BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan gigi sangat berkaitan erat dengan keutuhan serta kesehatan jaringan
pendukungnya. Jaringan pendukung gigi (jaringan periodontal) yang terdiri dari gingiva
(gusi), sementum, ligamen periodontal serta tulang alveolar merupakan struktur yang
menjaga gigi terlindung serta terfiksasi pada tempatnya. Namun demikian, jaringan
periodontal justru dapat menjadi media bagi transmisi penyakit-penyakit infeksi rongga
mulut, bahkan kerusakan jaringan periodontal sendiri dapat menjadi faktor predisposisi
bagi gangguan kesehatan gigi (Simarmata, 2008).
Infeksi dapat mengenai dentin dan pulpa melalui sulcus gingiva maupun sirkulasi
apikal yang berasal dari ligamen periodontal. Infeksi maupun tekanan kunyah dapat
menyebabkan tulang alveolar turun sampai dibawah hubungan sementum-enamel, yang
akan diikuti oleh resesi gingiva dan terbentuk poket. Keberadaan poket ini meningkatkan
potensi stagnasi bakteri pada kalkulus yang berakhir dengan gingivitis atau karies.
Dengan demikian menjaga keutuhan dan kesehatan struktur pendukung gigi adalah sama
pentingnya dengan perawatan gigi itu sendiri (Simarmata, 2008).
3. Tujuan Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUTAKA
2.2 Gingiva
2.2.1 Klasifikasi Anatomi Gingiva
Pada orang dewasa, gingiva normal menutupi tulang alveolar dan akar gigi kearah koronal
dari hubungan sementum enamel. Secara anatomis, gingiva dibagi menjadi marginal,
attached, dan area interdental. Meskipun masing-masing gingiva memiliki perbedaan
kekerasan dan struktur histologi, tetapi secara umum gingiva berperan untuk melindungi
kerusakan mekanik maupun bacterial. Karena itu, spesifisitas dari struktur gingiva
menunjukkan efektivitasnya untuk menjadi tameng dari penetrasi mikroba maupun agen
berbahaya untuk masuk ke jaringan yang lebih dalam (Carranza, 2006).
Marginal Gingiva. Marginal gingiva merupakan bagian tepi gingiva yang menyelimuti gigi
seperti kerah pada baju. Pada 50% kasus, Lapisan ini terletak pada daerah koronal dari bagian
gingiva yang lain, batas marginal gingiva dengan attached gingiva ditandai dengan adanya
cerukan dangkal yang disebut free gingival groove. Marginal gingiva umumnya memiliki
lebar 1mm, membentuk dinding jaringan lunak dari sulkus gingiva. Marginal gingiva dapat
dipisahkan dengan permukaan gigi dengan menggunakan probe periodontal.
Marginal ginggiva berbatasan dengan gingiva cekat oleh suatu indentasi (lekukan) yang
dinamakan alur gusi bebas (free gingival groove). Alur gusi bebas berada pada level yang
setentang dengan tepi apikal epitel penyatu, tetapi tidak berarti bahwa level-nya setentang
dengan dasar sulkus gingiva. Alur gusi bebas hanya dijumpai pada 50% individu, dan ada
atau tidaknya alur tersebut pada individu tidak dapat dikaitkan dengan terinflamasi atau
tidaknya gingiva. (Carranza, 2006).
Attached gingiva. Attached gingiva merupakan kelanjutan dari marginal gingiva. Jaringan
padat ini terikat kuat dengan periosteum tulang alveolar dibawahnya. Permukaan luar dari
attached gingiva terus memanjang ke mukosa alveolar yang lebih kendur dan dapat
digerakkan, bagian tersebut disebut mucogingival junction (Carranza, 2006).
Interdental gingiva. Interdental gingiva mewakili gingiva embrasure, dimana terdapat ruang
interproksimal dibawah tempat berkontaknya gigi. Interdental gingiva dapat berbentuk
piramidal atau berbentuk seperti lembah. Gingiva interdental merupakan bagian gingival
yang mengisi daerah interdental, umumnya berbentuk konkaf, menghubungkan papilla fasial
dan papilla lingual. Bila gigi geligi berkontak, struktur ini akan menyesuaikan terhadap
bentuk gigi geligi di apical daerah kontak. Bila gigi gigi yang berdekatan tidak saling
berkontak, tidak ada terlihat bentukan konkaf / col dan gingival interdental kelihatan
berbentuk datar atau konveks. Epithelium col biasanya sangat tipis, tidak keratinisasi dan
terbentuk hanya dari beberapa lapis sel. Strukturnya mungkin merefleksikan posisinya yang
terlindung. Pertukaran sel sel epithelial sama seperti pada daerah gingival lainnya. Region
interdental berperan sangat penting karena merupakan daerah stagnasi bakteri yang paling
persisten dan strukturnya menyebabkan daerah ini sangat peka. Di daerah inilah biasanya
timbul lesi awal pada gingivitis(Carranza, 2006).
