Anda di halaman 1dari 50

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S UMUR 31 TAHUN


DENGAN P1 A0 INDIKASI KISTA OVARIUM DI RUANG
BOUGENVIL RSUD DR. R GOETENG
TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

Oleh :
Frida
17.021

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS
CILACAP
2020
2

PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Umur 31


Tahun Dengan P1 A0 Indikasi Kista Ovarium Di Ruang Bougenvil RSUD Dr. R
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga telah diujikan dan disetujui oleh Dewan
Penguji

Diujikan pada tanggal : ……………………….2019

Penguji

Tanda Tangan

1. Intan Diah Pramithasari, Ns., M.Kep.


NIK 771202

2. Yenni Kristiana, Ns. S. Kep


NIK. 46980176

Cilacap,………………………….2020

Program Diploma III Keperawatan


STIKes Serulingmas Cilacap
Ketua

Dr. Endang Kartini Arianti M.,M.S.,Apt


NIK. 831211049
3

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan
Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Umur 31 Tahun Dengan P1 A0
Indikasi Kista Ovarium Di Ruang Bougenvil RSUD Dr. R Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Diploma III keperawatan di STIKES Serulingmas
Cilacap

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-


dalamnya kepada :

1. Dr. Endang Kartini Ariati, M., M.S., Apt Selaku Ketua STIKES Serulingmas
Cilacap.
2. Arif Hendra Kusuma, Ns., M.Kep. Selaku Ketua Ka Prodi STIKES
Serulingmas Cilacap.
3. Intan Diah Pramithasari, Ns., M.Kep.. Selaku Pembimbing I penulisan lapoan
kasus ini.
4. Yenni Kristiana., S..Kep. Selaku Pembimbing II penulisan laporan kasus ini.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah Beliau berikan
Besar harapan penulis, mudah-mudahan laporan kasus ini bermanfaan bagi
pembaca. Kritik dan saran untuk lebih sempurnanya laporan kasus ini sangat
penulis nantikan.
Cilacap,.....................2020

Penulis
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL........................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 2
C. Tujuan Studi Kasus................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. KonsepDasar........................................................................... 4
1. Definisi............................................................................. 4
2. Etiologi............................................................................. 4
3. Patofisiologi..................................................................... 6
4. Pathway............................................................................ 7
5. Tanda dan Gejala............................................................. 8
6. Pemeriksaan Penunjang................................................... 8
7. Penatalaksanaan Medis.................................................... 8

B. Konsep Asuhan Keperawtan................................................... 9


1. Pengkajian......................................................................... 9
2. DiagnosaKeperawatan.................................................... 13
3. IntervensiKeperawatan................................................... 13

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian...................................................................... 18
5

B. Analisa Data................................................................... 24
C. Perumusan Diagnosa Keperawatan............................... 25
D. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi.......................... 26

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian...................................................................... 32
B. Diagnosa Keperawatan.................................................. 34
C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi.......................... 37

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................46
B. Saran...............................................................................47

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
6

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 NOC : Tingkat kecemasan.............................................................. 14


Tabel 2.2 NOC : Tingkat nyeri ...................................................................... 14
Tabel 2.3 NOC : Status imunitas.................................................................... 15
Tabel 2.4 NOC : Eliminasi usus..................................................................... 16
Tabel 2.5 NOC : Perfusi jaringan perifer........................................................ 17
7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway Kista Ovarium................................................................ 7


8

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ganggungan kesehatan yang sering terjadi pada sistem reproduksi wanita
di kalangan masyarakat diantaranya kanker serviks, kanker payudara, kista
ovarium, gangguan menstruasi, mioma uteri dan lain sebagainya (Manuaba,
2010). Salah satu gangguan kesehatan yang sering terjadi pada sistem
reproduksi wanita adalah kista ovarium. Kista ovarium merupakan suatu
benjolan yang berada di ovarium yang dapat mengakibatkan pembesaran pada
abdomen bagian bawah (Prawirohardjo, 2011). Kista ovarium paling sering
ditemui, bentuknya kistik berisi cairan kental dan ada pula yang berbentuk
anggur. Kista juga ada yang berisi udara, cairan, nanah ataupun bahan-bahan
lainnya. (Wijayanti, 2012). Sebagian besar kelainan ovarium tidak
menimbulkan gejala dan trauma pada kista yang masih kecil (Rasjidi, dkk.
2010). Kista ovarium sering terjadi pada wanita dimasa reproduksi, pada
pemeriksaan mikroskopik kista tampak dilapisi oleh epitel torak tinggi
dengan inti pada dasar sel, jika terdapat sobekan di dinding kista maka sel-sel
epitel menyebar pada permukaan peritoneum rongga perut yang akan
menimbulkan penyakit menahun dengan musin terus bertambah dan
menyebabkan banyak perlekatan sehingga penderita meninggal karena ileus
dan inanisi. Risiko yang paling ditakuti dari kista ovarium yaitu mengalami
degenerasi keganasan, disamping itu bisa mengalami torsi atau terpuntir
sehingga menimbulkan nyeri akut, perdarahan atau infeksi. Sehingga Kista
ovarium memerlukan penanganan yang profesional dan multi disiplin
(Wiknjosastro, 2010). Menurut WHO, US statistik (2014), menunjukkan
bahwa kejadian dan laporan kematian, 20.095 perempuan di Amerika Serikat
mengetahui bahwa mereka menderita kista ovarium, 6.600 wanita yang
didiagnosis dengan kista ovarium di Inggris setiap tahun, sekitar 1.500 di
Australia dan 2.300 di Kanada. Tingkat kematian untuk penyakit ini tidak
9

banyak berubah dalam 50 tahun terakhir. Di Malaysia pada tahun 2008


terdata 428 kasus penderita kista ovarium, dimana terdapat 20% diantaranya
meninggal dunia. Sedangkan pada tahun 2015 terdata 768 kasus penderita
kista dan 25% diantaranya meninggal dunia (Sari, 2017). Di Indonesia sekitar
25-50% kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan
dengan kehamilan dan persalinan serta penyakit
sistem reproduksi misalnya kista ovarium (Depkes RI, 2017). Angka
kejadian
penyakit kista ovarium di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena
pencatatan dan pelaporan yang kurang baik.
Berdasarkan data Dinkes Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017,
berdasarkan laporan program dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
berasal dari Rumah Sakit dan Puskesmas, kasus penyakit kista ovarium
terdapat 2.259 kasus, terbayak di temukan di Kota Semarang (Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah, 2017). Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam membuat analisa kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Umur 31 Tahun Dengan P1
A0 Indikasi Kista Ovarium Di Ruang Bougenvil RSUD Dr. R Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari karya tulis ilmiah ini adalah, “Bagaimana
gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Umur 31 Tahun
Dengan P1 A0 Indikasi Kista Ovarium Di Ruang Bougenvil RSUD Dr. R
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran dan memperoleh pengalaman tentang
pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Umur 31 Tahun Dengan P1
10

A0 Indikasi Kista Ovarium Di Ruang Bougenvil RSUD Dr. R Goeteng


Taroenadibrata Purbalingga.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Kista
Ovarium.
b. Penulis mampu merumuskan diagnose pada pasien dengan Kista
Ovarium.
c. Penulis mampu menyususun rencana keperawatan pada pasien dengan
Kista Ovarium.
d. Penulis mampu mengimplementasikan tindakan yang telah
direncanakan pada pasien dengan Kista Ovarium.
e. Penulis mampu mengevaluasi keberhasilan pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan Kista Ovarium.
f. Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Kista Ovarium.
11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun
yang besar, kristik atau padat, jinak atau gans. Dalam kehamilan tumor
ovarium yang dijumpai yang paling sering adalah kista dermonal, kista
coklat atau kista lutein, tumor ovarium yang cukup besar dapat
disebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-
halangi masuknya kepala dalam panggul ( Nurarif dan Kusuma, 2015)
Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi
pada indung telur atau ovarium, cairan yang terkumpul dibungkus oleh
semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium
(Agusfarly, 2011)
Kista ovarium adalah kantung berisi cairan, normalnya berukuran
kecil yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugraha, 2012).
Kista ovarium (atau kista indung telur) berati kantung berisi cairan,
normalnya berukuran kecil yang terletak diindung telur dan dapat
terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampai menopouse, juga
selama kehamilan (Billota, 2012)
Berdasarkan beberapa pernyataan diatasdapat disimpulkan bahwa
kista ovarium adalah kantung yang berisi cairan, normalnya berukuran
kecil yang terletak di indung telur (ovarium).

