Anda di halaman 1dari 58

PENERAPAN GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN

SKALA NYERI PADA PASIEN FRAKTUR EKSTREMITAS

SULFINA
219138

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA
MAKASSAR 2022

2
PENERAPAN GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN
SKALA NYERI PADA PASIEN FRAKTUR EKSTREMITAS

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai satu persyaratan untuk menyele-
saikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

SULFINA
219138

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA
MAKASSAR 2022
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul Penerapan Guided Imagery Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas telah disetujui
pembimbing untuk diujiakan oleh Tim Sidang Program DIII Keperawatan
Institut Ilmu Kesehatan Peelamonia Makassar sebagai salah satu syarat
dalam menempuh ujian akhir Program DIII Keperawatan Institut Ilmu
Kesehatan Pelamonia Makassar.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari bahwa
dalam penulisan hasil karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan,
penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu penulis sangat bersyukur kepada Allah SWT yang dengan
izinnya memberi saya kesempatan untuk bisa sampai pada tahap ini,
maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Kolonel Ckm dr. Azhari Ramdani selaku Kepala Kesehatan Daerah
Militer XIV/Hasanuddin dana selaku Ketua Pengawas Yayasan
Wahana Bhakti Karya Husada yang telah mendukung semua program
pendidikan.
2. Mayor Ckm (K) Dr. Ruqayah., S.ST.,M.Kes.,M.Keb selaku Rektor
Institut Ilmu Kesehatan Pelamonia.
3. Asyima, S.ST., M.Kes., M.Keb selaku Wakil Rektoe I Institut Ilmu
Kesehatan Pelamonia.
4. Kapten Ckm (K) Ns. Fauziah Botutihe,S.K.M.,S.Kep selaku Wakil
Rektor II Isntitut Ilmu Kesehatan Pelamonia.
5. Ns. Nurun Salaman Alhidayat, S.Kep.,M.Kep selaku Ketua Program
Studi Prodi DIII Keperawatan Institut Ilmu Kesehatan pelamonia.
6. Ns. Sulastri, S.Kep.,M.Kep selaku pembimbing I yang dalam

i
kesibukan sehari-hari masih dapat menyempatkan diri untuk
mengarahkan dalam penelitian ini.
7. Ns. Alamsyah, S.Kep.,M.Kes selaku pembimbing II yang dalam
kesibukan sehari-hari masih dapat menyempatkan diri untuk
mengarahkan dalam penelitian ini.
8. Ns. Inriyani, S.Kep.,M.Kep selaku penguji yang dalam kesibukan
sehari-hari masih dapat menyempatkan diri untuk mengarahkan
dalam penelitian ini.
9. Seluruh Dosen dan Staf DIII Keperawatan Institut Ilmu Kesehatan
Pelamonia Makassar yang rela mengorbangkan waktunya dan telah
mengabdikan seluruh hidupnya untuk mendidik dan membimbing
mahasiswa.
10. Kedua orang tua saya tersayang, dan semua keluarga peneliti yang
tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang selalu memberi
dukungan dan do’a restunya kepada peneliti dalam menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini.
11. Teman-teman Departemen Gawat Darurat yang selama ini selalu
bersedia berbagi ilmu dan motivasi dalam menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah, dan sahabat saya andani, noviyanti terima kasih atas
dukungan yang telah diberikan serta seluruh Garuda XIV (angkatan
2019) yang tidak bisa saya sebutkan satu pesatu, tetap optimis dan
semangat untuk meraih Amd.Kep.
Akhir kata, kiranya Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah
diberikan kepada penelit dan semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat
bagi rekan-rekan perawat dalam meningkatkan kualitas pelayanan
dibidang kesehatan.

Penulis

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah Oleh Sulfina 219.138 dengan judul “Penerapan Guided
Imagery Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur
Ekstremitas” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Makassar 2022

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Sulasri, S.Kep.,M.Kep Ns. Alamsyah, S.Kep, M.Kes


NIDN. 0902028404 NIDN. 0918089201

Mengetahui
Ketua Program Studi DII Keperawatan
Institut Ilmu Kesehatan Pelamonia
Makasaar

Ns. Nurun Salaman Alhidayat. S.Kep. M.Kep


NIDN. 0903098803

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN...................................................................................i
SAMPUL DALAM....................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................iii
DAFTAR SINGKATAN..........................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................1
A.Latar belakang masalah........................................................1
B.Tujuan studi kasus.................................................................2
C.Rumusan masalah................................................................3
D.Manfaat studi kasus..............................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................5
A.Asuhan keperawatan dengan gangguan kenyamanan........5
1. Pengkajian...........................................................………5
2. Diagnosa keperawatan.................................................14
3. Perencanaan................................................................20
4. Pelaksanaan.................................................................26
5. Evaluasi........................................................................26
B.Penerapan Guided imagery terhadap penurunan skla nyeri pada
pasien fraktur ekstremitas................................................27
1. Konsep fraktur.............................................................27
a. Pengertian................................................................27
b. Etiologi......................................................................27
c. Patofisiologi..............................................................28

iv
d. Klasifikasi.................................................................28
e. Manifestasi...............................................................30
2. Konsep Guided Imagery ..............................................30
a. Pengertian................................................................30
b. Tujuan .....................................................................21
c. Indikasi.....................................................................32
d. Manfaat....................................................................33
e. Standar operasional prosedur.................................33
BAB III METODE PENELITIAN..........................................................36
A.Desain penelitian.................................................................36
B.Tempat dan waktu penelitian..............................................36
C.Subjek studi kasus .............................................................36
D.Fokus studi..........................................................................37
E.Definisi operasional.............................................................37
F.Instrument dan pengumpulan data......................................38
G.Penyajian data....................................................................39
H.Etika studi kasus.................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................41

v
DAFTAR SINGKATAN

PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia


WHO : World Health Oranization
NSAID : Non Steroidal Anti Inflammatory
SOP : Standar Operasional Prosedur
NRS : Numeric Rating Scale
ETT : Endotrakea Tube
AVPU : Alert, Verbal, Pain, Unconscious
EKG : Elektrokardiogram
TENS : Transcutaneous electrical nerve stimulation
ROM : Range Of Motion
IGD : Instalasi Gawat Darurat
PQRST : Problem, Qualitas, Region, Saverity, Time

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ...........................................................................................13

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Jadwal kegiatan


Lampiran 2: Informed Concent
Lampiran 3: Penjelasan keikutsertaan
Lampiran 4: lembar Observasi
Lampiran 5: lembar konsultasi penyusunan Karya Tulid Ilmiah
Lampiran 6: Lembar usulan judul
Lampiran 7: Artikel

viii
ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah salah satu masalah kesehatan di
dunia yang menarik perhatian kalangan masyarakat hal tersebut karena
fraktur dapat menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan pada tulang
baik secara tertutup atau terbuka Ardiastuti, (2021). Salah satu penyebab
terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas dan sering
menimbulkan cedera ringan atau berat yang dapat mengakibatkan
kecacatan fisik bahkan kematian (Yuzlimah, 2020).
Badan kesehatan global Word Health Organization (WHO), (2019)
mencatat angka kecelakaan terdapat kurang lebih 15 juta yang mengalami
kehilangan nyawa disebabkan oleh faktor kecelakaan dengan angka.
Menurut RISKESDAS mencatat di Indonesia terdapat 1.017.290 (9,2)
akibat kecelakaan lalu lintas pada tahun 2018, patah tulang sebanyak
(6,2%) dengan bagian tubuh terbanyak ekstremitas bawah (75,5%),
ekstremitas atas (32%), cedera dada (2,6%), dan cedera pada perut
(12,2%). Sementara prevalensi cedera dominan terjadi pada laki-laki
(6,2%), dan pada perempuan (4,5%). Sedangkan prevalensi rentang umur
yang sering terjadi pada usia (15-24) dengan angka prevalensi (5,3%).
Sementara fraktur yang terjadi di Sulawesi selatan sebanyak (4,0%)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2018).
Fraktur merupakan salah satu ancaman yang dapat bersifat
potensial maupun secara aktual terhadap integritas seseorang, sehingga
tubuh akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis dan dapat
mengakibatkan munculnya respon terhadap tubuh yang berupa nyeri.
Nyeri merupakan salah satu gejala yang paling sering ditemukan pada
masalah sistem muskuloskeletal. Kebanyakan pasien dengan penyakit
atau kondisi traumatis (otot, tulang, dan sendi) biasanya mengalami nyeri.
Nyeri fraktur pada pasien bersifat tajam dan menusuk (Khasanah et al.,
2021). Tanda dan gejala yang sering muncul paling sering muncul pada