a. Epitel gingiva
Sel epitel gingiva bersifat aktif secara metabolik dan dapat bereaksi terhadap rangsangan
eksternal dengan mensintesis sejumlah sitokin, molekul adhesi, faktor pertumbuhan, dan
enzim. Sel epitel juga bereaksi terhadap bakteri dengan meningkatkan proliferasi, perubahan
signal sel, perubahan dalam diferensiasi, dan kematian sel yang merubah homeostasis
jaringan. Guna mempertahankan integritas fungsional jaringan gingiva dari infeksi bakteri,
epitel gingiva dapat menebal dengan cara menambah kecepatan pembelahan selnya atau
disebut keratinisasi. Keratin mempunyai insolubilitas yang tinggi dan resisten terhadap
enzim. Terdapat cornified envelope (CE) pada setiap sel yang mengalami keratinisasi, CE
memiliki ketebalan 15 nm, tersusun dari ikatan silang protein dan lipid yang bertemu saat
diferensiasi terminal. Gabungan protein-lipid dalam struktur CE menggantikan membrane
plasma dan integritasnya sangat vital dalam fungsi pertahanan (Carranza, 2006).
Gusi memiliki lapisan epitel yang merupakan epitel skuama berlapis (stratified squamous
epithelium) dinamakan lamina propria. Bagian tengah berupa jaringan ikat, yang dinamakan
lamina propria(Carranza, 2006).
Berdasarkan aspek morfologis dan fungsionalnya dibedakan atas tiga bagian, epitel oral/luar
(oral/outer epithelium), epitel sulkular/krevikular (sulcular/crevicular epithelium), epitel
penyatu/jungsional (junctional ephitelium) (Carranza, 2006).
Fungsi utama epitel gingival adalah melindungi struktur yang berada dibawahnya, serta
memungkinkan terjadinya perubahan selektif dengan lingkungan oral. Perubahan tersebut
dimungkinkan oleh adanya proses proliferasi dan diferensiasi(Carranza, 2006).
Epitel gingiva disatukan ke jaringan ikat oleh lamina basal. Lamina basal terdiri atas lamina
lamina basal. Lamina basal terdiri atas lamina lamina basal. Lamina basal terdiri atas lamina
lusida dan lamina densa. Hemidesmosom dari sel-sel epitel basal mengikat lamina lusida.
Komposisi utama dari lamina lusida adalah laminin glikoprotein, sedangkan lamina densa
adalah berupa kolagen tipe IV. Lamina basal berhubungan dengan fibril-fibril jaringan ikat
dengan bantuan fibril-fibril penjangkar (anchoring fibrils) (Carranza, 2006).
Epitel oral. Epitel oral merupakan epitel skuama berlapis yang berkeratin (keratinized) atau
berparakeratin (parakeratinized) yang membalut permukaan vestibular dan oral gingiva.
Meluas dari batas mukogingival ke krista tepi gingiva (crest gingival margin), kecuali pada
permukaan palatal dimana epitel ini menyatu dengan epitel palatum. Lamina basal yang
menyatukan epitel gingiva ke jaringan ikat gingiva bersifat permeabel terhadap cairan, namun
dapat menjadi penghalang bagi bahan partikel tertentu. Mempunyai rete peg yang menonjol
ke arah lamina propria. (Carranza, 2006).
Epitel sulkular. Epitel sulkular mendindingi sulkus gingiva dan menghadap ke permukaan
gigi tanpa melekat padanya. Epitel ini merupakan epitel skuama berlapis yang tipis,tidak
berkeratin, tanpa rete peg dan perluasannya mulai dari batas koronal epitel penyatu sampai ke
krista tepi gingival. Selain itu juga memiliki peran penting karena bertindak sebagai membran
semipermeabel yang dapat dirembesi oleh produk bakteri masuk ke gingiva, dan oleh cairan
gingiva yang keluar ke sulkus gingival. (Carranza, 2006).