2. Etiologi
12

Kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari


ephithelium ovarium, dibagi menjadi dua menurut Nurarif dan
Kusuma (2015), yaitu :
a. Kista non neoplasma
Disebabkan karena ketidakseimbangan hormon estrogen dan
progesteron diantaranya adalah:
1) Kista nonfungsional
Kista serosa inkulsi, berasal dari permukaan ephithelium yang
berkurang dalam korteks
2) Kista fungsional
a) Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang
menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi
cairan folikuler diantara siklus menstruas. Banyak terjadi
pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.
b) Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi
progesteron setelah ovulasi.
c) Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar
HCG terdapat pada mola hidatidosa.
d) Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar
LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium.
b. Kista neoplasma
1) Kista ovari simpeks adalah suatu jenis kista deroma
serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan
cairan dalam kista.
2) Kista denoma ovari musinosum
Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu
terutama yang pertumbuhannya 1 elemen mengalahkan
elemen yang lain.
3) Kistodenoma ovari serosum, berasal dari epitel permukaan
ovarium (germinal ovarium)
13

4) Kista endometreid, belum diketahui penyebabnya dan tidak


ada hubungannya dengan endometroid
5) Kista dermoid
Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis.
Penyebabnya belum diketahui secara pasti namun ada salah
satu pencetusnya yaitu faktor hormonal kemungkinan
faktor resiko, yaitu:
a) Faktor genetik
b) Faktor lingkungan (polutan zat radio aktif)
c) Gaya hidup yang tidak sehat
d) Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron,
mosalnya penggunaan obat – obatan yang merangsang
ovulasi dan obat pelangsing tubuh yang bersifat diuretik
e) Kebiasaaan menggunakan bedak tabur di daerah vagina

3. Patofisiologi
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan
folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel
tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur,
terbentuknya secara tidak sempurna didalam ovarium karena itu
terbentuknya kista ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan
membentuk beberapa kista kecil yang disebut “ folikel de graff “.
Pertengahan siklus folikel dominan dengn ukuran diametr lebih dari 2-
8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi
korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm
dengan kista di tengah-tengah.
Bila tidak terjadi fertilisasi pada saat oosit, korpus luteum akan
mengalami fibrosis dab pengerutan secara progresif. Namun bila
terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian
secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang
berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu
14

jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang – kadang
disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh
ganadotropin, termasuk FSH dan HSG. Kista fungsional dapat
terbentuk karena stimulasi ganadotropin atau sensivitas terhadap
ganadropin yang lebih

4. Pathways
15

5. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala kista ovarium menurut Nugroho (2012), yaitu :
a. Nyeri saat menstruasi
b. Nyeri diperut bagian bawah
c. Nyeri saat berhubungan seksual
d. Nyeri pada punggung terkadang menjalar kekaki
e. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB
f. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa jugaa jumlah darah yang
keluar banyak

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk membantu
menegakan diagnosa kista ovarium menurut Nurarif dan Kusuma
(2015), adalah:
a. Pap smear : untuk mengetahui displosia seluler menunjukkan
kemungkinan adanya kanker atau kista
b. Ultrasound / Scan CT: membantu mengidentifikasi ukuran atau
lokasi masa
c. Laparaskopi : dilakukan untuk melihat tumor, perdarahan,
perubahan endometrial, untuk mengetahui apakah sebuah tumor
berasal dari ovarium atau tidak.
d. Pemeriksaan laboratorium
16

e. Foto rontgen : pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya


hidrotoraks, selanjutnya pada kista demoid kadang-kadang dapat
dilihat adanya gigi dalam tumor
f. Parasintesis: untuk menentukan sebab asites

7. Penatalaksanaan
a. Observasi
Jika tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau)
selama 1-2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan
sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil
jika tidak curiga panas (Nugroho, 2012)
b. Terapi bedah atau operasi
Pengobatan kista ovarium biasanya adalah pengangkatan melalui
tindakan bedah bila ukurannya kurang dari 5 cm dan tampak terisi
cairan / fisiologis pada pasien muda yang sehat. Perawatan pasca
operatif pasca pembedahan untuk mengangkat kista ovarium
adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen
dengan satu pengecualian. Penurunan tekanan intra abdomen yang
diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah
pada distensi abdomen yang berat komplikasi ini dapat dicegah
sampai suatu tingkat dengan memberikan gurita abdomen yang
ketat (Nurarif dan Kusuma, 2015)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitaspasien meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis
kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa,
nama orang tua, dan pekerjaan orang tua. Keganasan kanker
ovarium sering dijumpai pada usia sebelum menarche
ataudiatas45tahun(Manuaba,2010).
17

2) Riwayat Kesehatan
(a) KeluhanUtama Biasanya mengalami perdarahan abnormal
atau menorrhagia pada wanita usia subur atau wanita diatas
usia 50 tahun / menopause untuk stadium awal (Hutahaean,
2010). Pada stadium lanjut akan mengalami pembesaran
massayangdisertaiasites(Reeder,dkk.2013).
(b) Riwayat kesehatan sekarang menurut Williams (2011)
yaitu:
(1) Gejala kembung, nyeri pada abdomen atau pelvis,
kesulitan makan atau merasa cepat kenyang dan gejala
perkemihan kemungkinan menetap.
(2) Pada stadium lanjut sering berkemih, konstipasi,
ketidaknyamanan pelvis, distensi abdomen, penurunan
berat badan dan nyeri pada abdomen.
(3) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu pernah memiliki kanker
kolon, kanker payudara dan kanker endometrium
(Reeder,dkk.2013).
(4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yang pernah mengalami
kanker payudara dan kanker ovarium yang beresiko50%
(Reeder,dkk.2013).
(5) Riwayat haid/ status ginekologi
Biasanya akan mengalami nyeri hebat pada saat
menstruasi dan terjadi gangguan siklus menstruasi
(Hutahaean,2009).
(6) Riwayat obstetri
Biasanya wanita yang tidak memiliki anak karena
ketidakseimbangan sistem hormonal dan wanita yang
melahirkan anak pertama di usia > 35 tahun
(Padila,2015).
18

(7) Data keluarga berencana


Biasanya wanita tersebut tidak menggunakan
kontrasepsi oral sementara karena kontrasepsi oral bisa
menurunkan risiko ke kanker ovarium yang ganas
(Reeder,dkk.2013).
(8) Data psikologis
Biasanya wanita setelah mengetahui penyakitnya akan
merasa cemas, putus asa, menarik diri dan gangguan
seksualitas (Reeder,dkk.2013).
(9) Aktivitas /istirahat
Pasien biasanya mengalami gejala kelelahan dan
terganggu aktivitas dan istirahat karena mengalami
nyeridan ansietas.
(10) Sirkulasi
Pasienbiasanya akan mengalami tekanan darah tinggi
karena cemas.
(11) Eliminasi
Pasien biasanya akan terganggu BAK akibat perbesaran
massa yang menekanpelvis.
(12) Makanan dan minum
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam
nutrisi tetapi kalau dibiarkan maka akan mengalami
pembesaran lingkar abdomen sehingga akan mengalami
gangguan gastrointestinal.
(13) Nyeri /kenyamanan
Pasien biasanya mengalami nyeri karena penekanan
pada pelvis.
3) Pemeriksaan fisik
(a) Kesadaran
19

