Anda di halaman 1dari 45

LITERATUR REVIEW

TRIASE BEDAH DI MASA PANDEMI COVID-19

Disusun Oleh

Juni Dwi Restiawan, NIM 1811A0035

Novita Ana Anggraini, S.Kep.Ns.,M.Kep. NIK. 13.07.11.105

Heri Saputro, S.Kep.Ns.,M.Kep. NIK. 13.07.11.120

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN (IIK) STRADA INDONESIA

2020

HALAMAN PERSETUJUAN
i
TRIASE BEDAH DI MASA PANDEMI COVID-19

Diajukan Oleh

JUNI DWI RESTIAWAN


1811A0035

TELAH DISETUJUI UNTUK DILAKUKAN UJIAN

Kediri, November 2020

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Novita Ana Anggraini, S.Kep.Ns.,M.Kep Heri Saputro, S.Kep.Ns.,M.Kep


NIK. 13.07.11.105 NIK. 13.07.11.120

MENGETAHUI,
Dekan Fakultas Keperawatan
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia

Dr.Byba Melda Suhita S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIK. 13.07.06.033

HALAMAN PENGESAHAN

TRIASE BEDAH DI MASA PANDEMI COVID 19

Oleh:

ii
JUNI DWI RESTIAWAN
1811A0035

Literature Review Ini Telah Diuji Dan Dinilai


Oleh Panitia Penguji
Pada Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan
Pada Hari Selasa Tanggal November 2020

DOSEN PENGUJI
Ketua Penguji

Yenny Puspitasari, S.Kep.NS.,M.Kes ………………………


Anggota Penguji

1. Muhammad As’ad Efendy, S.Kep.Ns.,M.Kep ………………………

2. Novita Ana Anggraini, S.Kep.Ns.,M.Kep ………………………

3. Heri Saputro, S.Kep.Ns.,M.Kep ……………………....

MENGETAHUI,
Dekan Fakultas Keperawatan
Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia

Dr.Byba Melda Suhita S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIK. 13.07.06.033

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas karunia dan rahmatnya
sehingga literature review yang berjudul “TRIASE BEDAH DI MASA PANDEMI COVID-19”
dapat terselesaikan. Literature review ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan pada Program Studi S1 Keperawatan di Institut Ilmu Kesehatan STRADA
Indonesia.
iii
Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. DR. H. Sandu Siyoto, S.Sos., SKM.,M.Kes. selaku Rektor Institut Ilmu Kesehatan
STRADA Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan.
2. Aprin Rusmawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan Institut
Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan.
3. Novita Ana Anggraini , S,Kep.Ns.,M.Kep. dan Heri Saputro, S,Kep.Ns.,M.Kep. Selaku dosen
pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan ilmu, bimbingan
dan arahan dalam penyusunan literature review ini.
4. Bapak dan ibu tercinta yang telah memberi dorongan dan dukungan baik secara moral
maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan literature review ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan literature review ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran peneliti harapkan demi kesempurnaan penyusunan
literature review ini

Kediri, 14 November 2020

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Sampul........................................................................................................................... i
Halaman Persetujuan..................................................................................................................... ii
Halaman Pengesahan.................................................................................................................... iii
Kata pengantar.............................................................................................................................. iv
Daftar isi........................................................................................................................................ v
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang............................................................................................................... 1

iv
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian........................................................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian......................................................................................................... 2
BAB II KONSEP TEORI
A. Konsep Triase Secara Umum........................................................................................ 4
1. Definisi Triase....................................................................................................... 4
2. Prinsip Triase......................................................................................................... 4
3. Pembagian Triase.................................................................................................. 5
B. Konsep Corona Virus Disease (COVID-19)................................................................. 7
1. Pengertian Corona Virus........................................................................................ 7
2. Epidemologi........................................................................................................... 7
3. Virologi................................................................................................................... 8
4. Manifestasi Klinis................................................................................................... 9
5. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................... 10
6. Tatalaksana Umum................................................................................................. 11
C. Konsep Triase Bedah di masa Pandemi COVID-19...................................................... 12
1. Pengukuran Pengetahuan........................................................................................ 25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pertanyaan Penelitian..................................................................................................... 14
B. Inklusi dan Eksklusi....................................................................................................... 14
C. Studi Literatur................................................................................................................ 15
D. Algoritma Penelitian...................................................................................................... 15
E. Menilai Kualitas Artikel Berdasarkan Temuan Studi Literatur..................................... 16
BAB IV HASIL PENELITIAN.................................................................................................. 31
BAB V PEMBAHASAN
A. Triase Bedah Pada Pasien dengan Kanker di Masa Pandemi COVID-19 .................... 35
B. Triase Bedah Endokrin di Masa Pandemic COVID-19................................................. 36
C. Triase Bedah Kepala dan Leher di Masa Pandemi COVID-19..................................... 36
D. Triase Bedah di Masa Pandemi COVID-19.................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Triage berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris triage dan diturunkan dalam bahasa
Indonesia triage yang berarti sortir, yaitu proses khusus memilah pasien berdasar beratnya
cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat (Oman,2008). Menurut
Broker (2008), dalam prinsip triase diberlakukan prinsip prioritas. Pada masa pandemic,
telah mengubah secara drastic prioritas bedah di seluruh dunia. Pasien dengan kondisi
pembedahan yang sensitive teradap waktu telah diprioritaskan, dan pasien yang memerlukan
penanganan yang kurang mendesak telah di tunda. Karena penyebaran COVID-19
memberikan tuntutan yang lebih besar pada system kesehatan, triase lebih lanjut akan
diperlukan.
Pembedahan menjadi salah satu layanan dari system kesehatan dengan prosedur “
emergency” dan “ elective” menjadi aspek yang sangat perlu di perhatikan. Kamar operasi
juga bisa dapat menjadi area beresiko tinggi untuk transmisi infeksi saluran pernafasan.
Menurut Wetan (2020), pada suatu penelitian yang dilakukan di China yang memiliki 34
pasien dengan asimtomatik berusia 34-83 tahun yang dilakukan operasi elektif di awal
pandemimenjadi bergejala COVID-19 pasca dilakukan operasi dan terkonfirmasi positif
setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium sebanyak 44,1%. Di Aceh pada 2 September
2020, juga di dapatkan kasus yaitu salah satu dokter anastesi terkonfirmasi COVID-19 pasca
melakukan operasi (Dokter Indonesia Wilayah Aceh dalam Tribunnews, 2020).
Menurut Lei (2020), Gejala COVID-19 berkembang sangat cepat (tata-rata 2-6) paska
operasi (Wetan, 2020). Pembedahan mungkin dapat mempercepat dan memperparah
progresivitas penyakit ini. Pembedahan tidak hanya menyebabkan gangguan system imun,
tetapi juga menginduksi respon awal system inflamasi untuk itu dilakukan triase dalam
pembedahan. Ketika manusia dan sumber daya menjadi lebih tersedia, volume kasus akan
menjadi tantangan yang signifikan untuk pemulihan sistem. Penundaan akan terus berlanjut,
banyak pasien akan mengalami komplikasi yang lebih parah dan penyakit lanjut serta triase
akan sangat penting.
1
2

Asosiasi bedah Spanyol sangat menyarankan pengujian pasien penuh dan pemeriksan
COVID-19 sebelum operasi. Jika pasien menunjukkan gejala COVID-19 atau penyakit serupa
influenza atau telah kontak langsung dengan pasien COVID-19 positif yang diketahui, maka
pemeriksaan COVID lengkap harus dilakukan dan operasi seharusnya tidak dilanjutkan
dalam 14 hari, bahkan jika pasien tidak menunjukkan gejala. Pengecualian hal ini adalah
situasi yang mendesak dimana ancaman langsung terhadap nyawa atau organ pasien
memerlukan manajemen operasi (Babidge, 2020).
Selama tahap awal pandemic, kasus operasi yang perlu segera dilakukan dan yang dapat
menunggu beberapa bulan tanpa morbiditas biasanya mudah dibedakan. Namun masih ada
kelompok ketiga dimana penundaaan menambah beban penyakit yang dialami pasien secara
signifikan. Populasi yang besar dan beragam ini memiliki kondisi yang tidak langsung
mengancam nyawa tetapi untuk siapa pembedahan tidak boleh ditunda ( misalnya bipsi untuk
dugaan keganasan), dan pasien yang beresiko mengalami eksaserbasi akut penyakit mereka
(misalnya, kolik bilier), kerusakan kronis (misalnya, operasi bariatric), atau cacat dan nyeri
persisten (misalnya, osteoatritis berat). Tidak dapat dipungkiri bahwa pasien dari kelompok
ini akan memerlukan pembedahan darurat yang sebenarnya bias dihindari, sedangkan yang
lain mungkin menderita rasa sakit, cacat, atau kematian yang tidak perlu jika periode triase
berkepanjangan.
Di Indonesia, Menurut Persatuan dokter spesialis bedah umum Indonesia (PABI),
penundaan operaasi seperti hernia, tanpa komplikasi, apendisitis kronik, luka diabetes tanpa
komplikasi sistemik, tumor jinak, tumor ganas resiko rendah dan struma nodosa. pada
penelitian retrospektif di Wuhan dipertimbangkan untuk mengisolasi pasien selama 14 hari
sebelum operasi elektif dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan COVID-19.
Di seluruh dunia, pasien dengan kondisi pembedahan atau tumor yang sensitive terhadap
waktu telah di prioritaskan, sedangkan pasien dengan kondisi pembedahan yang memerlukn
penanganan yang kurang mendesak seperti hernia asimtomatik atau obesitas telah ditunda
tanpa batas waktu (Brindle, 2020). Triase sama pentingnya selama fase ini seperti pada tahap
awal pandemi dan harus mencakup evaluasi ulang pasien yang mengalami penundaan yang
signifikan. Pasien yang menderita morbiditas yang didapat dan menetap harus tetap
diprioritaskan daripada mereka dengan kondisi yang tidak terlalu parah. Kasus
3

