Disusun Oleh
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
HALAMAN PERSETUJUAN
i
TRIASE BEDAH DI MASA PANDEMI COVID-19
Diajukan Oleh
Pembimbing 1 Pembimbing 2
MENGETAHUI,
Dekan Fakultas Keperawatan
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
ii
JUNI DWI RESTIAWAN
1811A0035
DOSEN PENGUJI
Ketua Penguji
MENGETAHUI,
Dekan Fakultas Keperawatan
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas karunia dan rahmatnya
sehingga literature review yang berjudul “TRIASE BEDAH DI MASA PANDEMI COVID-19”
dapat terselesaikan. Literature review ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan pada Program Studi S1 Keperawatan di Institut Ilmu Kesehatan STRADA
Indonesia.
iii
Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. DR. H. Sandu Siyoto, S.Sos., SKM.,M.Kes. selaku Rektor Institut Ilmu Kesehatan
STRADA Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan.
2. Aprin Rusmawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan Institut
Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan.
3. Novita Ana Anggraini , S,Kep.Ns.,M.Kep. dan Heri Saputro, S,Kep.Ns.,M.Kep. Selaku dosen
pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan ilmu, bimbingan
dan arahan dalam penyusunan literature review ini.
4. Bapak dan ibu tercinta yang telah memberi dorongan dan dukungan baik secara moral
maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan literature review ini.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan literature review ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran peneliti harapkan demi kesempurnaan penyusunan
literature review ini
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Sampul........................................................................................................................... i
Halaman Persetujuan..................................................................................................................... ii
Halaman Pengesahan.................................................................................................................... iii
Kata pengantar.............................................................................................................................. iv
Daftar isi........................................................................................................................................ v
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang............................................................................................................... 1
iv
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian........................................................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian......................................................................................................... 2
BAB II KONSEP TEORI
A. Konsep Triase Secara Umum........................................................................................ 4
1. Definisi Triase....................................................................................................... 4
2. Prinsip Triase......................................................................................................... 4
3. Pembagian Triase.................................................................................................. 5
B. Konsep Corona Virus Disease (COVID-19)................................................................. 7
1. Pengertian Corona Virus........................................................................................ 7
2. Epidemologi........................................................................................................... 7
3. Virologi................................................................................................................... 8
4. Manifestasi Klinis................................................................................................... 9
5. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................... 10
6. Tatalaksana Umum................................................................................................. 11
C. Konsep Triase Bedah di masa Pandemi COVID-19...................................................... 12
1. Pengukuran Pengetahuan........................................................................................ 25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pertanyaan Penelitian..................................................................................................... 14
B. Inklusi dan Eksklusi....................................................................................................... 14
C. Studi Literatur................................................................................................................ 15
D. Algoritma Penelitian...................................................................................................... 15
E. Menilai Kualitas Artikel Berdasarkan Temuan Studi Literatur..................................... 16
BAB IV HASIL PENELITIAN.................................................................................................. 31
BAB V PEMBAHASAN
A. Triase Bedah Pada Pasien dengan Kanker di Masa Pandemi COVID-19 .................... 35
B. Triase Bedah Endokrin di Masa Pandemic COVID-19................................................. 36
C. Triase Bedah Kepala dan Leher di Masa Pandemi COVID-19..................................... 36
D. Triase Bedah di Masa Pandemi COVID-19.................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Triage berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris triage dan diturunkan dalam bahasa
Indonesia triage yang berarti sortir, yaitu proses khusus memilah pasien berdasar beratnya
cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat (Oman,2008). Menurut
Broker (2008), dalam prinsip triase diberlakukan prinsip prioritas. Pada masa pandemic,
telah mengubah secara drastic prioritas bedah di seluruh dunia. Pasien dengan kondisi
pembedahan yang sensitive teradap waktu telah diprioritaskan, dan pasien yang memerlukan
penanganan yang kurang mendesak telah di tunda. Karena penyebaran COVID-19
memberikan tuntutan yang lebih besar pada system kesehatan, triase lebih lanjut akan
diperlukan.
Pembedahan menjadi salah satu layanan dari system kesehatan dengan prosedur “
emergency” dan “ elective” menjadi aspek yang sangat perlu di perhatikan. Kamar operasi
juga bisa dapat menjadi area beresiko tinggi untuk transmisi infeksi saluran pernafasan.
Menurut Wetan (2020), pada suatu penelitian yang dilakukan di China yang memiliki 34
pasien dengan asimtomatik berusia 34-83 tahun yang dilakukan operasi elektif di awal
pandemimenjadi bergejala COVID-19 pasca dilakukan operasi dan terkonfirmasi positif
setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium sebanyak 44,1%. Di Aceh pada 2 September
2020, juga di dapatkan kasus yaitu salah satu dokter anastesi terkonfirmasi COVID-19 pasca
melakukan operasi (Dokter Indonesia Wilayah Aceh dalam Tribunnews, 2020).
Menurut Lei (2020), Gejala COVID-19 berkembang sangat cepat (tata-rata 2-6) paska
operasi (Wetan, 2020). Pembedahan mungkin dapat mempercepat dan memperparah
progresivitas penyakit ini. Pembedahan tidak hanya menyebabkan gangguan system imun,
tetapi juga menginduksi respon awal system inflamasi untuk itu dilakukan triase dalam
pembedahan. Ketika manusia dan sumber daya menjadi lebih tersedia, volume kasus akan
menjadi tantangan yang signifikan untuk pemulihan sistem. Penundaan akan terus berlanjut,
banyak pasien akan mengalami komplikasi yang lebih parah dan penyakit lanjut serta triase
akan sangat penting.
