DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
1. Nora kurniawanti
2. Ramahwati Ramadhani
3. Enaf Fantiah Nurwanti
4. Mardiani
5. Tetti Desmawati
6. Rosmala
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atresia esophagus merupakan suatu kelainan congenital dimana esophagus
tidak terbentuk secara sempurna. Pada kebanyakan kasus, kelainan ini disertai dengan
terbentuknya antara esofagus dengan trakea yang disebut fistula trakeaoesophageal.
Fistula trakeoesofageal dan esophagus atresia adalah darurat bedah, terjadi pertama
saat setelah lahir. Menurut Thomas Gibson 1696 dijelaskan deskripsi klinis dan
patologis yang akurat dari anomali yang paling umum, di mana atresia esofagus
dikaitkan dengan TEF (Putri, 2021).
Atresia esophagus merupakan kelainan congenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esophagus bagian proksimal dengan esophagus bagian distal.
Atresia Esophagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan
congenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esophagus dengan trakea
(Putri, 2021).
Sejarah atresia esofagus telah dideskripsikan di berbagai literatur. Periode
sebelum tahun 1935 merupakan era presurvival. Dengan meningkatnya angka harapan
hidup, variabel prognostik menjadi fokus perhatian. Angka harapan hidup bayi
dengan atresia esofagus telah meningkat tajam sejak tahun 1950 (< 40%) hingga saat
ini mencapai 85 – 95%. Namun tetap ada kelompok bayi dengan atresia esofagus
yang memiliki harapan hidup rendah karena disertai kelainan kongenital penyerta
( Syaputra et all, 2017)
Atresia Esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan
insidensi rata-rata di dunia sekitar 1 kasus setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup.
Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4– 3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Di Amerika
Serikat, insidensi atresia esophagus sekitar 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup.
Berdasarkan hasil studi, insidensi tertinggi penderita atresia esofagus adalah negara
Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup (Putri 2021). Untuk saat ini
belum ada laporan angka insidensi atresia esofagus pada bayi-bayi di Indonesia.
Prevalensi penyakit ini adalah 2,44 per 10.000 kelahiran menurut analisis yang
dikumpulkan dari 18 program pengawasan cacat lahir internasional. Peningkatan yang
dicapai dalam kelangsungan hidup pasien dengan atresia esofagus yaitu 90% sebagian
besar disebabkan oleh kemajuan dalam perawatan intensif neonatal. Atresia esofagus
paling sering didiagnosis selama 24 jam pertama kehidupan tetapi juga dapat
dideteksi pada waktu lain, baik sebelum atau sesudah kelahiran menurut Wang Kong
et al, 2021 dalam Jurnal (Arifin, 2022).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam
laporan kasus ini adalah
1. Bagaimana konsep atresia esofagus, definisi, etiologi, manifestasi klinis,
klasifikasi, pathway dan penatalaksanaannya ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan atresia esofagus meliputi
pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi keperawatannya ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan atresia
esofagus di Ruang NICU RSUP Fatmawati.
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui definisi atresia esofagus
2) Untuk mengetahui etiologi atresia esofagus
3) Untuk mengetahui manifestasi klinis pada pasien atresia esofagus
4) Untuk mengetahui klasifikasi atresia esofagus
5) Untuk mengetahui pathway atresia esofagus
6) Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien atresia esofagus
7) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan atresia esofagus
D. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan pikiran dalam menerapkan
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan atresia esofagus di ruang NICU RSUP
Fatmawati.
2. Bagi Peserta Pelatihan
Laporan kasus ini dapat diaplikasikan dan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada
pasien atresia esofagus di institusi masing-masing peserta pelatihan.
3. Bagi Orangtua Pasien
Diharapkan orangtua dapat memahami dan melakukan perawatan pasien baik
perawatan di Rumah Sakit ataupun di rumah sesuai dengan intruksi yang telah
diberikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu)
pada esofagus. Pada sebagian besar kasus atresia esofagus, ujung esofagus buntu,
sedangkan pada kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea
setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Atresia esophagus
juga sebagai suatu kondisi malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esophagus
untuk mengadakan pasase yang kontinyu, dimana esophagus mungkin saja
membentuk sambungan dengan trachea (fistula trakheaesofagus) (Wong, DonnaL.
2003: 512) dalam Jurnal (Putri 2021).
Atresia esofagus merupakan cacat yang muncul sebagai kondisi abnormal
antara esofagus dan trakea yang dikenal sebagai tracheoesophageal fistula (TOF).