Kesadaran pasien tergantung kepada keadaan pasien,


biasanya pasien sadar, tekanan darah meningkat dan nadi
meningkat dan pernafasan dyspnea.
(b) Kepala dan rambut
Tidak ada gangguan yaitu simetris,tidak ada benjolan, tidak
ada hematom dan rambut tidak rontok.
(c) Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada gangguan pendengaran
dan tidak ada lesi.
(d) Wajah
Pada mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
reflek pupil +/+, pada hidung tidak ada pernapasan cuping
hidung, pada mulut dan gigi mukosa tidak pucat dan tidak
ada sariawan.
(e) Leher
Tidak ada pembendungan vena jugularis dan pembesaran
kelenjer tiroid.
(f) Thoraks Tidak ada pergerakan otot diafragma, gerakan
dada simetris.
(g) Paru-paru
(1) Inspeksi Pernapasan dyspnea, tidak ada tarikan
dindingdada.
(2) Palpasi Fremitus kiri dan kanan sama.
(3) Perkusi Suara sonor,suara tambahan tidak ada.
(4) Auskultasi Vesikuler.
(h) Jantung Pada pasien kanker ovarium biasanya tidak ada
mengalami masalah pada saat pemeriksaan di jantung
(1) Inspeksi Umumnya pada saat inspeksi, Ictuscordis
tidak terlihat.
(2) Palpasi PadapemeriksaanpalpasiIctuscordisteraba.
(3) Perkusi Pekak.
20

(4) Auskultasi Bunyi jantung S1 dan S2 normal. Bunyi


jantung S1 adalah penutupan bersamaan katup mitral
dan trikuspidalis. Bunyi jantung S2 adalah penutupan
katup aorta dan pulmanalis secara bersamaan.
(i) Payudara/mamae
Simetris kiri dan kanan, aerola mamae hiperpigmentasi,
papila mamae menonjol, dan tidak ada pembengkakan.
(j) Abdomen
(1) Inspeksi Pada stadium awal kanker ovarium, belum
adanya perbesaran massa, sedangkan pada stadium
lanjut kanker ovarium, akan terlihat adanya asites dan
perbesaran massa di abdomen.
(2) Palpasi Pada stadium awal kanker ovarium, belum
adanya perbesaran massa, sedangkan pada stadium
lanjut kanker ovarium, di raba akan terasa seperti karet
atau batu massa di abdomen.
(3) Perkusi Hasilnya suara hipertympani karena adanya
massa atau asites yang telah bermetastase ke organ lain.
(4) Auskultasi bising usus normal yaitu 5-30 kali/menit
(k) Genitalia
Pada beberapa kasus akan mengalami perdarahan abnormal
akibat hiperplasia dan hormon siklus menstruasi yang
terganggu. Pada stadium lanjut akan dijumpai tidak ada
haid lagi.
(l) Ekstremitas
Tidak ada udema, tidak ada luka dan CRT kembali < 2
detik. Pada stadium lanjut akan ditandai dengan kaki
udema. (Reeder,dkk.2013).

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin meuncul


a. Ansietas
21

b. Nyeri akut
c. Konstipasi
d. Ketidakseimbangan jaringan perifer
3. Intervensi
a. Ansietas
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam,
diharapkan tingakat kecemasan menurun dengan kriteria hasil:
Tabel indikator 2.1 tingkat kecemasan
Indikator Awal Tujuan

1. Perasaan gelisah
2. Otot tegang
3. Wajah tegang

Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Pengurangan Kecemasan
1. Identifikasi tingkat kecemasan pasien
2. Pahami persepektif pasien terhadap situasi stressnya
3. Gunakan pendekatan yang menenangkan
4. Batu pasien untuk mengenal situasi yang menyebabkan
kecemasan
5. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan teknik
relaksasi
6. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat-obatan
jika perlu
b. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik
22

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selam x 24 jam


diharapkan nyeri yang di rasakan berkurang dengan kriteria
hasil:
Tabel indikator 2.2 Tingkat nyeri

Indikator Awal Tujuan

1. Nyeri yang dilaporkan


2. Ekspresi nyeri wajah
3. Mengerinyit

Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Intervensi
Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset, frekuensi kualitas dan faktor
pencetus
2. Tentukan lokasi, kualitas dan tingkatan nyeri pada pasien
3. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan
4. Kendalikan faktor lingkunagn yang dapat mempengaruhi
respon terhadap ketidaknyamanan
5. Dukung istirahat / tidur yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
6. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi seperti relaksasi
nafas dalam
7. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi dokter
c. Resiko infeksi
23

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam


diharapkan masalah resiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria
hasil :
Tabel indikator 2.3 status imunitas
Indikator Awal Tujuan

1. Suhu tubuh
2. Integritas kulit
3. Jumlah sel darah putih

Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Intervensi
Perlindungan Infeksi
1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Periksa kulit dan selaput lendir untuk adanya kemerahan,
kehangatan ektrem atau drainase
4. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
5. Anjurkan istirahat
6. Kolaborasikan dengan pemberian antibiotik yang telah
direspkan.
d. Konstipasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam
diharapkan masalah konstipasi yang dialami pasien dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
Tabel indikator 2.4 eliminasi usus
Indikator Awal Tujuan

1. Pola eliminasi
24

2. Kontrol gerak usus


3. Warna feses

Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Setikit terganggu
5. Tidak terganggu
Intervensi
Manajemen saluran cerna
1. Monitor BAB termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk, volume
dan warna dengan cara yang tepat.
2. Monitor adanya tanda dan gejala konstipasi
3. Monitor bising usus
4. Masukan obat supositoria rectal sesuai dengan kebutuhan
5. Lapor berkurangnya bising usus
6. Catat masalaah BAB yang sudah ada sebelumnya
7. Instruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat dengan cara
yang tepat.
e. Ketidakfektifan perfusi jaringan perifer
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam,
diharapkan maslah ketidakefektifan perfusi jaringan pasien dapat
teratasi dengan kriteria hasiil:
Tabel indikator 2.5 perfusi jaringan perifer
Indikator Awal Tujuan

1. Edema perifer
2. Muka pucat
3. Kram otot

Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
25

3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Intervensi
Manajemen sensasi perifer
1. Monitor sensasi tumpul atau tajam dan panas dan dingin (yang
dirasakan pasien)
2. Monitor adanya parathesia dengan tepat (misalnya mati rasa
atau tingkat nyeri)
3. Monitor untuk kemampuan BAK dan BAB
4. Instruksikan pasien dan keluarga untuk memeriksa adanya
kerusakan kulit sentral lainnya
5. Berikan obat analgesik kortikosteroid sesuai dengan indikasi

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada Ny. S diruang Bougenvil RSUD Dr. R Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga dengan P1 A0 Indikasi Kista Ovarium.
Dengan ini penulis mengkaji Ny.S pada tanggal 28 januari 2020 pukul
20.00 WIB dan dikelola selama 3 hari.
1. Identitas pasien
Pada data biografi didapatkan bahwa pasien bernama Ny. S , berumur
31 tahun, jenis kelamin perempuan, tempat tanggal lahir Purbalingga
11 oktober 1988, pasien agama islam, pasien sudah menikah,
alamatnya Badak, suku/ bangsa Jawa/ Indonesia, Pendidikan terakhir
pasien adalah SD, pekerjaan IRT (ibu rumah tangga), pasien masuk
rumah sakit pada tanggal 28 januari 2020. Sumber informasi
didapatkan dari pasien dan rekam medik rumah sakit.
26

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri
P : nyeri terjadi saat kambuh
Q: nyeri seperti ditusuk tusuk
R: nyeri dibagian perut kanan bawah dan menjalar ke punggung
S: skala nyeri 7
T: nyeri kadang-kadang bila kambuh
b. Keluhan tambahan
Pasien mengataakan demam naik turun sejak 1 minggu yang lalu,
mual-mual serta badan terasa lemas
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pasie mengatakan sejak 3 bulan yang lalu mengalami perubahan
siklus haid dan haid tidak teratur, biasanya haid 4 harii sudah
selesai tetapi sekarng 1 minggu baru selesai, sehari pasien
mengganti pembalt 4 x frekuensi penuh. Dua bulan yang lalu
pasien pernah dirawat di puskesmas selata kumplit dengan
diagnosa thypoid.
Pasien datang diantar oleh keluarganya ke VK IGD RSUD
Dr.R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga pada jam 16.00 WIB
tanggal 27 januari 2020 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
dan menjalar kepinggang, pasien juga mengatakan demam naik
turun sejak 1 mingggu yang lalu, mual-mual serta badan terasa
lemas, di IGD pasien mendapatkan terapi infus RL 20 tpm, injeksi
ketorolax 30 mmg, ranitidin 25 mg dan ondan mg .kemudian pada
jam 01.00 WIB pasien dipindahkan keruang rawat inap Bougenvil
pada tanggal 28 januari 2020 dengan terpasang infus RL 20 tpm.
Pasien dipindahkan keruang bougenvil untuk mendapatkan
pengobatan dan perawatan medis dengan tepat untuk mengatasi
sakitnya saat ini.
d. Riwayat kesehatan dahulu
27

