Perbandingan penggunaan kateter menetap selama 6 dan 24
jam pasca section saecarea dalam pencegahan retensi urine. Jakarta
(online) (http://www.artikel-kedokteran/retensi-urine) diakses tanggal 09
Januari 2014
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Profil data kesehatan Indonesia tahun 2013.
(online), (http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL/DATA
KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2012.pdf diakses tanggal 09 Januari
2014)
Kompasiana. (2013). Catatan menjelang 2014: angka kematian ibu meningkat
(online),(http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-
anak/2013/10/03/catatan-menjelang-2014-angka-kematian-ibu-meningkat-
595295.html) diakses tanggal 19 Januari 2014
Kozier, B, dkk. (2011). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, dan
praktik volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC
Manuaba, I. G. (2009). Kapita selekta kedokteran obstetri ginekologi. Jakarta :
EGC
Pribakti, B. (2006). Tinjauan kasus retensi urin postpartum di RSUD Ulin
Banjarmasin. Dexa Media, (online),( http://sectiocadaveris.wordpress.com/
diakses tanggal 13 Januari 2014)

Rukiyah, A.Y, dkk. (2009). Asuhan kebidanan II (persalinan). Jakarta : Trans


Info Media
Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah volume 2 edisi 8.
Jakarta : EGC
Sulistyawati, A. (2009). Buku ajar asuhan kebidanan pada ibu nifas. Yogyakarta :
Penerbit ANDI
Wilkinson, J. M. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC
dan kriteria hasil NOC Edisi 7. Terjemahan oleh Widyawati, dkk. 2007.
Jakarta : EGC
Yip SK, B, dkk. (1997). Urinary retention in the postpartum period. Acta
Obstetric Gynecology Scand, (online) (http://www.artikel-kedokteran.com )
diakses tanggal 13 Januari 2014
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3

A. DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama Lengkap : Ika Septiana Rahayu

2. NIM : P17420511016

3. Tanggal Lahir : 24 September 1994

4. Tempat Lahir : Kabupaten Semarang

5. Jenis kelamin : Perempuan

6. Alamat rumah : a. Dusun : Tegalwuni RT 02 RW 07

b. Kelurahan : Banyubiru

c. Kecamatan : Banyubiru

d. Kab / Kota : Semarang

e. Provinsi : Jawa Tengah

7. Telepon : a. Rumah : -

b. HP : 085642394686

c. Email : isera_kind@yahoo.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Pendidikan SD di SD Negeri Banyubiru 04, lulus tahun 2005


2. Pendidikan SMP di SMP Negeri 2 Ambarawa, lulus tahun 2008
3. Pendidikan SMA di SMA Negeri 1 Ambarawa, lulus tahun 2011

Magelang , .................... 2014

IKA SEPTIANA RAHAYU


NIM P17420511016

Anda mungkin juga menyukai