BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
1.
2.
LATAR BELAKAN
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN
TUJUAN UMUM
TUJUAN KHUSUS
BAB II PEMBAHASAN
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
ATRESIA ESOFAGUS
DEFINISI
PATOFISIOLOGI
ETIOLOGI
KLASIFIKASI
DIAGNOSIS
KOMPLIKASI
PENATALAKSANAAN
ATRESIA REKTI / ANUS
DEFINISI
PATOFISIOLOGI
ETIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
FAKTOR PREDISPOSISI
KOMPLIKASI
KLASIFIKASI
PENATALAKSANAAN
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKAN
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus
dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86% kasus terdapat
fistula trakhea oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula. Sementara pada 4% kasus
terdapat fistula tracheooesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi
dengan Atresia esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai dengan jumlah
saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction berulangkali.
Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion. Selang
nasogastrik masih bisa dilewatkan pada saat kelahiran semua bayi baru lahir dengan ibu
polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mukus berlebihan, segara setelah kelahiran
untuk membuktikan atau menyangkal diagnosa. Pada atresia esofagus selang tersebut tidak
akan lewat lebih dari 10 cm dari mulut
Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan
kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan
adanyan salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80%. Atresia
esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata
sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6
per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500
kelahiran hidup. Masalah pada atresia esophagus adalah ketidak mampuan untuk menelan,
makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari
lambung.
Atresia rekti dan anus merupakan kelainan gangguan pada neonatus. Atresia rekti dan
anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
RUMUSAN MASALAH
Jelaskan definisi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
Jelaskan patofisiologi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
Jelaskan etiologi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
Jelaskan klasifikasi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
Jelaskan diagnosis Atresia esophagus ?
Jelaskan factor predisposisi Atresia rekti / anus ?
Jelaskan komplikasi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. ATRESIA ESOFAGUS
1. DEFINISI
Athresia esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang
menghasilkan pembentukan suatu kantong atau lumen berkurang tidak memadai yang
mecegah perjalanan makanan, sekresi dari faring ke perut.
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau
muara (buntu), pada esofagus. Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus
buntu, sedangkan pada kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea
setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus
ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan
bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani),
kelainan tulang (hemivertebrata). Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital
terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan
trachea.
2. PATOFISIOLOGI
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada
janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke
fistula kemudian menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air
liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF
distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke
bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan
perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh oleh gangguan
embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D,
bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur
anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk
kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan
dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan
setelah manipulasi atau ketika terjadi refluks gastroesofagus yang dapat menjurus ke
kegagalan nafas hipoksia bahkan apnea.
3. ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya
kelainan atresia esofagus hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari
saudara kandung yang terkena. Atresia esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi
dan dengan dugaan penyebab genetik.
Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar
ahli
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi
lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal
yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini
bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia
esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung
perut yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara keseluruhan
sensifitas dari USG. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang lemah dari Atresia
esofagus. Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka diagnostik prenatal termasuk
pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan ujung buntu kantong atas
dan menilai proses menelan janin dari MRI
Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang
nasogastris yang dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia esofagus.
Bayi dengan Atresia esofagus tidak mampu untuk melkukan proses menelan saliva dan
ditandai dengan saliva yang banyak dan memerlukan suction berulang. Pada fase ini tentu
sebelumnya makan untuk pertamakali, kateter bore yang kaku harus dapat melewati mulut
hingga esofagus. Pada Atresia esofagus, kateter tidak bisa lewat melebihi 9-10 cm dari
alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan ujung kateter tertahan.
Disuperior mediatinum, sementara gas pada perut dan usus menunjukkan adanya fistula
trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro intestinal menunjukkan atresia esofagus yang
terisolasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
a. Memasukkan selang nasogastrik
b. Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung serta
usus.
B. KOMPLIKASI
Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Asidosis hiperkioremia
Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
Eversi mukosa anal
Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
Prolaps mukosa anorektal. 10. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan
infeksi)
i.
C. PENATALAKSANAAN
Atresia
merupakan
kasus
gawat
darurat.
Prabedah,
penderita
seharusnya
cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.
7. Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.
8. Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya
komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada
bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esophagus
D. ATRESIA REKTI / ANUS
1. DEFINISI
Atresia rekti adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang
untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat
kehamilan. Atresia rekti atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna dan Atresia rekti
Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan
syndrom VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Dalam asuhan
neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada anus dimana anus
tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan
kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat
lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau
pemeriksaan perineum. Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena
putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat
bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan dan adanya gangguan atau berhentinya
perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis,
yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
2. ETIOLOGI
Atresia rekti dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur.
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan
3. PATOFISIOLOGI
Atresia rekti atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
a.
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
4.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
5.
MANIFESTASI KLINIS
Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
Pada pemeriksaan rectal touch terdapat adanya membran anal
Perut kembung
FAKTOR PREDISPOSISI
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :
a.
b.
c.
Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea,
esofahus, ginjal dan kelenjar limfe)
Kelainan sistem pencernaan
Kelainan sistem pekemihan dan Kelainan tulang belakang
6. KOMPLIKASI
Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia rekti antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Asidosis hiperkioremia
Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
Eversi mukosa anal
Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
Prolaps mukosa anorektal, 10 Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan
i.
infeksi )
Komplikasi jangka panjang
7. KLASIFIKASI
Klasifikasi Klasifikasi atresia rekti antara lain :
a.
b.
c.
d.
Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar
Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus
Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus
Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
8. PENATALAKSANAAN
Pembedahan Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen
(prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan
ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi
untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas
dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada
harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal
membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel.
Pengobatan antara lain :
a. Aksisi membran anal ( membuat anus buatan )
b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi
sekaligus (pembuat anus permanen)
Pemeriksaan Penunjang antara lain :
a.
Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Atresia esophagus
Merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian
proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula
trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara
esofagus dengan trakea. Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak
adanya lubang atau muara (buntu), pada esophagus. Atresia esofagus adalah kelainan
kongenital dari traktus digestivus yang sudah dapat dideteksi pada sebelum kelahiran
(prenatal).
Klasifikasi atresia esofagus
a.
b.
c.
d.
e.
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Sacharin, Rosa M.1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakata.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatn Pediatrik. EGC: Jakarta.
F:\Bhn Atresia Esophagus\Atresia_Esofagus.html
F:\Bhn Atresia Esophagus\aa1.htm