Epitel penyatu. Epitel penyatu membentuk perlekatan antara gingiva dengan permukaan gigi
dan berupa epitel skuama berlapis tidak berkeratin. Pada usia muda epitel penyatu terdiri atas
3 4 lapis, namun dengan bertambahnya usia lapisan epitelnya bertambah menjadi 10 20
lapis melekat ke permukaan gigi dengan bantuan lamina basal.panjang epitel penyatu ini
bervariasi antara 0,25 1,35 mm merentang dari dasar sulkus gingiva sampai 1,0 mm koronal
dari batas semento-enamel pada gigi yang belum mengalami resesi(Carranza, 2006).
Bila gigi telah mengalami resesi, epitel penyatu berada pada sementum. Karena
perlekatannya ke permukaan gigi, epitel penyatu dan serat-serat gingiva dianggap sebagai
suatu unit fungsional yang dinamakan unit dentogingival(Carranza, 2006).
b. Sulcus Gingiva
Sulkus ginggiva merupakan suatu celah dangkal disekeliling gigi dengan dinding sebelah
dalam adalah permukaan gigi dan dinding sebelah luar adalah epitel sebelah dalam dari
gingiva bebas. Sulkus ini membetuk seperti huruf V, dan kedalamnya dapat diselipkan alat
prob periodontal dalam keadaan yang sangat normal dan bebas kuman (eksperimental)
kedalamannya bisa 0 atau mendekati 0, namun secara klinis biasanya dijumpai sulkus
gingiva.
Dengan kedalaman tertentu. Secara histologis kedalamannya adalah 1,5 1,8 mm.
Kedalaman klinis diukur dengan alat prob (dinamakan kedalaman probing) adalah 2,0 3,0
mm.
Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari pembuluh darah yang
termodifikasi. Cairan sulkus gingiva dapat berasal dari jaringan gingiva yang sehat. Cairan
sulkus gingiva berasal dari serum darah yang terdapat dalam sulkus gingiva baik gingiva
dalam keadaan sehat maupun meradang. Pada CSG dari gingival yang meradang jumlah
polimorfonuklear leukosit, makrofag, limfosit, monosit, ion elektrolit, protein plasma dan
endotoksin bakteri bertambah banyak, sedangkan jumlah urea menurun. Komponen seluler
dan humoral dari darah dapat melewati epitel perlekatan yang terdapat pada celah gusi dalam
bentuk CSG. Pada keadaan normal, CSG yang banyak mengandung leukosit ini akan
melewati epitel perlekatan menuju ke permukaan gigi. Aliran cairan ini akan meningkat bila
terjadi gingivitis atau periodontitis. Cairan sulkus gingiva bersifat alkali sehingga dapat
mencegah terjadinya karies pada permukaan enamel dan sementum yang halus. Keadaan ini
menunjang netralisasi asam yang dapat ditemukan dalam proses karies di area tepi gingiva.
Cairan sulkus gingiva juga dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai keadaan jaringan
periodontal secara objektif sebab aliran CSG sudah lebih banyak sebelum terlihatnya
perubahan klinis radang gingiva bila dibandingkan dengan keadaan normal (Carranza,
2006).
1. Lapisan papillary
Berada dekat dengan epitel diantara rete pegs.
2. Lapisan Reticular
Jaringan ikat margin gusi dipadati oleh kolagen tebal disebut serat-serat gingival. Jaringan
ikat ini berfungsi menahan margin gusi dengan kuat pada gigi, menahan daya kunyah,
menyatukan margin gusi dengan sementum dan dengan gusi cekat. (Carranza, 2006).
Serat gingival dapat dikelompokkan sebagai kelompok gingivodental, kelompok sirkular, dan
kelompok transeptal (Carranza, 2006).
f. Vaskularisasi gingiva
a. Arteri yang terletak lebih superfisial dari periosteum, mencapai gingiva pada
daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang arteri alveolar yaitu
arteri infra orbital, nasopalatina, palatal, bukal, mental dan lingual
(Grossman, 1995).
2.3 Sementum
Sementum adalah jaringan mengapur menyerupai tulang yang menutup akar gigi.
Sebagai yang telah diuraikan, sementum berasal dari sel mesenkimal folikel gigi yang
berkembang menjadi sementoblas. Sementoblas menimbun suatu matrik, disebut
sementoid, yang mengalami pertambahan pengapuran dan menghasilkan dua jenis
sementum: aselular pertama-tama ditimbun pada dentin membentuk pertemuan
sementum-dentin, dan biasanya, menutupi sepertiga servikal dan sepertiga tengah akar.
Sementum selular biasanya ditumpuk pada sementum aselular pada sepertiga apical akar
dan bergantian dengan lapisan sementum aselular. Sementum selular ditumpuk pada
kecepatan yang lebih besar daripada sementum aselular dan dengan demikian menjebak
sementoblas di dalam matriks. Sel-sel yang terjebak ini disebut sementosit. Sementosit
terletak pada kripta sementum dan dikenal sebagai lacuna. Dari lacuna, kanal-kanal,
disebut kanalikuli, yang berisi perpanjangan protoplasmic sementosit dan berfungsi
sebagai jalan mengangkut nutrient ke sementosit, menjalin dengan kanalikuli lain dari
lakuna lain untuk membentuk suatu sistem yang dapat dipersamakan dengan sistem
Havers (haversian sistem) tulang. Oleh sebab sementum adalah avaskular, nutrisinya
berasal dari ligament periodontal. Karena lapisan incremental sementum ditumpuk,
ligamen periodontal dapat berpindah tempat lebih jauh, dan akibatnya beberapa
sementosit mungkin mati dan meninggalkan lakuna kosong (Grossman, 1995).
Memperbaiki adalah fungsi lain sementum. Fraktur akar dan resorpsi biasanya
diperbaiki oleh sementum. Penutupan akar yang belum dewasa pada prosedur
apeksifikasi disempurnakan oleh deposisi sementum atau jaringan yang menyerupai
sementum. Sementum juga mempunyai fungsi protektif. Lebih resisten terhadap rasorpsi
daripada tulang. Mungkin disebabkan avaskularitasnya. Akibatnya, gerakan ortodontik
akar biasanya dapat dilakukan dengan kerusakan resorptif minimum. Fungsi-fungsi lain
adalah deposisi sementum yang terus menerus dan penyumbatan foramina aksesori dan
apical setelah perawatan saluran akar (Grossman, 1995).
Lebar ligament periodontal bervariasi dari 0,15 sampai 0,38 mm. Variasi dalam lebar
dijumpai dari gigi ke gigi dan pada daerah ligament yang berbeda pada akar yang sama.
Ligament periodontal lebih tipis pada tumpu/fulcrum pemutaran gigi. Gigi-gigi dengan beban
oklusal yang berat mempunyai ligament periodontal lebih lebat daripada gigi-gigi dengan
beban oklusal minimal yang ligament periodontalnya lebih tipis. Dengan bertambahnya
umur, lebar ligamen periodontal berkurang (Carranza, 2006).
Jaringan Interstisial
Jaringan interstisial adalah jaringan penghubung longgar yang mengelilingi
pembuluh darah dan limfatik, saraf, dan bundle serabut. Jaringan ini berisi serabut
kolagen, lepas dari ikatan serabut ligament periodontal. Perubahan di dalam bundle
serabut yang terus menerus. Ruang ini dalam ligament periodontal, terisi dengan jaringan
interstisial, pembuluh darah, pembuluh limfa, dan saraf, disebut ruang interstisial
(Grossman, 1995).
Arteri interalveolar bercabang dari arteri alveolar dari sebelah koronal melintas
tulang kanselus dinding lateral kripta tulang; cabang-cabang lateralnya, disebut arteri
perforating, masuk melalui plat kribriform ke dalam ligamen periodontal lateral. Ateri
menjadi arteriola dan kapiler-kapiler membentuk anyaman yang subur. Pleksus arterial
gigi dan interal veolar lebih mencolok pada sisi tulang ligamen karena aktifitas mengubah
bentuk tulang yang konstan. Arteri interal veolar keluar melalui krista presassus alveolar
dan membentuk cabang-cabang gingival. Cabang-cabang gingival ini mensuplai gingiva
dan bagian koronal ligamen peridontal (Grossman, 1995).
Vena intrdental, vena interadikular dan vena gigi mengalir ke dalam vena alveolar.
Juga dijumpai anyaman pembuluh limfatik yang mengikuti drainase vena ke dalam
saluran limfe alveolar (Grossman, 1995).
Inervasi
Saraf alveolar yang dimulai pada saraf trigeminal, menginervasi ligamen
peridontal dan dibagi dalam saraf peridontal mendaki (ascending) atau saraf gigi, saraf
interalveola dan saraf intraradikular. Saraf ligamen periodontal, seperti pada jaringan
konektif lainnya, mengikuti distribusi arteri. Cabang cabang alveolar menginervasi
daerah apikal, cabang interalveolar menginervasi ligamen peridontal lateral, dan cabang-
cabang saraf interadikular menginervasi ligamen periodontal furkasi gigi posterior
(Grossman, 1995).
Saraf berakhir sebagai serabut dengan diameter kecil atau besar. Serabut
berdiameter kecil, baik yang bermielin atapun yang tidak bermielin, berakhir sebagai
ujung bebas pada ruang interstisial dan berhubungan dengan rasa sakit. Serabut
berdiameter besar bermielin, berakhir sebagai ujung khusus berupa tombol atau kumparan
dekat serabut utama ligamen peridontal, dan merupakan mekanoseptor yang berhubungan
dengan sentuhan, tekanan dan propriosepsi (Grossman, 1995).
Saraf simpapetik mengikuti pembuluh darah arterial dalam ligamen periodontal.
Saraf-saraf itu berhubungan dengan kontrol vasomotor aliran darah di dalam arteri dan
kapiler (Grossman, 1995).
Sementoklas, atau sel yang meresorpsi sementum, tidak ditemukan pada ligamen
peiodontal normal.karena umumnya sementum tidak mengubah bentuk dan hanya
ditemukan pada pasien dengan kondisi patologik tertentu (Grossman, 1995).
Sel-sel lain yang terdapat pada ligamen periodontal normal adalah sisa-sisa sel
epitelial Malasses, sel-sel mesenkimal tidak berkembang, sel mast dan makrofag. Sisa-
sisa sel epitelial Malasses adalah sisa selubung akar epitelial Hertwig. Sel-sel ini
berlokasi pada sisi sementum ligamen periodontal. Fungsinya tidak diketahui teteapi
dapat berkembang biak untuk membentuk kista pada stimulinoksius (Grossman, 1995).
Sel Massenkimal yang tidak berkembang biasanya adalah sel stelat dengan nuklei
besar yang terlek dekat dengan pembuluh darah. Sel ini mungkin berkembang menjadi
fibroblas, odontoblas atau sementoblas (Grossman, 1995).
Sel-sel mast, ditemukan dekat pembuluh darah adalah sel-sel besar, bulat/oval
dengan nuklei bulat yang terletak di tengah. Sitoplasmanya mempunyai banyak granula
merah yang dapat mengaburkan nuklei. Granula ini mengandung heparin, koagulan darah
dan histamin yang dapat menuingkatkan permeabilitas kapiler. Histamin, yang dilepaskan
melalui degranelasi sel mast yang disebabkan oleh reaksi inflamasi akut, mengerutkan sel
endotelial pada dinding pembuluh yang menghasilkan ruang interselulair dan
permeabilitas vaskular (Grossman, 1995).
Kalsifikasi
Sementikel dapat ditemukan di dalam ligament periondontal. Kalsifikasi ini terikat
pada sementum, tertanam didalamnya, atau bebas dalam ligament periodontal dekat
dengan batas sementum. Sel epithelial mungkin membentuk nodus untuk kalsifikasi ini
(Grossman, 1995).
Fungsi formatif, berperan dalam pembentukan dan resorpsi dari struktur jaringan
pendukung gigi (Grossman, 1995).
Fungsi nutrisi dan sensori, yaitu untuk memasok nutrient ke sementum, tulang
alveolar dan gingival melalui pembuluh darah oleh ligament periodontal. Persyarafan
ligament periodontal memiliki sensitivitas yang dapat mendeteksi dan melokalisir tekanan
eksternal terhadap gigi (Grossman, 1995).
2.5 Tulang Alveolar
Prosesus alveolar dibagi menjadi tulang alveolar yang sebenarnya dan tulang
alveolar pendukung.
Osteosit dalam tulang yang mengapur terletak dalam ruang oval yang disebut
lakuna, yang saling berhubungan dengan melalui kanalikuli. Sistem kanal ini membawa
nutrient ke dalam osteoid dan membuang hasil metaboliknya yang tidak berguna. Tulang
yang ditimbun bagian demi bagian selama aktivitas osteoblastik membentuk lembaran-
lembaran tulang yang disebut lamella. Masa istirahat dibatasi oleh garis-garis gelap yang
disebut garis-garis istirahat, yang berjalan sejajar dengan permukaan tulang. Osteosit di
dalam lakunya disebarkan secara rata pada seluruh permukaan lamela. Lamela, garis-garis
istirahat, lakuna dengan osteositnya, dan kanalikuli memberikan tulang sifat
histologiknya (Grossman, 1995).
Tulang alveolar yang sebenarnya terdiri dari bundel tulang di tepi alveoli dan
tulang yang berlamela ke daeah pusat prosesus alveolar. Tulang disebelah tepi disebut
bundel tulang karena serabut Sharpey ligament periodontal tertanam didalamnya. Karena
serabut Sharpey di sebelah tepi dapat mengapur dan karena lamela hampir tidak jelas,
tulang ini tebal dan mempunyai penampilan yang lebih radiopak dalam radiograf daripada
tulang kanselus atau ruang ligament periodontal. Gambaran radiogfrafik tulang
alveolar sebenarnya disebut lamina dura (Grossman, 1995).
Tulang alveolar yang sebenarnya dapat juga dianggap sebagai plat kribriform.
Istilah ini timbul karena banyaknya foramina yang melubangi tulang. Foramina ini berisi
pembuluh darah dan saraf yang mensuplai gigi-gigi, ligament periodontal dan tulang
(Grossman, 1995).
Dalam tulang kanselus juga dijumpai kanal nutrient. Kanal-kanal ini berisi
pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf. Kanal biasanya berakhir pada krista alveolar pada
foramina kecil-kecil dan dengan melalui foramina tersebut pembuluh dan saraf masuk ke
dalam gingiva (Grossman, 1995).
Jumlah tulang kanselus bervariasi di antara daerah rahang atas dan rahang bawah
dan tergantung pada lebar prosesus alveolar serta ukuran dan bentuk akar gigi
(Grossman, 1995).
Tulang kortikal (padat) menutupi tulang kanselus dan dibentuk oleh tulang
berlamela. Tulang berlamela ini mempunyai lakuna yang tersusun dalam lingkaran
konsentrik lakuna yang tersusun dalam lingkaran konsentrik disekeliling kanal sentral
yang disebut sistem Havers. Tulang kortikal bergabung dengan tulang alveolar yang
sebenarnya untuk membentuk Krista alveolar di sekeliling leher gigi (Grossman, 1995).
Tulang digunakan sebagai reservoir kalsium badan. Badan, dibawah kontrol
hormonal, mengatur dan memelihara metabolisme kalsium. Untuk itu, terjadi pengubahan
tulang secara fisiologik dan konstan oleh aktivitas osteoklastik dan osteoblastik. Aktivitas
ini dapat lebih mudah dilihat pada trabekula. Pola trabekular secara konstan diubah
sebagai reaksi terhadap tekanan oklusal. Pada trabekula didapati garis-garis istirahat, yang
merupakan ciri masa aktivitas osteoblastik, dan garis resorptif, yang merupakan ciri masa
aktivitas osteoklastik. Garis-garis istirahat mempunyai ciri garis-garis resorpsi tepinya
belekuk-lekuk (scalloped) dan mengarah pada daerah resorpsi yang dikenal sebagai
lakuna Howship (Grossman, 1995).
BAB IV
PEMBAHASAN
Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai penyangga
gigi, terdiri dari gingiva, sementum, ligament periodontal dan tulang alveolar. Sebelum
memahami kerusakan jaringan periodontal, sebaiknya dimulai dengan gingiva yang sehat dan
tulang pendukung yang normal. Gingiva yang sehat dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
gigi.
Selain itu, rasa propioseptif dapat menggerakkan mekanisme refleks protektif yang
membuka rahang bawah untuk mencegah injuri pada gigi atau ligamen periodontal bila
seseorang menggigit suatu benda keras.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Gigi difiksasi dan dilindungi pada tempat perlekatannya dengan tulang rahang oleh
jaringan periodontal atau jaringan penyangga gigi.
2. Jaringan penyangga gigi terdiri dari gingiva dan jaringan periradikuler.
3. Jaringan periradikuler terdiri dari atas cementum, ligamen periodontal, serta processus
alveolaris.
4. Kesehatan dan keutuhan jaringan penyangga gigi ini sangat menentukan kesehatan
gigi-geligi.
5.2 Saran