1
2
Asosiasi bedah Spanyol sangat menyarankan pengujian pasien penuh dan pemeriksan
COVID-19 sebelum operasi. Jika pasien menunjukkan gejala COVID-19 atau penyakit serupa
influenza atau telah kontak langsung dengan pasien COVID-19 positif yang diketahui, maka
pemeriksaan COVID lengkap harus dilakukan dan operasi seharusnya tidak dilanjutkan
dalam 14 hari, bahkan jika pasien tidak menunjukkan gejala. Pengecualian hal ini adalah
situasi yang mendesak dimana ancaman langsung terhadap nyawa atau organ pasien
memerlukan manajemen operasi (Babidge, 2020).
Selama tahap awal pandemic, kasus operasi yang perlu segera dilakukan dan yang dapat
menunggu beberapa bulan tanpa morbiditas biasanya mudah dibedakan. Namun masih ada
kelompok ketiga dimana penundaaan menambah beban penyakit yang dialami pasien secara
signifikan. Populasi yang besar dan beragam ini memiliki kondisi yang tidak langsung
mengancam nyawa tetapi untuk siapa pembedahan tidak boleh ditunda ( misalnya bipsi untuk
dugaan keganasan), dan pasien yang beresiko mengalami eksaserbasi akut penyakit mereka
(misalnya, kolik bilier), kerusakan kronis (misalnya, operasi bariatric), atau cacat dan nyeri
persisten (misalnya, osteoatritis berat). Tidak dapat dipungkiri bahwa pasien dari kelompok
ini akan memerlukan pembedahan darurat yang sebenarnya bias dihindari, sedangkan yang
lain mungkin menderita rasa sakit, cacat, atau kematian yang tidak perlu jika periode triase
berkepanjangan.
Di Indonesia, Menurut Persatuan dokter spesialis bedah umum Indonesia (PABI),
penundaan operaasi seperti hernia, tanpa komplikasi, apendisitis kronik, luka diabetes tanpa
komplikasi sistemik, tumor jinak, tumor ganas resiko rendah dan struma nodosa. pada
penelitian retrospektif di Wuhan dipertimbangkan untuk mengisolasi pasien selama 14 hari
sebelum operasi elektif dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan COVID-19.
Di seluruh dunia, pasien dengan kondisi pembedahan atau tumor yang sensitive terhadap
waktu telah di prioritaskan, sedangkan pasien dengan kondisi pembedahan yang memerlukn
penanganan yang kurang mendesak seperti hernia asimtomatik atau obesitas telah ditunda
tanpa batas waktu (Brindle, 2020). Triase sama pentingnya selama fase ini seperti pada tahap
awal pandemi dan harus mencakup evaluasi ulang pasien yang mengalami penundaan yang
signifikan. Pasien yang menderita morbiditas yang didapat dan menetap harus tetap
diprioritaskan daripada mereka dengan kondisi yang tidak terlalu parah. Kasus
3
menguntungkan tetapi tidak mendesak harus ditunda. Dari uraian diatas maka penulis tertarik
untuk mereview triase bedah di masa pandemic COVID-19.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan masalah yaitu “Bagaimana Triase Bedah
di Masa Pandemi COVID-19?”
C. Tujuan Tinjauan Literatur
1. Tujuan Umum
Tujuan dari tinjauan literature ini adalah untuk mengetahui triase bedah di masa pandemic
COVID-19
2. Tujuan Kusus
a. Triase bedah pada pasien dengan kanker dimasa pandemic COVID-19
b. Triase bedah endokrin dimasa pandemic COVID-19
c. Triase bedah kepala dan leher dimasa pandemic COVID 19
D. Manfaat Tinjauan Literatur
1. Manfaat Teoritis
Memberikan pengetahuan tentang bagaimana triase bedah di masa pandemi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Sebagai pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa mengenai triase bedah di masa
pandemic COVID-19
b. Bagi institusi pendidikan
Sebagai pengembangan dan sebagai bahan kajian mengenai triase bedah di masa
pandemic COVID-19
c. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai pengetahuan dan dapat dijadikan bahan referensi dalam penulisan literature
maupun penelitian mengenai triase bedah di masa pandemic COVID-19
BAB II
KONSEP TEORI
A. Konsep Triage Secara Umum
1. Definisi Triage
Triage berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris triage dan diturunkan dalam
bahasa Indonesia triage yang berarti sortir, yaitu proses khusus memilah pasien
berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat
darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep
pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan
pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya. Sistem
triage mulai dikembangkan mulai pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan
UGD yang melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan
penanganan segera (Oman, 2008).
Tujuan dari triage dimanapun dilakukan, bukan saja supaya bertindak dengan cepat
dan waktu yang tepat tetapi juga melakukan yang terbaik untuk pasien. Dimana triage
dilakukan berdasarkan pada ABCDE, beratnya cedera, jumlah pasien yang datang,
sarana kesehatan yang tersedia serta kemungkinan hidup pasien (Pusponegoro, 2010).
2. Prinsip Triage
Triage seharusnya segera dan tepat waktu, penanganan yang segera dan tepat
waktu akan segera mengatasi masalah pasien dan mengurangi terjadi kecacatan akibat
kerusakan organ. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat, data yang didapatkan
dengan adekuat dan akurat menghasilkan diagnosa masalah yang tepat. Keputusan
didasarkan dari pengkajian, penegakan diagnose dan keputusan tindakan yang
diberikan sesuai kondisi pasien. Intervensi dilakukan sesuai kondisi korban,
penanganan atau tindakan yang diberikan sesuai dengan masalah/keluhan pasien.
