Anda di halaman 1dari 107

NYERI AKUT PADA NY.

J DENGAN POST OPERASI KISTA


ENDOMETRIOSIS DI RUANG NIFAS RSUD
DR. SOEDARSO PONTIANAK

KARYA ILMIAH AKHIR (KIA)


ILMU KEPERAWATAN MATERNITAS

OLEH :
ARISTA DEWI DAMAYANTI
NIM : SRP19316100

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

SIDANG KARYA ILMIAH AKHIR

Judul Karya Ilmiah Akhir : “Nyeri Akut pada Ny. J dengan Post Operasi
Kista Endometriosis Di Ruang Nifas RSUD Dr.
Soedarso Pontianak”
Nama : Arista Dewi Damayanti

NIM : SRP19316100

Program Studi : Profesi Ners Keperawatan Kelas Reguler A

Menyetujui,
Pembimbing

Ns. Surtikanti, S. Kep., M. Kep


NIDN. 1108048101

ii
HASIL PENGESAHAN

KARYA ILMIAH AKHIR (K.I.A)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

ARISTA DEWI DAMAYANTI


NIM : SRP19316100

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Karya Ilmiah Akhir,


Program Studi Ners Kelas Reguler A
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak
Pontianak, 01 Juli 2020

Pembimbing Penguji

Ns. Surtikanti, S. Kep., M. Kep Ns. Indri Erwhani, M. Pd., M. Kep


NIDN. 1108048101 NIDN. 1122097701

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners

Ns. Gusti Jhoni Putra, S. Kep., M. Pd


NIDN. 1116108503

iii
STIK MUHAMMADIYAH PONTIANAK PROGRAM STUDI NERS
KEPERAWATAN
Karya Ilmiah Akhir, 01 Juli 2019

Arista Dewi Damayanti

Nyeri Akut pada Ny. J dengan Post Operasi Kista Endometriosis Di Ruang
Nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak

ABSTRAK

Latar Belakang : Prevalensi kista endometriosis dari hasil beberapa penelitian


didapat pada sekitar 25-35% wanita yang tidak subur ,mengalami masalah kista
endometriosis, dan diduga ada hubungannya dengan suatu gangguan sistem
reproduksi. Kista endometriosis merupakan jenis kista yang tidak ganas.
Meskipun tidak bersifat ganas akan tetapi mengganggu kesuburan dan kehidupan
seorang perempuan. Penatalaksanaan yang sering disarankan dan dilakukan oleh
petugas kesehatan antara lain adalah menjaga keseimbangan hormonal dengan
terapi pengobatan dan mengubah gaya hidup, serta pembedahan. Nyeri setelah
pembedahan merupakan hal yang biasa terjadi pada banyak klien yang pernah
mengalami pembedahan. Tujuan : Melaporkan pendokumentasian pada klien
dengan post operasi kista endometriosis di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso
Pontianak. Metode : Metode penulisan laporan ini adalah secara deskriptif dengan
asuhan keperawatan yang dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, analisa data, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi keperawatan. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik serta rekam medis. Hasil :
Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan (luka operasi),
masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi. Diagnosa gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri, masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi.
Diagnosa ansietas berhubungan dengan kurang informasi terkait kondisi yang
dialami, masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi. Dan diagnosa resiko
infeksi berhubungan dengan efek tindakan invasif, masalah tidak terjadi, lanjutkan
intervensi.
Kata Kunci : Nyeri akut, Post Operasi, Kista Endometriosis

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, terima kasih atas puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan hidayah-Nya sehingga Karya Ilmiah Akhir ini yang berjudul “Nyeri

Akut pada Ny. J dengan Post Operasi Kista Endometriosis Di Ruang Nifas RSUD

Dr. Soedarso Pontianak” dapat tersusun hingga selesai. Karya Ilmiah Akhir ini

dibuat untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian profesi Ners (Ners)

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak.

Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini banyak pihak yang telah

berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya,

oleh karena itu peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Haryanto, S. Kep,. Ners., MSN., Ph. D selaku Ketua STIK

Muhammadiyah Pontianak.

2. Bapak Gusti Jhoni Putra, S. Kep., Ners., M. Pd selaku Ketua Program Studi

S1 Ners Keperawatan STIK Muhammadiyah Pontianak

3. Ibu Surtikanti, S. Kep, Ners, M. Kep selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan masukan, kritikan dan saran dalam

penyusunan karya ilmiah akhir ini.

4. Kedua orang tua (Ibu dan Bapak) atas dukungan moril dan materil yang telah

diberikan kepada penulis sehingga karya ilmiah akhir ini dapat terselesaikan

tepat waktu.

v
5. Pihak RSUD Dr. Soedarso Pontianak khususnya di Ruang Nifas yang telah

memberikan waktu dan ruang kepada penulis untuk melakukan praktik

keperawatan selama satu minggu.

6. Pasien di Ruang Nifas dan Ruang Maternal khususnya pada Ny. J yang telah

bersedia menjadi pasien untuk diberikan asuhan keperawatan oleh penulis.

7. Serta tidak lupa teman-teman seperjuangan yang telah memberikan

dukungan, do’a, semangat, serta motivasi sehingga karya ilmiah akhir ini

dapat terselesaikan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini masih

banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

kritik serta saran yang bersifat membangun guna hasil yang lebih baik.

Pontianak, 01 Juli 2020

Arista Dewi Damayanti

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG KIA ............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................ iii
ABSTRAK ................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR SKEMA ..................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan......................................................................... 5
1. Tujuan Umum ........................................................................ 5
2. Tujuan Khusus ....................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan....................................................................... 7
E. Sistematika Penulisan ................................................................ 8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Masalah Keperawatan Utama (Nyeri Akut)
1. Definisi ................................................................................. 9
2. Penyebab ............................................................................... 10
3. Batasan karakteristik ............................................................. 10
4. Gejala dan tanda mayor ........................................................ 11
5. Gejala dan tanda minor ......................................................... 11
6. Kondisi Klinis ....................................................................... 12
7. Faktor yang mempengaruhi nyeri ......................................... 12
8. Pengukuran skala nyeri ......................................................... 15

vii
B. Kista Endometriosis
1. Definisi ................................................................................. 16
2. Etiologi ................................................................................ 17
3. Klasifikasi ............................................................................. 19
4. Patofisiologi .......................................................................... 23
5. Manifestasi Klinis ................................................................. 26
6. Pemeriksaan Penunjang......................................................... 26
7. Komplikasi ............................................................................ 27
8. Penatalaksanaan .................................................................... 28
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian .............................................................................. 28
2. Diagnosa Keperawatan ......................................................... 34
3. Rencana Keperawatan ........................................................... 34
4. Implementasi Keperawatan ................................................... 38
5. Evaluasi Keperawaan ............................................................ 38
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ................................................................................. 39
B. Diagnosa Keperawatan .............................................................. 51
C. Rencana, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan................... 51
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pembahasan Proses Asuhan Keperawatan ................................. 70
1. Pengkajian ............................................................................. 70
2. Diagnosa Keperawatan ......................................................... 71
3. Rencana Keperawatann ......................................................... 73
4. Implementasi Keperawatan.................................................... 74
5. Evaluasi Keperawatan ........................................................... 76
B. Pembahasan Praktik Profesi Keperawatan ................................ 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 83
B. Saran .......................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA

viii
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Hubungan skala nyeri dengan implikasi
penurunan nyeri keperawatan .................................................... 14
Tabel 2.2 Rencana Keperawatan ................................................................ 32
Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium ....................................................... 45
Tabel 3.2 Pemeriksaan Darah .................................................................... 45
Tabel 3.3 Pemeriksaan Elektrolit ............................................................... 46
Tabel 3.4 Pemeriksaan Tumor ................................................................... 46
Tabel 3.5 Analisa Data ............................................................................... 47

x
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 2.1 Pathway Kista Endometriosis .................................................. 23

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Skala nyeri .............................................................................. 14
Gambar 2.2 Klasifikasi Endometriosis ...................................................... 19

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Konsultasi


Lampiran 2. Penilaian skala aktivitas

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

Pada Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang yang berisi tentang alasan

mengangkat kasus, jumlah kasus, kemudian terdapat rumusan masalah, tujuan

yang terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, manfaat dan yang terakhir

yaitu sistematika penulisan.

A. Latar Belakang

Endometriosis adalah pembentukan jaringan endometrial di luar lapisan

rongga uterin. Endometriosis aktif biasanya muncul pada saat pasien berumur

30 sampai 40 tahun, terutama wanita yang terlambat hamil. Endometriosis

tidak sering muncul pada pasien yang berusia kurang dari 20 tahun. Gejala

parah endometriosis bisa menyerang tiba-tiba atau berkembang selama

bertahun-tahun. Gangguan ini biasanya menjadi semakin parah saat bertahun-

tahun menstruasi, setelah menopause, endometriosis cenderung hilang.

Komplikasi primer dari endometriosis adalah infertilitas (Williams &

Wilkins, 2011).

Kejadian endometriosis diperkirakan terjadi pada 7-10% perempuan pada

populasi umum, dan 2-50% terjadi pada perempuan infertil serta 71-87%

perempuan akan mengalami nyeri kronik. Sedangkan di Amerika Serikat

sekitar 7-15% perempuan di usia reproduksi mengalami endometriosis

(Marlinda, 2014). Di Indonesia insiden pasti dari endometriosis belum dapat

diketahui secara pasti. Diperkirakan dari beberapa penelitian yang telah

1
2

dilakukan, endometriosis terjadi pada 25-50% perempuan. Di Indonesia

tepatnya di RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode April 2012 sampai Maret

2013 berdasarkan hasil laparoskopi, ditemukan 64,9 % wanita terdiagnosis

endometriosis dan sisanya terdiagnosis bukan endometriosis. Di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta, jumlah penderita endometriosis dari tahun 2010 sampai

2012 terus mengalami peningkatan. Kemudian di RSPAD Gatot Soebroto

periode 2015 sampai 2016 berdasarkan hasil laparoskopi menunjukkan lebih

banyak yang terdiagnosis endometrioasis yaitu sebanyak 57 pasien (54,3%)

sedangkan 48 pasien (45,7%) terdiagnosis bukan endometriosis (Zannah dkk,

2016).

Prevalensi kista endometriosis dari hasil beberapa penelitian didapat pada

sekitar 25-35% wanita yang tidak subur ,mengalami masalah kista

endometriosis, dan diduga ada hubungannya dengan suatu gangguan sistem

reproduksi. Resikonya menjadi tujuh kali lebih besar jika ibu atau saudara

perempuannya mempunyai riwayat penyakit yang sama atau penyakit

keganasan yang lainnya (Marlinda, 2014).

Endometriosis akan menyebabkan perubahan pada lingkungan fisiologis

dalam pelvis. Adanya jaringan endometrium di dalam pelvis akan

mempengaruhio respon sel-sel imun di daerah sekitar alat genitalia.

Perubahan sistem imunologik dapat mempengaruhi nidasi intrauterin dan

perkembangan awal dari fetus. Sebagai hasil akhir, nidasi sering tidak

berhasil dan terjadi penghambatan pertumbuhan fetus intrauterin, juga bisa


3

terjadi nidasi di luar intrauterin sehingga terjadi kehamilan ektopik

(Suparman, 2012). Kista endometriosis merupakan jenis kista yang tidak

ganas. Meskipun tidak bersifat ganas akan tetapi mengganggu kesuburan dan

kehidupan seorang perempuan.

Penatalaksanaan yang sering disarankan dan dilakukan oleh petugas

kesehatan antara lain adalah menjaga keseimbangan hormonal dengan terapi

pengobatan dan mengubah gaya hidup, pembedahan untuk pengangkatan

kistektomi dengan laparotomi dan in vitro fertilization (IVF) pada perempuan

yang mengalami kemandulan setelah kista diangkat (Marlinda, 2014). Sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dan Hendry (2019) mengenai

karakteristik pasien endometriosis, dari 154 kasus endometrisosi sebanyak

44,8% pasien mengalami kista endometriosis, dengan penatalaksanaannya

dilakukakan metode laparotomi sebanyak 54,6% dan jenis operasi terbanyak

kistektomi yaitu sebanyak 44,8%.

Menurut Susilowati, dkk (2015) melaporkan bahwa diagnosa post operasi

pada pasien kista ovarium adalah nyeri berhubungan dengan adanya luka

operasi, risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan adanya luka operasi,

gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri post operasi dan

pembatasan aktivitas, gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan

status kesehatan, risiko infeksi berhubungan dengan personal hygiene yang

rendah dan kesiapan meningkatkan pengetahuan tentang perawatan luka

operasi. Kemudian menurut Shiyamika (2014) melaporkan bahwa masalah


4

utama klien dengan post operasi kistektomi dengan kista coklat di ruang

Anggrek RSUD Banyumas adalah nyeri akut.

Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang biasa terjadi pada banyak

klien yang pernah mengalami pembedahan. Pada dasarnya terdapat dua cara

menolong pasien untuk mengurangi rasa nyeri, yaitu farmakolgis dan non

farmakologis. Salah satu tindakan non farmakologis untuk mengurangi nyeri

adalah latihan napas dalam (deep breathing exercise) yang merupakan

metode efektif mengurangi rasa nyeri terutama pada klien yang mengalami

nyeri akut maupun kronis (Hamarno, 2017). Ternyata penelitian yang

dilakukan oleh Hamarno (2017) menunjukkan bahwa teknik relaksasi napas

dalam signifikan dalam menurunkan skala nyeri pasien post operasi

laparotomi.

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada

ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual

yang komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat

baik sakit maupun sehat secara berkualitas (Marlinda, 2014).

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soedarso Pontianak merupakan

salah satu rumah sakit pendidikan di Pontianak. Pada bulan Oktober 2019

selama 2 minggu mahasiswa STIK Muhammadiyah Pontianak praktik mata

ajar Keperawatan Maternitas di dua ruangan RSUD Dr. Soedarso, yaitu ruang

nifas (N) dan ruang maternal (VK).


5

Pada tanggal 07 Oktober sampai dengan 13 Oktober 2019, penulis

sedang praktik di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak dan menemukan

pasien pada tanggal 07 Oktober 2019 dengan diagnosa medis kista

endometriosis. Penulis sangat tertarik dengan kasus itu karena penulis baru

pertama kali menemukan pasien dengan kista endometriosis. Walaupun

awalnya penulis kurang mengetahui tentang penyakit tersebut, namun jenis

penyakit yang tidak pernah penulis temui sebelumnya membuat penulis ingin

mengangkat kasus ini menjadi laporan Karya Ilmiah Akhir.

