Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS IMPAKSI GIGI

DI RUANG OK RSUD dr. DORIS SYLVANUS


PALANGKA RAYA

Disusun oleh:
RINANDA SUKMA PERTIWI
PO.62.20.1.21.087

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA


JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIII
KEPERAWATAN REGULER XXIV B
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
IMPAKSI
A. Definisi Gigi Impaksi
Gigi impaksi adalah gigi yang
erupsinya terhalang oleh gigi
tetangga, tulang sekitar,
jaringan patologis dan gigi
yang posisinya tidak sesuai
dengan lengkung rahang. Gigi
permanen manusia yang
paling sering mengalami
impaksi adalah gigi molar
ketiga bawah,
lalu gigi molar ketiga atas
selanjutnya gigi caninus
atas.Archer menulis bahwa
frekwensi
impaksi gigi molar ketiga
atas yang terbanyak
dibandingkan dengan molar
ketiga
bawah (Kresnanda,
2008).Frekwensinya berturut-
turut gigi molar ketiga
bawah, gigi
molar ketiga atas, gigi
caninus atas, gigi premolar
bawah, gigi caninus bawah,
gigi
premolar atas, gigi incisivus
atas atau bawah (Rusli, 2013
LAPORAN PENDAHULUAN
IMPAKSI
A. Definisi Gigi Impaksi
Gigi impaksi adalah gigi yang
erupsinya terhalang oleh gigi
tetangga, tulang sekitar,
jaringan patologis dan gigi
yang posisinya tidak sesuai
dengan lengkung rahang. Gigi
permanen manusia yang
paling sering mengalami
impaksi adalah gigi molar
ketiga bawah,
lalu gigi molar ketiga atas
selanjutnya gigi caninus
atas.Archer menulis bahwa
frekwensi
impaksi gigi molar ketiga
atas yang terbanyak
dibandingkan dengan molar
ketiga
bawah (Kresnanda,
2008).Frekwensinya berturut-
turut gigi molar ketiga
bawah, gigi
molar ketiga atas, gigi
caninus atas, gigi premolar
bawah, gigi caninus bawah,
gigi
premolar atas, gigi incisivus
atas atau bawah (Rusli, 2013
LAPORAN PENDAHULUAN
IMPAKSI
A. Definisi Gigi Impaksi
Gigi impaksi adalah gigi yang
erupsinya terhalang oleh gigi
tetangga, tulang sekitar,
jaringan patologis dan gigi
yang posisinya tidak sesuai
dengan lengkung rahang. Gigi
permanen manusia yang
paling sering mengalami
impaksi adalah gigi molar
ketiga bawah,
lalu gigi molar ketiga atas
selanjutnya gigi caninus
atas.Archer menulis bahwa
frekwensi
impaksi gigi molar ketiga
atas yang terbanyak
dibandingkan dengan molar
ketiga
bawah (Kresnanda,
2008).Frekwensinya berturut-t
LAPORAN PENDAHULUAN
IMPAKSI
A. Definisi Gigi Impaksi
Gigi impaksi adalah gigi yang
erupsinya terhalang oleh gigi
tetangga, tulang sekitar,
jaringan patologis dan gigi
yang posisinya tidak sesuai
dengan lengkung rahang. Gigi
permanen manusia yang
paling sering mengalami
impaksi adalah gigi molar
ketiga bawah,
lalu gigi molar ketiga atas
selanjutnya gigi caninus
atas.Archer menulis bahwa
frekwensi
impaksi gigi molar ketiga
atas yang terbanyak
dibandingkan dengan molar
ketiga
bawah (Kresnanda,
2008).Frekwensinya berturut-t
LAPORAN PENDAHULUAN
IMPAKSI
A. Definisi Gigi Impaksi
Gigi impaksi adalah gigi yang
erupsinya terhalang oleh gigi
tetangga, tulang sekitar,
jaringan patologis dan gigi
yang posisinya tidak sesuai
dengan lengkung rahang. Gigi
permanen manusia yang
paling sering mengalami
impaksi adalah gigi molar
ketiga bawah,
lalu gigi molar ketiga atas
selanjutnya gigi caninus
atas.Archer menulis bahwa
frekwensi
impaksi gigi molar ketiga
atas yang terbanyak
dibandingkan dengan molar
ketiga
bawah (Kresnanda,
2008).Frekwensinya berturut-t
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Istilah impaksi berarti sebagian gigi atau seluruh gigi yang tidak dapat erupsi dengan
sempurna ke bidang oklusal, dikarenakan terhambat oleh gigi sebelahnya, tulang, dan
jaringan lunak disekitarnya. Gigi impaksi juga dapat terjadi dikarenakan proses evolusi
mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola makan pada
manusia. Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan impaksi antara lain karies pada
permukaan distal molar kedua, perikoronitis, kista, hiperplasi jaringan atau infeksi lokal.