Kepuasan korban harus dicapai, kepuasan korban menunjukkan teratasinya masalah.
Dokumentasi dengan benar, dokumentasi yang benar merupakan sarana komunikasi
antar tim gawat darurat dan merupakan aspek legal. Anda telah memahami tentang
prinsip triage, sekarang Anda akan belajar tentang klasifikasi triage. Klasifikasi ini
4
5
penting untuk menseleksi korban yang datang sehingga keselamatan korban segera
ditolong. Klasifikasi ini dibagi menjadi 3 yaitu :
Prioritas 1(Emergency)w :
warna atau label merah
Bila tidak segera ditangani Waktu tunggu 0-5 menit Contoh : henti nafas dan
mengancam jiwa jantung, obstruksi total
jalan nafas, IMA, trauma
Thorax, syok dan lain
sebagainya
Prioritas 2 (Gawat) :
warna atau label kuning
Apabila tidak ditolong Perawatan dan pengobatan Asma bronchial,
maka korban segera terjadi tidak lebih dari 30 menit hipertensi, fraktur
kolap paru dan jantung ekstremitas tanpa
perdarahan
3. Pembagian Triage
Berbagai sistem triase mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring
jumlah kunjungan IGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk
melakukan penanganan segera. Tujuan triase adalah memilih atau menggolongkan
semua pasien yang datang ke IGD dan menetapkan prioritas penanganan. Triase terbagi
atas Single Patient Triage dan Routine Multiple Casualty Triage :
a. Single Patient Triage Menurut Pusponegoro (2011), triase tipe ini dilakukan terhadap
satu pasien pada fase pra-rumah sakit maupun pada fase rumah sakit di Instalasi Gawat
Darurat dalam day to day emergency dimana pasien dikategorikan ke dalam pasien
gawat darurat (true emergency) dan pasien bukan gawat darurat (false emergency).
Dasar dari cara triase ini adalah menanggulangi pasien yang dapat meninggal bila tidak
dilakukan resusitasi segera. Single patient triage dapat juga dibagi dalam kategori
berikut:
1) Resusitasi adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat dan
mengancam nyawa serta harus mendapat penanganan resusitasi segera.
6
2) Emergent adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat karena dapat
mengakibatkan kerusakan organ permanen dan pasien harus ditangani dalam waktu
maksimal 10 menit.
3) Urgent adalah pasien yang datang dengan keadaan darurat tidak gawat yang harus
ditangani dalam waktu maksimal 30 menit.
4) Non-urgent adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat tidak darurat
dengan keluhan yang ringan-sedang, tetapi mempunyai kemungkinan atau dengan
riwayat penyakit serius yang harus mendapat penanganan dalam waktu 60 menit.
5) False emergency adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat tidak
darurat dengan keluhan ringan dan tidak ada kemungkinan menderita penyakit atau
mempunyai riwayat penyakit yang serius.
b. Routine Multiple Casualty Triage
1) Simple triage and rapid treatment (START) Dalam Hospital Preparedness for
Emergencies & Disasters (2007) dinyatakan bahwa sistem ini ideal untuk Incident
korban massal tetapi tidak terjadi functional collapse rumah sakit. Ini
memungkinkan paramedik untuk memilah pasien mana yang perlu dievakuasi lebih
dulu ke rumah sakit. Prinsip dari START adalah untuk mengatasi ancaman nyawa,
jalan nafas yang tersumbat dan perdarahan masif arteri. START dapat dengan cepat
dan akurat tidak boleh lebih dari 60 detik perpasien dan mengklasifikasi pasien ke
dalam kelompok terapi:
Hijau: pasien sadar dan dapat jalan dipisahkan dari pasien lain, walking
wounded dan pasien histeris.
Kuning/delayed: semua pasien yang tidak termasuk golongan merah maupun
hijau.
Merah/immediate (10%-20% dari semua kasus): semua pasien yang ada
gangguan air way, breathing, circulation, disability and exposure. Termasuk
pasien-pasien yang bernafas setelah air way dibebaskan, pernafasan > 30 kali
permenit, capillary refill > 2 detik.
Hitam: meninggal dunia
2) Triase bila jumlah pasien sangat banyak
SAVE (secondary Assessment of Victim Endpoint). Sistem ini dapat mentriase dan
menstratifikasi korban bencana. Ini sangat membantu bila dilakukan dilapangan
dimana jumlah pasien banyak, sarana minimum dan jauh dari fasilitas rumah sakit
definitive (Depkes, 2007). Kategori triase dalam SAVE dibagi menjadi tiga
kategori sebagai berikut:
Korban yang akan mati tanpa melihat jumlah perawatan yang diterimanya.