Berdasarkan data di atas, maka penulis akan memberikan gambaran

mengenai asuhan keperawatan pada Ny. J dengan post operasi kista

endometriosis di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah dalam

penulisan Karya Ilmiah Akhir ini adalah “Bagaimana asuhan keperawatan

nyeri akut pada Ny. J dengan post operasi kista endometriosis di ruang nifas

RSUD Dr. Soedarso Pontianak ?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan Karya Ilmiah Akhir ini adalah untuk

memberikan gambaran asuhan keperawatan nyeri akut pada Ny. J dengan

post operasi kista endometriosis di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso

Pontianak.
6

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan Karya Ilmiah Akhir ini adalah sebagai

berikut.

a. Untuk mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala,

penatalaksanaan serta konsep asuhan keperawatan pada klien dengan

post operasi kista endometriosis.

b. Untuk memberikan gambaran proses pengkajian keperawatan

gangguan sistem reproduksi pada Ny. J dengan post operasi kista

endometriosis di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak.

c. Untuk memberikan gambaran analisa data keperawatan gangguan

sistem reproduksi pada Ny. J dengan post operasi kista

endometriosis di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak.

d. Untuk memberikan gambaran diagnosa keperawatan gangguan

sistem reproduksi pada Ny. J dengan post operasi kista

endometriosis di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak.

e. Untuk memberikan gambaran dalam merencanakan tindakan

keperawatan yang akan diberikan (intervensi) gangguan sistem

reproduksi pada Ny. J dengan post operasi kista endometriosis di

ruang nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak.

f. Untuk memberikan gambaran dalam menerapkan perencanaan

tindakan keperawatan (implementasi) gangguan sistem reproduksi


7

pada Ny. J dengan post operasi kista endometriosis di ruang nifas

RSUD Dr. Soedarso Pontianak.

g. Untuk memberikan gambaran evaluasi asuhan keperawatan

gangguan sistem reproduksi pada Ny. J dengan post operasi kista

endometriosis di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak.

h. Untuk membandingkan antara teoritis dan praktik lapangan asuhan

keperawatan gangguan sistem reproduksi pada Ny. J dengan post

operasi kista endometriosis di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso

Pontianak.

D. Manfaat

1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Karya Ilmiah Akhir ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan

kesehatan dalam pemberian asuhan keperawatan dengan gangguan sistem

reproduksi khususnya post operasi kista endometriosis.

2. Bagi Instansi Pendidikan

Diharapkan hasil penulisan Karya Ilmiah Akhir ini bisa bermanfaat

bagi instansi dalam memberikan gambaran aplikasi asuhan keperawatan

gangguan sistem reproduksi dengan post operasi kista endometriosis.

3. Bagi Pasien

Diharapkan, pasien dapat menerima asuhan keperawatan dengan

pemberian implementasi keperawatan pada kasus post operasi kista

endometriosis.

4. Bagi Penulis
8

Hasil penulisan Karya Ilmiah Akhir ini bisa digunakan penulis

selanjutnya untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan penulis.

5. Bagi Profesi Kesehatan

Karya Ilmiah Akhir ini diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu

bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman yang lebih baik

tentang asuhan keperawatan dengan gangguan sistem reproduksi

khususnya pada kasus post operasi kista endometriosis.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Karya Ilmiah Akhir ini terdiri dari lima (5) bab

dengan sistematika penulisan yaitu pada BAB I Pendahuluan, terdiri dari latar

belakang yang berisi tentang alasan mengangkat kasus, jumlah kasus,

kemudian terdapat rumusan masalah, tujuan yang terbagi menjadi tujuan

umum dan tujuan khusus, manfaat dan yang terakhir yaitu sistematika

penulisan.

Pada BAB II Landasan Teori, terdiri dari definisi, etiologi, dan konsep

masalah, lainnya, kemudian konsep asuhan keperawatan secara teoritis pada

klien dengan post operasi kista endometriosis.

Pada BAB III Asuhan Keperawatan, terdiri dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi

keperawatan.
9

Pada BAB IV Pembahasan, terdiri dari pembahasan proses asuhan

keperawatan yang telah diberikan kepada klien dengan post operasi kista

ovarium dari pengkajian hingga evaluasi, kemudian pembahasan tentang

praktik profesi keperawatan dalam pencapaian target kompetensi.

Kemudian yang terakhir adalah BAB V Simpulan dan Saran, terdiri dari

kesimpulan dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan dan saran dari

penulis.
BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II ini merupakan bab yang membahas landasan teori dari masalah

keperawatan yang diangkat, terdiri dari definisi, etiologi, dan konsep masalah,

lainnya, kemudian konsep asuhan keperawatan secara teoritis pada klien dengan

post operasi kista endometriosis.

A. Masalah Keperawatan Utama (Nyeri Akut)

1. Definisi

Nyeri dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang sukar dipahami dan

fenomena yang kompleks meskipun universal, tetapi masih merupakan

misteri. Nyeri adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh manusia

yang menunjukkan adanya pengalaman masalah. Nyeri merupakan

keyakinan individu dan bagaimana respon individu tersebut terhadap

sakit yang dialaminya (Taylor, 2011).

Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsungkurang dari 3 bulan (PPNI dalam SDKI, 2016).

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa

(International Association for the study of Pain) : awitan yang tiba-tiba

10
11

atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat

diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan (NANDA, 2015).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri akut

adalah sensasi yang bersifat subyektif atas pengalaman sensori atau

emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadi kerusakan aktual atau

fungsional dengan intensitas ringan hingga berat yang berlangsung

selama <6 bulan (NANDA, 2015; PPNI dalam SDKI, 2016 dan Taylor,

2011).

2. Penyebab

Menurut PPNI dalam SDKI (2016) penyebab nyeri akut adalah

sebagai berikut:

a. Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia, neoplasma)

b. Agen pencedera (misalnya terbakar bahan kimia iritan)

c. Agen pencedera fisik (misalnya abses, amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, serta latihan fisik

berlebih

3. Batasan karakteristik

Berdasarkan NANDA (2015). Batasan karakteristik nyeri akut

adalah sebagai berikut :

a. Perubahan selera makan

b. Perubahan tekanan darah

c. Perubahan frekuensi jantung

d. Perubahan frekuensi pernapasan


12

e. Laporan isyarat

f. Diaforesis

g. Perilaku distraksi (mis. Berjalan mondar-mandir mencari orang lain

dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)

h. Mengekspresikan perilaku (mis gelisah, merengek, menangis)

i. Masker wajah (mis mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan

mata berpencar atau tetap pada satu fokus meringis)

j. Sikap melindungi area nyeri

k. Fokus menyempit (mis gangguan persepsi nyeri, hambatan proses

berpikir, penurunan interkasi dengan orang dan lingkungan)

l. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri

m. Sikap tubuh melindungi

n. Dilatasi pupil

o. Melaporkan nyeri secara verbal

p. Gangguan tidur

4. Gejala dan tanda mayor

Subjektif : mengeluh nyeri

Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi

menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur (SDKI,

2016)

5. Gejala dan tanda minor

Subjektif : (tidak tersedia)


13

Objektif : Tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu

makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada

diri sendiri, diaforesis (SDKI, 2016).

6. Kondisi klinis terkait

Berdasarkan PPNI dalam buku SDKI (2016), kondisi terkait nyeri

akut adalah :

a. Kondisi pembedahan

b. Cedera traumatis

c. Infeksi

d. Sindrom koroner akut

e. Glaukoma

7. Faktor yang mempengaruhi

Menurut Arif Mutaqqin (2008) faktor yang mempengaruhi nyeri

adalah sebagai berikut :

a. Jenis kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam

berespon terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja

yang merupakan suatu faktor dalam mengekspresikan nyeri. Beberapa

kebudayaan yang memengaruhi jenis kelamin (misalnya menganggap

bahwa seorang anak lakli-laki harus berani dan tidak boleh menangis,

sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama).


14

b. Kebudayaan

Kayakinan dan nilai-nilai budaya memengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa

yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana

bereaksi terhadap nyeri.

c. Makna nyeri

Individu akan memersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda-beda,

apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan,

hukuman dan tantangan, misalnya seorang wanita yang sedang

bersalin akan memersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita

yang mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan pasangannya.

Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan

dengan makna nyeri.

d. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatian pada nyeri dapat

memengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan

dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)

dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.

e. Cemas

Hubungan antara nyeri dan cemas (ansietas) bersifat kompleks. Cemas

seringkali dapat meningkakan persepsi nyeri, tapi nyeri juga dapat

menimbulkan suatu perasaan cemas.


15

f. Keletihan

Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum bagi klien

yang menderita penyakit dalam jangka lama. Apabila keletihan

disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih

berat lagi.

g. Pengalaman

Setiap klien belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri

terdahulu tidak selalu berarti bahwa klien tersebut akannn menerima

nyeri dengan mudah pada masa yang akan datang. Apabila klien sejak

lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah

sembuh atau menderita nyeri yang berat maka cemas atau bahkan rasa

takut dapat muncul. Namun jika klien mengalami nyeri dengan jenis

yang sama dan berulang-ulang, tetapi kemudian berhasil nyerinya

berhasil dihillangkan, klien akan lebih mudah untuk menerima nyeri.

h. Gaya koping

Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat

klien merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri saat dalam

perawatan kesehatan seperti di rumah sakit maka klien merasa tidak

berdaya dengan rasa sepi itu.


16

i. Dukungan keluarga

Faktor lain yang bermakna memengaruhi respon nyeri ialah kehadiran

orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien.

Klien yang mengalami nyeri sering kali bergantung kepada anggota

keluarga atau teman terdekat untuk memperoleh dukungan, atau

perlindungan. Walaupun klien merasakan nyeri, namun keberadaan

orang yang dicintai akan meinimalkan kesepian dan ketakutan klien.

8. Pengukuran skala nyeri

Pengukuran skala nyeri dalam penelitian ini menggunakan Numeric

Rating Scale (NRS). Skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai

pengganti alat deskripsi kita. Klien menilai nyeri dengan menggunakan

skala 0 – 10 (Taylor, 2011).

Gambar 2.1

Skala Nyeri
17

Tabel 2.1
Hubungan skala nyeri dengan implikasi penurunan nyeri keperawatan
Skala Nyeri Intervensi Keperawatan
Tidak ada nyeri -
Nyeri ringan Manajemen nyeri keperawatan independen :
1. Pengaturan posisi ; istirahat, atur posisi fisiologis
2. Teknik relaksasi
3. Kompres es atau kompres panas
4. Manajemen sentuhan, stimulasi masase distraksi,
masase perkutaneus, sentuhan terapeutik
5. Distraksi, alih fokus perahtian, dukungan orang tua
atau orang terdekat
6. Manajemen lingkungan
7. Dukungan perilaku
8. Imajinasi terbimbing
Nyeri sedang A. Manajemen nyeri keperawatan independen
B. Kolaboratif pemberian analgesik non-narkotika rute
oral
Nyeri berat A. Manajemen nyeri keperawatan independen
B. Kolaboratif pemberian analgesik non-narotika rute
parenteral
Nyeri berat sekali Kolaboratif pemberian analgesik narkotika
Sumber : Arif Mutaqqin (2008)

B. Kista Endometriosis

1. Definisi

Kista adalah tumor jinak yang paling sering ditemui. Bentuknya

kistik, berisi cairan kental, dan ada pula yang berbentuk anggur. Kista
18

juga ada yang berisi udara, cairan, nanah, ataupun bahan-bahan lainnya

(Marlinda, 2014).

Endometriosis merupakan gangguan sistem reproduksi wanita

dimana endometrium (lapisan rahim) tumbuh di luar rongga uterus

(rahim). Jaringan endometrium yang terus tumbuh ini dapat

menyebabkan iritasi, rasa sakit bahkan infertilitas (Octavianny dkk,

2016).

Endometriosis merupakan kondisi medis pada wanita yang ditandai

dengan tumbuhnya sel-sel endometrium di luar kavum uteri. Sel-sel

endometrium yang melapisi kavum uteri sangat dipengaruhi hormon

wanita. Pada endometriosis, sel endometrium yang semula berada dalam

kavum uteri berpindah dan tumbuh di luar kavum uteri (Suparman,

2012).

Kista endometriosis merupakan endometriosis yang terjadi di

ovarium, dimana dapat timbul kista yang berwarna coklat dan sering

tejadi perlengketan dengan organ-organ lain (Marlinda, 2014).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kista

endometriosis atau yang lebih dikenal kista coklat atau endometrioma

merupakan kista yang tumbuh pada endometriosis ovarium (Marlinda,

2014 ; Octavianny, 2016 dan Suparman, 2012).

2. Etiologi

Penyebab terjadinya endometriosis sampai saat ini masih belum

diketahui secara pasti. Namun, beberapa teori telah dikemukakan dan


19

dipercaya sebagai mekanisme dasar endometriosis. Beberapa teori

tersebut antara lain : (Octavianny, 2016)

a. Menstruasi retrograde

Teori ini dikemukakan oleh Sampson pada tahun 1927, dimana terjadi

refluks (darah menstruasi mengalir balik) melalui saluran tuba ke

dalam rongga pelvis. Darah yang berbalik ke rongga peritonium

diketahui mampu berimplantasi pada permukaan peritonium dan

merangsang metaplasia peritonium yang kemudian akan merangsang

angiogenesis. Saat ini teori ini tidak lagi menjadi teori utama, karena

teori ini tidak dapat menjelaskan keadaan endometriosis di luar pelvis.

b. Teori imunologik dan genetik

Gangguan pada imunitas terjadi pada wanita yang menderita

endometriosis. Dmowski mendapatkan adanya kegagalan dalam

sistem pengumpulan dan pembuangan zat-zat sisa saat menstruasi oleh

makrofag dan fungsi sel NK yang menurun pada endometriosis.

c. Teori metaplasia

Teori metaplasia ini dikemukakan oleh Robert Meyer yang

menyatakan bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-

sel epitel yang berasal dari sel epitel selomik pluripoten dapat

mempertahankan hidupnya di daerah pelvis, sehingga terbentuk

jaringan endometriosis. Teori ini didukung oleh penelitian yang dapat

menerangkan terjadinya pertumbuhan endometriosis di toraks,

umbilikus dan vulva.


20

d. Teori emboli limfatik dan vaskular

Teori dapat menjelaskan mekanisme terjadinya endometriosis di

daerah luar pelvis. Daerah retroperitoneal memiliki banyak sirkulasi

limfatik. Suatu penelitian menunjukkan bahwa pada 29% wanita yang

menderita endometriosis ditemukan nodul limfatik pada pelvis. Hal ini

dapat menjadi salah satu dasar teori akan endometriosis yang terjadi di

luar pelvis, contohnya di paru.

Ada beberapa faktor resiko penyebab terjadinya endometriosis,

antara lain wanita yang ibu atau sudara perempuannya menderita

endometriosis, wanita usia produktif (15-44 tahun), usia menarche yang

lebih awal dari normal, menstruasi yang lama (>7 hari), peningkatan

jumlah estrogen dalam darah dan terpapar toksin dari lingkungan.

Biasanya toksik berasal dari pestisida, pengolahan kayu, dan produk

kertas, pembakaran sampah medis serta sampah perkotaan (Octavianny,

2016).

3. Klasifikasi

Penentuan klasifikasi dan stadium endometriosis sangat penting

dilakukan untuk menerapkan pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi

hasil pengobatan. Stadium endometriosis tidak memiliki korelasi dengan

derajat nyeri keluhan pasien maupun prediksi respon terapi terhadap nyei
21

atau infertilitas. Hal ini dikarenakan endometriosis dapat dijumpai pada

pasien asimptomatik (Octavianny, 2016).