Pasien mengatakan pernah mengalami sakit TBC dengan batuk


dahak dan berdarah, pasien pernah dirawat din puskesmas selata
kumpul pada tahun 2007 yang lalu dan pengobatan yang di lakukan
tuntas dan sembuh.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang memiliki
penyakit yang sama dan tidak ada yang terkena penyakit yang
menurun seperti kista, kanker, DM, jantung dan penyakit
keturunan lainnya.
f. Riwayat obstetrik: P1 A0
NO Masalah Tipe Keadaan bayi Jenis Masalah
persalinan persalinan kelamin pada masa
nifas
1. Tidak ada normal Bayi sehat Laki-laki Tidak ada
masalah BB: 3,1 kg masalah
selama pada saat
kehamilan nifas yang
menolong
dukun bayi

3. Pengkajian npola fungsional gordon


Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan pasien
mengatakan bahwa kesehatan itu penting, dan jika pasien sakit berobat
ke puskesmas terdekat, jika tidak kunjung sembuh pasien datang
berobat ke RS, seperti saat ini pasien dirawat di RSUD Dr. R Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga untuk melakukan pengobatan dan
penyembuhan penyakitnya untuk mendapatkan pelayanan dan
perawatan kesehatan yang tepat.
Pola nutrsi dan metabolik, intake makanan sebelum sakit pasien
mengatakan makan 3 x sehari dengan 1 porsi makan terdiri dari nasi,
sayur, daging (protein) dan buah dimakan habis dan nafsu makan baik.
Pasien minum sehari + 8- 9 gelas belimbing. Selama sakit pasien
mengatakan nafsu makan menurun, makanan yang disajikan oleh ahli
28

gizi rumah sakit di makan sehari + 5 sendok makan, karena pasien


setelah makan mual-mual, selama sakit pasien minum + 7 gelas aqua.
Pola eliminasi sebelum sakit pasien mengatakan BAB lancar 1x
sehari di pagi hari dengan konsistensi lembek, bau khas warna kuning,
sedangkan selama sakit, selama di rawat di RS pasien mengatakan
sudah BAB dengan konsistensi lembek, bau khas warna sedikit
kehitaman. BAK sebelum sakit pasien mengatakan buang air kencing
sehari 5 x, bau khas warna kuning jernih. Sedangkan selama sakit
pasien BAK 5x, bau khas, warna kuning jernih, klien mengalami nyeri
saat BAK setelah minum teh manis.
Pola aktivitas dan latihan pasien mengatakan tidak ada gangguan
dan semua latihan dan aktivitasnya dilakukan secara mandiri mulai
dari makan/ minum, mandi, toilleting, berpakain dan lain-lain dan
tidak di bantu oleh orang lain baik istri ataupun anak. Sedangakan
selama di rawat dirumah sakit pasien mengatakan mandi, toiletting,
berpakaian dibantu oleh orang lain baik anak maupun suami tetapi
makan minum, mobilisasi di tempat tidur dan ambulasi ROM
dilakukan secara mandiri.
Pola persepsi dan kognitif, sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada
gangguan pada panca indranya, meliputi penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan dan pengecapan pada pasien tidak ada gangguan.
Selama sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan pada panca
indranya dan fungsi kognitifnya baik.
Pola tidur dan istirahat sebelum sakit pasien mengatakan tidur 6-8
jam pasien mengatakan tidur nyenyak, tidur disiang hari + 2 jam,
sedangkan selama sakit pasien mengatakan tidur nyenyak, frekuensi
tidur 5-6 jam pada malam hari karena terkadang bayi naik kuat
sehingga tiduurnya terganggu.
Pola konsep diri dan persepsi diri sebelum sakit pasien mengatakan
optimis dengan kondisi tubuhnya, percaya diri dan mampu menerima
dirinya dengan baik dan menjalankan perannya dengan baik.
29

Sedangkan selama dirawat dirumah sakit pasien mengatakan tidak ada


gangguan pada konsep dan persepsi diri, hanya saja pernnya menjadi
minimal.
Pola hubungan pasien, sebelum sakit pasien mengatakan dirumah
berperan sebagai ibu rumah tangga dan mempunyai hubungan sangat
dekat dengan keluarganya, setiap hari pasien melakukan kegiatan
sehari- hari seperti masak dan melakukan pekerjaan rumah tangga
lainnya. Sedangkan selama dirawat di rumah sakit pasien mengatakan
tidak melakukan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga karena
kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan tetapi hubungan
dengan kedekatan dengan keluarganya tetap baik.
Pola reproduksi dan seksual sebelum sakit dan selama sakit pasien
berjenis kelamin perempuan, satatus menikah, mempunyai 1 orang
anak laki-laki, pasien mengatakan tidak ada gangguan pada alat
reproduksinya, tetapi pasien mengalami perubahan siklus haid sejak 3
bulan yang lalu dengan masa haid lebih lama.
Pola koping stress dan toleransi sebelum sakit pasien mengatakan
tidak mengalami stres dan jika ada masalah akan bercerita kepada
orang teredekat / seseorang baik teman ,suami / anak. Sedangkan
selama dirawat dirumah sakit pasien mengatakan sedikit stress dengan
kondisiya tetapi jika ada masalah / keluhan akan menceritakan ke
orang terdekat atau perawat.
Pola keyakinan dan nilai sebelum sakit pasien islam, pasien selalu
menjalankan sholat 5 waktu dan ibadah yang lainnya. Sedangkan
selama dirawat di rumah saki pasien mengatakan jarang melakukan
sholat 5 waktu ,tetapi pasien selalu berusaha untuk menjalankan sholat
agar sakit yang diderita segera sembuh.
4. Pemeriksaan fisik
Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil yaitu, KU baik,
kesadaran composmetis, GCS 15 E4 M6 V5. Tanda -tanda vital
(TTV), berupa Tekanan Darah 100/60 mmHg, RR 22x/mnt, ND
30

89x/mnt, S 38,90C, Antopometri TB 159 cm, BB 57 kg. Kepala


mesochepal bentuk simetris, rambut tidak rontok dan rambut berwarna
hitam , tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, rambut bersih,
penyebaran rambut merata. Mata simetris, konjungtiva ananemis, bulu
mata ada, pupil isokor, sklera anikhterik, penglihatan mata jelas dan
tidak menggunakan alat bantu (kacamata).
Wajah, bentuk wajah simetris ,penyebaran warna merata, tidak
terdapat bekas luka terdapat sedikit garis kerut diwajah,.Hidung
bentuknya simetris, tidak ada pembengkakan, hidung bersih, tidak ada
lesi dan tidak ada nyeri tekan fungsi penciuman baik. Mulut dan gigi
bibir lembab, tidak ada lesi, tidak ada sariawan, gigi bersih dan gigi
lengkap. Telinga bentuknya simetis, tidak ada benjolan, bersih
pendengaran jelas dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Leher bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
nyeri tekan dan tidak ada lesi. Dada bentuknya simetris,
pengembangan dinding dada sama,tidak ada lesi tidak ada nyeri tekan.
Paru-paru inspeksi simetris, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi
sonor dan auskultasi bunyi nafas vesikuler. Jantung inspeksi ictus
kordis tidak tampak, Palpasi tidak ada nyeri tekan, Perkusi redup,
Auskultasi regular.
Abdomen inspeksi simetris tidak ada yang luka operasi, warna
kulit merata, auskultasi bising usus 10x/mnt, perkusi bunyi timpani,
palpasi tidak ada nyeri tekan. Ekstermitas atas bentuk kedua tangan
simetris, pada tangan kanan terpasang infus dan tidak edema atu
flebitis. Ekstermitas bawah bentuk kedua kaki simetris, tidak ada
kelainan. Genetalia dan anus, tidak terpasang kateter, jenis kelamin
permpuan, tidak ada kelainan, genetalia bersih, Anus berlubang dan
tidak ada benjolan serta bersih. Kulit warna kulit putih, penyebaran
warna merata.
5. Pemeriksaan penunjang
31