Korban yang akan selamat tanpa melihat langkah perawatan apa yang
diberikan
Korban yang akan sangat beruntung dari intervensi di lapangan yang sangat
terbatas
7
Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi
manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63, betacoronavirus
OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-
CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).14
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus beta corona
virus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus
yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory
Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus.15 Atas dasar ini, International
Gambar 1.Struktur genom virus. ORF: open reading frame, E: envelope, M: membrane, N: nucleocapsid
Struktur genom virus ini memiliki pola seperti coronavirus pada umumnya (Gambar
1). Sekuens SARS-CoV-2 memiliki kemiripan dengan coronavirus yang diisolasi pada
kelelawar, sehingga muncul hipotesis bahwa SARS-CoV-2 berasal dari kelelawar yang
kemudian bermutasi dan menginfeksi manusia.Mamalia dan burung diduga sebagai
reservoir perantara. (Rothan dkk, 2020)
Pada kasus COVID-19, trenggiling diduga sebagai reservoir perantara. Strain
coronavirus pada trenggiling adalah yang mirip genomnya dengan coronavirus kelelawar
(90,5%) dan SARS-CoV-2 (91%).18 Genom SARS-CoV-2 sendiri memiliki homologi
9
89% terhadap coronavirus kelelawar ZXC21 dan 82% terhadap SARS-CoV-2 (Chan
JF-W dkk, 2020)
Hasil pemodelan melalui komputer menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 memiliki
struktur tiga dimensi pada protein spike domain receptor-binding yang hampir identik
dengan SARS-CoV. Pada SARS-CoV, protein ini memiliki afinitas yang kuat terhadap
angiotensin-converting-enzyme 2 (ACE2).Pada SARS-CoV-2, data in vitro mendukung
kemungkinan virus mampu masuk ke dalam sel menggunakan reseptor ACE2.Studi
tersebut juga menemukan bahwa SARS-CoV-2 tidak menggunakan reseptor
coronavirus lainnya seperti Aminopeptidase N (APN) dan Dipeptidyl peptidase-4
(DPP-4).(Zhou P, dkk 2020)
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari
tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis,
hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami
sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis. Berapa besar
proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui.Viremia dan viral load yang tinggi dari
swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah dilaporkan (WHO, 2020)
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas atas
tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa
sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala.Pasien
tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga
mengeluhkan diare dan muntah, Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai
dengan demam, ditambah salah satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit
(2) distres pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada
pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal. (Adityo dkk, 2020)
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-gejala
pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas.Berdasarkan data
55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain
yang dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri
kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah, kongesti nasal, diare, nyeri
abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva.Lebih dari 40% demam pada pasien
10
COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C, sementara 34% mengalami demam
suhu lebih dari 39°C. (WHO, 2020)
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari
(median 5 hari).Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit menurun
dan pasien tidak bergejala.Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui
aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-
paru, saluran cerna dan jantung.Gejala pada fase ini umumnya ringan.Serangan kedua
terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal.Pada saat ini pasien masih
demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun.Penanda inflamasi
mulai meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya
inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan ARDS, sepsis,
dan komplikasi lainnya (Adityo dkk, 2020)
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus covid-19 menurut PDPI, 2020 adalah sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan radiologi : foto thoraks, CT-scan thoraks. Pada pencitraan dapat
menunjukkan : opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar atau kolaps paru
atau nodul, tampilan groundglass
b. Pemeriksaan specimen saluran nafas atas atau bawah
1) Saluran nafas atas dengan swab tenggorokan (nasofaring dan orofaring)
2) Saluran nafas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)
c. Bronkoskopi
d. Pungsi pleura sesuai kondisi
e. Pemeriksaan kimia darah
f. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran nafas (sputum, bilasan
bronkus, cairan pleura) dan darah.
g. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investigasi kemungkinan penularan)
6. Tatalaksana Umum
a. Isolasi pada semua kasus
b. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi
11
Saat ini belum ada penelitian atau bukti tatalaksana spesifik pada COVID-19.Belum ada
tatalaksana antiviral untuk infeksi coronavirus yang terbukti efektif.Pada studi terhadap
SARSCoV kombinasi lopinavir dan ritonavir dikaitkan dengan member manfaat
klinis.Saat ini penggunaan lopinavir dan ritonavir masih diteliti terkait efektivitas dan
keamanan pada infeksi COVID-19.Tatalaksana yang belum teruji/terlisensi hanya boleh
diberikan dalam situasi uji klinis yang disetujui oleh komite dengan pemantauan ketat.
Selain itu, saat ini belum ada vaksin untuk pencegahan pneumonia COVID-19ini.(PDPI,
2020).
untuk siapa pembedahan tidak boleh ditunda (misalnya, biopsi untuk dugaan keganasan),
dan pasien yang berisiko mengalami eksaserbasi akut penyakit mereka (misalnya, kolik
bilier) , kerusakan kronis (misalnya, operasi bariatrik), atau cacat dan nyeri persisten
(misalnya, osteoartritis berat yang membutuhkan penggantian sendi). Tidak dapat
dipungkiri bahwa banyak pasien dari kelompok ini akan memerlukan pembedahan darurat
yang sebenarnya bisa dihindari, sedangkan yang lain mungkin menderita rasa sakit, cacat,
atau kematian yang tidak perlu jika periode triase berkepanjangan
Pentingnya perencanaan untuk dimulainya kembali layanan medis dan bedah yang
diperluas pasca-COVID sangat penting tetapi sulit untuk direnungkan dalam lingkungan
saat ini. Organisasi Kesehatan Dunia telah merekomendasikan agar sistem kesehatan
mengembangkan pendekatan terorganisir untuk pemulihan setelah pandemi, tetapi tidak
ada cetak biru yang baik tentang bagaimana hal ini harus dilakukan (Bridle, 2020)
Triase sama pentingnya selama fase ini seperti pada tahap awal pandemi dan harus
mencakup evaluasi ulang pasien yang mengalami penundaan yang signifikan. Pasien yang
menderita morbiditas yang didapat dan menetap harus tetap diprioritaskan daripada
mereka dengan kondisi yang tidak terlalu parah. Kasus menguntungkan tetapi tidak
mendesak harus ditunda. Pemulihan yang terhuyung-huyung di seluruh dan di dalam
rumah sakit, negara bagian, dan wilayah memungkinkan untuk berbagi sumber daya dan
distribusi kasus, memungkinkan pasien untuk mengakses sistem lebih awal dan tidak
membebani pusat-pusat yang telah melihat dampak terbesar pada pemberian perawatan.