Klasifikasi endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut

American Society For Reproductive Medicine tahun 1997 yang berbasis

pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit

dan perlengketan dapat dikelompokkan menjadi empat stadium yaitu,

stadium I (minimal), stadium II (ringan), stadium III (sedang), dan

stadium IV (berat) (Wedyawati dkk, 2019). Gambar 2.1


22

Gambar 2.2 Klasifikasi Endometriosis

Sumber : American Society For Reproductive Medicine (1997)


23

Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan

lokasi dan tipe lesi, yaitu : (Octavianny, 2016)

a. Peritoneal endometriosis

Lesi di peritoneal memiliki banyak vaskularisasi, sehingga

menimbulkan perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan

menyebabkan timbulnya perdarahan kronik rekuren dan reaksi

inflamasi sehingga tumbuh jaringan fibrosis dan sembuh. Lesi

berwarna merah dapat berubah menjadi lesi berwarna hitam tupikal

dan setelah lesi akan berubah menjadi lesi putih yang memiliki sedikit

vaskularisasi dan akan ditemukan debris glandular.

b. Ovarian Endometrial Cyst (Endometrioma)

Pada endometriosis yang terjadi di ovarium, dapat timbul kista yang

berwarna coklat dan sering tejadi perlengketan dengan organ-organ

lain. Kista endometrium dapat berukuran >3 cm dan multilokus juga

dapat tampak seperti kista coklat karena penimbunan darah dan debris

ke dalam rongga kista.

c. Deep Nodullar Endometriosis

Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum

rektovaginal atau struktur fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan

ligamentum utero-ovarium. Nodul-nodul dibentuk oleh hiperplasia oto

polos dan jaringan fibrosis di sekitar jaringan yang menginfiltrasi.

Jaringan endometriosis akan tertutup sebagai nodul, dan tidak ada


24

perdarahan secara klinis yang berhubungan dengan endometrioasis

nodular dalam.

4. Patofisiologi

Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita dengan ibu

atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko

lebih besar 6 kali terkena penyakit ini juga (Burney et al, 2012). Hal ini

disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan kepada penderita

endometriosis. Gen abnormal ini akan mempengaruhi respon sel-sel

endometrium. Kemudian gangguan menstruasi dapat mempengaruhi

sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa

gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan

pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel

endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan

peningkatan kadar estrogen dan progesteron (Octavianny, 2016).

Faktor penyebab lain berupa toksik dan sampah-sampah perkotaan

yang menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh.

Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag yang

menyebabkan respon imum menurun sehingga mempengaruhi

pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat. Jaringan endometrium yang

tumbuh di luar uterus, dimana dari infundibulum tuba fallopi menuju

ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu,

umumnya ovarium menjadi tempat pertama dalam rongga pelvis yang

dapat terkena endometriosis. Sel endometrial ini dapat mamasuki


25

peredaran darah dan limpa, sehingga sel endometrial ini memiliki

kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian

tubuh lainnya. Dimanapun lokasi tempatnya tumbuh, sel sendometrial

ekstrauterin ini dapat dipengaruhi siklus endokrin normal (Octavianny,

2016).

Setiap bulan sel ini akan mengalami penebalan dan pendarahan

mengikuti siklus menstruasi. Perdarahan ini tidak mempunyai saluran

keluar seperti darah menstruasi yang normal, tetapi terkumpul dalam

rongga panggul dan menimbulkan nyeri. Jaringan endometriosis dalam

ovarium akan menyebabkan terbentuknya kista coklat/kista

endometriosis. Akibat inflamasi kronis pada jaringan endometrial

tersebut, terbentuk jaringan parut dan terjadi perlengketan di dinding dan

permukaan pelvis (Suparman, 2012). Hal ini menyebabkan nyeri, tidak

hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait nyeri

saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan intim

(Octavianny, 2016).

Adhesi (perlengektan juga dapat terjadi pada sekitar uterus dan tuba

fallopii. Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi,

sedangkan adhesi di tuba fallopii menyebabkan pergerakan ovum menuju

uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya

infertil pada endometriosis (Octavianny, 2016).

Berikut adalah pathway kista endometriosis. Skema 2.1 Pathway

Kista Endometriosis
26

Toksik sampah
Faktor Genetik Gangguan Menstruasi

Mikroorganisme
Gen abnormal Mempengaruhi sistem
hormon
Makrofag
Estrogen dan progesteron
terganggu
Respon imun menurun

Mempengaruhi
pertumbuhan sel Pertumbuhan sel
endometrium secara abnormal meningkat
abnormal

Ekstrauterin

Tumbuh di ovarium

Menebal dan perdarahan

Darah terkumpul di
rongga pelvis

Terapi Pembedahan Kista Endometriosis Inflamasi

Histerektomi/kistektomi Kurang informasi Jaringan parut terbentuk

Ansietas Adhesi pada organ sekitar


Luka operasi

Diskontinuitas jaringan Pelvis Tuba fallopii

Poste de entry kuman Nyeri Menghambat


pergerakan ovum

Resiko Infeksi
Gangguan Mobilitas Infertilitas
Fisik

Ketidakmampuan
Defisit perawatan diri
perawatan diri
27

Sumber : (Bruney, 2012 ; NANDA, 2015 ; Octavianny, 2016 & Suparman, 2012)

5. Manifestasi Klinis

Endometrium dapat ditemukan diberbagai tempat dan hal ini

mempengaruhi gejala yang ditimbulkan. Gejala endoetriosis bervariasi

dan tidak bisa diprediksi. Nyeri haid (dismenore), nyeri pinggang kronis,

nyeri pada saat berhubungan (dispareunea), dan infertilitas merupakan

gejala yang umum terjadi. Banyak pendapat yang dikemukakan berbagai

peneliti mengenai nyeri yang timbul. Pada dasarnya, nyeri pada

endometriosis, muncul sebagai akibat materi peradangan yang dihasilkan

oleh endometriosis yang aktif (Suparman, 2012).

Secara umum gejala yang sering ditemukan adalah nyeri,

pendarahan, serta keluhan pada saat buang air besar dan kecil. Hebatnya

nyeri tergantung pada lokasi endometriosis, dapat berupa nyeri pada saat

menstruasi, serta nyeri selama dan sesudah hubungan intim. Perdarahan

bisa banyak dan lama pada saat menstruasi, berupa spotting sebelum

menstruasi, menstruasi yang tidak teratur, dan darah menstruasi yang

berwarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau diakhir menstruasi.

Keluhan buang air besar dan kecil bisa berupa nyeri pada saat buang air

besar, adanya darah pada feses, diare, konstipasi, dan kolik, serta nyeri

sebelum, pada saat, dan sesudah buang air kecil (Suparman, 2012).
28

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosa kista endometriosis secara klinis antara lain pemeriksaan USG

(ultrasonografi) transvaginal dimana akan dilihat keberadaan kista

endometriosis secara laangsung yang akan menyerang ovarium atau

uterus. Pemeriksaan tumor maker CA125, untuk menegakkan adanya

keganasan pada ovarium, walaupun pada kasus endometriosis CA125

juga meningkat. Peningkatan CA125 akan terjadi seiring dengan

peningkatan tahap endometriosis. Diikuti dengan pemeriksaan magnetic

resonance imaging (MRI) untuk mengetahui soft tissue dari sel kista

endometriosis dan laparoskopi pilihan terakhir dan teknik yang lebih

aman untuk menegakkan diagnosis ini (Marlinda, 2014).

7. Komplikasi

Komplikasi dan prognosis dari kondisis kista endometriosis bila

tidak ditangani dengan cermat seperti halnya yang dijelaskan sebelumnya

dapat menyebabkan infertil karena adanya gangguan hormonal dan

autoimun dalam tubuh sehingga proses ovulasi, yakni bertemunya ovum

dan sperma dan implantasi zigot di dinding endometrium mengalami

gangguan. Perkembangan pertumbuhan sel jinak kista menjadi kanker

ovarium yang berasal dari sel epitel atau lebih dikenal dengan penyakit

neoplasma ovarium kistik. Bila kista bertangkai terpuntir klien akan

merasakan nyeri hebat. Kista endometriosis yang tidak ditangani dengan

maksimal akan beresiko mengalami kanker ovarium epitel. Kista


29

endometriosis atau kista coklat merupakan suatu lesi yang berada di

ovarium mengeluarkan zat besi bebas sebagai akibat perdarahan pada

kista, hal ini dapat mengoksidasi sel disekitarnya dan inflamasi kronik

yang berperan terhadap pertumbuhan karsinogenik (Marlinda, 2014)

8. Penatalaksanaan

a. Androgen, misalnya danazol, diberikan pada stadium I dan II (bentuk

ringan dengan endometriosis superfisial dan adhesi yang sangat tipis)

bagi wanita muda yang ingin memiliki anak.

b. Progestin dan kontrasepsi hormonal juga bisa meringankan gejala

c. Agonis hormon pelepas-gonadotropin bisa menekan produksi

estrogen, karena bisa membuat perubahan atropik di jaringan

endometrial ektopik dan bisa menyembuhkan.

d. Laparoskopi memungkinkan penguapan laser pada implan (diikuti

dengan terapi hormon) atau bisa digunakan secara terapeutik untuk

memicu adhesi lisis, membuang implan kecil, dan kauterisasi.

e. Pembedahan bisa dibutuhkan untu mebcegah kanker (jika

kista/gumpalan di ovarium)

f. Endometriosis parah mungkin membutuhkan histerektomi abdomen

total dan kemungkinan salpingo-ooforektomi bilateral (Willian &

Wilkins, 2011).

F. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
30

a. Identitas klien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama

pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS, diagnosa medis,

penanggung jawab, dan lain-lain.

b. Riwayat Kesehatan Saat Ini

Keluhan yang dirasakan pada saat ini, klien dengan post operasi kista

endometriosis umumnya mengeluh nyeri, kesulitan bergerak

disebabkan oleh nyeri, kemudian perdarahan.

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Penyakit yang pernah diderita sebelumnya, umumnya penyakit kista

endometriosis sebelumnya akan mengalami penyakit dengan masalah

sistem reproduksi. Kemudian kaji apakah klien meiliki alerrgi

makanan atau obat-obatan. Serta kaji pula riwayat operatif yang

pernah dilakukan.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat dalam keluarga sangat penting untuk ditanyakan mengingat

penyakit ini diwariskan. Keluarga jenjang pertama beresiko 6 kali

lebih besar untuk mengalami hal serupa.

e. Riwayat Menstruasi

Faktpr resiko terjadinya endometriosis adalah wanita dengan siklus

menstruasi yang pendek (<27 hari), usia menarche yang lebih awal

dari normal, menstruasi yang lama (>7 hari), dismenore serta darah

menstruasi yang berwarna gelap di awal dan di akhir menstruasi.

f. Riwayat Perkawinan
31

Perkawinan yang ke berapa, lama perkawinan, serta status

perkawinan.

g. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas

Klien dengan kista endometriosis umumnya mengalami infertilitas

pada usia reproduktif.

h. Riwayat Keluarga Berencana (KB)

Klien dengan kista endometriosis akan mendapat pengobatan berupa

kontrasepsi oral (pil KB), tanyakan jenis KB, lamanya dan keluhan

yang dirasakan.

i. Pemeriksaan fisik, meliputi keadaan umum klien, tanda vital klien

serta head to toe yaitu mulai dari :

1) Kepala

Inspeksi : apakah kepala tampak simetris, apakah tampak

luka/jejas pada kepala, apakah tampak benjolan/massa pada

kepala, apakah rambut tampak bersih, apakah penyebaran rambut

merata dan tidak mudah rapuh?

Palpasi : apakah terdapat nyeri tekan di area kepala,

apakah terdapat pembesaran massa di kepala setelah di palpasi?

2) Mata

Inspeksi : Apakah mata tampak simetris, apakah tampak

luka/jejas pada mata, apakah konjungtiva anemis, apakah sklera


32

tampak ikterik, apakah pupil tampak isokhor, apakah pergerakan

mata baik, apakah tampak keluar cairan darah/nanah dari mata?

Palpasi : apakah terdapat nyeri tekan pada area mata

setelah di palpasi?

3) Hidung

Inspeksi : Apakah hidung tampak simetris, apakah tampak

luka/jejas pada hidung, apakah lubang hidung tampak simetris,

apakah tampak pembesaran massa pada area hidung, apakah

tampak keluar cairan, nanah atau darah dari hidung?

Palpasi : Apakah terdapat nyeri tekan pada area hidung,

apakah teraba pembesaran massa pada area hidung?

4) Telinga

Inspeksi : Apakah telinga kanan dan kiri tampak simetris,

apakah tampak luka/jejas pada telinga, apakah tampak keluar

cairan, nanah atau darah dari telinga, apakah tampak pembesaran

massa pada area telinga?

Palpasi : Apakah terdapat nyeri tekan pada telinga?

5) Mulut dan Tenggorokan

Inspeksi : Apakah mukosa bibir tampak lembab, apakah

tampak luka/jejas pada mulut, apakah lidah tampak baik, apakah

gigi tampak baik, apakah tonsil tampak meradang?

Palpasi : Apakah terdapat nyeri tekan pada tenggrorokan?

6) Leher
33

Inspeksi : Apakah leher klien dapat bergerak bebas, apakah

tampak luka/jejas, apakah tampak distensi vena jugularis, apakah

tampak pembesaran massa pada leher?

Palpasi : Apakah terdapat nyeri tekan pada leher, tidak

teraba pembesaran massa pada leher?

7) Thorak

a) Payudara

Inspeksi : Apakah payudara tampak simetris, apakah

tampak luka/jejas, apakah areola tampak hiperpigmentasi,

apakah nipple/puting tampak menonjol, apakah tampak

keluar ASI, apakah tampak pembesaran massa?

Palpasi : Apakah terdapat nyeri tekan pada area

payudara, tidak teraba pembesaran massa pada payudara?

b) Paru-paru dan Jantung

Inspeksi : Apakah pergerakan dada tampak simetris,

apakah tampak luka/jejas dada, apakah tampak pembesaran

pada dada, apakah klien bernapas tampak menggunakan alat

bantu pernapasan?

Palpasi : Apakah terdapat nyeri tekan pada dada, tidak

terdengar krepitasi pada costa?

Perkusi : Bagaimana bunyi paru kanan kiri, serta bunyi

jantung. Menentukan batas jantung dengan di perkusi.


34

Auskultasi : Bagaimana suara napas terdengar teratur dan

vesikuler/tidak, apakah terdengar suara tambahan seperti

ronkhi, wheezing. Bagaimana suara jantung, apakah

terdengar suara tambahan S3 dan S4.

8) Abdomen

Inspeksi : Klien post operasi kista endometriosis akan

tampak luka operasi pada abdomen. Apakah abdomen tampak

simetris, apakah tampak distensi/tidak, apakah tampak sianosis?

Auskultasi : Umumnya ketika di auskultasi akan mengalami

penurunan bising usus setelah operasi.

Palpasi : Umumnya terdapat nyeri tekan pada area

abdomen ketika di palpasi

Perkusi : apakah abdomen klien kembung/tidak

9) Ekstremitas

Inspeksi : Apakah ektremitas atas dan bawah tampak

simetris, apakah tampak luka/jejas, apakah tampak perubahan

bentuk pada ektremitas atas dan bawah?

Palpasi : Apakah terdapat nyeri tekan pada ekstremitas atas

dan bawah, tidak terdapat krepitasi pada ekstremitas atas dan

bawah. Kemudian menilai tonus otot klien setelah operasi.