Atresia esofagus atau tanpa TOF tetap merupakan anomali kongenital esofagus yang
paling umum, dan sekitar setengah dari janin yang terkena mengalami komplikasi
terkait pada tulang belakang, jantung, ginjal, anggota badan dan sistem pencernaan
atau saluran kemih (Wang Kong et al, 2021).
Atresia esofagus dapat juga didefinisikan sebagai kelainan kongenital berupa
gangguan kontinuitas pada lumen esofagus. Atresia esofagus dapat disertai dengan
fistula trakeoesofagus yaitu lumen penghubung antara bagian proksimal dan atau
distal esofagus dengan jalan nafas (trakea) (Hanggorowati et all, 2018).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa atresia esofagus
adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu) pada esofagus yang
merupakan kelainan kongenital berupa gangguan kontinuitas pada lumen esofagus
disertai dengan fistula trakeoesofagus yang dapat mencegah masuknya makanan /
sekresi dari faring ke lambung.
B. Etiologi
Patogenesis atresia esophagus congenital masih belum diketahui. Dikatakan
etiologi bersifat heterogen, multifaktorial, dan melibatkan interaksi gen lingkungan
yang komplek. Pemahaman yang jelas tentang patogenesis malformasi AE dikaburkan
dengan kenyataan bahwa embriologi foregut normal masih samar-samar. Wilhem his,
Sr penemu embriologi manusia, yang pertama memaparkan perkembangan normal
dari system pernafasan meyakini bahwa pemisahan foregut adalah hasil dari
penyatuan daerah longitudinal lateral yang menghasilkan septum yang membagi
foregut ke bagian dorsal dan system respirasi ke bagian ventral. Pembentukan ini
dinamakan septum trakeoesofageal yang dipercaya dimulai dari kaudal dan berakhir
di cranial (Sari et all, 2020).
C. Manifestasi Klinis
Kebanyakan bayi dengan atresia esofagus menunjukkan gejala pada jam-jam
pertama kehidupannya. Tanda klinis yang paling awal adalah hipersalivasi, biasanya
pemberian makan pertama diikuti muntah, tersedak, dan batuk. Gejala lainnya adalah
sianosis dengan atau tanpa makan, sesak nafas, kesulitan menelan, dan
ketidakmampuan makanan atau kateter suction masuk ke lambung. Jika ditemukan
fistel bagian distal, perut akan kembung saat inspirasi. Gangguan pulmonary akan
terjadi jika cairan lambung naik melewati TEF, mengisi trakea dan paru dan
selanjutnya menyebabkan pneumonitis kimia. Dengan perut yang makin kembung,
diafragma akan naik dan pernafasan maikin terganggu. Aspirasi dari saliva pada
kantung atas trakea lebih lanjut akan memicu gangguan pulmonar ( Rifki et all,
2019).
D. Klasifikasi
Klasifikasi atresia esofagus Menurut Gross dalam jurnal (Fardy 2018) :
a. Tipe A – atresia esofagus tanpa fistula atau atresia esofagus murni (7%)
b. Tipe B – atresia esofagus dengan TEF proksimal (2%)
c. Tipe C – atresia esofagus dengan TEF distal (86%)
d. Tipe D – atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%)
e. Tipe E – TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)
E. Pathway
F. Penatalaksanaan
a. Tindakan Sebelum Operasi
Pneumonitis dari aspirasi akibat sekresi kantong bagian atas dan refluks dari
asam lambung melalui TEFR adalah masalah preoperasi yang paling kritis pada
bayi dengan atresia esofagus. Penanganan segera termasuk mencegah aspirasi
lebih lanjut dan pengobatan dari penumonitisnya. Sebuah kateter suction
seharusnya dipasang pada kantong esophageal bagian atas untuk terus
mengaspirasi saliva dibawah suction tekanan rendah. Kateter jenis replogle
double lumen adalah yang terbaik untuk tujuan ini karena perforasi sepanjang sisi
kateter terletak hanya dekat dengan ujungnya, yang mana mengurangi
kemungkinan penghisapan udara yang teroksigenasi dari laring.
b. Tindakan Setelah Operasi
Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara
rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam
dan mengenai bekas operasi tempat anastomisis agar tidak menimbulkan
kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.
