Disusun Oleh:
(...................................................) (...............................................)
Istilah impaksi berarti sebagian gigi atau seluruh gigi yang tidak dapat erupsi
dengan sempurna ke bidang oklusal, dikarenakan terhambat oleh gigi sebelahnya,
tulang, dan jaringan lunak disekitarnya. Gigi impaksi juga dapat terjadi dikarenakan
proses evolusi mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan
pola makan pada manusia. Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan impaksi
antara lain karies pada permukaan distal molar kedua, perikoronitis, kista, hiperplasi
jaringan atau infeksi lokal (Amanat, dkk., 2014).
Penelitian lain menunjukan bahwa gigi impaksi juga dikarenakan oleh faktor
genetika, gangguan endokrinologik, celah palatal, radiasi, gigi supernumerari,
terlambat atau hilangnya perkembangan akar, trauma, ekstraksi dini, adanya posisi
ektopik, atau adanya tumor odontogenik. Gigi impaksi juga dapat memudahkan
makanan terperangkp disekitar gigi dan jaringan lunak disekitarya, sehingga pasien
mengalami kesulitan untuk membersihkannya, serta mengakibatkan gigi mudah
terserang karies serta sering merasa sakit (Bourzgui, dkk, 2012)
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas
dua bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibuka, yaitu ruang di antara gusi serta
gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-
sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung
dengan awal farinx. Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi
sampai
orofaring. Atap mulut dibentuk oleh palatum durum dan mole. Di bagian posterior
palatum mole berakhir pada uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada bagian paling
posterior dari rongga mulut terletak tonsil di antara kolumna anterior dan posterior.
Rongga mulut
Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ
aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari 2
bagian, yaitu:
a. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
b. Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh tulang
maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan
faring.
a. Palatum
1) Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan
tulang maksilaris: palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk
konkaf. Bagian anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau
rugae. (swartz, 1989)
2) Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang
dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lender: palatum mole
adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior palatum durum.
Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu menutup nasofaring
selama menelan.
b. Rongga mulut
1) Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya memotong
dan gigi posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya otot-otot
pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Proses
mengunyah di kontrol oleh nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasi
retikularis dekat pusat batang otak untuk pengecapan dapat menimbulkan
pergerakan mengunyah secara ritmis dan kontinu. Mengunyah makanan
bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, terutama untuk sebagian
besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat ini mempunyai membrane
selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat nutrisi yang
harus
diuraikan sebelum dapat digunakan.
2) Tulang alveolar.
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang
kortikal. Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen
apical untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan
berfungsi sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar
darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen atau setelah periodontitis dapat
terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar.
3) Gingiva.
4) Ligamentum periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan
tulang alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari
sementum ke tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang
tertanam dalam tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan
masih memungkinkan sedikit gerak.
5) Pulpa.
6) Lidah.
t o n j o la n- t o n jo l a n ( p ap il l a) . P a d a p a p i lla in
u n t u k m e n g e n a l ra s a m a n is , a s in , a s a m (d i
i t er d a p a t a la t p e g e c a p ( ta s t e -b u d )
uj u n g d e p a n ) , d a n p a h i t ( d i p a n g k a l
lidah). Di samping itu, lidah juga mempunyai ujung-ujung saraf perasa yang
dapat menangkap sensasi panas dan dingin. Rasa pedas tidak termasuk salah
satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi suatu rasa panas yang termasuk sensasi
umum. Pengecapan diurus oleh saraf otak ke-7 dan sensasi umum oleh saraf
otak ke-5. Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, frenulum,
dapat terlihat di bawah
@. TLNVLBGB
Terdapat beberapa faktor etiologi dari gigi impaksi menurut berger dalam
indonesian journal of oral and maxillofacial surgeon ( 2004) dan yaitu:
1) Faktor lokal
2) Faktor sistemik
M. TG]JKAFPFKEKHF
Hal ini juga dijelaskan oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa
impaksi gigi tidak terjadi pada gigi molar ketiga tetapi dapat terjadi pada gigi lainnya.
Posisi gigi yang belum erupsi sempurna akan memudahkan makanan, debris dan
bakteri terjebak di bawah gusi yang di bawahnya terdapat gigi bungsu sehingga
menyebabkan infeksi pada gusi yang disebut pericoronitis. Jika tidak segera ditangani
infeksi tersebut akan menyebar ke tenggorokan atau leher. Gigi impaksi dapat
mendorong gigi-gigi lain di depannya sehingga bergerak dan berubah posisi. Posisi gigi
impaksi sulit dijangkau sehingga sulit dibersihkan dan menjadi berlubang. Tidak hanya
gigi impaksinya saja yang berlubang tetapi gigi di depannya juga berlubang karena
sulit dibersihkan. Para ahli menyatakan bahwa 50% kasus kista berhubungan dengan
gigi geraham impaksi
pada rahang bawah. Mahkota gigi impaksi tumbuh dalam suatu selaput. Jika selaput
tersebut menetap dalam tulang rahang, dapat terisi oleh cairan yang akhirnya
membentuk kista yang dapat merusak tulang, gigi dan saraf. Mengingat komplikasi
yang ditimbulkan oleh gigi geraham impaksi maka kita perlu mengetahui waktu
terbaik gigi tersebut dicabut. Kalsifikasi gigi geraham bungsu terjadi mulai umur 9
tahun dan mahkota gigi selesai terbentuk umur 12-15 tahun. Jadi gigi geraham bungsu
sudah dapat dilihat melalui rontgen pada umur 12-15 tahun walaupun gigi tersebut
belum tumbuh.
L. TG]JXGV FCTGIPF
Prosedur
pembedahan Cemas
Odontectomy
H. TLCLRFIPGGN TLN\NOGNH
relatif mudah.
J. TLNG]GEGIPGNGGN CLMFP
g. Indikasinya adalah :
1) Infeksi karena erupsi yang terlambat dan abnormal (perikoronitis)
2) Berkembangnya folikel menjadi keadaan patologis (kista odontogenik dan
neoplasma)
3) Usia muda, sesudah akar gigi terbentuk sepertiga sampai dua pertiga bagian
dan sebelum klien mencapai usia 18 tahun
4) Adanya infeksi
5) Penyimpangan panjang lengkung rahang dan untuk membantu
mempertahankan stabilitas hasil perawatan ortodonsi
6) Prostetik atau restoratif (diperlukan untuk mencapai jalan masuk ke tepi
gingiva distal dari molar dua didekatnya)
7) Apabila molar kedua didekatnya dicabut dan kemungkinan erupsi normal
atau berfungsinya molar ketiga impaksi sangat kecil
8) Sebelum tulang sangat termineralisasi dan padat yaitu sebelum usia 26 tahun
b. Kontraindikasinya adalah:
1) Klien tidak menghendaki giginya dicabut
2) Sebelum panjang akar mencapai sepertiga atau dua pertiga dan apabila
tulang yang menutupinya terlalu banyak (pencabutan prematur)
3) Jika kemungkinan besar akan terjadi kerusakan pada struktur penting
disekitarnya atau kerusakan tulang pendukung yang luas
p si k o s o s i os pr it u a l
4) Pengkajian m e k a n i s m e k o p i ng yang digunakan klien untuk
menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan pengruhnya dalam
kehidupan sehari- hari.
5) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mengunakan pemeriksaan fisik secara head to-toe.
6) Pengkajian tingkat kesadaran
Bagaimanakah keadaan umum klien dan tingkat kesadaran klien (GCS)
7) Pengkajian fungsi serebral, meliputi:
a) Status mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan
aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
b) Pengkajin saraf cranial, apakah ada masalah persarafan meliputi
i. Saraf I (Olfaktori).
ii. Saraf II (Optikus).
iii. Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens)
iv. Saraf V (Trigeminius)
v. Saraf VII(facialis).
vi. Saraf VIII (Akustikus)
vii. Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus).
viii. Saraf XI (Aksesorius)
ix. Saraf XII (Hipoglosus).
8) Mobilitas
Apakah klien mengalami gangguan mobilitas
9) Pengkajian system motorik.
Apakah klien mengalami masalah pada ekstremitas.
10) Pengkajian Refleks.
Apakah klien mengalami masalah pada refleks
11) Pengkajian system sensorik.
Apakah klien mengalami masalah pada system sensorik.
a. Nyeri akut
b. Ansietas
c. Resiko ketidakefektifan pola nafas
d. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
e. Resiko aspirasi
tek n i k i m a jin a s i t e r b i m
4) K ol a b o r as i p e m b e r i a n
bi n g , k o m pr es ha g at / di n g in , t e r a p i
a n a lg e s ic b ila n ye r i t id a k t e r a ta
b er m a i n )
s i d e n g a n terapi nonfarmakologis
b. Ansietas
1) Kaji tingkat kecemasan klien
2) Bina hubungan saling percaya
3) Bantu pasien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.
4) Kaji tanda ansietas verbal dan nonvervbal.
5) Jelaskan tentang prosedur anestesi dan pembedahan dengan bahasa yang
mudah dipahami.
e. Resiko aspirasi
1) Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan kemampuan menelan
2) Monitor bunyi napas
3) Pertahankan kepatenan jalan napas (mis tehnik head tilt, chin lift, jaw thrust,
in line) atau dengan posisi miring.
4) Sediakan suction dekat meja operasi dan diruang pemulihan
C. MGA]GR T\P]GIG
Eroschenko, V. P. 2012, Atlas Histologi difiore. Penerbit buku kedokteran. EGC, Jakarta.
keperawatangood.hjkduw/dkhdfy.html
Rendy, Clevo dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikasi Bedah dan Penyakit
Dalam. Nuha Medika, Yogyakarta
Weller, R.B., Hunter, H.J.A., and Mann, M.W. 2015, Clinical Dermatology, Fifth Edition,
John Wiley and Sons Ltd., Chichester.