Penelitian lain menunjukan bahwa gigi impaksi juga dikarenakan oleh faktor genetika,
gangguan endokrinologik, celah palatal, radiasi, gigi supemumerari, terlambat atau
hilangnya perkembangan akar, trauma, ekstraksi dini, adanya posisi ektopik, atau adanya
tumor odontogenik. Gigi impaksi juga dapat memudahkan makanan terperangkp disekitar
gigi dan jaringan lunak disekitarya, sehingga pasien mengalami kesulitan untuk
membersihkannya, serta mengakibatkan gigi mudah terserang karies serta sering merasa
sakit. Secara umum dapat disimpulkan bahwa impaksi gigi merupakan suatu keadaan
dimana gigi mengalami kegagalan erupsi secara normal dalam pertumbuhan akibat terhalang
oleh gigi dan tulang sekitarnya sehingga tidak tersedianya ruangan yang cukup.
Penatalaksanaan medis adalah dengan melakukan operasi yang disebut dengan odontektomi
Istilah odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk mengeluarkan gigi impaksi
(terpendam). Odontektomi atau surgical extraction adalah metode pengambilan gigi dari
soketnya setelah pembuatan flap dan mengurangi sebagian tulang yang mengelilingi gigi
tersebut insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah gigi molar tiga.

2. Etiologi

Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua
bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibuka, yaitu ruang di antara gusi serta gigi dengan
bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi. sisinya oleh tulang
maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal farinx. Rongga
mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring Atap mulut dibentuk oleh
palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole berakhir pada uvula. Lidah
membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di
antara kolumna anterior dan posterior.

Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ aksesori yang
bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari 2 bagian, yaitu:

a. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
b. Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris,
palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring

Selaput lendir mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya terletak kelenjar-
kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat kaya akan pembuluh darah dan juga
memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di
sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui,
yaitu:

a. Palatum
1) Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang
maksilaris palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian
anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau rugae.
2) Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat
bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lender: Palatum mole adalah suatu
daerah fleksibel muscular di sebelah posterior palatum durum.Tepi posterior berakhir
pada uvula. Uvula membantu menutup nasofaring selama menelan.

b. Rongga mulut
1) Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya memotong dan gigi
posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi oleh
cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Proses mengunyah di kontrol oleh nucleus dalam
batang otak. Perangsangan formasi retikularis dekat pusat batang otak untuk pengecapan
dapat menimbulkan pergerakan mengunyah secara ritmis dan kontinu. Mengunyah
makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, terutama untuk sebagian
besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat ini mempunyai membrane selulosa yang
tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat nutrisi yang harus diuraikan sebelum dapat
digunakan.
2) Tulang alveolar.
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang kortikal.
Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen apical untuk
memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai sumber
kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah hilangnya gigi
permanen atau setelah periodontitis dapat terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar.
3) Gingiva
Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari rongga mulut dan
melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati gigi, ia menyatu dengan
tepian bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang disebut gusi atau gingiva, yang
merupakan bagian membrane mukosa yang terikat erat pada periosteum krista tulang
alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis gepeng dengan banyak papilla jaringan ikat menonjol
pada dasarnya. Epitel ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan basah ini ia tidak memiliki
stratum granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya tetap berinti piknotik
4) Ligamentum periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk membrane
periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan tulang alveolar di
sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari sementum ke tulang hingga
tekanan pada gigi menekan serat-serat yang tertanam dalam tulang. Ligamen periodontal
menahan gigi pada sakunya dan masih memungkinkan sedikit gerak
5) Pulpa.
Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang membentuk papilla
dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil memasuki pulpa melalui foramen
apical dan cabang kapilernya pecah dekat dasar odontoblas dan sebagian terdapat
diantaranya. Mereka ini berlanjut ke dalam vena kecil yang letaknya lebih ke pusat pulpa.
6) Lidah.
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2 kelompok,
yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan otot-otot ekstrinsik
yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar lidah, yaitu pada tulang rahang
bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot intrinsik mempunyai serat lebih halus
daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini penting dalam proses mengunyah dan
mengucapkan kata-kata. Pergerakan lidah diatur oleh saraf otak ke-12. Di samping itu,
lidah juga mempunyai ujung-ujung saraf perasa yang dapat menangkap sensasi panas dan
dingin. Rasa pedas tidak termasuk salah satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi suatu rasa
panas yang termasuk sensasi umum. Pengecapan diurus oleh saraf otak ke-7 dan sensasi
umum oleh saraf otak ke-5. Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa,
frenulum, dapat terlihat di bawah.

