Anda di halaman 1dari 20

TUGAS BLOK REVIEW

Penyusun:
Ariska Endariantari
I1D111037
Pembimbing : drg. Hardika

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
BANJARMASIN
2015

ANATOMI JARINGAN PERIODONTAL

Jaringan yang mendukung agar gigi tetap pada tempatnya disebut periodontium atau
jaringan periodontal. Jaringan periodontal merupakan sistem fungsional jaringan yang
mengelilingi gigi dan melekat pada tulang rahang, dengan demikian dapat mendukung gigi
sehingga tidak terlepas dari soketnya. Jaringan periodontal terdiri dari 4 yaitu : ligamen
periodontal, gingiva, sementum dan tulang alveolar. Jaringan periodontal mempunyai
kemampuan

beregenerasi

karena

mempunyai

sistem pendarahan

yang

adekuat

(1).

Gambar 1. Struktur jaringan periodontal


A. STRUKTUR JARINGAN PERIODONTAL
Jaringan periodontal terdiri dari dua jaringan penghubung lunak (gingiva dan ligament
periodontal) dan dua jaringan keras (sementum dan tulang alveolar), dijelaskan sebagai berikut:
1. Ligamen periodontal
Ligamen periodontal adalah suatu ikatan, yang menghubungkan dua buah tulang. Akar gigi
berhubungan dengan soketnya pada tulang alveolar melalui struktur jaringan ikat yang disebut
sebagai ligamen. Jaringan ini berlanjut pada gingiva dan berhubungan dengan ruang sumsum
meneruskan jaringan vaskuler pada tulang (2).
Ligamen periodontal terdiri atas serabut jaringan ikat berkolagen yang merupakan Principal
Fiber tersusun dalam bentuk bundel-bundel dan mengikuti jalan berombak dengan penampakan
longitudinal. Bagian ujung dari Principal Fiber yang masuk ke dalam sementum dan tulang akan
berakhir sebagai Sharpey Fiber. Serabut-serabut fiber dari ligamen periodontal tersusun atas
enam kelompok yang berkembang secara terangkai pada perkembangan akar yaitu : transeptal

fiber group, alveolar crest group, horizontal fiber group, oblique fiber group, apical fiber group
dan interradikuler fiber group (3,4).
Ligamen periodontal mempunyai beberapa fungsi yaitu (5):
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Memberikan nutrisi kepada sementum, tulang alveolar dan gingival


Menghantarkan stimulus rangsang tekan, sentuh dan nyeri dengan serabut sraaf sensori
Melindungi pembuluh darah dan serabut saraf dari cedera mekanik
Sebagai perlekatan gigi dengan tulang
Mempertahankan jaringan gingival
Penyerap tekanan.

Gambar 2. Ligamen periodontal

2. Gingiva
Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi lingir
(ridge) alveolar. Gingiva dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, dan rongga mulut
yang merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan dan daerah awal masuknya makanan
dalam sistem pencernaan dianggap sebagai lingkungan yang dapat beradaptasi baik. Gingiva
berfungsi melindungi jaringan dibawah perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga
mulut (2).
Warna dari gingiva tergantung pada jumlah pigmen melanin pada epithelium, vaskularisasi
dan kepadatan jaringan penghubung, kandungan hemoglobin dalam darah, derajat keratinisasi
epithelium, lebar epithelium, dan ada atau tidaknya proses inflamasi. Gingiva yang normal dan
sehat berwarna merah muda. Perbedaan dan intensitas dari warna normal gingiva bervariasi
antara individu dengan individu yang lain. Pigmentasi yang fisiologis, baik dengan karakter yang
menyebar maupun terlokalisir, bervariasi dari warna coklat terang hingga biru gelap. Penyebaran
pigmentasi adalah modifikasi perbedaan dari gingiva dalam hal proporsi warna kulit (6).