1
penderita fraktur yakni nyeri, yang terdiri dari dua jenis yaitu nyeri akut
dan nyeri kronis yang merupakan presepsi atau emosional yang bersifat
subjektif yang bersangkutan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, disebabkan dengan adanya agen pencedera fisik pada kondisi
cedera traumatis yang dirasakan mulai dari nyeri akut hingga nyeri kronis
(PPNI, 2017).
Pada intervensi manajemen nyeri terdapat dua intervensi yang
dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri yang dialami pada pasien fraktur
yaitu dengan penanganan manajemen farmakologis dan manajemen non
farmakologis. Intervensi dengan cara farmakologis merupakan intervensi
kolaborasi antara dokter dengan perawat yaitu dengan pemberian obat
analgetik untuk mengurangi nyeri. Sedangkan penanganan non
farmakologis seperti TENS, hiposisi, akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin (PPNI, 2018).
Dari beberapa teknik non farmakologi diatas pemberian teknik
imajinasi terbimbing (guided imagery) bisa menjadi pilihan utama dalam
memberikan penanganan terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur
ekstremitas. Guided imagery adalah metode relaksasi untuk
menghayalkan suatu tempat dan kejadian misalnya, pegunungan, laut
atau hal-hal yang disukai atau pengalaman yang menyenangkan. Teknik
guided imagery dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan, stress,
nyeri dengan menggunakan imajinasi seseorang yang melibatkan alat
indera visual seperti, sentuhan, pendengaran, pengecap,dan penciuman,
dengan tujuan pasien menjadi lebih tenang dan rileks (Amir & Rantesigi,
2021).
Penerapan teknik guided imagery terbukti mampu mengurangi
nyeri pada pasien fraktur ekstremitas hal tersebut dibuktikan dari hasil
yang telah dilakukan oleh Ayu, (2021) tentang “Efektivitas terapi audio
recorded guided imagery dalam terhadap penurunan nyeri pasien pasca
operasi fraktur" di ruangan RUMKITAL Dr.Midiyato S. Tanjung pinang,

2
dengan pemberian 1 kali sehari selama 3 hari, hasil penelitian tersebut
didapatkan bahwa terjadi penurunan nyeri sebelum dan sesudah
pemberian terapi guided imagery dari skala nyeri 5 sedang menjadi skala
nyeri 2 ringan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti & Respati,
(2018) tentang pengaruh terapi guided imagery terhadap penurunan nyeri
pada pasien fraktur di ruangan Bougenvile RSUD Dr.R. Koesma Tuban,
pada usia 17-25. Hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa terjadi
penurunan skala nyeri dari 14 responden sebelum dan sesudah diberikan
terapi guided imagery dari skala 5 sedang menjadi skala nyeri 2 ringan.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Amir & Rantesigi, (2021) di RSUD Poso,tentang pengaruh guided
imagery terhadap penurunan nyri pada pasien fraktur ekstremitas"
didapatkan bahwa fraktur lebih cenderung terjadi pada laki-laki yang
berusia 21-30 dengan skala nyeri sedang 5 setelah diberikan terapi
guided imagery selama 15 menit dengan 3 kali pemberian dalam sehari
dan terjadi penurunan skala nyeri pada pasien fraktur dengan skala ringan
5 menjadi 2, hal ini menunjukkan bahwa pemberian intervensi terapi
guided imagery efektif terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur
ekstremitas.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian studi kasus tentang “Penerapan Guided Imagery terhadap
penurunan skala nyeri pada pasien fraktur ekstremitas”
B. Rumusan masalah
Bagaimana gambaran Penerapan guided imagery terhadap
penurunan skala nyeri pada pasien fraktur ekstremitas?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran penerapan guided imagery terhadap
penurunan skala nyeri pada pasien fraktur ekstremitas
2. Tujuan khusus

3
Untuk mengetahui pengaruh penerapan guided imagery terhadap
penurunan nyeri pada pasien frsktur ekastremitas
D. Manfaat
1. Manfaat bagi rumah sakit
Penelitian Ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manfaat
guided imagery terhadap penurunan skala nyeri pada pasien fraktur
ekstremitas sehingga pihak rumah sakit dapat memberikan pelayanan
yang memuaskan kepada pasien fraktur ekstremitas.
2. Manfaat perawat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi atau bahan asuhan
keperawatan dalam mengatasi nyeri pada pasien fraktur ekstremitas.
3. Manfaat bagi institusi
Hasil dari penelitian Ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
4. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan
ilmu pengetahuan serta pengalaman untuk menjadi lebih baik dalam
menjalankan tugas sebagai calon perawat.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Kenyamanan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dalam proses
keperawatan. Pengkajian dalam keperawatan dalam pengumpulan
data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien (Potter&Perry, 2010).
Pengkajian pada klien dengan kondisi gawat dan darurat
menggunakan assessment yang sistematis secara primary survey dan
secondary survey. Primary survey dilakukan penilaian cepat dan
sitematis pada saat awal klie, untuk potensial msalah yang terjadi pada
klien yang mengancam nyawa klien. Sedangkan secoundary survey
dilakukan secara sistematis pada saat kondisi jalan nafas pernafasan
sirkulasi klien sudah stabil, dengan tujuan mengidentifikasi kondisi
klien lebih detail yang banyak berfokus pada riwayat kesehatan klien,
tanda-tanda vital, serta pemeriksaan fisik secara lengkap “head to toe”
dari kepala sampai ekstremitas bawah (Maria, 2021).
a. Primary survey
Penilaian awal untuk pasien yang masuk ke unit gawat darurat
adalah Primary Survei. Pendekatan ini ditunjukan agar perawat se-
cara tepatmemberikan bantuan kepada pasien. Masalah yang bisa
mengancam jiwa adalah jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan ke-
sadaran diidentifikasi, dievaluasi dalam hitungan menit sejak pasien
itu datang ke unit gawat darurat. Komponen Primary Survey terdiri
dari:
1) Airway
Penilaian airway merupakan langkah pertama untuk pasien
yang mengalami trauma. Tindakan ini dilakukan merupakan pri-
oritas. Penilaian ini dilakukan bersamaan dengan tindakan un-

5
tuk membebaskan jalan nafas. Pasien yang mengalami penu-
runan kesadaran beresiko terjadi gangguan jalan nafas. Penye-
babnya adalah adanya benda asing, pangkal lidahnya jatuh ke-
belakang dan menutupi aliran udara kedalam paru. Aspirasi isi
lambung berbahaya kerena dapat mengakibatkan aspirasi se-
hingga menutup jalan nafas. Kematian akibat sumbatan pada
airway bisa terjadi akibat aspirasi isi gaster, jalan nafas tertutup
lidah penderita sendiri, sumbatan oleh benda asing, spasme
laring. Pada pasien sadar yang dapat berbicara memiliki airway
yang baik (walaupun sementara), karena itu tindakan pertama
adalah berusaha mengajak bicara dengan penderita. Pada
pasien yang mengalami penurunan kesadaran dilakukan peni-
laian Look-Listen- Feel diantaranya:
a) Look berarti melihat adanya gerakan pengembangan dada.
Carilah retraksi suprasternal, supraclavikular, atau inter-
costals yang menunjukkan terjadinya obstruksi jalan nafas.
b) Listen adalah mendengarkan suara pernafasan. Dekatkan
telinga ke mulut dan hidung pasien. Pastikan ada udara
keluar dari hidung dan mulut. Suara mengorok dan bunyi
gurgling (bunyi cairan) merupakan tanda adanya hambatan
jalan nafas. Obstruksi total terjadi dari akibat benda asing
yang dapat mengakibatkan apnea. Obstrukasi jalan nafas
parsial, pasien akan menunjukkan tanda bunyi nafas tamba-
han. Beberapa bunyi nafas itu antara lain:
(1) Gurgling (kumur-kumur) obstruksi akibat adanya air
dalam saluran nafas. penanganannya melalui suction.
(2) Stridor (crowing) obstruksi karena benda padat. Pena-
ganan pertamanya dengan penggunaan endotracheal
tube (ETT).