10) Genitalia
35

Inspeksi : Klien dengan post operasi umumnya tampak

terpasang dower cateter (DC). Menilai apakah terjadi perdarahan

pervaginam setelah operasi.

Palpasi : Apakah terdapat nyeri tekan pada area genitalia

2. Diagnosa Keperawatan (Post Operasi)

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan post

operasi kista endometriosis adalah :

a. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan, luka operasi

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan

perawatan diri

d. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi terkait kondisi yang

dialami

e. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi, poste de entry

kuman

3. Rencana Keperawatan

Tabel 2.2
Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan & Kriteria
Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Nyeri akut Setelah dilakukan - Identifikasi lokasi, - Untuk melihat
berhubungan asuhan keperawatan karakteristik, durasi, kemampuan klien
dengan luka selama 3 x 24 jam frekuensi, kualitas, dalam menilai nyeri
operasi (tindakan diharapkan nyeri intensitas nyeri yang dirasakan
pembedahan) klien berkurang - Identifikasi skala - Untuk menilai berat
36

dengan kriteria nyeri nyeri yang dirasakan


hasil : - Identifikasi respon - Untuk data tambahan
- Mampu nyeri non verbal atau data utama jika
menuntaskan klien tidak mampu
aktivitas menilai nyeri yang
- Rasa nyeri seperti dirasakan
tertusuk-tusuk - Identifikasi faktor - Untuk mengetahui
berkurang yang memperberat faktor penyebab nyeri
- Rasa nyeri tidak dan meringankan bertambah/berkurang
menjalar ke bagian nyeri
yang lain - Berikan teknik - Teknik
- Skala nyeri nonfarmakologi untuk nonfarmakologi
berkurang dari mengurangi rasa nyeri sebagai terapi
nyeri berat ke nyeri alternatif untuk
ringan meringankan rasa
- Lama nyeri nyeri
dirasakan - Ajarkan teknik - Untuk memandirikan
berkurang nonfarmakologi untuk klien dalam
- Meringis tampak mengurangi nyeri mengontrol nyeri
berkurang yang dirasakan
- Tidak tampak - Kontrol lingkungan - Lingkungan yang
gelisah yang memperberat nyaman dapat
- Tidak rasa nyeri mengurangi sensasi
menunjukkan sikap nyeri yang dirasakan
protektif - Monitor keberhasilan - Untuk mengevaluasi
- Nadi dalam batas terapi non tindakan yang telah
normal farmakologi yang diberikan
- Mengungkapkan telah dilakukan berhasil/tidak
bahwa nyeri - Kolaborasi dalam - Untuk meringankan
terkontrol pemberian analgesik, nyeri hebat yang
- Kemampuan jika perlu memerlukan obat
menggunakan dalam menurunkan
teknik non- sensasinya
farmakologi
Gangguan Setelah dilakukan - Identifikasi adanya - Pergerakan seringkali
mobilitas fisik asuhan keperawatan nyeri atau keluhan dapat memperberat
berhubungan selama 3 x 24 jam fisik lainnya nyeri
dengan nyeri diharapkan mobilitas - Identifikasi toleransi - Untuk mengetahui
fisik klien meningkat fisik melakukan jenis gerakan yang
dengan kriteria pergerakan dapat dilakukan
37

hasil : - Monitor frekuensi - Mobilisasi seringkali


- Pergerakan jantung dan tekanan dapat meningkatkan
ekstremitas darah sebelum frekuensi jantung,
meningkat memulai mobilisasi tekanan darah
- Rentang gerak - Monitor kondisi - Untuk menilai
klien menigkat umum selama kenyamanan, terjadi
- Keluhan nyeri melakukan mobilisasi peningkatan ttv
berkurang selama
- Skala aktivitas mobilisas/tidak
meningkat - Libatkan keluarga - Untuk memandirikan
untuk membantu klien dan keluarga
pasien dalam dalam melakukan
meningkatkan mobilisasi
pergerakan
- Anjurklan melakukan - Untuk melatih otot-
mobilisasi dini otot abdomen pasca
operasi/anastesi
- Ajarkan mobilisasi - Untuk melatih otot-
sederhana yang harus otot setelah tirang
dilakukan baring lama
Defisit perawatan Setelah dilakukan - Identifikasi kebiasaan - Untuk menilai
diri berhubungan asuhan keperawatan aktifitas perawatan kebutuhan dalam
dengan selama 3 x 24 jam diri klien perawatan diri klien
ketidakmampuan diharapkan klien- Monitor tingkat - Untuk mengetahui
perawatan diri mampu secara kemandirian tingkat kemandirian
mandiri dalam dalam melakukan
melakukan perawatan diri
perawatan diri
- Identifikasi kebutuhan - Fasilitasi peralatan
dengan kriteria alat bantu kebersihan untuk kebutuhan
hasil : diri perawatan diri
- Kemampuan - Sediakan lingkungan - Untuk menjaga
mandi meningkat yang terapeutik privasi klien, agar
- Kemampuan (privasi) klien merasa nyaman
mengenakan - Bantu jika tidak - Untuk memenuhi
pakaian meningkat mampu melakukan kebutuhan perawatan
- Kemampuan perawatan diri diri klien
makan meningkat
- Kemampuan
toileting meningkat
Ansietas Setelah dilakukan - Monitor tanda-tanda - Untuk mengetahui
38

berhubungan asuhan keperawatan ansietas (verbal dan tingkat kecemasan


dengan krisis selama 3 x 24 jam non verbal)
situasional diharapkan ansietas - Ciptakan suasana - Rasa kepercayaan
klien menurun terapeutik untuk dapat menurunkan
dengan kriteria menumbuhkan tigkat kecemasan
hasil : kepercayaan seseorang
- Keluhan - Dengarkan dengan - Klien akan merasa
kebingungan penuh perhatian nyaman ketika
berkurang/menuru diperhatikan
n - Gunakan pendekatan - Supaya klien dapat
- Klien mengatakan yang tenang dan menerima keberadaan
lebih tenang meyakinkan perawat
- Klien dapat - Informasikan secara - Memberikan
menjelaskan faktual mengenai informasi secara
tentang efek diagnosis, benar yang
tindakan operasi pengobatan, dan dibutuhkan klien
- Nadi dalam batas prognosis terkait diagnosis,
normal pengobatan, prognosis
Resiko infeksi Setelah dilakukan - Monitor tanda dan - Untuk mengetahui
berhubungan asuhan keperawatan gejala infeksi lokal ada/tidaknya tanda
dengan luka selama 3 x 24 jam dan sistemik dan gejala infeksi
operasi yang diharapkan klien - Cuci tangan sebelum - Untuk mencegah
menjadi jalur tidak menunjukkan dan sesudah kontak penularan
masuknya tanda dan gejala dengan klien dan mikroorganisme dari
mikroorganism/ku infeksi dengan lingkungan klien perawat ke klien atau
man kriteria hasil : sebaliknya
- Suhu (kalor) - Bersihkan luka - Membersihkan luka
36,5 C – 37,5oC
o
dengan cairan NaCl untuk menghambat
- Tidak terdapat atau pembersih pertumbuhan
kemerahan (rubor) nontoksis mikroorganisme pada
- Nyeri (dolor) luka
berkurang - Pertahankan teknik - Untuk mencegah
- Tidak terdapat steril saat melakukan tejadinya infeksi
bengkak (tumor) perawatan luka
- Tidak terdapat - Ganti balutan secara - Untuk menjaga
kehilangan fungsi teratur kelembapan luka,
(functio laesa) kebersihan luka
- Kadar leukosit - Anjurkan - Untuk meningkatkan
membaik mengkonsumsi proses penyembuhan
makanan tinggi kalori luka
39

dan protein
- Kolaborasi dalam - Antibiotik dapat
pemberian antibiotik menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme

Sumber : PPNI SDKI, SLKI dan SIKI (2019)

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan inisiatif dari rencana tindakan

untuk bisa mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan akan

dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukan untuk

membantu agar klien mencapai tujuan yang diharapkan. Rencana

tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor

yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

Tindakan keperawatan dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu

pertama tahap persiapan, tahap awal tindakan keperawatan ini menutut

perawat untuk mengevaluasi yang diidentifikasi pada tahap perencanaan

tahap kedua adalah intervensi yaitu fokus tahap perencanaan tahap kedua

adalah intervensi yaitu fokus tahap pelaksanaan tindakan keperawatan

meliputi tindakan independen, dependen dan interdependen. Tahap ketiga

adalah dokumentasi pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh

pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses

keperawatan (Sumilat, 2017).


40

5. Evaluasi Keperawatan

Tahap selanjutnya adalah evaluasi. Perencanaan evaluasi memuat


kriteria keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat
dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan
pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan
dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien
dalam kehidupan sehari-sehari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
Sasaran evaluasi adalah proses asuuhan keperawatan berdasarkan
kriteria rencana yang telah disusun, hasil tindakan keperawatan
berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah di rumuskan dalam rencana
evaluasi dan hasil evaluasi.
Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu pertama tujuan
tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan atau kemajuan
sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan. Kedua tujuan tercapai
sebagian apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal sehingga perlu
dicari penyebab dan cara mengatasinya. Ketiga tujuan tidak tercapai,
apabila pasien tidak menunjukan perubahan atau kemajuan sama sekali
bahkan timbul masalah baru, dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji
secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan
dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak
tercapainya tujuan (Sumilat, 2017).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Bab ini akan menggambarkan bagaimana asuhan keperawatan yang akan

diberikan kepada Ny. J dengan gangguan sistem reproduksi post operasi kista

endometriosis di ruang nifas RSUD DR. Soedarso Pontianak. Asuhan

keperawatan ini dilakukan selama 3 hari, dimulai pada tanggal 09 Oktober hingga

dengan 1l Oktober 2019.

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

Nama : Ny. J

Umur : 24 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SMA/Sederajat

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Desa Nanga Serawai, Kabupaten Sintang

Nomor R.M : 109038

Tanggal Masuk : 06 Oktober 2019

Tanggal Pengkajian : 09 Oktober 2019

Diagnosa Medis : Kista Endometriosis

Penanggung Jawab : Tn. N (Suami)

41
42

2. Riwayat Kesehatan Klien

a. Riwayat Kesehatan Saat Ini

Keluhan : Klien mengatakan nyeri pada luka operasi,

- P : Nyeri bertambah ketika bergerak

- Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk

- R : Pada bagian abdomen luka operasi

- S : Skala 10 (0-10)

- T : Lama nyeri ± 30 menit, hilang datang,

Kemudian klien mengeluh keluar darah dari pervaginam setelah

operasi. Klien juga megeluh sulit untuk melakukan aktivitas gerak.

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Riwayat penyakit : Klien mengatakan pernah mengalami sakit

hemoroid tahun 2017

Riwayat alergi : Klien mengatakan tidak memiliki riwayat

alergi makanan maupun obat-obatan.

Riwayat operatif : Klien mengatakan pernah operasi hemoroid

tahun 2017

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit

diabetes, hipertensi, kanker maupun kista.

d. Riwayat Menstruasi

Umur menarche : 12 Tahun

Siklus : Tidak teratur


43

Lamanya haid : 7 Hari

Banyaknya : 2-3 kali ganti pembalut per hari

Sifat darah : Merah dan gumpal

Disminorhe : (+)

e. Riwayat Perkawinan

Klien mengatakan menikah sebanyak 1 kali, usia pernikahan 2 tahun

9 bulan dengan status masih menikah.

f. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas

Klien mengatakan selama menjalani pernikahan belum diberikan

keturunan.

g. Riwayat Keluarga Berencana

Jenis KB : Pil KB

Lamanya : 1 Bulan

Keluhan : Tidak ada

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : Sakit sedang (kesadaran compos mentis)

b. Tanda Vital : Tekanan darah : 100/59 mmHg, nadi : 97 x/menit,

pernafasan 20 x/menit dan suhu 36,4oC

c. BB/TB : 48 kg / 156 cm

d. Head to Toe :

1) Kepala

Inspeksi : Kepala tampak simetris, tidak tampak luka/jejas

pada kepala, tidak tampak benjolan/massa pada kepala, rambut


44

tampak bersih, penyebaran rambut merata dan tidak mudah

rapuh

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan di area kepala, tidak

terdapat pembesaran massa di kepala

2) Mata

Inspeksi : Mata tampak simetris, tidak tampak luka/jejas

pada mata, konjungtiva tampak baik (merah muda), sklera tidak

tampak ikterik, pupil tampak isokhor, pergerakan mata baik,

tidak tampak keluar cairan darah/nanah dari mata

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada area mata

Penglihatan : Klien mampu melihat jelas dengan jarak ± 8

meter. Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan, serta

klien dapat membedakan warna.

3) Hidung

Inspeksi : Hidung tampak simetris, tidak tampak luka/jejas

pada hidung, lubang hidung tampak simetris, tidak tampak

pembesaran massa pada area hidung, tidak tampak keluar cairan,

nanah atau darah dari hidung

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada area hidung, tidak

teraba pembesaran massa pada area hidung

Penciuman : Klien mampu membedakan bau parfum dan

minyak kayu putih.


45

4) Telinga

Inspeksi : Telinga kanan dan kiri tampak simetris, tidak

tampak luka/jejas pada telinga, tidak tampak keluar cairan,

nanah atau darah dari telinga, tidak tampak pembesaran massa

pada area telinga

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada telinga

Pendengaran : Klien mampu mendengar dengan jelas suara

perawat, serta klien dapat mendengarkan bunyi detik jam

tangan.

5) Mulut dan Tenggorokan

Inspeksi : Mukosa bibir tampak lembab, tidak tampak

luka/jejas, lidah tampak baik, gigi tampak baik, tonsil tidak

tampak meradang.

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada tenggrorokan

Pengecap : Klien mampu merasakan manis, asin, pahit dan

asam

6) Leher

Inspeksi : Tampak leher klien dapat bergerak bebas, tidak

tampak luka/jejas, tidak tampak distensi vena jugularis, tidak

tampak pembesaran massa pada leher

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada leher, tidak teraba

pembesaran massa pada leher.


46

7) Thorak

a) Payudara

Inspeksi : Payudara tampak simetris, tidak tampak

luka/jejas, areola tidak tampak hiperpigmentasi,

nipple/puting tampak menonjol, tidak tampak keluar ASI,

tidak tampak pembesaran massa

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada area

payudara, tidak teraba pembesaran massa pada payudara

b) Paru-paru dan Jantung

Inspeksi : Pergerakan dada tampak simetris, tidak

tampak luka/jejas dada, tidak tampak pembesaran pada

dada, tidak tampak menggunakan alat bantu pernapasan

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada dada, tidak

terdengar krepitasi pada costa

Perkusi : Bunyi paru kanan terdengar sonor sampai

intercosta XI, bunyi paru kiri terdengar sonor sampai di

batas jantung. Bunyi jantung terdengar redup dari ICS 2

sampai ICS 5 batas kiri, tidak terdapat pembesaran jantung

Auskultasi : Suara napas terdengar teratur dan vesikuler,

tidak terdengar suara tambahan seperti ronkhi, wheezing.

Terdengar suara jantung S1 dan S2, tidak terdengar suara

tambahan S3 dan S4.