Gambar 3. Ilustrasi Gambaran Gingiva

Gingiva memiliki bagian-bagian tertentu diantaranya adalah sebagai berikut (5):


a. Sulkus Gingiva
Sulkus gingiva (gingiva sulcus) merupakan celah dangkal disekeliling gigi yang pada sisi
sebelah dalam didindingi oleh permukaan gigi, pada sisi sebelah luar didindingi oleh epitel
sebelah dalam dari gingiva bebas. Bentuk sulkus adalah seperti huruf V. pada sulkus gingiva
terdapat suatu cairan yang dinamakan GCF (Gingiva Cleficular Fluid) yang banyak mengandung
leukosit dan berfungsi dalam pertahanan tubuh.
b. Free Gingiva
Gingiva bebas merupakan bagian gingiva paling koronal dan tidak melekat ke permukaan gigi
dan lebar gingiva sekitar 1,0 mm. Gingiva berbatasan dengan gingiva cekat oleh alur gusi bebas
(free gingival groove). Gingiva bebas merupakan bagian tepi gingiva yang menyelimuti gigi
seperti kerah pada baju. Bagian gingiva ini membentuk dinding jaringan lunak (gingival sulcus).
c. Attached Gingiva
Gingiva ini kaku lenting dan melekat erat ke periosteum tulang alveolar yang berada
dibawahnya. Permukaan vestibular dari gingiva cekat terus memanjang ke mukosa alveolar yang
lebih kendur dan dapat digerakkan, bagian tersebut dinamakan mucogingival junction. Lebarnya
bervariasi pada setiap tipe gigi dan berkisar antara 1.0-9,0 mm. Biasanya gingiva cekat paling
lebar pada daerah incisivus (3,5-4,5 mm pada maksila dan 3,3-3,9 pada mandibula), dan paling
sempit pada daerah premolar pertama (1,9 mm pada maksila dan 1,8 pada mandibula).
d. Gingiva Interdental
Gingiva interdental adalah bagian gingiva yang mengisi embrasur gingiva (gingival
embrassure), yaitu ruang interproksimal di bawah area kontak gigi. Bentuknya seperti lembah.
Bila gigi geligi berkontak, col akan menyesuaikan terhadap bentuk gigi geligi di apikal daerah

kontak. Bila gigi-gigi yang berdekatan tidak saling berkontak, tidak ada col dan gingiva
interdental kelihatan berbentuk datar atau konveks.
Secara mikroskopis gingiva tersusun oleh lapisan epithelium stratificatum squamosum dan
pada bagian tengah berupa jaringan ikat yang dinamakan dengan lamina propria. Fungsi utama
epitel gingival ialah untuk melindungi struktur yang berada dibawahnya, serta memungkinkan
terjadinya perubahan selektif dengan lingkungan oral yang dapat terjadi oleh adanya proses
proliferasi dan diferensiasi (7).
Epitel gingiva berasal dari jaringan ectodermal yang berdasarkan pada morfologi dan
fungsionalnya dapat dibedakan menjadi Junctional epithelium, oral epithelium, dan oral sulcular
epithelium (5,7).
3. Sementum
Sementum adalah jaringan ikat kalsifikasi yang menyelubungi dentin akar dan tempat
berinsersinya bundel serabut kolagen. Sementum merupakan jaringan pertama yang tersusun
selama perkembangan gigi. Stimulus dari perkembangan ini berasal dari ephitel root sheath
(ERS), disebut juga Hertwigs ephitel root sheath. ERS menginduksi sel-sel mesensimal dari
dental papilla untuk membentuk predentin. Ketika sel-sel mesensimal dari dental follicel
terlindungi untuk menghasilkan ERS, sel-sel ini muncul untuk menghasilkan matriks enamel
yang menstimulasi sel-sel mesensimal untuk membentuk sementoblas. Sementoblas kemudian
membentuk sementum di atas predentin dari akar yang sedang berkembang (8).
Terdapat dua tipe sementum yaitu seluler dan aseluler sementum, yang terdiri dari serabut
serabut ekstrinsik dan intrinsik dan distribusi sel-sel yang tidak beraturan, yang ditemukan pada
bagian apikal sepertiga dari akar. Sementum seluler mengandung sementosit pada lacuna seperti
osteosit pada tulang dan saling berhubungan satu sama lain melalui anyaman kanalikuli. Aseluler
sementum tidak mengandung sel maupun serat-serat fibril dan merupakan bagian dari serabutserabut sementum aseluler ekstrinsik. Sementum seluler intrinsik terdiri dari sel-sel dan serabut
kolagen, tetapi serabut tidak menyebar dalam ligamen periodontal (2,8). Ketebalan sementum
terbesar terjadi pada apeks dan pada daerah furkasi. Sementum akan terus menerus mempertebal
diri dengan aposisi dari sementum dengan lapisan sementoblas, ketebalan sementum ini akan
mempertemukan dan menggabungkan bundel-bundel dari pembentukan ligament periodontal.
Bundel-bundel ligamen periodontal ini bergabung dalam permukaan sementum yang akan

berkalsifikasi sepanjang sekeliling serabut-serabut intrinsik untuk membentuk porsi yang


signifikan dari permukaan lapisan sementum (9).

Gambar 4. Sementum

Beberapa fungsi sementum adalah sebagai berikut (5):


1.

Menahan gigi pada soket tulang dengan perantaraan serabut prinsipal ligamen periodonsium.

2.

Mengompensasi keausan struktur gigi karena pemakaian dengan pembentukan terus menerus.

3.

Memudahkan terjadinya pergeseran mesial fisiologis.

4.

Memungkinkan penyusunan kembali serabut ligamen periodonsium secara terus menerus.

4. Tulang alveolar
Prosesus alveolaris adalah bagian tulang rahang yang menopang gigi geligi. Tulang ini
mempunyai bidang fasial dan lingual dari tulang kompakta yang dipisahkan oleh trabekulasi
kanselus.tulang kanselus ini terorientasi di sekitar gigi untuk membentuk dinding soket gigi atau
lamina kribrosa. Lamina kribrosa terperforasi seperti saringan sehingga sejumlah besar
pembuluh vaskular dan saraf dapat terbentuk di antara ligamen periodontal dan ruang trabekula.
Serabut kolagen dari ligamen periodontal berinsersi pada dinding soket, disebut juga bundel
tulang, serabut ligamen periodontal yang tertanam pada tulang disebut serabut sharpey (2).

Gambar 5 . Tulang Alveolar

Tulang terdiri dari 99% ion-ion kalsium dari tubuh dan oleh karena itu merupakan sumber
terbesar dari kalsium ketika tingkat aliran darah berkurang dan ini berada dalam pengaturan
glandula paratiroid. Tulang alveolar secara terus menerus mengalami remodeling sebagai respon
terhadap kekuatan mekanik dari gigi dan terhadap inflamasi (4).

ANATOMI KELENJAR SALIVA

Manusia memiliki kelenjar saliva yang terbagi menjadi kelenjar saliva mayor dan minor.
Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis, submandibula dan sublingual.
Kelenjar saliva minor jumlahnya ratusan dan terletak di rongga mulut. Kelenjar saliva mayor
berkembang pada minggu ke-6 sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal dari jaringan
ektoderm. Kelenjar saliva minor berasal dari jaringan ektoderm oral serta endoderm nasofaring
dan membentuk sistem tubuloasiner sederhana. Kelenjar saliva berfungsi memproduksi saliva
yang bermanfaat untuk membantu pencernaan, mencegah mukosa dari kekeringan, memberikan
perlindungan pada gigi terhadap karies serta mempertahankan homeostasis (10).
Kelenjar saliva mayor

Gambar 1. Anatomi kelenjar saliva mayor

Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar, terletak di region preaurikula dan
berada dalam jaringan subkutis. Kelenjar ini memproduksi secret yang sebagian besar berasal
dari sel-sel asini. Kelenjar parotis terbagi oleh nervus fasialis menjadi kelenjar supraneural dan
kelenjar infraneural. Kelenjar supraneural ukurannya lebih besar daripada kelenjar infraneural.
Kelenjar parotis terletak pada daerah triangular yang selain kelenjar parotis, terdapat pula
pembuluh darah, saraf, serta kelenjar limfatik (11). Produk dari kelenjar saliva disalurkan melalui
duktus Stensen yang keluar dari sebelah anterior kelenjar parotis, yaitu sekitar 1,5 cm di bawah

zigoma. Duktus ini memiliki panjang sekitar 4-6 cm dan berjalan ke anterior menyilang
muskulus maseter, berputar ke medial dan menembus muskulus businator dan berakhir dalam
rongga mulut di seberang molar kedua atas. Duktus ini berjalan bersama dengan nervus fasialis
cabang bukal (12).
Kelenjar Submandibula
Kelenjar submandibula merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah kelenjar parotis.
Kelenjar ini menghasilkan sekret mukoid maupun serosa, berada di segitiga submandibula yang
pada bagian anterior dan posterior dibentuk oleh muskulus digastrikus dan inferior oleh
mandibula. Kelenjar ini berada di medial dan inferior ramus mandibula dan berada di sekeliling
muskulus milohioid, membentuk huruf C serta membentuk lobus superfisial dan profunda
(11). Lobus superfisial kelenjar submandibula berada di ruang sublingual lateral. Lobus profunda
berada di sebelah inferior muskulus milohioid dan merupakan bagian yang terbesar dari kelenjar.
Kelenjar ini dilapisi oleh fasia leher dalam bagian superfisial. Sekret dialirkan melalui duktus
Wharton yang keluar dari permukaan medial kelenjar dan berjalan di antara muskulus milohioid
dan muskulus hioglosus menuju muskulus genioglosus. Duktus ini memiliki panjang kurang
lebih 5 cm, berjalan bersama dengan nervus hipoglosus di sebelah inferior dan nervus lingualis
di sebelah superior, kemudian berakhir dalam rongga mulut di sebelah lateral frenulum lingual di
dasar mulut (13).
Kelenjar Sublingual
Kelenjar sublingual merupakan kelenjar saliva mayor yang paling kecil. Kelenjar ini berada
di dalam mukosa di dasar mulut, dan terdiri dari sel-sel asini yang mensekresi mukus. Kelenjar
ini berbatasan dengan mandibula dan muskulus genioglosus di bagian lateral, sedangkan di
bagian inferior dibatasi oleh muskulus milohioid (11).
Kelenjar Saliva Minor
Kelenjar saliva minor sangat banyak jumlahnya, berkisar antara 600 sampai 1000 kelenjar.
Di antaranya ada yang memproduksi cairan serosa, mukoid, ataupun keduanya. Masing-masing
kelenjar memiliki duktus yang bermuara di dalam rongga mulut. Kelenjar ini tersebar di daerah
bukal, labium, palatum, serta lingual. Kelenjar ini juga bisa didapatkan pada kutub superior
tonsil palatine (kelenjar Weber), pilar tonsilaris serta di pangkal lidah. Suplai darah berasal dari
arteri di sekitar rongga mulut, begitu juga drainase kelenjar getah bening mengikuti saluran
limfatik di daerah rongga mulut (11).

JUNCTIONAL EPITHELIUM

Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi bagian prosesus
alveolaris dari rahang dan daerah sekitar leher gigi. Secara anatomis, gingiva terdiri dari
marginal gingiva, attached gingiva, dan interdental papilla (5).

Gambar 1. Anatomi Landmarks gingiva

Struktur histologi gingiva jaringan epitel gingiva menurut Carranza (2002) membagi epitel
gingiva menjadi 3 daerah yang berbeda yaitu oral epithelium, sulcular epithelium, dan junctional
epithelium. Junctional epithelium (dentogingival junction) adalah epitel pada dasar sulkus
gingival yang melekatkan gingival ke email atau sementum (14,15).
Junctional epithelium terdiri dari jaringan epitel berlapis pipih tidak berkeratin. Pada awal
kehidupan terdiri dari 3 atau 4 lapisan sel, jumlah lapisan ini meningkat menjadi 20-30 lapisan
seiring bertambahnya umur, panjang berkisar antara 0,025-1,35 mm. Junctional epithelium
melekat pada permukaan gigi (epithelial attachment) melalui lamina basal seperti perlekatan
epitel pada jaringan lain (5).
Junctional epithelium terletak di antara sulkus gingival, terdapat bakteri di dalamnya yang
terdiri dari jaringan ikat yang memerlukan perlindungan apabila terdapat infeksi bakteri. Struktur
dan fungsi junctional epithelium dapat mengendalikan mikrobiologik. Walaupun junctional
epithelium memiliki efek antimikroba sebagai mekanisme pertahanan diri akan tetapi tidak
menghalangi perkembangan lesi gingival periodontal (16).

Gambar 2. Histologi epitel gingiva normal: OSE = sulcular epithelium; E = email; OE = oral epithelium;
CT = jaringan ikat; CEJ =pertautan sementoemail; JE = junctional epithelium.

POKET

Sulkus gingiva adalah celah antara free gingiva dan gigi. Kedalaman sulkus yang sehat
umumnya tidak melebihi 2-3mm. Sulkus gingiva yang normal seharusnya tidak melebihi 2 3mm. Apabila kedalaman dari sulkus gingival melebihi batas normal maka sudah dikategorikan
sebagai poket periodontal yang merupakan tanda klinis dari penyakit jaringan periodontal. Poket
periodontal adalah sulkus gingiva yang mengalami pendalaman secara patologis. Keadaan ini
merupakan gambaran klinis yang khas dari penyakit periodontal. Pembentukan poket yang
progresif menyebabkan destruksi jaringan periodontal pendukung dan kehilangan serta
ekspoliasi gigi (17).
A. KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologi dan hubungan dengan struktur terdekat dibagi atas 2 yaitu (18) :
1. Gingival pocket / relative pocket / false pocket / pseudo pocket adalah poket dibentuk oleh
pembesaran gingiva dan tidak terjadi kerusakan jaringan pendukung dibawahnya. Sulcus gingiva
menjadi dalam karena bertambahnya ukuran gingiva. Pada Gingival pocket tidak ada kerusakan
jaringan pendukung.
2. Absolute pocket / periodontal pocket / true pocket: Poket yang terjadi karena kerusakan
jaringan periodontal pendukung. Jenis poket ini terdiri atas:
a. Suprabony pocket / supra crestal / supra alveolar dasar poket berada pada daerah koronal dari
puncak tulang alveolar. Di bawahnya belum terjadi destruksi tulang alveolar. dasar poket di
bagian

koronal

dari

permukaan

atas

tulang.

Arah

kerusakan

tulang

horisontal.

b. Infrabony pocket / intra bone / subcrestal / intra alveolar dasar poket berada pada daerah
apikal dari puncak tulang alveolar yang terdekat. Dinding poket bilateral terletak antara kedua
permukaan gigi dan tulang alveolar. dasar poket di sebelah apikal dari tulang yang berdekatan,

a.
b.

arah kerusakan tulang vertikal.


Berdasarkan jumlah permukaan yang terkena, poket periodontal dapat dibagi atas:
Simple pocket: hanya mengenai permukaan gigi.
Compound pocket: poket yang hanya mengenai 1 atau lebih permukaan gigi, dimana besar
poket berhubungan langsung dengan marginal gingiva masing-masing permukaan yang
terkena poket : bukal, distal, mesial, lingual pada satu gigi.
c. Complex pocket / spiral pocket / multiple pocket: berasal dari satu permukaan gigi dan
sekelilling gigi meliputi 1 atau lebih permukaan tambahan.
B. ETIOLOGI
Proses terjadinya poket periodontal dapat disebabkan oleh karena beberapa faktor, yaitu (19):
1. migrasi apikal dari junctional epithelium
2. kerusakan ligamen periodontal serta tulang alveolar
3. pembesaran gingiva; dan

4. mikroorganisme dan produknya yang menyebabkan terjadinya perubahan pada jaringan.


Umumnya penyebab dari poket periodontal dapat terdiri dari (1) local, (2) sistemik. Lokal
seperti iritasi dan fungsional.
a. Gingivitis
- Peradangan gingiva
- Gambaran klinis : Edema, kemerahan.
b. Periodontitis
- Peradangan jaringan periodonsium
- Gambaran klinis : Tanda tanda radang, poket periodontal, perkusi (+)
c. Traumatik oklusi
- Kelainan jaringan periodonsium
- Gambaran klinis : Mobilitas gigi meningkat, clicking, sensitif tekan.
C. PATOGENESIS
Tahap patogenesis poket periodontal adalah sebagai berikut (9):
1. Permulaan terjadinya lesi
Karakteristik dari permulaan lesi adalah vaskulitis pembuluh-pembuluh darah yang
mengarah ke dalam junctional epithelium, meningkatnya aliran cairan gingival, gerakan leukosit
ke dalam junctional epithelium dan sulkus gingival, protein serum ekstraseluler, perubahan aspek
koronal dan junctional epithelium, dan hilangnya serabut-serabut kolagen disekitar pembuluh
darah gingiva.
2. Lesi tingkat awal
Lesi awal dimulai dengan karakteristik permulaan lesi dalam jumlah yang besar, munculnya
sel-sel limfosit di bawah junctional epithelium dimana terdapat konsentrasi akut, perubahan
fibroblas, serabut-serabut kolagen gingiva mengalami kerusakan yang lebih parah, dan
proliferasi awal sel-sel basal pada junctional epithelium.
3. Lesi yang telah terbentuk
Dengan adanya lesi yang telah terbentuk, manifestasi inflamasi akut akan bertahan dan
didominasi oleh sel-sel plasma, akumulasi immunoglobulin di bagian ekstravaskular. Pada tahap
ini kerusakan serabut-serabut kolagen terus berlanjut, terdapat proliferasi migrasi apikal dan
terlihat perluasan junctional epithelium di lateral, dan ada kemungkinan pembentukan poket
periodontal awal, tetapi tidak terjadi kerusakan tulang yang cukup besar.
4. Lesi tingkat lanjut
Lesi tingkat lanjut adalah tipikal dari periodontitis dan mempunyai karakteristik sebagai
kelanjutan dari gambaran lesi yang telah terbentuk. Penyebaran lesi ke dalam tulang alveolar dan
ligamen periodontal mengakibatkan kerusakan tulang, hilangnya serabut-serabut kolagen yang

berdekatan dengan poket epitel, fibrosis pada daerah yang lebih perifer, adanya sel-sel plasma
yang telah berubah, pembentukan poket periodontal, periode eksaserbasi, dan periode aktifitas
patologis yang sangat kecil. Perubahan sumsum tulang menjadi jaringan fibrosa dan secara
umum terlihat adanya reaksi jaringan inflamasi dan immunopatologis.
Isi poket periodontal terutama mikroorganisme dan produknya seperti enzim, endotoksin,
produk metabolik, selain itu juga ada plak gigi, cairan sulkus gingiva, sisa sisa makanan,
musin, saliva, epitel deskumatif dan lekosit. Permukaan akar gigi pada poket periodontal
mengalami perubahan oleh karena infeksi yang kronis pada gingiva yang berlanjut hingga
ligament periodontal dan tulang alveolar. Kerusakan pada kedua jaringan ini dikenal dengan
periodontitis (20).
Plak menghasilkan produk yang merusak sulkuler epitelium dan junctional epitelium
(mikroulserasi) sehingga menyebabkan rusaknya jaringan ikat / subepitel (bakteri dan produk).
Kerusakan ini memicu respon imun tubuh untuk mengeluarkan netrofil dan makrofag kemudian
mengaktifasikan limfosit dan limfokin menghasilkan sel plasma (IgE), aktivasi osteoklas &
fibroblast sitotoksik. Sel plasma (IgE) mennyebabkan pecahnya sel mast dan mengeluarkan
histamine, heparin dan enzim proteolitik sehingga menyebabkan vasodilatasi, proliferasi,
meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan gingivitis / periodontitis. Aktivasi osteoklas
membentuk banyak osteoklas dapat menyebabkan periodontitis. Fibroblas sitotoksik
menyebabkan rusaknya jaringan ikat pada gingiva, ligament dan sementum, membentuk poket
periodontal. Mikroorganisme dan produk masuk ke dalam sulkus gingiva dan membentuk poket
periodontal (sulkus gingiva bertambah dalam) (20).

POLA KERUSAKAN TULANG ALVEOLAR


Tulang alveolar adalah bagian dari maxila dan mandibula yang membentuk dan mendukung
soket gigi. Tulang alveolar terbentuk pada saat gigi erupsi untuk menyediakan perlekatan tulang
pada ligamen periodontal. Tulang alveolar dapat dibagi menjadi daerah yang terpisah dari basis
anatomi,

tetapi

fungsinya

merupakan

satu

kesatuan

dengan

semua

bagian

yang

salingberhubungan diantara jaringan pendukung gigi (14).


Penyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi
(periodontium). Periodontium terdiri dari gingiva, sementum, tulang alveolar, dan ligamen
periodontal. Penyakit periodontal disebabkan oleh akumulasi bakteri yang menempel pada
pemukaan gigi terutama pada daerah dibawah gusi. Bakteri subgingival berkoloni membentuk
poket periodontal dan menyebabkan inflamasi lanjut pada jaringan gingiva, serta pada penyakit
periodontal lanjut akan terjadi kehilangan tulang alveolar yang progresif dan apabila tidak
dilakukan perawatan akan mengakibatkan kehilangan gigi (14).
Resorpsi tulang alveolar berhubungan dengan penyakit periodontal yang terjadi pada semua
permukaan gigi dan dapat dilihat pada pemeriksaan radiografis. Normalnya puncak tulang

alveolar berada 1-2 mm ke arah apikal dari cemento-ename junction. Apabila terdapat
kehilangan tulang, puncak tulang alveolar berada lebih dari 2 mm ke arah apikal dari cementoenamel junction (14).
Prinsip inflamasi yang menyebabkan kehilangan tulang pada periodontitis dan ditambah
dengan aktifitas osteoklas, tanpa diikuti dengan pembentukan tulang. Osteoklas adalah multisel
yang berasal dari monosit/makrofag dan merupakan sel penting yang berperan terhadap resorbsi
tulang. Penelitian tentang kekurangan osteoklas pada tikus, menunjukkan peran sangat penting
dari sel dalam resorbsi tulang. Osteoklas multinukleus telah menunjukkan resorpsi tulang
alveolar pada hewan dan manusia akibat penyakit periodontitis. Pembentukan osteoklas didorong
oleh keberadaan sitokin pada jaringan periodontal yang telah terinflamasi, dan proses ini
merupakan pokok dalam mengontrol perkembangan proses resorpsi tulang alveolar (3,14).
Faktor yang berpengaruh pada kerusakan tulang adalah bakteri dan host (pada penyakit
periodontal). Produk bakterial plak meningkatkan diferensiasi sel progenitor tulang menjadi
osteoklas dan merangsang sel gingiva untuk mengeluarkan suatu mediator yang memicu
terjadinya hal tersebut. Produk plak dan mediator inflamasi untuk menghambat kerja dari
osteoblast dan menurunkan jumlah sel-sel tersebut sehingga aktivitas resorpsi tulang meningkat,
sedangkan proses pembentukan tulang terhambat sehingga terjadilah kehilangan tulang (14).
Beberapa pola kerusakan tulang sebagai berikut:
1. Pola Kehilangan Tulang Secara Horizontal.
Hilangnya tulang secara horizontal yang paling sering dijumpai. Tulang alveolar berkurang
tingginya, margin tulang berbentuk horizontal atau agak miring. Resopsi tulang pada pola ini
terjadi karena adanya aktivitas yang sama besar pada semua bagian tulang. Sehingga kerusakan
sama rata, dan cacat yang terbentuk adalah puncak alveolar yang datar (21).

Gambar 1. Gambaran radiografis kehilangan tulang horizontal pada bagian proksimal gigi.

Gambar 2: A. horizontal bone loss dan B. vertical (angular) bone loss daerah distal pada molar pertama

2. Pola Kehilangan Tulang Secara Vertikal atau Angular


Defek vertikal atau angular terjadi dalam arah ablique, yang meninggalkan suatu bentuk
kawah pada tulang sepanjang akar; dasar dari defek bertempat di bagian apical dari sekeliling
tulang. Pada sebagian besar kasus, defek angular biasanya mengikuti poket periodontal intraboni;
poket intraboni, yang selalu memiliki defek angular di bawahnya (14,21).
Defek angular dikelompokkan berdasarkan jumlah dinding osseus. Defek angular memiliki
satu, dua atau tiga dinding. Jumlah dinding pada bagian apikal dari defek dapat lebih besar
dibanding pada bagian oklusal, pada kasus dimana kombinasi defek osseus digunakan (14,21).
Defek vertikal terjadi secara interdental yang umumnya dapat dilihat pada gambar
radiografi, meskipun tebal, plat tulang terkadang menyamarkannya. Defek angular juga dapat
nampak pada permukaan fasial dan lingual atau palatal, tapi defek tersebut tidak dilihat pada
radiografi. Ekposure dengan cara pembedahan merupakan salah satu jalan untuk menentukan
keberadaan dan konfigurasi dari defek osseus vertical (14,21).
Defek vertikal meningkat seiring dengan pertambahan usia. Sekitar 60 % dari masyarakat
dengan defek angular interdental hanya memiliki defek tunggal. Defek vertikal yang ditemukan
secara radiografi telah dilaporkan muncul paling sering pada permukaan distal dan mesial.
Namun, defek tiga dinding yang paling sering ditemukan pada permukaan mesial dari molar atas
dan bawah (14,21).

DAFTAR PUSTAKA
1. Fitri ANI. Persiapan jaringan periodontal untuk perawatan gigi tiruan sebagian dan gigi
tiruan penuh. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Makassar. 2013.
2. Manson JD. Buku Ajar Periodonti. 2th ed. Susianti Kentjana. Jakarta: Hipokrates; 1993,
hal.1-14.
3. Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. Silabus Periodonti (The Periodontic Syllabus). 4th ed.
Jakarta: EGC; 2004,hal.6.
4. Fermin AC, George WB. Carranzas Clinical Periodontology. 9nd ed. New York :W.B.
Saunders Company; 2002, hal.36-54.
5. Lindhe, J., Niklaus P. Lang, Thorkild P. 2008. Clinical Periodontology and Implant
Dentistry, fifth Edition. USA: Blackwell Publishing.
6. Major MA. Phisiology of the Mouth. Russel W. Bunting. Oral Hygiene. 3th ed. USA:Lea &
Febringer; 1962,hal.101-4.
7. Chatterjee, K. 2006. Essential of Oral Histology. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publication.
8. Wilson, Thomas G. Periodontal Regeneratin Enhanced. China: Quintessence Publishing
Co.Inc; 1999.hal.6.
9. Louis FR, Brian LM, Robert JG, cohen DW. Anatomy, Development and Phisiology of the
Periodonsium. Periodontics: Medicine, Surgery, and Implants. China: Elsevier Mosby;
2004, hal.6-14.
10. Tamin S, Yasi D. Penyakit kelenjar saliva dan peran sialoendoskopi untuk diagnostik dan
terapi. Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2011.
11. Kontis TC, Johns ME. Anatomy and physiology of the salivary gland. In: Baily BJ, ed. Head
and neck surgeryotolaryngology. Philadelphia: Lippincott; 2001. p. 429-36.
12. Al-Abri R, Marshal F. Sialoendoscopy in the old patients: a new tool or revolution.J Eurger
2010; 1:95-8.

13. Mosier KM. Diagnostic radiographic imaging for salivary endoscopy. Otolaryngol Clin
North Am 2009; 42:949-72.
14. Carranza F. A., Henry H. T., Michael G. N. 2002. Clinical Periodontology 9th ed. W. B.
Saunders Co, Philadelphia.
15. Wolf HF, Thomas MH,. Color Atlas of Dental Hygiene Periodontology. Thieme, New York,
2006. P.10-11
16. DD Boshard, Lang NP,. The junctional epithelium: from health to disease. J. Dent Res,
2005;84(1)9-20.
17. Vindani, D. 2008. Cairan Sulkus Gingiva dan Peranannya dalam Bidang Kedokteran Gigi.
Medan: USU Institutional Repository.
18. Fiorellini JP, Kim DM, Ishikawa SO. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza
FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia: WB Saunder Co; 2002. p.46.
19. Itoiz ME, Carranza FA. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza FA, editors.
Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia : WB Saunder Co; 2002. p.16-7.
20. John Coventry, Gareth G, Crispian S, Maurizio T. 2000. ABC of Oral Health Periodontal
Disease. British Medical Jurnal.com.
21. Klaus H, dkk. 1989. Color Atlas of Dental Medicine 1 : Periodontolagy 2nd ed. Theme
Medical Publisher Inc, New York.

Anda mungkin juga menyukai