Hasil pemeriksaan radiologi USG pada tanggal 28 januari 2020


jam 9.35 WIB hasilnya yaitu: Hepar bentuk ukuran echoparenkim
normal, tidak tampak nodul, V. Hepatica, VCI baik, V. Porta, IHBD,
EHBD tidak menlebar. Lien bentuk ukuran echoparenkim normal, tak
tampak nodul. VF terisi cairan sonolusen, tampak lesi hiperechoic,
multiple, menggerombol sepanjang 22 mm, accoustic shandow (+).
Pankreas bentuk ukuran enchoparenkim normal. Ren kanan dan kiri
bentuk ukuran dan echoparenkim normal, SPC tak melebar, tak
tampak batu. VU terisi cairan sonolusen, dinding menebal, irreguler,
tak tampak batu. Uterus bentuk, ukuran enchoparenkim normal.
Adnexa dextra nyeri tekan prebe (+), tampak lesi kristik bersepta,
dinding tipis, bentuk membuat irreguler, diameter terbesar 86,9 mm.
Regio iliace dextra nyeri tekan prebe (-), appendik tak tervisualisasi.
Kesimpulan :
a. Complex oyat di adnexa dextra, diameter 86.9 mm, DO : kista
ovari, Compleks cyst lainnya.
b. Cholecystolithiasis multiple menggerombol sepanjang 22 mm.
c. Tak tampak appendioitis, tampak cairan bebas intra abdomen.
d. Tam tampak kelainan pada hepar, lien, pancreas, ren kana dan ren
kiri, uterus.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada tanggal 28
januari 2020 jam 17.11 WIB yaitu : Hb 12.5 (11.7 – 15.5 g/dL),
leukosit 17.5 (3.6 – 11 10^3/uL), Ht 28 (25 – 47 % ), Eritrosit 4.8 (2.5
– 5.2 10^6/uL), , Trombosit 282 (150 – 440 10^3/uL), MCH 31 (26 –
34 pg), MCHC 26 (22 – 36 %), MCV 66 (80 – 100 fL), Eosinofil 0 (1
– 3 %), Basofil 0 (0 – 1 %), Neurofil segemen 79 (50 – 70 %),
Limfosit 13 (25– 40 %), Monosit 6 (2 – 8 %), Gula darah sewaktu
91.0, Kreatinin 0.75 (0.4 – 0.9 mg/dL), Ureum 18.8 (10 – 56 mg/dL),
Asam urat 5.00 ( <6.8 mg/dL). Thypi O positif 1/640 (Negatif),
Thyphi H positif 1/640 (Negatif), parathypi A-H Positif 1/320
(Negatif).
32

6. Therapi Obat
Infus RL 20 tpm, injeksi ceftriaxon 2 x 1 gr, infus metronidazole 3
x 500 mg, kaltropen suppositoria, infus paracetamol 1 gr, paracetamol
tablet 500 mg, injeksi ondansentron 4 mg, injeksi ketorolac 30 mg.

B. Analisa Data dan Perumasan Diagnosa Keperawatan


1. Analisa data
Tabel Analisa data
Tangga
Data Penyebab Masalah
l
28 Ds: Pasien mengatakan nyeri Agens cidera Nyeri Akut
Januari P : nyeri terjadi saat kambuh biologis
2020 Q: nyeri seperti ditusuk tusuk
R: nyeri dibagian perut kanan
bawah dan menjalar ke
punggung
S: skala nyeri 7
T: nyeri kadang-kadang bila
kambuh
Do: Pasien tampak menahan nyeri,
mengusap area nyeri,
Hasil USG : Kista ovarium
TD : 100/60 mmHg
ND : 89x/mnt

28 Ds: pasien mengatakan demam naik Proses Hipertermi


Januari turun sejak 1 minggu yang penyakit
2020 lalu
Do: Akral teraba hangat
S : 38,9 0C
Hasil Lab : Thyphi O (+) 1/640
Thyphi H (+) 1/640
Parathyphi A-H (+) 1/320

28 Ds: Pasien mengatakan lemas, Resiko Infeksi


Januari mual -mual
2020
Do: Pasien terlihat lemas
Hasil Lab: Leukosit (H) 17.5
10 ^3dL
TD : 100/60 mmHg
ND : 89 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 38,90 C

C. Perumusan Diagnosa Keperawatan


1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
33

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis


b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
c. Risiko infeksi
2. Prioritas diagnosa keperawatan per hari
a. Hari ke 1
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3) Risiko infeksi
b. Hari ke 2
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3) Risiko infeksi
c. Hari ke 3
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3) Risiko infeksi
D. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan nyeri yang dirasakan pasien berkurang dari skala 7 menjadi
3 dengan kriteria hasil :
Tabel indikator 2.1 Tingkat nyeri
Indikator Awal Tujuan Akhir

1. Nyeri yang dilaporkan


2. Ekspresi nyeri wajah
3. Mengerinyit

Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
34

5. Tidak ada
Intervensi
Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset, frekuensi kualitas dan faktor pencetus
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
3. Kendalikan faktor lingkunagn yang dapat mempengaruhi respon
terhadap ketidaknyamanan
4. Dukung istirahat / tidur yang adekuat untuk membantu penurunan
nyeri
5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi seperti relaksasi nafas
dalam
6. Berikan obat – obatan penurun nyeri yang adekuat
7. Kolaborasikan dengan dokter dan tim kesehatan lainnya mengenai
tindakan yang akan dilakukan
a. Hari ke 1
1) Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset, frekuensi kualitas dan faktor
pencetus
2) Mengatur pencahayaan ruangan agar pasien dapat istirahat/
tidur
3) Membatasi jumlah pengunjung
4) Mengajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi relaksasi
nafas dalam
5) Memberikan injeksi ketorolax 30 mg melalui IV bolus
b. Hari ke 2
1) Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset, frekuensi kualitas dan faktor
pencetus
2) Mengatur pencahayaan ruangan agar pasien dapat istirahat/
tidur
35

3) Membatasi jumlah pengunjung


4) Mengganti cairan infus RL 20 tpm
5) Menganjurkan pasien untuk tetap melakukan teknik
nonfarmakologi relaksasi nafas dalam
6) Memberikan injeksi ketorolax 30 mg melalui IV bolus
c. Hari ke 3
1) Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset, frekuensi kualitas dan faktor
pencetus
2) Mengajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi relaksasi
nafas dalam
3) Memberikan injeksi ketorolax 30 mg melalui IV bolus
Evaluasi diagnosa ke 1 (SOAP akhir)
S : pasien mengatakan nyeri
P: nyeri terjadi saat kambuh
Q: nyeri seperti tertusuk-tusuk
R: nyeri di perut kanan bawah
S: skala nyeri 6
T: nyeri kadang-kadang
O: Pasien tanpak menahan nyeri, dan mengusap bagian perut
TD: 110/70 mmHg RR: 22x/mnt
ND: 82 x.mnt S: 36.5 0C
A: Masalah nyeri akut belum teratasi
Indikator Awal Tujuan Akhir

1. Nyeri yang dilaporkan 4 5 4


2. Ekspresi nyeri wajah 3 4 3
3. Mengerinyit 3 4 4

P: lanjutkan intervensi 1 sampai dengan 7


2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan suhu tubuh pasien optimal dengan kriteria hasil :
36

Tabel indikator Termoregulasi


No Indikator Awal Tujuan Akhir
1 Hipertermi 3 5
2 Peningkatan suhu tubuh 3 5
3 Dehidrasi 2 5  

Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

Intervensi
Perawatan demam
1. Pantau suhu dan tanda – tanda vital lainnya
2. Monitor warna kulit dan suhu
3. Monitor asupan dan keluaran kehilangan cairan
4. Dorong konsumsi cairan
5. Berikan obat atau cairan IV (misalnya antipirektik, agen antibakteri
dan agen anti menggigil)
6. Anjurkan pasien menggunakan pakaian ringan
a. Hari ke 1
1) Mengukur suhu tubuh pasien dan melakkan pengukuran tanda
tanda vital
2) Memasukan infus paracetamol 1 gr
3) Menganjurkan pasien untuk banyak minum
4) Menganjurkan pasien untuk menggunakan baju yang ringan atau
menyerap keringat
5) Mengganti infus RL 20 tpm
6) Mengukur suhu tubuh pasien setelah 2 jam pemberian
7) Mengobservasi warna kulit pasien
b. Hari ke 2
37