Pemberian minum dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya
dipasang sonde nasogastrik untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu
bayi diberikan dot agar tidak gelisah atau menangis berkepanjangan.
a. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Kaji identitas anak seperti nama, tanggal lahir, jenis kelamin, kaji identitas
orangtua klien seperti nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah/ibu, pendidikan
ayah/ibu.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada anak yang mengalami atresia esophagus biasanya mengalami muntah
pada saat setelah menyusui dan ditemukan ronchi basah kasar pada suara
nafas.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada anak yang mengalami atresia esophagus biasanya batuk, dan
tersedak pada pemberian minum menelan normal pada pemberian makan
diikuti dengan batuk tiba-tiba dan regurgitasi minum melalui hidung dan
mulut.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada anak yang mengalami atresia esophagus biasanya mempunyai
riwayat polihidramnion maternal, riwayat pneumonia selama beberapa
bulan pertama kehidupan (tipe H)
4) Riwayat Kehamilan dan persalinan
Prenatal : Ibu mengalami riwayat polihidramnion pada pertengahan
kehamilan
Natal : Biasanya mengalami BBLR
Post Natal: Dua jam setelah bayi lahir ditemukan atresia esophagus
tidak dapat menelan dan mengahsilkan banyak air liur serta badan bayi
membiru
c) Riwayat Imunisasi
Imunisasi apa saja yang sudah didapatkan misalnya Hepatitis B0 dan polio
g) Analisa Data
1) Analisa Data Pre Operasi (SDKI 2019)
No Data Etiologi Diagnosa
Keperawatan
1 Data dan Tanda Mayor Hipersekresi jalan Bersihan jalan
Subjektif nafas nafas tidak efektif
Belum dapat di kaji (D.0001)
Objektif
Batuk tidak efektif
Tidak mampu batuk
Sputum berlebih
Wheezing
Mekonium dijalan nafas
(neonatus)
Data dan tanda Minor
Subjektif
Dispnea
Objektif
Gelisah
Sianosis
Bunyi nafas enurun
Frekuensi nafas berubah
Pola nafas berubah
h) Diagnosa Keperawatan
1) Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
Risiko Hipovolemi (D.0034)
Risiko Jatuh (D.0143)
2) Diagnosa Keperawatan Post Operasi
Gangguan Ventilasi Spontan (D.0004)
Termoregulasi tidak efektif (D.0149)
Nyeri akut (D.0077)
Risiko Hipovolemi (D.0034)
Risiko infeksi (D.0142)
Risiko Jatuh (D.0143)
i) Intervensi Keperawatan, (SIKI 2019), (SLKI 2019)
1) Intervensi Keperawatan Pre Operasi
SDKI SLKI SIKI
Bersihan Jalan Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif (D.0001) selama 1 x 6 jam, di harapkan bersihan
jalan napas membaik dengan kriteria Observasi:
Definisi : hasil: 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Ketidakmampuan 1. Batuk efektif meningkat 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
membersihkan secret atau 2. Produksi sputum menurun ronchi kering)
obstruksi jalan nafas untuk 3. Wheezing menurun 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
mempertahankan jalan nafas 4. Dispnea menurun Terapeutik:
tetap paten. 5. Sianosis menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan headtilt dan chin-lift
6. Gelisah mneurun (jawthrust jika curiga trauma servical)
b.d 7. Frekuensi nafas membaik 2. Posisikan semi-fowler atau fowler
Hipersekresi jalan nafas, 8. Pola nafas membaik 3. Berikan minum hangat
spasme jalan nafas 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Mayor 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Subjektif 7. Keluarkan sumbatan benda pada dengan forsep McGill
Belum dapat di kaji 8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
Objektif 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Batuk tidak efektif 2. Ajarkan tehnik batuk efektif
Tidak mampu batuk Kolaborasi:
Sputum berlebih 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
Ronchi perlu
Mekonium dijalan nafas
(neonatus) Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi:
Minor 1. Monitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya napas
Subjektif 2. Monitor pola napas
Dispnea 3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
Objektif 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
Gelisah 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Sianosis 7. Auskultasi bunyi napas
Bunyi nafas menurun 8. Monitor saturasi oksigen
Frekuensi nafas berubah 9. Monitor AGD
Pola nafas berubah 10. Monitor x-ray thoraks
Terapeutik:
1. Atur internal pemantau respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Risiko Hipovolemia (D.0034) Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Hipovolemia (I.03116)
selama 3 x 24 jam, maka status cairan
Definisi : membaik, dengan kriteria hasil: dengan Observasi :
Berisiko mengalami penurunan kriteria hasil: 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat,
volume cairan intravascular, 1. Kekuatan nadi meningkat nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
interstisial dan atau/intraselular 2. Output urin meningkat turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin
3. Membran mukosa lembab menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
b.d 4. Dispnea menurun 2. Monitor intake dan output cairan
Kekurangan intake cairan 5. Tidak ada nafas tambahan Terapeutik :
6. Frekuensi nadi normal 1. Hitung kebutuhan cairan
7. Tekanan darah normal 2. Berikan posisi modified Trendelenburg
8. Turgor kulit normal 3. Berikan asupan cairan oral
9. Hemoglobin normal Edukasi :
10. Hematokrit normal 1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
11. Suhu tubuh normal 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV hopotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, Plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah.