47

8) Abdomen

Inspeksi : Abdomen tampak simetris, tampak luka post

operasi pada quadran bawah, panjang verband luka ±14 cm, dan

lebar ±5 cm tidak tampak distensi, tidak tampak sianosis,

Auskultasi : Bising usus 6 x/menit, tidak terdengar bunyi bruit

pada arteri renalis

Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada area abdomen

Perkusi : abdomen terdengar timpani

9) Ekstremitas

Inspeksi : Ektremitas atas dan bawah tampak simetris, tidak

tampak luka/jejas, tidak tampak perubahan bentuk pada

ektremitas atas dan bawah, tampak terpasang infus di tangan

sebelah kiri.

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada ekstremitas atas

dan bawah, tidak terdapat krepitasi pada ekstremitas atas dan

bawah

Kekuatan tonus otot : Baik


EAD EAS

5 5

5 5

EBD EBS
48

10) Genitalia

Inspeksi : Tampak perdarahan sedikit pervaginam,

terpasang DC/kateter urin

Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada area genitalia

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil Laboratorium (08-10-2019)

Tabel 3.1
Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
^
WBC 11,43 10 3/uL M : 4,5-11,0 F : 4,5-11,0
RBC 4,30 10^ 6/uL M : 4,6-6,2 F : 4,2-5,4
HGB 11,9 g/dl M : 13,2-17,3 F : 11,7-15,5
HCT 35,6 % M : 40-54 F : 38-47
MCV 82,8 fL (80,0-99,0)
MCH 27,7 Pg (27,0-32,0)
MCHC 33,4 g/dL (32,0-36,0)
^
PLT 359 10 3/uL (150-440)
RDW-SD 36,0 fL (35,0-47)
RDW-CV 11,9 % (11,5-14,5)
PDW 9,2 fL (9,0-13,0)
MPV 9,2 fL (7,2-11,1)
P-LCR 18,1 % (15,0-25.0)
PCT 0,33 % (0,17-0,35)

b. Pemeriksaan Darah (06-10-2019)

Tabel 3.2
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Gula Darah Sewaktu 117 mg/dl 70-150
Ureum 17,0 mg/dl 10-50
Bilirubin total 0,5 mg/dl s/d 1,1
Bilirubin direk 0,3 mg/dl s/d 0,3
SGOT 13,9 u/L Lk : s/d 38, Pr : s/d 32
SGPT 17,6 u/L Lk : s/d 41, Pr : s/d 31
Albumin 4,6 g/dl 3,5-5,2
Kreatinin 0,5 mg/dl 0,6-1,4
49

c. Pemeriksaan Elektrolit (06-10-2019)

Tabel 3.3
Pemeriksaan Elektrolit
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hasil pada suhu : 37o C
Na+ 152,0 mmol/L 135-147
K+ 3,93 mmol/L 3,50-5,0
-
Cl 97,75 mmol/L 95-105

d. Pemeriksaan CA 125# (05-07-2019)

Tabel 3.4
Pemeriksaan Tumor
Pemeriksaan Tumor Hasil Satuan Nilai Rujukan
CEA # 0,7 ng/mL ≤5
CA 19-9 # 20 U/mL ≤ 37
CA 125 # 90,5 U/mL ≤ 35

5. Medikasi

a. Cairan infus RL 20 tpm

b. Injeksi Ketorolak 30 mg, 2 x 1 sehari, intravena (06/10/2019)

c. Ketorolak 30 mg, 2 x 1 sehari, drip (11/10/2019)

d. Meloxicam 15 mg 2 x 1 sehari, per oral (08-10-2019)

e. Cefixime 200 mg 2 x 1 sehari, per oral (08-10-2019)

f. Injeksi Cefazoline 2 x 1 gram, intravena (06-10-2019)

g. Injeksi Asam Tranexamat 3 x 500 gram, intravena (09/10/2019) di

stop
50

6. Analisa Data

Tabel 3.5
Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS Diskontuinitas jaringan Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri pada disebabkan oleh tindakan
luka operasi pembedahan (luka operasi)
- P : Nyeri bertambah ketika
bergerak
- Q : Nyeri seperti tertusuk-
tusuk
- R : Pada bagian abdomen luka
operasi
- S : Skala 10 (0-10)
- T : Lama nyeri ± 30 menit,
hilang datang
DO
- Klien tampak meringis
kesakitan
- Tampak luka operasi di
abdomen bawah, panjang
verband ±14 cm, dan lebar ±5
cm
- TD : 100/59 mmHg
- N : 97 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,4 oC
2. DS Nyeri Gangguan mobilitas
- Klien mengeluh kesulitan fisik
untuk melakukan gerakan
- Klien mengatakan nyeri pada
saat bergerak
DO
- Rentang gerak klien tampak
51

menurun
- Klien tampak enggan
melakukan gerakan
- Klien tampak meringis
kesakitan
- Skala aktivitas : 3
- TD : 100/59 mmHg
- N : 97 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,4 oC
3. DS Kurang informasi terkait Ansietas
Klien mengatakan bingung keluar kondisi yang dialami
darah pervaginam
DO
- Klien tampak bingung
- Tampak keluar darah sedikit
pervaginam
- TD : 100/59 mmHg
- N : 97 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,4 oC

4. Data resiko : Tindakan invasif Resiko infeksi


- Setelah dilakukan prosedur
invasif (pembedahan)
- Tampak luka operasi di
abdomen bawah, panjang
verband luka ±14 cm, dan
lebar ±5 cm
- Kadar leukosit terjadi
peningkatan (11,43 10^3/uL)
52

G. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan analisa data di atas, maka diagnosa keperawatan yang

diangkat pada kasus Ny. J dengan post operasi kista endometriosis adalah

sebagai berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan luka operasi (tindakan pembedahan)

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

3. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi terkait kondisi yang

dialami

4. Resiko infeksi berhubungan dengan efek tindakan invasif.

H. Rencana, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan luka operasi (tindakan pembedahan)

a. Rencana Keperawatan

Tujuan perawatan yang diberikan kepada Ny. J, setelah dilakukan

asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien

berkurang dengan kriteria hasil : mampu menuntaskan aktivitas fisik,

rasa nyeri seperti tertusuk-tusuk berkurang, rasa nyeri tidak menjalar

ke bagian yang lain, skala nyeri berkurang dari nyeri berat ke nyeri

ringan, lama nyeri yang dirasakan berkurang, meringis tampak

berkurang, tidak tampak gelisah, tidak menunjukkan sikap protektif,

nadi dalam batas normal, mengungkapkan bahwa nyeri terkontrol,

serta kemampuan menggunakan teknik non-farmakologi teknik

relaksasi napas dalam.


53

Intervensi yang diberikan kepada Ny. J adalah : identifikasi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri; identifikasi

skala nyeri; identifikasi respon nyeri nonverbal; identifikasi faktor

yang memperberat dan meringankan nyeri; berikan teknik

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri (teknik relaksasi napas

dalam); ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri;

kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri; monitor

keberhasilan terapi nonfarmakologi yang telah dilakukan; dan

kolaborasi dalam pemberian analgesik ( injeksi ketorolak, 30 mg 2 x 1

dan peroral meloxicam 15 mg, 2 x 1).

b. Implementasi Keperawatan

Pada tanggal 09-10-2019 menurut hasil pengkajian didapatkan data

klien mengatakan nyeri pada luka operasi, P : nyeri bertambah ketika

bergerak, Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk, R : pada bagian abdomen

luka operasi, S : skala 10 (0-10), T : lama nyeri ± 30 menit, hilang

datang, dari hasil observasi klien tampak meringis kesakitan, tampak

luka operasi di abdomen bawah, panjang verband ±14 cm dan lebar ±5

cm, pukul 19.30 dilakukan pengukuran tekanan darah hasilnya 100/59

mmHg, nadi 97 x/menit, pernapasan 20 x/menit dan suhu 36,4oC.

Tindakan yang diberikan kepada Ny. J, pada pukul 19.35 wib

mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri, dilanjutkan mengidentifikasi skala nyeri,

mengidentifikasi respon nyeri non verbal, mengidentifikasi faktor


54

yang memperberat dan meringankan nyeri, memberikan teknik

nonfarmakologi relaksasi napas dalam untuk mengurangi nyeri,

mengajarkan klien cara relaksasi napas dalam, memonitor

keberhasilan relaksasi napas dalam yang telah dilakukan.

Respon subjektif yang didapat selama implementasi yaitu klien

mengatakan nyeri pada luka operasi, nyeri bertambah pada saat

bergerak, seperti tertusuk-tusuk, klien mengatakan skala nyeri 10 (0-

10). Sedangkan respon objektif klien tampak meringis, klien tampak

mampu melakukan teknik relaksasi napas dalam.

Pada tanggal 10-10-2019 pada pukul 05.45 wib, klien mengatakan

masih mengeluh nyeri pada luka operasi, P : nyeri bertambah ketika

bergerak, Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk, R : pada bagian abdomen

luka operasi, S : skala 9 (0-10), T : lama nyeri ± 30 menit, hilang

datang, dari hasil observasi klien tampak meringis kesakitan, tampak

luka operasi di abdomen bawah, panjang verband ±14 cm dan lebar ±5

cm, kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah hasilnya 99/55

mmHg, nadi 94 x/menit, pernapasan 20 x/menit dan suhu 36,3oC.

Tindakan yang diberikan kepada Ny. J, pada pukul 05.50 wib

mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri, dilanjutkan mengidentifikasi skala nyeri,

mengidentifikasi respon nyeri non verbal, mengidentifikasi faktor

yang memperberat dan meringankan nyeri, memberikan teknik

nonfarmakologi relaksasi napas dalam untuk mengurangi nyeri,


55

memonitor keberhasilan relaksasi napas dalam yang telah dilakukan,

pada pukul 06.00 injeksi ketorolak 30 mg.

Respon subjektif yang didapat selama implementasi yaitu klien

mengatakan nyeri pada luka operasi, nyeri bertambah pada saat

bergerak, seperti tertusuk-tusuk, klien mengatakan skala nyeri 9 (0-

10), klien mengatakan nyeri berkurang setelah minum obat.

Sedangkan respon objektif klien tampak meringis, klien tampak

mampu melakukan teknik relaksasi napas dalam.

Pada tanggal 11-10-2019 pada pukul 06.30 wib, klien mengatakan

keluhan nyeri berkurang, P : nyeri bertambah ketika bergerak, Q :

nyeri seperti tertusuk-tusuk, R : pada bagian abdomen luka operasi, S :

skala 7 (0-10), T : lama nyeri ± 10 menit, hilang datang, dari hasil

observasi klien tampak lebih rileks, klien tampak sesekali meringis

kesakitan tampak luka operasi di abdomen bawah, panjang verband

±14 cm dan lebar ±5 cm, kemudian dilakukan pengukuran tekanan

darah hasilnya 101/60 mmHg, nadi 84 x/menit, pernapasan 20 x/menit

dan suhu 36,5oC. Tindakan yang diberikan kepada Ny. J, pada pukul

05.50 wib mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas nyeri, dilanjutkan mengidentifikasi skala nyeri,

mengidentifikasi respon nyeri non verbal, mengidentifikasi faktor

yang memperberat dan meringankan nyeri, memberikan teknik

nonfarmakologi relaksasi napas dalam untuk mengurangi nyeri,

memonitor keberhasilan relaksasi napas dalam yang telah dilakukan,


56

kemudian pada pukul 08.00 wib pemberian obat oral meloxicam 1

tablet 15 mg.

Respon subjektif yang didapat selama implementasi yaitu klien

mengatakan nyeri pada luka operasi, nyeri bertambah pada saat

bergerak, kadang-kadang masih terasa seperti tertusuk-tusuk, klien

mengatakan skala nyeri 7 (0-10). Sedangkan respon objektif klien

tampak rileks, klien tampak seskali meringis, klien tampak mampu

melakukan teknik relaksasi napas dalam.

c. Evaluasi Keperawatan

Respon subjektif Ny. J diakhir jam dinas tanggal 09-10-2019, klien

mengatakan keluhan nyeri berkurang sedikit, P : nyeri bertambah

ketika bergerak, Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk, R : pada bagian

abdomen luka operasi, S : skala 9 (0-10), T : lama nyeri ± 30 menit,

hilang datang, dari hasil observasi klien tampak meringis kesakitan,

tampak luka operasi di abdomen bawah, panjang verband ±14 cm dan

lebar ±5 cm, klien tampak mampu melakukan teknik relaksasi napas

dalam. Kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah hasilnya 98/59

mmHg, nadi 95 x/menit, pernapasan 18 x/menit dan suhu 36,1 oC.

Hasil analisis didapatkan masalah nyeri akut teratasi sebagian. Dan

rencana tindak lanjut adalah lanjutkan intervensi.

Perkembangan Ny. J diakhir jam dinas tanggal 10-10-2019, klien

mengatakan keluhan nyeri berkurang, P : nyeri bertambah ketika

bergerak, Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk, R : pada bagian abdomen


57

luka operasi, S : skala 7 (0-10), T : lama nyeri ± 10 menit, hilang

datang, klien mengatakn nyeri berkurang setelah minum obat, dari

hasil observasi klien tampak masih meringis kesakitan, tampak luka

operasi di abdomen bawah, panjang verband ±14 cm dan lebar ±5 cm,

klien tampak mampu melakukan teknik relaksasi napas dalam.

Kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah hasilnya 100/60

mmHg, nadi 90 x/menit, pernapasan 21 x/menit dan suhu 36,2 oC.

Hasil analisis didapatkan masalah nyeri akut teratasi sebagian. Dan

rencana tindak lanjut adalah lanjutkan intervensi.

Perkembangan Ny. J hari terakhir perawatan tanggal 11-10-2019,

klien mengatakan keluhan nyeri berkurang, P : nyeri bertambah ketika

bergerak, Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk, R : pada bagian abdomen

luka operasi, S : skala 5 (0-10), T : lama nyeri ± 5 - 10 menit, hilang

datang, dari hasil observasi klien tampak sesekali masih meringis

kesakitan, tampak luka operasi di abdomen bawah, panjang verband

±14 cm dan lebar ±5 cm, klien tampak mampu melakukan teknik

relaksasi napas dalam. Kemudian dilakukan pengukuran tekanan

darah hasilnya 105/64 mmHg, nadi 89 x/menit, pernapasan 20 x/menit

dan suhu 36,4oC. Hasil analisis didapatkan masalah nyeri akut teratasi

sebagian. Dan rencana tindak lanjut adalah lanjutkan intervensi

dengan intervensi tambahan besok boleh pulang.


58

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

a. Rencana Keperawatan

Tujuan perawatan yang diberikan kepada Ny. J, setelah dilakukan

asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan mobilitas fisik

klien meningka dengan kriteria hasil : pergerakan ekstremitas

meningkat, rentang gerak klien meningkat, keluhan nyeri berkurang,

skala aktivitas meningkat : 0 (mandiri). Intervensi yang diberikan

identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya; identifikasi

toleransi fisik melakukan pergerakan; monitor frekuensi jantung dan

tekanan darah sebelum memulai mobilisasi; monitor kondisis umum

selama melakukan mobilisasi; libatkan keluarga unutuk membantu

pasien dalam meningkatkan pergerakan; anjurkan melakukan

mobilisasi dini; serta ajarkan mobilisasi sederhana yang harus

dilakukan.

b. Implementasi Keperawatan

Pada tanggal 09-10-2019, pukul 19.50 wib data subjektif yang

didapat klien mengeluh kesulitan untuk melakukan gerakan, klien

mengatakan nyeri pada saat bergerak. Sedangkan data objektifnya

rentang gerak klien tampak menurun, klien tampak enggan melakukan

gerakan, klien tampak meringis kesakitan, skala aktivitas : 3.