1) Mengukur suhu tubuh pasien dan melakkan pengukuran tanda


tanda vital
2) Memberikan obat paracetamol tablet 500 mg
3) Menganjurkan pasien untuk banyak minum
4) Menganjurkan pasien untuk menggunakan baju yang ringan atau
menyerap keringat
5) Mengukur suhu tubuh pasien setelah 2 jam pemberian
6) Mengobservasi warna kulit pasien
c. Hari ke 3
1) Mengukur suhu tubuh pasien dan melakkan pengukuran tanda
tanda vital
2) Memasukan infus paracetamol 1 gr
3) Menganjurkan pasien untuk banyak minum
4) Menganjurkan pasien untuk menggunakan baju yang ringan atau
menyerap keringat
5) Mengganti infus RL 20 tpm
6) Mengukur suhu tubuh pasien setelah 2 jam pemberian
7) Mengobservasi warna kulit pasien

Evaluasi diagnosa ke 2 (SOAP akhir)


S: pasien mengatakan tidak mengalami demam
O: Akral terba hangat
TD: 110/70 mmHg RR: 22x/mnt
ND: 82 x.mnt S: 36.5 0C
A: Masalah hipertermi teratasi
N
o Indikator Awal Tujuan Akhir
1 Hipertermi 3 5 5
2 Peningkatan suhu tubuh 3 5 5
3 Dehidrasi 2 5  5

P: Pertahankan intervensi

3. Resiko infeksi
38

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,


diharapkan masalah risiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Tabel Indikator : Status Imunitas
N
o Indikator Awal Tujuan Akhir
1 Suhu tubuh 3 5
2 Integritas kulit 3 5
3 Jumlah leukosit 4 5  
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Intervensi
Perlindungan infeksi
1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Periksa kulit untuk mengetahui adanya kemerahan, kehangatan
ekstrem
4. Anjurkan istirahat
5. Kolaborasikan pemberian obat aantibiotik sesuai anjuran
Imlementasi
a. Hari ke 1
1) Melakukan pemeriksaan untuk mengetahui ada atau tidaknya tanda
dan gejala infeksi
2) Memeriksa kulit pasien untuk mengetahui adanya kemerahan dann
kehangatan ekstrem
3) Melihat hasil pemeriksaan lab hasil leukosit
4) Melakukan skin test injeksi obat ceftriaxon
5) Melakukan evalusi 15 menit setelah skin test untuk mengatahui
adanya alergi terhadap obat antibiotik
6) Memasukan injeksi ceftriaxon (antibiotik) 1gr melalui IV bolus
39

b. Hari ke 2
1) Melakukan pemeriksaan untuk mengetahui ada atau tidaknya tanda
dan gejala infeksi
2) Memeriksa kulit pasien untuk mengetahui adanya kemerahan dann
kehangatan ekstrem
3) Memasukan injeksi ceftriaxon (antibiotik) 1gr melalui IV bolus
4) Memasukan obat ondansentron
c. Hari ke 3
1) Melakukan pemeriksaan untuk mengetahui ada atau tidaknya tanda
dan gejala infeksi
2) Memeriksa kulit pasien untuk mengetahui adanya kemerahan dann
kehangatan ekstrem
3) Memasukan injeksi ceftriaxon (antibiotik) 1gr melalui IV bolus
Evaluasi diagnosa ke 3 (SOAP akhir)
S: pasien mengatakan badan terasa lemas, mual (-), tidak adaa tanda
gejala infeksi
O: Pasien tampak membaik, tidak terlihat tanda dan gejla infeksi
A: masalah resio infeksi teratasi
N
o Indikator Awal Tujuan Akhir
1 Suhu tubuh 3 5 5
2 Integritas kulit 3 5 5
3 Jumlah leukosit 4 5  5
P: Pertahankan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pelaksanaan Asuhan


Keperawatan pada Ny. S dengan P1 A0 Indikasi Kista Ovarium di Ruang
Bougenvil RSUD Dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi. Pembahasan ini, penulis mencoba untuk
mengkaitkan antara referensi yang didapat tentang pasien dengan kondisi pasien.
A. Pengkajian
40

Pengkajian adalah salah satu dari komponen proses keperawatan yang


merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali
permasalahan pasien, meliputi usaha pengumpulan data dan membuktikan
data tentang status kesehatan seorang pasien. Keahlian dalam melakukan
observasi, komunikasi, wawancara, dan pemeriksaan fisik sangat penting
untuk mewujudkan fase proses keperawatan (Muttaqin, 2012).
Dari hasil wawancara pada tanggal 28 Januari 2020, penulis
mendapatkan data pada saat pengkajian adalah pasien bernama Ny. S ,
berumur 31 tahun, jenis kelamin perempuan, tempat tanggal lahir
Purbalingga 11 oktober 1988, pasien agama islam, pasien sudah menikah,
alamatnya Badak, suku/ bangsa Jawa/ Indonesia, Pendidikan terakhir pasien
adalah SD, pekerjaan IRT (ibu rumah tangga), pasien masuk rumah sakit
pada tanggal 28 januari 2020, diagnpsa medik Kista Ovarium. Sumber
informasi didapatkan dari pasien dan rekam medik rumah sakit.
Data mengenai identitas pasien sangat perlu dikaji, karena penyakit Kista
Ovarium biasanya sebagian besar terjadi pada perempuan
Pada tahap pengkajian hal-hal yang dikaji sesuai dengan konsep
keperawatan yaitu identifikasi, status kesehatan, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan pengkajian pola
fungsional Gordon. Alasan penulis menggunakan pola pengkajian fungsional
gordon adalah pola fungsional gordon ini mempunyai aplikasi luas untuk
para perawat dengan latar belakang pratek yang beragam. Setiap pola
merupakan suaturangkaian perilaku yang membantu perawat mengumpulkan,
mengorganisasikan, dan memilah-milah data (Judith M, Wilkinson, 2012).
Pada saat pengkajian, penulis memperoleh data fokus bahwa pasien
mengeluh nyeri, penulis melakukan pengkajian sejak kapan nyeri itu
muncul. Pada data objektif ditemukan pasien tampak menahan nyeri,
melindungi area nyeri dan pasien tampak lemas.
Pada pengkajian pola fungsional gordon, pada pola aktivitas dan latihan
Nursalam (2013) menggambarkan pola latihan,aktivitas, fungsi pernapasan
dan sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak
41

tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain keampuan klien dalam
menata diri apabila tingkat kemampuan 0: mandiri, 1: dengan alat bantu, 2:
dibantu orang lain, 3: dengan bantun orang dan alat, 4: ketergantungan
penuh.
Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang sistematis
yang menggunakan observasi (yaitu indra penglihatan, pendengar, pencium,
dan peraba) untuk mendeteki masalah kesehatan ( Kozier, dkk, 2011).
Pendekatan pengkajian pemeriksaan fisik yang dilakukan penulis yaitu
secara head to toe yaitu observasi dari kepala secara berurutan sampai ke kaki
(keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, telinga, hidung, mulut dan
tenggorokan, leher, punggung, dada, paru, jantung, abdomen, ginjal,
genetalia dan kaki ). Alasan penggunaan pemeriksaan fisik secara head to toe
adalah hasil pengkajian lebih spesifik dan memiliki urutan yang runtut dari
tubuh bagian atas sampai ujung kaki (Asmadi,2012 )
Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan tanda-tanda vital,
merupakan satu cara untuk mendeteksi adanya perubahan pada sistem tubuh.
Adanya perubahan tanda vital misalnya suhu tubuh dapat menunjukkan
keadaan metabolisme dalam tubuh, denyut nadi dapat menunjukkan
perubahan pada sistem kardiovaskuler yang dapat dikaitkan dengan denyut
nadi. Perubahan tanda vital dapat tetjadi bila tubuh dalam kondisi aktivitas
berat/ dalam keadaan sakit dan perubahan tersebut merupakan indikator
adanya gangguan sistem tubuh (Hidayat & Musrifatul, 2012)
Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi nadi ( nilai normal 60-100
x/menit), irama nadi teratur/tidak teratur, kualitas lemah atau kuat. Tekanan
darah (nilai normal diastolik 60-80, sistolik 90-130 mmHg) pernafasan (nilai
normal untuk dewasa yaitu 16-24 x/menit, irama pernafasa teratur atau tidak).
Suhu (nilai normal 36,0° - 37,5° c ) (Hidayat, 2013). Dari hasil observasi
tanggal 28 Januari 2020 penulis mendapatkan data kondisi umum pasien
lemah, kesadaran composmetis, GCS 15, TD: 100/60 mmHg, Nadi:
89x/menit, RR: 22x/menit, Suhu: 38,90C, BB: 57 kg, TB: 158 cm.
42