menguntungkan tetapi tidak mendesak harus ditunda. Dari uraian diatas maka penulis tertarik
untuk mereview triase bedah di masa pandemic COVID-19.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan masalah yaitu “Bagaimana Triase Bedah
di Masa Pandemi COVID-19?”
C. Tujuan Tinjauan Literatur
1. Tujuan Umum
Tujuan dari tinjauan literature ini adalah untuk mengetahui triase bedah di masa pandemic
COVID-19
2. Tujuan Kusus
a. Triase bedah pada pasien dengan kanker dimasa pandemic COVID-19
b. Triase bedah endokrin dimasa pandemic COVID-19
c. Triase bedah kepala dan leher dimasa pandemic COVID 19
D. Manfaat Tinjauan Literatur
1. Manfaat Teoritis
Memberikan pengetahuan tentang bagaimana triase bedah di masa pandemi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Sebagai pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa mengenai triase bedah di masa
pandemic COVID-19
b. Bagi institusi pendidikan
Sebagai pengembangan dan sebagai bahan kajian mengenai triase bedah di masa
pandemic COVID-19
c. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai pengetahuan dan dapat dijadikan bahan referensi dalam penulisan literature
maupun penelitian mengenai triase bedah di masa pandemic COVID-19
BAB II

KONSEP TEORI
A. Konsep Triage Secara Umum

1. Definisi Triage
Triage berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris triage dan diturunkan dalam
bahasa Indonesia triage yang berarti sortir, yaitu proses khusus memilah pasien
berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat
darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep
pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan
pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya. Sistem
triage mulai dikembangkan mulai pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan
UGD yang melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan
penanganan segera (Oman, 2008).
Tujuan dari triage dimanapun dilakukan, bukan saja supaya bertindak dengan cepat
dan waktu yang tepat tetapi juga melakukan yang terbaik untuk pasien. Dimana triage
dilakukan berdasarkan pada ABCDE, beratnya cedera, jumlah pasien yang datang,
sarana kesehatan yang tersedia serta kemungkinan hidup pasien (Pusponegoro, 2010).
2. Prinsip Triage
Triage seharusnya segera dan tepat waktu, penanganan yang segera dan tepat
waktu akan segera mengatasi masalah pasien dan mengurangi terjadi kecacatan akibat
kerusakan organ. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat, data yang didapatkan
dengan adekuat dan akurat menghasilkan diagnosa masalah yang tepat. Keputusan
didasarkan dari pengkajian, penegakan diagnose dan keputusan tindakan yang
diberikan sesuai kondisi pasien. Intervensi dilakukan sesuai kondisi korban,
penanganan atau tindakan yang diberikan sesuai dengan masalah/keluhan pasien.
Kepuasan korban harus dicapai, kepuasan korban menunjukkan teratasinya masalah.
Dokumentasi dengan benar, dokumentasi yang benar merupakan sarana komunikasi
antar tim gawat darurat dan merupakan aspek legal. Anda telah memahami tentang
prinsip triage, sekarang Anda akan belajar tentang klasifikasi triage. Klasifikasi ini
4
5

penting untuk menseleksi korban yang datang sehingga keselamatan korban segera
ditolong. Klasifikasi ini dibagi menjadi 3 yaitu :
Prioritas 1(Emergency)w :
warna atau label merah
Bila tidak segera ditangani Waktu tunggu 0-5 menit Contoh : henti nafas dan
mengancam jiwa jantung, obstruksi total
jalan nafas, IMA, trauma
Thorax, syok dan lain
sebagainya

Prioritas 2 (Gawat) :
warna atau label kuning
Apabila tidak ditolong Perawatan dan pengobatan Asma bronchial,
maka korban segera terjadi tidak lebih dari 30 menit hipertensi, fraktur
kolap paru dan jantung ekstremitas tanpa
perdarahan

Prioritas 3 (tidak gawat) :


warna atau label hijau
Kondisi korban tidak serius Membutuhkan perawatan Flu, batuk khitan
kurang dari 2 jam
Sumber : Rudi Hamarno, 2016

3. Pembagian Triage
Berbagai sistem triase mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring
jumlah kunjungan IGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk
melakukan penanganan segera. Tujuan triase adalah memilih atau menggolongkan
semua pasien yang datang ke IGD dan menetapkan prioritas penanganan. Triase terbagi
atas Single Patient Triage dan Routine Multiple Casualty Triage :
a. Single Patient Triage Menurut Pusponegoro (2011), triase tipe ini dilakukan terhadap
satu pasien pada fase pra-rumah sakit maupun pada fase rumah sakit di Instalasi Gawat
Darurat dalam day to day emergency dimana pasien dikategorikan ke dalam pasien
gawat darurat (true emergency) dan pasien bukan gawat darurat (false emergency).
Dasar dari cara triase ini adalah menanggulangi pasien yang dapat meninggal bila tidak
dilakukan resusitasi segera. Single patient triage dapat juga dibagi dalam kategori
berikut:
1) Resusitasi adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat dan
mengancam nyawa serta harus mendapat penanganan resusitasi segera.
6

2) Emergent adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat karena dapat
mengakibatkan kerusakan organ permanen dan pasien harus ditangani dalam waktu
maksimal 10 menit.
3) Urgent adalah pasien yang datang dengan keadaan darurat tidak gawat yang harus
ditangani dalam waktu maksimal 30 menit.
4) Non-urgent adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat tidak darurat
dengan keluhan yang ringan-sedang, tetapi mempunyai kemungkinan atau dengan
riwayat penyakit serius yang harus mendapat penanganan dalam waktu 60 menit.
5) False emergency adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat tidak
darurat dengan keluhan ringan dan tidak ada kemungkinan menderita penyakit atau
mempunyai riwayat penyakit yang serius.
b. Routine Multiple Casualty Triage
1) Simple triage and rapid treatment (START) Dalam Hospital Preparedness for
Emergencies & Disasters (2007) dinyatakan bahwa sistem ini ideal untuk Incident
korban massal tetapi tidak terjadi functional collapse rumah sakit. Ini
memungkinkan paramedik untuk memilah pasien mana yang perlu dievakuasi lebih
dulu ke rumah sakit. Prinsip dari START adalah untuk mengatasi ancaman nyawa,
jalan nafas yang tersumbat dan perdarahan masif arteri. START dapat dengan cepat
dan akurat tidak boleh lebih dari 60 detik perpasien dan mengklasifikasi pasien ke
dalam kelompok terapi:
 Hijau: pasien sadar dan dapat jalan dipisahkan dari pasien lain, walking
wounded dan pasien histeris.
 Kuning/delayed: semua pasien yang tidak termasuk golongan merah maupun
hijau.
 Merah/immediate (10%-20% dari semua kasus): semua pasien yang ada
gangguan air way, breathing, circulation, disability and exposure. Termasuk
pasien-pasien yang bernafas setelah air way dibebaskan, pernafasan > 30 kali
permenit, capillary refill > 2 detik.
 Hitam: meninggal dunia
2) Triase bila jumlah pasien sangat banyak
SAVE (secondary Assessment of Victim Endpoint). Sistem ini dapat mentriase dan
menstratifikasi korban bencana. Ini sangat membantu bila dilakukan dilapangan
dimana jumlah pasien banyak, sarana minimum dan jauh dari fasilitas rumah sakit
definitive (Depkes, 2007). Kategori triase dalam SAVE dibagi menjadi tiga
kategori sebagai berikut:
 Korban yang akan mati tanpa melihat jumlah perawatan yang diterimanya.
 Korban yang akan selamat tanpa melihat langkah perawatan apa yang
diberikan
 Korban yang akan sangat beruntung dari intervensi di lapangan yang sangat
terbatas
7

B. Konsep Corona Virus Desease


1. Pengertian Corona Virus Diseases
Corona virus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada
manusia dan hewan.Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran
pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernapasan Akut Berat/ Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS). Penyakit ini terutama menyebar di antara orang- orang
melalui tetesan pernapasan dari batuk dan bersin (WHO, 2020)
2. Epidemologi
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China
setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020.Awalnya
kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar, kemudian bertambah
hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh China. Tanggal 30 Januari 2020, telah
terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-19 di China, dan 86 kasus lain dilaporkan
dari berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka,
Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia,
Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman (WHO, 2020)
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah
dua kasus.9 Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah
1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia
sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2020). Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan
33.106 kematian di seluruh dunia.Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat
pandemi COVID-19, dengan kasus dan kematian sudah melampaui China. Amerika
Serikat menduduki peringkat pertama dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan
penambahan kasus baru sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul
oleh Spanyol dengan 6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi
di dunia, yaitu 11,3% (WHO,2019)
3. Virologi
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm.Virus ini
utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta.
8

Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi
manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63, betacoronavirus
OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-
CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).14
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus beta corona
virus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus
yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory
Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus.15 Atas dasar ini, International

Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2. (Gorbalenya AE, dkk


2020)

Gambar 1.Struktur genom virus. ORF: open reading frame, E: envelope, M: membrane, N: nucleocapsid

Struktur genom virus ini memiliki pola seperti coronavirus pada umumnya (Gambar
1). Sekuens SARS-CoV-2 memiliki kemiripan dengan coronavirus yang diisolasi pada
kelelawar, sehingga muncul hipotesis bahwa SARS-CoV-2 berasal dari kelelawar yang
kemudian bermutasi dan menginfeksi manusia.Mamalia dan burung diduga sebagai
reservoir perantara. (Rothan dkk, 2020)
Pada kasus COVID-19, trenggiling diduga sebagai reservoir perantara. Strain
coronavirus pada trenggiling adalah yang mirip genomnya dengan coronavirus kelelawar
(90,5%) dan SARS-CoV-2 (91%).18 Genom SARS-CoV-2 sendiri memiliki homologi
9

89% terhadap coronavirus kelelawar ZXC21 dan 82% terhadap SARS-CoV-2 (Chan
JF-W dkk, 2020)
Hasil pemodelan melalui komputer menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 memiliki
struktur tiga dimensi pada protein spike domain receptor-binding yang hampir identik
dengan SARS-CoV. Pada SARS-CoV, protein ini memiliki afinitas yang kuat terhadap
angiotensin-converting-enzyme 2 (ACE2).Pada SARS-CoV-2, data in vitro mendukung
kemungkinan virus mampu masuk ke dalam sel menggunakan reseptor ACE2.Studi
tersebut juga menemukan bahwa SARS-CoV-2 tidak menggunakan reseptor
coronavirus lainnya seperti Aminopeptidase N (APN) dan Dipeptidyl peptidase-4
(DPP-4).(Zhou P, dkk 2020)
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari
tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis,
hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami
sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis. Berapa besar
proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui.Viremia dan viral load yang tinggi dari
swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah dilaporkan (WHO, 2020)
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas atas
tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa
sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala.Pasien
tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga
mengeluhkan diare dan muntah, Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai
dengan demam, ditambah salah satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit
(2) distres pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada
pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal. (Adityo dkk, 2020)
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-gejala
pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas.Berdasarkan data
55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain
yang dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri
kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah, kongesti nasal, diare, nyeri
abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva.Lebih dari 40% demam pada pasien
10

COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C, sementara 34% mengalami demam
suhu lebih dari 39°C. (WHO, 2020)
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari
(median 5 hari).Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit menurun
dan pasien tidak bergejala.Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui
aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-
paru, saluran cerna dan jantung.Gejala pada fase ini umumnya ringan.Serangan kedua
terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal.Pada saat ini pasien masih
demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun.Penanda inflamasi
mulai meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya
inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan ARDS, sepsis,
dan komplikasi lainnya (Adityo dkk, 2020)
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus covid-19 menurut PDPI, 2020 adalah sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan radiologi : foto thoraks, CT-scan thoraks. Pada pencitraan dapat
menunjukkan : opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar atau kolaps paru
atau nodul, tampilan groundglass
b. Pemeriksaan specimen saluran nafas atas atau bawah
1) Saluran nafas atas dengan swab tenggorokan (nasofaring dan orofaring)
2) Saluran nafas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)
c. Bronkoskopi
d. Pungsi pleura sesuai kondisi
e. Pemeriksaan kimia darah
f. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran nafas (sputum, bilasan
bronkus, cairan pleura) dan darah.
g. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investigasi kemungkinan penularan)
6. Tatalaksana Umum
a. Isolasi pada semua kasus
b. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi
11

c. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit


d. Suplementasi oksigen
e. Kenali kegagalan nafas hipoksemia berat
f. Terapi cairan : terapi cairan konservatif diberikan jika tidak ada bukti syok.
Pasien dengan SARI harus diperhatikan dalam terapi cairannya, karena jika
pemberian cairan terlalu agresif dapat memperbesar kondisi distress nafas atau
oksigenasi. Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit.
g. Pemberian antibiotic empiris
h. Terapi simtomatik
i. Observasi ketat
j. Pahami komorbit pasien

Saat ini belum ada penelitian atau bukti tatalaksana spesifik pada COVID-19.Belum ada
tatalaksana antiviral untuk infeksi coronavirus yang terbukti efektif.Pada studi terhadap
SARSCoV kombinasi lopinavir dan ritonavir dikaitkan dengan member manfaat
klinis.Saat ini penggunaan lopinavir dan ritonavir masih diteliti terkait efektivitas dan
keamanan pada infeksi COVID-19.Tatalaksana yang belum teruji/terlisensi hanya boleh
diberikan dalam situasi uji klinis yang disetujui oleh komite dengan pemantauan ketat.
Selain itu, saat ini belum ada vaksin untuk pencegahan pneumonia COVID-19ini.(PDPI,
2020).

C. Konsep Triase Pembedahan di Masa Pandemi COVID-19


1. Triase Pembedahan di Masa Pandemi COVID-19
Ketika manusia dan sumber daya menjadi lebih tersedia, volume kasus akan
menjadi tantangan yang signifikan untuk pemulihan sistem. Penundaan akan terus
berlanjut, banyak pasien akan mengalami komplikasi yang lebih parah dan penyakit lanjut
serta triase akan sangat penting. Selama tahap awal pandemi, kasus operasi yang perlu
segera dilakukan dan yang dapat menunggu beberapa bulan tanpa morbiditas biasanya
mudah dibedakan. Namun, masih ada kelompok ketiga; dimana penundaan menambah
beban penyakit yang dialami pasien secara signifikan. Seiring berjalannya waktu,
mengetahui cara menangani pasien ini akan menjadi lebih menantang. Populasi yang
besar dan beragam ini memiliki kondisi yang tidak langsung mengancam nyawa tetapi
12

untuk siapa pembedahan tidak boleh ditunda (misalnya, biopsi untuk dugaan keganasan),
dan pasien yang berisiko mengalami eksaserbasi akut penyakit mereka (misalnya, kolik
bilier) , kerusakan kronis (misalnya, operasi bariatrik), atau cacat dan nyeri persisten
(misalnya, osteoartritis berat yang membutuhkan penggantian sendi). Tidak dapat
dipungkiri bahwa banyak pasien dari kelompok ini akan memerlukan pembedahan darurat
yang sebenarnya bisa dihindari, sedangkan yang lain mungkin menderita rasa sakit, cacat,
atau kematian yang tidak perlu jika periode triase berkepanjangan
Pentingnya perencanaan untuk dimulainya kembali layanan medis dan bedah yang
diperluas pasca-COVID sangat penting tetapi sulit untuk direnungkan dalam lingkungan
saat ini. Organisasi Kesehatan Dunia telah merekomendasikan agar sistem kesehatan
mengembangkan pendekatan terorganisir untuk pemulihan setelah pandemi, tetapi tidak
ada cetak biru yang baik tentang bagaimana hal ini harus dilakukan (Bridle, 2020)
Triase sama pentingnya selama fase ini seperti pada tahap awal pandemi dan harus
mencakup evaluasi ulang pasien yang mengalami penundaan yang signifikan. Pasien yang
menderita morbiditas yang didapat dan menetap harus tetap diprioritaskan daripada
mereka dengan kondisi yang tidak terlalu parah. Kasus menguntungkan tetapi tidak
mendesak harus ditunda. Pemulihan yang terhuyung-huyung di seluruh dan di dalam
rumah sakit, negara bagian, dan wilayah memungkinkan untuk berbagi sumber daya dan
distribusi kasus, memungkinkan pasien untuk mengakses sistem lebih awal dan tidak
membebani pusat-pusat yang telah melihat dampak terbesar pada pemberian perawatan.
Rekomendasi sistem yang harus dipertimbangkan setelah puncak pandemi
a. Setelah puncak pandemi berlalu, kaji kapasitas sistem rumah sakit secara teratur dan
realistis untuk memperluas layanan bedah.
b. Perluas layanan pembedahan secara perlahan tapi dini.
c. Maksimalkan kapasitas dengan memindahkan pasien ke pusat rawat jalan atau
system terdekat lainnya yang memiliki kapasitas untuk operasi.
d. Dengan cepat menilai kembali dan merawat kembali pasien yang mengalami
penundaan melebihi jangka waktu yang disarankan.
e. Kasus kanker dan tes diagnostik onkologi yang telah tertunda di luar waktu optimal
untuk pengobatan atau terapi alternatif yang berjalan kurang optimal harus
diprioritaskan.
13

f. Reprioritization tingkat kedua harus mempertimbangkan morbiditas yang


berkelanjutan tetapi reversibel yang timbul selama menunggu, nyeri berkepanjangan,
dan peningkatan kompleksitas yang diproyeksikan.
g. Untuk pasien yang cenderung asimtomatik dengan risiko kerusakan akut (misalnya
hernia pada bayi), operasi dapat terus ditunda dengan konseling yang baik.
h. Pasien yang sedang menunggu untuk menjalani operasi tanpa manfaat langsung bagi
kesehatan (misalnya, operasi kosmetik kecil) harus ditunda. Pusat rawat jalan harus
membantu mengatasi beban keterlambatan sebelum menangani operasi yang kurang
mendesak
i. Jalur perawatan bedah COVID-19 dan ruang Operasi COVID-19 harus
dipertahankan setelah puncak pandemi berlalu karena pasien dengan COVID-19
akan terus datang dengan kondisi yang memerlukan pembedahan. Pendekatan yang
dikembangkan selama pandemi harus diintegrasikan ke dalam praktik rumah sakit
untuk digunakan dalam kasus-kasus masa depan dengan risiko penularan infeksi
yang tinggi.
j. Dukungan penyedia yang berkelanjutan selama permintaan meningkat sangat
penting