Resiko Jatuh (D.0143) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Jatuh ((I.14540)
selama 3X24 jam, di harapkan tingkat
Definisi: jatuh dengan kriteria hasil: Observasi
Beresiko mengalami kerusakan 1. Jatuh dari tempat tidur menurun 1. Identifikasi faktor jatuh (mis: usia > 65 tahun, penurunan tingkat
fisik dan gangguan kesehatan 2. Jatuh saat berdiri menurun kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan
akibat terjatuh 3. Jatuh saat duduk menurun keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
4. Jatuh saat berjalan menurun 2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai
Faktor Risiko: dengan kebijakan institusi
1. Usia ≤ 2 tahun 3. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis:
lantai licin, penerangan kurang)
4. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis: fall morse
scale, humpty dumpty scale), jika perlu
5. Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
2. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
3. Pasang handrail tempat tidur
4. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
5. Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan
perawat dari nurse station
6. Gunakan alat bantu berjalan (mis: kursi roda, walker)
7. Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil
perawat
Pemantauan Respirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi ,irama ,kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas
3. Kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan sumbatan jalan napas
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan pemantauan
2. Informasikan hasil pemantuan
Termoregulasi tidak efeltif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Regulasi temperatur (I.4578)
(D.0149) selama 3x24 jam, diharapkan suhu tubuh
membaik dengan kriteria hasil: Observasi
Definisi: 1. Menggigil menurun 1. Monitor suhu bayi dalam rentang normal
Kegagalan mempertahankan 2. Pucat menurun 2. Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam jika perlu
suhu tubuh dalam rentang 3. Suhu tubuh membaik 3. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermi atau hipertermi
normal 4. Suhu kulit membaik Terapeutik
1. Pantau alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
2. Pertahankan kelembapan inkubator 50% atau lebih untuk menguragi
kehilangan panas kerena proses evaporasi
3. Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan
Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)
selama 3 x 24 jam, di harapkan tingkat Pemantauan Nyeri (I.08242)
Definisi nyeri menurun, kontrok nyeri meningkat Pemberian analgetik (I.08243)
Pengalaman sensorik atau dengan kriteria hasil: Teknik Distraksi (I.08247)
emosional yang berkaitan dgan
kerusakan jaringan atau Tingkat Nyeri (L.08066) Observasi
fungsional, degan onset Kontrol Nyeri (L.08063) 1. Idenfikasi lokasi, frekuesni, durasi,karakterisik, kualitas, intensitas
mendadak atau lambat dan 1. Kemamapuan menggunakan nyeri.
berintensitas ringan hingga teknik non farmakologis 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
berat yang berlangsung kurang 2. Dukungan orang teredkat 3. Monitor efek samping penggunaan analgesic
dari 3 detik meningkat 4. Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
3. Penggunaan analgetik menurun Terapeutik
b.d 4. Meringis menurun 1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Agen Pencederaa Fisik 5. Gelisah mneurun 2. Fasilitasi istirahan dan tidur
(Prosedur operasi) 6. Pola nafas membaik 3. Tetapkan target efektifitas analgetik untuk mengoptimalkan respon
pasien.
Gejala dan tanda 4. Dokumentasi respons terhadap efek analgesesik dan efek yang tidak
Mayor: diinginkan.
Subyektif Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
Obyektif 2. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat.
Tampak meringis
Gelisah
Minor:
Subyektif
Obyektif
Pola napas berubah
Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Hipovolemia
(D.0034) selama 3 x 24 jam, maka status cairan
membaik, dengan kriteria hasil: denganObservasi :
Definisi : kriteria hasil: 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat,
Berisiko mengalami 1. Kekuatan nadi meningkat nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
penurunan volume cairan 2. Output urin meningkat turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin
intravascular, interstisial dan 3. Membran mukosa lembab menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah).
atau/intraselular 4. Dispnea menurun 2. Monitor intake dan output cairan
5. Tidak ada nafas tambahan Terapeutik :
b.d 6. Frekuensi nadi normal 1. Hitung kebutuhan cairan
Kekurangan intake cairan 7. Tekanan darah normal 2. Berikan posisi modified Trendelenburg
8. Turgor kulit normal 3. Berikan asupan cairan oral
9. Hemoglobin normal Edukasi :
10. Hematokrit normal 1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
11. Suhu tubuh normal 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV hopotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, Plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah.
Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan infeksi (I.02075)
(D.0142) selama 3x 24 jam, diharapkan tingkat
infeksi menurun dan status imun
Definisi: membaik dengan kriteria hasil: Observasi
Berisiko mengalami 1. Berikan lingkungan dengan baik
peningkatan terserang Tingkat infeksi (L.14137) & Status 2. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
organisme patogenik imun (L.14133) 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
1. Kebersihan tangan meningkat Terapeutik
Dibuktikan dengan: 2. Kebersihan badan meningkat 1. Batasi jumlah pengunjung
Peningkatan paparan 3. Demam menurun 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien
organisme pathogen 4. Kemerahan menurun 3. Lakukan tindakan yang bersifat universal
lingkungan 4. Jaga lingkungan aseptic saat mengganti tabung dan botol TPN
Ketidakadekuatan pertahanan 5. Pastikan penanganan aseptic dari semua saluran intravena
tubuh sekunder Edukasi
o Penurunan hemoglobin 1. Ajarkan cuci tangan bagi tenaga kesehatan
o Imunosurpresi 2. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan
o Surpresi respon meninggalkan ruangan pasien
inflamasi
Resiko Jatuh (D.0143) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Jatuh ((I.14540)
selama 3X24 jam, di harapkan tingkat
Definisi: jatuh dengan kriteria hasil: Observasi
Beresiko mengalami 1. Jatuh dari tempat tidur menurun 1. Identifikasi faktor jatuh (mis: usia > 65 tahun, penurunan tingkat
kerusakan fisik dan gangguan 2. Jatuh saat berdiri menurun kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan
kesehatan akibat terjatuh 3. Jatuh saat duduk menurun keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
4. Jatuh saat berjalan menurun 2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai
Faktor Risiko: dengan kebijakan institusi
1. Usia ≤ 2 tahun 3. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis:
lantai licin, penerangan kurang)
4. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis: fall morse
scale, humpty dumpty scale), jika perlu
5. Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
2. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
3. Pasang handrail tempat tidur
4. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
5. Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan
perawat dari nurse station
6. Gunakan alat bantu berjalan (mis: kursi roda, walker)
7. Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat
Observasi
1. Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis: kondisi fisik, fungsi
kognitif, dan Riwayat perilaku)
2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik
1. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis: fisik, biologi,
kimia), jika memungkinkan
2. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
3. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis: commode chair dan
pegangan tangan)
4. Gunakan perangkat pelindung (mis: pengekangan fisik, rel samping,
pintu terkunci, pagar)
5. Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (mis:
puskesmas, polisi, damkar)
6. Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
7. Lakukan program skrining bahaya lingkungan (mis: timbal)
Edukasi
1. Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
j) Impelentasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap intervensi. Implementasi
merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan, kesehatan dan memfasilitasi koping.
(Kodim,2015).
k) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang ditentukan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan,untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
(Kodim,2015).
ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOPHAGUS PADA BY. NY S
DI RUANG NICU RSUP FATMAWATI
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama/ Inisial : By. .Ny. S
Ttl : Jakarta, 03-08-2023
Jenis Kelamin : Perempuan
2. Identitas Orangtua
Nama/Inisial Ibu : Ny. S
Umur : 21 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kampung 2 Jl. Sako Ii No 100 Rt/Rw 03/01 Bekasi Barat
5. Riwayat imunisasi
Pasien belum mendapatkan imunisasi apapun.
b. Pengkajian Keluarga
- Pengetahuan keluarga
o Keluarga tidak mengetahui apakah itu Atresia Esofagus
o Keluarga tidak memahami mengenai penyakit anak nya
- Psikologi keluarga
Keluarga merasa cemas akan penyakit yang di alami anaknya, tapi keluarga
tetap optimis kalau anaknya akan sembuh dari penyakitnya.
c. Genogram Keluarga
8. Riwayat hospitalisasi
a. Penglaman Keluarga tentang Hospitalisasi
Keluarga tidak ada pengalaman merawat anak di Rumas sakit, tidak ada anggota
keluarga yang di rawat sebelumnya.
b. Pemahaman tentang sakit dan di rawat
Ayah bayi dan ibu bayi mengetahui kalo anaknya harus mendapatkan perawatan
di RS Fatmawati, namun keluarga merasa perlu kerja untuk membiayai hidup jadi
ayah bayi dan ibu bayi tidak menunggu sepenuhnya di ruang tunggu.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum : Bayi tampak pucat, lemas dan sesak nafas
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda Tanda Vital : HR : 152 x/mt, Tensi 92/46 mmHg, RR: 60 x/mt, T:
36,5 C. SPO2 90 %
d. Kepala : tidak ada kelainan
e. Mata : simetris kanan kiri, kelopak mata : tidak terdapat
edema, pupil isokor kanan kiri, pergerakan bola mata
normal.
f. Telinga : bentuk telinga Abnormal kanan kiri, Microtia (+)
g. Hidung : simetris, tidak ada polip dan keluar lendir dari hidung.
h. Mulut : mengeluarkan mucus saliva terus menerus
i. Leher : terdapat tanda kantong leher atas menandakan
ketidak mampuan menelan
j. Dada : bentuk dada simetris, Processusu Ximpoideus jelas
k. Jantung : BJ I-II Regular
l. Paru : Ves, RH -/-, Wh -/-, Retraksi tidak ada
m. Abdomen : adanya distensi abdomen
n. Anus : anus ada terlihat tidak biasa, tampak prolaps rectal
3. Pemeriksaan System
a. Sistem pernafasan
Bentuk hidung normal, bentuk dada simetris, sesak ada, retraksi dada tidak ada,
NCH tidak ada, pergerakan dinding dada simetris.
b. Sistem kardiovaskuler
Bunyi jantung regular, warna kulit sianosis ekstermitas, CRT 2 detik
c. Sistem gastrointestinal
Mulut tampak kotor ,terpasang ogt cairan lambung tidak ada, bab meconium ada.
d. Sistem saraf
Kesadaran apatis, kejang tidak ada
e. Sistem genitalia
Labio Minora dan Labio Mayora ada, Klitoris ada
f. Ekstermitas
Eksterminas lengkap, akral dingin,
g. Reflek
Reflek menangis lemah, reflek hisap tidak ada , reflek genggam sudah ada, reflek
babinski ada, reflek moro ada
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan foto thorax AP/PA
- Tgl 10-08-2023 di /rs /fatmawati : KESAN ; Infiltrat minimal di
Supra/hiller Bilateral, DD/Pneumonia, tidak tampak kelainan pada Jantung,
OGT melingkar dengan tip distal mengarah ke kranial di proyeksi Esofagus
setinggi Vertebra T2
- Tgl 22-08-2023 di RS Fatmawati : KESAN ; defect costa 3-4 sisi lateral
kanan (post thorkotomi) kanan dengan opasitas heterogen di lapangan tengah
paru kanan. Infiltrat minimal di suprahiler bilateral relatif stqa. T5 Tidak
terdapat kelainan pada jantung, stqa. Kanul thorakotomi terpasang dengan tip
di hemithoraks kanan, setting IC Sposterior. Ogt dengan tip sekitar 0,8 cm
diatras karnia. Tidak tampak penumothoraks, pneumomediatinum, maupum
empisema subkutis.
b. Pemeriksaan Bno Foto Polos Abdomen
- Tgl 10-08-2023 di RS Fatmawati : KESAN ; OGT melingkar dengan tip distal
mengarah ke kranialdi proyeksi Esofagus setinggi Vertebra T2 dengan udara
usus intra Abdomen Suspect Atresia Esofagus dengan Fistula. Infiltrat
minimal di SupraHiller Bilateral DD/ Pneumonia. Tidak tampak kelainan pada
Jantung.
c. Pemeriksaan Laboratorium
- Tgl 13-08-2023 di RS Fatmawati:
Hasil kultur darah biakan MO dan Resistensi Negatif
- Tgl 18-08-2023 di Rs Fatmawati ;
Hb : 17,2 mg/dl (Normal; 12,7-28,7 mg/dl)
Ht :51,9% (Normal; 42,0-62,0%)
Leukosit : 12,2 ribu/ul (Normal; 5,0-20,- ribu/ul)
Eritrosit RDW-CV : 16,2 % * (Normal; 11,5-14,5 %)
SGOT : 65 U/L * (Normal; <=32 U/L)
SGPT : 16 U/L (Normal <= 33 U/L)
Albumin : 4,18 g/dl (Normal; 3,80-5,40 g/dl)
Ureum Darah : 63,9 mmol/L * (Normal; 16,6-48,5 mmol/L)
Kreatinin Darah : 0,43 mg/dl * (Normal; 0,16-0,39 mg/dl)
Natrium : 130 mmol/L * (Normal; 136-145 mmol/L)
Kalium : 4,9 mmol/L (Normal; 3,5-5,1 mmol/L)
Kalsium : 83 mmol/L * (Normal; 98-107 mmol/L)
Analisa Gas Darah :
PH : 7,47 mmhg *(Normal ; 7,37-7.44)
PCO2 : 59,1 mmhg * (Normal; 35,0-45,0 mmhg)
PO2 : 117,1 mmhg *(Normal; 83,0-108,0 mmhg)
HCO3 : 43,4 mmol/L * (Normal; 21,0-28,0 mmol/L0
O2 Saturasi : 99,6 % * (Normal; 95-99%)
BE (base Excess) ; 19,6 mmol/L * (Normal; -2,5 s/d 2,5 mmol/L)
Total CO2 : 45,2 mmol/L * (Normal 19,0-24,0 mmol/L)
- Tgl 21-08-2023 di RS Fatmawati
Analisa Gas Darah
BE (Base Excess) : 9,3 mmol/L * (Normal; -2,5 s/d 2,5 mmol/L)
Total CO2 : 37,0 mmol/L * (Normal; 19,0-24,0 mmol/L)
5. Therapi Medis
a. Therapi parental pre operasi :
- Ampicilin sulbactam 2x125 mg
- Gentamicin 12,5 mg/36 jam
- Furosemid 2x1,5 mg
b. Therapi parental Post operasi :
- Ampicilin sulbactam 2x125 mg
- Gentamicin 12,5 mg/36 jam
- Furosemid 2x1,5 mg
- Paracetamol 3x40 mg
- Dopamin 10 mcq/KgBB/menit
- Midazolam 2 mcq/KgBB/menit
6. Analisa Data
Observasi:
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor AGD
10. Monitor x-ray thoraks
Terapeutik:
1. Atur internal pemantau respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Risiko Hipovolemia (D.0034) Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Hipovolemia (I.03116)
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, maka status cairan
Kekurangan intake cairan membaik, dengan kriteria hasil: dengan Observasi :
kriteria hasil: 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat,
1. Kekuatan nadi meningkat nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
2. Output urin meningkat turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin
3. Membran mukosa lembab menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
4. Dispnea menurun 2. Monitor intake dan output cairan
5. Tidak ada nafas tambahan Terapeutik :
6. Frekuensi nadi normal 1. Hitung kebutuhan cairan
7. Tekanan darah normal 2. Berikan posisi modified Trendelenburg
8. Turgor kulit normal 3. Berikan asupan cairan oral
9. Hemoglobin normal Edukasi :
10. Hematokrit normal 1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
11. Suhu tubuh normal 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV hopotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, Plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah.
Resiko Jatuh (D.0143) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Jatuh ((I.14540)
berhubungan dengan Usia ≤ 2 selama 3x24 jam, di harapkan tingkat
tahun jatuh dengan kriteria hasil: Observasi
1. Jatuh dari tempat tidur menurun 1. Identifikasi faktor jatuh (mis: usia > 65 tahun, penurunan tingkat
2. Jatuh saat berdiri menurun kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan
3. Jatuh saat duduk menurun keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
4. Jatuh saat berjalan menurun 2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai
dengan kebijakan institusi
3. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis:
lantai licin, penerangan kurang)
4. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis: fall morse
scale, humpty dumpty scale), jika perlu
5. Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
2. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
3. Pasang handrail tempat tidur
4. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
5. Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan
perawat dari nurse station
6. Gunakan alat bantu berjalan (mis: kursi roda, walker)
7. Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil
perawat
Observasi
1. Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis: kondisi fisik, fungsi
kognitif, dan Riwayat perilaku)
2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik
1. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis: fisik, biologi,
kimia), jika memungkinkan
2. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
3. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis: commode chair
dan pegangan tangan)
4. Gunakan perangkat pelindung (mis: pengekangan fisik, rel
samping, pintu terkunci, pagar)
5. Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (mis:
puskesmas, polisi, damkar)
6. Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
7. Lakukan program skrining bahaya lingkungan (mis: timbal)
Edukasi
1. Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
b. Intervensi Keperawatan Post Operasi
Gangguan Ventilasi Spontan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Ventilasi (I.01002)
(D.0004) berhubungan dengan selama 3x 24 jam, diharapkan ventilasi
Kelemahan otot pernafasan meningkat dengan kritera hasil: Observasi:
1. Volume tidal meningkat 1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
2. Dyspnea menurun 2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
3. Penggunaan otot bantu nafas 3. Monitor status respirasi dan oksigenasi (frekuensi dan kedalaman napas,
menurun penggunaan otot bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen)
4. Pernafasan cuping hidung menurun Terapeutik:
5. Frekuensi nafas membaik (kriteria 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dan penggunan ventilator
brapa?) 2. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
6. Kedalaman nafas membaik => 3. Fasililitasi mengubah posisi senyaman mungkin
seperti apa Edukasi => pasien bayi apakah mampu ?
1. Ajarkann teknik relaksasi napas dalam
2. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
3. Ajarkan teknik batuk efektif
Pemantauan Respirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi ,irama ,kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas
3. Kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan sumbatan jalan napas
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan pemantauan
2. Informasikan hasil pemantuan
Termoregulasi tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Regulasi temperatur (I.4578)
(D.0149) berhubungan dengan selama 3x24 jam, diharapkan
perubahan laju metabolisme termoregulasi membaik dengan kriteria Observasi
hasil: 1. Monitor suhu bayi dalam rentang normal
1. Menggigil menurun 2. Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam jika perlu
2. Pucat menurun 3. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermi atau hipertermi
3. Suhu tubuh membaik =>berapa Terapeutik
4. Suhu kulit membaik=> Seperti apa 1. Pantau alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
2. Pertahankan kelembapan inkubator 50% atau lebih untuk menguragi
kehilangan panas kerena proses evaporasi
3. Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan
Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan Agen selama 3 x 24 jam, di harapkan tingkat Pemantauan Nyeri (I.08242)
Pencederaa Fisik (Prosedur nyeri menurun, kontrok nyeri meningkat Pemberian analgetik (I.08243)
operasi) dengan kriteria hasil: Teknik Distraksi (I.08247)
Tingkat Nyeri (L.08066)
Kontrol Nyeri (L.08063) Observasi
1. Kemamapuan menggunakan teknik 1. Idenfikasi lokasi, frekuesni, durasi,karakterisik, kualitas, intensitas nyeri.
non farmakologis 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Dukungan orang teredkat meningkat 3. Monitor efek samping penggunaan analgesik
3. Penggunaan analgetik menurun 4. Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
4. Meringis menurun Terapeutik
5. Gelisah mneurun 1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
6. Pola nafas membaik 2. Fasilitasi istirahan dan tidur
3. Tetapkan target efektifitas analgetik untuk mengoptimalkan respon
Catt: Pasien post op terintubasi apakah pasien.
untuk nyeri bisa dinilai, pasien DPO tdak 4. Dokumentasi respons terhadap efek analgesesik dan efek yang tidak
diinginkan.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat.
Observasi
1. Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis: kondisi fisik, fungsi kognitif,
dan Riwayat perilaku)
2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik
1. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis: fisik, biologi, kimia),
jika memungkinkan
2. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
3. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis: commode chair dan
pegangan tangan)
4. Gunakan perangkat pelindung (mis: pengekangan fisik, rel samping,
pintu terkunci, pagar)
5. Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (mis: puskesmas,
polisi, damkar)
6. Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
7. Lakukan program skrining bahaya lingkungan (mis: timbal)
Edukasi
1. Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
2. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
a. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Pre Operasi
TGL
NO DX KEP IMPLEMENTASI RESPON TTD
/JAM
1. Gangguan 21/08/2023 1. Memonitor status respirasi dan S : Tidak dapat dikaji
Ventilasi Jam 18:00 oksigenasi (frekuensi dan kedalaman O:
Spontan nafas, penggunaan otot bantu nafas, - Kesadaran dalam pengaruh obat midazolam 2
berhubungan bunyi nafas tambahan, saturasi oksigen, mcq/KgBB/menit
dengan suara nafas) - Bayi terpasang ETT no. 3,5cm kedalaman 9 cm
kelemahan 2. Memonitor adanya sumbatan nafas - Bayi terpasang ventilator dengan pola PCMV RR 60 PiP 20
otot 3. Mempertahankan kepatenan jalan nafas IT 0,33 FiO2 30% PEEP 5
pernapasan 4. Memposisikan semi fowler atau fowler - HR 161x/menit, RR 45x/meit, SpO2 93% suhu 36 0c
(D.0004) 5. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan - Slym putih encer
6. Melakukan penghisapan lendir kurang - Bayi diposisikan head up 300 , lateral dextra, dan supinasi
dari 15 detik jika diperlukan - Nilai lab (AGD)?
A : Gangguan Ventilasi Spontan
P : Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01012)