Rekomendasi sistem yang harus dipertimbangkan setelah puncak pandemi
a. Setelah puncak pandemi berlalu, kaji kapasitas sistem rumah sakit secara teratur dan
realistis untuk memperluas layanan bedah.
b. Perluas layanan pembedahan secara perlahan tapi dini.
c. Maksimalkan kapasitas dengan memindahkan pasien ke pusat rawat jalan atau
system terdekat lainnya yang memiliki kapasitas untuk operasi.
d. Dengan cepat menilai kembali dan merawat kembali pasien yang mengalami
penundaan melebihi jangka waktu yang disarankan.
e. Kasus kanker dan tes diagnostik onkologi yang telah tertunda di luar waktu optimal
untuk pengobatan atau terapi alternatif yang berjalan kurang optimal harus
diprioritaskan.
13
epidemi rumah sakit (jika ada), departemen pengendalian infeksi, dan ruang operasi
sebelum operasi dan kemudian dipindahkan ke ruang operasi bertekanan negatif
melalui jalur. Tindakan perlindungan tersier diperlukan untuk anestesi dan prosedur
pembedahan. Setelah operasi, pasien dipindahkan ke area isolasi.
b. Untuk pasien berisiko tinggi, setelah persiapan pra operasi selesai, ahli anestesi,
perawat, dan ahli bedah harus mengikuti tindakan perlindungan tersier untuk prosedur
anestesi dan pembedahan. Setelah operasi, pasien dikembalikan ke bangsal isolasi
semula sesuai dengan rute pemindahan asli.
c. Untuk pasien risiko rendah, tindakan perlindungan umum diperlukan untuk anestesi
dan prosedur pembedahan. Setelah operasi, pasien dipindahkan ke bangsal asli sesuai
dengan rute pemindahan asli. (Liu, Zheng, 2020)
3. Protokol Untuk Bedah Elektif
Logistik triase untuk operasi kanker sangat menantang. Dari rekomendasi Society
of Surgical Oncology, keputusan harus dibuat berdasarkan kasus individual dengan
mempertimbangkan biologi setiap kanker, pilihan pengobatan alternatif, dan waktu
tunggu untuk operasi yang dijadwalkan ulang. American College of Surgeons (ACS)
menyarankan untuk menunda operasi non-operasi selama awal pandemi COVID 19.
Klasifikasi operasi sesuai dengan urgensi operasi :
a. Tier 2b (sebagian besar operasi elektif seperti hernia), mereka menyarankan untuk
menunda operasi.
b. Tier 3a dan 3b, di mana sebagian besar operasi kanker akan gagal, ACS tidak
menyarankan penundaan saat ini meskipun mungkin berubah (Liu, Zheng, 2020)
jiwa rendah
-Pada pasien sehat
bergejala
Pasien yang menjalani operasi elektif harus diberikan rekomendasi yang masuk
akal mengenai tindak lanjut, dan pasien harus dipindahkan ke fasilitas perawatan tinggi
jika dicurigai COVID-19, dan tes harus dipesan. Menurut pedoman dari Indian Council
of Medical Research, semua pasien berisiko tinggi yang menjalani operasi elektif
(Semua kontak simtomatik dari kasus yang dikonfirmasi laboratorium dan kontak
langsung dan berisiko tinggi tanpa gejala dari kasus yang dikonfirmasi harus diuji sekali
antara hari ke 5 dan hari 14 dari datang dalam kontaknya) harus menjalani tes PCR
untuk COVID-19 sebelum operasi (Liu, Zheng, 2020)
Pasien yang menjalani operasi elektif harus diberikan rekomendasi yang masuk
akal mengenai tindak lanjut, dan pasien harus dipindahkan ke fasilitas perawatan tinggi
jika dicurigai COVID-19, dan tes harus dipesan. Menurut pedoman dari Indian Council
of Medical Research, semua pasien berisiko tinggi yang menjalani operasi elektif
(Semua kontak simtomatik dari kasus yang dikonfirmasi laboratorium dan kontak
langsung dan berisiko tinggi tanpa gejala dari kasus yang dikonfirmasi harus diuji sekali
antara hari ke 5 dan hari 14 dari datang dalam kontaknya) harus menjalani tes PCR
untuk COVID-19 sebelum operasi (Liu, Zheng, 2020).
a. Jika tes RT PCR pasien dua kali negatif, sesuai dengan tingkat epidemi pasien saat
ini, ahli bedah dapat melanjutkan dengan protokol bedah.
b. Jika hasil RT PCR pasien positif, maka pasien perlu dipindahkan ke bangsal isolasi
untuk menyelesaikan persiapan pra operasi. Operasi elektif harus ditunda sampai
pasien pulih. Jika kita harus mengoperasikan
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pertanyaan Penelitian
18
19
C. Studi Literatur
Pada literature review ini menggunakan 4 database akademik yaitu google scholar, Wiley,
Pubmed dengan kata kunci Surgery Triage “AND” COVID-19/ Triase Operasi DAN
COVID-19
D. Algoritma Penelitian
Artikel di Identifikasi
(n=689)
Eksklusi : artikel terbit
dibawah tahun 2020 masalah
tidak sesuai dengan topic:
Artikel di identifikasi triase secara umum (n=656)
(n=33) (n=4)
Artikel ganda
(n=7)
Artikel di Identifikasi
(n=26)
Artikel tidak
menjawab pertanyaan
dari penelitian
Artikel ter inklusi (n=18)
(n=8)
20
Pada pencarian database pubmed menggunakan kata kunci surgery triage and covid 19 ditemukan
hasil 322 artikel lalu dari artikel tersebut di pilih menggunakan kriteria inklusi dan yang
memenuhi kriteria inklusi sebanayk 15 artikel
Dari pencarian database wiley menggunakan kata kunci surgery triage and covid 19 ditemukan hasil 2 lalu
artikel di pilah pilah, dan artikel yang sesuai dengan topic sebanyak 1 artikel
21
Pada pencarian database google cendekia didapatkan hasil 365 yang kemudian dipilah dan yang
memenuhi kriteria inklusi sebanyak 17 artikel
Setelah di pilah pilah menggunakan kriteria inklusi yaitu artikel sesuai dengan topic sebanyak 33
artikel. Kemudian di eliminasi lagi yaitu banyak nya artikel ganda kemudian ditemukan 7 artikel
ganda pada pencarian dari database pubmed dan google cendekia. Sehingga jumlah artikel
menjadi 26 artikel. Dan dari artikel tersebut yang tidak menjawab pertanyaan dari penelitian
sebanyak 16 artikel dengan rincian dari database pubmed sebanyak 7 artikel dan dari database
google cendekia sebanyak 9 artikel. Jadi total hasil akhir atau artikel yang terinklusi sebanayak
10artikel.
22
menjadi langka.
8. Berkomunikasi secara jelas dengan
pasien yang mengalami keterlambatan
atau post poned termasuk alasan,
pengobatan yang dianjurkan sampai
intervensi bedah, dan indikasi agar
mereka menghubungi kembali ahli
bedah.
9. Tetapkan proses yang jelas bagi ahli
bedah untuk menyajikan kasus khusus
untuk pertimbangan yang tidak sesuai
dengan kriteria triase yang ketat.
10. Persiapkan untuk tekanan moral dan
frustrasi dalam sistem bedah dan
berikan dukungan yang cukup untuk
penyedia.
Rekomendasi sistem yang harus
dipertimbangkan setelah puncak
pandemi:
1. Setelah puncak pandemi berlalu, kaji
kapasitas sistem rumah sakit secara
teratur dan realistis untuk memperluas
layanan bedah.
2. Perluas layanan pembedahan secara
perlahan tapi dini.
3. Maksimalkan kapasitas dengan
memindahkan pasien ke pusat rawat
jalan atau sistem terdekat lainnya yang
memiliki kapasitas untuk operasi. 4.
Dengan cepat menilai kembali dan
merawat kembali pasien yang
mengalami penundaan melebihi jangka
26
The
START
(Surgical
Triage
And Skor triase bedah bergantung pada system
5 tingkat berkode warna intuitif Dengan jumlah sumberdaya
Journal Resource
Tan, yang diberikan, dan ketika
Urolog Allocation (mengancam iwa/ darurat, onkologis/
Quan situasi local pandemic Google
8. y 05 Tool) of organ mengancam mendesak, onkologis/
Yi, et berubah, ahli bedah dapat Scolar
(021). Surgical organ mengancam semi urgent, pilihan,
al. memprioritaskan operasi
2020 Priorizatio
dan non esensial. berdasarkan skor.
n During
The
COVID-
19
Pandemic
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Literatur review ini memaparkan 8 artikel yang membahas triase bedah dimasa pandemi
COVID-19 (Tabel 3.1). Maniakas,et.al (2020) memaparkan hasil penelitian yang dilakukan
bahwa Setiap sub situs disajikan secara terpisah dengan rekomendasi khusus penyakit. Pilihan
untuk modalitas pengobatan alternative disediakan jika pengobatan bedah perlu ditunda.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sharma, Akriti, dkk, (2020) bahwa pada triase
operasi bedah Kasus elektif dan tidak mendesak sebaiknya dihindari selama waktu ini. Hanya
prosedur yang sangat penting dan darurat yang perlu dilakukan dengan penggunaan alat
pelindung diri yang terdiri dari gaun pengaman, masker N95, kacamata pengaman, sarung tangan
dan topi sekali pakai. Ada kemungkinan penulaaran SARS-CoV-2 melalui pasien tanpa gejala
dank arena semua pasien, bahkan dengan status COVID-19 yang tidak diketahui, perlu
menjalankan skrining pra operasi. Karena semua prosedur dibawah anestesi umum menghasilkan
aerosol, penggunaan alat pelindung diri (APD) drekomendasikan untuk semua pekerja
perawaatan kesehatan yang ada di ruang operasi.
Babidge, W.J. Tivey, David R, et al. (2020) pada peenelitian yang berjudul “Surgery
Triage During The COVID-19 Pandemic” hasil penelitian yang didapatkan bahwa kelompok
khusus Australia, Selandia Baru dan antar negara mengenai triase kasus bedah, serta literatur
yang ditinjau sejawat. Tema utama di semua yurisdiksi adalah untuk tidak mengkrompomikan
penilaian klinis dan memungkinkan perawatan individual, eis, dan berpusat pada pasien. Topik
yang dilaporka termasuk implikasi COVID-19 pada triase bedah, tuntutan yang bersaing pada
sumber daya kesehatan (operasi versus kasus COVID-19), dan rendahnya insiden COVID-19
yang mengakibatkan kemungkinan untuk meningkatkan beban kasus bedah dari wwaktu ke
waktu.
Peneitian yang dilakukan Brindle,MD. Et al. (2020) dengan judul Mendekati Triase
Bedah Selaama pandemic COVID-19. Pada penelitian tersebut, hasil yang didapatkan yaitu
bahwa adanya Rekomendasi untuk sistem yang perlu dipertimbangkan sebelum puncak pandemi
dan Rekomendasi sistem yang harus dipertimbangkan setelah puncak pandemi.
29
30
Hasil penelitian Jozaghi, Zelda. Etc.(2020) bahwa Fase perawatan dengan contoh kasus
endokrin yang sesuai diuraikan. Sebagian besar kasus dapat ditunda dengan aman dengan
pengawasan aktif, terasuk kanker tiroid yang paling berbeda dan kanker tiroid moduler. Selama
fase paling akut, semua operasi endokrin ditunda, kecuali tumor tiroid yang membutuhkan
menejemen saluran napas akut.
Civantos, et al (2020), pada penelitia yang berjudul Ethical Surgical Triage of Patient
With Head And Neck Cancer During the COVID-19 Pandemic hasil penelitoan yang didapatkan
bahwa Ratusan operasi dibatalkan. Enam puluh lima kasus yang di skrining selama 3 minggu di
tabulasi. Dokter dan pasien menyatakan ketidaknyamanan terkait persepsi penyimpangan dari
standart, tetapi resiko paparan COVID-19 membuat diskusi ini tidak stabil.
Pada penelitian yang dilakukan Lewkonia, Peter (2020) hasil yag didapatkan salah satu
mekanisme yang paling umum untuk meningkatkan sistem kesehatan dan kapasitas rumah sakit
adalah pembatalan atau penundaan operasi terjadwal dan elektif. Sangat disaarankan adanya
penghentian prosedur pembedahan yang dapat ditunda atau ditunda, dengan hanya beberapa
prosedur rawat jalan yang dilanjutkan. Konsekuensi nyata dari kebijakan ini adalah kebutuhan
untuk mengatasi potensi morbiditas perawatan yang tertunda, terutama mengingat bahwa batas
waktu untuk dimulainya kembali layanan bedah normal masih jauh dari jelas.
32
Tan, Quan Yi, et al. (2020) memaparkan hasil penelitannya bahwa Skor triase bedah
bergantung pada system 5 tingkat berkode warna intuitif (mengancam iwa/ darurat, onkologis/
organ mengancam mendesak, onkologis/ organ mengancam semi urgent, pilihan, dan non
esensial.
BAB V
PEMBAHASAN
Triase pada operasi kanker sangat menantang. Dari rekomendasi Society of Surgical
Oncology, keputusan harus dibuat berdasarkan kasus individual dengan mempertimbangkan
biologi setiap kanker, pilihan pengobatan alternatif, dan waktu tunggu untuk operasi yang
dijadwalkan ulang. Pada triase kelompok kanker dengan resiko rendah (kelompok 2a) dapat
33
34
dilakukan penundaan operasi jika memungkinkan atau operasi di pusat bedah ambulatori
sedangkan Sebagian besar kanker, pasien yang sangat bergejala mask pada kelompok 3a yang
artinya operasi tidak boleh dilakukan penundaan (American College of Surgeons. COVID-19:
guidance for triage of non-emergent surgical procedures, 2020)
dan lanjut dimana piliha non bedah tidak tersedia, dan resiko perkembangan penyakit akan
secara signifikan mempengaruhi fungsi pasien atau hasil penyakit.
Menurut Kiong (2020), pedoman operasi disaat pandemi menyebabkan perubahan yag
signifikan dalan manajemen pasien HNC. Lesi rongga mulut tingkat lanjut yang
membutuhkan manaulektomi dan/ atau maksilektomi saat ini mewakili sebagian besar kasus
bedah kepala dan leher. Analisis mendalam tentang efek keseluruhan pandemi COVID-19
pada volume operasi, penangguhan kasus dan penggunaaan aternatif.
Hasil Penelitian yang dilakukan Sharma Akriti, dkk (2020), Kasus elektif dan tidak
mendesak sebaiknya dihindari selama waktu ini. Hanya prosedur yang sangat penting dan
darurat yang perlu dilakukan dengan penggunaan alat pelindung diri yang terdiri dari gaun
pengaman, masker N95, kacamata pengaman, sarung tangan dan topi sekali pakai. Ada
kemungkinan penulaaran SARS-CoV-2 melalui pasien tanpa gejala dank arena semua pasien,
bahkan dengan status COVID-19 yang tidak diketahui, perlu menjalankan skrining pra
operasi. Karena semua prosedur dibawah anestesi umum menghasilkan aerosol, penggunaan
alat pelindung diri (APD) drekomendasikan untuk semua pekerja perawaatan kesehatan yang
ada di ruang operasi.
Selama tahap awal pandemi, kasus operasi yang perlu segera dilakukan dan yang dapat
menunggu beberapa bulan tanpa morbiditas biasanya mudah dibedakan. Namun, masih ada
kelompok ketiga; dimana penundaan menambah beban penyakit yang dialami pasien secara
signifikan.Triase sama pentingnya selama fase ini seperti pada tahap awal pandemi dan harus
mencakup evaluasi ulang pasien yang mengalami penundaan yang signifikan. Pasien yang
menderita morbiditas yang didapat dan menetap harus tetap diprioritaskan daripada mereka
36
dengan kondisi yang tidak terlalu parah (Bridge, 2020). Di masa pandemic triase bedah terdiri
diklasifikasikan dalam kelompok 1a, 1b, 2a, 2b, 3a, dan 3b dimana pada kelompok 3a dan 3b
operasi tidak dapat dilakukan penundaan dimana terjadi pada kasus Sebagian besar kanker
dan pasien yang sangat bergejala (American College of Surgeons. COVID-19: guidance for
triage of non-emergent surgical procedures, 2020)
A. KESIMPULAN
1. Triase Bedah Pada Pasien Dengan Kanker Dimasa Pandemic COVID-19 dilakukan
berdasarkan jenis atau stadium kanker, dimana kanker dengan resiko rendah dapat
dilakukan penundaan pembedahan.
2. Triase bedah pada kasus endokrin dimasa pandemic COVID-19 dibagi dalam 3 fase yaitu
fase satu pembedahan sangat terbatas pada pasien yang kemungkinan memiliki
kelangsungan hidup dikompromikan jika pembedahan tidak dilakukan dalam 3 bulan ke
depan, fase dua pembedahan sangat terbatas pada pasien yang kemungkinan memiliki
kelangsungan hidup dikompromikan jika pembedahan tidak dilakukan dalam beberapa
hari kedepan, dan fase tiga pembedahan sangat terbatas pada pasien yang kemungkinan
memiliki kelangsungan hidup dikompromikan jika pembedahan tidak dilakukan dalam
beberapa jam kedepan.
3. Triase bedah Kepala Dan Leher Dimasa Pandemic COVID 19 bahwa operasi bedah
dilakukan ketika tidak ada pilihan untuk dilakukan tindakan non bedah.
4. Triase bedah di masa pandemi COVID-19 terdiri dari kelompok 1a sampai dengan 3b
dimana pada kelompok 3a dan 3b operasi pembedaha harus dilakukan dengan segera.
B. SARAN
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menjadikan literatur review ini sebagai tambahan referensi
mengenai triase bedah di masa pandemic COVID-19
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan dapat dijadikan bahan
referensi dalam penulisan literature maupun penelitian mengenai triase bedah di masa
pandemic COVID-19
40
DAFTAR PUSTAKA
Adityo, dkk. (2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia. Vol.7, No.1.
Babidge, W.J. Tivey, David R, et al. (2020). Surgery Triage During The COVID-19 Pandemic.
Anz Journal of Surgery. Vol. 90, No. 90
Brindle, Mary E, etc. (2020). Mendekati Triase Bedah Selama Pandemi COVID-19.
Annalsurgery. Vol. 272, No. 2.
Departemen Kesehatan (Depkes). (2007). Pedoman Teknis Penanggulngan Krisis esehatan
Akibat Becana. Jakarta: Departemen Penanggulangan Krisis Kesehatan.
Hamarno, Rudi. (2016). Keperawatan Kedaruratan dan Manajemen Bencana. Jakarta:
KEMENKES RI
J. Vransisco. (2020). Ethical Surgical Triage of Patient With Head And Neck Cancer During the
COVID-19 Pandemic. Wiley Library journal 42: 1423-1447
Jozaghi, Zelda. Etc. (2020). Endocrine Surgery in The Coronavirus Disease 2019 Pandemic:
Surgical Triage Guidelines. Wileylibrary journal
Kementrian Kesehatan. (2020). RIMedia Informasi Resmi Terkini Penyakit Infeksi Emerging.
https://covid19.kemkes.go.id.
Law, Siukan., Leung, Albert Wingnang., Xu, Chuanshan. (2020). Severe acute respiratory
syndrome (SARS) and coronavirus disease-2019 (COVID-19): From causes to preventions in
Hong Kong. International Journal of Infectious Diseases. 4 (2020)156-163.
Lei S, Jiang F, Su W, dkk. (2020). Clinical Characteristic And Outcomes Of Patiennts
Undergoing Surgeries During The Incubation Period Of COVID-19 Infection. Eclinical
Medicine.
Lewkonia, Peter. (2020). Response To Surgical Triage in an Evolving Pandemic Based on
Disease Classification and Predictive Modeling. Journal Elsevier. 143: 412-414. 2020
Mataram.tribennews.com diakses tanggal 16 oktober 2020
Oman, Kathlens S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta: EGC
Pusponegoro, AD. (2010). Disaster Medicine, The New Science. AGD 118. Jakarta.
Rothan, HA. Byraredy SN. (2020). The Epidemology And Pathogenesis Of Coronavirus
DesiaseOutbrea. J Autoimun. Published Online March 3.
40
41
Tan, Quan Yi, et al. (2020). START (Surgical Triage And Resource Allocation Tool) of Surgical
Priorization During The COVID-19 Pandemic. Journal Urology 05 (021). 2020
Wetan, Ni Gusti Ayu Agung Manik Yuniawaty. Novianti, Putu Astri. (2020). Strategi
Pembedahan di Era Pandemi COVID-19. JBN (Journal Bedah Nasional). Vol. 4 No. 1.
World Health Organization (WHO). 2020. CoronaVirus Disease (COVID-19). Diakses 15
Oktober 2020
Zhou P, Et al. (2020). Coronavirus Infection And Immune Responses. J.Med Virol. Vol. 92, No.
4.