Kemudian hasil pengukuran tekanan darah 100/59 mmHg, nadi 97

x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,4oC.


59

Tindakan yang dilakukan adalah mengidentifikasi adanya nyeri

atau keluhan fisik lainnya, mengidentifikasi toleransi fisik melakukan

pergerakan, memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum

memulai mobilisasi, memonitor kondisi umum selama melakukan

mobilisasi, melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam

meningkatkan pergerakan, menganjurkan melakukan mobilisasi dini

(miring kiri dan miring kanan), mengajarkan mobilisasi sederhana

yang harus dilakukan (miring kiri dan miring kanan).

Respon subjektif yang didapat selama implementasi adalah klien

mengatakan nyeri pada luka operasi, klien mengatakan keslitan

bergerak karena nyeri, klien mengatakan akan melakukan latihan

miring jika nyeri berkurang. Sedangkan respon objektif klien tampak

meringis kesakitan.

Pada tanggal 10-10-2019, pukul 06.00 wib didapatkan data

subjektif bahwa klien masih mengeluh kesulitan untuk melakukan

gerakan fisik, klien mengatakan nyeri pada saat bergerak. Data

objektifnya rentang gerak klien masih lemah, klien tampak enggan

melakukan gerakan, klien tampak meringis kesakitan, skala aktivitas :

3. Hasil pengukuran tekanan darah 99/55 mmHg, nadi 94 x/menit,

pernapasan 20 x/menit dan suhu 36,3oC.

Tindakan yang dilakukan adalah mengidentifikasi adanya nyeri ata

keluhan fisik lainnya, mengidentifikasi toleransi fisik melakukan

pergerakan, memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum


60

memulai mobilisasi, memonitor kondisi umum selama melakukan

mobilisasi, melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam

meningkatkan pergerakan, menganjurkan melakukan mobilisasi dini

(duduk), mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan

(duduk).

Respon subjektif yang didapat selama implementasi adalah klien

mengatakan nyeri pada luka operasi, klien mengatakan takut untuk

bergerak, klien mengatakan akan melakukan latihan duduk jika nyeri

berkurang. Sedangkan respon objektif klien tampak meringis

kesakitan.

Pada tangal 11-10-2019, pukul 07.30 wib didapatkan data subjektif

bahwa klien mengatakan masih terbatas dalam melakukan pergerakan,

klien mengatakan akivitas dibantu oleh keluarga. Data objektif

rentang gerak klien meningkat, klien tampak mampu miring kiri dan

miring kanan secara mandiri, klien tampak mampu duduk tetapi

dibantu, skala aktivitas : 2. Hasil pengukuran tekanan darah 101 /60

mmHg, nadi 84 x/menit, pernapasan 20 x/menit dan suhu 36,5oC.

Tindakan yang dilakukan adalah mengidentifikasi adanya nyeri ata

keluhan fisik lainnya, mengidentifikasi toleransi fisik melakukan

pergerakan, memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum

memulai mobilisasi, memonitor kondisi umum selama melakukan

mobilisasi, melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam

meningkatkan pergerakan, menganjurkan melakukan mobilisasi dini


61

(berjalan), mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan

(berjalan).

Respon subjektif yang didapat selama implementasi adalah klien

mengatakan masih nyeri ketika bergerak, klien mengatakan akan

melakukan latihan berjalan jika nyeri berkurang. Sedangkan respon

objektif klien tampak sesekali meringis kesakitan saat bergerak, klien

tampak mampu miring kiri dan kanan, klien tampak mampu duduk

dengan dibantu sebagian.

c. Evaluasi Keperawatan

Perkembangan Ny. J diakhir jam dinas tanggal 09-10-2019, respon

subjektif didapatkan hasil klien mengatakan masih mengeluh kesulitan

melakukan gerakan karena nyeri, kemudian klien mengatakan akan

melakukan latihan miring kiri dan kanan jika nyeri berkurang. Data

objektif menunjukkan rentaang gerak klien menurun, klien tampak

enggan melakukan latihan fisik, klien tampak masih meringis

kesakitan, skala aktivitas 3. Hasil pengukuran tekanan darah 98/59

mmHg, nadi 95 x/menit, suhu 36,1oC. Analisa didapatkan masalah

gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian. Rencana tindak lanjut

adalan lanjutkan intervensi.

Perkembangan Ny. J diakhir jam dinas tanggal 10-10-2019, respon

subjektif didapatkan hasil klien mengatakan masih mengeluh kesulitan

melakukan gerakan karena nyeri, kemudian klien mengatakan akan

melakukan latihan duduk jika nyeri berkurang. Data objektif


62

menunjukkan rentang gerak klien meningkat, posisi klien tampak

miring ke kanan, klien tampak sesekali meringis kesakitan, skala

aktivitas 3. Hasil pengukuran tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 90

x/menit, pernapasan 21 x/menit, suhu 36,2oC. Analisa didapatkan

masalah gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian. Rencana tindak

lanjut adalan lanjutkan intervensi.

Perkembangan Ny. J diakhir jam dinas tanggal 11-10-2019, respon

subjektif didapatkan hasil klien mengatakan masih mengeluh kesulitan

melakukan gerakan ketika nyeri muncul, klien mengatakan akan

melakukan latihan berjalan jika nyeri berkurang. Data objektif

menunjukkan rentang gerak klien meningkat, klien tampak mampu

miring kiri dan kanan secara mandiri, klien tampak mampu duduk,

klien tampak sesekali meringis kesakitan, skala aktivitas 1. Hasil

pengukuran tekanan darah 105/64 mmHg, nadi 89 x/menit,

pernapasan 20 x/menit, suhu 36,4oC. Analisa didapatkan masalah

gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian. Rencana tindak lanjut

adalan lanjutkan intervensi dengan intervensi tambahan besok boleh

pulang.

3. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi terkait kondisi yang

dialami

a. Rencana Keperawatan

Tujuan perawatan yang diberikan kepada Ny. J, setelah dilakukan

asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan ansietas klien


63

menurun dengan kriteria hasil : keluhan kebingungan

berkurang/menurun, klien mengatakan lebih tenang, klien dapat

menjelaskan tentang efek tindakan operasi, dan nadi dalam batas

normal.

Intervensi yang dilakukan pada Ny. J adalah monitor tanda-tanda

ansietas (verbal dan non-verbal); ciptakan suasana terapeutik untuk

menumbuhkan kepercayaan; dengarkan dengan penuh perhatian;

gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan; serta informasikan

secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis.

b. Implementasi Keperawatan

Pada tanggal 09-10-2019, pukul 20.30 wib data subjektif yang

didapatkan dari klien bahwa klien mengatakan bingung keluar darah

pervaginam. Data objektifnya klien tampak bingung, tampak keluar

darah sedikit pervaginam. Kemudian hasil pengukuran tekanan darah

100/59 mmHg, nadi 97 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,4oC.

Tindakan yang dilakukan adalah memonitor tanda-tanda ansietas

(verbal dan non-verbal), menciptakan suasana terapeutik untuk

menumbuhkan kepercayaan, mendengarkan dengan penuh perhatian,

menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan, serta

menginformasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan

prognosis.

Respon subjektif klien selama implementasi bahwa klien klien

mengatakan tidak tahu penyebab keluar darah, klien mengatakan darah


64

yang keluar sedikit. Respon objektifnya klien tampak bingung dan

klien tampak menanyakan berulang kali.

Pada tanggal 10-10-2019, pukul 06.15 wib klien mengatakan takut

karena masih keluar darah pervaginam. Data objektif klien tampak

cemas, tampak perdarahan pervaginam sedikit. Hasil pengukuran

tekanan darah 99/55 mmHg, nadi 94 x/menit, pernapasan 20 x/menit

dan suhu 36,3oC.

Tindakan yang dilakukan adalah memonitor tanda-tanda ansietas

(verbal dan non-verbal), menciptakan suasana terapeutik untuk

menumbuhkan kepercayaan, mendengarkan dengan penuh perhatian,

menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan, serta

menginformasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan

prognosis.

Respon subjektif klien selama implementasi bahwa klien

mengatakan belum mengerti penyebab keluar darah, klien mengatakan

darah yang keluar sedikit. Respon objektifnya klien tampak bingung

dan klien tampak menanyakan berulang kali.

Pada tanggal 11-10-2019, pukul 08.00 wib, data subjekttif yang

didapat adalah klien mengatakan masih sedikit khawatir karena masih

keluar darah. Data objektifklien tampak cemas, tampak perdarahan

pervaginam sedikit. Hasil pengukuran tekanan darah 101 /60 mmHg,

nadi 84 x/menit, pernapasan 20 x/menit dan suhu 36,5oC.


65

Tindakan yang dilakukan adalah memonitor tanda-tanda ansietas

(verbal dan non-verbal), menciptakan suasana terapeutik untuk

menumbuhkan kepercayaan, mendengarkan dengan penuh perhatian,

menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan, serta

menginformasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan

prognosis.

Respon subjektif klien selama implementasi bahwa klien

mengatakan takut dengan keadaannya, klien mengatakan darah yang

keluar sedikit. Respon objektifnya klien tampak khawatir dan klien

tampak menanyakan berulang kali.

c. Evaluasi Keperawatan

Perkembangan Ny. J diakhir jam dinas tanggal 09-10-2019, respon

subjektif didapatkan hasil klien mengatakan masih keluar darah

pervaginam, klien mengatakan takut dengan keadaannya. Data objektik

klien tampak khawatir, tampak perdarhan pervaginam sedikit. Hasil

pengukuran tekanan darah 98/59 mmHg, nadi 95 x/menit, suhu 36,1 oC.

Analisa didapatkan masalah ansietas teratasi sebagian. Rencana tindak

lanjur adalah lanjutkan intervensi.

Perkembangan Ny. J diakhir jam dinas tanggal 10-10-2019, respon

subjektif didapatkan hasil klien mengatakan masih keluar darah

pervaginam, klien mengatakan takut dengan keadaannya. Hasil

pengukuran tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 90 x/menit, pernapasan


66

21 x/menit, suhu 36,2oC. Analisa didapatkan masalah ansietas teratasi

sebagian. Rencana tindak lanjut adalah lanjutkan intervensi.

Perkembangan Ny. J diakhir jam dinas tanggal 11-10-2019, respon

subjektif didapatkan hasil klien mengatakan masih keluar darah

pervaginam, klien mengatakan sudah mengerti dengan kondisi yang

dialami, klien mengatakan masih sedikit khawatir dengan keadaanya.

Data objektif klien tampak lebih tenang, tampak perdarahan sedikit

pervaginam. Hasil pengukuran tekanan darah 105/64 mmHg, nadi 89

x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,4oC. Analisa didapatkan

masalah ansietas teratasi sebagian. Rencana tindak lanjut adalah

lanjutkan intervensi dengan intervensi tambahan besok boleh pulang.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan efek tindakan invasif

a. Rencana Keperawatan

Tujuan perawatan yang diberikan kepada Ny. J, setelah dilakukan

asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien tidak

menunjukkan tanda dan gejala infeksi dengan kriteria hasil : suhu

(kalor) 36,5oC- 37,5oC, tidak terdapat kemerahan (rubor), nyeri (dolor)

berkurang, tidak terdapat bengkak (tumor), tidak terdapat kehilangan

fungsi (functio laesa), serta kadar leukosit membaik.

Intervensi yang dilakukan pada Ny. J adalah monitor tanda dan

gejala infeksi lokal dan sistemik; cuci tangan sebelum dan sesudah

kontak dengan klien dan lingkungan klien; bersihkan luka dengan

cairan Nacl atau pembersih nontoksis; pertahankan teknik teril saat


67

melakukan perawatan luka; ganti balutan secara teratur; anjurkan

mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein; serta kolaborasi

dalam pemberian antibiotik (injeksi cefazolin 2 x 1 gram dan cefixime

2 x 200 per oral).

b. Implementasi Keperawatan

Pada tanggal 09-10-2019, pukul 20.40 wib. Data resiko yang

didapatkan adalah setelah dilakukan prosedur invasif hari ke 2

(pembedahan), tampak luka operasi di abdomen bawah, panjang

verband ±14 cm dan lebar ±5 cm, serta kadar leukosit terjadi

peningkatan 11,43 10^3/uL.

Tindakan yang dilakukan pada Ny. J adalah memonitor tanda dan

gejala infeksi lokal dan sistemik, mencuci tangan sebelum dan sesudah

kontak dengan klien dan lingkungan klien, menganjurkan

mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori dan protein.

Respon subjektif yang didapat selama melakukan implementasi

adalah klien mengatakan nyeri pada luka operasi, klien mengatakan

akan makan makanan yang tinggi kalori dan protein. Sedangkan

respon objektifnya balutan/verband luka tampak tidak terjadi

perdarahan, sekitar luka tidak tampak kemerahan dan bengkak,

leukosit 11,43 10^3u/L.

Pada tanggal 10-10-2019 pukul 06.20 wib, data resiko yang

didapatkan adalah setelah dilakukan prosedur invasif hari ke 3

(pembedahan), tampak luka operasi di abdomen bawah, panjang


68

verband ±14 cm dan lebar ±5 cm, serta kadar leukosit terjadi

peningkatan 11,43 10^3/uL.

Tindakan yang dilakukan pada Ny. J adalah memonitor tanda dan

gejala infeksi lokal dan sistemik, mencuci tangan sebelum dan sesudah

kontak dengan klien dan lingkungan klien, menganjurkan

mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori dan protein, serta

berkolaborasi injeksi cefazolin 1.

Respon subjektif yang didapat selama melakukan implementasi

adalah klien mengatakan nyeri berkurang pada luka operasi, klien

mengatakan akan makan makanan yang tinggi kalori dan protein.

Sedangkan respon objektifnya balutan/verband luka tampak tidak

terjadi perdarahan, sekitar luka tidak tampak kemerahan dan bengkak,

leukosit 11,43 10^3u/L.

Pada tanggal 11-10-2019 pukul 08.15 wib, data resiko yang

didapatkan adalah setelah dilakukan prosedur invasif hari ke 4

(pembedahan), tampak luka operasi di abdomen bawah, panjang

verband ±14 cm dan lebar ±5 cm, serta kadar leukosit terjadi

peningkatan 11,43 10^3/uL.

Tindakan yang dilakukan pada Ny. J adalah memonitor tanda dan

gejala infeksi lokal dan sistemik, mencuci tangan sebelum dan sesudah

kontak dengan klien dan lingkungan klien, menganjurkan

mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori dan protein, berkolaborasi

pemberian obat cefixime 200 mg peroral.


69

Respon subjektif yang didapat selama melakukan implementasi

adalah klien mengatakan nyeri berkurang pada luka operasi, klien

mengatakan tidak demam, klien mengatakan akan makan makanan

yang tinggi kalori dan protein. Sedangkan respon objektifnya luka

operasi tidak tampak kemerahan, dan bengkak, tidak tampak keluar

cairan/nanah, tidak tampak perdarahan pada luka, leukosit 11,43

10^3u/L.

c. Evaluasi Keperawatan

Perkembangan Ny. J diakhir jam dinas tanggal 09-10-2019, respon

subjektif didapatkan hasil klien mengatakan tidak demam, klien

mengatakan nyeri berkurang sedikit. Data objektif tampak balutan luka

operasi bersih dan kering, tidak tampak kemerahan dan bengkak pada

sekitar luka operasi, leukosit 11,43 10^3u/L. Analisa didapatkan

masalah resiko infeksi tidak terjadi. Rencana tindak lanjut adalah

lanjutkan intervensi.

Perkembangan Ny. J diakhir jam dinas tanggal 10-10-2019, respon

subjektif didapatkan hasil klien mengatakan tidak demam, klien

mengatakan nyeri berkurang sedikit, klien mengatakan tadi pagi sudah

ganti verband. Data objektif tampak balutan luka operasi bersih dan

kering, tidak tampak kemerahan dan bengkak pada sekitar luka

operasi, tidak tampak keluar cairan dari balutan luka operasi leukosit

11,43 10^3u/L. Analisa didapatkan masalah resiko infeksi tidak terjadi.

Rencana tindak lanjut adalah lanjutkan intervensi.


70

Perkembangan Ny. J diakhir jam dinas tanggal 11-10-2019, respon

subjektif didapatkan hasil klien mengatakan tidak demam, klien

mengatakan nyeri berkurang. Data objektif tampak balutan luka

operasi bersih dan kering, tidak tampak kemerahan dan bengkak pada

sekitar luka operasi, leukosit 11,43 10^3u/L. Analisa didapatkan

masalah resiko infeksi tidak terjadi. Rencana tindak lanjut adalah

lanjutkan intervensi dengan intervensi tambahan besok boleh pulang.


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada BAB IV Pembahasan, terdiri dari pembahasan proses asuhan

keperawatan yang telah diberikan kepada klien dengan post operasi kista

ovarium dari pengkajian hingga evaluasi, kemudian pembahasan tentang

praktik profesi keperawatan dalam pencapaian target kompetensi.

A. Pembahasan Proses Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

Pengkajian adalah kegiatan untuk mendata atau mencari informasi

tentang pasien yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, konsultasi

dan pemeriksaan agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah,

mengenali kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, sosial

dan spiritual. Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi pengumpulan data

dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari

pemeriksaan penunjang. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang

yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain (Sumilat, 2017).

Secara umum proses pengkajian yang dilakukan pada Ny. J tidak

memiliki perbedaan dari pengkajian secara teori. Penulis melakukan

pengkajian melalui wawancara langsung kepada klien, observasi,

pemeriksaan fisik secara head to toe, serta dari rekam medis klien.

Selama melakukan pengkajian ada beberapa faktor penunjang dan

penghambat. Faktor penunjang pada saat penulis melakukan pengkajian

71
72

adalah klien menunjukan sikap kooperatif serta sarana prasarana yang

mendukung untuk dilakukan proses pengkajian kepada klien, sedangkan

faktor penghambat selama pengkajian adalah terbatasnya waktu

pengkajian dan kurang kooperatifnya keluarga dari klien yang dikaji oleh

penulis.

2. Diagnosa Keperawatan

Tahap diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses

keperawatan, yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat

dihilangkan, dikurangi atau dirubah masalahnya melalui tindakan

keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang

menguraikan respons aktual atau potensial klien terhadap masalah

kesehatan yang dapat diatasi oleh kompetensi perawat. Respon aktual

dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan

literatur yang berkaitan, catatan medis masa lalu, dan konsultasi dari

professional yang lain yang membutuhkan intervensi dari domain praktik

keperawatan (Sumilat, 2017).

Setelah penulis melakukan perbandingan antara teori dan diagnosa

keperawatan yang diangkat pada Ny. J dapat disimpulkan bahwa terdapat

4 diagnosa yang diangkat dari kasus juga terdapat di dalam teori yaitu

nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan (luka operasi),

gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, ansietas

berhubungan dengan kurang informasi kondisi yang dialami, serta resiko

infeksi berhubungan dengan efek tindakan invasif.


73

Diagnosa nyeri akut menjadi diagnosa prioritas dikarenakan menjadi

penyebab bagi diagnosa yang lainnya. Ketika masalah nyeri dapat

diselesaikan maka diagnosa yang lain juga akan ikut terselesaikan.

Menurut Maslow kebutuhan rasa nyaman merupakan kebutuhan dasar

setelah kebutuhan fisiologis yang harus terpenuhi. Seseorang yang

mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas sehari-harinya. Orang

tersebut akan terganggu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidurnya,

pemenuhan individual, juga aspek interaksi sosialnya yang dapat berupa

menghindari percakapan, menarik diri, dan menghindari kontak. Selain

itu, seseorang yang mengalami nyeri hebat akan berkelanjutan, apabila

tidak ditangani pada akhirnya dapat mengakibatkan syok neurogenik

pada orang tersebut (Hamarno, 2017).

Sejalan dengan penelitian Kristiantari (2009) dalam Rustianawati

(2013) masalah keperawatan yang terjadi pada pasien pasca laparotomi

meliputi impairment, functional limitation, disability. Impairment

meliputi nyeri akut pada bagian lokasi operasi, takut dan keterbatasan

LGS (Lingkup Gerak Sendi), Functional meliputi ketidakmampuan

berdiri, berjalan, serta ambulasi dan Distability meliputi aktivitas yang

terganggu karena keterbatasan gerakakibat nyeri dan prosedur medis.

Nyeri yang hebat merupakan gejala sisa yang diakibatkan oleh operasi

pada regio intraabdomen. Sekitar 60% pasien menderita nyeri yang

hebat, 25% nyeri sedang, dan 15% nyeri ringan (Nugroho 2010).
74

Hanya terdapat satu diagnosa yang tidak ditegakkan pada kasus Ny.

J adalah defisit perawatan diri. Hal ini dikarenakan klien tidak mengeluh

kurang perawatan diri, disamping keluarga dapat membantu klien, setiap

pagi di ruang nifas akan dilakukan personal hygiene bagi setiap pasien

post operasi atau pasien dengan keterbatasan fisik.

Menurut PPNI dalam SDKI (2016) bahwa defisit perawatan diri

adalah tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan

diri. Penyebab defisit perawatan diri meliputi, gangguan muskuloskeletal,

gangguan neuromuskuler, kelemahan, gangguan psikologi dan/atau

psikotik, dan penurunan motivasi/minat. Gejala dan tanda mayor yang

muncul adalah klien mengatakan menolak melakukan perawatan diri,

objektifnya tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke

toilet/berhias secara mandiri, serta minat melakukan perawatan diri

kurang.

Dapat dirumuskan bahwa diagnosa yang ada pada teori yang

ditemukan sama dengan diagnosa yang ditemukan pada Ny. J, diagnosa

tersebut sesuai dengan pengkajian yang sudah dilakukan dengan

mengetahui dari keluhan yang dirasakan klien pada saat melakukan

pengkajian.

3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan adalah semua tindakan yang akan dilakukan

oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini

ke status kesehatan yang lebih baik, diuraikan dalam hasil yang


75

diharapkan. Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana

keperawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat

mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan (Sumilat, 2017).

Pembahasan perencanaan kepada klien Ny. J dengan post operasi

kista endometriosis, mulai dari tujuan perawatan, kriteria hasil dan

rencana keperawatan yang akan diberikan, dirumuskan berdasarkan teori

dengan dispesifikkan sesuai kebutuhan klien.

Intervensi yang dipilih untuk diagnosa utama nyeri akut adalah

berikan terapi nonfarmakologi yaitu teknik relaksasi napas dalam dan

kolaborasi pemberian obat analgesik. Menurut buku Arif Mutaqqin

(2008) menjelaskan bahwa manajemen nyeri keperawatan independen

dan kolaboratif pemberian obat antinyeri dapat menurunkan skala nyeri.

Kemudian menurut Rustianawati (2013) masalah keperawatan utama

pada pasien bedah adalah nyeri akut, meskipun sudah diberikan tindakan

medis dengan obat analgesik, pasien masih merasakan nyeri yang hebat.

Dalam hal ini tindakan mandiri perawat adalah melatih pasien untuk

melakukan teknik distraksi relaksasi napas dalam. Sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Hamarno (2017) menunjukkan bahwa

pemberian intervensi teknik relaksasi napas dalam signifikan dalam

menurunkan skala nyeri pasien post operasi laparotomi.

4. Implementasi Keperawatan

Tahap ini merupakan tahap implementasi dimana penulis akan

berusaha untuk melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan


76

kebutuhan klien beserta susunan rencana keperawatan yang sesuai

dengan yang ditentukan. Secara umum, tindakan yang dilaksanakan bisa

berjalan baik antara klien, perawat dan seluruh tenaga kesehatan lainya.

Implementasi dilakukan selama 3 hari yaitu dimulai pada tanggal 09

Oktober sampai dengan 11 Oktober 2019.

Tahap ini penulis akan melakukan implementasi sesuai dengan

rencana keperawatan yang sudah dibuat. Setiap akan melakukan

implementasi keperawatan penulis selalu berdiskusi dengan perawat dan

bidan ruangan sebagai partner kerja untuk melakukan tindakan yang

dilakukan supaya tujuan keperawatan dapat tercapai secara spesifik dan

tepat. Terkadang juga penulis melibatkan perawat dan bidan ruangan

setiap melakukan implementasi. Pelaksanaan dan tindakan keperawatan

yang dilakukan pada Ny. J dapat berjalan dengan lancar dan baik sesuai

dengan rencana yang telah disusun, dengan bantuan perawat dan bidan

ruangan, serta tenaga kesehatan lainnya.

Implementasi yang diberikan untuk diagnosa utama nyeri akut

adalah memberikan teknik nonfarmakologi, teknik relaksasi napas dalam

dan berkolaborasi dalam pemberian obat analgesik. Pemberian analgesik

yang berlebihan dalam mengurangi nyeri dapat memberikan efek

samping kecanduan. Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang

digunakan dibidang kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh

pasien. Manajemen nyeri yang tepat mencakup penanganan secara

keseluruhan, tidak hanya terbatas pada pendekatan farmakologi saja,


77

karena nyeri juga dipengaruhi oleh emosi dan persepsi individu terhadap

dirinya (Pinandita (2012).

Kekuatan dari implementasi yang diberikan oleh penulis adalah saat

melakukan tindakan dari keperawatan, klien mulai tampak kooperatif di

hari kedua dan ketiga perawatan sehingga harapan akan hasil dari

tindakan yang diberikan dapat dicapai.

5. Evaluasi Keperawatan

Dalam tahap ini penulis akan menilai sejauh mana keberhasilan yang

sudah dicapai dalam pemberian asuhan keperawatan kemudian baru

membandingkan dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah penulis tulis.

Proses dari evaluasi yang dikerjakan berlangsung selama 3 hari yaitu dari

tanggal 09 Oktober sampai dengan 11 Oktober 2019 penulis

menggunakan empat komponen dari proses evaluasi dimulai dari

mengidentifikasi kriteria hasil, mengumpulkan data perkembangan klien.

Mengukur dan membandingkan perkembangan klien dengan hasil

evaluasi agar dapat memutuskan sejauh mana keberhasilan tujuan yang

diinginkan.

Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan oleh penulis selama

kurang lebih 3 hari, diagnosa nyeri akut dengan hasil masalah teratasi

sebagian. Dalam menentukan keefektifan pemberian teknik relaksasi

napas dalam mengurasi nyeri pada klien, setelah diberikan terapi

relaksasi napas dalam, penulis langsung memonitor keberhasilan dari


78

teknik relaksasi yang telah diberikan, dengan diukur melalui skala nyeri

NRS (0-10).

Tujuan relaksasi napas dalam yaitu agar individu dapat mengontrol

diri ketika terjadi rasa ketegangan dan stres yang membuat individu

merasa dalam kondisi yang tidak nyaman menjadi nyaman (Amita,

2018). Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk

obat-obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan atau sesuai untuk

mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik

atau menit (Pinandita, 2012).

Teknik relaksasi napas dalam dapat mengatasi nyeri berdasarkan

teori aktivasi retikuler, yaitu menghambat stimulus nyeri ketika

seseorang menerima masukan sensori yang cukup atau berlebihan,

sehingga menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri

berkurang atau tidak dirasakan oleh klien). Stimulus sensori yang

menyenangkan akan merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus

nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Teknik relaksasi

napas dalam bekerja memberi pengaruh paling baik untuk jangka waktu

yang singkat, untuk mengatasi nyeri intensif hanya berlangsung beberapa

menit, misalnya selama pelaksanaan prosedur invasif atau saat menunggu

kerja analgesik (Hamarno, 2017).

Kemudian diagnosa gangguan mobilitas fisik dengan hasil masalah

teratasi sebagian. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat

dan mengurangi resiko-resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya


79

dekubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh dan

sirkulasi darah dan pernapasan terganggu, juga adanya gangguan

peristaltik maupun berkemih. Seringkali dengan keluhan nyeri klien tidak

mau untuk mobilisasi ataupun dengan alasan takut jahitan lepas klien

tidak berani merubah posisi (Nurkolis, 2013).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2013) bahwa

terdapat pengaruh mobilisasi dini terhadap keberhasilan penyembuhan

luka pada pasien pasca operasi. Menurut Yelinda, dkk (2012), bahwa

mobilisasi diperlukan untuk membantu mempercepat pemulihan usus dan

mempercepat penyembuhan luka pasien.

Diagnosa ketiga yaitu ansietas dengan hasil masalah teratasi

sebagian. Ansietas merupakan kebingungan atau kekhawatiran pada

sesuatu yang terjadi dengan penyebab tidak jelas dan dihubungkan

dengan perasaan tidak menentu dan ketidakberdayaan sebagai hasil

penilaian terhadap suatu objek. Ansietas yang terjadi salah satunya

disebabkan karena sedang dirawat di rumah sakit karena penyakit fisik,

hal ini sesuai dengan teori Videbeck (2008) yang menyatakan bahwa

peristiwa yang dapat menyebabkan ansietas, salah satunya adalah

penyakit fisik. Menurut penelitian Livana, dkk (2016), penurunan respon

ansietas dapat dilakukan melalui pendekatan konsep stres adaptasi Stuart

dan konsep “Caring” Swason.

Yang terakhir diagnosa resiko infeksi dengan hasil masalah tidak

terjadi. Pencegahan infeksi merupakan suatu upaya penting dalam


80

meningkatkan mutu pelayanan medis rumah sakit. Infeksi luka operasi

terjadi karena adanya gangguan dalam penyembuhan luka. Luka operasi

dikatakan terinfeksi apabila luka tersebut mengeluarkan nanah atau pus

dan kemungkinan terinfeksi apabila luka tersebut mengalami tanda-tanda

inflamasi atau mengeluarkan rabas serosa (Rahman, 2018).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahman, dkk (2018),

terdapat hubungan antara pelaksanaan prosedur pencegahan infeksi

pasien post operasi dengan proses penyembuhan luka. Pelaksanaan

prosedur pencegahan infeksi yang sesuai standar akan mempercepat

penyembuhan luka pada pasien post operasi dengan melakukan tindakan

perawatan luka post operasi yang berkualitas selalu memperhatikan

metode universal precaution yang telah ditetapkan seperti mencuci

tangan, alat-alat yang digunakan harus steril sebelum digunakan pada

pasien.