Terdapat beberapa faktor etiologi dari gigi impaksi menurut berger dalam indonesian
journal of oral and maxillofacial surgeon dan yaitu:

1) Faktor lokal

a) Kurangnya ruangan untuk erupsi normal pada lingkungan gigi


b) Trauma pada benih gigi sehingga benih gigi terdorong lebih dalam lagi
c) Posisi ektopik dari gigi
d) Jarak benih gigi ke tempat erupsi jauh
e) Infeksi pada berüh gigi
f) Adanya gigi berlebih yang erupsi lebih dulu g) Ankylosis gigi pada tulang rahang
h) Persistensi gigi sulung yang menyebabkan impaksi gigi tetap di bawahnya
i) Mukosa gingiva yang tebal sehingga sulit di tembus oleh gigi
j) Pergerakan erupsi tertahan karena posisi yang salah dan tekanan dari gigi samping
k) Neoplasma/ tumor yang menggeser kedudukan benih gigi
l) Kista dentigerous yang berkembang pada benih gigi yang masih dalam tahap
pembentukan sering kali mencegah gigi erupsi

2) Faktor sistemik
Menurut bergee, faktor sistemik yang menyebabkan gigi impaksi dapat terbagi dalam 2
sebab:

a) Sebab prenatal (herediter)


Faktor keturunan memegang peranan penting. Faktor keturunan ini tidak dapat diketahui
dengan pasti apakah tulang rahang terlalu kecil, gigi teralu besar atau benih gigi-gigi
yang letaknya abnormal dan keadaan miscegenation

b) Sebab postriatal merupakan semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu
pertumbuhan pada anak-anak seperti : ricketsia, anemia, syphilis kongenital, the,
gangguan kelenjar endokrin dan malnutrisi.

i. Kelainan kelenjar endokrin


➢ Hipopituitari mengakibatkan kelambatan erupsi
➢ Hipotiroid mengakibatkan kelambatan erupsi

ii. Malnutrisi Faktor ini sangat penting dalam pertumbuhan tubuh. Bila terjadi
defisiensi maka pertumbuhan akan terganggu.

c) Kelainan pertumbuhan
i. Cleido cranial dysostosis Terjadi pada masa kongenital di mana terjadi kerusakan
atau abnormalitas dari tulang cranial.
ii. Oxycephali Disamping faktor-faktor yang disebutkan diatas, stimulasi otot-otot
pengunyahan yang kurang juga dapat menyebabkan impaksi. Erupsi gigi yang normal
harus disertai dengan pertumbuhan rahang yang normal. Untuk itu perlu adanya stimulasi
otot-otot pengunyahan.

3. Patofisiologi

Beberapa peneitian menunjukkan bahwa gangguan impaksi gigi disebabkan oleh


karena factor lokal dan sistemik. Akibat dari adanya pengaruh beberapa faktor menimbulkan
gejala-gejala seperti gangguan saluran cerna, sakit kepala, telinga berdengung, sakit leher,
rematik, kencing manis, gangguan jantung, gangguan pada kulit, badan cepat lelah.
Gangguan ini sering hilang timbul berkepanjangan atau gejalagejala lain pada tubuh yang
tidak bisa diobati maka gigi ini mulai dicurigai sebagai penyebab. Sementara itu berbagai
gejala itu juga sering dialami oleh penderita alergi. Padahal kaitan antara gangguan
pencernaan, gangguan kulit dan badan cepat lelah secara teori patobiologis tidak bisa
dijelaskan secara baik kaitannya.

Bila gangguan itu berkaitan dengan penderita alergi, secara imunopatobiologis kaitan
antara impaksi gigi dan penderita alergi bisa dijelaskan. Secara teori penyebab impaksi gigi
adalah reaksi inflamasi noninfeksi pada jaringan di sekitar gigi. Saat terjadi pembengkakkan
tersebut menekan persarafan di sekitarnya yang menyebabkan rasa ngilu dan nyeri di sekitar
lokasi tersebut. Pada penderita alergi saat terjadi kekambuhan bisa mengakibatkan rekasi di
seluruh organ tubuh termasuk gusi dan jaringan sekitarnya. Pembengkakan tersebut juga
terjadi pada daerah gusi lainnya. Hal inilah yang juga sering dikeluhkan pada penderita gigi
hipersensitif yang sangat mungkin mekanisme terjadi gangguan tidak berbeda. Demikian
juga pada anak di bawah usia 2 tahun sering terjadi pembengkakkan gusi sering dianggap
tumbuh gigi. Tetapi saat gejala alergi lainnya membaik bengkak tersebut berkurang tetapi
tidak diikuti tumbuhnya gigi. Pembengkakkan jaringan pada gigi molar yang tumbuh di
dasar gigi dan tumbuh tidak sempurna mengakibatkan desakan inflamasi atau
pembengkakkan tersebut lebih mengganggu dan menekan persarafan. Hal ini juga dijelaskan
oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa impaksi gigi tidak terjadi pada gigi
molar ketiga tetapi dapat terjadi pada gigi lainnya. Posisi gigi yang belum erupsi sempurna
akan memudahkan makanan, debris dan bakteri terjebak di bawah gusi yang di bawahnya
terdapat gigi bungsu sehingga menyebabkan infeksi pada gusi yang disebut pericoronitis.
Jika tidak segera ditangani infeksi tersebut akan menyebar ke tenggorokan atau leher. Gigi
impaksi dapat mendorong gigi-gigi lain di depannya sehingga bergerak dan berubah posisi.
Posisi gigi impaksi sulit dijangkau sehingga sulit dibersihkan dan menjadi berlubang. Tidak
hanya gigi impaksinya saja yang berlubang tetapi gigi di depannya juga berlubang karena
sulit dibersihkan. Para ahli menyatakan bahwa 50% kasus kista berhubungan dengan gigi
geraham impaksi pada rahang bawah. Mahkota gigi impaksi tumbuh dalam suatu selaput.
Jika selaput tersebut menetap dalam tulang rahang, dapat terisi oleh cairan yang akhirnya
membentuk kista yang dapat merusak tulang, gigi dan saraf. Mengingat komplikasi yang
ditimbulkan oleh gigi geraham impaksi maka kita perlu mengetahui waktu terbaik gigi
tersebut dicabut. Kalsifikasi gigi geraham bungsu terjadi mulai umur 9 tahun dan mahkota
gigi selesai terbentuk umur 12-15 tahun. Jadi gigi geraham bungsu sudah dapat dilihat
melalui rontgen pada umur 12-15 tahun walaupun gigi tersebut belum tumbuh.

4. Pathway
5. Tanda & Gejala
Tanda dan gejala dari gigi impaksi antara lain:

a. Rasa sakit di sekitar gigi dan gusi


b. Pembengkakan di sekitar rahang
c. Pembengkakan dan warna kemerahan pada gusi di sekitar gigi yang terimpaksi
d. Nyeri di rahang
e. Bau mulut dan rasa tidak nyaman ketika menguyah
f. Dapat disertai dengan rasa sakit kepala

Banyak penelitianyang telah dilakukan untuk melihat gambaran impaksi yang terjadi di
seluruh dunia. Menurut national institute for health and clinical excellence (nice), gigi molar yang
menaglami impaksi ini bila tidak dicabut, maka akan menimbulkan masalah. Masalah yang
ditimbulkan adalah perubahan patologis, seperti imflamasi jaringan lunak sekitar gigi, reabsorbsi
akar, penyakit tulang alveolar dan jaringan jaringan lunak, kerusakna gigi sebelahnya,
perkembangan kista dan tumor, karies bahkan sakit kepala atau sakit rahang. Gigi yang impaksi
juga bertendensi menimbulkan masalah peridontal yang berhubungan dengan perikoronitis, karies
molar, reabsorbsi gigi molar kedua dan juga pembentukan kista dan tumor infeksi atau karies pada
gigi di dekatnya. Cukup banyak kasus karies pada gigi molar dua karena gigi molar ketiga
mengalami impaksi. Gigi molar ketiga merupakan penyebab tersering karies pada molar kedua
karena retensi makanan. Karies distal molar kedua yang disebabkan oleh karies posisi gigi molar
ketiga.

6. Penatalaksanaan Medis
Radiografi panoramik juga dikenal sebagai orthopantomogram atau rotationalradiografi.
Radiografi panoramik telah menjadi komponen yang penting dalam membantu mendiagnosis
kelainan mulut selama 40 tahun. Radiografi panoramik menjadi teknik radiografi yang sangat
populer dikedokteran gigi karena semua gigi dan jaringan pendukung dapat ditampilkan dalam
satu gambar foto dengan teknik yang relatif mudah.

Operasi bedah minor mulut (odontektomi) Sebelum melakukan pembedahan terlebih


dahulu harus mengetahui indikasi dan kontraindikasi dari pengambilan molar tiga impaksi rahang
bawah.

Indikasinya adalah :
a. Infeksi karena erupsi yang terlambat dan abnormal (perikoronitis)
b. Berkembangnya folikel menjadi keadaan patologis (kista odontogenik dan
neoplasma)
c. Usia muda, sesudah akar gigi terbentuk sepertiga sampai dua pertiga bagian dan
sebelum klien mencapai usia 18 tahun
d. Adanya infeksi
e. Penyimpangan panjang lengkung rahang dan untuk membantu mempertahankan
stabilitas hasil perawatan ortodonsi
f. Prostetik atau restoratif (diperlukan untuk mencapai jalan masuk ke tepi gingiva
distal dari molar dua didekatnya)
g. Apabila molar kedua didekatnya dicabut dan kemungkinan erupsi normal atau
berfungsinya molar ketiga impaksi sangat kecil
h. Sebelum tulang sangat termineralisasi dan padat yaitu sebelum usia 26 tahun

Kontraindikasinya adalah:
a. Klien tidak menghendaki giginya dicabut
b. Sebelum panjang akar mencapai sepertiga atau dua pertiga dan apabila tulang yang
menutupinya terlalu banyak (pencabutan prematur)
c. Jika kemungkinan besar akan terjadi kerusakan pada struktur penting disekitarnya
atau kerusakan tulang pendukung yang luas Apabila kemampuan klien untuk
menghadapi tindakan pembedahan terganggu oleh kondisi fisik atau mental tertentu

Komplikasi dari tindakan pembedahan odontektomi Pada saat pengambilan m3 dapat terjadi
komplikasi berupa:
1) Perdarahan karena pembuluh darah terbuka
2) Kerusakan pada gigi m2 karena trauma alat
3) Rasa sakit
4) Parestesi pada lidah dan bibir. Dalam literatur dikatakan bahwa 96 % klien
dengan trauma pada n. Alveolaris inferior dan 87 % klien dengan trauma pada n.
Ligualis akan sembuh secara spontan
5) Trismus karena iritasi syaraf
6) Infeksi/peradangan
7) Biasanya disertai dengan pembengkakan, dapat ditanggulangi dengan membuka
jahitan, irigasi dengan larutan antiseptik dan diberi antibiotik
8) Fraktur mandibula
9) Emfisema : pembengkakan yang timbul karena terjebaknya udara di dalam
jaringan lunak akibat penggunaan bor high speed.

Jenis anestesi yang digunakan untuk tindakan odontectomy adalah general anestesi
balance. General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat
dilakukan adalah general anestesi denggan teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan
inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan
endotrecheal tube atau gabungan keduanya inhalasi dan intravena.

Teknik yang digunakan balance anestesi dengan intubasi nasal menggunakan ETT
nonkinkin. Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obatobatan baik obat
anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi dengan
analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang, yaitu:
1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum atau obat anestesi umum
yang lain.
2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat atau obat general
anestesi atau dengan cara analgesia regional.
3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot atau general anestesi,
atau dengan cara analgesia regional.

7. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
1) Identitas Pasien Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke, BB/TB,
alamat.
2) Keluhan Utama Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan yaitu
nyeri pada gigi.
3) Riwayat kesehatan masalalu
a) Riwayat Kesehatan Sekarang Adanya riwayat infeksi pada gigi atau penyebab yang
lainnya
b) Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian meliputi adanya penyakit yang pernah diderita klien
selain keluhan saat ini atau pengobatan yang sedang dijalani.
4) Pengkajian psikososio spritual mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon
terhadap penyakit yang diderita dan pengruhnya dalam kehidupan sehari- hari.
5) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik mengunakan pemeriksaan fisik secara head to-toe.
6) Pengkajian tingkat kesadaran Bagaimanakah keadaan umum klien dan tingkat kesadaran klien
(GCS)
7) Pengkajian fungsi serebral, meliputi:
a) Status mental Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan
aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
b) Pengkajin saraf cranial, apakah ada masalah persarafan meliputi
i. Saraf I (Olfaktori).
ii. Saraf II (Optikus).
iii. Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens)
iv. Saraf V (Trigeminius)
v. Saraf VII(facialis).
vi. Saraf VIII (Akustikus)
vii. Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus).
viii. Saraf XI (Aksesorius)
ix. Saraf XII (Hipoglosus).

8). Mobilitas Apakah klien mengalami gangguan mobilitas


9) Pengkajian system motorik. Apakah klien mengalami masalah pada ekstremitas.
10) Pengkajian Refleks. Apakah klien mengalami masalah pada refleks
11) Pengkajian system sensorik. Apakah klien mengalami masalah pada system sensorik.
Mobilitas Apakah klien mengalami gangguan mobilitas
12) Pengkajian system motorik. Apakah klien mengalami masalah pada ekstremitas.
13) Pengkajian Refleks. Apakah klien mengalami masalah pada refleks
14) Pengkajian system sensorik. Apakah klien mengalami masalah pada system sensorik.

8. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri.
3) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misalnya hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi.
b. Ansietas
1) Kaji tingkat kecemasan klien
2) Bina hubungan saling percaya
3) Bantu pasien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.
4) Kaji tanda ansietas verbal dan nonvervbal.
5) Jelaskan tentang prosedur anestesi dan pembedahan dengan bahasa yang mudah
dipahami.

c. Resiko ketidakefektifan pola nafas


1) Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trachea dengan tepat
2) Pertahankan kepatenan jalan nafas
3) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
4) Auskultasi suara nafas, adanya suara tambahan atau tidak
5) Monitoring status pernafasan dan oksigenasi
6) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu nafas, dan
retraksi pada otot supklavicula dan intercostal
7) Monitor pola nafas (mis., bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernafasan kusmaul)

d. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas


1) Lakukan suctioning pernasal dan peroral paska ekstubasi
2) Kaji fungsi pernafasan.
3) Monitor kemampuan untuk mengeluarkan sekret.
4) Bantu klien untuk mengeluarkan sekret dengan memiringkan tubuh klien dan
diberihkan dengan kassa.
5) Berikan terapi oksigen.
6) Monitor TTV.

e. Resiko aspirasi
1) Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan kemampuan menelan
2) Monitor bunyi napas
3) Pertahankan kepatenan jalan napas (mis tehnik head tilt, chin lift, jaw thrust, in line)
atau dengan posisi miring.
4) Sediakan suction dekat meja operasi dan diruang pemulihan

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Edisi 1


Cetakan III (Revisi). Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1
Cetakan II. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. Edisi 1 Cetakan II. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai