Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS

ATRESIA ESOFAGUS

Disusun Oleh :
Nama : Andra Esmeralda Rumlauna
Nim : A1C122039

CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
ATRESIA ESOFAGUS

A. Definisi
Atresia esofagus (AE) merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. AE dapat
terjadi bersama fistula trakeoesofagus (FTE), yaitu kelainan kongenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea (Blair, 2017).

B. Etiologi
Atresia Esophagus dapat disebababkan oleh beberapa hal, diantaranya sebagai
berikut (Keith & Warwick, 2017):
1. Faktor obat. Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu thali
domine.
2. Faktor radiasi. Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi pada gen
3. Faktor gizi
4. Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing-masing
menjadi esopagus dan trachea.
5. Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia.
6. Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi
fistula trachea esophagus
7. Tumor esophagus.
8. Kehamilan dengan hidramnion
9. Bayi lahir prematur,

C. Patofisiologi
Pada kasus atresia esofagus, janin tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir
menuju trakea ke fistula kemudian menuju usus. Hal ini dapat mengakibatkan
polihidramnion. Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan kelahiran prematur. Janin
seharusnya dapat memanfaatkan cairan amnion sehingga janin dengan atresia esofagus
lebih kecil daripada usia gestasinya (Clark, 2017).
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak
air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau air liur. Apabila
terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga
dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini
dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang seringkali mematikan. Penelitian
mengenai manipulasi manometrik esofagus menunjukkan esofagus distal seringkali
dismotil dengan peristaltik yang jelek atau tanpa peristaltik. Hal ini akan menimbulkan
berbagai derajat disfagia setelah manipulasi yang berkelanjutan menuju refluks esofagus
(Clark, 2017).
Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada astresia esofagus.
Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan
ini menyebabkan kelemahan sekunder ada struktur anteroposterior trakea atau
trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi
kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke
pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah
manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan
nafas; hipoksia, bahkan apnea (Clark, 2017).

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul (Saxena, 2019):
1. Batuk ketika makan atau minum
2. Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau ketidakmampuan untuk
menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan yang buruk
3. Gelembung berbusa putih di mulut bayi
4. Memiliki kesulitan bernapas
5. Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena kekurangan
oksigen (sianosis)
6. Meneteskan air liur
7. Muntah-muntah
8. Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan
frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan
bahwa kehamilan ibu disertai hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi
esofagus. Bila kateter terhenti pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus.
9. Bila Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di curigai
terdapat atresia esofagus.
10. Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena
aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
11. Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh
karena itu bayi sering sianosis

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang atresia esofagus (Blair, 2017):
1. Pemeriksaan radiologi digunakan sebagai screening non-invasif untuk mendiagnosis
penyakit motilitas esofagus. Dapat dilakukan pemeriksaan konvensional, seperti
pemeriksaan barium atau endoskopi.
2. Foto thorax untuk mengetahui adanya penebalan pada dinding posterior trakea,
motilitas, refluks, dam aspirasi.
3. Ultrasonografi untuk melokalisir area usus yang masuk

F. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia
esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut (Keith & Warwick, 2017):
1. Dismotilitas esophagus
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat
dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah
mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk
Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus
refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke
esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki.
Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan
mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan
dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus,
hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang
menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin
dan suplemen.
8. Pneumonia bilateral
Pneumonia bilateral adalah peradangan serius yang bisa mencederai paru-paru. Jenis
pneumonia ini dapat menyerang kedua bagian paru-paru dan membuat jaringan di
sekitar kantung udara organ vital ini mengalami iritasi. Akibatnya, kantong udara
kecil di paru-paru bisa terisi nanah atau cairan lainnya. Pneumonia bilateral parah
dapat memicu terbentuknya bekas luka. Kondisi ini membuat jaringan paru-paru
menjadi kaku, sesak napas, sampai gagal napas.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksaan dilakukan dengan 3 tahap, yaitu tindakan sebelum operasi, selama operasi
dan setelah operasi (Haitao, 2018):
1. Tindakan sebelum operasi
Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk
bayi baru lahir mulai umur 1 hari antara lain:
a. Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi.
b. Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.
c. Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan incubator, spine
dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45ᴼ.
d. NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin.
e. Monitor vital signs.
Pada bayi premature dengan kesulitan benapas, diperlukan perhatian khusus.
Jelas diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik. Sebagai
tambahan, ada resiko terjadinya distensi berlebihan ataupun rupture lambung apabila
udara respirasi masuk kedalam lambung melalui fistula karena adanya resistensi
pulmonal. Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan memasukkan ujung
endotracheal tube sampai kepintu masuk fistula dan dengan memberikan ventilasi
dengan tekanan rendah.
Echochardiography atau pemerikksaan EKG pada bayi dengan atresia
esophagus penting untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila terdapat
adanya kelainan kardiovaskular yang memerlukan penanganan segera.
2. Tindakan selama operasi
Pada umumnya operasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap sebagai hal
yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi premature dengan gangguan
respiratorik yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar
melalui distal fistula akan menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu
fungsi pernapasan. Distensi lambung yang terus-menerus kemudian bisa
menyebabkan rupture dari lambung sehingga mengakibatkan tension
pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi pernapasan.
Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan
melakukan ligasi terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda tindakan
thoratocomi sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi benar-benar teratasi.
Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemuudian untuk memisahkan fistula
dari memperbaiki esophagus. Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk
memperbaiki abnormalitas anatomi.
Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan akses
vaskuler yang baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan yang cukup
sehingga tidak menybabkan distensi lambung. Bronkoskopi pra-operatif berguuna
untuk mengidentifikasi dan mengetahui lokasi fistula.
Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di depan
dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula, operasi
dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula tanpa memperbaiiki
esophagus. esophagus.
Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara diikat
dan dijahit kemudian dibuat anastomisis esophageal antara kedua ujung proximal
dan distal dan esophagus.
Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hamppir selalu jarak
antara esofagus proksimal dan distal dapat disambung langsung ini disebut dengan
primary repairyaitu apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila
jaraknya 3,6 ruas vertebra, dilakukan delaved primary repair. Operasi ditunda paling
lama 12 minggu, sambil dilakukan cuction rutin dan pemberian makanan melalui
gstrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus akan menyempit kemudian dilakukan
primary repair. Apabila jarak kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka
dijoba dilakukan tindakan diatas, apabila tidak bisa juga makaesofagus disambung
dengan menggunakan sebagai kolon.
3. Tindakan setelah operasi
Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara
rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam dan
mengenai bekas operasi tempat anastomisis agar tidak menimbulkan kerusakan.
Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.
Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak untuk
bayi ini. Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/ telungkup, dengan posisi
kepala 30ᴼ lebih tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya
dipasang sonde nasogastrik untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu
bayi diberikan dot agar tidak gelisah atau menangis berkepanjangan.

H. Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, tanggal masuk rumah sakit,
penanggung jawab.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk, dan tersedak pada pemberian makan, menelan normal pada pemberian
makan diikuti dengan batuk tiba-tiba dan regurgitasi makan melalui hidung dan
mulut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat polihidramnion maternal, dapat mempunyai riwayat pneumonia selama
beberapa bulan pertama kehidupan (tipe H).
d. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap atau tidak.
e. Riwayat Tumbuh Kembang
Berat badan rendah untuk usia gestasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Lakukan pemeriksaan pada bayi baru lahir:
1) Saliva berlebihan dan mengiler
2) Tersedak
3) Sianosis
4) Apnea
5) Peningkatan distres pernapasan setelah makan
6) Distensi abdomen
b. Observasi, Manifestasi atresia esofagus
c. Bantu dengan prosedur diagnostik misalnya: Radiografi dada dan abdomen,
kateter dengan perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang membentuk
tahanan bila lumen tersebut tersumbat.
d. Pantau dengan sering tanda-tanda distres pernapasan
e. Laringospasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi dalam
kantung buntu
f. Pemeriksaan setelah operasi:
1) Kaji Monitor pernafasan dan suhu tubuh
2) Berikan oksigen dan ventilator pernapasan jika perlu
3) Beri analgetik jika perlu
4) Lakukan scaning untuk evaluasi fungsi esofagus
5) Kaji fungsi tube (pemberian makan) berfungsi dengan baik
6) Hisap sekret dengan selang nasogastric

B. Diagnosa Keperawatan
1. (D0001) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal
antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
2. (D0005) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
3. (D0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
efektif berhubungan intervensi keperawatan Observasi:
dengan lubang abnormal maka diharapkan bersihan 1. Monitor pola napas
antara esophagus dan jalan napas membaik (frekuensi, kedalaman,
trakea atau obstruksi untuk dengan kriteria hasil: usaha napas)
menelan sekresi. 1. Batuk efektif 2. Monitor bunyi napas
meningkat tambahan (mis.
2. Produksi sputum gurgling, mengi,
menurum wheezing, ronchi
3. Wheezing menurun kering)
4. Dispnea menurun 3. Monitor sputum
5. Gelisah menurun (jumlah, warna,
6. Frekuensi napas aroma)
membaik Terapeutik:
7. Pola napas membaik 1. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
headtilt dan chin-lift
(jawthrust jika curiga
trauma servical)
2. Posisikan semi-fowler
atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
benda pada dengan
forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi:
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
berhubungan dengan keperawatan, masalah Observasi:
hambatan upaya nafas gangguan pola napas tidak 1. Monitor pola napas
efektif dapat teratasi (frekuensi, kedalaman,
dengan kriteria hasil: usaha napas)
1. Dispnea dari skala 1 2. Monitor bunyi napas
meningkat menjadi tambahan (mis.
skala 5 menurun gurgling, mengi,
2. Penggunaan otot bantu wheezing, ronkhi
napas dari skala 1 kering)
meningkat menjadi 3. Monitor sputum
skala 3 sedang (jumlah, warna,
3. Frekuensi napas dari 1 aroma)
memburuk menjadi Terapeutik:
skala 5 membaik 1. Pertahankan
kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma
survikal)
2. Posisikan semi-fowler
atau fowler
3. Berikan minuman
hangat
4. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi:
1. Anjurkn asupan cairan
2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Defisit nutrisi Setelah melakukan tindakan Menejemen nutrisi
berhubungan dengan keperawatan maka status Observasi:
ketidakmampuan menelan nutrisi pasien membaik 1. identifikasi status
makanan dengan kriteria hasil: nutrisi
1. porsi makanan yang di 2. identifikasi alergi dan
habiskan meningkat intoleransi makanan
2. kekuatan otot 3. identifikasi makanan
pengunyah meningkat yang di sukai
3. verbalisasi keinginan 4. Identifikasi kebutuhan
untuk meningkatkan kalori dan jenis
nutrisi meningkat nutrient
4. pengetahuan tentang 5. identifikasi perlunya
pilihan makana yang pengguanaan selang
sehat meningkat nasogastric
5. pengetahuan tentang 6. monitor asupan
pilihan minuman yang makanan
sehat meningkat 7. monitor berat badan
6. pengetahuan tentang 8. monitor hasil
standar asupan nutrisi pemeriksaan
yang tepat meningkat laboratorium
7. sikap terhadap Terapeutik:
makanan/minumam 1. melakukan oral
sesuai dengan tujuan hygiene sebelum
kesehatan meningkat makan, jika perlu
8. Berat badan membaik 2. fasilitasi menentukan
9. indeks masa tubuh pedoman diet (mis,
membaik piramida makanan)
10. frekuensi makanan 3. sajikan makanan
membaik secara menarik dan
11. nafsu makan membaik suhu yang sesuai
4. berikan makana tinggi
serat utuk mencegah
konstipasi
5. berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
6. berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. hentikan pe,berian
makan melalui selang
nasogatrik, jika asupan
oral dapat di toleransi
Edukasi:
1. anjurkan posisi duduk,
jika mampu
2. ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi:
1. kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis, pereda
nyeri, antiemetic), jika
perlu
2. kolaborasi dengan ahli
giji untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang di
butuhkan, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Blair, G. (2017). Esophageal Atresia with Or Without Trakheoesophageal Fistula.

Clark, Dwayne C. 2017. Esophagealatresia And Tracheosophageal Fistula.

Haitao. 2018. Diagnosis and Management of Post-Operative Complications in Esophageal


Atresia Patients.

Keith AK. and Warwick AS. Imaging in Esophageal Atresia and Tracheosophageal Fistula.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keparwatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Saxena, AK. 2019. Esophageal Atresia with or Without Tracheoesophageal Fistula.

Anda mungkin juga menyukai