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui zat yang ada


didalam darah seperti kimia klinik, hemoglobin, hematokrit, dan urin. Hasil
pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada tanggal 28 januari 2020 jam
17.11 WIB yaitu : Hb 12.5 (11.7 – 15.5 g/dL), leukosit 17.5 (2.6 – 1i
10^3/uL), Ht 28 (25 – 47 % ), Eritrosit 4.8 (2.5 – 5.2 10^6/uL), Trombosit
282 (150 – 440 10^3/uL), MCH 31 (26 – 34 pg), MCHC 26 (22 – 36 %),
MCV 66 (80 – 100 fL), Eosinofil 0 (1 – 3 %), Basofil 0 (0 – 1 %), Neurofil
segemen 79 (50 – 70 %), Limfosit 13 (25– 40 %), Monosit 6 (2 – 8 %), Gula
darah sewaktu 91.0, Kreatinin 0.75 (0.4 – 0.9 mg/dL), Ureum 18.8 (10 – 56
mg/dL), Asam urat 5.00 ( <6.8 mg/dL). Thypi O positif 1/640 (Negatif),
Thyphi H positif 1/640 (Negatif), parathypi A-H Positif 1/320 (Negatif). Hal
ini sesuai dengan teori dari Nugraha (2017) pada hasil laboratorium darah
menunjukan kenaikan eritrosit dan leukosit.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan didefinisikan sebagai penilaian klinis tentang
pengalaman/ respon individu, keluarga, kelompok, atau komunitas tehadap
masalah kesehatan/ proses kehidupan aktual atau potensial, dan memberi
dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan (Herdman & Kamitsuru 2015).
1. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus yang sesuai dengan
teori
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau yang di gambarkan sebagai kerusakan, awitan yang tiba-
tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat dia atasi atau di prediksi.
Batasan karakeristik; ekspresi nyeri wajah, keluhan tentang
intensitas menggunakan standar skala nyeri (misalnya, skala Wong-
Baker, FACES, skala analog visual, skala penilaian numerik), keluhan
tentang karakteristik nyeri, laporan tentang perubahan perilaku/
43

aktivitas, mengekspresikan prilaku seperti gelisah dan merengek, sikap


melindungi area nyeri. Faktor yang berhubungan antara lain agens
cidera biologis (misalnya infeksi, iskemia, neoplasma), agens cidera
fisik (misalnya abses, luka, menganggkat berat,prosedur bedah,
trauma), agens cidera kimiawi (misalnya luka bakar, kapsaisin, metilen
klorida, agens mustard). Diagnosa keperawatan nyeri akut di temukan
dikasus dengan dukungan data hasil pengkajian pasien mengeluh nyeri,
P: nyeri terjadi saat kambuh, Q: nyeri seperti ditusuk tusuk, R: nyeri
dibagian perut kanan bawah dan menjalar ke punggung, S: skala nyeri
7, T: nyeri kadang-kadang bila kambuh. Hal tersebut sesuai dengan
teori Nugraha (2012), dimana diagnosa nyeri akut pada pasien dengan
kista ovarium merupakan tanda gejala dari penyakit ini.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses pernyakit
Hipertermi adalah suhu inti tubuh di atas kisaran normal diurnal
karena kegagalan termoregulasi. Batasan karakteristik diagnosa
hipertermi antara lain; apnea, gelisah, kulit teraba hangat. Faktor yang
berhubungan atara lain; agens farmaseutikal, aktivitas berlebih,
dehidrasi, peningkatan laju metabolisme, proses penyakit, suhu
lingkungan tinggi(Herdman dan Kamitsuru 2015). Diagnosa
kperawatan hipertermi di tegakan karena berdasarkan hasil
laboratorium thyphi o (+) 1/640, thyphi H (+) 1/640, parathypi A-H (+)
1/320, akral teraba hangat, S: 38,90C.

c. Resiko infeksi
Resiko infeksi adalah rentan mengalami invasi dan multiplikasi
organisme patogenik yang dapat menganggu kesehatan. Faktor resiko;
kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen, prosedur
invasif, gangguan integritas kulit, penurunan hemoglobin, leukopenia,
obesitas, supresi respons inflamasi Herdman dan Kamitsuru 2015)..
Diagnosa keperawatan resiko infeksi pada kasus ditemukan karena dari
44

hasil pengkajian pasien didapatkan hasil asien mengatakan lemas, mual,


leukosit tinggi 17,5 10 ^3/dL.
2. Diagnosa keperawatan yang tidak di temukan pada pasien tetapi ada dalam
teori
a. Ansietas
Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekehawatiran yang samar
disertai respon otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghadapi ancaman. Batasan
karakteristiknya antara lain : perilaku (agitasi, gelisah, gerakan ekstra,
insomnia, kontak mata yang buruk, melihat sepintas, tampak waspada
dan perilaku mengintai), afektif (berfokus pada diri sendiri, distres,
gelisah, gugup, kesedihan yang mendalam, ketakutan dan putus asa),
fisiologis (gemetar, peningkatan keringat, peningkatan ketegangan,
suara bergetar, tremor dan wajah tegang). Faktor yang berhubungan
antara lain : ancaman kematian, ancaman pada status terkini, hereditas,
stresor dan pajanan pada toksit.
Diagnosa keperawatan ansietas pada kasus tidak ditemukan karena dari
hasil pengkajian pasien mengatakan sudah paham dengan penyakit yang
dideritanya dan pasien juga cenderung tenang tidak mengekspresikan
kekhawatiran karena kondisi kesehatan saat ini dan sudah menyerahkan
segala sesuatunya kepada Allah SWT.

b. Konstipasi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai
kesulitan atau pengeluaran fese tidak tuntas atau feses yag keras, kering
dan bayak. Batas karakteristik diagnosa konstipasi meliputi; bising usus
hipoaktif, feses keras dan berbentuk, massa abdomen yang dapat teraba,
mengejan saat defekasi, nyeri abdomen, nyeri pada saat defekasi,
45

penurunan frekuensi, penurunan volume feses, perubahan pada pola


defekasi, tidak dapat mengeluarkan feses. Faktor yang berhubungan
dengan diagnosa konstipasi antara lain; kebiasaan defekasi tidak
teratur, kebiasan menekan doronga defekasi, dehidrasi, asupan cairan
tidak cukup, kebiasaan makan buruk, asupan serat tidak cukup,
perubahan kebiasaan makan. Diagnosa keperawatan konstipasi tidak
ditrmukan dikasus karena pasien tidak ada maslah pada eliminasi
BAKnya.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer adalah penurunan sirkulasi
darah ke perifer yang dapat menganggu kesehatan. Batasan
karakteristik diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer antara
lain; nyeri ekstermitas, penurunan nadi perifer, perubahan tekanan
darah, keterlambatan penyembuhan luka perifer, waktu pengisian
kapiler lebih dari 3 detik, perubahan karakteristik kulit. Faktor yang
berhubungan antara lain; diabetes melitus, gaya hidup kurang gerak,
hipertensi, kurang pengetahuan tetang faktor pemberat dan proses
penyakit (Herdman dan Kamitsuru 2015). Diagnosa ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer tidak ditemukan dalam kasus karena pasien
tidak mengalami nyeri pada ekstermitas, CRT > 3 detik, dan tidak
mengalami perubahan warna kulit.

C. Intervensi Implementasi dan Evaluasi


Dalam pembentukan intervensi, implementasi dan evalusi atau yang
dilakukan pada pasien untuk dikelola dalam 3 x 24 jam telah dibuat sesuai
dengan kondisi yang dialami pasien yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
Dalam perencanaan tindakan asuhan keperawatan yang ditegakan
dalam waktu 3 x 24 jam, masalah nyeri akut dapat teratasi, rencana
tindakan yang telah dilakukan adalah meliputi lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset, frekuensi
46

kualitas dan faktor pencetus, tentukan lokasi, kualitas dan tingkatan


nyeri pada pasien, observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan, kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon terhadap ketidaknyamanan, dukung istirahat /
tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri, ajarkan
penggunaan teknik nonfarmakologi seperti relaksasi nafas dalam,
kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi dokter. Dari 7 intervensi
yang penulis rencanakan semuanya telah diimplemetasikan dan
tindakan yang paling efektif adalah pemberian obat analgesik keterolac
30 mg, dan relaksasi nafas dalam. Setelah melakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 perawatan masalah belum teratasi karena
pasien masih mengeluhkan nyeri.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Dalam perencanaan tindakan asuhan keperawatan yang ditegakan dalam
waktu 3 x 24 jam, masalah nyeri akut dapat teratasi, rencana tindakan
yang telah dilakukan adalah Perawatan demam; pantau suhu dan tanda –
tanda vital lainnya, monitor warna kulit dan suhu, monitor asupan dan
keluaran kehilangan cairan, dorong konsumsi cairan, berikan obat atau
cairan IV (misalnya antipirektik, agen antibakteri dan agen anti
menggigil), anjurkan pasien menggunakan pakaian ringan. Dari 7
intervensi yang penulis rencanakan semuanya telah diimplementasikan
yaitu; mengukur suhu tubuh pasien dan melakkan pengukuran tanda
tanda vital, memasukan infus paracetamol 1 gr, menganjurkan pasien
untuk banyak minum, menganjurkan pasien untuk menggunakan baju
yang ringan atau menyerap keringat, mengganti infus RL 20 tpm,
mengukur suhu tubuh pasien setelah 2 jam pemberia, mengobservasi
warna kulit pasien. Tindakan yang paling efektif untuk diagnosa
hipertermi adalah pemberian infus paracetamol dan menganjurkan
pasien bayak mengkonsumsi cairan. Tindakan tersebut telah dilakukan
selama 3 x 24 jam dan masalah hipertermi teratsi. Hal ini ditandai
47

dengan pasien mengatakan sudah tidak mengalami demam, dan akral


teraba hangat , S: 36,50C.
3. Resiko infeksi
Dalam perencanaan tindakan asuhan keperawatan yang ditargetkan
dalam waktu 3 x 24 jam, masalah resiko infeksi diharapkan dapat
teratasi, rencana tindakan yang telah dilakukan pada diagnosa
keperawatan ini meliputi Perlindungan infeksi; monitor adanya tanda
dan gejala infeksi sistemik dan lokal, monitor kerentanan terhadap
infeksi, periksa kulit untuk mengetahui adanya kemerahan, kehangatan
ekstrem, anjurkan istirahat, kolaborasikan pemberian obat aantibiotik
sesuai anjuran.
Dari ke 6 intervensi yang penulis rencanakan semuanya telah
diimplementasikan adalah memonitor adanya tanda dan gejala infeksi,
memeonitor kerentanan infeksi, memeriksa kulit untuk mengetahuai
adanya kemerahan, menganjurka pasien untuk istirahat dan tidur,
melakukan skin test injeksi obat ceftriaxon, melakukan evalusi 15 menit
setelah skin test untuk mengatahui adanya alergi terhadap obat
antibiotik, emasukan injeksi ceftriaxon (antibiotik) 1gr melalui IV
bolus. Tindakan yang paling efektif adalah dengan pemeberian injeksi
ceftriaxon 1 gram. Setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam dan dalam 3 hari perawatan masalah resiko infeksi teratasi di
tandai dengan tidak ada tanda dan gejala infeksi.

BAB V
PENUTUP
48

A. Kesimpulan
1. Dari hasil pengkajian yang dilakukan penulis pada Ny. S diperoleh data
bahwa diagnosa medis Ny. S adalah Kista ovarium dan mempunyai
riwayat penyakit TBC pada tahun 2007 dan melakukan pengobatan
tuntas.
2. Diagnosa keperawatan yang dirumuskan pada kasus Ny. S dengan kista
ovarium, ditemukan nyeri akut b.d ageens cidera biologis, hipertermi b.d
proses penyyakit dan resiko infeksi.
3. Intervensi keperawatan yang dirumuskan untuk diagnosa lakukan
pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset,
frekuensi kualitas dan faktor pencetus, tentukan lokasi, kualitas dan
tingkatan nyeri pada pasien, observasi adanya petunjuk nonverbal
mengenai ketidaknyamanan, kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon terhadap ketidaknyamanan, dukung istirahat /
tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri, ajarkan
penggunaan teknik nonfarmakologi seperti relaksasi nafas dalam,
kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi dokter. Untuk diagnosa
pantau suhu dan tanda – tanda vital lainnya, monitor warna kulit dan
suhu, monitor asupan dan keluaran kehilangan cairan, dorong konsumsi
cairan, berikan obat atau cairan IV (misalnya antipirektik, agen
antibakteri dan agen anti menggigil), anjurkan pasien menggunakan
pakaian ringan. Untuk diagnosa ; monitor adanya tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal, monitor kerentanan terhadap infeksi, periksa kulit
untuk mengetahui adanya kemerahan, kehangatan ekstrem, anjurkan
istirahat, kolaborasikan pemberian obat aantibiotik sesuai anjuran.
4. Implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubunga dengan agens cidera
biologis, hipotermi berhubungn dengan proses penyakit, dan resiko
infeksi dilakukan selama 3x24 jam. Implementasi diagnosa nyeri akut
yaitu menginjeksi keterolac 30 mg dan relaksasi nafas dalam, untuk
diagnosa hipertermi yaitu pemberian infus paracetamol dan menganjurka
49

pasien bayak mengkonsumsi cairan dan untuk diagnosa resiko infeksi


yaitu menginjeksi ceftriaxon 1 gram.
5. Evaluasi pada catatan perkembangan pasien menggunakan SOAP dengan
diagnosa nyeri akut, hipertermi dan resiko infeksi telah teratasi .

B. Saran
1. Mahasiswa
Lebih termotivasi untuk mencari informasi atau menambah pengetahuan
dan wawasan dari buku atau tenaga kesehatan sehingga dapat mencegah
atau menangani gangguan sistem pernafasan ini.
2. Institusi Pendidikan
Penulis sangat mengharapkan kepada Stikes Serulingmas Cilacap untuk
menambah referensi terbaru tentang penyakit kista ovarium, untuk
mempermudah dalam pencarian sumber referensi materi penususnan
tinjauan teori pada asuhan keperawatan.
3. Rumah Sakit
Perlu adanya kerjasama antara ruangan dengan bagian tenaga kesehatan
yang lain untuk mengatasi masalah yang ada pada pasien.
50

DAFTAR PUSTAKA

Agusfarly. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP SP

Asmadi (2013). Teknik Prosdural Keperawatan Konsep dan Aplikasi. Jakarta:


EGC
Bulechek. .(2016). Nursing interventions Classificationn (NIC). 6 th
edition.Singapura. Elseveir

Billota. (2012). Kapita Selecta Penyakit Dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta:


EGC
Depkes RI. (2017). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Dinkes, Jateng (2017). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang:
Dinkes Jateng
Herdman, H. 2015. Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta : EGC

Judith Judith, A,A.Rector C., Et all.(2011). Community Health Nursing


Promoting and Protecting the Public’s Health.(7th ed). USA: Lippincott
Williams & Wilkins

Kozier ,B.,Glenora Erb, Audrey Berman dan Shirlee J.Snyder. (2010). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan ( Alih bahasa : Esty Wahyu ningsih, Devi
yulianti, yuyun yuningsih. Dan Ana lusyana ). Jakarta :EGC

Manuaba. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk


Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC.

Kozier ,B.,Glenora Erb, Audrey Berman dan Shirlee J.Snyder. (2010). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan ( Alih bahasa : Esty Wahyu ningsih, Devi
yulianti, yuyun yuningsih. Dan Ana lusyana ). Jakarta :EGC

Muslihatun. (2012). Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Nugroho. (2012). Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta: Nuha Medika

Nur’arif & Kusuma .(2015). Aplikasi Asuha Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis Dan Nanda NIC NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogyakarta:
Medication Jogja

Prawirohardjo. 2005. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal, Edisi 1. Jakarta : Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai