TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaringan periodontal
Jaringan periodontal disebut juga jaringan pendukung gigi. Periodonsium
mempunyai empat komponen yaitu gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal
dan sementum (Manson, 1993).
2.1.1
Ligamen Periodontal
Ligamen adalah suatu ikatan, biasanya menghubungkan dua buah tulang.
Akar gigi berhubungan dengan soketnya pada tulang alveolar melalui struktur
jaringan ikat yang dianggap sebagai ligamen. Ligamen periodontal tidak hanya
menghubungkan gigi ke tulang rahang tetapi juga menopang gigi pada soketnya
dan menyerap beban yang mengenai gigi. Beban selama mastikasi, menelan dan
berbicara sangat besar variasinya, juga frekuensi, durasi dan arahnya. Struktur
ligamen biasanya menyerap beban tersebut secara efektif dan meneruskannya ke
tulang pendukung (Manson, 1993).
aksis rotasi gigi yang terletak sedikit apikal dari pertengahan akar. Pada
keadaan sehat, gigi mempunyai rentang gerakan yang normal. Seperti sebagian
rangka lainnya, stes fungsional dibutuhkan untuk mempertahankan integritas
ligamen periodontal, bila stres fungsional besar, ligamen biasanya juga lebih
tebal dan bila gigi tidak berfungsi ligamen akan menjadi tipis setipis 0,06 mm.
Dengan terjadinya proses penuaan, ligamen akan menjadi lebih tipis (Manson,
1993).
Elemen terpenting dari ligamen periodontal adalah principal fibers
(serabut-serabut dasar). Menurut Phinney and Halstead (2003), enam grup dari
prinsipal fibers yaitu:
a. Alveolar crest, berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan tilting
b. Horizontal, berfungsi dengan cara yang kebanyakan sama dengan alveolar
crest
c. Oblique, merupakan fibers grup yang sangat banyak. Fungsinya adalah
untuk menahan gaya intrusif yang mendorong gigi ke dalam
d. Apikal, berfungsi untuk menahan gaya yang mencoba untuk menarik gigi
keluar, dan juga gaya rotasi
e. Interradicular, berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan memegang gigi
pada kontak interproksimal
f. Interdental (transeptal), berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan
memegang gigi di daerah kontak interproksimal
a. Sel
Sel ligamen periodontal yang utama adalah fibroblast dengan beberapa
sementoblas dan osteoblas
2.1.2 Gingiva
Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan
menutupi lingir alveolar (Manson, 1993). Pada orang dewasa, gingiva normal
menutupi tulang alveolar dan akar gigi kearah koronal dari hubungan sementum
enamel. Secara anatomis, gingiva dibagi menjadi marginal, attached, dan area
interdental. Meskipun masing-masing gingiva memiliki perbedaan kekerasan dan
struktur histologi, tetapi secara umum gingiva berperan untuk melindungi
kerusakan mekanik maupun bacterial.
Struktur
Ephitelial attachment (epitel cekat)
Definisi
Ginggiva sehat yang menutupi tulang
alveolar dan melekat pada gigi pada
Mucogingival junction
pada permukaan palatal dimana epitel ini menyatu dengan epitel palatum (Cranza,
2006)
10
sedangkan lamina densa adalah berupa kolagen tipe IV. Lamina basal
berhubungan dengan fibril-fibril jaringan ikat dengan bantuan fibril-fibril
penjangkar (anchoring fibrils) (Cranza, 2006)
11
Kelompok
sekunder
yang
terdiri
atas
serat
periostogingival,
4. Sulkus gingiva
Merupakan suatu celah dangkal disekeliling gigi dengan dinding sebelah
dalam adalah permukaan gigi dan dinding sebelah luar adalah epitel sebelah
dalam dari gingiva bebas
diselipkan alat prob periodontal dalam keadaan yang sangat normal dan bebas
kuman (eksperimental) kedalamannya bisa 0 atau mendekati 0, namun secara
klinis biasanya dijumpai sulkus gingiva dengan kedalaman tertentu.kedalaman
sulkus pada pengamatan histologis (kedalaman histologis) adalah sedalam 1,5 1,8 mm. kedalaman klinis diukur dengan alat prob (dinamakan kedalaman
probing) adalah 2,0 - 3,0 mm(Cranza, 2006)
Cairan sulkus gingiva dapat bersal dari serum darah yang terdapat dalam
sulkus gingiva baik gingiva dalam keadaan sehat maupun meradang. Pada CSG
dari gingival yang meradang jumlah polimorfnuklear leykosit makrofag, limfosit,
monosit, ion elektrolit, protein plasma dan endotoksin bakteri bertambah banyak ,
sedangkan jumlah urea menurun. Komponen seluler dan humoral dari darah
dapat melewati epitel perlekatan yang terdapat pada celah gusi dalam bentuk
CSG. Pada keadaan normal, CSG yang banyak mengandung leukosi akan
melewati epitel perlekatan menuju ke permukaan gigi. Aliran cairan ini meningkat
jika terjadi gingivitis dan periodontitis (Cranza, 2006)
a. Pembentukan
Cairan mengalir dari kapiler menuju ke jaringan subepitel menuju epitel
perlekatan. Dari sini cairan diekskresikan dalam bentuk CSG bercampur
dengan air liur di dalam rongga mulut (Cranza, 2006)
b. fungsi cairan sulkus gingiva
12
c. Komposisi
Lebih dari 40 senyawa ai dalam CSG sudah dianalisis, namum sumbernya
sulit dibedakan mungkin dari penjamu, bakteri atau keduanya, misalnya
kolagenase bisa berasal dari fibroblast atau polimorfonuklear neutrofil tetapi juga
disekresikan oleh bakteri. Banyak penelitian berusaha untuk menggunakan
komponen dari CSg untuk mengidentifikasi atau mendiagnosis penyakit yang
aktif,
mengantisipasi
resikonya,
menentukan
perkembangannya,
dan
13
yang bermigrasi ke ruang mulut dari gingival dengan kondisi normal, pada mulut
yang mempunyai geligi lengkap. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa
kecepatan migrasi polimorfonuklear leukosit mempunyai hubungan dengan
keparahan gingivitis (Vindani, 2008)
Neutrofil bermigrasi melalui epitel perlekatan ke sulkus gingival. Pada
sulkus, neutrofil membentuk rintangan diantara epitel dan plak yang mungkin
mencegah invasi bakteri pada epitel dan jaringan ikat dibawahnya. Oleh karena
itu, neutrofil dapat memperkecil efek merusak dari plak bakteri. Sekitar 92%
leukosit yang ditemukan di dalam sulkus gingiva sehat berupa neutrofil.
Jumlahnya dapat meningkat dari 7x104 menjadi 20x104 per ml selama perubahan
dari sulkus yang sehat menjadi saku gusi. Bila terjadi kerusakan, seluruh sel ini
akan melepaskan enzim cytosolic (enzim sidalam sitoplasma sel) dan
konsentrasinya menggambarkan jymlah sel yang mati ketika terjadi lesi. Dua dari
enzim ini, aspartate amino transferase dan lactate dehydrogenase, secara luas
digunakan dalam ilmu kedokteran selama beberapa decade dalam membantu
mendiagnosis kematian sel dan kerusakan jaringan (Vindani, 2008)
Monosit merupakan sel imatur yang mempunyai sedikit kemampuan untuk
melawan agen-agen yang menyebabkan infeksi. Konsentrasi sel monosit ini di
dalam darah antara 5-10%. Sel monosit hanya berada di dalam darah selama 24
jam saja, untuk selanjutnya bermigrasi ke berbagai jaringan, menetap disana dan
berubah menjadi makrofag. Makrofag mempunyai kemampuan menelan partikel
yang lebih besar dan sering kali lima kali atau lebih jumlah partikel yang dapat
ditelan neutrofil (Vindani, 2008)
Limfosit adalah leukosit kedua terbanyakdi dalam darah sesudah leukosit
neutrosit. Antara 25-35% dari jumlah seluruh leukosit darah adalah limfosit.
Limfosit tidak dapat melakukan fagositosis, tapi bukan berarti limfosit kurang
penting dalam pertahanan tubuh. Sel-sel limfosit ini mempunyai fungsi yang
sangat penting dalam mekanisme pertahanan terhadap benda asing. Limfosit
14
adalah sel yang menghasilkan antibody terhadap berbagai benda atau senyawa
asing (Vindani, 2008)
Elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang telah diukur pada CSG lebih tinggi daripada
konsentrasi elektrolit di plasma. Ini mencakup sodium, potassium, kalsium dan
magnesium. Level sodium pada CSG bervariasi, diantara 159-222 mEq/L
(milligramekivalen). Konsentrasi ion-ion tersebut akan meningkat pada keadaan
gingival meradang. Selain itu, ion Ca++ dalam konsentrasi tinggi dapat berperan
dalam pembentukan kalkulus subgingiva (Vindani, 2008)
Protein
Konsentrasi protein total dari CSG telah digunakan pada masa lalu sebagai
alat untuk mengevaluasi inflamasi gingival dan aktivitas penyakit periodontal.
Pada keadaan sehat, seharusnya tidak ada protein yang hadir pada celah gusi,
meskipun saliva masuk ke sulkus. Protein pada CSG mungkin berasal dari gingiva
yang terinflamasi, bakteri pada plak gigi atau pemecahan neutrofil. Pada
penelitian CSG secara histokimia didapatkan adanya konsentrasi protein plasma
total yang sama dengan yang ada dalam serum. Protein plasma dalam CSG
merupakan molekul-molekul kecil yang terus-menerus menembus lamina propia
dinding pembuluh darah masuk ke sulkus gingiva. Batas rujukan protein plasma
total yang diperiksa dalam serum adalah 62-80 g/l. Shapiro dkk mengatakan
bahwa konsentrasi protein dapat merupakan indicator radang jaringan gingiva
(Vindani, 2008)
Selain IgG,IgA,IgM, beberapa komponen komplemen C3,C4,C5 dan C3
proaktivator menunjukkan bahwa di dalam sulkus gingival terjadi aktivasi
komplemen melalui jalur klasik dan alternatif. IgG spesifik terhadap sejumlah
mikroorganisme spesifik rongga mulut juga terdapat di dalam CSG (Vindani,
2008)
15
Pelepasan enzim lisosom dalam level yang tinggi oleh neutrofil, enzim
proteolitik seperti kolagenase, atau enzim intersitoplasmatik seperti lactase
dehidrogenase dan aspartate amino transferase dapat membantu memonitor
perkembangan dari penyakit periodontal. Enzim proteolitik dan substrat
spesifiknya memainkan peran yang penting dalam timbulnya penyakit
periodontal. Kolagenase, hasil akhir dari kerusakan jaringan, juga adalah petunjuk
dari kerusakan jaringan periodontal. Penelitian sebelumnya melaporkan aktivitas
kolagenase pada CSG atau jaringan gingival dari pasien dengan periodontitis lebih
tinggi daripada mereka yang sehat dan peneliti mengatakan aktifitasnya
meningkat dengan keparahan periodontitis (Vindani, 2008)
Sistem Fibrinolisis
Sistem ini adalah suatu sistem penghancuran fibrin yang merupakan salah
satu factor perekat epitel ke jaringan gigi. Sebagaimana ditulis oleh Cimasoni, 30
tahun yang lalu Gustafsson dan Nilsson mendeteksi produk sistem fibrinolisis
pada CSG (Vindani, 2008)
Perdarahan gingival adalah tanda khas dari inflamasi pada periodontitis,
member kesan penyakit dari sistem pembekuan darah pada lesi-lesi seperti itu
(Vindani, 2008)
Korelasi positif antara kehadiran Porphyromonas gingivalis pada poket
periodontal dan kecenderungan berdarah telah diperlihatkan. Penenlitiuan oleh
Lantz mengindikasikan bahwa Porphyromonas gingivalis mampu mengikat dan
menurunkan fibrinogen. Data ini menguatkan dan memperluas penemuan dari
laporan terbaru yang menunjukkkan bahwa mikroorganisme oral ini mempunyai
aktivitas fibrinogenolitik dan fibrinolitik. Enzim fibrinolitik yang diproduksi
dalam kuantitas yang besar oleh Porphyromonas gingivalis adalah faktor penting
dalam priodontitis (Vindani, 2008)
Endotoksin Bakteri
16
17
saliva dan CSG 3-10 mM pada individu yang sehat. Urea mungkin sumber
nitrogen yang paling berlebihan pada rongga mulut (Vindani, 2008)
d. Peran sulcus gingiva
Indikator Penyakit Periodontal
Cairan gingiva sangat peka terhadap rangsangan kimiawi maupun mekanik
serta berhubungan dengan keadaan mikrosirkulasi jaringan setempat. Beberapa
peneliti telah menunjukkan hubungan yang berarti antara volume CSG dan
beratnya radang periodontal dihubungkan dengan periodontitis dan gingivitis.
Aliran CSG akan bertambah besar pada keadaan gingiva meradang karena adanya
pertambahan permeabilitas pembuluh vaskuler. Hal ini telah dibuktikan dari
banyaknya penelitian dengan memberikan beberapa macam rangsangan yang
dapat menimbulkan peradangan marginal gingiva, di dapatkan adanya atau
bertambahnya cairan disekitar gigi tersebut. Peningkatan pada filtrasi CSG adalah
tanda klinis dari gingivitis awal. (Nurul, 1984)
18
19
gingiva horizontal dan lebih tipis. Gingiva sehat memiliki permukaan halus dan
bergelombang di depan tiap gigi sedangkan gusi yang meradang atau tidak sehat
memiliki tepi yang menggembung atau bulat (FKG UI, 2007)
c. Konsistensi
Gingiva yang sehat mempunyai konsistensi gingiva padat, keras, kenyal
dan melekat erat pada tulang alveolar. Kepadatan attached gingiva didukung
oleh susunan lamina propria secara alami dan hubungannya dengan
mucoperiosteum tulang alveolar, sedangkan kepadatan marginal gingiva di
dukung oleh serat-serat gingiva(FKG UI, 2007)
d. Tekstur Permukaan
Gingiva memiliki tekstur permukaan seperti kulit jeruk yang lembut,
tahan terhadap adanya pergerakan dan tampak tidak beraturan, yang disebut
stippling. Stippling adalah gambaran gingiva sehat, dimana berkurang atau
menghilangnya stippling umumnya dihubungkan dengan adanya penyakit
gingiva, Sedangakan gingiva yang tidak sehat itu memiliki tekstur yang
membengkak.Stippling tampak terlihat pada anak usia 3 dan 10 tahun,
sedangkan gambaran ini tidak terlihat pada bayi. Pada awal masa erupsi gigi
permanen, stippling menunjukkan gambaran yang bergerombol dan lebih lebar
1/8 inci, meluas dari daerah marginal gingiva sampai ke daerah attached
gingival (FKG UI, 2007)
e. Keratinisasi
Epitel yang menutupi permukaan luar marginal dan attached gingiva
mengalami keratinisasi maupun parakeratinisasi. Keratinisasi dianggap sebagai
suatu bentuk perlindungan terhadap penyesuaian fungsi gingiva dari
rangsangan atau iritasi. Lapisan pada permukaan dilepaskan dalam bentuk
helaian tipis dan diganti dengan sel dari lapisan granular dibawahnya.
Keratinisasi mukosa mulut bervariasi pada daerah yang berbeda. Daerah yang
20
paling banyak mengalami keratinisasi adalah palatum, gingiva, lidah dan pipi
(FKG UI, 2007)
f. Posisi
Posisi gingiva menunjukkan tingkatan dimana marginal gingiva
menyentuh gigi. Gingiva melekat erat pada tulang rahang sedangkan gingiva
yang tidak sehat tidak melekat processus alveolaris pada gigi dan pada gingiva
yang sehat ketika masa erupsi gigi, marginal dan sulkus gingiva berada di
puncak mahkota. Selama proses erupsi berlangsung. marginal dan sulkus
gingival terlihat lebih dekat kearah apikal (FKG UI, 2007)
g. Ukuran
Ukuran gingiva menunjukkan jumlah total elemen seluler dan
intraseluler, serta vaskularisasinya. Penyakit gingival biasanya ditandai oleh
terjadinya perubahan ukuran dari komponen mikroskopik dan adanya
pertambahan
ukuran
gingiva
merupakan
adanya
tanda
penyakit
21
lapisan keratin atau parakeratin pada lapisan superfisial dari epitel gingiva.
Deskuamasi epitel dalam rangka pembaharuan sel dan pembentukan
keratin tersebut merupakan mekanisme pertahanan gingiva yang paling
sederhana (Lamford, 1995).
b. Cairan Sulkular
Peranan cairan sulkus sebagai mekanisme pertahanan ada 3 yaitu
(Lamford, 1995):
1. Aksi membilas
2. Kandungan sel protektif
3. Memproduksi enzim
Sekresi saliva bersifat protektif karena jaringan mulut dalam keadaan
yang fisiologis. Pengaruh saliva terhadap plak adalah (Lamford, 1995) :
Tulang Alveolar
Prosesus alveolar dibagi menjadi tulang alveolar yang sebenarnya
22
23
kanselus terdiri dari tulang yang berlamela tersusun dalam cabangcabang disebut trabekula. Diantara trabekula terdapat ruang meduler,
terisi dengan sumsum. Sumsum dapat seperti lemak atau hematopoitik.
Pada orang dewasa, sumsum pada rahang bawah dan rahang atas
biasanya berlemak, tetapi jaringan hematopoitik ditemukan pada tempat
tertentu misalnya seperti tubersositas rahang bawah dan rahang atas
biasanya berlemak, tetapi jaringan hematopoitik ditemukan pada tempat
tertentu misalnya seperti tuberositas rahang atas, daerah periradikular
gigi molar rahang atas dan rahang bawah, dan daerah periradikular gigi
premolar. Ruang sumsum hematopoitik kelihatan radiolusen pada
radiograf (Grossman, 1995).
Dalam tulang kanselus juga dijumpai kanal nutrient. Kanal-kanal
ini berisi pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf. Kanal biasanya berakhir
pada krista alveolar pada foramina kecil-kecil dan dengan melalui
foramina tersebut pembuluh dan saraf masuk ke dalam gingiva
(Grossman, 1995).
Jumlah tulang kanselus bervariasi di antara daerah rahang atas
dan rahang bawah dan tergantung pada lebar prosesus alveolar serta
ukuran dan bentuk akar gigi (Grossman, 1995).
Tulang kortikal (padat) menutupi tulang kanselus dan dibentuk
oleh tulang berlamela. Tulang berlamela ini mempunyai lakuna yang
tersusun dalam lingkaran konsentrik lakuna yang tersusun dalam
lingkaran konsentrik disekeliling kanal sentral yang disebut sistem
Havers. Tulang kortikal bergabung dengan tulang alveolar yang
sebenarnya untuk membentuk Krista alveolar di sekeliling leher gigi
(Grossman, 1995).
Tulang digunakan sebagai reservoir kalsium badan. Badan,
dibawah kontrol hormonal, mengatur dan memelihara metabolisme
kalsium. Untuk itu, terjadi pengubahan tulang secara fisiologik dan
konstan oleh aktivitas osteoklastik dan osteoblastik. Aktivitas ini dapat
lebih mudah dilihat pada trabekula. Pola trabekular secara konstan
24
pulpa
dapat
mempengaruhi
jaringan
daerah
menyebabkan
perubahan
tulang
pada
daerah
peradikular
(Grossman, 1995).
2.1.4 Sementum
Sementum adalah jaringan ikat klasifikasi yang meyelubungi dentin akar
dan tempat berinsersinya bundel serabut kolagen. sementum dapat dianggap
sebagai tulang perlekatan dan merupakan satu satunya jaringan gigi khusus
dari jaringan periodontal. hubungannya dengan tepi email bervariasi, dapat
terletak atau bersitumpang dengan email tetapi dapat juga terpisah dari email oleh
adanya sepotong kecil dentin yang terbuka. ketebalan sementum bervariasi, pada
daerah sepertiga koronal hanya 16-60 mikrometer dan sepertiga apikal 200
mikrometer(difotonya pake lambang mikronya) (Manson, 1993).
Seperti jaringan klasifikasi lainnya, tulang dan denting, sementum terdiri
dari serabut kolagen yang tertanam di dalam matriks organik yang terklasifikasi.
kandungan organiknya, yaitu hidroksiapatit, lebih kecil dari tulang, misalnya
hanya sekitar 45% (tulang 65%, dentin 70%, email 97%) (Manson, 1993).
Ada dua tipe sementum: selular dan aselular. sementum selular
mengandung sementosit pada lakuna seperti osteosit pada tulang, dan saling
25
26
Fungsi
27
terbuka. pasien dengan dentin terbuka ini mempunyai sensitivitas tinggi terhadap
rangsang termal dan taktil, bila terjadi resesi. Cacat ini juga meningkatkan
akumulasi plak dan kalkulus. kalkulus yang terbentuk di daerah cacat ini sulit
untuk dibersihkan, walaupun terlihat dengan jelas (Manson, 1993).
b. Proyeksi Servikal pada email
Proyeksi servikal pada email sering meluas denan jarak bervariasi (tingkat
1, 2, 3) dari batas pertemuan sementoemail ke arah pertengahan furkasi (Gb. 111). peranannya dalam penyebaran penyakit ke arah furkasi masih belum
diketahui dengan jelas. namun, proyeksi servikal dari email lebih banyak
dilindungi oleh epitelium fungsional daripada sementum dan serabut jaringan ikat.
perlekatan epitel lebih lemah daripada perlekatan jaringan ikat dan dapat
membuka jalan untuk terjadinya keterlibatan furkasi lebih awal (Manson, 1993).
b. Struktur
Sementum memiliki struktur yang menyerupai tulang dan melapisi
permukaan akar gigi. Sementum primer hanya merupakan suatu lapisan tipis, akan
tetapi, karena deposit dentin sekunder yang terus menerus, maka lapisannya akan
menjadi jauh lebih tebal. Penebalan tersebut tidak terjadi secara menyeluruh, akan
tetapi dapat terlihat secara jelas di beberapa area, tergantung pada penyebabnya.
Sementum berwarna kuning terang, lebih gelap dibandingkan enamel dan lebih
terang dibandingkan dentin, dengan demikian dapat dibedakan dari enamel dan
dentin (Manson, 1993).
2.2 Penyakit Periodontal
2.2.1 Klasifikasi Penyakit Periodontal
a. Gingiva Deases
Gingivitis merupakan proses peradangan didalam jaringan periodonsium
yang terbatas pada gingiva, yang disebabkan oleh mikroorganisme yaang
membentuk suatu koloni serta membentuk plak gigi yang melekat pada tepi
gingivalPeradangan gingiva disebabkan oleh faktor plak maupun non-plak.
28
29
terapidenan
menggunakan
anticonvulsan
phenytoin
(dilatin),
epitel mulut.
Cylosporin
Cylosporin merupakan obat immunosupresan yang digunakan pada
pasien transplatasi organ untuk mencegah terjadinya penolakan tubuh
(graft rejection).Kira-kira 30% pasien yang memakai obat ini
mengalami pembesaran gusi, dimana anak-anak lebih rentan
dibandingkan orang dewasa.Mekanisme kerja obatvyang didapat
menyebabkan pembesaran gusi tidak diketahui.Diduga akibat dari
efek stimulasi dari proliferasi fibroblast dan produksi kolagen dan
juga efek penghambat daripenghancuran kolagen oleh enzim
kolagenase.
Nifedifin
Nifedifin merupakan calsium channel blocker yang digunakan pada
orang dewasa untuk mengontrol masalah kardiovaskuler. Obat ini juga
diberikan pada pasien setelah transplatasi untuk mengurangi efek
nephrotoxic dari cyclsporin.Insiden terjadinya pembesaran gusi pada
pengguna nifedine adalah 10-15%. Obat menghambat calsium channel
blocker didalam membran sel, ion calsium inraseluler merupakan
penentu produksi kolagen oleh fibroblas. Kekurangan dari enzim ini
dapat menyebabkan penumpukan kolagen pada gusi.
30
vitamin
mempengaruhi
fungsi
imun
sehingga
31
Infeksi herpes simplex adalah infeksi virus yang paling umum. Herpes
simplex adalah virus DNA dengan derajat infeksi rendah, dimana setelah
memasuki epitel mukosa oral, menembus ujung saraf dan dengan
transportasi retrograde melalui reticulum endoplasmatik menuju ke
ganglion trigeminal dimana virus tersebut dapat menetap selama bertahuntahun. Virus ini juga telah diisolasi pada lokasi diluar saraf seperti
gingival.
Virus
herpes
simplex
dapat
berperan
pada
erythema
ganglia
thoracic
immunocompromised.Reaktivasi
pada
virus
orang
yang
tua
berasal
atau
dari
pasien
ganglion
blastomycosis,
candidosis,
histoplasmosis,
coccidioidomycocis,
mucormycosis
dan
32
Candidosis
Variasi spesies candida ditemukan berasal dari mulut manusia
termasuk C. Albicans, C. Glabrata, C. Krusei, C. Tropicalis, C.
Parapsilosis, dan C. Guillermondii.Jamur ini hidup normal dalam kavitas
oral tetapi juga suatu patogen opportunistik.Prevalensi oral carriage dari
C. Albicanspada orang dewasa sehat sekitar 3%-48%, variasi yang besar
terjadi karena perbedaan pada sampel populasi dan prosedur yang
digunakan.Proporsi C. Albicans pada populasi jamur dalam rongga mulut
dapat mencapai sekitar 50-80%, dan sejauh ini infeksi jamur pada mukosa
oral yang paling sering adalah candidosis yang disebabkan oleh organisme
C. Albicans.Infeksi oleh C. Albicans biasanya terjadi sebagai konsekuensi
dari berkurangnya sistem pertahanan tubuh termasuk immunodefisiensi,
berkurangnya
sekresi
saliva
merokok
dan
perawatan
dengan
dari
immunosupression
yang
ditandai
dengan
linear
33
phenytoin,
sodium
valproate,
cyclosporine
dan
sangat
kompleks.
Para
ahli
34
35
2. Aggressive periodontitis
Aggressive periodontitis adalah salah satu kelainan pada jaringan
periodontal yang disertai dengan adanya bone loss secara progresif. Plak
pada penderita aggressive periodontitis biasanya hanya ditemukan dengan
jumlah yang tidak sebanding dengan kerusakan tulang alveolar yang terjadi
secara agresif (Gray, 2000).
Lesi aggressive periodontitis aktif pada usia pubertas dan destruksinya
akan menurun setelah malalui masa pubertas. Pada usia pubertas umumnya
selalu disertai dengan respon periodontal yang berlebihan terhadap iritasi
lokal sehingga pada masa pubertas sangat mudahsekali terjadi inflamasi,
edema dan pembesaran gingiva. Kemampuan respon jaringan periodontal
cenderung menurun seiring denan bertambahnya usia. Berbagai penyakit
36
periodontal akan sangat mudah terjadi pada masa pubertas, tetapi insidensi ini
dapat dicegah dengan selalu menjaga kebersihan mulut (Caranza, 2002).
a. Localized Aggressive periodontitis (LAP)
Karakteristik lesi LAP ini biasanya terjadi secara lokal. Lesi lebih
umum ditemukan pada daerah gigi molar pertama, dengan usia pasien
biasanya kurang dari 20 tahun. Lokalisasi lesi yang hanya berada pada
gigi molar pertama permanen berhubungan dengan adanya pembentukan
kolonisasi bakteri setelah gigi molar pertama erupsi. Kolonisasi yang
terbentuk
terjadi
karena
inisiasi
dari
bakteri
Actinobacilus
Actinomycetecomitas
LAP akan mulai terdiagnosa apabila dalam kondisi yang telah
parah. Dengan karakteristik keadaan lokal yang hanya terdapat sedikit
akumulasi plak dan inflamasi hanya terjadi pada daerah yang
terinfeksi.LAP baru terdeteksi apabila telah malibatkan kehilangan tulang
alveolar yang banyak. Sebagian besar dari penderita LAP mengalami
kehilangan gigi, drifting, diastema yang disebabkan karena adanya
peningkatan mobilisasi gigi, sensitif terhadap rangsangan termal, rasa
nyeri saat mastikasi, dan terjadinya iritasi yang bisa disebabkan akibat
adanya food impaction pada LAP dapat juga disertai dengan adanya
abses periodontal dan adanya pembesaran limfe yang terdapat pada regio
yang terinfeksi (Caranza, 2002).
37
38
1.Acquired neutropenia
2.Leukemias
3.Penyakit lainnya
B. Berhubungan dengan kelainan genetic
1. Familial and cyclic neutropenia
2.Down syndrome
3.Leukocyte adhesion deficiency syndromes
4. Necrotizing Periodontal Disease
Necrotizing periodontal diseas terbagi atas dua yaitu necrotizing
ulserative gingivitis dan necrotizing ulserative periodontal.Necrotizing
gingivitis sebelumnya diklasifikasikan sebagai penyakit gingiva atau
gingivitis,
sedangkan
necrotizing
ulserative
periodontal
sebelum
yang
terdiri
darifusospirochetal
t.
Mikrodentium,
39
faktor
predisposisi
NUG
berhubungan
dengan
imunosupresi.Hal imi penting bagi dokter untuk mengetahhui faktorfaktor predisposisi yang menyebabkan imunodeficincy di NUG dalam
rangka mengatasi kerentanan lanjutan pasien dan untuk menentukan
apakah suatu sistemik hadir. NUG dapat menjadi gejala utama untuk
pasien dengan imunosupresi berhubungand engan imunosupresi
berhubungan dengan human imunodeficiency virus ( HIV) (Carranza,
2002).
NUG biasa diidentifikasikan sebagai penyakit akut. Namun
istilah akut pada kasus ini hanya sebagai gambaran klinis dan tidak
digunakan sebagai diagnosis karena tidak ada bentuk kronis dalam
penyakit ini . NUG digambarkan sebagai penyakit yang muncul tibatiba , terkadang terdapat infeksi akut saluranpernafasan . perubahan
lingkungan hidup, kerja , tanpa istirahat yang cukup, gizi buru,
penggunaan tobacco, dan tekanan psikologi merupakan fitur umum
pada riwayat pasien (Carranza, 2002).
40
41
5. Abses periodontal
1. Abses gingival
Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada
marginal gingiva atau papila interdental dan merupakan lesi inflamasi akut
yang mungkin timbul dari berbagai faktor, termasuk infeksi plak mikroba,
trauma, dan impaksi benda asing (Carranza, 2002).
Gambaran klinis: merah, licin, kadang-kadang sangat sakit dan
pembengkakan sering berfluktuasi
2. Abses periodontal
Merupakan infeksi lokal purulen di dalam dinding gingiva pada
saku periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen periodontal
dan tulang alveolar (Carranza, 2002).
42
3. Abses perikoonal
Abses perikoronal merupakan akibat dari inflamasi jaringan lunak
operkulum, yang menutupi sebagian erupsi gigi.Seringpada gigi M3 RA
dan RB.
Gambaran klinis: berwarna merah terlokalisir, bengkak, lesi yang sakit
jika disentuh dan memungkinkan terbentuknya eksudat purulen, trismus,
limfadenopati, demam dan malaise (Carranza, 2002).
6. Lesi endodontik-periodontik
Terbagi 3:
1. Defek yang berasal dari endodontik
Berasal dari pulpa yang dihubungkan dengan gigi yang pulpax
nekrosis atau gigi yang mendapat perwatan endod0ntik yang kurang baik.
Klinisnya: probing menunjukan sulkus yang normal disekeliling
gigi, Kadang terjadi abses lokal, lesi primer endodontik dan lesi sekunder
43
3.
(Carranza, 2002).
Defek yang berasal dari endo-perio
Terdri dari 2 lesi yang terjadi bersamaan, satu merupakan
periradikuler yang berasal dari pulpa nekrosis dan yang satunya berasal
lesi periodontik yang meluas ke apikal menuju periradikuler.
Klinisnya: kerusakan krista tulang dan lesi periradikuler yang
berasal dari pulpa, poket yang lebar dan konus.
44
Warna abnormal
4. Trauma Oklusal
Trauma oklusal primer
Trauma oklusal sekunder
2.2.2 Mekanisme Penyakit Periodontal
Proses pembentukan plak dapat dibagi atas tiga tahap yaitu: (1)
pembentukan pelikel yang membalut permukaan gigi, (2) kolonisasi awal oleh
bakteri, dan (3) kolonisasi sekunder dan pematangan plak.
Pembentukan pelikel dental pada permukaan gigi merupakan fase awal
dari pembentukan plak. Pada tahap awal ini permukaan gigi akan dibalut oleh
pelikel glikoprotein. Pelikel tersebut berasal dari saliva dan cairan sulkular, begitu
juga dari produk sel bakteri, pejamu dan debris. Pelikel berfungsi sebagai
penghalang protektif, yang akan bertindak sebagai pelumas permukaan dan
mencegah pengeringan jaringan. Sifat pelikel sangat lengket dan mampu
membantumelekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi (Carranzas,
2002)
Dalam waktu beberapa jam bakteri akan dijumpai pada pelikel dental. Hal
ini bermulanya tahap kolonisasi awal bakteri pada permukaan gigi. Bakteri yang
pertama-tama mengkoloni permukaan gigi yang dibalut pelikel adalah didominasi
oleh mikroorganisma fakultatif gram-positif, seperti Actinomycesviscosus dan
Streptococcus sanguis. Pengkoloni awal tersebut melekat ke pelikeldengan
bantuan adhesin, yaitu molekul spesifik yang berada pada permukaan bakteri
(Carranzas, 2002)
Massa plak kemudian mengalami pematangan bersamaan dengan
pertumbuhan bakteri yang telah melekat, maupun kolonisasi dan pertumbuhan
spesies lainnya. Dalam perkembangannya terjadi perubahan ekologis pada
biofilm, yaitu peralihandari lingkungan awal yang aerob dengan spesies bakteri
fakultatif gram-positifmenjadi lingkungan yang sangat miskin oksigen dimana
yang dominan adalahmikroorganisme anaerob gram-negatif (Carranzas, 2002)
45
Prevotellaloescheii,
spesies
Capnocytophaga,
Fusobacterium
Pada penelitian in vivo pada dental plaj diketahui bahwa tipe bakteri yang
perada pada plak supragingiva adalah golongan bakteri morptyper. Cocci gram
positive dan sedikit berdominasi di permukaan gigi. Pada tahap lanjut bakteri pada
plak akan masuk melalui celah gingiva dimana celah tersebut mengandung cairan,
dan mengandung banyak substansi nutrisi yang dipakai bakteri. Host inflamasi
cell mejadi media pertumbuhan bakteri pada celah ini (Carranzas, 2002)
Karakteristik bakteri yang berada dalam plak ini didominasi gram positif
seperti Steptoccocus mitis, S. Sanguis, A. Viscous, Actinomyces Naeslundii, dan
Eubacterium spp. Kemudian pada perbatasan apikal masa plak dari persimpangan
epitel terdapat selapis leukosit dan bakteri yang mendominasi adalah bakteri gram
46
47
actinomycetemcomitans
Campylobacter
rectus
dan
bakteri
gram
negatif
mengandung
lipopolisakarida
48
strukturnya
mikroorganisme,
Sebagaimana
amorfus
leukosit,
terdiri
dari
partikel-
partikel
makanan,
pada
permukaan gigi, gingiva, protesa gigi dalam mulut, dan peratatan ortodonsi
lepasan maupun cekat. Berbeda dan plak gigi, materia aba tidak begitu melekat
dan dapat hilang dengan berkumur-kumur keras atau semprotan air.
Mikoorganisme yang terdapat di dalam material alba tidak sama dengan
49
Bakteri plak dental pada gingivitis kronis terdiri dari 56% spesies gram
positif dan 44% gram negatif, 59% spesies yang fakultatif dan 41% spesies yang
anaerob. Spesies gram positif yang dominan meliputi Streptococcus sanguis,
Streptococcus
mitis,
Streptococcus
intermedius,
Streptococcus
oralis,
50
Periodontitis
agresif,
yang
sebelumnya
diklasifikasikan
sebagai
meliputi
Fusobacterium
nucleatum,
Prevotella
intermedia,
mikroorganisme dominan
51
52
Gigi
yang
berjejal
atau
miring
merupakan
tempat
53
Tanda
tanda
yang
berhubungan
dengan
terjadinya
impaksi
makanan,yaitu :
a. Perasaan tertekan pada daerah proksimal
b. Rasa sakit yang sangat dan tidak menentu
c. Inflamasi gingiva dengan perdarahan dan daerah yang terlibat sering
berbau
d. Resesi gingiva
e. Pembentukan abses periodontal menyebabkan gigi dapat bergerak dari
soketnya, sehingga terjadinya kontak prematur saat berfungsi dan
sensitif terhadap perkusi.
f. Kerusakan tulang alveolar dan karies pada akar (Manson &Eley,
2012).
4. Pernafasan mulut
Kebiasan bernafas melalui mulut merupakan salah satu kebiasaan
buruk. Hal ini sering dijumpai secara permanen atau sementara.
Permanen misalnya pada anak dengan kelainan saluran pernafasan,
bibir maupun rahang, juga karena kebiasaan membuka mulut terlalu
lama.
Sementara misalnya pasien penderita pilek dan pada beberapa anak
yang gigi depan atas protrusi sehingga mengalami kesulitan menutup
bibir.
Keadaan ini menyebabkan viskositas (kekentalan) saliva akan
bertambah pada permukaan gingiva maupun permukaan gigi, aliran saliva
berkurang, populasi bakteri bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi
kering dan akhirnya memudahkan terjadinya penyakit periodontal (Manson
&Eley, 2012).
5. Sifat fisik makanan
Makanan yang mempunyai sifat fisik keras dan kaku dapat juga
menjadi massa yang sangat lengket bila bercampur dengan ludah. Makanan
yang demikian tidak dikunyah secara biasa tetapi dikulum di dalam mulut
sampai lunak bercampur dengan ludah atau makanan cair, penumpukan
makanan ini akan memudahkan terjadinya penyakit (Manson &Eley, 2012).
54
6. Iatrogenik Dentistry
Iatrogenik Dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena
pekerjaan dokter gigi yang tidak hati-hati dan adekuat sewaktu melakukan
perawatan pada gigi dan jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan
kerusakan pada jaringan sekitar gigi (Manson &Eley, 2012).
7. Trauma dari oklusi
Trauma dari oklusi menyebabkan kerusakan jaringann periodonsium,
tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan jaringan disebut traumatik
oklusi. Trauma dari oklusi dapat disebabkan oleh:
a. Perubahan-perubahan tekanan oklusal. Misal adanya gigi yang
elongasi, pencabutan gigi yang tidak diganti, kebiasaan buruk seperti
bruksim.
b. Berkurangnya kapasitas periodonsium untuk menahan tekanan oklusal
(Manson &Eley, 2012).
8.
adalah
terutama
mikorganisme
tempat
55
9. Stain gigi
Adalah deposit pada permukaan gigi yang merupakan suatu
pigmentasi dari acquired pellicle oleh bakteri kromogenik, makanan, serta
bahan kimia tertentu.
minuman/minuman
Penggunakan
Asap
rokok,
minum
teh,
atau
bahan
chiorhexidin
sebagai
obat
kumur
diketahui
dapat
faktor
permukaan
gigi,
sehingga
menjadi
dengan
scaling,
atau
kerusakan
periodontal, bukan
melainkan
karena
adanya
semata-mata
oleh karies
kavitas patologis
dapat
itu sendiri
menyebabkan
gingiva,
56
penyebab
retensi
plak.
Fakta
yang
sebenarnya
terjadi
adalah,
adalah perubahan
warna pada gigi dan keratinisai epitel mulut, dan adanya bercak putih di
mukosa pipi, bibir sebelah dalam, atau palatum. Keratinisasi epitel
gingiva pada perokok menyamarkan inflamasi gingival dan mengurangi
perdarahan gingiva.
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa merokok dapat
meningkatkan akumulasi plak dan penyakit periodontal akibat kebersihan
mulut yang jelek. Kebiasaan mengunyah tembakau pada penduduk tertentu
menyebabkan kerusakan
pada
jaringan
gingiva.
Tembakau
akan
57
jaringan
periodontal,
tetapi
hyperplasia
gingiva
dari
progesterone
yang
menyebabkan
meningkatnya
5. Penyakit sistemik
Periodontitis sebagai menifestasi penyakit sistemik yaitu suatu
kondisi sistemik dengan jumlah dan fungsi netrofil yang tidak sempurna
merupakan predisposisi terjadinya kehilangan perlekatan. Periodontitis
sering terjadi pada papillo-leferve syndrome, Down Ssyndrome,
neutropenia, chadiak-Highasi syndrome, hypophospatase, kurangnya
adesi leukosit
1. Papillo-Lefevre Syndrome (P-LS)
a. P-LS ditandai dengan lesi kulit hiperkeratosis dan destruksi
periodonsium yang parah
58
2. Down Syndrome
a. Down syndrome merupakan penyakit bawaan yang disebabkan
kromosom
yang
abnormal
yang
ditandai
dengan
kurang
Hypophosphatasia
a. Penyakit skelet keluarga yang jarang, ditandai dengan rickets,
pembentukan tulang kranium yang jelek, craniostenosis, kehilangan
gigi sulung terutama insisif
b. Alkaline phosphatase serum rendah dan dalam darah dan urine
terdapat phospoethanolamine
c. Gigi hilang tanpa ada keradangan gingiva dan pembentukan
sementum (Carranza, 2002).
59
tes
memerlukan
alat
khusus,
sehingga
harus
menggunakan
ada
60
umumnya reversibel karena dapat menjadi nol dengan redanya penyakit, namun
untuk indeks periodontal tidak dapat digunakan untuk mengukur penyakit dalam
keadaan aktif (reversibel) (Charles, 2008).
b. Indeks Periodontal (PI)
Semua gigi diperiksa; skor yang digunakan adalah sebagai berikut:
0: Negatif; tidak ada inflamasi pada jaringan pendukung maupun
gangguan fungsi karena kerusakan jaringan pendukung.
1: Gingivitis ringan; terlihat daerah inflamasi ringan pada tepi batas
gingiva, tetapi daerah ini tidak sampai mengelilingi gigi.
2: Gingivitis: inflamasi mengelililngi gigi, tetapi tidak terlihat adanya
kerusakan daerah perlekatan gingiva.
6: Gingivitis denga poket: perlekatan epitelial rusak dan terlihat adanya
ppoket (tidak hanya merupakan pendalaman leher gingiva karena
pembengkakan di daerah gingiva bebas). Tidak terlihat adanya
ganngguan fungsi mastikasi normal; gigi melekat kuat di dalam
soketnya dan tidak bergeser.
8: Kerusakan tahap lanjut disertai dengan hilangnya fungsi mastikasi;
gigi goyang, kadang-kadang bergeser, nyeri pada perkusi dengan alat
logam, dan dapat terdepresi ke dalam soketnya (Wahyukundari, 2008).
c. Community Periodontal Indeks of Treathment Needs (CPITN)
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang adekuat bagi komunitas
tertentu, seringkali perlu ditentukan kebutuhan perawatan. CPITN terbukti
merupakan sistem yang paling sering digunakan untuk tujuan ini dan
menggunakan metode berikut:
Sistem pemberian skor (menggunakan probe)
0 : tidak ada poket atau pendarahan gingiva pada saat penyondean
1 : perdarahan gingiva pada saat penyondean
2 : kalkulus supra- sub gingiva
3 : Poket sedalam 3,5-5,5 mm
61
: poket > 6 mm
a. Rencana perawatan
Rencana perawatan ditentukan dengan berlandasakan pada:
0
: tidak perlu
: Perawatan di rumah
62