Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat atau
sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh disfungsi
otak sesaat dimanifestasikan sebagai fenomena motorik, sensorik, otonomik atau
psikis yang abnormal. Epilepsi merupakan akibat gangguan otak dengan serangan
kejang spontan yang berulang (Satyanegara, 2010).

Epilepsi adalah gejala kompleks akibat dari ganggguan fungsi otak berat di
karakteristikan oleh kejang berulang, sehingga epilepsi bukan penyakit suatu gejala
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

2. Etiologi
Penyebab epilepsi menurut Nurarif dan Kusuma (2015) , sebagai berikut :
a. Idiopatik
b. Faktor herediter : ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang di sertai
bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, hipoglikemi dll.
c. Faktor genetik
d. Kelainan congenital otak
e. Gangguan metabolik
f. Infeksi yang disebabakan oleh bakteri atau virus pada otak dan selaput
toksoplasmosis
g. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
h. Keracunan
3. Manifestasi klinis
a. Gejala kejang yang spesifik akan tergantung pada macam kejangnya, jenis
kejang dapat bervariasi antara pasien, namun cenderung serupa.
b. Kejang kompleks parsial dapat termasuk gambaran somatosensori atau motor
vokal
c. Kejang kompleks parsial dikaitkan dengan perubahan kesadaran
d. Ketiadaan kejang dapat tampak relative ringan dengan periode perubahan
kesadaran hanya sangat sinyak (detik).
e. Kejang tonik klonik umum merupakan episode konvulsif utama dan selalu
dikaitkan dengan kehilangan kesadaran.

Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang pada epilepsi di bagi menjadi :

a. Kejang umum, terbagi atas :


1) Tonic Clonic Convulsion
Merupakan bentuk paling banyak terjadi pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas
terengah-engah, keluar air liur, bisa terjadi sianosis, ngompol, atau
menggigit lidah terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah,
kebingungan, sakit kepala.
2) Abscense Attacks/ Lena
Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal
remaja penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan
kepala terkulai kejadiannya Cuma beberapa detik dan bahkan sering tidak
disadari.
3) Myoclonic Seizure
Biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien mengalami
sentakan yang tiba-tiba.
4) Atonic Seizure
Jarang terjadi pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, tapi bisa
segera recovered.
b. Kejang parsial / focal
1) Simple partial seizures
Pasien tidak kehilangan kesadaran terjadi sentakan-sentakan pada bagian
tertentu dari tubuh.
2) Complex partial seizures
Pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan mengunyah,
meringis, dan lain-lain tanpa kesadaran.
4. Patofisiologi
Mekanisme bangkitan epilepsi terjadi karena adanya gangguan pada
membran sel neuron, membran sel neuron bergantung pada permeabilitas sel
terhadap ion natrium dan kalium. Membran neuron sangat permeabel terhadap ion
kalium dan kurang permeabel terhadap ion natrium sehingga didapatkan
konsentrasi ion kalium yang tinggi dan konsentrasi ion natrium yang rendah
didalam sel dalam keadaan normal. Sifat permeabel membran sel dapat berubah
sehingga terjadi perubahan kadar ion dan perubahan potensial aksi. Perubahan
potensial aksi pada membran sel tersebut akan menjadi stimulus yang efektif pada
membran sel dan menyebar sepanjang akson, sehingga terjadilah kejang
(Satyanegara, 2010) .

Mekanisme lain kejang berhubungan dengan inhibisi presinap dan


pascasinap. Sel neuron berhubungan satu sama lain melalui sinap-sinap. Potensial
aksi yang terjadi di satu neuron dihantarkan melalui neural akson yang kemudian
melepaskan neurotransmitter pada sinap, zat tersebut dapat mengeksitasi atau
menginhibisi membran pascasinap. Neurotransmitter eksitasi (asetilkolin, glutamic
acid, aspartat, norepinephrin, histamin, purin, peptida) mengakibatkan depolarisasi,
sedangkan neurotransmitter inhibisi (gamma-amino butyric acid (GABA), glisin,
dopamin) menyebabkan hiperpolarisasi neuron sehingga terjadi inhibisi pada
transmisi sinap (Henry, 2012). Kegagalan mekanisme inhibisi akan menimbulkan
lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan gangguan sintesis GABA sehingga
terjadi perubahan keseimbangan eksitasi inhibisi, aktifitas eksitasi lebih dominan
dibandingkan aktifitas inhibisi sehingga muncul bangkitan epilepsi(Nurarif dan
Kusuma, 2015).
5. Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Zulies (2011), sebagai berikut :
a. Elektroensefalogram (EEG)
b. Magnetic responance imaging (MRI)
c. Computed tomography ( CT Scan)
7. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
1) Amati faktor pemicu
2) Menghindari faktor pemicu (jika ada) misalnya: stress, OR, konsumsi kopi
atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dan lain-lain.
b. Farmakologi
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi
yaitu :
1) Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah
dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
2) Terapi dimulai dengan monoterapi
3) Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap
sampai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
4) Apabila dengan penggunaan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis
terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.
5) Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan
tidak terkontrol dengan pemberian OAE pertama dan kedua.
8. Pengkajian
a. Identitas/ biodata pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa,nama orang tua, pekerjaan orang tua, pekerjaan
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Istirahat dan aktivitas
Gejala : keletihan, kelemahan , keterbatasan dalam beraktivitas
f. Eliminasi
g. Nutrisi
9. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
b. Hambatan mobilitas fisik
c. Ansietas
d. Defisit pengetahuan
10. Intervensi
a. Ketidakfektifan bersihan jalan nafas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam ,diharapkan
kepatenan jalan napas pasien normal dengan kriteria hasil :
Tabel Indikator status pernapasan: kepatenan jalan nafas
No Indikator Awal Tujuan Akhir
1 Suara nafas tambahan
2 Batuk
3 Akumulasi sputum
4. Penggunaan otot bantu nafas
Keterangan
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
Intervensi
Manajemen jalan napas
1) Monitor kecepatan irama, kedalaman dan kesulitan bernapas
2) Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebgaimana mestinya
3) Auskultasi suara nafas
4) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5) Posisikan pasien untuk meringankan sesak nafas (semi fowler / fowler)
6) Buang sekret dengan memotifasi pasien untuk melakukan batuk efektif
7) Kelola udara dan O2 yang dilembabkan,sebagaimana mestinya
8) Kelola pemberian nebulizer sebagaimana mestinya
b. Hambatan mobilitas fiisik
Setelah dilakukan tindakan keperawata selama x 24 jam diharapkan masalah
hambatan mobilitas fisik pada pasien dapat tertasi. Dengan kriteria hasil:
Tabel indikator: Pergerakan sendi pasif
Indicator Awal Tujuan Akhir
Jempol
pergelangan tangan
Siku
Bahu
Keterangan :

1. Deviasi berat dari kisaran normal


2. Deviasi yang cukup dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada dari kisaran normal

Intervensi

1) Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri dan ketidaknyamanan


selama pergrakan
2) Lindungi pasien dari trauma selama latihan
3) Bantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang optimal untuk pergerakan
sendi
4) Dukung pasien untuk duduk di tempat tidur
5) Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam mengembangkan dan
menerapkan sebuah program latihan
c. Ansietas
Setelah dilakukan tindakan keperawata selama 2 x 24 jam diharapkan
masalah ansietas pasien dapat tertasi. Dengan kriteria hasil:
Indicator Awal Tujuan Akhir
Perasaan gelisah
Wajah tegang
Susah tidur
Keterangan :
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Intervensi
1) Kaji untuk tanda vebal dan non verbal kecemasan pasien
2) Pahami situasi krisis dari yang terjadi dari perspektif klien
3) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
4) Berikan informasi terkait diagnosis, pengobatan dan prognosis
5) Motivasi paisen untuk menghilangkan kecemasan yang di alami
6) Dorong keluarga untuk mendampingi pasien dengan cara yang tepat
d. Defisit Pengetahuan
Setelah diilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan
masalah defisit pengetahuan pada keluarga pasien dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
Tabel indikator: Pengetahuan Proses Penyakit
Indicator Awal Tujuan Akhir
Tanda dan gejala penyakit
Faktor resiko
Proses perjalanan penyakit
Keterangan :
1. Tidak ada pengetahuan
2. Pengetahuan terbatas
3. Pengetahuan sedang
4. Pengetahuan banyak
5. Pengetahuan sangat banyak
Intervensi
Pengajaran proses penyakit
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien terkait dengan proses penyakit
2) Kenali pengetahuan keluarga paasien terkait kondisi pasien
3) Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit, sesuai kebutuhan
4) Identifikasi kemungkinan penyebab
5) Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin terjadi
6) Perkuat informasi yang diberikan dengan anggota tim kesehatan lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2015).
Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6. United Kingdom:
Elsevier.

Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi &

Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Nurarif,H,A & Kusuma K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: Medi
Action

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2015). Nursing Outcomes
Classification (NOC). Edisi 5. Singapore: Elsevier Inc.

Satyanegara.(2010). Ilmu Bedah Saraf Edisi 4. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai