Anda di halaman 1dari 70

PROPOSAL

HUBUNGAN BEBAN KERJA DAN MOTIVASI KERJA DENGAN


PERILAKU CARING PERAWAT DALAM MEMENUHI SPIRITUAL
CARE PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DERAH Dr. M.
HAULUSSY AMBON

DAMIARIS PEMBUAIN
12114201180020

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON
2023

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Kami menyatakan menerima dan menyetujui Proposal ini yang disusun oleh

Damiaris Pembuain dengan NPM 12114201180020 untuk dilanjutkan penelitian.

Ambon, April 2023

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. N. Parinussa, S.Kep., M.Kep.) (Ns. O. Talahatu, S.Kep., M.Kep.)


NIDN: 0012118109 NIDN: 1204079201

Mengetahui

Ketua Program Studi Keperawatan

(Ns. S. R. Maelissa, S.Kep., M.Kep.)


NIDN. 1223038001

ii
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis Panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus,

karena atas kasih dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal ini

dengan judul “Hubungan Beban Kerja Dan Motivasi Kerja Dengan Perilaku

Caring Perawat Dalam Memenuhi Spiritual Care Pada Pasien di Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy Ambon”. Penyusunan proposal ini

merupakan syarat dalam penyelesaian tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana

keperawatan (S.Kep) di Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen Indonesia

Maluku.

Dengan terselesaikannya proposal ini, Perkenankanlah penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus

kepada:

1. Dr. H. H. Hetharia, M.Th., selaku Rektor Universitas Kristen Indonesia

Maluku.

2. B. Talarima, S.KM.,M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas

Kristen Indonesia Maluku.

3. Ns. S. R. Maelissa, S.Kep.,M.Kep., selaku Ketua Program Studi

Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Kristen Indonesia Maluku

4. Ns. N. Parinussa, S.Kep., M.Kep., selaku pembimbing I yang telah banyak

mengarahkan dan membimbing peneliti sehingga proposal ini dapat

terselesaikan.

iii
5. Ns. O. Talahatu, S.Kep., M.Kep., selaku pembimbing II yang telah banyak

mengarahkan dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan proposal ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Keperawatan, Universitas Kristen

Indonesia Maluku.

7. Keluarga Yang telah memberikan dukungan baik materi maupun moril

serta selalu menopang dalam Doa guna menyelesaikan studi.

8. Teman-teman Angkatan 2018 yang telah memberikan semangat dan

dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan studi.

Peneliti menyadari bahwa proposal ini masih banyak kekurangandan jauh

dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik sangat penulis harapkan guna

perbaikan lebih lanjut sehingga proposal ini dapat berguna serta bermanfaat bagi

semua yang membacanya.

Ambon, April 2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL............................................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL...............................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian.................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian.................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Caring Perawat...............10
B. Tinjauan Umum Tentang Spiritual Care................................21
C. Tinjauan Umum Tentang Beban Kerja...................................26
D. Tinjauan Umum Tentang Motivasi Kerja...............................32
E. Kerangka Konsep……………………………………………41
F. Hipotesis Penelitian................................................................41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian..............................................................43
B. Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................43
C. Populasi dan Sampel...............................................................43
D. Variabel Penelitian..................................................................44
E. Defenisi Operasional..............................................................44
F. Instrumen Penelitian...............................................................44
G. Pengumpulan Data..................................................................47
H. Pengolahan Data.....................................................................48
I. Analissa Data..........................................................................49

v
J. Etika Penelitian.......................................................................50
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Defenisi Operasional...........................................................................44

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.4 Kerangka Konsep............................................................................41

viii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keterangan Pembimbing

2. Surat Pengambilan Data Awal

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan sistem kesehatan, layanan kesehatan serta

pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang didalamya

mencakup sumber daya dan pengetahuan yang sesuai dengan intervensi yang

diberikan, yaitu adanya ketersediaan layanan berkelanjutan mulai dari kondisi

akut hingga kompleks (WHO, 2018). Komponen penting dari sistem perawatan

kesehatan rumah sakit adalah untuk peningkatan status kesehatan pasien dan

yang berfokus pada penyediaan layanan berkualitas tinggi sesuai dengan

kebutuhan pasien. Dengan perkembangan teknologi yang cepat dan

meningkatnya persaingan, rumah sakit terus berusaha untuk meningkatkan

kualitas layanan. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit

salah satunya dapat dilakukan dengan mempersiapkan tenaga perawat yang

memiliki kemampuan handal dalam memberikan pelayanan keperawatan yang

professional sehingga dapat memenuhi kepuasan pasien (Juhana dkk, 2017).

Perawat merupakan tenaga kesehatan dengan jumlah terbanyak di rumah

sakit dan karena hal tersebut maka kinerja perawat merupakan salah satu unsur

yang berkontribusi sangat penting terhadap kualitas perawatan. Hal ini

mendorong manajemen rumah sakit untuk tetap memperhatikan kualitas

asuhan yang diberikan pada pasien (Needleman & Hassmiller, 2019).

1
Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan memandang

manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi bio-psiko-sosiospiritual-

kultural. Hal ini merupakan prinsip keperawatan bahwa asuhan keperawatan

tidak hanya memperhatikan aspek biologis tetapi juga aspek-aspek yang lain.

Aspek spiritual merupakan bagian integral dari interaksi perawat-pasien dalam

pemberian asuhan keperawatan (Asmadi, 2017).

Spiritual care adalah praktek yang dilakukan oleh perawat terhadap

pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien. Asuhan keperawatan

dengan pendekatan spiritual care diperlukan sebuah metode ilmiah untuk

menyelesaikan masalah keperawatan melalui proses keperawatan, diawali dari

pengkajian, penegakan diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi

(Albaar, 2018).

Pengkajian spiritual care, perawat bertanya lebih mendalam tentang

pandangan spiritual pasien seperti lebih banyak berdoa atau bagaimana pasien

mengatasi suatu kondisi yang sedang dihadapi, perawat mengkaji apakah

agama mempengaruhi kondisi pasien, makna hidup, dukungan dari keluarga,

optimis untuk kesembuhannya, praktik ibadah yang biasanya dilakukan,

keterbatasan dalam beribadah dan adanya tanda gangguan spiritual pada

pasien. Diagnosis spiritual care ditetapkan dengan tujuan untuk memelihara

kesejahteraan spiritual sehingga kepuasan spiritual dapat terwujud dimana

peran perawat dalam merumuskan diagnosa keperawatan terkait dengan

spiritual pasien mengacu pada distress spiritual yaitu spiritual pain,

pengasingan diri (spiritual alienation), kecemasan (spiritual anxiety), rasa

2
bersalah (spiritual guilt), marah (spiritual anger), kehilangan (spiritual loss)

dan putus asa (spiritual despair). Perencanaan spiritual care, perawat

membantu pasien untuk mencapai kepuasan spiritual dengan menekankan

pentingnya komunikasi yang efektif dengan cara komunikasi terapeutik anatara

pasien dengan anggota tim kesehatan lainnya, dengan keluarga pasien ataupun

dengan orang-orang terdekat pasien, rujukan mungkin diperlukan ketika

perawat membuat diagnosa distress spiritual, perawat dan pemuka agama dapat

bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien. Implementasi

spiritual care yaitu perawat meluangkan waktu untuk hadir ketika pasien

membutuhakan, mendengarkan keluhan pasien, memfasilitasi peralatan ibadah

ketika pasien membutuhkan, perawat menggunakan komunikasi terapeutik

dalam memberikan asuhan kepada pasien, memberikan dukungan moral dan

memberikan caring kepada pasien. Evaluasi spiritual care merupakan fokus

dengan menganilisis respons pasien, mengidentifikasi faktor yang

berkontribusi terhadap keberhasilan dan kegagalan, dan perencanaan untuk

asuhan di masa depan yang dilaksanakan melalui kolaborasi dengan

rohaniawan rumah sakit, karena tujuan akhir dari proses keperawatan adalah

tercapainya kesejahteraan spiritual pasien dalam pemenuhan kebutuhan pasien

yang dapat ditingkatkan melalui perilaku caring perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan (Estetika, 2018).

Perilaku caring perawat merupakan aspek penting dan utama dari

keperawatan. Caring merupakan tindakan dalam komunikasi, dukungan

kepada pasien serta memperhatikan asuhan fisik yang harus dilakukan sebagai

3
bentuk kebaikan dan kepedulian perawat untuk meningkatkan rasa aman dan

mendukung penyembuhan pasien (Ikafah, 2017). Perilaku caring merupakan

konsep yang luas yang menjadi inti dari keperawatan professional dan sebagai

bagian dasar yang dilakukan dalam praktik keperawatan, yaitu suatu tindakan

keperawatan professional yang dilakukan oleh perawat di seluruh dunia dalam

pelaksanaan intervensi terapeutik yang terjadi dari hubungan perawat dalam

proses membantu pasien untuk memulihkan serta meningkatkan kesehatan

pasien sehingga kondisi pasien menjadi semakin lebih baik. Hal ini dilakukan

dengan memberikan pelayanan keperawatan, mendampingi dan memberikan

dukungan kepada pasien (Alshammari, 2018).

Dalam praktik keperawatan, perilaku caring perawat dapat dipengaruhi

oleh banyak faktor dan ini mungkin termasuk diagnosis pasien, jenis institusi,

usia dan pengalaman perawat, harga diri, keyakinan, dan keadaan tempat kerja

seperti beban kerja (Shalaby et al., 2018). Faktor-faktor yang mempengauhi

perilaku caring perawat adalah individu, psikologi dan organisasi (Kusnanto,

2019). Beban kerja adalah jumlah pekerjaan yang dilakukan oleh suatu entitas

dalam periode waktu tertentu, atau jumlah rata-rata pekerjaan yang ditangani

oleh suatu entitas pada saat waktu tertentu. Salah satu masalah terpenting

dalam keperawatan adalah beban kerja yang tinggi (Shalaby et al., 2018).

Beban kerja yang berlebihan merupakan sumber utama stress. Kualitas

pelayanan dipengaruhi oleh ketidakseimbangan antara jumlah tenaga dan

beban kerja perawat di rumah sakit. Beban kerja yang tinggi dapat

4
menimbulkan stres dan penurunan kualitas asuhan keperawatan sehingga tidak

lagi menerapkan perilaku caring dengan baik (Madadzadeh et al., 2018).

Hal ini sejalan dengan penelitian Herman (2021) yang hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari 40 perawat yang memiliki beban kerja ringan

terdapat 24 (60%) perawat berperilaku caring dan 16 (40%) perawat tidak

menerapkan perilaku caring kepada pasien. Hasil uji statistik didapatkan nilai p

= 0,011, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan di

mana nilai α < 0,05.

Salah satu kebutuhan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

yaitu motivas untuk meningkatkan perilaku caring perawati. Motivasi internal

diantaranya tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, melakasanakan tugas

dengan target yang jelas, memiliki tujuan yang jelas dan menantang, memiliki

rasa senang dalam bekerja, selalu mengungguli orang lain, di utamakan prestasi

dari apa yang di kerjakannya. Motivasi eksternal diantaranya yaitu selalu

berusaha memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan kerjanya, senang

memperoleh pujian dari apa yang di kerjakannya, bekerja dengan ingin

memperoleh insentif, bekerja dengan harapan ingin memperoleh perhatian dari

teman dan atasan (Gusti, 2017). Perawat membutuhkan motivasi kerja yang

tinggi untuk memberikan asuhan keperawatan yang kompeten dan juga

memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna pelayanan kesehatan,

jika seorang perawat memiliki motivasi kerja yang kurang, maka hal tersebut

akan menggangu dalam pengambilan keputusan untuk memberikan asuhan

5
keperawatan, terutama pasien yang membutuhkan perilaku caring perawat

(Kamaludin, 2018).

Hal ini sejalan dengan penelitian Eva (2020) yang hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari 41 responden, 25 responden (61.0%) memiliki

motivasi kerja cukup dan untuk 16 responden (39.0%) memiliki motivasi kerja

baik. Dari 41 responden menunjukan bahwa 26 responden (63.4%) dengan

kategori perilaku caring baik dan 15 responden (36.6%) dengan kategori

perilaku caring cukup. Hasil uji spearmen rank diperoleh hasil signifikansi

sebesar 0,037 (p < 0,05) yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara

motivasi kerja dengan perilaku caring perawat.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD dr. M.

Haulussy Ambon khususnya di ruangan interen laki-laki dan wanita,

didapatkan jumlah perawat di ruangan intrn laki-laki 14 orang dan jumlah

perawat di ruangan intren Wanita 17 orang. Peneliti melakukan wawancara

singkat dengan perawat terkait perilaku caring perawat dalam memberikan

spiritual care pada pasien, dikatakan bahwa spiritual care yang diberikan

perawat adalah mengingatkan pasien untuk selalu berdoa. Spiritual care yang

diberikan juga berupa komunikasi terapeutik dalam memberikan informasi

terkait penyakit yang diderita, informasi tentang tindakan keperawatan yang

dilakukan dan memberikan edukasi agar pasien dapat mengurangi ketakutan

dan kecemasan dalam proses keperawatan. Perawat mengatakan bahwa tidak

melakukan pengkajian spiritual care secara menyeluruh serta tidak menetapkan

diagnosa keperawatan spiritual sebagai hal yang penting dan tidak

6
mendokumentasikan asuhan keperawatan spiritual karena perhatian pertama

perawat tertuju pada masalah biologis pasien.

Peneliti juga bertanya terkait beban kerja perawat, dikatakan bahwa

perawat bekerja secara shift yaitu pagi, siang dan malam. Perawat bekerja

setiap hari 8 jam. Sekali shift, perawat yang jaga 4 orang namun terkadang 3

orang dengan banyaknya pasien 6 sampai 9 orang. Ketika pasien full dengan

jumlah perawat yang terbatas, maka disitulah beban kerja perawat bertambah

sehingga terkadang dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat hanya

memberikan tindakan keperawatan tanpa menjelaskan tujuan dan efek samping

dari tindakan keperawatan yang diberikan. Pekerjaan perawat dalam membuat

laporan juga kadang tertumpuk karena harus fokus terhadap tindakan

keperawatan pada pasien. Peneliti bertanya terkait motivasi kerja perawat,

dikatakan bahwa perawat memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja seperti

menganggap bekerja sebagai pelayanan yang baik dan harus dilakukan dengan

sepenuh hati. Motivasi yang tinggi, menimgkatkan perilaku caring yang

diberikan perawat kepada pasien dalam proses asuhan keperawatan akan

semakin baik.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku caring

perawat dalam memenuhi spiritual care pada pasien di Rumah Sakit Umum

Daerah dr. M. Haulussy Ambon”.

7
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “apakah sajakah faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku caring perawat dalam memenuhi spiritual care pada pasien di Rumah

Sakit Umum Daerah dr. M. Haulussy Ambon?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan perilaku caring perawat dalam memenuhi

spiritual care pada pasien di Rumah Sakit Umum Daerah dr. M. Haulussy

Ambon.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden pada pasien di Rumah Sakit Umum

Daerah dr. M. Haulussy Ambon.

b. Mengetahui hubungan beban kerja dengan perilaku caring perawat dalam

memenuhi spiritual care pada pasien di Rumah Sakit Umum Daerah dr.

M. Haulussy Ambon.

c. Mengetahui hubungan motivasi kerja dengan perilaku caring perawat

dalam memenuhi spiritual care pada pasien di Rumah Sakit Umum

Daerah dr. M. Haulussy Ambon

8
D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil peneliatian ini dapat bermanfaat sebagai sumber

informasi dan referensi yang nantinya digunakan sebagai masukan untuk

menambah ilmu dan pengetahuan terhadap perawat dalam melakukan

asuhan keperawatan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat menjadi informasi dan masukkan kepada pihak Rumah

Sakit untuk mengembangkan kualitas Rumah Sakit melalui perilaku

caring perawat.

b. Bagi Perawat

Diharapkan dapat mempertahankan dan terus mengembangkan perilaku

caring dalam memenuhi spiritual care pada pasien.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk

melakukan penelitian sejenis dan lebih lanjut dalam bidang yang sama.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Caring Perawat

1. Definisi Perilaku Perilaku Caring Perawat

Caring sebagai cara perawat memelihara hubungan yang bernilai

dengan pasien agar mereka merasakan komitmen dan tanggung jawab

terhadap dirinya sendiri. Caring sebagai suatu karakteristik interpersonal

yang tidak diturunkan secara genetika, namun dapat dipelajari melalui

pendidikan sebagai budaya profesi. Perilaku caring merupakan perhatian

kepada orang lain, menghormati orang lain, dan empati terhadap orang lain

(Puteri, 2016).

Perilaku caring perawat adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan

seorang tenaga perawat dalam merawat pasien dan keluarga dengan

memberikan dorongan positif, dukungan dan peningkatan pelayanan

perawat (Pryzby, 2017). Perilaku caring dalam asuhan keperawatan

merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien. Sikap

caring adalah kecenderungan perawat untuk berperilaku caring terhadap

pasien, sedangkan perilaku caring adalah tindakan nyata seorang perawat

dalam menampilkan nilai-nilai caring. Caring memberikan arahan dan

motivasi kepada perawat untuk peduli dan membantu klien. Perilaku caring

tidak tumbuh dengan sendirinya di dalam diri seseorang, tetapi merupakan

hasil dari budaya, nilai-nilai, pengelaman dan hubungan individu dengan

10
orang lain. Untuk membangun perilaku caring perawat dibutuhkan

peningkatkan pengetahuan perawat tentang manusia, aspek tumbuh

kembangm respon terhadap lingkungan yang terus berubah, keterbatasan

dan kekuatan serta kebutuhan dasar manusia (Koswara, 2017).

2. Klasifikasi Perilaku Caring Perawat

Banyak penelitian mendefinisikan dan menjabarkan bentuk nyata

perilaku caring perawat. Christopher (2017) dalam penelitiannya,

merangkum beberapa literatur tentang perilaku caring perawat, dan

mengelompokkan perilaku caring perawat kedalam dua kelompok besar

yaitu perilaku afektif dan instrumental.

a. Perilaku Afektif Perilaku Caring Perawat

Perilaku afektif caring perawat adalah sikap perawat yang

mencerminkan nilai-nilai caring yaitu nilai kemanusiaan, hormat,

kepedulian, empati, dan hubungan saling percaya dan membantu.

Perilaku caring perawat yang termasuk kedalam perilaku afektif meliputi

semua aktivitas perawat dalam membentuk hubungan dengan pasien

yang berkualitas yang didasari hubungan saling percaya, sensitif dan

empati. Aktivitas lain yang mencerminkan perilaku afektif yaitu

memberikan dukungan terhadap pasien seperti pengawasan pasien,

memberikan kenyamanan dan menghormati privasi pasien.

b. Perilaku Instrumental Perilaku Caring Perawat

Perilaku instrumental caring perawat adalah perilaku yang

menunjukan keterampilan dan kemampuan perawat secara kognitif dan

11
psikomotor. Aktivitas perawat yang mencerminkan perilaku caring

instrumental diantaranya yaitu aktivitas fisik atau tindakan perawat

seperti pemberian obat-obatan, perawatan kebersihan pasien, pemenuhan

kebutuhan dasar pasien dan penggunaan alat-alat ksehatan. Perilaku lain

yang mencerminkan perilaku instrumental dari caring adalah aktivitas

yang berorientasi pada kemampuan kognitif seperti program

pembelajaran, pendidikan ksehatan dan pemecahan msalah dengan

metode asuhan keperawatan yang sistematis

3. Manfaat Perilaku Caring Perawat

Pemberian pelayanan keperawatan yang didasari atas perilaku caring

perawat, akan bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Penerapan

caring yang diintegrasikan dengan pengetahuan biofisik dan pengetahuan

tentang perilaku manusia mampu meningkatkan kesehatan individu dan

memfasilitasi pemberian pelayanan kepada klien (Kusnanto, 2019).

Caring merupakan hal utama dalam praktik keperawatan, caring

merupakan cara untuk memelihara hubungan dengan menghargai nilai-nilai

yang lain, sehingga seseorang akan bisa merasakan komitmen dan tanggung

jawab terhadap dirinya sendiri. Dalam teori ini, caring perawat bertujuan

memungkinkannya klien untuk mencapai suatu kebahagiaan (Kusnanto,

2019).

Kinerja perawat yang berdasarkan dengan perilaku caring akan

menjadi sangat penting dalam mempengaruhi kualitas pelayanan dan

kepuasan klien terutama di rumah sakit, dimana citra institusi ditentukan

12
oleh kualitas pelayanan yang nantinya akan mampu meningkatkan kepuasan

klien dan mutu pelayanan. Caring yang dilakukan secara efektif bisa

mendorong kesehatan dan pertumbuhan individu. Perilaku caring mampu

memberikan manfaat secara finansial bagi industri pelayanan kesehatan.

Perilaku caring staf kesehatan memiliki nilai ekonomi bagi rumah sakit

karena perilaku ini berdampak bagi kepuasan klien. Dengan begitu tampak

dengan jelas bahwa perilaku caring bisa memberikan manfaat bagi

pelayanan kesehatan karena mampu meningkatkan kesehatan dan

pertumbuhan individu serta menaikkan angka kunjungan klien ke tempat

fasilitas kesehatan dan nantinya akan memberikan keuntungan secara

finansial pada fasilitas kesehatan tersebut (Kusnanto, 2019).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Caring Perawat

Kusnanto (2019) menyebutkan ada tiga factor yang berpengaruh

terhadap kinerja individu meliputi factor individu, psikologis dan organisasi.

a. Faktor Individu

Faktor individu yang dapat mempengaruhi perilaku caring yaitu

diantaranya kemampuan kecerdasan emosional, latar belakang,

keterampilan, dan karakteristik demografis diantaranya umur, jenis

kelamin, dan pendidikan. Peran pendidikan dalam membangun caring

perawat sangat penting. Pengetahuan seseorang juga dipengaruhi oleh

tingkat pendidikannya. Semakin luas pengetahuan perawat, maka

berhubungan dengan tingkat caring yang semakin tinggi. Tingkat

pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat kemampuannya.

13
Kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan tingkat pendidikan adalah

kemampuan intelektual, dengan adanya kemampuan intelektual yang

meningkat pada seseorang maka diharapkan dapat mengambil keputusan

yang tepat termasuk keputusan untuk bersikap atau berperilaku. Tingkat

pendidikan yang tinggi menyebabkan seseorang lebih mampu dan

menerima tanggung jawab. Sehingga diharapkan dengan semakin

tingginya tingkat pendidikan perawat semakin besar pula rasa tanggung

jawabnya dan semakin baik juga sikapnya terhadap pasien. Perawat

dengan pendidikan DIII keperawatan mempunyai efisiensi kerja dan

penampilan kerja yang lebih baik dari pada perawat dengan pendidikan

SPK. Perilaku caring yang ditunjukan oleh perawat saat merawat pasien

anak akan menimbulkan suatu kepercayaan dan keyakinan kepada anak

bahwa mereka berada pada lingkungan yang menyayangi mereka dan

merawat mereka dengan baik. Perilaku caring perawat ini didapatkan

oleh pendidikan dan pengalaman yang dijalani oleh perawat selama ini.

b. Faktor Psikologi

Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi perilaku caring yaitu,

sikap, kepribadian dan motivasi, faktor ini dipengaruhi oleh keluarga,

tingkat sosial, dan karakteristik demografis.

c. Faktor Organisasi

Faktor organisasi yang dapat mempengaruhi perilaku caring yaitu,

sumber daya manusia, kepemimpinan, imbalan, struktur, massa kerja dan

pekerjaan.

14
5. Perilaku Caring Dalam Praktik Keperawatan

Caring secara umum merupakan suatu kemampuan untuk berdedikasi

bagi orang lain, pengawasan dengan waspada perasaan empati pada orang

lain dan perasaan cinta atau menyayangi (Kusnanto, 2019).

Tujuan tindakan caring adalah untuk bisa memberikan asuhan fisik

dengan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa nyaman dan aman

terhadap klien. Caring juga menekankan harga diri individu artinya dalam

melaksanakan praktik keperawatan, perawat harus selalu menghargai klien

dengan menerima kelebihan maupun kekurangan klien sehingga bisa

memberikan pelayanan kesehatan yang tepat (Kusnanto, 2019).

6. Komponen Prilaku Caring Perawat

Asuhan keperawatan kepada klien yang dilakukan oleh seorang

perawat harus memahami beberapa komponen caring perawat terbagi

menjadi tujuh komponen atau disebut sebagai komponen caring 7'C. Berikut

adalah beberapa komponen caring (Hurun Ain, 2019):

a. Compassion

Compassion berarti belas kasih, dalam melakukan asuhan keperawatan

seorang perawat harus memiliki rasa empati kepada masalah yang sedang

dialami oleh kliennya. Dalam kondisi ini seorang perawat mampu

merasakan ataupun menemani klien dalam kondisi suka maupun

dukanya.

b. Communication

15
Seorang perawat harus pandai dalam melakukan komunikasi yang efektif

kepada pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang

dilakukan oleh perawat untuk menjalin dan menciptakan rasa saling

percaya antara perawat dan kliennya.

c. Consideration

Kunci utama yang harus dipegang oleh perawat adalah memiliki

kompetensi yang tinggi. Seorang perawat yang memiliki kompetensi

yang tinggi tercermin dari dirinya yang menguasai pembelajaran kognitif,

afektif dan psikomotor. Perawat diharuskan memiliki kompetensi yang

tinggi dikarenakan seorang perawat dalam terjun ke tengah-tengah

masyarakat harus mampu menyampaikan pengetahuannya tentang segala

kondisi masalah kesehatan dan cara menanganinya.

d. Comfort

Kenyamanan merupakan suatu hal yang harus tercipta dalam hubungan

yang dilakukan antara perawat dan klien. Karena jika seorang mampu

memberikan kenyamanan maka kepercayaan yang muncul semakin erat

dan proses keperawatan akan berjalan dengan lancar.

e. Carefullness

Komponen ini merupakan komponen paling penting diantara komponen

yang lain. Karena komponen ini merupakan komponen yang harus

dipegang oleh perawat untuk menjadi seorang perawat. Carefullness

merupakan perilaku dimana seorang perawat harus mampu melakukan

tindakan kepedulian baik sikap, perilaku, pakaian dan bahasa.

16
f. Consistency

Dalam melakukan perilaku caring kepada klien seorang perawat harus

memegang komitmen yang tinggi untuk mengabdikan diri demi

kesejahteraan klien dalam menjalankan asuhan keperawatan.

g. Closure

h. Asuhan keperawatan dapat berhasil jika perawat melakukannya sesuai

dengan panduan legal etik keperawatan. Pada komponen ini perawat

akan mampu memahami dirinya sendiri ataupun orang lain dan mampu

menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh dirinya sendiri

ataupun kliennya.

Selain tujuh komponen di atas, adapula 4 komponen caring yang harus

dimiliki oleh perawat dalam melakukan asuhan keperawatan. Komponen-

komponen caring tersebut ialah (Febriana, 2017):

a. Kehadiran (Presence)

Seorang pasien ketika mengalami masalah kesehatan sangat senang jika

diberikan perhatian, oleh karena itu kehadiran seorang perawat sangatlah

dibutuhkan. Seorang perawat yang mampu hadir dalam memberikan

asuhan keperawatan kepada seorang klien akan memupuk tumbuhnya

perilaku terbuka seorang klien kepada perawat.

b. Sentuhan (Contact)

Dalam suatu keadaan sakit seorang klien sangatlah senang jika

mendapatkan perhatian. Perhatian seorang perawat dapat ditunjukkan

dengan melakukan sentuhan ketika melakukan asuhan keperawatan.

17
Sentuhan yang biasa dapat dilakukan ialah saat melakukan tindakan

keperawatan pasien.

c. Mendengarkan (Listen)

Menjadi pendengar yang baik merupakan suatu kelebihan yang patut

dimiliki oleh seorang perawat. Saat pasien mengalami suatu masalah

kesehatan ia akan lebih senang menceritakannya pada orang yang

memberikan perhatian kepadanya. Seorang yang mampu mendengarkan

segala keluhan kliennya dengan baik maka akan dianggap oleh klien

sebagai seorang yang peduli pada dirinya.

d. Memahami klien

Seorang perawat harus memahami kliennya dan mampu masuk kedalam

kondisi yang sedang dihadapi oleh kliennya. Dalam melakukan asuhan

keperawatan harus mampu turut merasakan masalah yang sedang

dihadapi oleh klien dan mampu memberikan solusi agar masalah yang

dihadapi tidak meluas.

7. Faktor Pembentuk Perilaku Caring Perawat

Menurut Puteri (2016) faktor pembentuk perilaku caring yaitu:

a. Membentuk sistem nilai humanistik-altruistik.

Asuhan keperawatan didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan

(humanistik) dan perilaku yang mementingkan kepentingan orang lain

diatas kepentingan pribadi (altruistik). Hal ini dapat dikembangkan

melalui pemahaman nilai yang ada pada diri seseorang, keyakinan,

interaksi, dan kultur serta pengalaman pribadi.

18
b. Menanamkan keyakinan dan harapan (faith-hope).

Pemahaman ini diperlukan untuk menekankan pentingnya obat-obatan

untuk curatif, perawat juga perlu memberitahu individu alternatif

pengobatan lain yang tersedia. Mengembangkan hubungan perawat dan

klien yang efektif, perawat memiliki perasaan optimis, harapan, dan rasa

percaya diri.

c. Mengembangkan sensitivitas untuk diri sendiri dan orang lain.

Seorang perawat dituntut untuk mampu meningkatkan

sensitivitasterhadap diri pribadi dan orang lain serta bersikap lebih baik.

Perawatjuga perlu memahami pikiran dan emosiorang lain.

d. Membina hubungan saling percaya dan saling bantu (helpingtrust).

Ciri hubungan helping-trust adalah empati, dan hangat. Hubungan yang

harmonis haruslah hubungan yang dilakukansecara jujurdan terbuka.

e. Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan positif dan negatif.

Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan

dan perasaan pasien.

f. Menggunakan proses pemecahan masalah kreatif.

Penyalesaian masalah untuk pengambilan keputusan perawat

menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola piker dan

pendekatan asuhan kepada pasien.

g. Meningkatkan belajar mengajar transpersonal.

Memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan

memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal pasien.

19
h. Menyediakan lingkungan yang suportif, protektif, atau memperbaiki

mental, fisik, sosiokultural, dan spiritual.

Perawat perlumengenali pengaruh lingkungan internal dan

eksternalpasien terhadap kesehatan kondisi penyakit pasien.

i. Membantu memuaskan kebutuhan manusia.

Perawat perlu mengenali kebutuhan komperhensif dirisendiridan pasien.

Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke

tingkat selanjutnya

j. Menghargai kekuatan eksistensial, fenomenologi dan spiritual

Perawatn meningkatkan dimensi spiritual pasien. Perawat memberi

kesempatan dan mendorong klien untuk menunjukkan kemampuan,

kekuatan yang dimiliki, membantu pasien dalam menentukan coping

yang efektif dalam menghadapi masalahnya, serta menemukan makna

dari kehidupannya. Bentuk nyata perilaku caring perawat adalah

memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk melakukan

hal-hal yang bersifat ritual demi proses penyembuhannya, memotivasi

pasien dan keluarganya untuk selalu bersrah diri kepada Tuhan YME,

dan mampu menyiapkan pasien dan keluarganya ketika menghadapi fase

berduka.

20
B. Tinjauan Umum Tentang Spiritual Care

1. Pengertian Spiritual Care

Spiritual merupakan bagian inti dari individu yang tidak pernah

terlibat dan emberikan makna dan tujuan hidup serta keterkaitkan dengan

Yang Maha Tinggi. Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan

yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Arwin & Khotimah, 2018).

Spiritualitas merupakan bentuk keyakinan dalam hubungan dengan

Yang Maha Kuasa, keyakinan spiritual akan menjadikan seseorang

mempertahankan keharmonisan, keselarasan dengan dunia luar. Keyakinan

spiritual dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan perilaku dalam

perawatan pasien. Terpenuhinya kebutuhan spiritual apabila seseorang

mampu mengembangkan rasa syukur, sabar, serta ikhlas (Agus dkk, 2019).

2. Aspek-Aspek Spiritual Care

Spiritual adalah keyakinan dalam hubungan Yang Maha Kuasa dan

Maha Pencipta. Sebagai contoh seorang yang percaya terhadap yang Maha

Kuasa dan Pencipta. Aspek spiritual sebagai berikut (Arwin & Khotimah,

2018):

a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau tidak pasti

dalam kehidupan.

b. Menemukan arti dan tujuan hidup.

c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan

dalam diri sendiri.

21
d. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang

Maha Tinggi.

3. Dimensi Spiritual Care

Menurut Agus dkk (2019), secara sederhana spiritual bisa dimodelkan

ke dalam tiga dimensi yaitu vertical, horizontal, dan diagonal. Dimensi

vertical terkait dengan tingkat sistem yang menjadi objek spiritual individu,

kelompok, dan organisasi. Pada horizontal, ada aturan, jalan atau metode,

pencerahan, kearifan atau kebenaran. Kemudian pada dimensi diagonal, ada

penyatuan berbagai unsur kehidupan yang terpisah selama ini, yaitu unsur

aksi, identitas, nilai dan kenyakinan.

4. Karakteristik Spiritual Care

Dalam memudahkan pemberian asuhan keperawatan dengan

memperhatikan spiritual untuk pelayanan keperawatan, perawat muntlak

perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi atau mengetahui karakteristik

spiritual sebagai berikut (Arwin & Khotimah, 2018):

a. Hubungan dengan diri sendiri, yaitu pengetahuan dengan diri sendiri

dan sikap diri sendiri.

b. Hubungan dengan alam harmonis, yaitu mengetahui tentang tanaman

dan berkomunikasi dengan alam.

c. Hubungan dengan orang lain harmonis/suportif, yaitu berbagi waktu,

mengasuh anak, orang tua dan menyakini kehidupan dan kematian.

d. Hubungan dengan ketuhanan, yaitu sembayang, berdoa, perlengkapan

keagamaan, dan bersatu dengan alam.

22
5. Kebutuhan Spiritual Care

Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh

setiap manusia. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas

kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan

spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan spiritualnya

pada saat pasien akan dioperasi, pasien kritis atau menjelang ajal. Dengan

demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan antara keyakinan dengan

pelayanan kesehatan dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan

melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek biologis, tetapi juga

aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan semangat

pasien dalam proses penyembuhan. Berikut ini, 10 butir kebutuhan dasar

spiritual manusia yaitu (Arwin & Khotimah, 2018):

a. Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara

terus menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini

adalah ibadah.

b. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan

makna hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan

Tuhannya (vertikal) dan sesama manusia (horizontal) serta alam

sekitarnya.

c. Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan

keseharian, pengalaman agama integratif antara ritual peribadatan dengan

pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.

23
d. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan

hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang tidak

melemah.

e. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. Rasa bersalah dan

berdosa ini merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi

kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu

pertama secara vertikal adalah kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah,

dan berdosa terhadap Tuhan. Kedua secara horizontal yaitu bebas dari

rasa bersalah kepada orang lain.

f. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri (self acceptance dan self

esteem), setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh

lingkungannya.

g. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan

masa depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka

pendek (hidup didunia) dan jangka panjang (hidup diakhirat). Hidup di

dunia sifatnya sementara yang merupakan persiapan bagi kehidupan yang

kekal diakhirat nanti.

h. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi

sebagai pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan

manusia didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang

ingin agar derajatnya lebih tinggi di hadapan Tuhan maka dia senantiasa

menjaga dan meningkatkan keimanannya.

24
i. Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama

manusia. Manusia hidup saling tergantung satu sama lain. Oleh karena

itu, hubungan dengan orang disekitarnya senantiasa dijaga. Manusia juga

tidak dapat dipisahkan lingkungan alamnya sebagai tempat hidupnya.

Oleh karena itu manusia mempunyai kewajiban untuk menjaga dan

melestarikan alam ini.

j. Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilainilai

religius. Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang dengan sering

berkumpul dengan orang yang beriman akan mampu meningkatkan iman

orang tersebut.

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritual Care

Menurut Balldacchino (2018), faktor yang dapat mempengaruhi peran

perawat dalam pemberian asuhan spiritual care kepada pasien adalah:

a. Lingkungan

Lingkungan bisa diartikan sebagai tersedianya fasilitas tempat alat untuk

proses spiritual.

b. Perilaku

Perilaku adalah kebiasan spiritual sehari pasien. Apakah pasien berdoa

sebelum melaksanakan kegiatan, sebelum makan dan minum, Apakah

pasien merasakan gangguan atau mimpi buruk atau hal buruk sebagai

bentuk kemarahan dari Tuhan.

c. Verbalisasi

25
Apakah pasien menyebutkan Tuhan atau yang lebih tinggi dalam berdoa

atau dalam suatu hal. Apakah pasien menanyakan tentang ulama. Apakah

pasien mengekspresikan ketakutan akan kematian, makna hidup, konflik

batin, keyakinan beribadah, tentang penderitaan, moral atau etika terapi.

d. Affect dan Sikap

Apakah pasien muncul kesepian, depresi, marah, cemas, gelisah, apatis,

atau sibuk.

e. Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal ini bisa berupa orang yang mengunjungi.

Bagaimana merespon pasien dengan pengunjung, bagaimana hubungan

dengan tokoh spiritual, bagaimana hubungan pasien lain dan bagaimana

hubungan dengan tenaga kesehatan perawat.

f. Beban Kerja

Beban kerja adalah suatu pekerjaan yang memiliki beban, baik beban

fisik, mental ataupun beban sosial yang harus di tanggung oleh tenaga

kerjanya sesuai dengan jenis pekerjaannya.

g. Motivasi Kerja

Motivasi kerja merupakan sebuah keadaan kejiwaan yang dapat

mendorong, menggerakkan atau mengaktifkan dalam mengarahkan dan

menyalurkan setiap perilaku, sikap dan tindakan seseorang dalam

mencapai tujuan.

26
C. Tinjauan Umum Tentang Beban Kerja

1. Definisi Beban Kerja

Beban kerja adalah suatu pekerjaan yang memiliki beban, baik beban

fisik, mental ataupun beban sosial yang harus di tanggung oleh tenaga

kerjanya sesuai dengan jenis pekerjaannya (Riningrum, 2016). Beban kerja

dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat

dipengaruhi oleh faktor somatis dan faktor psikis, sedangkan faktor

eksternal dikarenakan oleh faktor lingkungan sekitar yaitu tugas-tugas,

organisasi kerja, lingkungan kerja (Maharja, 2015).

Beban kerja merupakan sebuah proses atau kegiatan yang harus

segera diselesaikan oleh seorang pekerja dalam jangka waktu tertentu.

Apabila seorang pekerja mampu menyelesaikan dan menyesuaikan diri

terhadap sejumlah tugas yang diberikan, maka hal tersebut tidak menjadi

suatu beban kerja. Namun, jika pekerja tidak berhasil maka tugas dan

kegiatan tersebut menjadi suatu beban kerja (Vanchapo, 2020). Beban

kerja adalah proses yang dilakukan seseorang dalam menyelesaikan tugas

dari suatu pekerjaan atau suatu kelompok jabatan yang dilakukan dalam

keadaan normal dalam suatu jangka waktu tertentu (Monika, 2018).

2. Dampak Beban Kerja

Irawati (2017) menyatakan bahwa beban kerja dapat mengakibatkan

dampak negatif bagi karyawan yang berupa:

a. Kenaikan tingkat absensi

27
Beban kerja yang terlalu banyak menyebabkan karyawan terlalu lelah

sehingga mengakibatkan karyawan menjadi sakit. Hal ini

menyebabkan tingkat absensi terlalu tinggi dan berakibat buruk bagi

kelancaran kerja organisasi serta mempengaruhi kinerja organisasi

secara keseluruhan

b. Kualitas kerja menurun

Beban kerja yang berlebihan dan terlalu berat serta tidak sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan, mengakibatkan

penurunan kualitas kerja yang tidak sesuai dengan standar kerja

karena kelelahan fisik dan turunnya konsentrasi, akurasi kerja,

pengawasan diri

c. Keluhan pelanggan

Hasil kerja yang tidak memuaskan dan tidak sesuai dengan harapan

pelanggan yang diberikan karyawan dapat menimbulkan keluhan,

sehingga keluhan tersebut menjadi tekanan untuk karyawan.

3. Beban Kerja Perawat

Beban kerja perawat secara umum adalah seluruh kegiatan, aktivitas,

tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas disuatu

unit pelayanan keperawatan. Beban kerja perawat (nurse work load) dapat

diartikan sebagai patient days yang merujuk pada sejumlah prosedur,

pemeriksaan, kunjungan (visite) pada pasien, pemberian kolaborasi injeksi,

dan lain sebagainya. Beban kerja perawat secara umum menjadi upaya

28
merinci komponen dan target volume pekerjaan dalam satuan waktu dan

satuan hasil tertentu (Nelson, 2017).

Beban kerja mental perawat dapat berupa pemahaman perawat

terhadap tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan

individu lainnya. Beban kerja mental perawat, diantaranya bekerja shift

atau bergiliran, mempersiapkan rohani mental pasien dan keluarga,

terutama bagi pasien yang akan melaksanakan perasi atau dalam kondisi

kritis. Bekerja dengan keterampilan khusus dalam merawat pasien, serta

diwajibkan bagi perawat menjalin komunikasi terapeutik dengan pasien.

Beban kerja yang berlebihan pada perawat dapat memicu timbulnya stress

burnout. Stress burnout ini akan mengakibatkan perawat tidak dapat

menampilkan perfora secara efektif dan efisien, dikarenakan kemampuan

fisik dan kognitif perawat berkurang (Hughes, 2017).

Beban kerja fisik perawat merupakan sesuatu yang muncul dari

interaksi dengan pasien dikarenakan tuntutan tugas-tugas perawat yang

bertugas di lingkungan kerja. Beban kerja fisik perawat meliputi

mengangkat pasien, memandikan pasien, membantu pasien ke kamar

mandi, membantu pasien ke kamar mandi, mendorong peralatan tindakan,

merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankat pasien, dan kegiatan

yang bersifat fisikal lainnya (Hughes, 2017).

Beban kerja perawat meliputi (Nelson, 2017):

a. Perawat melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja.

29
b. Terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan

keselamatan pasien.

c. Beragamnya jenis pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan

keselamatan pasien.

d. Kontak langsung perawat dengan pasien secara terus menerus 24 jam.

e. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak mampu

mengimbangi sulitnya pekerjaan.

f. Kurangnya tenaga perawat disbanding jumlah pasien.

g. Harapan pimpinan Rumah Sakit terhadap pelayanan yang berkuallitas.

h. Tuntunan keluarga untuk keselamatan dan kesehatan pasien.

i. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.

j. Tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan

pasien di ruangan.

k. Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya (koma) dan

kondisi terminal.

l. Setiap saat melaksanakan tugas delegasi dari dokter (memberikan obat

secara intensif).

m. Tindakan untuk menyelamatkan kehidupan pasien

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja

perawat antara lain:

a. Jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut.

b. Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien.

c. Rata-rata hari perawatan.

30
d. Pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung dan

pendidikan kesehatan.

e. Frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan pasien.

f. Rata-rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan

kesehatan

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Monika (2018) membagi beberapa faktor yang mempengaruhi beban

kerja, yaitu:

a. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal lingkungan pekerja,

yang meliputi:

1) Tugas (task)

Bersifat fisik seperti, sikap, beban yang diangkat, alat dan sarana

prasarana, tata ruang, dan kondisi lingkungan tempat bekerja.

Adapun tugas yang bersifat psikis seperti, emosi kerja, keutuhan

kerja, dan tanggung jawab.

2) Organisasi Kerja

Organisasi kerja ini dapat meliputi, waktu kerja, sistem kerja,

shift kerja, waktu istirahat, dan upah.

3) Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja ini dapat dilihat dari kondisi tempat pekerja

sekitar, apakah lingkungan tempat pekerja dapat memberikan

beban tambahan atau tidak yang biasanya meliputi, lingkungan

31
kerja psikologis, lingkungan kerja kimiawi, lingkungan kerja

biologis, dan lingkungan kerja fisik.

b. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari pekerja itu sendiri

dan dapat disebabkan oleh faktor eksternal yang bisa berpotensi

terjadinya stres, yaitu:

1) Somatic Faktor: usia, gender, status gizi, body size, kondisi

kesehatan tubuh.

2) Psikis Faktor: persepsi, motivation, keinginan, kepuasan,

kepercayaan.

D. Tinjauan Umum Tentang Motivasi Kerja

1. Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi kerja merupakan sebuah keadaan kejiwaan yang dapat

mendorong, menggerakkan atau mengaktifkan dalam mengarahkan dan

menyalurkan setiap perilaku, sikap dan tindakan seseorang dalam mencapai

tujuan (Sutrisno, 2017).

Motivasi kerja yang diberikan merupakan suatu sarana untuk bisa

meningkatkan efesiensi dan efektivitas organisasi secara keseluruhan, dan

dengan adanya motivasi kerja tersebut diharapkan setiap karyawan dapat

bangkit dengan keinginan untuk bisa bekerja lebih keras dan antusias dalam

mencapai kinerja karyawan yang lebih baik, sehingga tujuan perusahaan

dapat tercapai. (Hasibuan, 2017).

32
2. Tujuan Motivasi Kerja

Motivasi akan tampak sebagai kebutuhan dan juga sekaligus sebagai

perangsang untuk dapat mengarahkan dan menggerakkan potensi sumber

daya manusia itu kearah tujuan yang diinginkan. Adapun tujuan pemberian

motivasi kerja adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2017):

a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

b. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

c. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.

d. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

e. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

g. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.

h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

i. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

j. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

Sedangkan tujuan motivasi menurut Kadarisman (2017) pada

hakikatnya adalah:

a. Mengubah prilaku karyawan sesuai keinginan perusahaan:

b. Meningkatkan gairah dan semangat kerja.

c. Meningkatkan disiplin kerja.

d. Meningkatkan prestasi kerj.;

e. Meningkatkan rasa tanggung jawab.

f. Meningkatkan rasa tanggung jawab.

33
g. Meningkatakan produktivitas dan efisiensi.

h. Menumbukan loyalitas karyawan.

3. Jenis-Jenis Motivasi Kerja

Terdapat 2 jenis motivasi yaitu motivasi positif dan motivasi negatif

(Hasibuan, 2017).

a. Motivasi Positif

Motivasi positif maksudnya motivasi yang diberikan seseorang yang

sifatnya menyenangkan. Seperti pemberian gaji, fasilitas, jaminan hari

tua, jaminan keselamatan dan sebagainya.

b. Motivasi Negatif

Motivasi Negatif adalah motivasi yang bersifat hukuman atau ketakutan.

Seperti, perusahaan dapat memberikan motivasi negatif dalam bentuk

intimidasi, tekanan, maupun ancaman.

4. Dampak Motivasi Kerja

Motivasi kerja merupakan salah satu hal yang mempengaruhi perilaku

manusia, motivasi disebut juga sebgai pendorong, keinginan, pendukung

atau kebutuhan-kebutuhan yang dapat membuat seseorang bersemangat dan

termotivasi untuk memenuhi dorongan diri sendiri, sehingga dapat bertindak

dan berbuat membuat cara-cara tententu yang akan membawa ke arah yang

optimal. Terlihat pada karyawan yang mendapatkan insentif berupa gaji

yang lebih, maka karyawan secara langsung akan rajin berupaya untuk

menyelesaikan tugas yang diberikan atasan, meskipun tugas yang diberikan

membutuhkan waktu lembur, sedangkan jika karyawan tidak dapat berupaya

34
dengan baik dan tidak diberikan insentif maka karyawan juga tidak akan

berupaya untuk menyelesaikan tugas dan akan tidak bersemangat untuk

bekerja (Afandi, 2018).

5. Prinsip-Prinsip Motivasi Kerja

Menurut Mangkunegara (2017) terdapat beberapa prinsip memotivasi

kerja pegawai, yaitu:

a. Prinsip Partisivasi

Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut

berpatisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh

pemimpin.

b. Prinsip Komunikasi

Pemimpin mengkomuniksikan segala sesuatu yang berhubungan dengan

usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai lebih

mudah dimotivasi kerjanya.

c. Prinsip Mengakui Andil Bawahan

Pemimpin yang mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil

didalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai

akan lebih mudah termotivasi kerjanya.

d. Prinsip Pendelegasian Wewenang

Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewnang kepada pegawai

bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap

pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan

35
menjadi temotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh

pemimpin.

e. Prinsip Memberi Perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai

bawahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh

pemimpin.

6. Strategi Meningkatkan Motivasi Kerja

a. Memberikan kritik yang membangun untuk para karyawannya

b. Memotivasi melalui hal-hal kecil seperti:

1) Mengucapkan salam terlebih dahulu

2) Memberikan pujian yang tulus

3) Memberikan jabatan tangan yang hangat serta menatap matanya

4) Menanyakan kondisi dan kesehatan sembari menjukan rasa empati

5) Memberikan senyuman pada saat bertemu maupun berpisah

c. Memberikan semangat kepada karyawan dan buatlah mereka untuk

merasa penting akan keberadaanya di organisasi atau perusahaan,

seperti:

1) Hargailah pendapat dari para karyawan

2) Memberikan kesempatan training untuk para karyawan

3) Dengarkan mereka dengan penuh perhatian

d. Persaingan, kebanggan dan partisipasi

Seorang pemimpin bisa memberikan motivasi sehat kepada

karyawannya dengan memberikan sebuah hadiah kepada karyawan

36
yang berhasil mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Dengan harapan

karyawan dapat berpartisipasi dan memberikan manfaat bagi organisasi.

karena penerimaan perintah yang baik, dan menimbulkan komitmen

kinerja yang baik.

e. Manajemen pemberdayaan

Maksud dari manajemen pemberdayaan disini adalah bagaimana

organisasi melakukan metode meningkatkan kepuasan kerja dengan

cara memberikan kesempatan kepada para karyawan untuk memberikan

masukan berupa pendapat positif maupun kinerja yang baik pada

manajemen organisasi.

f. Manajemen berdasarkan sasaran

Serangkaian prosedur yang mencakup manajer dan bawahannya dalam

menetapkan tujuan dan mengevaluasi kemajuan bersama.

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

Menurut Sutrisno (2017), faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas

faktor internal dan eksternal.

a. Faktor Internal

1) Keinginan untuk hidup

Keinginan untuk hidup merupakan setiap manusia yang hidup di muka

bumi ini. Untuk mempertahankan hidup ini orang mau mengerjakan

apa saja, apakah pekerjaan itu baik atau jelek, apakah halal atau haram

dan sebagainya.

2) Keinginan untuk dapat memiliki

37
Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang

untuk mau melakukan pekerjaan. Hal ini banyak yang kita alami

dalam kehidupan kita sehari-hari, bahwa keinginan yang keras untuk

dapat memiliki itu dapat mendorong orang untuk mau bekerja.

3) Keinginan untuk memperoleh penghargaan

Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui,

dihormati oleh orang lain. Untuk memperoleh status sosial yang lebih

tinggi, orang mau mengeluarkan uangnya, untuk memperoleh uang itu

pun ia harus bekerja keras. Jadi, harga diri, nama baik, kehormatan

yang ingin dimiliki itu harus diperankan sendiri, mungkin dengan

bekerja keras memperbaiki nasib, sebab status untuk diakui seorang

terhormat tidak mungkin diperoleh bila yang bersangkutan termasuk

pemalas, tidak mau bekerja, dan sebagainya.

4) Keinginan untuk memperoleh pengakuan.

Keinginan untuk memperoleh pengakuan itu dapat meliputi hal-hal:

a) Adanya pengahargaan terhadap prestasi

b) Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak

c) Pimpinan yang adil dan bijaksana

d) Perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat

e) Keinginan untuk berkuasa

5) Keinginan untuk berkuasa

Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja.

Kadangkadang keinginan untuk berkuasa ini dipenuhi dengan cara-

38
cara tidak terpuji, namun cara-cara yang dilakukannya itu masih

termasuk bekerja juga.

b. Faktor Eksternal

1) Kondisi lingkungan kerja.

Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasana kerja

yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang

dapat memengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Lingkungan kerja ini,

meliputi tempat kerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan,

pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara

orang-orang yang ada ditempat tersebut.

2) Kompensasi yang memadai.

Kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi karyawan

untuk menghidupi diri beserta keluarganya. Kompensasi yang

memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi

perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik.

3) Supervisi yang baik.

Fungsi supervisi dalam suatu perusahaan adalah memberikan

pengarahan, membimbing kerja para karyawan agar dapat

melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan.

4) Adanya jaminan pekerjaan

Setiap orang akan mau bekerja bersunggguh-sungguh mengorbankan

apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan

merasa ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan.

39
Mereka bekerja bukan untuk hari ini saja, tetapi mereka berharap akan

bekerja sampai tua cukup dalam satu perusahaan saja, tidak usah

sering kali pindah.

5) Status dan tanggung jawab.

Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan

setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya mengharapkan

kompensasi semata, tetapi pada satu masa mereka juga berharap akan

dapat kesempatan menduduki jabatan dalam suatu perusahaan.

Dengan menduduki jabatan, orang akan merasa dirinya dipercayai,

diberi tanggung jawab, dan wewenang yang besar untuk melakukan

kegiatan-kegiatan.

8. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja

Menurut Uno (2017) dimensi dan indikator-indikator motivasi kerja

adalah:

a. Dimensi Internal

Indikator:

1) Tanggung jawab

2) Tujuan

3) Umpan balik

4) Senang dalam bekerja

5) Berusaha mengungguli orang lain

6) Prestasi

b. Dimensi Eksternal

40
Indikator:

1) Kebutuhan

2) Pujian

3) Insentif

4) Perhatian

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar dibawah:

Variabel Independen Variabel Dependen

Beban Kerja Perilaku Caring


Perawat dalam
Motivasi Kerja Memenuhi Spiritual
Care Pada Pasien

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Hubungan

F. Hipotesis Penelitian

Menurut Nursalam (2015), hipotesis penelitian adalah suatu pernyataan

asumsi tentang hubungan dan atau lebih variabel yang diharapkan bias

menjawab suatu pernyataan dalam penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini

sebagai berikut:

41
1. Ha: Ada hubungan antara beban kerja dengan perilaku caring perawat

dalam memenuhi spiritual care pada pasien di Rumah Sakit Umum

Daerah dr. M. Haulussy Ambon.

Ho: Tidak ada hubungan antara beban kerja dengan perilaku caring

perawat dalam memenuhi spiritual care pada pasien di Rumah Sakit

Umum Daerah dr. M. Haulussy Ambon.

2. Ha: Ada hubungan antara motivasi kerja dengan perilaku caring perawat

dalam memenuhi spiritual care pada pasien di Rumah Sakit Umum

Daerah dr. M. Haulussy Ambon.

Ho: Tidak ada hubungan antara motivasi kerja dengan perilaku caring

perawat dalam memenuhi spiritual care pada pasien di Rumah Sakit

Umum Daerah dr. M. Haulussy Ambon.

42
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan

pendekatan cross sectional study yaitu jenis penelitian yang menekankan

waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen hanya

satu kali pada satu saat. Pada jenis ini, variabel independen dan dependen

dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut (Nursalam,

2015).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum

Daerah dr. M. Haulussy Ambon.

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Februari 2023

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Nursalam, 2015).

Dengan demikian populasi pada penelitian ini adalah perawat yang bertugas

43
di ruangan interen laki-laki dan interen wanita Rumah Sakit Umum Daerah

dr. M. Haulussy Ambon. Populasi di lokasi penelitian adalah 31 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumlah karekteristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan untuk penelitian. Teknik pengambilan sampel

dalam penelitian ini adalah Total Sampling. Total sampling adalah teknik

pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi

(Nursalam, 2015). Sehingga dalam teknik sampling disini peneliti

mengambil semua perawat yang bertugas di ruangan rawat inap Rumah

Sakit Umum Daerah dr. M. Haulussy Ambon, yaitu berjumlah 31 orang.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu konsep penelitian sehingga jelas

unsur-unsur yang diteliti dalam pengerjaan penelitian.

1. Variabel independen adalah beban kerja dan motivasi kerja

2. Variabel dependen adalah perilaku caring perawat dalam memenuhi

spiritual care pada pasien

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional


Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Beban Kerja Pekerjaan yang Kuesioner 1. Beban kerja Ordinal
dilakukan berat jika
perawat dalam skor ≥
memberikan 66,7%
asuhan 2. Beban kerja

44
keperawatan ringan jika
kepada pasien skor <
di ruang rawat 66,7%
inap
Motivasi Dorongan dari Kuesioner 1. Baik jika Ordinal
Kerja perawat RSUD skor ≥ 50%
dr M. Haulussy 2. Kurang
Ambon (baik baik jika
dari dalam skor < 50%
maupun luar
diri responden)
yang
digunakan
responden
untuk
mengarahkan
perilaku dalam
mencapai
tujuan yang
telah
ditetapkan di
RSUD dr M.
Haulussy
Ambon
Perilaku Tindakan Kuesioner 1. Baik jika Ordinal
Caring caring yang skor ≥
Perawat dilakukan 66,7%
dalam perawat di 2. Kurang
memenuhi RSUD dr. M. baik jika
Spiritual Haulussy skor <
Care Pasien Ambon sebagai 66,7%
suatu cerminan
untuk
meningkatkan,
memenuhi
kualitas
spiritual pasien

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang diadopsi oleh

peneliti. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari data identitas responden

(data demografi) yang terdiri dari identitas perawat meliputi nama perawat,

45
umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan kuesioner beban kerja, kuesioner

motivasi kerja dan kuesioner perilaku caring perawat dalam memenuhi

spiritual care pasien.

Kuesioner beban kerja terdiri dari 10 pertanyaan dengan 3 pilihan

jawaban yang menggunakan skala Likert yaitu sering, jarang dan tidak pernah.

Kuesioner diisi dengan cara memberikan chek list (√) pada masing-masing

kolom jawaban. Jika responden menjawab sering maka peneliti memberi nilai

3, jarang 2, dan tidak pernah 1. Kuesioner beban kerja di adopsi peneliti dari

kuesioner yang telah dipakai sebelumnya oleh Astuti (2019) yang telah diuji

validitas dan reliabilitas dengan nilai r = 0,660. Adapun cara menghitung hasil

ukur atau nilai objektif menurut Sugiyono (2017):

Hasil ukur atau Nilai Objektif = Skor Tertinggi – Interval

Skor tertinggi = Skoring tertinggi x jumlah pertanyaan x100% =3x10 x100% = 100%
Skor tertinggi 30
Skor terendah = Skoring terendah x jumlah pertanyaan x100%=1x10 x100% = 33,3%
Skor tertinggi 30
Range = Skor Tertinggi – Skor Terendah = 100% - 33,3% = 66,7%
Interval = Range ÷ Kategori = 66,7% ÷ 2 = 33,3%
Jadi, hasil ukur atau nilai objektif = Skor tertinggi – Interval
= 100% - 33,3%
= 66,7%
Dengan demikian, Beban kerja berat jika jumlah skor ≥ 66,7%
Beban kerja ringan jika jumlah skor < 66,7%

Kuesioner motivasi kerja terdiri dari 6 pernyataan dengan 2 pilihan

jawaban yang menggunakan skala Guttman yaitu setuju dan tidak tidak setuju.

Kuesioner diisi dengan cara memberikan chek list (√) pada masing-masing

kolom jawaban. Jika responden menjawab setuju maka peneliti memberi skor

46
1. Jika responden menjawab tidak setuju maka peneliti memberi skor 0.

Kuesioner motivasi kerja di adopsi peneliti dari kuesioner yang telah dipakai

sebelumnya oleh Inayatul Hidayat (2017) yang telah diuji validitas dan

reliabilitas dengan nilai r = 0,556. Adapun cara menghitung hasil ukur atau

nilai objektif menurut Sugiyono (2017):

Hasil ukur atau Nilai Objektif = Skor Tertinggi – Interval

Skor tertinggi = Skoring tertinggi x jumlah pertanyaan x100% =1x6 x100% = 100%
Skor tertinggi 6
Skor terendah = Skoring terendah x jumlah pertanyaan x100%=0x6 x100% = 0%
Skor tertinggi 6
Range = Skor Tertinggi – Skor Terendah = 100% - 0% = 100%
Interval = Range ÷ Kategori = 100% ÷ 2 = 50%
Jadi, hasil ukur atau nilai objektif = Skor tertinggi – Interval
= 100% - 50%
= 50%
Dengan demikian, Baik jika jumlah skor ≥ 50%
Kurang baik jika jumlah skor < 50%

Kuesioner perilaku caring perawat dalam memenuhi spiritual care pasien

terdiri dari 16 pernyataan dengan 3 pilihan jawaban yang menggunakan skala

likert yaitu sering, jarang dan tidak pernah. Kuesioner diisi dengan cara

memberikan chek list (√) pada masing-masing kolom jawaban. Jika responden

menjawab sering maka peneliti memberi nilai 3, jarang 2, dan tidak pernah 1.

Kuesioner perilaku caring perawat di adopsi peneliti dari kuesioner yang telah

dipakai sebelumnya oleh Selly Puspita Sary (2018) yang telah diuji validitas

dan reliabilitas dengan nilai r = 0,741. Adapun cara menghitung hasil ukur atau

nilai objektif menurut Sugiyono (2017):

Hasil ukur atau Nilai Objektif = Skor Tertinggi – Interval

47
Skor tertinggi = Skoring tertinggi x jumlah pertanyaan x100% =3x16 x100% = 100%
Skor tertinggi 48
Skor terendah = Skoring terendah x jumlah pertanyaan x100%=1x16 x100% = 33,3%
Skor tertinggi 48
Range = Skor Tertinggi – Skor Terendah = 100% - 33,3% = 66,7%
Interval = Range ÷ Kategori = 66,7% ÷ 2 = 33,3%
Jadi, hasil ukur atau nilai objektif = Skor tertinggi – Interval
= 100% - 33,3%
= 66,7%
Dengan demikian, Beban kerja berat jika jumlah skor ≥ 66,7%
Beban kerja ringan jika jumlah skor < 66,7%

G. Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri

atas prosedur admistratif dan dan teknis. Dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Ijin penelitian diajukan kepada Direktur Rumah Sakit Sumber Hidup

2. Peneliti menghubungi perawat di Rumah Sakit Sumber Hidup untuk

melakukan penelitian.

3. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan proses penelitian.

4. Peneliti meminta ijin untuk diperbolehkan mengambil data demografi

responden untuk mengisi lembar instrumen A.

5. Peneliti mempersilahkan responden untuk menandatangani lembar

persetujuan atas keikutsertaanya sebagai subjek penelitian.

6. Peneliti menjelaskan pengisian kuesioner penelitian dan membagi kuesioner

penelitian kepada perawat untuk diisi.

7. Lembar kuesioner yang selesai dikerjakan diserahkan kembali kepada

peneliti dan kemudian melakukan pengecekan terhadap kelengkapan dan

kejelasan lembar tes.

48
8. Peneliti mengumpulkan lembar-lembar kuesioner yang telah selesai

dikerjakan dalam satu dokumen untuk dioalah nantinya.

H. Pengolahan Data

Menurut Nursalam (2015), pengolahan data yang akan dilakukan

meliputi tahapan:

1. Pemeriksaan data (editing)

Dilakukan dengan pengecekan, mengoreksi dan melengkapi data yang

masih kurang atau kurang lengkap. Editing dapat di lakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah pengumpulan data.

2. Pemberian kode (coding)

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka atau bilangan. Coding di lakukan setelah penegditan,

tujuannya untuk memudahkan pengolahan data.

3. Proses data (processing)

Processing data dilakukan agar data dapat di analisis. Processing data di

lakukan dengan cara memasukan data (data entry) ke paket program

computer yang dapat di lakukan untuk memproses data. Program yang di

gunakan adalah paket program SPSS for window’s.

4. Pembersihan data (cleaning)

Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah

dimasukan, apakah ada kesalahan atau tidak.

5. Tabulating

49
Pada tahap ini dilakukan pemberian skor pada perbandingan hasil

pengukuran.

I. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Data yang telah diolah selanjutnya dianalisa secara deskriptif yang

dilaksanakan untuk menggambarkan variabel-variabel yang diteliti. Masing-

masing variabel dianalisa secara deskriptif frekuensi dan dinarasikan secara

kualitatif kemudian digambarkan dalam bentuk tabel. Analisis univariat

digunakan untuk mengetahui karakteristik subyek penelitian dengan

menghitung frekuensi dan proporsi. Adapun karakteristik yang di analisis

adalah karakteristik yang meliputi indentitas perawat (umur perawat, jenis

kelamin dan Pendidikan terakhir), beban kerja, motivasi kerja dan perilaku

caring perawat.

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi Square untuk mengetahui

hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Sedangkan jika distribusi data ditemukan terdistribusi tidak normal maka uji

alternatif yang digunakan adalah uji fisher exact test. Dasar pengambilan

hipotesis penelitian berdasarkan pada tingkat signifikan (nilai p), yaitu:

1) Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.

2) Jika nilai p < 0,05 maka hipotesis penelitian diterima.

50
J. Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2015) dalam melakukan penelitian, peneliti perlu

membawa rekomendasi dari institusi untuk pihak lain dengan cara mengajukan

permohonan izin kepada institusi lembaga tempat penelitian yang diajukan

oleh peneliti. Setelah mendapat persetujuan, barulah peneliti dapat melakukan

penelitian dengan mengedepankan masalah etika meliputi:

1. Persetujuan (Informed Consent)

Informed Consent merupakan persetujuan antara peneliti dan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Sebelum melakukan

penelitian, peneliti memberikan penjelasan kepada responden dan meminta

persetujuan terlebih dahulu.

2. Tanpa Nama (Anomity)

Setiap responden dijaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan. Peneliti

tidak mencantumkan nama responden tetapi pada lembar tersebut diberi

kode.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok

data tertentu dilaporkan sebagai hasil penelitian.

51
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, P., 2018. Manajemen Sumber Daya Manusia; Teori, Konsep dan
Indikator, edisi 1. Pekanbaru: Zanafa

Albaar, F. 2018. Pengetahuan dan Motivasi Dengan Sikap Perawat dalam


Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. H.
Chasan Boesoirie Ternate. Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, 7(2), pp.1-
13.

Alshammari, F. 2018. Caring Behavior in the Intensive Care Unit: An Instrument


Development and Validation. International Journal of Advance and Applied
Sciences. 5(6), 45-49.

Arwin dan Khotimah, S. 2018. Efektivitas Spiritual Care terhadap Penurunan


Tingkat Stres pada Pasien Preoperasi di Rumah Sakit Umum Kab.
Dharmasraya. Jurnal Keperawatan Abdurrab, Vol. 1, No. 2.

Asmadi. 2017. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Austin, P. 2017. Spiritual Care Training Is Needed for Clinical and Non-Clinical
Staff to Manage Patients Spiritual Needs. Journal for the Study of
Spirituality. Taylor & Francis, Vol. 7.

Christopher, K.A. 2017. Oncology Patient and Oncology Nursses Perception of


Nurse Caring Behaviour. Europa Jurnal Of Oncology Nursing.

Eva, V., Y. 2020. Hubungan Motivasi Kerja Dengan Perilaku Caring Perawat
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun.

Febriana. 2017. Faktor faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja. Jurnal Ecopsy.
Vol 1 (1).

Gusti, I. 2017. Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan


Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Ganesa Gianyar.

Hasibuan. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Herman. 2021. Hubungan Antara Beban Kerja Dan Perilaku Caring Perawat.
Jurnal Penelitian Keperawatan Kontemporer Vol.1 No.1.

52
Ikafah. 2017. Perilaku Caring Perawat Dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat
Inap Private Care Centre RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Journal Keperawatan. 8(2), 138-146.

Irawati. 2017. Analisis Pengaruh Beban Kerja terhadap Kinerja Karyawan


Operator pada PT Giken Precision Indonesia. Jurnal Inovasi dan Bisnis.
Vol 5, No 1.

Juhana, D., Manik, E., Febrinella, C., & Sidharta, I. 2017. Empirical Study on
Patient Satisfaction and Patient Loyalty on Public Hospital in Bandung,
Indonesia. International Journal of Applied Business and Economic
Research, 13(6): 4305–4326.

Kadarisman. 2017. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:


Rajawali Pers.

Koswara. 2017. Hubungan Pengetahuan Caring Dengan Sikap Caring Perawat


Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Tasikmalaya.

Kusnanto. 2019. Perilaku Caring Perawat Profesional. Surabaya: AUP.

Madadzadeh, M., Barati, H., & Ahmadi Asour, A. 2018. The Association Between
Workload and Job Stress Among Nurses in Vasei Hospital, Sabzevar City,
Iran. Journal of Occupational Health and Epidemiology, 7(2), 83–89.

Maharaja, R. 2015. Analisis Tingkat Kelelahan Kerja Berdasarkan Beban Kerja


Fisik Perawt Di Instalasi Rawat Inap RSU Haji Surabaya. Journal of
Occupational Safety and Health. 4(1).

Mangkunegara Prabu. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.

Monika, S. 2018. Beban Kerja dan Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada
PT. Galamedia. Bandung: Perkasa.

Needleman, J., & Hassmiller, S. 2019. The Role of Nurses in Improving Hospital
Quality and Efficiency: Real-World Results. Health Affairs. 28(4): 625–
633.

Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pryzby, B.J. 2017. Effect Of Nurse Caring Behaviours on Family Stress


Responses in Critical Care. Journal Of Intensive and Critical Care Nursing,
21, 16-23.

Putri. 2016. Perilaku Caring Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan


di Instalasi Rawat Inap Non Bedah RSUP. DR. M Djamil Padang.

53
Rinami. 2017. Hubungan Caring Perawat Pelaksana dengan Kepuasan Pasien di
Ruang Rawat Inap SMC Rumah Sakit Telogorejo.

Riningrum, Hanif. 2016. Pengaruh Sikap Kerja, Usia, dan Masa Kerja Terhadap
Keluhan Subyektif Low Back Pain pada Pekerja Bagian Sewing Garmen
PT. APAC Inti Corpora Kabupaten Semarang.

Shalaby, S. A., Janbi, N. F., Mohammed, K. K., & Al-harthi, K. M. 2018.


Assessing The Caring Behaviors of Critical Care Nurses. Journal of Nursing
Education and Practice, 8(10), 77.

Sutrisno. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada


Media Group.

Uno, Hamzah B. 2016. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: PT Bumi


Aksara.

Vanchapo, A. R. 2020. Beban Kerja Dan Stres Kerja. Jawa Timur: CV. Penerbit
Qiara media

WHO. 2018. World Health Organization.

54
Lampiran 1

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING

55
Lampiran 2

SURAT IJIN PENELITIAN

56
Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Sudah mendapat penjelasan mengenai manfaat dan hal-hal yang berhubungan

dengan penelitian mengenai “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Perilaku Caring Perawat Dalam Memenuhi Spiritual Care Pada Pasien Di

Rumah Sakit Umum Daerah dr. M. Haulussy Ambon” dan memahami

mengenai segala yang akan dilakukan untuk penelitian. Dengan ini saya

menyatakan setuju untuk diikutsertakan sebagai responden dalam penelitian ini.

Demikianlah surat persetujuan ini saya buat dalam keadaan baik tanpa paksaan

dari pihak manapun.

Ambon, Desember 2022

Responden

57
Lampiran 4

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU


CARING PERAWAT DALAM MEMENUHI SPIRITUAL CARE PADA
PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. M. HAULUSSY
AMBON

Petunjuk pengisian:

Responden diharapkan kesediaannya untuk mengisi kuesioner dengan cara

mengisi titik-titik dan menjawab setiap pernyataan dengan memberikan tanda

chek (√) pada kolom yang tersedia.

A. Data Demografi

1. Umur : .................................. tahun

2. Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan

3. Pendidikan Terakhir : D-3


Keperawatan

Sarjana Keperawatan

Ners

58
B. Kuesioner Beban Kerja

Berilah tanda (√) pada kolom angka yang ada pada masing-masing pertanyaan

dengan pilihan sesuai yang anda alami:

No PERNYATAAN Pilihan Jawaban


Sering Jarang Tidak
(3) (2) Pernah
(1)
1 Dalam pekerjaan saya diharapkan untuk
mengerjakan banyak tugas yang berbeda
dengan waktu yang sangat sedikit.
2 Saya merasa selalu diberikan pekerjaan
tambahan
3 Saya diharapkan untuk dapat
mengerjakan tugas dimana saya belum
pernah mendapatkan pelatihan tentang
tugas tersebut.
4 Saya harus membawa pulang pekerjaan
5 Saya bekerjasama dengan teman saya
dalam melakukan pekerjaan, sehingga
pekerjaan menjadi cepat selesai
6 Pasien yang saya rawat sangat banyak
sehingga saya sering merasa kelelahan
7 Saya bekerja dengan dengan batasan
waktu yang ketat.
8 Saya berharap memperoleh bantuan lebih
untuk menghadapi tuntutan yang
diberikan dalam pekerjaan saya
9 Fasilitas kerja diruangan banyak yang
rusak sehingga menghambat pekerjaan
saya.
10 Saya sering mengambil pekerjaan yang
seharusnya menjadi tugas teman laiinya
Sumber: (Astuti, 2019)

C. Kuesioner Motivasi Kerja

No PERNYATAAN Pilihan Jawaban


Setuju Tidak
(1) Setuju
(0)
1 Lingkungan kerja membuat saya tenang dan

59
produktif dalam bekerja
2 Tambahan di luar gaji (lembur) menjadi pendorong
bagi saya untuk lebih giat dalam bekerja
3 Rekan kerja memberikan dukungan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan
4 Saya mempunyai tanggung jawab yang besar
terhadap pekerjaan karena berkaitan dengan
kemanusiaan
5 Rumah Sakit memberikan pengakuan bagi setiap
perawat yang menghasilkan prestasi kerja di atas
rata-rata
6 Setiap perawat dituntut untuk menghasilkan prestasi
kerja atau kinerja yang lebih baik
Sumber: (Inayatul Hidayat, 2017)

D. Kuesioner Perilaku Caring Perawat dalam Memenuhi Spiritual Care

Pasien

No PERNYATAAN Pilihan Jawaban


Sering Jarang Tidak
(3) (2) Pernah
(1)
1 Menanyakan kepada pasien apa yang bisa
dilakukan untuk membantu pasien terkait
dengan aktivitas spiritual atau ibadahnya
2 Membantu pasien mendapatkan tempat
atau waktu yang tenang untuk beribadah
3 Mendengarkan cerita pasien tentang
riwayat penyakitnya dengan penuh
perhatian
4 Melakukan pengkajian tentang keyakinan
agama dan/atau praktek ibadah pasien yang
berhubungandengan kondisi kesehatan
5 Mendengarkan cerita pasien tentang hal-
hal yang terkait dengan kondisi
spiritualnya
6 Mendorong pasien untuk berbicara tentang
bagaimana permasalahannya (misalnya
terkait penyakit, psikososial) dapat
mempengaruhi hubungannya dengan
Tuhan
7 Mendorong pasien untuk berbicara tentang
koping spiritual yang dilakukan

60
8 Mendokumentasikan asuhan keperawatan
spiritual yang diberikan dalam data pasien
9 Mendiskusikan kebutuhan spiritual pasien
dengan rekan sejawat (misalnya saat
laporan shift)
10 Menawarkan kepada pasien supaya
rohaniwan mengunjungi pasien
11 Mendiskusikan makna hidup bagi pasien
dalam menghadapi permasalahannya
(misalnya: terkait penyakit, psikososial)
12 Mendorong pasien untuk berbicara tentang
tantangan spiritual yang dihadapi dalam
hidup dengan suatu penyakit (misalnya:
kesulitan beribadah dan terganggunya
psikososial)
13 Menawarkan pada pasien untuk berdoa
bersama keluargaatau perawat (dengan
keyakinan yang sama)
14 Menawarkan rohaniwan pada pasien untuk
membacakan kutipan atau bacaan yang
bermakna secara spiritual (misalnya kitab
suci pasien)
15 Menjelaskan kepada pasien tentang
sumbersumber kekuatan spiritual pasien
16 Setelah menyelesaikan suatu
tindakan/tugas, tetap hadir disisi pasien
untuk menunjukkan kepedulian
Sumber: (Sely Puspita Sari, 2018)

61

Anda mungkin juga menyukai