6
(3) Snoring (mengorok) biasanya obstuksi karena lidah terli-
pat dan pasien dalam keadaan tidak sadar. Penaganan-
nya yang dilakukan untuk membuka jalan nafas adalah
dengan melakukan; heat tilt, chin lift atau jaw trust. Kemu-
dian diikuti dengan membersihkan jalan nafas melalui fin-
ger sweep (cara ini tidak aman karena memungkinkan
trauma mekanik pada jari dokter) atau melalui bantuan in-
strument.
(4) Bunyi wheezing, ronchi terjadi jika ada sumbatan pada
jalan nafas bawah.
c) Feel adalah merasakan adanya hembusan udara saat klien
melakukan ekspirasi yang bisa kita rasakan pada pipi
maupun punggung tangan penolong. Lakukan perabaan
pada seluruh thorax untuk merasakan apakah terjadi fraktur,
lasersasi, atau luka. Rasakan gerakan paradoksal serta ger-
akan dinding dada abnormal.
2) Breathing anda Ventilation
Pemerikasaan pernafasan penting dilakukan untuk menilai
keadekuatan pemenuhan kebutuhan oksigen bagi tubuh. Gang-
guan pernafasan dapat terjadi karena gangguan pertukaran
gas, perfusi atau karena kondisi serius pada nafas. penilaian
pernafasan yakni perhatikan pernafasan spontan, catat irama
dan frekuensi, kedalaman pernafasan. Lakukan auskultasi
bunyi nafas, periksa gerakan dinding dada, apakah ada peng-
gunaan otot tambahan. Cek adanya trauma dada, luka terbuka
adanya flail chest.
3) Circulation
Primary survey tentang sirkulasi pasien adalah pendarahan,
denyut nadi dan perfusi.
a) Perdarahan

7
Cek perdarahan eksternal dan internal. Tanda-tanda
adanya kehilangan cairan (darah) dapat diketahui dari pe-
meriksaan sederhana seperti nadi, tekanan darah dan respi-
rasi.
b) Denyut nadi
Raba denyut nadi untuk mengecek laju, kualitas, ritme,
dan frekuensi . raba nadi radialis, brakialis, femoralis dan
karotis. Cek denyutan jantung.
c) Perfusi
Tanda-tanda penurunan perfusi adalah keadaan pucat,
akral dingin, nadi lemah, atau tidak teraba, capillary refill
time, produksi urin, sianosis, perubahan tingkat kesadaran,
takikardi, dan disritmia.
Pada keadaan multiple truma terjadi perdarahan aki-
bat kehilangna volume darah. Klasifikasi pendarahan:
(1) Perdarahan kelas 1 (kehilangan darah sampai 15%)
Tanda dan gejala adalah takikardi, tekanan darah,
frekuensi pernafasan.
(2) Perdarahan kelas 2 (kehilangan darah sampai 15-30%)
Manifestasi klinis yakni takikardi, takipnea, dan penu-
runan tekanan nadi. Adanya perubahan saraf sentral se-
hingga muncul perasaan takut, cemas, dan rasa tidak
suka dengan orang lain. Produksi urin mendaji 20-30 ml/
jam orang dewasa.
(3) Pendarahan kelas 3 (kehilangan darah sampai 30-40%)
(4) Pendarahan kelas 4 (kehilangan darahsampai lebih dari
40%).
4) Disability
Penilaian tingkat kesadaran menggunakan AVPU, cek pupil,
ukuran, dan reaksi terhadap cahaya. Jika terdapat lateralisasi

8
maka kemungkina terdapat cedera kepala yang lateral. Jika re-
spon pupil lambat maka kemungkinan terdapat cedera kepala.
Cek kesadaran dilakukan secara singkat.
A: Alert (pasien sadar
V: Responsive to vice (sadar jika dipanggil)
P: Responsive to pain (sadar jika diberi rangsangan nyeri)
U: Unresponsive (pasien tidak sadar, perlu bantuan dan buka
jalan nafas)
5) Exposure dan Envioment
Ini adalah komponen akhir Primary Survey. Teknik pengkajian
dilakukan dengan cara seluruh pakaian pasien dibuka agar pe-
merikasaan cedera, perdarahan, fraktur. Catat kondisi tubuh,
bau zat kimia, alcohol, bahan bakar. Saat pakaian pasien
dibuka, lindungi tubuhnya dari hipotermi menggunakan lampu
pemanas, selimut, pelindung kepala, Ac dikurangi. Setelah se-
mua dilakukan dan keadaan pasien menjadi stabil dilakukan
kembali Secondary Survey
b. Secondary Survey
1) Pengkajian primer
Airway
Pemeriksaan
a) Periksa kepatenan jalan nafas: benda asing, darah munta-
han, permen karet, gigi palsu, lidah yang jatuh kebelakang
b) Periksa vokalis
c) Periksa adanya suara nafas obnormal: Tridor, snoring, gur-
gling
d) Jika pasien tidak sadar, selalu curiga adanya fraktur spinal
servikal dan jangan melakukan hiperekstensi leher sampai
spinal dipastikan tikda ada kerusakan

9
e) Gunakan chin lift atau jaw trust secara manual untuk mem-
buka jalan nafas

Breathing
a) Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernafasan, obser-
vasi, untuk bilateral dada
b) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya crakles, wheezing
ada atau tidaknya bunyi nafas
Circulation
a) Periksa denyut nadi, cata irama, dan ritmenya
b) Kaji nadi karotis
c) Kaji tekanan darah
d) Periksa pengsian kapiler, warna kulit suhu tubuh serta
adanya diforesis
e) Periksa gangguan irama jantung dengan tanpa EKG
2) Pengkajian sekunder
Identitas pasien
a) Identitas klien
Pengkajian identitas pasien meliputi nama inisial, umur, jenis
kelamin, agama, pekerjaan, alamat, suku bangsa, status
perkawinan.
b) Observasi umum
(1) Kaji penampilan umum, postur dan posisi tubuh pasien:
tanyakan keluhan umum yang dirasakan oleh pasien.
Kaji perilaku apakah pasien tampak tenang, ketakutan
cemas serta kaji kemampuan melakukan aktivitas secara
mandiri.
c) Kepala dan wajah
(1) Inspeksi dan palpasi tulan wajah

10
(2) Kaji ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya
(3) Kaji adanya darah atau drainage dari telinga, mata,
hidung atau mulut.
(4) Observasi sianosis pada bibir, telinga dan ujung kuku
(5) Cek adanya gigi tinggal
(6) Inspeksi lidah dan mukosa oral terhadap truma
d) Leher
(1) Periksa adanya pembengkakan leher
(2) Periksa adanya deviasi trakea
(3) Observasi distensi vena jugularis
e) dada
(1) periksa kedalaman, kualitas pernafasan, catat adanya
flail chest
(2) cek adanya fraktur dengan melakukan penekanan pada
tulang iga posisi lateral, anterior, dan posterior. Jika ada
fraktur akan merasa nyeri saat melakukan penekanan
(3) Auskultasi bunyi paru
(4) Catat adanya sesak nafas dan neyri dada yang hebat
f) Abdomen
(1) Catat adanya memar, abrasi, luka, ataudistensi pada ab-
domen
(2) Auskultasi bising usus
g) Genitalia dan pelvis
(1) Observasi abrasi, perdarahan, hematom, edema atau
discharge
h) Tulang belakang
(1) Palpasi bagian vertebra, rasakan adanya deformitas dan
catat lokasinya jika terdapat repon nyeri
(2) Saat mebalikan pasien gunakan teknik log-roll

11
(3) Catat adanya keluhan nyeri dari pasien ketika mempal-
pasi sudut costovertebrata melewati ginjal
i) Ekstremitas
(1) Cek adanya perdarahan, edema, pallor, nyeri atau
asimetris tulang atau sendi
(2) Cek kekuatan otot, ROM dan sensasi pada semua nyeri
(3) Palpasi nadi distal dan cel capillary refill pada ujung kuku.
(4) Kaji warna kulit ekstremitas
(5) Cek reflex pada plantar, bisep dan patella
2. Pengkajian kebutuhan aman nyaman pada pasien dengan fraktur
ekstremitas
Saat mengkaji riwayat nyeri,perawat sebaiknya memberikan
kesempatan untuk mengungkapkan persepsi terhadap nyeri. Langkah
ini akan membantu perawat untuk bisa memahami apa arti nyeri atau
persepsi pasien terhadap nyeri antara lain yakni: Lokasi, untuk
menentukan lokasi yang spesifik, minta klien untuk menunjuk area
yang terasa nyeri (Tamsuri, 2012).
a. Intensitas nyeri, penggunaan skala nyeri adalah metode yang
mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri pada
pasien. Skala nyeri yang sering digunakan adalah rentang 0-5 atau
0-10.
b. Kualitas nyeri, terkadang nyeri biasa terasa seperti “dipukul-pukul
atau tertusuk-tusuk.
c. Pola, pola nyeri meliputi waktu, durasi dan kapan timbulnya nyeri.
Karan seorang perawat mengkaji mulai dari, lama nyeri yang
dirasakan, apakah nyeri hilang timbul.
d. Faktor presipitasi, terkadang aktivitas tertentu dapat memicu
munculnya nyeri.
e. Gejala yang menyertai, misalnya mual, muntah, diare.

12
f. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari, dengan mengetahui sejauh
mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian klien akan membantu
perawat dalam memahami persepsi klien.
g. Sumber koping, setiap individu memiliki strategi koping yang
berbeda dalam menghadapi nyeri.
h. Respon terhadap nyeri, seseorang bervariasi, bergantung pada
situasi, derajat, dan durasi nyeri,interpretasi klien tentang nyeri.
Sehingga perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut,
atau perasaan gagal pada diri klien.
i. Observasi respon perilaku dan fisiologis, salah satunya ekspresi
wajah, perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau
membukanya lebar-lebar, menggigit bibir bawah dengan ekspresi
meringis. Selain ekspresi ada respon perilaku seperti berteriak,
membolak-balikan tubuh diatas kasur.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST, yaitu:
P (problem) :Kondisi yang memicu dan kondisi yang
mampu mengurangi nyeri.
Q (Qualitas) :Yaitu nyeri yang dirasakan seperti
tertusuk-tusuk, tajam, tumpul, atau
tersayat
R (Region) :Dimana pasien mengeluhkan nyeri yaitu
lokasi nyeri atau penyebaran nyeri.
S (Severity) :Yaitu intensitas nyeri yang dirasakan
T (Time) :Yaitu lama/waktu frekuensi nyeri

Gambar 2.1 skala nyeri


Sumber : (Suwondo, 2017)

13
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan klimis tentang
respon individu, keluarga, dan masyarakat terhadap masalah
kesehatan baik aktual maupun potensial (Tarwoto, 2015).
Diagnosa keperawatan bertujan untuk menjadi panduan atau
acuan bagi perawat dalam menegakkan diagnosa keperawatan dan
memudahkan komunikasi interprofesional dan interprofesional dengan
penggunaan istilah yang seragam dan terstandarisasi (PPNI, 2017).
a. Gangguan rasa nyaman
1) Definisi
Perasaan yang kurang senang, lega dan sempurna dalam
dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan, dan sosial.
2) Penyebab
a) Gejala penyakit
b) Kurang pengendalian situasional/lingkungan
c) Ketidakadekuatan sumber daya (misalnya, dukungan,
financial, sosial, dan pengetahuan)
d) Kurang privasi
e) Gangguan stimulus lingkungan
f) Efek samping terapi (misalnya, mediasi, radiasi kemoterapi)
g) Gangguan adaptasi kehamilan
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a) Mengeluh tidak nyaman

14
Objektif
a) Gelisah
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Mengeluh sulit tidur
b) Tidak mampu reflex
c) Mengeluh kedinginan/kepanasan
d) Mengeluh gatal
e) Mengeluh lelah
f) Mengeluh mual
Objektif
a) Menunjukkan gejala distress
b) Tampak merintih/menangis
c) Pola eliminasi berubah
d) Postur tubuh berubah
e) iritabilitas
5) Kondisi klinis terkait
a) Penyakit kronis
b) Keganasan
c) Distress psikologis
d) Kehamilan
b. Nausea
1) Definisi
Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan
atau lambung yang dapat mengakibatkan muntah.
2) Penyebab
a) Gangguan biokimia (misalnya, uremia, ketoasidosis diabetik)
b) Gangguan pada esophagus
c) Distensi lambung
d) Iritasi lambung
e) Gangguan pankreas

15
f) Peregangan kapsul limpa
g) Tumor terlokalisasi (misalnya, neuroma akustik, tumor otak
primer atau sekunder, matt statis tulang dasar tengkorak)
h) Peningkatan tekanan intra abdominal
i) Peningkatan tekanan intracranial
j) Peningkatan tekanan intraorbital
k) Mabuk perjalanan
l) Kehamilan
m) Aroma tidak sedap
n) Rasa makanan/minuman yang tidak sedap
o) Stimulus penglihatan tidak menyenangkan
p) Faktor psikologis (misalnya, kecemasan, ketakutan, stress)
q) Efek agen farmakologi
r) Efek toksik
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a) Mengeluh mual
b) Merasa ingin muntah
c) Tidak berminat makan
Objektif
(tidak tersedia)
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Merasa asam mlut
b) Sensasi panas/dingin
c) Sering menelan
d) Objektif
e) Saliva meningkat
f) Pucat
g) Diaphoresis takikardi
h) Pupil dilatasi

16
5) Kondisi klinis terkait
a) Meningitis
b) Labirintis
c) Utemia
d) Ketoacidosis diabetic
e) Ulkus peptikum
f) Penyakit esophagus
g) Tumor intra abdomen
h) Penyakit maniere
i) Neuroma akustikus
j) Tumor otak
k) Kanker
l) Glukoma
c. Nyeri akut
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung dari 3 bulan.
2) Penyebab
a) Agen pencedera fisiologis (mis, inflamasi, iskemia,
neoplasma)
b) Agen pencemaran kimiawi (mis, terbakar bahan kimia iritan)
c) Agen cedera fisik ( mis, abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebih)
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a) Mengeluh nyeri
Objektif
a) Tampak meringis

17
b) Bersikap protektif (mis, waspada, posisi menghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola nafas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaphoresis
5) Kondisi klinis terkait
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom koroner akut
e) Glukoma
d. Nyeri kronis
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
dan kostan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
2) Penyebab
a) Kondisi musculoskeletal kronis
b) Kerusakan sistem saraf
c) Penekana saraf

18
d) Infiritasi tumor
e) Ketidakseimbangan neurotransmitter dan reseptor
f) Gangguan imunitas (misalnya, neuropati terkait HIV, virus
varicella-zoster)
g) Gangguan fungsi metabolic
h) Riwayat posisi statis
i) Peningkatan indeks massa tubuh
j) Kondisi pasca trauma
k) Tekanan emosional
l) Riwayat penganiayaan (misalnya, fisik, psikologis, seksual)
m) Riwayat penyalahgunaan obat/zat
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a) Mengeluh nyeri
b) Mengeluh depresi (tertekan)
Objektif
a) Tampak meringis
b) Gelisah
c) Tidak mampu menuntaskan aktivitas
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Merasa takut mengalami cedera berulang
Objektif
a) Bersikap protektif (misalnya, posisi menghindari nyeri)
b) Waspada
c) Pola tidur berubah
d) Anoreksia
e) Fokus penyempitan
f) Berfokus pada diri sendiri
5) Kondisi klinis terkait
a) Kondisi kronis (mis, Arthritis rheumatoid)

19
b) Infeksi
c) Cedera medulla spinalis
d) Kondisi pasca partum
e) Tumor

4. Rencana keperawatan
Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau
mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan ini merupakan
langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan (PPNI,
2018).
Rencana keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan
oleh perawat berdasarkan penelitian klinis dan pengetahuan perawat
untuk meningkatkan outcome klien, rencana keperawatan mencakup
perawatan langsung, yang ditunjukkan pada individu keluarga
masyarakat (Potter&Perry, 2010).
a. Gangguan rasa nyaman
1) Definisi
Mengidentifikasi dan menggali pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau fungsional
dengan onset mendadak atau lambat dan berinteraksi ringan
sehingga berat dan konstan.
2) Tujuan/kriteria hasil
a) Keluhan tidak nyaman menurun (5)
b) Gelisah menurun (5)
c) Keluhan sulit tidur menurun (5)
d) Kebisingan menurun (5)
e) Merintih menurun (5)
f) Menangis menurun (5)

20
3) Intervensi keperawatan
a) Observasi
(1) Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
(2) Identifikasi skala nyeri
(3) Identifikasi respon nyeri non verbal
(4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
(5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(6) Identifikasi pengetahuan budaya terhadap respon nyeri
(7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
(8) Monitor terhadap terapi komplementer yang sudah
diberikan monitor efek samping penggunaan analgetik
b) Terapeutik
(1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis, TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, terapi kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
(2) Control dengan lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis, suhu, ruangan, pencahayaan, kebisingan)
(3) Fasilitasi istirahat tidur
(4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
c) Edukasi
(1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
(4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
(5) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri

21
d) Kolaborasi
(1) Kalaborasi pemberian analgeti, jika perlu
b. Nausea
1) Definisi
Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan
atau lambung yang dapat mengakibatkan muntah
2) Tujuan
a) Nafsu makan meningkat (5)
b) Keluhan mual menurun (5)
c) Perasaan ingin muntah menurun (5)
d) Perasaan asam dimulut menurun (5)
e) Pucat membaik (5)
f) Takikardi membaik (5)
3) Intervensi keperawatan
a) Observasi
(1) Identifikasi pengalaman mual
(2) Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan (mis,
bayi, anak-anak, dan mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara efektif
(3) Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup (mis,
nafsu makan, aktivitas, kerja, tanggung jawab dan peran
dan tidur)
(4) Identifikasi faktor penyebab mual
(5) Identifikasi antibiotik untuk mencegah mual
(6) Monitor mual (mis, frekuensi, durasi, dan tingkat
keparahan)
(7) Monitor asupan nutrisi dan kalori
b) Terapeutik
(1) Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual ( bau tidak
sedap, suara, rangsangan visual yang tidak
menyenangkan)

22
(2) Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
(3) Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
(4) Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan
tidak berwarna, jika perlu
c) Edukasi
(1) Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
(2) Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika
merangsang mual
(3) Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak
(4) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis untuk
mengatasi mual
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Nyeri akut
1) Definisi
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung dari 3 bulan
2) Tujuan
a) Keluhan nyeri menurun (5)
b) Meringis menurun (5)
c) Gelisah menurun (5)
d) Sikap protektif menghindar nyeri menurun (5)
3) Intervensi keperawatan
a) Observasi
(1) Identifikasi lokasi, durasi, karakteristik, kualitas, dan
intensitas nyeri
(2) Identifikasi skala nyeri
(3) Identifikasi respon nyeri non verbal
(4) Identifikasi faktor memperberat dan memperingan nyeri

23
(5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(6) Identifikasi nyeri terhadap kualitas hidup
b) Terapeutik
(1) Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri (mis, TENS, hypnosis, akupresur, music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, terapi kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
(2) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis,
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
(3) Fasilitasi istirahat tidur
(4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
c) Edukasi
(1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
(4) Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
(5) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
d. Nyeri kronis
1) Definisi
Nyeri yang berlangsung sampai melebihi perjalanan suatu
penyakit akut, berjalan terus menerus sampai waktu melebihi
yang dibutuhkan untuk penyumbatan suatu trauma, dan terjadi
secara berulang-ulang dengan interval waktu beberapa bulan
atau beberapa tahun banyak klinik memberikan batasan
lamanya nyeri 6 bulan.
2) Tujuan
a) Keluhan nyeri menurun (5)

24
b) Meringis menurun (5)
c) Sikap protektif menghindari nyeri menurun (5)
d) Gelisah menurun (5)
3) Intervensi keperawatan
a) Observasi
(1) Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi atau gejala lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
(2) Identifikasi teknik relaksasi yang efektif digunakan
(3) Periksa ketegangan otot frekuensi nadi, tekanan darah
sebelum dan sesudah latihan
(4) Monitor respon terhadap terapi relaksasi
b) Terapeutik
(1) Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa
mengganggu dengan pencahayaan dan suhu ruangan
yang nyaman, jika memungkingkan
(2) Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
(3) Gunakan pakaina longgar
(4) Gunakan nada suara lembut dengan irama dan berirama
(5) Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis lain
c) Edukasi
(1) Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi
yang tersedia
(2) Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
(3) Anjurkan mengambil posisi nyaman
(4) Anjurkan rileks dan merasakan teknik relaksasi
(5) Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang
dipilih

25
(6) Demonstrasi dan latihan teknik relaksasi (mis, nafas
dalam, penerangan imajinasi terbimbing)

5. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan
oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika
melakukan implementasi keperawatan adalah intervensi yang
dilakukan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
penggunaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal.
Intervensi harus dilakukan dengan efisien pada situasi yang tepat,
keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan didokumentasikan
keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Potter&Perry, 2010).
Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana
tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama
klien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang
direncanakan (Wahid, 2013).
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.
Kegiatan evaluasi ini merupakan kegiatan dalam menilai tindakan yang
telah ditentukan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Barbara Kozier,
Glenora Erb, Audrey Berman, 2010).
Evaluasi merupakan evaluasi intervensi keperawatan dan terapi
dengan membandingkan kemajuan klien dengan tujuan dan hasil yang
diinginkan dan direncanakan keperawatan (Potter&Perry, 2010).
Subjektif :Data subjektif berisi data dari pasien yang dilakukan
anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan
langsung

26
Objektif :Data objektif data yang dari hasil observasi
pemeriksaan fisik
Assessment :Analisa dan interpretasi berdasarkan data yang
terkumpul kemudian dibuat kesimpulan, dan dibuat
meliputi diagnosis
Planing :Rencana tindakan yang akan dilakukan selanjutnya
B. Penerapan Guided Imagery terhadap penurunan skala nyeri pada
pasien fraktur ekstremitas
1. Konsep fraktur
a. Definisi fraktur
Fraktur adalah kondisi dimana penderita mengalami
diskontiunitas atau terganggunya keseimbangan jaringan tulang
atau tulang rawan karena adanya suatu trauma. Fraktur dapat
terjadi apabila daya traumanya lebih besar dari daya lentur yang
dapat diterima tulang Rudi haryono, (2020). Fraktur merupakan
terputusnya kontiunitas tulang, baik bersifat total maupun
sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma (Mahartha et al.,
2017).
Fraktur atau dikenal patah tulang merupakan keadaan dimana
terputusnya kontinuitas tulang dan/atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh karena adanya tekanan yang
berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma
langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan sedangkan trauma tidak langsung
yaitu apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur. Bila keadaan fraktur disertai kulit dan jaringan
pelindungnya masih intatck maka disebut dengan fraktur terbuka
dan memiliki faktor kontaminasi dan inspeksi (Kepel & Lengkong,
2020).

27
b. Etiologi
Menurut Musliha, (2010) etiologi dari fraktur ada 3 yaitu:
1) Cidera atau benturan
a) Cedera langsung berarti pukulan langsuung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur mlintang dan kerusakan pada kulit di-
atasnya.
b) Cedera tidak langsung berarti pkulang langsung berada jauh
dari lokasi benturan, misalnya fraktur klavikula.
c) Faktor yang disesbabkan kontraksi keras yang mendadak
dari otot yang kuat.
2) Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang
telah menjadi lemah karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3) Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-
orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka,
seperti baru diterima dalam angkatan bersenjata atau orang-
orang yang baru mulai latihan lari.
c. Patofisiologi
Ketika patah tulang, terjadi kerusakan dikorteks, pembuluh
darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut
terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya.
Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medula antara
tepi tulang bawah periostrium dengan jaringan tulang yang
mengatasi fraktur.
Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik
ditandai dengan fase vasolidatasi dari plasma dan leukosit, ketika
terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses
penyembuhan dan memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan

28
awal penyembuhan tulang.
Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan peningkatan
tekanan tekakan dalam sumsum tulang yang kemudian
merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemek tersebut
masuk ke dalam pembulu darah yang mensuplai organ-organ
yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot,
sehingga meningkatkan tekanan kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan
tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamine pada otot yang
iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke
interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang
terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama
bisa meyebabkan syndrome coportement. (Suriya & Zuriati, 2019).
d. Klasifikasi
Menurut Padila, (2017), klasifikasi fraktur sangat bervariasi
sehingga dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu:
1) Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) yaitu:
a) Fraktur tertutup (closed) adalah jika kulit yang menutupi tu-
lang masih intak (utuh).
b) Fraktur terbuka (open/compound) adalah jika kulit yang
menutupi tidak intak. Fraktur terbuka merupakan kasus
emergensi karena dapat ternjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai dengan perdarahan hebat. Sebelum kuman mer-
sap terlalu jauh, sebaiknya dilakukan:
(1) Pembersihan luka
(2) Eksis (pengangkatan jaringan)
(3) Heacting situasi (jahitan situasi)
(4) Antibiotik
2) Berdasarkan komplet atau inkplet fraktur

29
a) Fraktur komplet adalah jika garis patah melalui seluruh pe-
nampang tulang atau melalui kedua korteks tulang.
b) Fraktur inkomplet adalah jika garispatah tidak melalui seluruh
penampang tulang dan periosterum intak.
3) Fraktur berdasrkan garis patah
a) Fraktur transversal adalah garis fraktur tegak lurus dengan
sumbu panjang tulang.
b) Fraktur oblik adalah garis fraktur membentuk suatu sudut
dari sumbu panjang tulang.
c) Fraktur spiral adalah garis fraktur mengelilingi tulang
(berbentuk spiral).
d) Fraktur kompresi adalah fraktur yang menekan pada satu sisi
tulang.
e) Fraktur avulse adalah frgamen tulang yang terhubung liga-
ment/tendon robek dari tulang utama
4) Berdasarkan jumlah garis tulang
a) Fraktur komunitif (comminuted fracture) adalah fraktur di-
mana garis pata lebih dari dua fragmen (fragmen tulan multi-
ple)
b) Fraktur segemental adalah fraktur dimana garis patah lebih
dari satu, tetap tidak berhubung
5) Berdasarkan pergerseran fragmen
a) Fraktur undisplaced (tidak bergeser) adalah garis patah
lengkap, tetapi kedua fragmen tidak bergeser atay perioster-
num masih utuh.
b) Fraktur displaced (bergeser) adalah terjadi pergeseran frag-
men tulang yang disebut juga dengan lokasi fragmen.
6) Berdasarkan bagian tulang yang mengalami fraktur
a) Fraktur proksimal
b) Fraktur medial

30
c) Fraktur distal
d. Manifestasi klinis fraktur
Menurut Andra Saferi, (2015) Salah satu cara mendiagnosis
harus bedasarkan manifestasi klinis kllien, beberapa fraktur sering
langsung tampak jelas. Berikut manifestasi klinis fraktur adalah:
a. Deformitas: pembengkakan dari perdaran local dapat menye-
babkan deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat
menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas rotasional atau
angulasi
b. Pembengkakan: Edema dapat muncul segera sebagai akibat
dari akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta ek-
stravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar (ekimosisi): Memar terjad karena perdarahan subkutan
pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot: Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntary
sebenarnya berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri: jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu
mengiringi fraktur, intensistas dan keparahan dari nyeri akan
berbeda pada stiap klien. Nyeri akan terus-menerus juka fraktur
diimobiliasi. Hal ini karena spasme otot, fragmen yang bertindi-
han atau cedara pada sekitarnya.
f. Ketegangan: Ketegangan di atas lokasi fraktur disebabkan oleh
cedera yang terjadi.
g. Kehilangan fungsi: Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang
disebabkan fraktur atau karena hilangnya ungsi pengungkit
lengan pada tungkai yang terkena.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi: Gerakan dari bagian tengah
tulang atau gesekan antar fragmen fraktur yang menciptakan
sensasi dan suara deritan.

31
i. Syok: Fragmen tulang dapat merobek pembulu darah. Perdara-
han besar atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
j. Perubahan neurovaskuler: Cedera neurovaskuler terjadi akibat
kerusakan saraf perifer atau struktur vascular yang terkait. Klien
akan mengeluhkan kebas atau kesemutan atau tidak teraba
nadi pada daerah distal fraktur.

2. Konsep guided imagery


a. Definisi
Guided imagery merupakan menggunakan imanjinasi
seseorang untuk mengurangi kecemasan, sters dan nyeri yang
melibatkan alat indera visual, sentuhan, pendegaran pengecap
dan penciuuman dengan tujuan pasien lebih rileks dan tenang.
Selama berlangsungnya seseorang dipandu untuk rileks dengan
situasi teang dan sunyi. Hal ini karena guided imagery atau teknik
imajinasi terbimbing dapat mengaktifkan saraf parasimpatis
(Sulasri, 2020).
Guided imagery atau imajinasi terbimbing merupakan sebuah
proses menggunakan kekuatan pikiran dengan menggerakan
tubuh untuk menyembuhkan diri memelihara kesehatan melalui
komunikasi dalam tubuh melibatkan semua indera (visual,
sentuhan, penciuman, penglihatan, dan pendengaran). Sehingga
terbentuk keseimbangan antara tubuh dan jiwa. Guided imagery
bertujuan untuk menghasilkan dan mencapai keadaan yang
optimal yang digunakan untuk mengalihkan perhatian dari sensasi
yang tidak menyenangkan (Sulasri, 2020).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pamungkas,
(2020), tentang asuhan keperawatan pasien post fraktur dalam

32
pemenuhan aman nyaman di ruang flamboyant 10 Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta bahwa pengaruh guided
imagery terhadap nyeri pada pasien fraktur. Terjadi penurunan
sebelum dan sesudah pemberian guided imagery atau imajinasi
terbimbing yang diberikan selama 3 hari dengan 2 kali pemberian
selama 15 menit, didapatkan penurunan nyeri dari skala 7 menjadi
2. Keberhasilan dalam penerapan ini didukung oleh sikap
kooperatif pasien yang mengikuti bimbingan perawat dengan
sangat baik.

b. Tujuan guided imagery


Tujuan dari guided imagery merupakan membimbing secara
langsung seseorang dalam keadaan dimana pikiran mereka
tenang dan rileks sehingga memiliki tujuan yaitu:
1) Untuk memelihara kesehatan melalui komunikasi dalam tubuh
melibatkan semua indra (visual, sentuhan, penciuman,
penglihatan, dan pendegaran) sehingga terbentuklah
keseimbangan antara pikiran, tubuh, dan jiwa.
2) Dapat mempercepat penyembuhan yang efektif dan membantu
tubuh mengurangi berbagai macam penyakit seperti depresi,
alergi, trauma dan asma.
3) Untuk mengurangi tingkat stress, dan gejala-gejala yang
menyertai stress (Sulasri, 2020).
c. Indikasi guided imagery
Aplikasi klinis guided imagery yaitu sebagai sel penghancur
kanker, untuk mengontrol atau mengurangi rasa nyeri, serta untuk
mencapai ketenangan dan ketentraman. Indikasi dari guided imagery
adalah semua klien yang memiliki pikiran negatif atau pikiran yang
menyimpan yang mengganggu perilaku (maladaptive) misalnya over
generalization, filter mental, stress, cemas, depresi, nyeri hipokondria
(Sulasri, 2020).

33
Hal tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Yuzlimah, (2020) tentang asuhan keperawatan pasien
fraktur dalam pemenuhan aman dan kenyamanan di ruangan
Flamboyan 9 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
membuktikan bahwa guided imagery memiliki pengaruh pada pasien
fraktur dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemberian tindakan
non farmakologi yang efektif dapat menurunkan nyeri tanpa
menimbulkan efek samping yang diberikan selama 3 hari dengan 1
kali pemberian dalam sehari dan terjadi penurunan sebelum dan
sesudah pemberian terapi guided imagery dari skala nyeri sedang 5
menjadi skala nyeri 2.
d. Manfaat
Guided Imagery dapat digunakan untuk terapi yang bermacam-
macam tergantung kondisi dan jumlah peserta. Diantaranya
mengurangi stress dan kecemasan, mengurangi nyeri, mengurangi
efek samping, mengurangi tekanan darah tinggi, mengurangi level
gula darah (diabetes), mengurangi alergi dan gejala pernafasan,
mengurangi sakit kepala, mengurangi nyeri kronis. Namun pada
umumnya guided imagery digunakan untuk penyembuhan nyeri pada
pasien fraktur ekstremitas baik bagi anak-anak/remaja maupun
dewasa (Sulasri, 2020).
e. Standar operasional prosedur (SOP) teknik Guided imagery
Sulasri, (2020) langkah-langkah guided imagery antara lain:
1) Membuat individu dalam keadaan santai yaitu dengan cara:
a) Kaji suatu imajinasi keadaan yang membuat pasien senang
dan rileks, seperti suasana keindahan pegunungan, deburan
ombak di pantai, pesona air terjun dan kebersamaan dengan
keluarga tercinta. Pilihlah imajinasi yang menggunkan
sedikitnya 2 pancaindra.
b) Mengatur posisi nyaman (duduk atau berbaring).

34
c) Silangkan kaki, tutup mata atau fokus pada suatu objek titik
atau suatu benda di dalam ruangan.
d) Fokus pada pernafasan otot perut, menarik nafas dalam dan
pelan, nafas berikutnya biarkan sedikit lebih dalam dan lama
dan tetap fokus pada pernafasan dan tetapkan pikiran bahwa
tubuh semakin santai dan lebih santai.
e) Rasakan tubuh menjadi lebih berat dan hangat dari ujung
kepala sampai ujung kaki.
f) Jika pikiran tidak fokus, ulangi kembali pernafasan dalam dan
pelan.
2) Sugesti khusus untuk imajinasi yaitu:
a) Pikiran bahwa anda seolah-olah pergi ke suatu tempat yang
menyenangkan dan merasa senang di tempat tersebut.
b) Sebutkan apa yang bisa di lihat, dengar, cium, dan apa yang
dirasakan.
c) Ambil nafas panjang beberapa kali dan nikmati berada di
tempat tersebut.
d) Sekarang, bayangkan diri anda seperti yang anda ingingkan
(uraikan tujuan yang akan dicapai/diigingkan)
3) Beri kesimpulan dan perkuat hasil praktek yaitu:
a) Mengingat bahwa anda dapat kembali ke tempat ini, perasaan
ini, cara ini, kapan saja anda mengigingkan.
b) Anda bisa seperti ini lagi dengan berfokus pada pernafasan
anda, santai dan membayangkan diri anda berada pada
tempat yang anda senangi.
4) Kembali ke keadaan semula yaitu:
a) Ketika anda telah siap kembali keruangan di mana anda
berada.
b) Anda merasa segar dan siap untuk melanjutkan kegiatan anda.
c) Anda dapat membuka mata anda dan ceritakan pengalaman
anda ketika telah siap.

35
Guided imagery yaitu mengatur posisiyang nyaman pada klien,
dengan suara yang lembut minta klien untuk memikirkan hal-hal
menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan
semua indar, minta klien untuk tetap berfokus pada bayangan atau
menyenangkan sambil merelaksasikan tubuhnya. Guided imagery
dapat disampaikan oleh seorang praktis/pemandu, video, atau
rekaman audio. Rekaman audio berisi panduan imajinasi atau
membayangkan hal-hal menyenangkanbagi klien terkait yang
menyenangkan misalnya, pantai, atau aktivitas yang menyenangkan,
missal makan ice cream. Rekaman audio ini dimodifikasi dengan
latar belakan musik relaksasi dan didengarkan kepada klien dengan
menggunakan headphone sehingga guided imagery dapat dilakukan
diruangan klien (Sulasri, 2020).
Pemberian standar operasional dalam pelaksanaan terapi
guided imagery terbukti mampu mengurangi nyeri pada pasien
fraktur hal tersebut dibuktikan dari hasil yang telah dilakukan oleh
Made et al., (2020), tentang pengaruh pemberian guided imagery
terhadap nyeri pada pasien post operasi fraktur di RSUD senopati
bantul dilakukan selama 2 hari dengan pemberian 2 kali selama 10
menit sebelum pemberian analgetik penelitian didapatkan bahwa
terjadi penurunan nyeri sebelum dan sesudah pemberian terapi
guided imagery dari skala nyeri sedang 5 menjadi skala nyeri 1.

36
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian
Jenis dan desain yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis Akhir
ini adalah desan penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus. De-
sain penelitian deskriptif yaitu desain yang memaparkan dan peristiwa-
peristiwa yang terjadi dimasa kini dengan teliti. Sedangkan studi kasus
memrupakan ranvangan penelitian dilakukan dengan cara berfokus pada
suatu objek penelitian Nursalam, (2015). Pada metode ini peneliti bisa
saja terlibat langsung dengan subjek uji. Studi kasus pada penelitian ini
yaitu penerapan guided imagery terhadap penurunan skala nyeri pada
pasien fraktur ekstremitas.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian studi kasus akan dilakukan di RS Mapaoudang
Bhayangkara Makassar
2. Waktu Penelitian
Pengambilan data penelitian ini akan dilakukan pada bulan April
tahun 2022.
C. Subjek Studi Kasus

37
Subjek studi kasus pada penelitian ini adalah 2 pasien fraktur yang
dirawat di ruangan IGD dengan gangguan kebutuhan kenyamanan.
Adapun kriteria pada subjek studi kasus penelitian ini adalah:
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Menurut Nursalam,
(2015), kriteria inklusi dari penelitian yaitu:
a. Pasien fraktur ekstremitas yang bersedia untuk dijadikan responden,
yaitu telah menandatangani persetujuan penelitian
b. Pasien dengan usia 15-24
c. Pasien dengan jenis kelamin yang sama atau homogen
d. Pasien yang mengalami fraktur tertutup (close fracture) dengan skala
sedang (4-6)
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan objek
yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab
(Nursalam, 2015).
a. Pasien tidak kooperatif
b. Ada komplikasi
c. Terjadi penurunan kesadaran
D. Fokus Studi
Fokus studi adalah kajian utama yang akan dijadikan titik acuan studi
kasus yaitu penerapan guided imagery terhadap penurunan skala nyeri
pada pasien fraktur ekstremitas.
E. Definisi Operasional Fokus Studi
1. Fraktur ekstremitas adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang baik
secara total ataupun sebagian yang dapat mengenai ekstremitas atas
atau ekstremitas bawah dan dapat mengakibatkan perdarahan se-
hingga akan menyebabkan adanya nyeri.
2. Guided imagery atau teknik imajinasi terbimbing adalah sebuah proses
menggunakan kekuatan fikiran dengan melibatkan indera pendegaran

38
untuk menghayalkan hal-hal yang nyaman dan menyenangkan yang
membuat klien tenang. Guided imagery atau imajinasi terbimbing ini
berisi nada instrument dan suara alam dilakukan selama 1 hari dan
diberikan selama 15 menit dengan pemberian 1 kali dalam sehari.
3. Nyeri jika klien masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur, intensi-
tas dan keparahan nyeri akan berbeda pada stiap klien. Nyeri pada
pasien fraktur ini tajam dan menusuk. Untuk mengetahui tingkat nyeri
pada pasien ini dengan menggunakan pengukuran Numeric Rating
Scale (NRS).

F. Instrumen dan Pengumpulan Data


1. Instrument
Instrumen penelitian adalah pedoman tertulis tentang wawancara
atau pengamatan, atau daftar pertanyaan, yang dipersiapkan untuk
mendapatkan informasi Nursalam, (2015). Instrumen yang digunakan
dalam penelitian adalah:
a.Lembar observasi pengkajian gawat darurat
b.Standar operasional prosedur guided imagery
c. Menggunakan headphone dengan musik MP3
d.Skala nyeri
1) Numeric Rating Scale (NRS)
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan upaya untuk mendapatkan data yang
dapat digunakan sebagai informasi tentang klien Nursalam, (2015).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang-dahulu-keluarga, dll). Sumber data
dari klien, keluarga, perawat lainya. Metode ini memberikan hasil
secara langsung dan dapat dilakukan apabila peneliti ingin

39
mengetahui secara mendalam serta jumlah responden yang sedikit.
Instrumen yang digunakan dapat berupa pedoman wawancara
kemudian daftar periksa atau checklist
b. Observasi
Observasi merupakan cara melakukan pengumpulan data penelitian
dengan pengamatan secara langsung terhadap responden penelitian
dalam mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang berasal
dari dokumen asli. Dokumen asli tersebut berupa gambar, table, atau
daftar periksa dan film documenter.
G. Penyajian Data
Penyajian data dari pengkajian keperawatan sampai evaluasi dapat
ditampilkan dengan tabel dan teks naratif, dengan menjaga kerahasiaan.
H. Etika Studi Kasus
Prinsip- prinsip etik menurut Nursalam, (2015), yang perlu diperhatikan
antara lain:
1. Otonomi (Informed consent)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap
kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan
memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh
orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap
seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan
bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasan individu yang menuntut perbedaan diri. Otonomi merupakan
hak merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien
dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Veracity (jujur)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini
diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan

40
kebenaran pada setiap klien dan untuk menyakinkan bahwa klien
sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar
menjadi akurat, komprehensif, dan objektif untuk memfasilitasi
pemahaman dan penerima materi yang ada, dan mengatakan yang
sebenarnya
kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian,
terdapat beberapa argumen menyatakan adanya batasan untuk
kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan progonis klien untuk
pemuliahan atau adanya hubungan paternalistic bahwa “doctor knows
best” sebab individu memiliki anatomi, mereka memiliki hak untuk
mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran
merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
3. Benificience (prinsip etik berbuat baik)
Benificience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.
Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh
diri dan orang lain. Terkadang dalam situasi pelayanan kesehatan
terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
4. Confidentiality (kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien
harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam
dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi
tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan.
Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada
teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus
dihindari.
5. Non-maleficence (Tidak merugikan)

41
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis perawat harus melakukan tindakan pelayanan keperawatan
sesuai dengan ilmu keperawatan dengan tidak merugikan dan
menimbulkan bahaya pada klien.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, A., & Rantesigi, N. (2021). Pengaruh Aromaterapi Lemon dan


Guided Imagery Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien
Dengan Fraktur Ekstremitas. Madago Nursing Journal, 2(1), 9–14.
https://doi.org/10.33860/mnj.v2i1.441
Andra Saferi, yessie M. P. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 2
Keperawatan Dewasa Teori Dan Contoh Askep Penerbit; Nuha
Medika.
Ardiastuti, A. N., & Mellia Silvy Irdianty. (2021). Asuhan Keperawatan pada
Pasien Fraktur dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman : Nyeri
Keperawatan Universitas Kusuma Husada Surakarta. Faculty of
Health Sciences Journals, 4.
http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1082/1/NASPUB ANNISA.pdf
Astuti, N. D., & Respati, C. A. (2018). Pengaruh Terapi Guided Imagery
Terhadap Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Di Ruang
Bougenvil RSUD Dr. R. Koesma Tuban. Jurnal Midpro, 10(2), 52.
https://doi.org/10.30736/midpro.v10i2.81
Ayu, N. M. S. (2017). Efektifitas terapi audio recorded guided imagery

42
dengan nafas dalam terhadap penurunan nyeri pasien pasca operasi
fraktur. Jurnal Keperawatan, 7(2), 725–739. https://jurnal.stikesht-
tpi.com/index.php/jurkep/article/view/116
Barbara Kozier, Glenora Erb, Audrey Berman, S. J. . (2010). Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses & Praktik Edisi 7. EGC MEDICAL
PUBLISHER.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Laporan Nasional
RISKESDAS 2018. Kementrian Kesehatan RI, 1–582.
https://dinkes.kalbarprov.go.id/wp-content/uploads/2019/03/Laporan-
Riskesdas-2018-Nasional.pdf
Kepel, F. R., & Lengkong, A. C. (2020). Fraktur geriatrik. e-CliniC, 8(2),
203–210. https://doi.org/10.35790/ecl.v8i2.30179
Khasanah, N., Wirotomo, T. S., Rofiqoh, S., Studi, P., & Tiga, D. (2021).
Efektifitas Kompres Dinginterhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada
Pasien Fraktur Tertutup. 608–615.
https://jurnal.umpp.ac.id/index.php/prosiding/article/view/723
Made, N., Ratnasari, D., Ratna, W., & Judha, M. (2020). Pengaruh
Pemberian Guided Imagery Terhadap Nyeri Pada Pasien Post
Operasi fraktur Bantul Effect of Guided Imagery Supplementation To
Pain in Post Operative Facture Patients At. 1–11.
https://adoc.pub/pengaruh-pemberian-guided-imagery-terhadap-
nyeri-pada-pasien.html
Mahartha, G. R. A., Maliawan, S., & Kawiyana, K. S. (2017). Manajemen
Fraktur Pada Trauma Muskuloskeletal. e-Jurnal Medika Udayana,
2(3), 548–560.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4939/3729
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askpe Dengan
Pendekatan Nanda Nic Noc Penerbit;Nuha Medika.
Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan
Praktis. Jakarta:Salemba Medika.

43
Padila, S.Kep, N. (2017). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam penerbit;
Nuha Medika.
Pamungkas, S. K. E., & Fitriyani, N. (2020). Asuhan keperawatan Pasien
Post Operasi Fraktur Dalam Pemenuhan Aman dan Nyaman.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/949/1/NASKAH PUBLIKASI SEPTIA
KURNIA FIX pdf.pdf
Potter&Perry. (2010). Fundamental Keperawatan Edisi 7. Salemba
Medika.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi II. jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi II. jakarta: DPP PPNI.
Rudi haryono, M. P. U. (2020). Keperawatan Medikal Bedah II Penerbit;
Pustaka Baru Press.
Sulasri. (2020). Konsep Guided Imagery dalam Melawan Rasa Nyeri oleh
Cv RinMedia, Cirebon Jawa Barat.
Suriya, M., & Zuriati. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah Gangguan pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi NANDA,
NIC, & NOC.
https://www.google.co.id/books/edition/BUKU_AJAR_ASUHAN_KEP
ERAWATAN_MEDIKAL_BED/GYH1DwAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=jenis-
jenis+nyeri+pada+manajemen+nyeri+pada+medikal+bedah&pg=PA1
85&printsec=frontcover
Suwondo, B. S., Meliala, L., & Sudadi. (2017). Buku Ajar Nyeri 2017.
https://id.scribd.com/document/401666306/EBOOK-BUKU-AJAR-
NYERI-R31JAN2019-pdf
Tamsuri. (2012). konsep dan penatalaksanaan Nyeri, dan kebutuhan
dasar manusia. EGC.

44
Tarwoto, W. 2015. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan Edisi 5. Jakarta selatan:Penerbit Salemba Medika.
Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: CV Sangung Seto.
who. (2019). fracture.
https://www.thelancet.com/journals/lanhl/article/PIIS2666-
7568(21)00172-0/fulltext
Yoany Maria. (2021). Buku ajar Keperawatan Gawat Darurat, Yogyakarta:
Penerbit Media Sains Indonesia. https://books.google.com/books?
id=yJhXEAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Asuhan+keperawatan
+gawat+darurat&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiX8YqF8872AhVM4XM
BHX3RBJAQ6AF6BAgFEAM
Yuzlimah Dhias Monita, S. (2020). Asuhan Keperawatan pasien fraktur
dalam pemenuhan kebutuhan aman dan kenyamanan. Universitas
Kusuma Husada Surakarta, 1–7.
http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1099/

45

Anda mungkin juga menyukai