2. Protokol Untuk Bedah Darurat


Ahli bedah, ahli anastesi, dan perawat perlu dilatih dalam penggunaan APD. Ahli
beah harus menjadwalkan operasi berdasarkan tingkat keparahan ancaman terhadap
nyawa dan kesehatan pasien. Selama pandemic, kebutuhan akan pembedahan darurat
harus dipertimbangkan sebagai prioritas masuk.
Semua pasien yang dicurigai yang membutuhkan operasi darurat harus
menyelesaikan tes darah COVID-19 dan CT scan dada sebelum masuk; Pengambilan
sampel usap faring harus diselesaikan sebelum operasi. Pasien harus ditempatkan di area
transisi sambil menunggu hasil. Semua operasi harus dilakukan dengan cara yang cepat
dan efisien [19]. Setelah masuk, protokol berbeda akan diterapkan berdasarkan tingkat
risiko COVID-19 pasien.
a. Untuk pasien yang dikonfirmasi dan dicurigai, ahli bedah perlu melapor ke
departemen manajemen.
14

epidemi rumah sakit (jika ada), departemen pengendalian infeksi, dan ruang operasi
sebelum operasi dan kemudian dipindahkan ke ruang operasi bertekanan negatif
melalui jalur. Tindakan perlindungan tersier diperlukan untuk anestesi dan prosedur
pembedahan. Setelah operasi, pasien dipindahkan ke area isolasi.
b. Untuk pasien berisiko tinggi, setelah persiapan pra operasi selesai, ahli anestesi,
perawat, dan ahli bedah harus mengikuti tindakan perlindungan tersier untuk prosedur
anestesi dan pembedahan. Setelah operasi, pasien dikembalikan ke bangsal isolasi
semula sesuai dengan rute pemindahan asli.
c. Untuk pasien risiko rendah, tindakan perlindungan umum diperlukan untuk anestesi
dan prosedur pembedahan. Setelah operasi, pasien dipindahkan ke bangsal asli sesuai
dengan rute pemindahan asli. (Liu, Zheng, 2020)
3. Protokol Untuk Bedah Elektif
Logistik triase untuk operasi kanker sangat menantang. Dari rekomendasi Society
of Surgical Oncology, keputusan harus dibuat berdasarkan kasus individual dengan
mempertimbangkan biologi setiap kanker, pilihan pengobatan alternatif, dan waktu
tunggu untuk operasi yang dijadwalkan ulang. American College of Surgeons (ACS)
menyarankan untuk menunda operasi non-operasi selama awal pandemi COVID 19.
Klasifikasi operasi sesuai dengan urgensi operasi :
a. Tier 2b (sebagian besar operasi elektif seperti hernia), mereka menyarankan untuk
menunda operasi.
b. Tier 3a dan 3b, di mana sebagian besar operasi kanker akan gagal, ACS tidak
menyarankan penundaan saat ini meskipun mungkin berubah (Liu, Zheng, 2020)

Tabel 2.1 Rekomendasi Tindakan Operasi

Kelompok Definisi Contoh Lokasi operasi Rekomendasi


operasi tindakan

1a Low acuity Kolonosko Instalasi rawat jalan Tunda operasi


surgery/healthy pi, rumah sakit, pusat atau operasi di
patient. endoskopi, bedah ambulatori, pusat bedah
-Operasi rawat carpal rumah sakit tanpa ambulatori
jalan tunnel atau dengan kasus
-Bukan penyakit release COVID-19 yang
yang mengancam
15

jiwa rendah
-Pada pasien sehat

1b Low acuity Instalasi rawat jalan Tunda operasi


surgery/unhealthy rumah sakit, pusat atau operasi di
patient bedah ambulatori, pusat bedah
- Operasi rawat rumah sakit tanpa ambulatori
jalan atau dengan kasus
- Bukan COVID-19 yang
penyakit yang rendah
mengancam
jiwa
- Pada pasien
sakit

2a Intermediate Kanker Instalasi rawat jalan Tunda operasi


acuity risiko rumah sakit, pusat bila
surgery/healthy rendah/ low bedah ambulatori, memungkinka
patient risk cancer, rumah sakit tanpa n atau operasi
- Tidak operasi atau dengan kasus di pusat bedah
mengancam tulang COVID-19 yang ambulatori
jiwa tetapi belakang rendah
berpotensi tidak
untuk urgen,
morbiditas dan kolik ureter
mortalitas di
kemudian hari.
- Membutuhkan
perawatan di
rumah sakit
- Pada pasien
sehat

2b Intermediate Instalasi rawat jalan Tunda operasi


acuity rumah sakit, pusat bila
surgery/unhealthy bedah ambulatori, memungkinka
patient rumah sakit tanpa n atau operasi
atau dengan kasus di pusat bedah
COVID-19 yang ambulatori
rendah

3a High acuity Sebagian Rumah sakit Jangan


surgery/healthy besar menunda
patient kanker, operasi
pasien yang
sangat
16

bergejala

3b High acuity Rumah sakit Jangan


surgery/unhealthy menunda
patient operasi
Sumber: American College of Surgeons. COVID-19: guidance for triage of non-emergent
surgical procedures

Pasien yang menjalani operasi elektif harus diberikan rekomendasi yang masuk
akal mengenai tindak lanjut, dan pasien harus dipindahkan ke fasilitas perawatan tinggi
jika dicurigai COVID-19, dan tes harus dipesan. Menurut pedoman dari Indian Council
of Medical Research, semua pasien berisiko tinggi yang menjalani operasi elektif
(Semua kontak simtomatik dari kasus yang dikonfirmasi laboratorium dan kontak
langsung dan berisiko tinggi tanpa gejala dari kasus yang dikonfirmasi harus diuji sekali
antara hari ke 5 dan hari 14 dari datang dalam kontaknya) harus menjalani tes PCR
untuk COVID-19 sebelum operasi (Liu, Zheng, 2020)
Pasien yang menjalani operasi elektif harus diberikan rekomendasi yang masuk
akal mengenai tindak lanjut, dan pasien harus dipindahkan ke fasilitas perawatan tinggi
jika dicurigai COVID-19, dan tes harus dipesan. Menurut pedoman dari Indian Council
of Medical Research, semua pasien berisiko tinggi yang menjalani operasi elektif
(Semua kontak simtomatik dari kasus yang dikonfirmasi laboratorium dan kontak
langsung dan berisiko tinggi tanpa gejala dari kasus yang dikonfirmasi harus diuji sekali
antara hari ke 5 dan hari 14 dari datang dalam kontaknya) harus menjalani tes PCR
untuk COVID-19 sebelum operasi (Liu, Zheng, 2020).
a. Jika tes RT PCR pasien dua kali negatif, sesuai dengan tingkat epidemi pasien saat
ini, ahli bedah dapat melanjutkan dengan protokol bedah.
b. Jika hasil RT PCR pasien positif, maka pasien perlu dipindahkan ke bangsal isolasi
untuk menyelesaikan persiapan pra operasi. Operasi elektif harus ditunda sampai
pasien pulih. Jika kita harus mengoperasikan
17
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pertanyaan Penelitian

1. Population/problem , Triase Bedah di masa pandemic, Keyword: Surgery Triage AND


COVID-19/ Triase Operasi dan COVID-19

2. Intervention , Triase bedah di masa pandemic COVID-19

3. Comparation , tidak ada pembanding atau intervensi lainnya

4. Outcome, mengetahui triase bedah di masa pandemic

B. Inklusi dan Eksklusi

Tabel 3.1 kriteria inklusi dan eksklusi menggunakan PICOS


Kriteria Inklusi Eksklusi
Masalah pada artikel tidak
Population/ Masalah pada artikel adalah triase bedah di
berhubungan dengan topic
Problem masa pandemic COVID-19
yaitu triase secara umum
Intervensi yang digunakan adalah triase Penatalaksanaan triase secara
Intervention
bedah di masa pandemic COVID-19 umum
Tidak ada intervensi
Compration Tidak ada intervensi pembanding
pembanding
Mengetahui triase bedah di masa pandemi
Outcome Triase secara umum
COVID-19
Tahun Artikel atau jurnal terbit
Artukel atau jurnal yang terbit tahun 2020
Terbit dibawah tahun 2020
Selain bahasa inggris dan
Bahasa Inggris dan indonesia Indonesia dan tidak relevan
dengan pertanyaan penelitian

18
19

C. Studi Literatur

Pada literature review ini menggunakan 4 database akademik yaitu google scholar, Wiley,
Pubmed dengan kata kunci Surgery Triage “AND” COVID-19/ Triase Operasi DAN
COVID-19

D. Algoritma Penelitian

PubMed Wiley Google Scholar


(322) (2) (365)

Artikel di Identifikasi
(n=689)
Eksklusi : artikel terbit
dibawah tahun 2020 masalah
tidak sesuai dengan topic:
Artikel di identifikasi triase secara umum (n=656)
(n=33) (n=4)

Artikel ganda
(n=7)
Artikel di Identifikasi
(n=26)
Artikel tidak
menjawab pertanyaan
dari penelitian
Artikel ter inklusi (n=18)
(n=8)
20

Pada pencarian database pubmed menggunakan kata kunci surgery triage and covid 19 ditemukan
hasil 322 artikel lalu dari artikel tersebut di pilih menggunakan kriteria inklusi dan yang
memenuhi kriteria inklusi sebanayk 15 artikel

Dari pencarian database wiley menggunakan kata kunci surgery triage and covid 19 ditemukan hasil 2 lalu
artikel di pilah pilah, dan artikel yang sesuai dengan topic sebanyak 1 artikel
21

Pada pencarian database google cendekia didapatkan hasil 365 yang kemudian dipilah dan yang
memenuhi kriteria inklusi sebanyak 17 artikel

Setelah di pilah pilah menggunakan kriteria inklusi yaitu artikel sesuai dengan topic sebanyak 33
artikel. Kemudian di eliminasi lagi yaitu banyak nya artikel ganda kemudian ditemukan 7 artikel
ganda pada pencarian dari database pubmed dan google cendekia. Sehingga jumlah artikel
menjadi 26 artikel. Dan dari artikel tersebut yang tidak menjawab pertanyaan dari penelitian
sebanyak 16 artikel dengan rincian dari database pubmed sebanyak 7 artikel dan dari database
google cendekia sebanyak 9 artikel. Jadi total hasil akhir atau artikel yang terinklusi sebanayak
10artikel.
22

E. Menilai Kualitas Artikel Berdasarkan Temuan Studi Literatur

Tabel 3.1 menilai kualitas artike berdasarkan temuan study literatur


Nama
Jurnal
No Author Vol, Judul Hasil Penelitian Kesimpulan Database
No,
Tahun
Head And
Neck
Panduan ini dimaksudkan
Surgical
untuk membantu dokter
Oncology
yang merawat pasien
in The
dengan HNC
Time of A
Setiap sub situs disajikan secara terpisah mengalokasikan sumber
Pandemic:
Jornal dengan rekomendasi khusus penyakit. daya dengan tepat selama
Maniak Subsite
1. Wiley. Pilihan untuk modalitas pengobatan krisis COVID-19. Kami PubMed
as, et al Specific
42 (06) alternative disediakan jika pengobatan terus mengadvokasi
Triage
bedah perlu ditunda pertimbangan individu
Guidelines
kasus dalam mode
During
multidisiplin berdasarkan
The
keadaan pasien individu dan
COVID-
ketersediaan sumberdaya
19
Pandemic
2. Sharma Eur COVID- Kasus elektif dan tidak mendesak Pengetahuan yang tepat PubMed
, Akriti, Arch 19 and sebaiknya dihindari selama waktu ini. tentang triase akan sangat
dkk Othorhi ENT Hanya prosedur yang sangat penting dan membantu ahli bedah THT
nolarin surgery: A darurat yang perlu dilakukan dengan dalam meminimalkan
gor Brief penggunaan alat pelindung diri yang terdiri paparan petugas kesehatan
Review of dari gaun pengaman, masker N95, dan pasien selama pandemic
Essential kacamata pengaman, sarung tangan dan ini. Semua pasien dengan
Precaution topi sekali pakai. Ada kemungkinan status COVID-19 yang tidak
s and penulaaran SARS-CoV-2 melalui pasien diketahui harus dianggap
23

tanpa gejala dank arena semua pasien,


bahkan dengan status COVID-19 yang
tidak diketahui, perlu menjalankan
sebagai tersangka dan
skrining pra operasi. Karena semua
tindakan pencegahan untuk
Triage prosedur dibawah anestesi umum
penanganannya harus
menghasilkan aerosol, penggunaan alat
diambil
pelindung diri (APD) drekomendasikan
untuk semua pekerja perawaatan kesehatan
yang ada druang operasi
This rapid review is a summary of advice
from Australlian, New Zaelandand During the COVID-19
international speciallity groups pandemic, urgent and
regardingtriaging off surgical cases, as emergency surgery must
Anz Surgery well as the peer-reviewed literature. The continue. A carefully satged
Babidg Journal Triage key theme across all jurisdictions was to return of elective surgery
e, W.J. of During not compromise clinical judgement and to should align with a decrease
3. Tivey, Surgery The enable individualized, ethical and pataient in COVID-19 caseload. PubMed
David . 90 COVID- centred care. The topics reported on Combining evidence and
R, et al. (90). 19 include implications of COVID-19 on expert opinion, schemas and
2020 Pandemic surgical triage, competing demandson recommendations have been
healthcare resources (Surgery versus proposed to guide this
COVID-19 cases), and the low incidence process in Australian and
of COVID-19 resulting in a possibility to Newzeland.
increase surgical caseloads over time.
4. Brindle Ann.Of Mendekati Selama beberapa bulan ke Wiley
Rekomendasi untuk sistem yang
,MD. Surgery Triase depan, pengambilan
perlu dipertimbangkan sebelum puncak
Et al. . Bedah keputusan yang disengaja
pandemi: 
227(2), Selaama seputar prioritas
2020 pandemic 1. Hentikan semua operasi yang tidak pembedahan akan
COVID- mendesak sesegera mungkin (jika menyelamatkan nyawa.
19 belum dihentikan) di semua pusat rawat Keputusan ini tidak akan
jalan dan nonambulasi. 2. Tentukan dibuat dengan mudah dan
kasus sensitif waktu dalam setiap akan menjadi lebih
24

menantang dari waktu ke


spesialisasi mengikuti kriteria standar waktu. Perjalanan pandemi
seperti yang disediakan oleh ACS.1 Ini dan dampaknya pada sistem
harus ditinjau secara terpusat, pembedahan akan bervariasi
diselaraskan antara spesialisasi, dan antara dan di dalam negara.
ditegakkan secara ketat.  ACS telah memberikan
3. Definisikan kasus hidup atau anggota dasar untuk
tubuh sebelum triase berdasarkan mengembangkan strategi
kriteria ini diperlukan. triase bedah untuk tahap
4. Sumber daya tinggi tetapi operasi awal pandemi COVID-19.
penyelamatan nyawa seperti Beban penyakit bedah yang
transplantasi perlu terus ditinjau dan luar biasa yang akan
mungkin menjadi prioritas kedua jika menumpuk karena operasi
sumber daya menjadi langka. yang tertunda dan
5.Mengembangkan kerangka kerja dengan dibatalkan akan menuntut
bantuan ahli etika untuk strategi baru di seluruh
mempertimbangkan triase untuk sistem. Seperti halnya
memaksimalkan kualitas hidup tahun perencanaan tahap awal
yang disimpan untuk digunakan ketika pandemi, diperlukan
permintaan sumber daya sistem persiapan untuk tahap
kesehatan melebihi pasokan. pandemi ini. Kelegaan yang
6. Mengembangkan protokol untuk akan dinantikan oleh sistem
penatalaksanaan nonoperatif pada pembedahan pada akhir
kondisi darurat yang umum dan tidak COVID tidak akan terjadi
umum yang muncul, mendesak, dan sampai beberapa saat
elektif. Ini harus mencakup strategi setelah puncak pandemi
untuk meredakan dan sebaliknya berlalu.
perawatan untuk pasien yang tidak
dapat menerima intervensi segera
karena kriteria triase.
7.Kembangkan jalur untuk memindahkan
pasien bedah ke pusat kesehatan dengan
kapasitas lebih besar jika sumber daya
25

menjadi langka.
8. Berkomunikasi secara jelas dengan
pasien yang mengalami keterlambatan
atau post poned termasuk alasan,
pengobatan yang dianjurkan sampai
intervensi bedah, dan indikasi agar
mereka menghubungi kembali ahli
bedah.
9. Tetapkan proses yang jelas bagi ahli
bedah untuk menyajikan kasus khusus
untuk pertimbangan yang tidak sesuai
dengan kriteria triase yang ketat.
10. Persiapkan untuk tekanan moral dan
frustrasi dalam sistem bedah dan
berikan dukungan yang cukup untuk
penyedia.
Rekomendasi sistem yang harus
dipertimbangkan setelah puncak
pandemi: 
1. Setelah puncak pandemi berlalu, kaji
kapasitas sistem rumah sakit secara
teratur dan realistis untuk memperluas
layanan bedah. 
2. Perluas layanan pembedahan secara
perlahan tapi dini. 
3. Maksimalkan kapasitas dengan
memindahkan pasien ke pusat rawat
jalan atau sistem terdekat lainnya yang
memiliki kapasitas untuk operasi. 4.
Dengan cepat menilai kembali dan
merawat kembali pasien yang
mengalami penundaan melebihi jangka
26

waktu yang disarankan. 


5. Kasus kanker dan tes diagnostik
onkologi yang telah tertunda di luar
waktu optimal untuk pengobatan atau
terapi alternatif yang berjalan kurang
optimal harus diprioritaskan. 
6. Reprioritization tingkat kedua harus
mempertimbangkan morbiditas yang
berkelanjutan tetapi reversibel yang
timbul selama menunggu, nyeri
berkepanjangan, dan peningkatan
kompleksitas yang diproyeksikan. 
7. Untuk pasien yang cenderung
asimtomatik dengan risiko kerusakan
akut (misalnya hernia pada bayi),
operasi dapat terus ditunda dengan
konseling yang baik. 
8. Pasien yang sedang menunggu untuk
menjalani operasi tanpa manfaat
langsung bagi kesehatan (misalnya,
operasi kosmetik kecil) harus ditunda.
Pusat rawat jalan harus membantu
mengatasi beban keterlambatan
sebelum menangani operasi yang
kurang mendesak. 
9. Jalur perawatan bedah COVID-19 dan
ruang Operasi COVID-19 harus
dipertahankan setelah puncak pandemi
berlalu karena pasien dengan COVID-
19 akan terus datang dengan kondisi
yang memerlukan pembedahan.
Pendekatan yang dikembangkan selama
pandemi harus diintegrasikan ke dalam
27

praktik rumah sakit untuk digunakan


dalam kasus-kasus masa depan dengan
risiko penularan infeksi yang tinggi. 
10. Dukungan penyedia yang berkelanjutan
selama permintaan meningkat sangat
penting. 

Panduan ini memberikan


Endocrine
Fase perawatan dengan contoh kasus konteks untuk operasi
Surgery in
endokrin yang sesuai diuraikan. Sebagian endokrin dalam sepektrum
The
besar kasus dapat ditunda dengan aman oknologi bedah, dengan
Wileyli Coronavir
Jozaghi dengan pengawasan aktif, terasuk kanker tujuan perawatan pasien
brary us Disease
5. , Zelda. tiroid yang paling berbeda dan kanker multidisiplin individualyang PubMed
journal. 2019
Etc. tiroid moduler. Selama fase paling akut, optimal dan harapan
2020 Pandemic:
semua operasi endokrin ditunda, kecuali pengalihan sumberdaya
Surgical
tumor tiroid yang membutuhkan yang signifikan untuk
Triage
menejemen saluran napas akut merawat pasien dengan
Guidelines
COVID-19
Ethical
Surgical
Triage of Ratusan operasi dibatalkan. Enam puluh
Wiley Penggunaan triase bedah
Patient lima kasus yang di skrining selama 3
Library yang dikelola secara aktif
With Head minggu di tabulasi. Dokter dan pasien
Civanto journal untuk menyeimbangkan
6. And Neck menyatakan ketidaknyamanan terkait PubMed
s, et al 42: kesehatan pasien dengan
Cancer persepsi penyimpangan dari standart,
1423- masalah kesehatan
During the tetapi resiko paparan COVID-19 membuat
1447 masyarakat
COVID- diskusi ini tidak stabil
19
Pandemic.
7. Lewko Journal Response Google
salah satu mekanisme yang paling umum Pada fase awal pandemi,
nia, Elsevie To Scholar
untuk meningkatkan sistem kesehatan dan saran kepada komunitas
Peter r. 143: Surgical
kapasitas rumah sakit adalah pembatalan
28

medis sangat jelas untuk


menghentikan semua
Triage in atau penundaan operasi terjadwal dan
prosedur medis yang tidak
an elektif.
penting. Sekarang sama
Evolving Sangat disaarankan adanya penghentian jelasnya, bagaimanapun,
Pandemic prosedur pembedahan yang dapat ditunda atau
412- karena pandemi terus
Based on ditunda, dengan hanya beberapa prosedur
414. berkembang, pengobatan
Disease rawat jalan yang dilanjutkan. Konsekuensi
2020 (termasuk perawatan bedah)
Classificat nyata dari kebijakan ini adalah kebutuhan
untuk kondisi
ion and untuk mengatasi potensi morbiditas perawatan
yang tertunda, terutama mengingat bahwa muskuloskeletal seperti
Predictive
batas waktu untuk dimulainya kembali layanan patologi tulang belakang
Modeling
bedah normal masih jauh dari jelas tidak dapat ditunda tanpa
batas waktu.

The
START
(Surgical
Triage
And Skor triase bedah bergantung pada system
5 tingkat berkode warna intuitif Dengan jumlah sumberdaya
Journal Resource
Tan, yang diberikan, dan ketika
Urolog Allocation (mengancam iwa/ darurat, onkologis/
Quan situasi local pandemic Google
8. y 05 Tool) of organ mengancam mendesak, onkologis/
Yi, et berubah, ahli bedah dapat Scolar
(021). Surgical organ mengancam semi urgent, pilihan,
al. memprioritaskan operasi
2020 Priorizatio
dan non esensial. berdasarkan skor.
n During
The
COVID-
19
Pandemic
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Literatur review ini memaparkan 8 artikel yang membahas triase bedah dimasa pandemi
COVID-19 (Tabel 3.1). Maniakas,et.al (2020) memaparkan hasil penelitian yang dilakukan
bahwa Setiap sub situs disajikan secara terpisah dengan rekomendasi khusus penyakit. Pilihan
untuk modalitas pengobatan alternative disediakan jika pengobatan bedah perlu ditunda.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sharma, Akriti, dkk, (2020) bahwa pada triase
operasi bedah Kasus elektif dan tidak mendesak sebaiknya dihindari selama waktu ini. Hanya
prosedur yang sangat penting dan darurat yang perlu dilakukan dengan penggunaan alat
pelindung diri yang terdiri dari gaun pengaman, masker N95, kacamata pengaman, sarung tangan
dan topi sekali pakai. Ada kemungkinan penulaaran SARS-CoV-2 melalui pasien tanpa gejala
dank arena semua pasien, bahkan dengan status COVID-19 yang tidak diketahui, perlu
menjalankan skrining pra operasi. Karena semua prosedur dibawah anestesi umum menghasilkan
aerosol, penggunaan alat pelindung diri (APD) drekomendasikan untuk semua pekerja
perawaatan kesehatan yang ada di ruang operasi.

Babidge, W.J. Tivey, David R, et al. (2020) pada peenelitian yang berjudul “Surgery
Triage During The COVID-19 Pandemic” hasil penelitian yang didapatkan bahwa kelompok
khusus Australia, Selandia Baru dan antar negara mengenai triase kasus bedah, serta literatur
yang ditinjau sejawat. Tema utama di semua yurisdiksi adalah untuk tidak mengkrompomikan
penilaian klinis dan memungkinkan perawatan individual, eis, dan berpusat pada pasien. Topik
yang dilaporka termasuk implikasi COVID-19 pada triase bedah, tuntutan yang bersaing pada
sumber daya kesehatan (operasi versus kasus COVID-19), dan rendahnya insiden COVID-19
yang mengakibatkan kemungkinan untuk meningkatkan beban kasus bedah dari wwaktu ke
waktu.

Peneitian yang dilakukan Brindle,MD. Et al. (2020) dengan judul Mendekati Triase
Bedah Selaama pandemic COVID-19. Pada penelitian tersebut, hasil yang didapatkan yaitu
bahwa adanya Rekomendasi untuk sistem yang perlu dipertimbangkan sebelum puncak pandemi
dan Rekomendasi sistem yang harus dipertimbangkan setelah puncak pandemi.

29
30

Rekomendasi untuk sistem yang dipertimbangkan sebelum puncak pandemi diantaranya :


1) Hentikan semua operasi yang tidak mendesak sesegera mungkin (jika belum dihentikan) di
semua pusat rawat jalan dan nonambulasi. 2) Tentukan kasus sensitif waktu dalam setiap
spesialisasi mengikuti kriteria standar seperti yang disediakan oleh ACS.1 Ini harus ditinjau
secara terpusat, diselaraskan antara spesialisasi, dan ditegakkan secara ketat. 3) Definisikan kasus
hidup atau anggota tubuh sebelum triase berdasarkan kriteria ini diperlukan. 4) Sumber daya
tinggi tetapi operasi penyelamatan nyawa seperti transplantasi perlu terus ditinjau dan mungkin
menjadi prioritas kedua jika sumber daya menjadi langka. 5) Mengembangkan kerangka kerja
dengan bantuan ahli etika untuk mempertimbangkan triase untuk memaksimalkan kualitas hidup
tahun yang disimpan untuk digunakan ketika permintaan sumber daya sistem kesehatan melebihi
pasokan. 6) Mengembangkan protokol untuk penatalaksanaan nonoperatif pada kondisi darurat
yang umum dan tidak umum yang muncul, mendesak, dan elektif. Ini harus mencakup strategi
untuk meredakan dan sebaliknya perawatan untuk pasien yang tidak dapat menerima intervensi
segera karena kriteria triase. 7) Kembangkan jalur untuk memindahkan pasien bedah ke pusat
kesehatan dengan kapasitas lebih besar jika sumber daya menjadi langka. 8) Berkomunikasi
secara jelas dengan pasien yang mengalami keterlambatan atau post poned termasuk alasan,
pengobatan yang dianjurkan sampai intervensi bedah, dan indikasi agar mereka menghubungi
kembali ahli bedah. 9) Tetapkan proses yang jelas bagi ahli bedah untuk menyajikan kasus
khusus untuk pertimbangan yang tidak sesuai dengan kriteria triase yang ketat. 10) Persiapkan
untuk tekanan moral dan frustrasi dalam sistem bedah dan berikan dukungan yang cukup untuk
penyedia.

Rekomendasi sistem yang harus dipertimbangkan setelah puncak pandemi diantaranya :


1) Setelah puncak pandemi berlalu, kaji kapasitas sistem rumah sakit secara teratur dan realistis
untuk memperluas layanan bedah. 2) Perluas layanan pembedahan secara perlahan tapi dini. 3)
Maksimalkan kapasitas dengan memindahkan pasien ke pusat rawat jalan atau sistem terdekat
lainnya yang memiliki kapasitas untuk operasi. 4) Dengan cepat menilai kembali dan merawat
kembali pasien yang mengalami penundaan melebihi jangka waktu yang disarankan. 5) Kasus
kanker dan tes diagnostik onkologi yang telah tertunda di luar waktu optimal untuk pengobatan
atau terapi alternatif yang berjalan kurang optimal harus diprioritaskan. 6) Reprioritization
tingkat kedua harus mempertimbangkan morbiditas yang berkelanjutan tetapi reversibel yang
31

timbul selama menunggu, nyeri berkepanjangan, dan peningkatan kompleksitas yang


diproyeksikan. 7) Untuk pasien yang cenderung asimtomatik dengan risiko kerusakan akut
(misalnya hernia pada bayi), operasi dapat terus ditunda dengan konseling yang baik. 8) Pasien
yang sedang menunggu untuk menjalani operasi tanpa manfaat langsung bagi kesehatan
(misalnya, operasi kosmetik kecil) harus ditunda. Pusat rawat jalan harus membantu mengatasi
beban keterlambatan sebelum menangani operasi yang kurang mendesak. 9) Jalur perawatan
bedah COVID-19 dan ruang Operasi COVID-19 harus dipertahankan setelah puncak pandemi
berlalu karena pasien dengan COVID-19 akan terus datang dengan kondisi yang memerlukan
pembedahan. Pendekatan yang dikembangkan selama pandemi harus diintegrasikan ke dalam
praktik rumah sakit untuk digunakan dalam kasus-kasus masa depan dengan risiko penularan
infeksi yang tinggi. 10) Dukungan penyedia yang berkelanjutan selama permintaan meningkat
sangat penting.

Hasil penelitian Jozaghi, Zelda. Etc.(2020) bahwa Fase perawatan dengan contoh kasus
endokrin yang sesuai diuraikan. Sebagian besar kasus dapat ditunda dengan aman dengan
pengawasan aktif, terasuk kanker tiroid yang paling berbeda dan kanker tiroid moduler. Selama
fase paling akut, semua operasi endokrin ditunda, kecuali tumor tiroid yang membutuhkan
menejemen saluran napas akut.

Civantos, et al (2020), pada penelitia yang berjudul Ethical Surgical Triage of Patient
With Head And Neck Cancer During the COVID-19 Pandemic hasil penelitoan yang didapatkan
bahwa Ratusan operasi dibatalkan. Enam puluh lima kasus yang di skrining selama 3 minggu di
tabulasi. Dokter dan pasien menyatakan ketidaknyamanan terkait persepsi penyimpangan dari
standart, tetapi resiko paparan COVID-19 membuat diskusi ini tidak stabil.

Pada penelitian yang dilakukan Lewkonia, Peter (2020) hasil yag didapatkan salah satu
mekanisme yang paling umum untuk meningkatkan sistem kesehatan dan kapasitas rumah sakit
adalah pembatalan atau penundaan operasi terjadwal dan elektif. Sangat disaarankan adanya
penghentian prosedur pembedahan yang dapat ditunda atau ditunda, dengan hanya beberapa
prosedur rawat jalan yang dilanjutkan. Konsekuensi nyata dari kebijakan ini adalah kebutuhan
untuk mengatasi potensi morbiditas perawatan yang tertunda, terutama mengingat bahwa batas
waktu untuk dimulainya kembali layanan bedah normal masih jauh dari jelas.
32

Tan, Quan Yi, et al. (2020) memaparkan hasil penelitannya bahwa Skor triase bedah
bergantung pada system 5 tingkat berkode warna intuitif (mengancam iwa/ darurat, onkologis/
organ mengancam mendesak, onkologis/ organ mengancam semi urgent, pilihan, dan non
esensial.
BAB V

PEMBAHASAN

A. Triase Bedah Pada Pasien Dengan Kanker Dimasa Pandemic COVID-19


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Civantos, et al (2020), Ratusan operasi dibatalkan.
Enam puluh lima kasus yang di skrining selama 3 minggu di tabulasi. Dokter dan pasien
menyatakan ketidaknyamanan terkait persepsi penyimpangan dari standart, tetapi resiko
paparan COVID-19 membuat diskusi ini tidak stabil. Dari 14 februari 2020 hingga 10
februari 2020 sebanyak 129 pasien dengan kanker kepala dan leher baru atau yang dicurigai
dan 83 tumor jinak di pusat kanker. Semua proses yang dianggap jinak dilakukan
penjadwalan ulang.
Menurut Day, et al (2020), beberapa standart baru telah berkembang. Pada diagnosis
tumor jinak operasi akan dilakukan penundaan. Namun bahkan diagnosis jinak dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas kritis atau aspirasi, atau hilangnya fungsi vital. Pada
standart kedua adalah mempertimbangkan penundaan operasi untuk tumor ganas tingkat
rendah yang tumbuh lambat. Standart ke tiga adalah pemindahan pasien dari prosedur
pembedahan beresiko tinggi ke terapi non pembedahan ketika ini mewakili standar
perawatan yang setara. Jenis pembedahan yang paling umum dimana transisi ini terjadi
adalah pada kaus kanker orofaringeal T1 dan T2, dengan penyakit leher stadium negatif atau
awal, dimana radiasi dengan atau tanpa kemoterapi merupakan pengobatan alternative
standart.
Sebuah standart keempat adalah bahwa jika penndaan atau transfer ke terapi non bedah
tidak bisa dibenarkan, seperti pada kanker kelas tinggi, luka yang tidak aman membutuhkan
rekontruksi, atau masalah pernapasan maka operasi harus dilakukan sesegera mungkin,
namun dengan pengecualian darurat hidup atau mati harus menunggu pengujian COVID-19
yang sesuai.

Triase pada operasi kanker sangat menantang. Dari rekomendasi Society of Surgical
Oncology, keputusan harus dibuat berdasarkan kasus individual dengan mempertimbangkan
biologi setiap kanker, pilihan pengobatan alternatif, dan waktu tunggu untuk operasi yang
dijadwalkan ulang. Pada triase kelompok kanker dengan resiko rendah (kelompok 2a) dapat

33
34

dilakukan penundaan operasi jika memungkinkan atau operasi di pusat bedah ambulatori
sedangkan Sebagian besar kanker, pasien yang sangat bergejala mask pada kelompok 3a yang
artinya operasi tidak boleh dilakukan penundaan (American College of Surgeons. COVID-19:
guidance for triage of non-emergent surgical procedures, 2020)

B. Triase Bedah Endokrin Dimasa Pandemic COVID-19


Hasil penelitian Jozaghi, etc (2020), didapatkan bahwa Fase perawatan dengan contoh
kasus endokrin yang sesuai diuraikan. Sebagian besar kasus dapat ditunda dengan aman
dengan pengawasan aktif, terasuk kanker tiroid yang paling berbeda dan kanker tiroid
moduler. Selama fase paling akut, semua operasi endokrin ditunda, kecuali tumor tiroid yang
membutuhkan menejemen saluran napas akut.
Triase pada penyelenggaraan bedah endokrin terdapat 3 fase, yang pertama yaitu
beberapa pasien COVID-19, sumber daya rumah sakit tidak habis, masih memiliki kapasitas
ventilator ICU dan lintasan COVID-19 tidak dalam fase eskalasi cepat. Pada fase ini
pembedahan sangat terbatas pada pasien yang kemungkinan memiliki kelangsungan hidup
dikompromikan jika pembedahan tidak dilakukan dalam 3 bulan ke depan.
Pada fase dua dimana banyak pasien COVID-19, ICU dan kapasitas ventilator terbatas,
dan atau persediaan ruang operasi terbatas. Pembedahan terbatas pada pasien yang
kemungkinan memiliki kelangsungan hidup dikompromikan jika pembedahan tidak
dilakukan beberapa hari ke depan.
Pada fase tiga sumber daya rumah sakit semuanya dialihkan ke pasien dengan COVID-19,
tidak ada ventilator atau kapasitas ICU, ATAU suplai habis. Pembedahan terbatas pada
pasien yang kemungkinan memiliki kelangsungan hidup terganggu jika tidak dilakukan
dalam beberapa jam ke depan.

C. Triase Bedah Kepala Dan Leher Dimasa Pandemic COVID 19


Maniakas, et. Al (2020) pada hasil penelitiannya bahwa Setiap sub situs disajikan secara
terpisah dengan rekomendasi khusus penyakit. Pilihan untuk modalitas pengobatan
alternative disediakan jika pengobatan bedah perlu ditunda.
Institute of medicine telah menetapkan tujuan perawatan berbasis kualitas. Pedoman pada
kasus bedah kepala dan leher menekankan perawatan bedah hanya untuk penyakit menengah
35

dan lanjut dimana piliha non bedah tidak tersedia, dan resiko perkembangan penyakit akan
secara signifikan mempengaruhi fungsi pasien atau hasil penyakit.
Menurut Kiong (2020), pedoman operasi disaat pandemi menyebabkan perubahan yag
signifikan dalan manajemen pasien HNC. Lesi rongga mulut tingkat lanjut yang
membutuhkan manaulektomi dan/ atau maksilektomi saat ini mewakili sebagian besar kasus
bedah kepala dan leher. Analisis mendalam tentang efek keseluruhan pandemi COVID-19
pada volume operasi, penangguhan kasus dan penggunaaan aternatif.

D. Triase Bedah Di Masa Pandemi COVID-19

Hasil Penelitian yang dilakukan Sharma Akriti, dkk (2020), Kasus elektif dan tidak
mendesak sebaiknya dihindari selama waktu ini. Hanya prosedur yang sangat penting dan
darurat yang perlu dilakukan dengan penggunaan alat pelindung diri yang terdiri dari gaun
pengaman, masker N95, kacamata pengaman, sarung tangan dan topi sekali pakai. Ada
kemungkinan penulaaran SARS-CoV-2 melalui pasien tanpa gejala dank arena semua pasien,
bahkan dengan status COVID-19 yang tidak diketahui, perlu menjalankan skrining pra
operasi. Karena semua prosedur dibawah anestesi umum menghasilkan aerosol, penggunaan
alat pelindung diri (APD) drekomendasikan untuk semua pekerja perawaatan kesehatan yang
ada di ruang operasi.

Penilaian kebutuhan pasien secara individual dengan mempertimbangkan usia,


komorbiditas, lokasi dan stadium penyakit, dan keinginan pasien, harus dilakukan dilakukan
dalam konteks kapasitas untuk memberikan perawatan. Jika memungkinkan perawatan
operatif harus dipertimbangkan, terutama jika terdapat komorbiditas yang signifikan.
Pembedahan harus dihindari jika memungkinkan, pada pasien yang lebih tua atau lebih rentan
(Babidge, 2020).

Selama tahap awal pandemi, kasus operasi yang perlu segera dilakukan dan yang dapat
menunggu beberapa bulan tanpa morbiditas biasanya mudah dibedakan. Namun, masih ada
kelompok ketiga; dimana penundaan menambah beban penyakit yang dialami pasien secara
signifikan.Triase sama pentingnya selama fase ini seperti pada tahap awal pandemi dan harus
mencakup evaluasi ulang pasien yang mengalami penundaan yang signifikan. Pasien yang
menderita morbiditas yang didapat dan menetap harus tetap diprioritaskan daripada mereka
36

dengan kondisi yang tidak terlalu parah (Bridge, 2020). Di masa pandemic triase bedah terdiri
diklasifikasikan dalam kelompok 1a, 1b, 2a, 2b, 3a, dan 3b dimana pada kelompok 3a dan 3b
operasi tidak dapat dilakukan penundaan dimana terjadi pada kasus Sebagian besar kanker
dan pasien yang sangat bergejala (American College of Surgeons. COVID-19: guidance for
triage of non-emergent surgical procedures, 2020)

Penjadwalan operasi perlu dilakukan berdasarkan tingkat keparahan ancaman terhadap


nyawa dan kesehatan pasien. Selama pandemic, kebutuhan akan pembedahan darurat harus
dipertimbangkan sebagai prioritas masuk. Semua pasien yang dicurigai yang membutuhkan
operasi darurat harus menyelesaikan tes darah COVID-19 dan CT scan dada sebelum masuk;
Pengambilan sampel usap faring harus diselesaikan sebelum operasi. Pasien harus
ditempatkan di area transisi sambil menunggu hasil. Semua operasi harus dilakukan dengan
cara yang cepat dan efisien. Setelah masuk, protokol berbeda akan diterapkan berdasarkan
tingkat risiko COVID-19 pasien (Liu, Zheng, 2020).
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Triase Bedah Pada Pasien Dengan Kanker Dimasa Pandemic COVID-19 dilakukan
berdasarkan jenis atau stadium kanker, dimana kanker dengan resiko rendah dapat
dilakukan penundaan pembedahan.
2. Triase bedah pada kasus endokrin dimasa pandemic COVID-19 dibagi dalam 3 fase yaitu
fase satu pembedahan sangat terbatas pada pasien yang kemungkinan memiliki
kelangsungan hidup dikompromikan jika pembedahan tidak dilakukan dalam 3 bulan ke
depan, fase dua pembedahan sangat terbatas pada pasien yang kemungkinan memiliki
kelangsungan hidup dikompromikan jika pembedahan tidak dilakukan dalam beberapa
hari kedepan, dan fase tiga pembedahan sangat terbatas pada pasien yang kemungkinan
memiliki kelangsungan hidup dikompromikan jika pembedahan tidak dilakukan dalam
beberapa jam kedepan.
3. Triase bedah Kepala Dan Leher Dimasa Pandemic COVID 19 bahwa operasi bedah
dilakukan ketika tidak ada pilihan untuk dilakukan tindakan non bedah.
4. Triase bedah di masa pandemi COVID-19 terdiri dari kelompok 1a sampai dengan 3b
dimana pada kelompok 3a dan 3b operasi pembedaha harus dilakukan dengan segera.

B. SARAN

1. Bagi mahasiswa

Diharapkan mahasiswa dapat menjadikan literatur review ini sebagai tambahan referensi
mengenai triase bedah di masa pandemic COVID-19

2. Bagi institusi pendidikan


Diharapkan institusi pendidikan dapat menjadikan literatur review ini sebagai
pengembangan dan bahan kajian mengenai triase bedah di masa pandemic COVID-19

3. Bagi peneliti selanjutnya


37
38

Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan dapat dijadikan bahan
referensi dalam penulisan literature maupun penelitian mengenai triase bedah di masa
pandemic COVID-19
40

DAFTAR PUSTAKA

Adityo, dkk. (2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia. Vol.7, No.1.
Babidge, W.J. Tivey, David R, et al. (2020). Surgery Triage During The COVID-19 Pandemic.
Anz Journal of Surgery. Vol. 90, No. 90
Brindle, Mary E, etc. (2020). Mendekati Triase Bedah Selama Pandemi COVID-19.
Annalsurgery. Vol. 272, No. 2.
Departemen Kesehatan (Depkes). (2007). Pedoman Teknis Penanggulngan Krisis esehatan
Akibat Becana. Jakarta: Departemen Penanggulangan Krisis Kesehatan.
Hamarno, Rudi. (2016). Keperawatan Kedaruratan dan Manajemen Bencana. Jakarta:
KEMENKES RI
J. Vransisco. (2020). Ethical Surgical Triage of Patient With Head And Neck Cancer During the
COVID-19 Pandemic. Wiley Library journal 42: 1423-1447
Jozaghi, Zelda. Etc. (2020). Endocrine Surgery in The Coronavirus Disease 2019 Pandemic:
Surgical Triage Guidelines. Wileylibrary journal
Kementrian Kesehatan. (2020). RIMedia Informasi Resmi Terkini Penyakit Infeksi Emerging.
https://covid19.kemkes.go.id.
Law, Siukan., Leung, Albert Wingnang., Xu, Chuanshan. (2020). Severe acute respiratory
syndrome (SARS) and coronavirus disease-2019 (COVID-19): From causes to preventions in
Hong Kong. International Journal of Infectious Diseases. 4 (2020)156-163.
Lei S, Jiang F, Su W, dkk. (2020). Clinical Characteristic And Outcomes Of Patiennts
Undergoing Surgeries During The Incubation Period Of COVID-19 Infection. Eclinical
Medicine.
Lewkonia, Peter. (2020). Response To Surgical Triage in an Evolving Pandemic Based on
Disease Classification and Predictive Modeling. Journal Elsevier. 143: 412-414. 2020
Mataram.tribennews.com diakses tanggal 16 oktober 2020
Oman, Kathlens S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta: EGC
Pusponegoro, AD. (2010). Disaster Medicine, The New Science. AGD 118. Jakarta.
Rothan, HA. Byraredy SN. (2020). The Epidemology And Pathogenesis Of Coronavirus
DesiaseOutbrea. J Autoimun. Published Online March 3.

40
41

Tan, Quan Yi, et al. (2020). START (Surgical Triage And Resource Allocation Tool) of Surgical
Priorization During The COVID-19 Pandemic. Journal Urology 05 (021). 2020
Wetan, Ni Gusti Ayu Agung Manik Yuniawaty. Novianti, Putu Astri. (2020). Strategi
Pembedahan di Era Pandemi COVID-19. JBN (Journal Bedah Nasional). Vol. 4 No. 1.
World Health Organization (WHO). 2020. CoronaVirus Disease (COVID-19). Diakses 15
Oktober 2020
Zhou P, Et al. (2020). Coronavirus Infection And Immune Responses. J.Med Virol. Vol. 92, No.
4.

Anda mungkin juga menyukai