Dari keempat masalah yang klien alami 3 diagnosa dengan hasil

teratasi sebagian dan satu diagnosa resiko infeksi dengan hasil masalah

tidak terjadi. Adapun faktor pendukung yang ada didalam penyelesaian

asuhan keperawatan yang diberikan adalah klien mampu memberikan

data secara kooperatif, dan mendapat dukungan dari perawat serta bidan

ruangan ketika memberikan tindakan keperawatan dan informasi terkait

diagnosa medis yang diderita klien.


81

I. Pembahasan Praktik Profesi Keperawatan


Selama kurang lebih 3 minggu menjalankan praktik profesi di dua tempat

yaitu RSUD Dr. Soedarso Pontianak dan Puskesmas Sungai Raya Dalam,

penulis banyak mendapat kesempatan dalam melaksanakan target pencapaian

kompetensi di mata ajar keperawatan maternitas. Penulis mendapatkan

kesempatan menjadi pendamping bidan dalam menolong persalinan,

melakukan pemeriksaan dalam, ANC (antenatal care), melakukan injeksi

KB, vulva hygiene, pemeriksaan bayi baru lahir, dan lain-lain.

Pada praktik asuhan keperawatan yang diberikan pada Ny. J, penulis

menerapkan peran perawat yaitu yang pertama sebagai pemberi asuhan

keperawatan, dimana penulis memberikan pelayanan keperawatan dengan

menggunakan proses keperawatan sehingga dapat menegakkan diagnosa

keperawatan, menentukan rencana keperawatan dan melaksanakan tindakan

keperawatan sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar klien, kemudian dapat

dievaluasi tingkat perkembangannya. Yang kedua sebagai advokat klien,

yaitu membantu klien dan keluarga dalam menginterprestasikan berbagai

informasi yang diberikan kepala klien, juga berperan dalam melindungi dan

mempertahankan hak-hak pasien, misalnya hak atas privasi. Yang ketiga

adalah sebagai edukator untuk membantu meningkatkan pengetahuan

kesehatan, tindakan keperawatan yang diberikan serta informasi terkait

kondisi yang dialami. Yang ke empat sebagai kolaborator bekerja dengan tim

kesehatan lainnya misalnya dalam pemberian obat.

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny. J penulis juga

menerapkan beberapa etika keperawatan yaitu autonomy (kemandirian), Ny.


82

J diberikan kebebasan dalam membuat keputusan sendiri terhadap dirinya

sendiri. Yang kedua berbuat baik (beneficence), penulis mencoba melakukan

yang terbaik guna kesembuhan Ny. J contohnya memberikan terapi relaksasi

nafas dalam untuk meringankan nyeri. Yang ketiga adalah tidak merugikan

(non-maleficence), selama penulis memberikan asuhan keperawatan kepada

klien Ny. J, klien tidak mengalami sesuatu yang membahayakan, maupun

yang mencederai fisik klien. Yang ke empat menepati janji (fidelity), selama

melakukan perawatan kepada klien, penulis berusaha untuk selalu menepati

janji sesuai kontrak sebelumnya. Kemudian yang kelima kejujuran (veracity),

penulis berusaha menyampaikan segala informasi secara akurat,

komprehensif dan objektif terkait kesehatan klien, tindakan keperawatan yang

diberikan. Yang ke enam kerahasiaan (cofidentiality), dimana penulis

menjaga kerahasiaan terkait identitas klien. Dan yang terakhir akuntabilitas

(accountability), penulis berusaha melakukan tindakan keperawatan secara

profesional sesuai standar operasional prosedur.

Penulis mendapat banyak sekali pembelajaran selama memberikan

asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem reproduksi

khususnya pada Ny. J dimana mengalami suatu penyakit yang baru pertama

kali penulis temui. Target kompetensi yang didapat yaitu penulis mampu

memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem

reproduksi. Menurut Marlinda (2014) konsep keperawatan maternitas bukan

hanya diarahkan pada pemenuhan kebutuhan kesehatan ibu pada masa

kehamilan, persalinan dan nifas tetapi juga kesehatan perempuan secara


83

umum selama rentang kehidupannya terutama yang berhubungan dengan

kesehatan reproduksi.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Setelah penulis membahas, menegakkkan asuhan keperawatan dan

melaksanakan pengkajian langsung terhadap klien serta membahas

permasalahan yang muncul maka pada bab ini, penulis akan menarik

kesimpulan serta memberikan bebrapa masukan atau saran yang

diharapkan dapat bermanfaat bagi kemjuan proses pemberian asuhan

keperawatan dimasa yang akan datang.

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan ini, maka penulis dapat

menarik kesimpulan, yaitu :

1. Pengkajian pada tanggal 09 Oktober sampai dengan 11 Oktober 2019

pada Ny. J yang berusia 24 tahun, berjenis kelamin perempuan, agama

islam, kebangsaan Indonesia, bahasa yang digunakan sehari-hari adalah

bahasa melayu, pekerjaan ibu rumah tangga, yang beralamat di desa

Nanga Serawai, Kabupaten Sintang, berstatus menikah. Didapatkan

keluhan nyeri pada luka post operasi hari ke 2 dengan kista

endometriosis.

2. Setelah penulis membandingkan pengkajian secara teoritis dengan

pengkajian yang ada di lapangan, penulis menemukan tidak terdapat

perbedaan dari hasil pengkajian antara teori dengan kasus Ny. J.

84
85

3. Selama melakukan proses keperawatan pada Ny. J ada beberapa faktor

pendukung dan penghambat. Faktor pendukung pada saat penulis

melakukan proses asuhan keperawatan adalah klien menunjukkan sikap

kooperatif, mendapat dukungan dari perawat dan bidan ruangan serta

sarana prasarana yang mendukung, sedangkan faktor penghambat selama

pengkajian adalah terbatasnya waktu pengkajian, serta kurang

kooperatifnya keluarga dari klien yang dikaji oleh penulis.

4. Asuhan keperawatan pada Ny. J dengan post operasi kista endometriosis

yang penulis berikan selama 3 hari, terhitung sejak 09 Oktober sampai 11

Oktober 2019 di ruang nifas RSUD Dr. Soedarso Pontianak menemukan

4 diagnosa yaitu akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan (luka

operasi), gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, ansietas

berhubungan dengan kurang informasi kondisi yang dialami, serta resiko

infeksi berhubungan dengan efek tindakan invasif.

5. Evaluasi keperawatan pada Ny. J, diagnosa post operasi kista

endometriosis dengan hasil nyeri akut berhubungan dengan

diskontinuitas jaringan (luka operasi) masalah teratasi sebagian,

gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri masalah teratasi

sebagian, ansietas berhubungan dengan kurang informasi terkait kondisi

yang dialami masalah teratasi sebagian, serta resiko infeksi berhubungan

dengan efek tindakan invasif hasilnya masalah tidak terjadi. Adapun

format metode yang digunakan dalam melaksanakan evaluasi

perkembangan adalah SOAP.


86

J. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka penulis akan mengajukan

beberapa saran sebagai pertimbangan untuk meningkatkan kualitas asuhan

keperawatan khususnya pada klien dengan post operasi kista endometriosis.

Sarannya sebagai berikut :

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan pihak Rumah Sakit mampu membuat manajemen

penatalaksanaan asuhan keperawatan dengan gangguan sistem reproduksi

yang terarah dan fasilitas yang lebih memadai guna menyembuhkan

pasien agar terhindar dari komplikasi lebih lanjut.

2. Bagi Perawat

Diharapkan seorang perawat selalu berlandaskan pada konsep teoritis

yang disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi tanpa

mengabaikan kondisi klien itu sendiri, sehingga bisa memodifikasi

intervensi keperawatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan

pasien, dan hendaknya seorang perawat selalu menjadikan hal-hal baru

yang didapatinya itu sebagai pelajaran yang berharga untuk dirinya,

sehingga dengan adanya pembelajaran ini diharapkan mampu

menjadikan perawat lebih siap dan dapat memberikan asuhan

keperawatan yang profesional dalam menangani kasus dengan gangguan

sistem reproduksi khususnya kista endometriosis yang apabila

dikemudian hari berhadapan dengan kasus yang serupa.


87

3. Bagi Institusi Keperawatan

Diharapkan seiring dengan perkembangan teknologi informasi khususnya

dibidang kesehatan, hendaknya setiap institusi dapat memaksimalkan

perannya sebagai wadah pencetak tenaga profesional dengan

memperhatikan perkembangan dari kondisi tempat praktek yang nantinya

akan mereka lalui agar institusi dapat lebih membekali mahasiswanya

dengan teori dan praktek dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang

terkait dengan masalah kesehatan.

4. Bagi Mahasiswa

Diharapkan bagi calon tenaga perawat profesional, hendaknya

mahasiswa keperawatan dapat mempergunakan wadah tempat mereka

menimba ilmu dengan semaksimal mungkin, agar nantinya mahasiswa

lebih siap dan mampu mengaplikasikan ilmu keperawatan dengan sebaik-

baiknya apabila mereka telah terjun ke lapangan praktek.

5. Bagi Pasien

Pelaksanaan asuhan keperawatan tidak lepas dari dukungan dan peran

serta pasien, hendaknya pasien dapat memanfaatkan perannya dengan

sebaik-baiknya. Pasien diharapkan bisa memberikan keterangan

mengenai kondisinya secara keseluruhan guna terciptanya pelayanan

kesehatan yang efektif.


DAFTAR PUSTAKA

American Society For Reproductive Medicine. (1997). Revised American Society


For Reproductive Medicine Clasification of Endometriosis : 1996. Journal
Fertility and Sterility

Amita. D, dkk. (2018). Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas


Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea Di Rumah Sakit
Bengkulu. Jurnal Kesehatan Holistik

Anggraini. M. (2013). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Keberhasilan


Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Operasi di RS Pkumuhammadiyah
Yogyakarta. Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta

Burney et al. (2012). Pathogenesis and Pathophysiology of Endometriosis.


Journal Fertility and Sterility

Hamarno, dkk. (2017). Deep Breathing Exercise (DBE) dan Tingkat Intensitas
Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparatomi. Jurnal Keperawatan Terapan
Poltekkes Kemenkes Malang

Hidayat & Hendry. (2019). Karakteristik Penderita Endometriosis dan


Adenomiosis di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2017-
Oktober 2018. Journal Andalas Obstetrics and Gynecology

Livana, Keliat Budi, & Putri. (2016). Penurunan Respon Ansietas Klien Penyakit
Fsisik debngan Terapi Generalis Ansietas di Rumah Sakit Umum Bogor.
Jurnal Keperawatan Jiwa

Marlinda. (2014). Laporan Asuhan Keperawatan Maternitas dengan Fokus


Penerapan Teori Keperawatan Comfort Kolcaba dan Loss & Grief Kubler-
Ross Pada Klien dengan Kista Endometriosis. Jakarta : Karya Tulis Ilmiah
Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia

Mutaqqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta : Salemba

NANDA. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &


NANDA NIC_NOC Jilid 2. Yogyakarta : Mediaction

Nurkolis. Z. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Mobilisasi


Dini dengan Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini pada Pasien Post
Operasi. Jurnal Ilmu Kesehatan
Octavianny. A, dkk. (2016). Hubungan Kista Endometriosis dengan Kejadian
Infertilitas di RSUD Tugurejo Semarang dan RSUD Kota Semarang. Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang

Pinandita, dkk. (2012). Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap


Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Laparatomi. Jurnal
Ilmu Kesehatan Keperawatan

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Rahman. M, Haryanto & Ardiyanti. (2018). Hubungan Antara Pelaksanaan


Prosedur Pencegahan Infeksi Pada Pasien Post Operasi dengan Proses
Penyembuhan Luka Di Rumah Sakit Islam Unisma Malang. Jurnal Nursing
News

Shiyamika, D.N. (2014). Asuhan Keperawatan pada Nn. F dengan Post Operasi
Kistektomi Oleh Karena Kista Coklat Hari Ke-2 Di Ruang Anggrek RSUD
Banyumas Tahun 2014. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Sumilat. NP. (2017). Standar Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di BLUD


Kota Baubau. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar

Suparman Erna. (2012). Penatalaksanaan Endometriosis. Manado : Jurnal


Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Susilowati, dkk. (2015). Penerapan Teori Adaptasi Roy pada Asuhan


Keperawatan Pasien dengan Kista Ovarium. Jurnal Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia

Taylor et al. (2011). Fundamental Of Nursing The Art and Science Of Nursing
Care. Lippincott Williams dan Wilkins

Wedyawati, dkk. (2019). Analisis Penanganan Endometriosis dan Dampaknya


pada Kesuburan Wanita. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitar Sebelas
Maret Surakarta.

Williams & Wilkins. (2011). Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit.


Jakarta : PT. Indeks
Yelinda, dkk. (2012). Efektivitas Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka
Post Operasi Apendisitis. Jurnal Universitas Riau

Zannah, dkk. (2016). Gambaran Klinis Pasien Endometriosis yang Dilakukan


Tindakan Diagnostik Laparoskopi di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta
Periode 2015-106. Jakarta : Jurnal Fakultas Kedokteran Jenderal Achmad
Yani Cimahi
LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Konsultasi

TTD
TTD
Hari/Tanggal Materi/Bab Masukan & Perbaikan Pembimbin
Mahasiswa
g
Lampiran 2. Penilaian skala aktivitas

Skala 0 : Aktivitas dilakukan secara mandiri

Skala 1 : Aktivitas dibantu sebagian

Skala 2 : Aktivitas dibantu orang lain

Skala 3 : Aktivitas dibantu orang lain dan peralatan

Skala 4 : Tidak mampu beraktivitas/ketergantungan


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Arista Dewi Damayanti

Tempat/Tanggal Lahir : Sekura, 02 Maret 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jalan Sungai Raya Dalam, Komp. Griya Husada Blok


G. 26 Kec. Sungai Raya, Kab. Kubu Raya, Kalimantan
Barat 78391

Pendidikan : Program Studi S1 Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu


Keperawatan Muhammadiyah Pontianak, Indonesia

No.Hp/Whatsapp : 087802400619/082158736527

Alamat E-mail : aristadewi491@gmail.com

Nama Orang Tua

1. Ayah : Arlizen. AB
2. Ibu : Ernawati

Pendidikan Formal :

Tahun Sekolah/Institusi
SD Negeri 3 Nibung, Kec. Paloh, Kab. Sambas,
2003-2007
Kalimantan Barat, Indonesia
SD Negeri 19 Sekura, Kec. Teluk Keramat, Kab.
2007-2009
Sambas, Kalimantan Barat, Indonesia
2009-2012 SMP Negeri 2 Sambas, Kec. Sambas, Kab. Sambas,
Kalimantan Barat, Indonesia
SMA Negeri 1 Sambas, Kec. Sambas, Kab. Sambas,
2012-2015
Kalimantan Barat, Indonesia
Jurusan S1 Keperawatan STIK Muhammadiyah
2015-Sekarang
Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai