Anda di halaman 1dari 48

HUBUNGAN INKONTINENSIA URIN DENGAN KUALITAS

TIDUR PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


TELAGA KABUPATEN GORONTALO

PROPOSAL PENELITIAN

ANNISA MAULUDIYAH USMAN


NIM. C01417015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2021
PENGESAHAN PEMBIMBING

Judul Penelitian : Hubungan Inkontinensia Urin Dengan Kualitas Tidur Pada


Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga Kabupaten
Gorontalo
Nama : Annisa Mauludiyah Usman
Nim : C01417015
Program Studi : Ilmu Keperawatan

Disetujui Pembimbing

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Ns. Andi Nuraina Sudirman, S.Kep, M.Kep Ns. Fadli SyamsuddinM.Kep,Sp.KMB


NIDN. 0923109101 NIDN. 924118701

Mengetahui

Dekan Ketua Program Studi


Fakultas Ilmu Kesehatan Ilmu Keperawatan

Ns. Abdul Wahab, Pakaya, MM, M. Kep Ns. Harismayanti, S.Kep, M.Kep
NIDN. 8825150017 NIDN. 0920048704

ii
KATA PENGANTAR

Dengan Sepenuh hati yang meliputi pengertian syukur dan puji, penulis
memanjatkan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal dengan judul
“Hubungan Inkontinensia Urin Dengan Kualitas Tidur Pada Lansia di Wilayah
kerja Puskesmas Telaga”.

Harus diakui banyak hal yang masih membutuhkan sentuhan perbaikan


dalam upaya penyempurnaan hasil penelitian ini. Olehnya penulis tiada henti-
hentinya berucap syukur ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan kecerahan
pemikiran dan umur yang panjang hingga penulis dapat mengenyam pendidikan
Strata (S1) Program Studi Ilmu Keperawatan di Universitas Muhammadiyah
Gorontalo.

Selesainya proposal Ini berkat bimbingan dan dorongan dari berbagai


pihak oleh karena itu melalui kesempatan ini meyampaikan terimah kasih
kepada:

1. Prof. Dr. Abdul Kadim Masoang, M.pd. Selaku Rektorat Universitas


Muhammadiyah Gorontalo
2. Prof. Dr. Hj. Moon Hdayati Otoluwa M.Hum Selaku wakil Rektorat I Dalam
Bidang.
3. Dr. Salahudin Pakaya, MH. Selaku Wakil Retor II
4. Apris Ara Tilome, S.Ag, M.Si selaku wakil Rektor III
5. Ns. Abdul Wahab Pakaya, S.Kep, MM, M.kep Selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo.
6. Ns. Andi Akifa Sudirman, S.Kep. M.Kep selaku Ketua Jurusan
7. Ns. Harismayanti, S.kep M.kep selaku ketua program studi Keperawatan
Universitas Muhammadiyah georontalo.
8. Ns. Andi Nuraina Sudirman, S.Kep, M.Kep selaku Pembimbing 1 yang telah
banyak membantu dan memberikan bimbingan, penghargaan serta masukan
dalam menyelesaikan proposal ini.
9. Ns. Fadli Syamsuddin, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB selaku Pembimbing 2 yang
telah banyak membantu dan memberikan bimbingan, penghargaan serta
masukan dalam menyelesaikan proposal ini.
10. Bapak/ibu Dosen Program Studi S1 Keperawatan yang telah memberikan
ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam
kehidupan penulis.

iii
11. Teman seperjuangan S1 Keperawatan 2017 dengan penuh keikhlasan
membantu penulis dan selalu menemani dalam menyelesaikan proposal ini.
Seluruh Civitas Akademika Program Studi Ners Universitas
Muhammadiyah gorontalo, terimah kasih atas ilmu yang diberikan. Seluruh Staf
Pegawai Admistrasi dilingkungan fakultas Ilmu Kesehatan yang lebih khusus
lagi pada jurusan ilmu keperawatan Universitas Muhammadiyah gorontalo yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian studi.
Kedua orang tua yang telah membimbing dengan kasih sayang dan
pengorbanannya hingga dapat mengikuti program pendidikan ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan, wawasan dan kemampuan penulis, Oleh karena itu,
penulis sangat menghargai masukan guna penyempurnaan dalam penyusunan
hasil penelitian ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pengambil
keputusan, pemerhati dan mahasiswa khususnya keperawatan.

Gorontalo, September 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................Error: Reference source not found

PENGESAHAN PEMBIMBING ..................Error: Reference source not foundI

KATA PENGANTAR................................... Error: Reference source not foundi

DAFTAR ISI.......................................................................................................... v

DAFTAR TABEL......................................... Error: Reference source not foundi

DAFTAR GAMBAR..................................... Error: Reference source not foundi

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... ix

BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah....................................................................................5
1.3 Rumusan Masalah......................................................................................5
1.4 Tujuan Penelitian........................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian......................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7
2.1 Konsep Teori...............................................................................................7
2.2 Inkontinensia Urin......................................................................................14
2.3 Penelitian Relevan.....................................................................................17
2.4 Kerangka Teori..........................................................................................18
2.5 Kerangka Konsep......................................................................................19
2.6 Hipotesis Penelitian...................................................................................19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................20
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................20
3.2 Desain Penelitian.......................................................................................20
3.3 Variabael Penelitian...................................................................................20
3.4 Definisi Operasional...................................................................................21
3.5 Instrumen Penelitian..................................................................................22
3.6 Populasi dan Sampel.................................................................................23
3.7 Tehnik Pengumpulan Data........................................................................24
3.8 Tehnik Pengolahan Data...........................................................................24

v
3.9 Teknik Analisa Data...................................................................................25
3.10 Hipotesis Statistik.......................................................................................26
3.11 Etika Penelitian..........................................................................................27
3.12 Alur Penelitian............................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penelitian Relevan..............................................................................16


Tabel 2. Definisi Operasional..............................................................................20

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori...............................................................................17


Gambar 2. Kerangka Konsep.............................................................................18

viii
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Pengambilan Data Awal.........................................................................28
Permohonan Menjadi Responden...................................................................29
Persetujuan Menjadi Responden.....................................................................30
Kuisioner Penelitian............................................................................................31

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komposisi penduduk usia tua bertambah pesat baik di negara maju
maupun negara berkembang, hal ini disebabkan karna penurunan fertilitas
(kelahiran), dan mortilitas (kematian), serta peningkatan angka harapan hidup
(life expentacy), yang mengubah struktur penduduk secara keseluruan.
Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, menjelaskan
bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Secara global populasi lansia diprediksi terus mengalami peningkatan dan
secara global Asia dan Indonesia dari tahun 2015 sudah memasuki era
penduduk menua (aging population) karena jumlah penduduknya yang berusia
60 tahun ke atas (penduduk lansia) melebihi angka 7 persen (Depkes RI, 2017).
Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat
23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah
penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030
(40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta) (Depkes RI, 2017). Ada tiga provinsi
dengan persentase lansia terbesar adalah DI Yogyakarta (13,81%), Jawa
Tengah (12,59) dan Jawa Timur (12,25%). Sementara tiga provinsi dengan
persentase lansia terkecil adalah Papua (3,20%), Papua Barat (4,33%) dan
kepulauan Riau (4,35%). Sedangkan Sumatera Selatan pada urutan ke 14
(7,47%) (Depkes RI, 2017).
Berdasarkan hasil pengambilan data awal yang dilakukan di Dinas
Kesehatan Provinsi Gorontalo, didapatkan jumlah lansia pada tahun 2018 yaitu
754.087 jiwa, pada tahun 2019 sejumlah 777.721 jiwa, dan pada tahun 2020
sejumlah 758.844 jiwa. Data awal yang didapatkan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Gorontalo, pada tahun 2019 sejumlah Kota Gorontalo berada pada
posisi kedua dengan jumlah 198.539 jiwa, pada tahun 2020 meningkat menjadi
230.432 jiwa, dan pada tahun 2021 sejumlah 234.957 jiwa.
Data yang didapatkan di wilayah kerja puskesmas telaga sejumlah 134
lansia dimana sejumlah 30 orang mengalami inkontinensia urin. Berdasarkan
wawancara lebih lanjut yang dilakukan oleh peneliti, lansia mengalami keluhan
mulai dari kesulitan memulai tidur sampai sering terbangun di tengah malam

1
karena desakan berkemih, serta terasa lesu pada pagi hari karena tidur yang
tidak berkualitas, beberapa juga mengatakan pada pagi hari mereka baru
tersadar bahwa telah mengompol di tempat tidur.
Pada masa lanjut usia secara bertahap seseorang mengalami
kemunduran, baik kemunduran fisik, mental, dan sosial. Perubahan fisik yang
terjadi pada setiap lanjut usia sangat bervariasi, perubahan ini terjadi dalam
berbagai sistem gastrointestinal, sistem reproduksi, sistem muskuloskeletal,
sistem neurologis, dan sistem urologi (Azizah, 2013).
Proses penuaan menimbulkan masalah kesehatan yaitu kurang bergerak
(immobility), infeksi (infection), berdiri dan berjalan tidak stabil (instability),
gangguan intelektual/dementia (intellectual impairment), sulit buang air besar
(Impaction), depresi (isolation), menderita penyakit dari obat-obatan
(iatrogenesis), daya tahan tubuh menurun (immune deficiency), gangguan tidur
(insomnia), dan besar buang air kecil (urinary incontinence). Salah satu masalah
proses penuaan adalah inkontinensia urin (Tamber, 2013).
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada
waktu yang tidak terkendali dan tanpa melihat frekuensi maupun jumlahnya yang
mana keadaan ini dapat menyebabkan masalah fisik, emosional, sosial, dan
higienis bagi penderitanya (Martin & Frey, 2013). Inkontinensia urin merupakan
masalah kesehatan yang sangat sering terjadi pada wanita terutama usia lanjut,
namun secara keseluruhan inkontinensia dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan, baik anak-anak, dewasa maupun orang tua. Inkontinensia urin juga
jarang dikeluhkan oleh pasien atau keluarga karena dianggap sesuatu yang
biasa, malui atau tabu untuk diceritakan pada orang lain maupun pada dokter,
dianggap sesuatu yang wajar tidak perlu diobati. Inkontinensia urin sendiri
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala yang menimbulkan gangguan
kesehatan, sosial, psikologi serta dapat menurunkan kualitas hidup (Soetojo,
2013).
Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien ataupun
keluarganya, hal ini karena adanya anggapan bahwa masalah tersebut
merupakan hal yang sangat memalukan atau tabu untuk diceritakan. Pihak
kesehatan, baik dokter maupun tenaga medis yang lain juga terkadang tidak
mamahami penatalaksanaan pasien dengan inkontinensia urin dengan baik.
Inkontinensia urin merupakan masalah kesehatan pada usia lanjut yang dapat

2
diselesaikan. Inkontinensia urin mempunyai dampak medik, psikososial, dan
ekonomik. Dampak medik dari inkontinensia urin antara lain dikaitkan dengan
infeksi saluran kemih, urosepsis, gagal ginjal. Dampak psikososial dari
inkontinensia urin adalah kehilangan percaya diri, depresi, menurunnya aktifitas
sosial dan pembatasan aktifitas sosial (Darmojo & Hadi Martono, 2013).
Proses menua diyakini sebagai salah satu faktor predisposisi terjadinya
inkontinensia urin. Penuaan menyebabkan banyak perubahan anatomis dan
fisiologis organ urogenital bagian bawah, antara lain fibrosis, atrofi mukosa,
perubahan vaskularisasi submukosa dan menipisnya lapisan otot yang
mengganggu kontraktilitas dan mudah terbentuk trabekulasi hingga divertikel
(Rijal C, 2014). Angka kejadian inkontinensia urin bervariasi antara satu negara
dengan negara lainnya. WHO menyebutkan bahwa sekitar 20 juta penduduk di
dunia mengalami inkontinensia urin, tetapi angka sebenarnya tidak diketahui
karena banyak kasus yang tidak dilaporkan. Lebih dari 12 juta orang diperkirakan
mengalami inkontinensia urin di Amerika, hal ini dapat dialami pada semua usia
oleh pria dan wanita dari semua status sosial. Sekitar 15-30% individu yang
mengalami inkontinensia urin diperkirakan berusia lebih dari 60 tahun (Agoes
dkk, 2013).
Menurut Asia Pasific Continence Advisor Board (APCAB), prevalensi
inkontinensia urin pada perempuan asia adalah 14,6%, dimana sekitar 5,8
berasal dari Indonesia. Survei inkontinensia urin oleh rumah sakit umum Dr.
Soetomo pada 793 pasien menunjukan bahwa prevalensi inkontinensia urin pada
perempuan 6,79%, sedangkan pada laki-laki 3,02%. Survei lainnya oleh rumah
sakit umum pusat Nasional Cipto Mangunkusumo pada 179 lansia menunjukan
bahwa angka kejadian inkontinensia urin tipe stress pada laki-laki 20,5%,
sedangka pada perempuan 32,5%. Hal tersebut menunjukan bahwa prevalensi
inkontinensia urin pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki (Soetojo,2019).
Di Indonesia, survei inkontinensia urin yang dilakukan oleh divisi geriatri
Bagian Imu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum DR. Cipto Mangunkusumo pada
208 orang usia lanjut di lingkungan Pusat Santunan Keluarga di Jakarta,
didapatkan angka kejadian inkontinensia urin tipe stress sebesar 32,2%,
sedangkan penelitian yang dilakukan di Poli Geriatri RS Dr. Sardjito didapatkan
angka prevalensi inkontinensia urin sebesar 14,47 % (Bustan, 2018). Menurut
studi epidemiologi dilaporkan bahwa Inkontinensia urin dua sampai lima kali lebih

3
sering pada wanita dibanding pria. Inkontinensia urin menyebabkan gangguan
dari fungsi kandung kemih, yang memberikan masalah gangguan tidur, masalah
pada kulit, masalah fisik, isolasi sosial dan masalah psikologis.
Inkontinensia urin juga bisa menyebabkan kualitas tidur lansia terganggu.
Kualitas tidur menurun pada lansia yang mengalami inkontinensia urin
disebabkan karena banyak faktor. Misalnya lingkungan tidur dan sering
terbangun pada malam hari yang disebabkan oleh ketidaknyamanan akibat
inkontinensia urin. Selian itu stres juga dapat mempengaruhi kualitas tidur yang
disebabkan oleh lansia tersebut sering memikirkan keadaannya yang mengalami
inkontinensia urin. Masalah kesehatan yang ditimbulkan kualitas tidur tidak hanya
pada lansia saja tetapi juga dapat menyerang semua umur. Masalah kesehatan
yang timbul bisa dari yang ringan sampai yang berat. Kualitas tidur yang
menurun dapat mengakibatkan kurang konsentrasi, mudah marah, dan sulit
untuk mengambil keputusan. Kualitas hidup yang menurun dapat mengakibatkan
kesehatan mental menurun, fungsi sosial terganggu, dan menurunnya
kemampuan fungsional (aktivitas) (Wiramihardja, 2013).
The International Continence Society mendefinisikan inkontinensia urin
sebagai kehilangan urin yang tidak di sengaja. Gejala inkontinensia urin sangat
umum di kalangan wanita, memiliki efek substansi pada kualitas hidup terkait
kesehatan. Dua tipe utama di jelaskan: inkontinensia urin stres yaitu urin bocor
terkait dengan aktivitas fisik dan inkontinensia urgensi yaitu urin bcor terkait
dengan keinginan kuat yang tiba-tiba untuk berkemih.
Seperti yang tertera pada Hadits Sunan Ibnu Majah No. 343 - Kitab
Thaharah dan sunah-sunahnya yang berbunyi:
َّ‫َّدث َثنا ْاَأل ُه َم<<ا‬
َ ‫ش َيبا َن َح‬
ْ َ ‫ْسو ُد ْب ُن‬ َ ‫ب ْكِر ْب ُن َأ ا َأ نَ نِي‬
َ ‫ب ْح ُر ْب ُن َح‬
َ ‫َّدث‬ َ ‫شي َب َة ُبو‬ َ ‫د نَ َح‬
ْ َ ‫َّدث ِبي‬

‫ب ُّي َصلَّى‬ َ ‫َّ ا َل ِإنَّ قَ ْب َر ْي ِن‬ဃَ ُ‫ب ْكَر َة قَ َم َّراٍر َع ْن َِّجدِه َأ ُيعَ َّذ َح ُد ُه‬
ِ ‫ف َم ِبقَ ْي ِه َو َسل َّ ا َل َم َّر ال َّن‬ َ ‫علَ ِبي‬

َ ْ‫ب ْو ِل َوَأ ُب فِي ال‬


‫ْيب ِة ا‬ َ ‫َكب ٍير َأ َبا ِن َو َما ُي َع َّذ َبا ُب فِي َل ُي َع َّذ ُي َع َّذ َّما ْاآل َخ ُر‬
َ ‫ف‬ ِ ‫ف َّما َأ ِن فِي‬
َ ‫َما‬
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah
menceritakan kepada kami Waki' berkata, telah menceritakan kepada kami Al
Aswad bin Syaiban berkata, telah menceritakan kepadaku Bahr bin Mirar dari
kakeknya Abu Bakrah berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melewati dua
kuburan, lalu beliau bersabda: "Keduanya sedang disiksa, dan mereka disiksa
bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak menjaga kebersihan
ketika kencing dan yang lain disiksa karena berbuat ghibah."

4
Meskipun inkontinensia urin bukan merupakan masalah yang mengancam
jiwa, jika tidak di obati dapat menjadi suatu kondisi yang merusak gaya hidup,
psikologis, mengurangi harga diri dan kualitas hidup juga menyebabkan kurang
tidur dan mengurangi kualitas tidur. (Fouad & Hafez 2017, Winkleman dkk, 2018)
Penelitian ini dilakukan untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap
inkontinensia urin sebagai salah satu penyakit yang perlu ditangani karena
selama ini inkontinensia urin dianggap penyakit yang wajar dialami oleh lansia
dan hal yang tabu untuk diceritakan kepada dokter maupun petugas kesehatan.
Penelitian ini penting untuk dilakukan karena inkontinensia urin yang selama ini
dianggap tabu dan penyakit yang wajar yang dialami oleh lansia. Tanggapan
masyarakat terkait dengan inkontinensia urin bahwa inkontinensia urin salah satu
penyakit yang perlu dianggap penting. Karena apabila inkontinensia urin tidak
ditangani dapat mengganggu kualitas tidur. Tidak hanya itu saja tetapi juga bisa
mengganggu kesehatan.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan kajian lebih
lanjut dengan judul “Hubungan Inkontinensia Urin Dengan Kualitas Tidur Pada
Lansia Diwilayah Kerja Puskesmas”
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis dapat mengidentifikasi masalah sebagai
berikut:
1. Selama ini inkontinensia urin dianggap penyakit yang wajar dialami oleh
lansia dan hal yang tabu untuk diceritakan kepada dokter maupun petugas
kesehatan.
2. Adanya anggapan bahwa inkontinensia urin merupakan penyakit yang tidak
dianggap penting.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat hubungan inkontinensia urin
dengan kualitas tidur lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga Kabupaten
Gorontalo?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum

5
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui
hubungan inkontinensia urin dengan kualitas tidur lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Telaga Kabupaten Gorontalo.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik responden.
2. Untuk mengidentifikasi inkontinensia urin dengan kualitas tidur lansia.
3. Untuk menganalisis hubungan inkontinensia urin dengan kualitas tidur
lansia.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Praktis
Penelitian ini akan menjadi informasi dan masukan untuk menambah
wawasan tentang inkontinensia urin dengan kualitas tidur pada lansia.
1.5.2 Manfaat Teoritis
Penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan sumbangsih
bagi ilmu pengetahuan terkait dengan inkontinensia urin dengan kualitas
tidur lansia.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Konsep Dasar Lansia
1. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No 13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 Tahun (Sya’diyah, 2018).
Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun keatas. Pada
lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki, mengganti maupun mempertahankan fungsi normalnya secara
perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi (Sunaryo, 2016).
2. Klasifikasi Lanjut Usia
Menurut (Dewi, 2014) Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada
lansia yaitu :
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia yaitu sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
d. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melaksanakan
pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
shingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Sedangkan klasifikasi lansia menurut WHO adalah :
a. Elderly : 60 – 74 Tahun
b. Old : 75 – 89 Tahun
c. Very Old : > 90 Tahun
3. Proses Menua (Aging Process).
Menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.

7
Menjadi tua merupakan proses alamiahn yang berarti seseorang telah melalui
tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonates, toodler, pra sekolah, sekolah,
remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai baik secara biologis
maupun psikologis (Padila, 2016).
4. Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut Usia
Menurut (Nugroho, 2012) dalam (Marno, 2017) secara umum, perubahan-
perubahan yang terjadi pada lanjut usia, meliputi :
a. Perubahan Fisik
Perubahan fisik pada lansia mencakup perubahan pada sel, sistem indra,
sistem muskuloskeletal, sistem kardiovaskuler dan respirasi, pencernaan
dan metabolisme, perkemihan, sistem saraf, dan sistem reproduksi.
b. Perubahan Kognitif
Lansia mengalami penurunan daya ingat, yang merupakan salah satu
fungsi kognitif. Ingatan jangka panjang kurang mengalami perubahan,
sedangkan ingatan jangka pendek memburuk. Lansia akan kesulitan
mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik
perhatiannya.
c. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin berintegrasi dalam kehidupan lansia
dimana ketika lansia makin teratur dalam menjalankan rutinitas kegiatan
keagamaannya seharihari. Lansia juga cenderung tidak terlalu takut
terhadap konsep dan realitas kematian.
d. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial yang dialami oleh lansia, yaitu masa pensiun,
perubahan aspek kepribadian, dan perubahan dalam peran sosial di
masyarakat. Pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya
transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stres psikososial.
e. Penurunan fungsi potensi dan seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia seringkali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik. Menurut Kuntjoro bahwa
faktor psikologis yang menyertai lansia berkaitan dengan seksualitas,
yaitu: rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada
lansia. Sikap keluarga dan masyarakat juga kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.

8
f. Perubahan Pola Tidur dan Istrahat
Perubahan otak akibat proses penuaan menghasilkan eksitasi dan inhibisi
dalam sistem saraf. Bagian korteks otak dapat berperan sebagai inhibitor
pada sistem terjaga dan fungsi inhibisi ini menurun seiring dengan
pertambahan usia. Korteks frontal juga mempengaruhi alat regulasi tidur.
2.1.2 Tinjauan tentang Tidur
1. Definisi Tidur
Menurut (Meridean, 2011) dalam (Marno, 2017), ada beberapa definisi
tentang tidur menurut beberapa ahli, diantaranya :
a. Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status
kesadaran yang terjadi selama periode tertentu
b. Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar saat individu dapat
dibangunkan dengan pemberian rangsangan
c. Tidur adalah keadaan saat terjadinya proses pemulihan bagi tubuh dan
otak serta sangat penting terhadap pencapaian kesehatan yang optimal
2. Fisiologi Tidur
Tidur dapat diartikan sebagai manifestasi proses deaktivasi system saraf
pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron
di substansia retikularis batang otak melakukan sinkronasi. Bagian susunan
saraf pusat yang melakukan sinkronasi terletak pada substansia vertiko
retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep center).
Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi
terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai penggugah
(arousal center) (Sya’diyah, 2018).
3. Tahapan/Fase Tidur
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM
terjadi secara bergantian 4-6 kali siklus semalam.Tidur NREM yang meliputi
75% dari keseluruhan waktu tidur, diabagi dalam empat stadium antara lain :
a. Stadium 1, terjadi selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini
dianggap stadium tidur paling ringan. EEG mengambarkan gambaran
tidur, ditandai dengan aktivitas yang rendah, tegangan yang bervoltase
rendah dengan frekuensi 3 – 7 siklus perdetik, yang disebut dengan
gelombang teta.

9
b. Stadium 2, terjadi paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur.
EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped)
yang terjadi frekuensi 12 – 14 siklus perdetik (sleep spindle), lambat dan
trifasik yang dikenal sebagai komplek K. Pada stadium ini, orang dapat
dibangunkan dengan mudah.
c. Stadium 3, terjadi selama 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG
menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5
hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta yang merupakan
aktivitas tegangan yang tinggi. Pada stadium ini seseorang akan tidur
nyenyak dan sulit untuk dibangunkan.
d. Stadium 4, terjadi selama 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran
EEG pada stadium ini mirip dengan stadium 3 dengan perbedaan secara
kuantitatif pada jumlah gelombang delta. Stadium dan 4 juga dikenal
dengan nama tidur dalam, atau delta sleep atau sleep wave sleep (SWS)
(Sya’diyah, 2018).
Sedangkan pada fase tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu
tidur. Tidak dibagi-bagi dalam stadium seperti dalam tidur NREM
(Sya’diyah, 2018).
4. Perubahan Tidur Akibat Proses Menua
Sejak meninggalkan masa remaja, kebutuhan tidur seseorang menjadi
relative menetap. Faktor usia merupakan faktor terpenting yang
berpengaruh terhadap kualitas tidur. Telah dikatakan bahwa keluhan
terhadap kualitas tidur seiring dengan bertambahnya usia (Bandiyah,
2017).
Orang usia lanjut membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur
(berbaring lama di tempat tidur sebelum tidur) dan mempunyai lebih
sedikit/lebih pendek waktu tidur nyenyaknya. Orang usia lanjut juga lebih
sering terbangun ditengah malam akibat perubahan fisik karena usia dan
penyakit yang dideritanya sehingga kualitas tidur secara nyata menurun
(Sya’diyah, 2018).
Kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh sulit untuk memulai tidur,
terbangun lebih awal dari jam 05.00 pagi. Selain itu terdapat 30% kelompok
lanjut usia tujuh puluh tahun yang banyak terbangun diwaktu malam hari.

10
Angka ini ternyata tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok
usia dua puluh tahun (Bandiyah, 2017).
Penelitian lain menunjukkan kualitas tidur lanjut usia yang sehat juga
tergantung pada bagaimana aktivitasnya pada siang hari. Bila siang hari
sibuk dan aktif sepanjang hari, pada malam hari tidak ada gangguan dalam
tidurnya, sebaiknya bila siang hari tidak ada kegiatan dan cenderung tidak
aktif, maka malamnya akan sulit tidur (Sya’diyah, 2018)
5. Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga
seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah
terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata,
kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-
pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006,
dalam (Marno, 2017).
Kualitas tidur menjadi ukuran dimana seseorang dapat
kemudahan dalam memulai tidur dan untuk mempertahankan tidur,
kualitas tidur seseorang dapat digambarkan dengan lama waktu tidur,
dan keluhan – keluhan yang dirasakan saat tidur ataupun sehabis
bangun tidur (Potter dan Perry, 2005 dalam Rusdiana, 2019).
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur
Menurut (Sya’diyah, 2018), Fakto-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur,
diantaranya adalah ;
a. Stress
Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga
dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk
tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stress, seperti kematian atau
penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan,
dapat menyebabkan insomnia.
b. Kecemasan dan Depresi
Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak atau
karena kekhawatiran yang menyertai depresi

11
c. Obat-obatan
Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk
beberapa anti depresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi,
stimulant seperti Ritalin dan kortikosteroid.
d. Kafein, nikotin dan alcohol
Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein dan stimulant
yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan
insomnia. Alcohol adalah obat penenang yang dapat memabntu
seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan
sering menyebabkan terbangun ditengah malam.
e. Kondisi medis
Jika seseroang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan
sering buang air kecil, kemungkinan mereka akan mengalami insomnia
lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini
dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit
paru-paru, gastroesopagheal reflux disease/GERD, stroke, penyakit
Parkinson dan penyakit alzhaimer.
f. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja
Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat
menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk
tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus
tidur bangun, metabolism, dan suhu tubuh.
7. Pengukuran Kualitas Tidur Lansia
Dalam studi kasus ini, untuk mengukur kualitas tidur akan
menggunakan skala adaptasi dari Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
Buysse et al. mendesain suatu pengukuran kualitas tidur yang dikenal
sebagai Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI ini kemudian
dikembangkan oleh University of Pittsburgh untuk digunakan dalam
berbagai penelitian.
Menurut American Psychiatric Association dalam (Sanjaya, 2011),
didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa
dimensi. (Bussye, 1989) berpendapat bahwa kualitas tidur merupakan
sebuah fenomena yang kompleks, yang mempunyai beberapa dimensi.

12
Beberapa dimensi tersebut menjadi standar penilaian kualitas tidur dalam
skala PSQI yaitu sebagai berikut
a. Kualitas tidur subyektif
Kualitas tidur subjektif, yang baik atau buruk dapat dievaluasi dengan
persepsi tentang parameter tidur diantaranya adalah berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk tertidur, frekuensi terbangun pada malam hari,
total waktu tidur di malam hari dan kepulasan tidur.
b. Durasi Tidur
Durasi tidur adalah lamanya tidur yang didapat pada malam hari. Durasi
tidur akan sangat dipengaruhi oleh masa perkembangan seseorang.
c. Latensi Tidur
Merupakan waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur atau tertidur. Masa
latensi tidur yang normal biasanya kurang dari 15 menit.
d. Kebiasaan efisiensi Tidur
Merupakan rasio antara waktu sebenarnya yang digunakan untuk tidur
dengan waktu yang dihabiskan di tempat tidur.
e. Gangguan Tidur
Gangguan tidur sebenarnya bukanlah suatu penyakit melainkan gejala
dari berbagai gangguan fisik, mental dan spiritual. Pada orang normal,
gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-
perubahan pada siklus tidur biologisnya, menurun daya tahan tubuh
serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang
konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
keselamatan diri sendiri atau orang lain.
f. Penggunaan Obat-obat tidur
Penggunaan obat tidur memiliki fungsi untuk membantu seseorang agar
mudah untuk tertidur. Namun penggunaan obat-obatan tidur tidak
sekedar membuat tidur nyenyak, tetapi juga memiliki efek samping
diantaranya gangguan kesehatan kronis, depresi hingga kematian. Obat
tidur akan menekan sistem pernafasan yang akan memperburuk
masalah pernafasan saat tidur. Selain itu, obatobatan tersebut juga
bekerja pada sistem syaraf pusat sehingga mempengaruhi penilaian dan
suasana hati serta meningkatkan resiko bunuh diri.

13
g. Disfungsi di Siang Hari
Disfungsi di siang hari merupakan sebagian masalah yang ditimbulkan
akibat tidur yang kurang maupun tidak baik. Sebagai contoh mengalami
masalah saat berkendara di siang hari.
Adapun hasil dalam pengukuran keseluruhan adalah 0-21 yang
diperoleh dari 7 komponen penilaian diantaranya kualitas tidur secara
subyektif (subjective sleep quality), waktu yang diperlukan untuk
memulai tidur (sleep latency), lamanya waktu tidur (sleep duration),
efisiensi tidur (habitual sleep efficiency), gangguan tidur yang sering
dialami pada malam hari (sleep disturbance), penggunaan obat untuk
membantu tidur (using medication), dan gangguan tidur yang sering
dialami pada siang hari (daytime disfunction). semakin tinggi skor nilai
maka akan semakin buruk kualitas tidurnya. Seseorang dikatakan
memiliki kualitas tidur baik apabila skor nilai 1-5, ringan 6-7, sedang 8-
14 dan kualitas tidur buruk jika skor nilai mencapai 15-21.
2.2 Inkontinensia Urin
1. Definisi inkontinensia urin
Inkontinensia urin merupakan pengosongan urin diluar kesadaran
dengan jumlah frekuensi yang memadai. Inkontinensia urin bisa disebut
dengan keluranya urin yang tidak dapat dikontrol tetapi bisa dimati secara
obyektif sehingga menjadi gangguan kesehatan dan masalah social
(Delly, 2021) . Variasi dari inkontinensia urin dapat berupa pengeluaran urin
yang terkadang hanya beberapa tetes atau sebaliknya benar-benar banyak,
Lansia akan sering berkemih pada malam hari dan frekuensi berkemih
meningkat akibat kehilangan kontraktibilitas dan kelemahan dari tonus otot
kandung kemih (Insani et al., 2019)
2. Tipe inkontinensia urin
Menurut (Juananda & Febriantara, 2017), tipe inkontinensia win ada 4 yaitu
inkontinensia stres, inkontinensia urge, inkontinensia reflek, inkontinensia
overflow.
a. Inkontinensia Stres Hilangnya paksa urin selama kegiatan yang meningkatkan
perut dan tekanan.
b. Inkontinensia Urgensi Hilangnya paksa win terkait dengan keinginan yang
kuat untuk buang air kecil.

14
c. Inkontinensia Reflek Kontraksi detrusor perut terjadi akibat kelainan
neurologis.
d. Inkontinensia Overflow Hilangnya paksa urin yang berhubungan dengan over
distensi kandung kemih saat kapasitas kandung kemih telah mencapai
maksimum
3. Penyebab inkontinensia urin
Menurut (Diani, 2019), penyebab inkontinensia urin satu dengan yang lain
tidak sama tetapi tergantung dari tipe inkontinensia urin.
a. Inkontinensia Stres
Kondisi keluarnya urin ketika tekanan intraabdomen meningkat
sepertipadasaat batuk, bersin, tertawa, atau latihan yang disebabkan oleh
melemahnya otot dasar panggul.
b. Inkontinensia urgensi
Kondisi ketidakmampuan untuk menahan urin cukup lama untuk mencapai
toilet, keinginan yang kuat dan tiba-tiba diikuti keluarnya urin tanpa dapat
ditahan. Penyebabnya karena daya tampung kandung kemih yang menurun,
iritasi pada reseptor peregang kandung kemih, konsumsi alkohol atau kafein,
peningkatan asupan dan adanya infeksi iritasi pada reseptor peregang
kandung kemih, konsumsi alkohol atau kafein,peningkatan asupan dan
adanya infeksi.
c. Inkontinensia reflek
Kondisi keluarnya urin secara involunter terjadi pada interval atau jarak waktu
tertentu yang dapat diprediksi bila isi kandung kemih terpenuhi. Biasanya
terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yang terganggu, dalam hal ini
pengosongan kandung kemih dipengaruhi reflek yang dirangsang oleh
pengisian. Kemampuan rasa ingin berkemih dan berhenti berkemih tidak ada.
d. Inkontinensia overflow Kondisi keluarnya urin dalam jumlah sedikit dari
kandung kemih yang selalu penuh, kehilangan urin tanpa disengaja yang
biasanya dihubungkan dengan overdistensi kandung kemih.
4. Patofisiologi inkontinensia urin
Inkontinensia urin pada lanjut usia berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologi
juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis, dan lingkungan. Pada tingkat
yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat
berkemih di sacrum. Jalur aferen membawa informasi mengenai volume kandung

15
kemih di medula spinalis (Nadhir, Nadhir et al., 2020). Pengosongan kandung
kemih melalui persarafan kolinergik parasimpatis yang menyebabkan kontraksi
kandung kemih sedangkan efek simpatis kandung kemih berkurang.
Jika kortek serebri menekan pusat penghambatan, akan merangsang
timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini dapat
disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia urin.
Karena dengan kerusakan dapat mengganggu koordinasi antara kontraksi
kandung kemih danrelaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung
kemih akan menimbulkan inkontinensia (Winda & Nim, 2018). Inkontinensia urin
dipengaruhi oleh mekanisme detrusor dan sfingter.
Pada lansia otot detrusor dan sfingter mengalami kemunduran fungsi,
akibatnya seseorang tidak dapat mengontrol berkemihnya. Hal ini biasa terjadi
pada semua orang, terutama lansia. Jika inkontinensia tidak terkontrol, dapat
menyebabkan kedua masalah psikologis dan fisik. Konsekuensi psikologis
inkontinensia serius. Klien dapat mengisolasi diri mereka sendiri, dan takut malu
dapat menyebabkan depresi. Komplikasi fisik inkontinensia termasuk infeksi,
kerusakan kulit, dan disfungsi berkemih permanen (Kurniasari & Soesilowati,
2017).
5. Penanganan inkontinensia urin
pendapat (Collein, 2017) mengatakan penanganan inkontinensia urine
meliputi.
a. Perubahan gaya hidup: menggunakan pampers, menganjurkan mengurangi
masukan cairan, menghindari the, kopi, alcohol, mengurangi berat badan dan
berhenti merokok.
b. Latihan otot dasarpanggul: dengan tujuan untuk menguatkan otot-otot
panggul.
c. Bladder training: Pasien dilakukan latihan untuk mengosongkan bladder
dalam jangka waktu tertentu. Pada awal latihan dicoba untuk menahan
selama satu jam. Kemudian periode penundaan ditingkatkansecara bertahap
dan
d. Intervensi pembedahan: Menaikkan dan menyokong leher kandung kemih,
dikembalikan pada posisi normalnya yaitu diatas otot pelvis.

16
6. Pengukuran inkontinensia urin
Instrumen inkontinensia urin menggunakan International Consultant
Incontinence Questionnaire-Urine Incontinence Short Form (ICIQ-UISF).
Penilaian jawaban berdasarkan skala guttman. Instrument ini terdiri dari 8
pertanyaan dan mempunyai total skor minimal 0 dan maksimal 21. Skor
Inkontinensia ringan: 0-7, skor inkontinensia sedang 8-14, skor inkontinensia
berat: skor 15-21.
2.3 Penelitian Relevan
Tabel 1. Penelitian Relevan

Peneliti Judul Metode Hasil Perbedaan Persamaan

Lilia Hubungan Menggunakan Hasil dari Menggunakan Meneliti


muspida inkontinensia metode total penelitian ini metode total tentang
(2015) urin terhadap sampling berarti bahwa sampling inkontinensia
tingkat baik sedangkan urin
depresi. Inkontinensia penelitian saya
urin maupun menggunakan
derajat depresi cross sectional
keduanya
memiliki
hubungan yang
signifikan.

Hubungan Penelitian ini Kualitas tidur Pengambilan Meneliti


kualitas tidur merupakan meliputi aspek subjek tentang
dengan penelitian kuantitatif dan berdasarkan kualitas tidur
migren pada analitik kualitatif tidur, probability
mahasiswa observasional seperti lamanya sampling yaitu
dengan tidur, waktu simple random
rancangan yang diperlukan sampling
potong lintang. untuk bisa
Pengambilan tertidur,
subjek
berdasarkan
probability
sampling yaitu
simple random
sampling

17
2.4 Kerangka Teori

Inkontinensia Urin

1. Latensi tidur terganggu 1. Inkontinensia Stres

2. Efisiensi tidur terganggu 2. Inko ntinensia Urgensi

3. Inkontinensia Overflow
3. Berkurangnya tahapan tidur
4. Inkontinensia Reflek

Kualitas Tidur

Penyebab Gangguan Tidur 1. Tidur REM Faktor yang


(Rapid Eye mempengaruhi tidur
Kondisi medis : sesak Movement)
napas, obat-obatan : kafein, 1. Penyakit
intidepresan, atau stimulan. 2. Tidur NREM
Gangguan kejiwaan : (Non-Rapid Eye 2. Lingkungan
depresi, cemas. Movement 3.Latihan fisik dan
kelelahan
Gambar 1. Kerangka Teori
4. kerja shift

5. Stres emosional

6. Gaya hidup dan


kebiasaan

7. Obat-obatan dan zat


kimia

18
2.5 Kerangka Konsep
Variabel independen Variabel dependen

Inkontinensia Kualitas
Urin Tidur
Lansia

Gambar 2. Kerangka Konsep


2.6 Hipotesis Penelitian
1.) Hipotesis kerja
Ada hubungan antara inkontinensia urin dengan kualitas tidur
2.) Hipotesis nol
Tidak ada hubungan antara inkontinensia urin dengan kualitas tidur

19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga Kabupaten
Gorontalo. Waktu penelitian direncanakan pada Bulan September 2021.
4 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang bersifat analitik.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, artinya data yang diambil
hanya satu kali dan pengukuran variabel independen dan dependen pada waktu
yang sama (Nursalam, 2013).
5 Variabael Penelitian
3.3.1 Variabel Independen (Bebas)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya
menentukan variabel lain. Yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini
adalah Inkontinensia Urin.
3.3.2 Variabel Dependen (Terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang mempengaruhi nilainya ditentukan
oleh variabel-variabel lain. Yang menjadi variablel dependen dari penelitian ini
adalah Kualitas Tidur.

20
6 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah
yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya
mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi,
2017).

Tabel 2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Paramater Hasil Ukur Skala


Operasional
Variabel Inkontinensia Kuesioner Kejadian Skor Ordinal
Independen urine adalah ICIQ-SF inkontinensia inkontinensia
(Inkontinensia ketidakmampuan meliputi beberapa ringan 1-10,
Urine) lansia dalam tipe : Skor
mengontrol BAK a. Tipe Stress inkontinensia
b. Tipe Urge sedang 11-
c. Tipe 20, skor
Campuran inkontinensia
berat 21-30
Variabel Kualitas Kuesioner Kualitas tidur Skor >5 Ordinal
Dependen tidur menunjukkan dengan meliputi : Kualitas tidur
(Kualitas adanya menggunakan a.Kualitas tidur baik, Kualitas
Tidur) kemampuan PSQI secara tidur buruk
individu subyektif jika skor <5
untuk tidur dan b.Waktu yang
memperoleh diperlukan
jumlah istirahat untuk memulai
yang sesuai tidur
dengan c.Lamanya waktu
kebutuhannya. tidur
d.Efisiensi tidur
e.Gangguan tidur
yang sering
dialami pada

21
malam hari
f.Penggunaan
obat untuk
membantu tidur
g.Gangguan tidur
yang sering
dialami pada
siang hari

7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitiaan adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam pengumpulan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik
dalam arti lebih cermat, lengkap sehingga mudah diolah.
a. Kuesioner International Consultation on Incontinence Questionnaire Short
Form (ICIQ-SF)
International Consultant Incontinence Questinaire-Urine Incontinence Short
Form merupakan salah satu contoh alat ukur yang berisi pertanyaan penapis
diagnosis Inkontinensia urine. ICIQ-SF merupakan instrumen yang telah
diterima setelah perkembangan dari beberapa seri kuesioner yang dapat
diaplikasikan pada pasien dengan inkontinensia. Pertanyaan pada kuesioner,
ICIQSF telah secara penuh tervalidasi. ICIQ-SF ini menggambarkan usaha
untuk menangkap dan merefleksikan pandangan pasien, serta disusun untuk
mengevaluasi kondisi pasien secara tepat (Abrams, 2003 dalam Rivai, 2017).
Penilaian skor inkontinendis adalah skor total dari setiap jawaban yang
didapatkan dimana pada jawaban sama sekali tidak skor bernilai 0, Jarang
bernilai 1, kadang-kadang bernilai 2, kerap bernilai 3, seringkali bernilai 4, dan
setiap waktu bernilai 5Adapun quesioner ini terdiri atas 6 item pertanyaan
dimana Variabel kategori derajat inkontinensia dari quesioner ICIQ-SF yaitu :
a. Inkontinensia Ringan : 1 - 10
b. Inkontinensia Sedang : 11- 20
c. Inkontinensia Berat : 21 – 30

22
b. Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah ukuran subjektif tidur.
Alat ukur Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) ini sudah dibukikan oleh
university of pittsburg. Dalam kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) ini
terdapat 7 komponen yang digunakan sebagai parameter penilaiannya. Tujuh
komponen tersebut yaitu, kualittas tidur, letensi tidur, durasi tidur, efisiensi
kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi siang hari
Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) masing-masing pertanyaan
dijawab dengan skor nilai 0 = tidak selama satu bulan terakhir, 1 = kurang dari
sekali seminggu, 2 = sekali atau dua kali seminggu, 3 = tiga kali atau lebih dari
seminggu. Rentang skor dari kualitas tidur adalah 0-21. Minimum skor = 0 (baik),
maksimum skor = 21 (buruk). Dengan interpretasi total, jika nilai ≤ 5 = kualitas
tidur baik dan jika nilai >5 = kualitas tidur buruk.
8 Populasi dan Sampel
3.3.3 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia, klien) yang
memenuhi kriteria yang telah di tetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam
penelitian ini adalah semua lansia sebanyak 30 orang.
3.3.4 Sampel
Sampel adalah sebagian unsur populasi yang di jadikan objek penelitian.
Sampel adalah wakil dari populasi dan ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan
digunakan untuk menaksir cirri-ciri populasi (Neolaka, 2016). Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Untuk menetukan besarnya
sampelyang diambil dari Populasi peneliti menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Slovin dengan tingkat kepercayannya 90% dengan nilai
e=10% adalah sebagai berikut.

Rumus :

Keterangan:

n = Jumlah Sampel

N= Jumlah Populasi

23
e = Tingkat kesalahan dalam memilih anggota sampel yang ditolelir

sebesar 5%. sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan sebanyak

5 %. Jadi :

Maka dapat disimpulkan, sampel pada penelitian ini adalah 57 orang.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut:
a) Kriteria inklusi adalah :
1) Lansia yang berusia ≥ 60 tahun
2) Lansia yang bisa membaca dan menulis.
2) Lansia yang sehat jasmani dan rohani.
3) Lansia yang ada ditempat saat penelitian.
b) Kriteria eksklusi adalah :
1) Lansia yang tidak ada saat penelitian.
2) Lansia yang mengalami gangguan mental
3) Lansia yang mengalami hambatan dalam penerimaan informasi
9 Tehnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utamanya ialah mendapatkan data (Sugiyono, 2017).
Pengumpulan data dimulai setelah peneliti mendapatkan izin melakukan
penelitian dengan judul yang telah diterima oleh pihak kampus Universitas
Muhamadyiah Gorontalo.

24
Pengumpulan data yang dilakukan peneliti dimulai dari menjelaskan
maksud dan tujuan tentang pelaksanaan penelitian. Setelah disetujui peneliti
melakukan observasi dan wawancara kepada beberapa lansia.
3.3.5 Cara Pengumpulan Data
3.3.6 Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden
(Sugiyono, 2017). Dalam penelitian ini data primer didapatkan dengan cara
retrofleksi dimana kuesioner yang digunakan untuk mengetahui inkontinensia
urin pada lansia. Ataupun lembar observasi yang terkait dengan Variabel
Independen Inkontinensia Urin dan Variabel Dependen Kualitas Tidur Lansia.
3.3.7 Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lingkungan penelitian
(Sugiyono, 2017). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Puskesmas
9.1.1 Tehnik Pengolahan Data
Menurut Sujarweni (2017), ada beberapa kegiatan yang akan dilakukan oleh
peneliti dalam pengolahan data, yaitu :
Pengumpulan data yang dilakukan peneliti dimulai dari menjelaskan maksud dan
tujuan tentang pelaksanaan penelitian. Setelah disetujui peneliti melakukan
observasi dan wawancara kepada beberapa lansia.
1. Editing data
Peneliti memberikan kuesioner dan menjelaskan tentang cara pengisian.
Kuesioner dikembalikan oleh responden diperiksa oleh peneliti kebenaran dan
kelengkapannya pada lembar kuesioner yang sudah dijawab.
2. Coding
Klasifikasi jawaban-jawaban yang ada pada lembar kuesioner dengan
memberikan tanda-tanda pada masing-masing jawaban berupa angka dan
selanjutnya dimasukkan dalam lembar tabel agar mempermudah pembaca.
3. Entry data
Data yang telah didapat dari penelitian kemudian dimasukkan pada komputer
dengan menggunakan program atau “softwer” komputer.
4. Tabulasi data
Setelah dilakukan entry data kemudian dilakukan pengolahan data, sehingga
dapat diperoleh frekuensi dari kedua variabel-variabel tersebut.
10 Teknik Analisa Data
Analisis data dilakukan dengan komputer menggunakan program Komputer.

25
3.3.8 Analisa Univariat
Analisa univariat adalah proses analisa data yang bertujuan untuk
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel yang diukur (Hastono, 2007).
Analisa ini dilakukan terhadap variabel dependen yang terkait dengan
karakteristik remaja putri seperti usia, usia menarche, tinggi badan den berat
badan, dan pola asuh dianalisis menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi.
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara
mendeskripsikan tiap-tiap variabel dalam penelitian yaitu dengan melihat
distribusi frekuensinya dengan menggunakan rumus:

Keterangan :
p : Persentase.
f : Jumlah penerapan yang sesuai prosedur (nilai 1).
N : Jumlah item observasi (Aryani, 2014)
3.3.9 Analisa Bivariat
Analisa bivariat dimaksudkan untuk menganalisa hubungan antara dua
variabel. Analisa bivariat dilakukan untuk menganalisa pengaruh yang signifikan
antara dua variabel dan mengetahui perbedaan yang signifikan antara dua
variabel atau lebih untuk membuktikan hipotesis penelitian (Hastono, 2007).
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel bebas terhadap

variabel terikat menggunakan rumus Chi Square ( ) dengan rumus :

Dimana:

: Chi Square.

f0 : Frekuensi observasi.
fh : Frekuensi harapan (Sugiono, 2012).

26
Untuk hasil akhir digunakan uji statistik Chi Square ( ) dengan tingkat
kemaknaan α = 0,05 dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Terlebih dahulu membuat rumusan hipotesis baik hipotesis nol (H0) maupun
hipotesis alternatif (Ha).
2. Menyusun tabel koefisien korelasi dan tafsirannya serta tabel kerja untuk
melakukan pengolahan data yang diperoleh ke dalam tabel.

3. Menguji nilai yang diperoleh dengan menggunakan harga kritis

(critical value ) yang disesuaikan dengan tingkat kemaknaan yang

ditentukan (α = 0,05).
4. Untuk menghitung derajat kebebasan dengan rumus: ,
dimana:
n : derajat kemaknaan (df).
c : banyaknya kolom.
r : banyaknya baris (Chandra, 2012)
5. Menarik kesimpulan terhadap pengujian x2hitung yaitu H0 gagal ditolak jika x2hitung
< x2tabel dan H0 ditolak jika x2hitung ≥ x2tabel
10.1.1.1.1 Hipotesis Statistik
Hipotesis Statistik dalam penelitian ini adalah kausalitas (sebab akibat)
yaitu:
Ha : ρ ≠ 0, Ada hubungan Inkontinensia Urin dengan Kualitas Tidur Lansia.
H0 : ρ = 0, tidak Ada hubungan Inkontinensia Urin Kualitas Tidur Lansia.

11 Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2018), secara umum prinsip utama dalam etika
penelitian keperawatan adalah :

1. Lembar persetujuan (Informed concent)


Lembar persetujuan merupakan bentuk persetujuan antar peneliti dengan
memberikan lembar persetujuan. Informed concent tersebut diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan

27
untuk menjadi responden. Jika responden bersedia, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka
peneliti harus menghormati hak responden.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Tanpa nama adalah masalah etika yang ditunjukan untuk memberikan
jaminan dalam penggunaan responden penelitian dengan cara tidak
memberikan atau menceritakan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Kerahasiaan (Confidentially)
Semua informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
4. Terhindar dari bahaya
Peneliti menjelaskan kepada responden, bahwa penelitian yang akan di
lakukan tidak akan membahayakan bagi status kesehatan responden
karena bukan perlakuan yang fatal.

28
12 Alur Penelitian

Pengajuan judul

Pengajuan surat pengantar izin untuk


melakukan penelitian di Puskesmas Telaga

Menjelaskan tujuan penelitian kepada calon


responden

Pemberian lembar persetujuan menjadi


responden

Peneliti melakukan pengukuran inkontinensia urin dengan


International Consultant Incontinence Questionnaire-Urine
Incontinence Short Form (ICIQ-UISF).

Peneliti melakukan pengukuran kualitas tidur


dengan PSQI (Pittsburgh Sleep Quality)

Melakukan pengolahan data dan Analisa


data menggunakan uji chi square

Menyusun laporan hasil


penelitian

29
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, M., Arneliwati, & Hasneli, Y. (2019). Pengaruh terapi relaksasi


autogenik terhadap tingkat kualitas tidur pada lanjut usia. JOM FKp, 6(1),
202–209.

Assiddiqy, A. (2020). Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah Pada


Lansia Di Posyandu Lansia Rw Ii Puskesmas Kedungkandang Kota Malang.
Jurnal Kesehatan Mesencephalon, 6(1).
https://doi.org/10.36053/mesencephalon.v6i1.199

Bandiyah. (2017). Lanjut Usia Dan Keperawatan Gerontik. Nuha Medika.


Bussye. (1989). The Pittsburgh Sleep Quality Index: A New Instrument for
Psychiatric Practice and Research.
Collein, I. (2017). Pengalaman Lansia dalam Penanganan Inkontinensia Urine Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kamonji. Jurnal Keperawatan Soedirman, 7(3),
158–165.
Delly, R. W. (2021). Latihan Bladder Training Pada Penderita Stroke Dengan
Masalah Keperawatan Inkontinensia Urin FungsionaL. 2018.
Dewi, S. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Deepublish.
Diani, S. R. (2019). Hubungan Inkontinensia Urin terhadap Tingkat Depresi Pada
Lansia di UPT PUSKESMAS Medan Sunggal SKRIPSI.
Insani, U., Supriatun, E., & Ratnaningsih, A. (2019). Efektivitas Latihan Kegel
dalam Penurunan Kejadian Inkontinensia Urin pada Lansia di Unit
Pelayanan Sosial Lansia Purbo Yuwono Klampok Brebes. Jurnal Ilmu
Keperawatan Medikal Bedah, 1(2), 21.
https://doi.org/10.32584/jikmb.v1i2.188
Juananda, D., & Febriantara, D. (2017). Inkontinensia Urin pada Lanjut Usia di
Panti Werdha Provinsi Riau. Jurnal Kesehatan Melayu, 1(1), 20.
https://doi.org/10.26891/jkm.v1i1.21.20-24
Kurniasari, D., & Soesilowati, R. (2017). Pengaruh Antara Inkontinensia Urin
Terhadap Tingkat Depresi Wanita Lanjut Usia Di Panti Wredha Catur
Nugroho Kaliori Banyumas. Sainteks, XIII(1), 61–70.
www.jurnalnasional.ump.ac.id
Marno. (2017). Gambaran kualitas tidur dan kuantitas tidur pada lanjut usia
(lansia) di panti sosial tresna werdha minaula kota kendari karya tulis ilmiah.
Skripsi, 1–12.
Meridean. (2017). Asuhan Keperawatan Geriatrik: Diagnosis NANDA, Kriteria
Hasil NOC, & Intervensi NIC. EGC.
Nadhir, Nadhir, S., Norlinta, O., Sari, R. A., Norlinta, O., & Sari, R. A. (2020).
Hubungan Kelemahan Otot Dasar Panggul Dengan Terjadinya
Inkontinensia Pada pra-Lansia Pelvic Floor Muscle Weakness May Lead To
Urinary Incontinence In Pre-Elderly. 5(2), 119–124.

30
Nugroho. (2012). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi 3. EGC.
Padila. (2017). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Nuha Medika.
Rusdiana. (2019). Hubungan Kualitas Tidur Dengan Peningkatan Tekanan Darah
Pada Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Guntung Payung.
4(12).
Sanjaya, R. D. (2017). Hubungan antara kualitas tidur dengan kecenderungan
berperilaku agresif pada remaja. 20.
Sunaryo. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. CV. Andi Offset.
Sya’diyah. (2018). Keperawatan Lanjut Usia ; Teori dan Aplikasi.
Tresnayanti, S. (2014). Perilaku hidup bersih dan sehat pada keluarga lansia di
desa damarraja kecamatan warungkiara kabupaten sukabumi. Jurnal
Komunitas.

Utami. (2018). Penerapan Relaksasi Autogenic Training (At) Dengan Terapi


Musik Untuk Membantu Keberhasilan Masa Awal Laktasi Pada Keluarga
Dengan Kelahiran Anak Pertama Di Desa Giwangretno Kecamatan
Sruweng.

Virvogli. (2012). Stress Management Techniques: Evidence-Based Procedures


that Reduce Stress and Promote Health.Health Science Journal Volume 5,
Issue 2.

Winda, R., & Nim, S. (2018). Program Studi Fisioterapi Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta 2015. Jurnal Keshatan, 1–10.

31
Lampran 1

32
SURAT PENGAMBILAN DATA AWAL

Lampiran 2

33
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth,

Calon Responden

Di-

Tempat

Assalamualaikum Wr.WB

Saya yang bertanda tangan dibawah ini mahasiswa program studi S1


Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo
T.A 2020/2021
Nama : Annisa Mauludiyah Usman
NIM : C01417015
Alamat :
Akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Inkontinensia
Urin Pada Kualitas Tidur pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga ” Dari
saudara/saudari untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Data tersebut akaan
dijamin kerahasiannya.
Sebagai bukti kesediaan menjadi responden dalam penelitian ini, saya mohon
saudari untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah saya sediakan. Atas
partisipasi dan kebijakan saudari, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

ANNISA MAULUDIYAH USMAN

Lampiran 3

34
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Setelah membaca dan mendapatkan penjelasan tentang maksud, tujuan dan

manfaat penelitian ini, Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ...............................................

Umur : ................................................

Alamat : .............................................

Dengan ini saya bersedia berpartisipasi sebagai responden dalam

penelitian yang dilakukan oleh saudari Annisa Mauludiyah Usman selaku

mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Gorontalo dengan judul ”Hubungan Antara Inkontinensia Urin Dengan Kualitas

Tidur Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga.”, dengan suka rela dan

tanpa paksaan dari siapapun. Saya percaya apa yang saya informasikan dijamin

kerahasiaanya. Demikian surat persetujuan ini saya buat untuk dapat

dipergunakan sebagaimana mestinya.

Gorontalo, 2021

Responden

Lampiran 4

35
KUISIONER PENELITIAN
Hubungan Antara Inkontinensia Urin Dengan Kualitas Tidur Pada Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Telaga

A. Petunjuk Pengisian Kode Responden


1. Bacalah pertanyaan pada setiap kuesioner dengan teliti dan pilihlah
jawaban yang sesuai dengan keadaan yang Saudara/Saudari rasakan.
2. Saudara/Saudari diharapkan mengisi dengan pulpen tidak diperkenankan
menggunakan pensil ataupun tipe-x
3. Dalam mengisi dan menghapus jawaban pada lembar kuesioner apabila
jawaban salah dan Saudara/Saudari ingin mengganti pilihan jawaban,
coret jawaban yang akan diganti dengan garis mendatar (a) dan pilihlah
jawaban yang sesuai.
4. Setiap satu pertanyaan hanya boleh diisi oleh satu jawaban.
5. Apabila terdapat penyataan yang kurang jelas atau tidak dimengerti,
Saudara/Saudari dapat menanyakan kepada peneliti untuk menjelaskan
maksud dari pernyataan tersebut.
6. Segera serahkan kembali kepada peneliti setelah mengisi lembar
quesioner.

B. Identitas Responden
Nama/ Inisial :
Umur :
Status perkawinan :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :

Lampiran 5

36
Lembar Kuisioner Inkontinensia Urin
Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang paling mewakili kondisi dalam
menyikapi pernyataan yang di berikan.

No Pertanyaan Sama Jarang Kadang- Kerap Seringkali Setiap


Apakah anda sekali (Skor kadang (Skor (Skor waktu
mengalami kebocoran tidak 1) (Skor 3) 4) (Skor
(Skor 2) 5)
urin (meski hanya
0)
berupa tetesan saja)
apakah anda merasa
basah atau pakaian
dalam anda basah :

1 Ketika anda batuk atau


bersin ?
2 Ketika anda
membungkuk atau
mengangkat sesuatu ?
3 Ketika anda berjalan
cepat, melakukan
jogging atau latihan
fisik?
4 Ketika anda melepaskan
pakaian untuk
menggunakan WC ?
5 Apakah anda merasakan
dorongan kuat untuk
berkemih saat anda
mengalami kebocoran
urin (meski hanya
beberapa tetes saja)
atau anda mengompol
sebelum dapat
mencapai WC ?
6 Apakah anda harus
bergegas ke kamar
mandi karena anda
merasakan dorongan
kuat untuk buang air
kecil ?

37
Lampiran 6
Lembar Kuisioner Kualitas Tidur
(PSQI) Pittsburgh Sleep Quality Index
Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang paling mewakili kondisi dalam
menyikapi pernyataan yang di berikan.

1. Sebarapa sering anda Tidak 1x 2x 3x


mengalami masalah- pernah seminggu seminggu seminggu
masalah di bawah ini (0) (1) (2) (3)
yang menganggu tidur
anda?

a. Tidak mampu tertidur


selama 30 menit
setelah berbaring

b. Terbangun di tengah
malam atau dini hari

c. Terbangun untuk ke
kamar mandi

d. Sulit bernafas dengan


baik

e. Batuk atau menggorok

f. Kedinginan/kepanasan
di malam hari

g. Mimpi buruk/terasa
nyeri

2. Selama sebulan terakhir


seberapa sering anda
menggunakan obat tidur?

3. Selama sebulan terakhir


seberapa sering anda
mengantuk ketika
melakukan aktivitas di
siang hari?

38
4. Selama sebulan terakhir
berapa banyak masalah
yang anda dapatkan dan
anda selesaikan
permasalahan tersebut?

Sangat Cukup Cukup Sangat


baik (0) baik (1) buruk (2) buruk (3)

5. Selama sebulan terakhir


bagaimana anda menilai
kepuasan tidur anda/

Sumber : Anildhah wahab (2018)

39

Anda mungkin juga menyukai